You are on page 1of 23

TOKSISITAS ANTIOKSIDAN DAN MEKANISME

PENENTUAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN METODE


PENANGKAPAN RADIKAL BEBAS DPPH•

Heru Witoyo (J3L108020)


Natalia Debora (J3L108022)
Fatolosa T (J3L108092)
Abu Bakar (J3L108103)

PROGRAM KEAHLIAN ANALISIS KIMIA


DIREKTORAT PROGRAM DIPLOMA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
i

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan berkat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini berjudul “Toksisitas Antioksidan dan Mekanisme Penentuan
Aktivitas Antioksidan dengan Metode Penangkapan Radikal Bebas DPPH•” untuk
memenuhi tugas mata kuliah Kimia Pangan.
Makalah ini membahas mengenai antioksidan meliputi senyawa-senyawa
dan toksisitas antioksidan serta mekanisme uji aktivitas antioksidan dengan
metode DPPH•. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang
telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga makalah
ini dapat terselesaikan. Ucapan terima kasih secara khusus penulis sampaikan
kepada Luthfan Irfana, S.Si selaku dosen sekaligus pembimbing penulis dalam
penyusunan makalah ini serta Budi Arifin, M.Si selaku dosen sekaligus
koordinator Mata Kuliah Kimia Pangan, atas bimbingan, saran dan pembelajaran
baik mengenai topik yang penulis bahas maupun tata cara penulisan makalah,
sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
Saran dan kritik dari semua pihak yang bersifat membangun selalu
diharapkan demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca dan dapat menjadi sarana pembelajaran bagi pembaca
di masa yang akan datang.

Bogor, 23 November 2010

Tim Penulis
ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i


DAFTAR ISI........................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang...................................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah .............................................................................. 2
1.3 Ruang Lingkup ..................................................................................... 2
BAB II RADIKAL BEBAS, ANTIOKSIDAN DAN TOKSISITASNYA ............ 3
2.1 Radikal Bebas ....................................................................................... 3
2.2 Antioksidan........................................................................................... 4
2.3 Penggunaan Antioksidan dalam Bahan Pangan.................................... 5
2.3.1 Tokoferol (Vitamin E) ....................................................................... 6
2.3.2 Asam Askorbat (Vitamin C) .............................................................. 8
2.3.3 -Karoten ......................................................................................... 10
2.3.4 Butilated Hydroxy Toluene (BHT) .................................................. 11
2.4 Toksisitas Antioksidan dan Metabolitnya .......................................... 11
BAB III MEKANISME KERJA DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DENGAN
METODE PENANGKAPAN RADIKAL DPPH• ................................. 13
3.1 Efektivitas dan Mekanisme Kerja Antioksidan .................................. 13
3.2 Aktivitas Antioksidan dengan Metode Penangkapan Radikal Bebas
DPPH• ................................................................................................ 14
BAB IV PENUTUP .............................................................................................. 17
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 18
iii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Struktur kimia tokoferol ....................................................................... 7


Gambar 2 Oksidasi dan regenerasi tokoferol ........................................................ 8
Gambar 3 Struktur Kimia Asam Askorbat............................................................ 8
Gambar 4 Struktur dari ß-karoten ....................................................................... 10
Gambar 5 Reaksi penambahan radikal bebas pada ß-karoten............................. 11
Gambar 6 Reaksi penangkapan radikal bebas pada vitamin E ........................... 14
Gambar 7 Resonansi pada struktur DPPH .......................................................... 15
Gambar 8 Reaksi radikal DPPH dengan antioksidan.......................................... 15
Gambar 9 Mekanisme reaksi penangkapan DPPH• oleh BHT ......................... 16
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Maraknya berbagai penyakit seperti kanker kulit, diabetes mellitus,
kegagalan ginjal, penyakit kardiovaskuler, katarak, dan penuaan dini erat
kaitannya dengan radikal bebas (Astawan 2004). Penyakit degeneratif seperti
kanker, tekanan darah tinggi, penyakit gula, dan lain sebagainya semakin banyak
dan mudah ditemui di kalangan masyarakat kita, yang juga diakibatkan karena
proses metabolisme tubuh yang menghasilkan radikal bebas berlebihan sehingga
mengakibatkan kerusakan pada fungsi sel-sel tubuh (Helliwel 1989).
Senyawa radikal bebas dan spesies oksigen reaktif dalam tubuh terbentuk
dari proses metabolisme normal tubuh, atau dapat terbentuk dari luar tubuh.
Sumber dalam tubuh misalnya terbentuk dari fagositosis, reaksi oleh besi atau
logam transisi lain, pembentukan arakidonat, peroksisom, dan inflamasi. Sumber
dari luar tubuh terbentuk dari asap rokok, polusi lingkungan, radiasi, obat-obatan,
pestisida, limbah industri, sinar ultraviolet serta terbentuk pada bahan pangan
seperti terbentuknya radikal peroksida pada autoksidasi lipid (Pratimasari 2009).
Autoksidasi lipid adalah sebuah proses radikal yang melibatkan reaksi
berantai termasuk tahap induksi, propagasi dan terminasi. Selama periode induksi,
terbentuk radikal alkil dan peroksil yang sangat reaktif dan menghasilkan
hidroperoksida (ROOH) pada fase propagasi. Terminasi adalah tahap asosiasi dari
dua radikal bersama-sama untuk membentuk produk yang lebih stabil. Tahapan-
tahapan tersebut bertanggung jawab terhadap organoleptik dan perubahan gizi
akibat off-flavor (timbulnya cita rasa yang tidak diinginkan secara sendirinya)
dari degradasi ROOH hilangnya asam lemak esensial (Bondet et al. 1997).
Radikal bebas bersifat reaktif, dan jika tidak diinaktifkan dapat merusak
makromolekul pembentuk sel yaitu protein, karbohidrat, lemak, dan asam nukleat,
sehingga dapat menyebabkan penyakit degeneratif. Kerusakan oksidatif atau
kerusakan akibat radikal bebas dalam tubuh pada dasarnya dapat diatasi oleh
antioksidan endogen seperti enzim katalase, glutatin peroksidase, superokside
dismutase, dan glutatin S-transferase. Namun jika senyawa radikal bebas terdapat
2

berlebih dalam tubuh atau melebihi batas kemampuan proteksi antioksidan


seluler, maka dibutuhkan antioksidan tambahan dari luar atau antioksidan eksogen
untuk menetralkan radikal yang terbentuk (Reynertson 2007).
Banyaknya efek negatif yang dihasilkan oleh suatu radikal bebas menjadi
alasan pentingnya melindungi lipid makanan dan jaringan manusia melawan
radikal bebas dengan antioksidan. Antioksidan bertindak dengan menyumbang
atom hidrogen pada radikal lipid dan akan terbentuk radikal baru dari antioksidan
yang merupakan senyawa stabil dan akan menghentikan reaksi oksidasi berantai
(Bondet et al. 1997).

1.2 Perumusan Masalah


Antioksidan dan penggunaannya dalam masyarakat untuk menjaga
kesehatan yang optimal, namun tidak umum diketahui bahwa asupan tinggi
antioksidan juga memiliki efek samping atau tingkat toksisitas yang tinggi.
Efektifitas suatu antioksidan dalam menetralisia radikal bebas dapat ditentukan
dengan metode penangkapan radikal bebas DPPH•.

1.3 Ruang Lingkup


Efek penggunaan antioksidan dalam masyarakat yang semakin luas dengan
kadar asupan yang cukup tinggi tidak hanya memberikan efek positif bagi tubuh
tetapi juga menimbulkan efek samping saat dikonsumsi dengan asupan tinggi,
sehingga dibutuhkan pengetahuan yang lebih mengenai pengaturan dosis
antioksidan yang tepat. Aktivitas antioksidan dapat ditentukan dengan metode
penangkapan radikal bebas DPPH•.
3

BAB II
RADIKAL BEBAS, ANTIOKSIDAN DAN TOKSISITASNYA

2.1 Radikal Bebas


Radikal bebas merupakan atom atau molekul yang sifatnya sangat tidak
stabil, sangat reaktif, dan merusak jaringan karena memiliki satu elektron bebas
yang tidak berpasangan. Senyawa radikal bebas ini dapat terbentuk akibat dari
proses kimia yang terjadi dalam tubuh, seperti proses oksidasi, metabolisme sel,
olahraga berlebihan dan peradangan. Radikal bebas inilah yang menjadi sumber
berbagai penyakit, seperti pengerasan pembuluh darah, jantung koroner, stroke,
kanker, tak terkecuali penuaan dini. Radikal bebas bersifat destruktif, sangat
reaktif dan mampu bereaksi dengan makromolekul sel, seperti: protein, lipid,
karbohidrat, atau DNA. Reaksi antara radikal bebas dan molekul itu berujung pada
timbulnya suatu penyakit, antara lain kerusakan DNA pada inti sel, kerusakan
protein, dan kerusakan lipid peroksida (Reynertson 2007).
Kerusakan DNA pada inti sel disebabkan oleh radikal bebas. Sel yang
mengandung DNA rusak (damaged DNA) tersebut bila membelah sebelum DNA
tersebut diperbaiki, akan mengakibatkan perubahan genetik secara permanen, hal
tersebut merupakan langkah pertama dalam karsinogenesis. Oksidasi DNA oleh
senyawa radikal bebas dapat menginisiasi terjadinya kanker (Reynertson 2007).
Kerusakan protein terjadi saat adanya perubahan LDL (low density lipoprotein)
menjadi bentuk LDL teroksidasi yang diperantarai oleh radikal bebas dapat
menyebabkan kerusakan dinding arteri dan kerusakan bagian arteri lainnya.
Meningkatnya kadar LDL oleh oksigen reaktif dapat merusak dinding arteri yang
menyebabkan aterosklerosis (Langseth 1995). Kerusakan lipid peroksida terjadi
karena radikal bebas dapat menyebabkan kerusakan oksidatif pada ikatan lemak
tak jenuh dalam fosfolipid membran biologi (lipid peroksidasi). Peroksidasi lipid
pada membran merusak struktur membran dan menyebabkan hilangnya fungsi
dari organel sel (Pratimasari 2009).
Sumber radikal bebas bisa berasal dari dalam tubuh kita sendiri (endogen),
bisa pula berasal dari luar tubuh (eksogen). Radikal endogen terbentuk sebagai
sisa proses metabolisme (proses pembakaran) protein, karbohidrat, dan lemak
pada mitokondria, proses inflamasi atau peradangan, reaksi antara besi logam
4

transisi dalam tubuh, fagosit, peroksisom, maupun pada kondisi iskemia. Sumber
dari luar tubuh terbentuk dari asap rokok, polusi lingkungan, radiasi, obat-obatan,
pestisida, anestetik, limbah industi, ozon, serta sinar ultraviolet (Langseth, 1995).
Beberapa contoh radikal bebas antara lain : anion superoksida (2OO• -), radikal
hidroksil (OH•), nitril oksida (NO•), hidrogen peroksida (H 2O2) dan sebagainya
(Pratimasari 2009).

2.2 Antioksidan
Bertambahnya radikal bebas dari luar yang masuk ke dalam tubuh akan
mempersulit tubuh untuk mengatasi serangan radikal bebas. Antioksidan yang
terbentuk dari luar sel tubuh salah satunya dari makanan. Antioksidan ini
berfungsi untuk membantu ketidakmampuan sistem antioksidan tubuh .
Antioksidan ialah zat yang dapat menunda atau memperlambat laju autoksidasi
bahan. Ratusan senyawa, alami maupun sintetik, telah dilaporkan memiliki sifat
antioksidan. Namun penggunaan antioksidan dalam bahan pangan dibatasi oleh
persyaratan tertentu salah satunya yang penting ialah telah terbukti cukup aman
untuk digunakan. Antioksidan larut lipid utama yang sekarang ini digunakan
dalam bahan pangan ialah fenol monohidrat atau polihidrat dengan aneka
substitusi cincin. Pencegahan atau perlambatan oksidasi dari makanan dilakukan
dengan penambahan antioksidan. Antioksidan telah secara luas digunakan sebagai
pengawet pada lemak dan minyak dan pada pemrosesan makanan. Berdasarkan
asalnya, antioksidan dibedakan atas dua jenis yaitu antioksidan sintetik dan
antioksidan alami.
Antioksidan sintetik, beberapa dari antioksidan yang popular digunakan
adalah komponen fenol seperti hidroksianisol terbutilasi (BHA), hidroksitoluene
terbutilasi (BHT), tert-butil-hidrokuinon (TBHQ), dan ester dari asam galat,
contohnya propil galat (PG). Antioksidan sintetik telah sepenuhnya diuji reaksi
toksisitasnya, tapi beberapa di antaranya menjadi toksik setelah penggunaan
dalam waktu lama. Produk alami lebih sehat dan aman daripada antioksidan
sintetik. Antioksidan alami ditemukan pada sebagian besar tanaman,
mikroorganisme, jamur dan jaringan binatang. Sebagian besar antioksidan alami
5

adalah komponen fenolik dan kelompok yang paling penting dari antioksidan
alami adalah tokoferol, flavonoid, dan asam fenol (Pratimasari 2009).
Antioksidan menstabilkan radikal bebas dengan melengkapi kekurangan
elektron yang dimiliki radikal bebas, dan menghambat terjadinya reaksi berantai
dari pembentukan radikal bebas yang dapat menimbulkan stres oksidatif.
Antioksidan akan memerangkar radikal pada struktuknya yang terstabilkan oleh
resonansi ikatan konjugasi. Vitamin C atau L-asam askorbat merupakan
antioksidan non-enzimatis yang larut dalam air dan bagian dari sistem pertahanan
tubuh terhadap senyawa oksigen reaktif dalam plasma dan sel. Antioksidan non-
enzimatis yang berupa mikro nutrien dibedakan atas antioksidan larut lemak dan
antioksidan larut air. Antioksidan larut lemak contohnya seperti tokoferol,
karetenoid, flavonoid, kuinon, dan bilirium. Antioksidan larut air contohnya
seperti asam askorbat, protein pengikat logam, dan protein pengikat heme.
Berdasarkan fungsinya, antioksidan dapat dibagi menjadi tipe pemutus
rantai reaksi pembentuk radikal bebas, dengan menyumbangkan atom H, misalnya
vitamin E. Tipe pereduksi, dengan mentransfer atom H atau O, misalnya vitamin
C. Tipe pengikat logam, mampu mengikat zat peroksidan, seperti Fe 2+ dan Cu2+,
misalnya flavonoid. Antioksidan sekunder, mampu mendekomposisi
hidroperoksida menjadi bentuk stabil.

2.3 Penggunaan Antioksidan dalam Bahan Pangan


Perbedaan struktur molekul menyebabkan efektivitas berbagai antioksidan
berbeda-beda pada berbagai jenis bahan pangan berlemak atau berminyak, dan
pada berbagai kondisi pemrosesan dan penanganan. Faktor-faktor lain yang juga
harus diperhatikan seperti kemudahan penggabungan dalam makanan,
karakteristik keterbawaannya (carry-through characteristics), kepekaan terhadap
pH, kecenderungan untuk kehilangan warna atau menghasilkan cita rasa yang
tidak diinginkan, ketersediaan, dan biaya. Masalah pemilihan dari antioksidan
atau kombinasi antioksidan yang optimum semakin diperumit oleh sulitnya
memperkirakan bagaimana antioksidan yang ditambahkan akan berfungsi dalam
keadaan prooksidan dan antioksidan yang telah ada dalam makanan atau yang
6

dihasilkan selama pemrosesan. Sifat hidrofilik-lipofilik dari berbagai antioksidan


juga berhubungan dengan efektivitasnya dalam aplikasi yang berbeda.
Terdapat dua keadaan dasar yang memerlukan dua jenis antioksidan
berbeda. Keadaan pertama melibatkan lipid dengan nisbah permukaan volume
yang kecil, seperti pada minyak curah (bulk oil),dalam hal ini, antioksidan yang
keseimbangan hidrofilik lipofilik (HLB)-nya relatif besar paling efektif, karena
mengumpul di permukaan minyak tempat bereaksi lemak dengan oksigen
molekular paling mudah terjadi. Keadaan kedua melibatkan lipid dengan nisbah
permukaan volume yang besar, seperti pada membran lipid polar dalam makanan
jaringan yang utuh, pada misel intraseluler dari lipid netral, dan pada emulsi
minyak dalam air. Sistem-sistem ini multifase dengan konsentrasi air yang besar
dan lipid sering berada dalam keadaan mesofase. Antioksidan yang lebih lipofilik,
seperti BHA, BHT, alkil galat dengan rantai alkil yang panjang, dan tokoferol
yang paling efektif.
Antioksidan dapat langsung ditambahkan ke minyak nabati atau lelehan
lemak hewani yang telah diolah. Namun, terkadang hasilnya lebih baik jika
antioksidan dilarutkan terlebih dulu, contohnya adalah campuran monoasilgliserol
dan gliserol dalam propilena glikol, emulsi monoasilgliserol-air, dan campuran
antioksidan dalam pelarut atsiri. Produk bahan pangan juga dapat disemprot
dengan atau dicelup dalam larutan atau suspensi antioksidan, atau dikemas dalam
film yang mengandung antioksidan. Beberapa antioksidan yang sering terkandung
dalam bahan pangan diantaranya tokoferol (vitamin E), β-karoten, asam askorbat
(vitamin C) dan BHT (Butilated Hydroxyl Toluene).

2.3.1 Tokoferol (Vitamin E)


Tokoferol merupakan antioksidan paling tersebar di alam dan merupakan
antioksidan utama dalam minyak nabati. Sejumlah kecil tokoferol yang
terkandung dalam lemak hewani berasal dari komponen sayuran dalam pakan
hewan. Tokoferol memberikan efektifitas maksimum pada jumlah yang relatif
rendah, kira-kira sama dengan konsentrasinya dalam minyak nabati. Jika
digunakan dalam konsentrasi yang sangat tinggi, tokoferol dapat menjadi
prooksidan. Struktur kimia tokoferol adalah sebagai berikut :
7

Gambar 1 Struktur kimia tokoferol (Bast 2002)


Terdapat enam jenis tokoferol, α (alfa), ß (beta), γ (gama), δ (delta), ρ (eta),
λ (zeta), yang memiliki aktivitas bervariasi, sehingga nilai vitamin E dari suatu
bahan pangan didasarkan pada jumlah dari aktivitas-aktivitas tersebut. Tokoferol
yang terbesar aktivitasnya adalah tokoferol alfa. Vitamin E adalah istilah
keseluruhan untuk semua senyawa biologi aktif tokoferol dan tokotienol serta
turunan dari senyawanya yang menunjukan aktifitas biologi R,R,R-tokoferol yang
menjadi penghasil vitamin alami dengan aktifitas tinggi. Tokoferol dan
tokotrienol sangat nonpolar dan berada terutama dalam fase lipid dari bahan
pangan. Semua tokoferol dan tokotrienol ketika tidak teresterkan memiliki
kemampuan untuk berperan sebagai antioksidan, mereka meredam radikal bebas
dengan menyumbangkan H fenolik dan sebuah electron (Bast 2002).
Mekanisme kerja tokoferol sama seperti semua antioksidan fenolik lainnya
dimana tokoferol memperlihatkan efek antioksidan dengan menyaingi reaksi
propagasi sebagai berikut :
ROO• + RH  ROOH + R•
Tokoferol (TH2) bereaksi dengan radikal peroksi dengan cara berikut :
ROO• + TH2  ROOH + TH•
Tokoferol pada kondisi tertentu dapat berperan sebagai prooksidan. Pada
keadaan normal jika konsentrasi lipid jauh melebihi konsentrasi tokoferol, maka
dapat menyebabkan akumulasi ROOH. Akumulasi ROOH dapat mengembalikan
reaksi kesetimbangan ROO• + TH2  ROOH + TH•. Sementara jika konsentrasi
α-tokoferol relatif tinggi maka pengaruh prooksidan dapat terjadi melalui reaksi
pembentukan radikal berikut :
ROOH + TH2  RO• + TH• + H2O
Aktivitas tokoferol dalam menstabilkan radikal bebas dalam suatu reaksi
GSH dan radikal kromanoksil yang di katalisis secara bebas oleh radikal
8

reduktase akan saling mempengaruhi dengan antioksidan lainnya berubah menjadi


sebuah kuinon dan hidrokuinon dengan reaksi sebagai berikut :

Gambar 2 Oksidasi dan regenerasi tokoferol (Bast 2002)

2.3.2 Asam Askorbat (Vitamin C)


Vitamin C adalah nutrien dan vitamin yang larut dalam air dan penting
untuk kehidupan serta untuk menjaga kesehatan. Vitamin ini juga dikenal dengan
nama kimia dari bentuk utamanya yaitu asam askorbat. Vitamin C dikenal sebagai
antioksidan terlarut air paling dikenal, vitamin C juga secara efektif memungut
formasi ROS dan radikal bebas. Vitamin C bekerja sebagai donor elektron,
dengan cara memindahkan satu elektron ke senyawa logam Cu. Selain itu, vitamin
C juga dapat menyumbangkan elektron ke dalam reaksi biokimia intraseluler dan
ekstraseluler. Vitamin C mampu menghilangkan senyawa oksigen reaktif di dalam
sel netrofil, monosit, protein lensa, dan retina. Vitamin ini juga dapat bereaksi
dengan Fe-ferritin. Diluar sel, vitamin C mampu menghilangkan senyawa oksigen
reaktif, mencegah terjadinya LDL teroksidasi, mentransfer elektron ke dalam
tokoferol teroksidasi dan mengabsorpsi logam dalam saluran pencernaan (Levine
et al. 1995). Struktur kimia asam askorbat yaitu sebagai berikut :

Gambar 3 Struktur Kimia Asam Askorbat (McKersie 1996)


9

Asam askorbat dapat langsung menangkap radikal bebas oksigen, baik


dengan atau tanpa katalisator enzim. Secara tidak langsung, asam askorbat dapat
meredam aktivitas dengan cara mengubah tokoferol menjadi bentuk tereduksi.
Reaksinya terhadap senyawa oksigen reaktif lebih cepat dibandingkan dengan
komponen lainnya. Asam askorbat juga melindungi makro molekul penting dari
oksidatif. Reaksi terhadap radikal hidroksil terbatas hanya melalui proses difusi.
Vitamin C bekerja secara sinergis dengan vitamin E. Vitamin E yang teroksidasi
radikal bebas dapat beraksi dengan vitamin C kemudian akan berubah menjadi
tokoferol setelah mendapat ion hidrogen dari vitamin C (Belleville-Nabeet 1996).
Vitamin C dapat langsung bereaksi dengan anion superoksida, radikal
hidroksil, oksigen singlet, dan lipid peroksida. Asam askorbat akan mendonorkan
satu elektron membentuk semi dehidroaskorbat yang tidak bersifat reaktif dan
selanjutnya mengalami reaksi disproporsionasi membentuk dehidroaskorbat yang
bersifat tidak stabil. Dehidroaskorbat akan terdegradasi membentuk asam oksalat
dan asam treonat. Kemampuan vitamin C sebagai penghambat radikal bebas,
memiliki peranan yang sangat penting dalam menjaga integritas membran sel
(Suhartono et al. 2007).
Reaksi askorbat dengan superoksida secara fisologis mirip dengan kerja
enzim SOD sebagai berikut :
2O2ˉ + 2H+ + asam askorbat → 2H2O2 + dehiroaskorbat
Reaksi dengan hidrogen peroksida dikatalisis oleh enzim askorbat peroksidase
(Asada 1992) sebagai berikut :
H2O2 + 2 asam askorbat → 2H2O + 2 monodehidroaskorbat
Asam askorbat ditemukan dalam kloroplas, sitosol, vakuola, dan kompartemen
ekstraseluler. Kloroplas mengandung semua enzim yang berfungsi untuk
meregenerasi asam askorbat tereduksi dan produk-produk terioksidasi. Hidrogen
peroksida juga dihancurkan dalam kloroplas melalui reaksi redoks asam askorbat
dan pemanfaatan glutasi kembali. Superoksida diubah menjadi hidrogen peroksida
secara spontan melalui reaksi dismutasi atau oleh enzim SOD. Hidrogen
peroksida ditangkap oleh asam askorbat dan enzim asam askorbat peroksidase
(Asada 1992).
10

2.3.3 -Karoten
ß-karoten adalah prekursor vitamin A (retinol) dan terdapat dalam hati,
kuning telur, susu, mentega, bayam, wortel, labu, brokoli, ubi jalar, tomat, melon,
persik, dan biji-bijian. ß-karoten merupakan lipofilik karotenoid yang sangat
dibutuhkan oleh tubuh. ß-karoten dalam tubuh dapat dikonversi menjadi retinol
(vitamin A) dengan bantuan enzim dihidrogenase. ß-karoten banyak terdapat
dalam buah-buahan dan sayuran yang berfungsi sebagai antioksidan dalam tubuh
terutama untuk pencegahan kanker paru-paru (Bast 2002).

Gambar 4 Struktur dari ß-karoten (Marques 2005)


ß-karoten memiliki banyak manfaat diantaranya ialah menjaga kesehatan
jantung, membantu meningkatkan kekebalan tubuh, menonaktifkan radikal
oksigen sebagai zat antimutasi dan antikanker, melindungi kulit dari kerusakan
radiasi dan sinar ultraviolet (UV), menurunkan resiko terjadinya
altherosclerosis/penyumbatan pembuluh darah dan serangan jantung, membantu
kekebalan tubuh (melindungi reseptor sel-sel fagosit/pemakan dari kerusakan
radikal oksigen), meningkatkan kemampuan sel-sel pembunuh tumor, serta
menghambat penuaan. Sementara kekurangan β-karoten dapat menimbulkan
kerusakan jaringan dari aktivitas radikal bebas, dan meningkatkan resiko penyakit
kronis seperti penyakit jantung dan kanker.
ß-karoten dapat berperan sebagai antioksidan dengan memerangkap radikal-
radikal oksigen, hidroksil, dan superoksida singlet, serta bereaksi dengan radikal
peroksil (ROO•). Radikal peroksil tersebut menyerang ß-karoten untuk
membentuk suatu produk adisi yang dipostulatkan sebagai ROO-ß-karoten yang
di dalamnya terdapat radikal peroksil yang berikatan pada posisi C7 dari ß-
karoten, sementara elektron yang tidak berpasangan akan terdelokalisasi
sepanjang sistem ikatan rangkap terkonjugasi. ß-karoten jelas tidak berperan
sebagai radkal pemutus rantai (menyumbangkan H•) sebagaimana antioksidan
fenolik lain lakukan. Perilaku antioksidan dari ß-karoten ini yang menyebabkan
penurunan atau sama sekali hilangnya aktivitas vitamin A. ß-karoten hanya efektif
11

sebagai antioksidan pada tegangan O2 rendah, sedangkan pada ketegangan O2


tinggi dapat merangsang peroksidasi lipid. Berikut merupakan reaksi penambahan
radikal bebas pada ß-karoten :

Gambar 5 Reaksi penambahan radikal bebas pada ß-karoten (Bast 2002)


Pada struktur di atas radikal bebas mengarah ke bentuk radikal bebas dari molekul
karotenoid. Lipid peroksil radikal yang timbul selama peroksidasi mungkin
mengalami reaksi adisi radikal. Selanjutnya terjadi reaksi oksigenasi terhadap
radikal karotenoid dengan reaksi sebagai berikut :
LOO - karotenoid• + O2  LOO – karotenoid - OO•.

2.3.4 Butilated Hydroxy Toluene (BHT)


BHA yang secara komersial tersedia sebagai campuran dua isomer, maupun
BHT telah banyak digunakan dalam industri pangan. Keduanya sangat larut dalam
minyak dan memperlihatkan aktivitas antioksidan yang lemah dalam minyak
nabati, khususnya yang kaya akan antioksidan alami. BHT dan BHA relatif efektif
jika digunakan bersama antioksidan primer lainnya. BHA memiliki aroma fenolik
yang khas yang dapat tercium jika minyak dikenai panas tinggi.

2.4 Toksisitas Antioksidan dan Metabolitnya


Antioksidan dapat mengalami dekomposisi yang berarti, khususnya pada
suhu tinggi, dan beberapa produk penguraian dapat terbentuk. Jumlah produk ini
sangat sedikit karena kecilnya konsentrasi antioksidan yang diperbolehkan dalam
makanan. Beberapa diantaranya memiliki sifat antioksidatif. Stabilitas 4
antioksidan fenolik telah dipelajari dengan dipanaskan selama 1 jam pada suhu
12

185oC. Stabilitas teramati meningkat dengan urutan TBHQ<BHA<PG<BHT.


Kecenderungan ini sebagian disebabkan oleh stabilitas terhadap kalor dan
sebagian lagi karena kehilangan akibat penguapan (keatsirian). PG paling tidak
atsiri sementara BHT dan TBHQ paling atsiri (Fenema).
Kerugian vitamin C dosis tinggi dapat memberikan dampak yang
berlawanan, dosis oral yang tinggi dapat menyebabkan diare sedangkan dosis
tinggi diberikan lewat infus menyebabkan gagal ginjal akibat penyumbatan oleh
kristal oksalat. Toksisitas vitamin E dapat terjadi jika mengkonsumsi lebih dari
1.000 mg vitamin E sehari sehingga dapat mengganggu kemampuan darah untuk
menggumpal sehinga menimbulkan pendarahan, selain itu juga dapat
menimbulkan kelemahan otot, kelelahan, mual, dan diare.
ß-karoten tergolong aman bagi tubuh. Bila dikonsumsi dalam jumlah yang
melebihi kebutuhan, maka akan dikeluarkan oleh tubuh melalui urin. ß-karoten
tidak menghasilkan racun yang signifikan meskipun penggunaannya dalam dosis
yang sangat tinggi, namun saat ß-karoten menetralkan radikal bebas dan terbentuk
radikal karoten yang terdapat dalam julmah berlebihan dalam tubuh, maka akan
timbul dampak negatif. Gejala khas untuk keracunan beta karoten ialah mual,
muntah, penglihatan kabur, dan kehilangan indera. Gejala-gejala tersebut terjadi
setelah seseorang telah mengkonsumsi dalam dosis besar ß-karoten. Toksisitas ß-
karoten sangat berbahaya bagi perokok, hal ini meningkatkan risiko kanker paru-
paru bagi perokok aktif karena metabolit dalam ß-karoten menghancurkan asam
retinoat, sebuah elemen yang menekan pertumbuhan kanker pada paru-paru.
Selain itu, metabolit ini juga mengaktifkan protein yang bertanggung jawab dalam
pembelahan sel.
13

BAB III
MEKANISME KERJA DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN
DENGAN METODE PENANGKAPAN RADIKAL DPPH•

3.1 Efektivitas dan Mekanisme Kerja Antioksidan


Terdapat beberapa ulasan mengenai kinetika dan mekanisme kerja
antioksidan. Dari mekanisme autoksidatif yang diuraikan sebelumnya, suatu zat
menunda reaksi autoksidasi jika menghambat pembentukan radikal bebas pada
tahap inisiasi atau mengganggu propagasi rantai radikal bebas. Inisiasi radikal
bebas dapat dihambat dengan menggunakan pengurai peroksida, bahan pengelat
logam, atau inhibitor oksigen-singlet. Karena kelumit peroksida dan inisiator
logam sangat sulit dihilangkan, Kebanyakan studi difokuskan pada penggunaan
akseptor radikal bebas.
Efektivitas suatu antioksidan berhubungan dengan banyak faktor, antara lain
energi aktivasi, tetapan laju, potensial oksidasi reduksi, kemudian hilang atau
rusaknya antioksidan, dan sifat kelarutan. Namun radikal bebas antioksidan yang
dihasilkan idealnya tidak dengan sendirinya menginisiasi radikal bebas baru atau
mengalami oksidasi cepat dengan reaksi rantai. Sehubungan dengan hal ini,
antioksidan fenolik banyak digunakan, karena selain merupakan donor hidrogen
atau elektron yang sangat baik, zat antara radikalnya relatif stabil. Kestabilan ini
disebabkan oleh delokalisasi resonansi dan karena tidak adanya posisi yang
cocok untuk serangan oksigen molekular.
Sinergisme terjadi ketika campuran antioksidan menghasilkan aktivitas yang
lebih besar daripada jumlah aktivitas masing–masing. Dikenal dua jenis
sinergisme yang melibatkan campuran akseptor radikal bebas atau yang
melibatkan gabungan akseptor radikal bebas dan bahan pengawet logam. Namun
antioksidan sinergis biasanya multi peran. Asam askorbat misalnya, dapat menjadi
donor elektron, pengelat logam, dan pengait (scavenger) oksigen, serta berperan
dalam pembentukan produk pencokelatan yang memiliki aktivitas antioksidan.
Mekanisme reaksi radikal bebas terjadi dalam beberapa tahap, yaitu
permulaan (inisiasi), perambatan (propagasi) dan pengakhiran (terminasi) radikal
bebas (Fessenden 1986). Berikut ini merupakan reaksi penangkapan radikal bebas
pada vitamin E :
14

Gambar 6 Reaksi penangkapan radikal bebas pada vitamin E

3.2 Aktivitas Antioksidan dengan Metode Penangkapan Radikal Bebas


DPPH•
Radikal bebas yang umumnya digunakan sebagai model dalam penelitian
antioksidan atau peredam radikal bebas adalah 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil (DPPH)
(Windono et al.,2001). Metode DPPH merupakan metode yang sederhana, cepat,
dan mudah untuk menentukan aktivitas penangkap radikal beberapa senyawa,
selain itu metode ini terbukti akurat dan praktis. Radikal DPPH adalah suatu
senyawa organik yang mengandung nitrogen tidak stabil dengan absorbansi kuat
pada λmax 517 nm dan berwarna ungu gelap. Setelah bereaksi dengan senyawa
antioksidan, DPPH tersebut akan tereduksi dan warnanya akan berubah menjadi
kuning. Perubahan tersebut dapat diukur dengan spektrofotometer, dan diplotkan
terhadap konsentrasi (Reynertson 2007).
Penurunan intensitas warna yang terjadi disebabkan oleh berkurangnya
ikatan rangkap terkonjugasi pada DDPH. Hal ini dapat terjadi apabila adanya
15

penangkapan satu elektron oleh zat antioksidan, menyebabkan tidak adanya


kesempatan elektron tersebut untuk beresonansi (Gambar 7).

Gambar 7 Resonansi pada struktur DPPH


Penangkapan radikal adalah mekanisme utama aktivitas antioksidan pada
makanan. Beberapa metode telah dikembangkan yang mana aktivitas antioksidan
diukur oleh penangkapan oleh radikal sintetik pada pelarut organik polar seperti
metanol, pada temperatur kamar. Pengukuran ini salah satunya dengan
menggunakan DPPH (Gordon, 2001). DPPH (2,2-difenil-1-pikrilhidrazil) adalah
radikal bebas yang stabil berwarna ungu. Ketika direduksi oleh radikal akan
berwarna kuning (difenilpikrilhidrazine). Metode DPPH berfungsi untuk
mengukur elektron tunggal seperti aktivitas transfer hidrogen sekalian juga untuk
mengukur aktivitas penghambatan radikal bebas. (Huang et al., 2005). Pada uji
dengan DPPH, penangkapan radikal diikuti dengan monitoring penurunan
absorbansi yang terjadi karena reduksi oleh radikal (Gordon, 2001).

Gambar 8 Reaksi radikal DPPH dengan antioksidan (Windono et al., 2001)


Sebagai akibatnya, maka penambahan senyawa yang bereaksi sebagai
antiradikal akan menurunkan konsentrasi DPPH ini. Adanya penurunan
konsentrasi DPPH akan menyebabkan penurunan absorbansinya dibandingkan
16

dengan absorbansi bebas kontrol yang tidak diberi dengan senyawa uji yang
diduga mempunyai aktivitas antiradikal (Rohman dan Riyanto 2004).

Gambar 9 Mekanisme reaksi penangkapan DPPH• oleh BHT (Bondet et all.


1997)
17

BAB IV
PENUTUP

Antioksidan ialah zat yang dapat menunda atau memperlambat laju


autoksidasi bahan. Antioksidan secara luas digunakan sebagai pengawet pada
lemak dan minyak dalam pemrosesan makanan serta pencegahan atau
perlambatan oksidasi dari makanan. Antioksidan dapat menstabilkan radikal bebas
dengan melengkapi kekurangan elektron yang dimiliki radikal bebas tersebut dan
menghambat terjadinya reaksi berantai dari pembentukan radikal bebas yang
dapat menimbulkan stres oksidatif.
Berdasarkan asalnya, antioksidan dibedakan atas dua jenis yaitu
antioksidan sintetik dan antioksidan alami. Contoh antioksidan sintetik ialah
komponen fenol seperti hidroksianisol terbutilasi (BHA), hidroksitoluena
terbutilasi (BHT), tert-butil-hidrokuinon (TBHQ), dan ester dari asam galat,
contohnya propil galat (PG). Sedangkan contoh dari antioksidan alami ialah
tokoferol, asam askorbat (vitamin C), ß-karoten. Tiap antioksidan tersebut
memiliki manfaat masing-masing dalam tubuh tetapi juga dapat bersifat racun
(toksik) bila mengkonsumsinya melebihi tingkat toleransi asupan harian dari tiap
masing-masing antioksidan.
Aktivitas Antioksidan dapat ditentukan dengan menggunakan metode
penangkapan radikal bebas DPPH•, di mana semakin banyak terjadinya reaksi
antioksidan dengan DPPH akan terjadi penurunan intensitas warna DPPH yang
menyebabkan penurunan konsentrasi dan penurunan nilai absorbansinya. Metode
DPPH merupakan metode yang sederhana, cepat, dan mudah untuk menentukan
aktivitas penangkap radikal beberapa senyawa, selain itu metode ini terbukti
akurat dan praktis.
18

DAFTAR PUSTAKA

Asada K. 1992. Ascorbate Peroxidase-Hydrogen Peroxydescavenging Enzyme in


Plants. Physiologia Plantarum 85:23241.

Astawan M. 2004. Mengapa Kita Perlu Makan Daging. Departemen Teknologi


Pangan dan Gizi. IPB. [Berkala sambung jaring] http://www.gizi.net.

Astuti NY. 2009. Uji Aktivitas Penangkap Radikal DPPH oleh Analog Kurkumin
Monoketon dan N-Heteroalifatik Monoketon [skripsi] Surakarta : Fakultas
Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Bast A, Haenen GR. 2002. The toxicity of antioxidants and their metabolites.
Environmental Toxicology and Pharmacology 11:251–258.

Belleville-Nabet F. 1996. Gizi Antioksidan Penangkal Senyawa Radikal Pangan


dalam Sistem Biologis. Prosiding : Seminar Senyawa Radikal dan Sistem
Pangan : Reaksi Biomolekular, Dampak terhadap Kesehatan dan
Penangkalan. CFNS-IPB dan Kedutaan Besar Perancis-Jakarta.

Bondet V, Brand-Williams W, Berset C. 1997. Kinetics and Mechanisms of


Antioxidant Activity using the DPPH• Free Radical Method. Lebensm.-
Wiss. u.-Technol.30:609–615.

Helliwel B, Gutteridge JMC 1999. Free radical in Biology and Medicine 3rd ed.
Oxford: University press. Hal. 23-31, 105-115.

Langseth L 1995. Oxidants, Antioxidants and Disease Prevention, ILSI Europe,


Brussels, 1-6.

Levine M, Dhariwal RW, Wang Y, Park JB 1995. Determination of Optimal


Vitamin C Requirements in Humans. The WA MERICAN Journal of
Clinical Nutrition. 62:1347S-1356S.

Marques MB 2005. Synthesis of Carotenoids and Retinoids : Novel Approaches


involving the Stille Reaction as a Key Step [Berkala sambung jaring]
http://www.organic-chemistry.org/Highlights/2005/25AprilA.shtm

McKersie BD. 1996. Activation of Oxygen [Berkala sambung jaring]


http://www.plantstress.com/Articles/Oxidative%20Stress.htm

Pratimasari D. 2009. Uji Aktivitas Penangkap Radikal Buah Carica papaya L.


dengan Metode DPPH dan Penetapan Kadar Fenolik Serta Flavonoid
Totalnya [skripsi] Surakarta : Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
19

Reynertson KA, Wallace AM, Adachi S, Gil RR, Yang H, Basile MJ, D'Armiento
J, Weinstein IB, Kennelly E 2006. Bioactive depsides and anthocyanins
from jaboticaba (Myrciaria cauliflora). Journal of Natural Products
69:1228-1230.

Suhartono E, Fachir H & Setiawan B. 2007. Kapita Sketsa Biokimia Stres


Oksidatif Dasar dan Penyakit. Banjarmasin: Pustaka Benua.

Windono, et.al. 2004. Studi hubungan struktur-aktivitas kapasitas peredaman


radikal bebas senyawa tlavonoid terhadap 1,1- dipheny1-2-picrylhydrazyl
(DPPH). Artocarpus Media PharmaceuticaIndonesiana 4 (2): 47-52.

Yokozawa T, Chen CP, Dong E, Tanaka T, Nonaka GI, Nishioka I 1998. Study on
the inhibitory effect of tannins and flavonoids against the 1,1 diphenyl-2-
picrylhydrazyl radical. Biochem Pharmacol. 56: 213-222

You might also like