You are on page 1of 21

Emansipasi wanita.

Satu doktrin yang ramai diusung para wanita masa kini


sebagai salah satu prinsip hidupnya. Wanita masa kini ingin memiliki posisi
yang sederajat dengan para pria. Buang jauh-jauh pola pikir ala zaman Siti
Nurbaya yang mengharuskan wanita dipingit di rumah dan hanya mengurusi
rumah tangga. Kini banyak wanita yang menduduki posisi yang dahulu hanya
didominasi kaum pria. Direktur utama, Komisaris, Perdana Menteri, hingga
Presiden merupakan beberapa jabatan penting yang pernah diduduki oleh
wanita-wanita super masa kini. Wanita-wanita super itu telah mematahkan teori
‘Siti Nurbaya’ yang konvensional dan membuktikan kejayaan era ‘Emansipasi
Wanita’ telah dimulai.

Kesuksesan para wanita super ini telah menginspirasi banyak wanita lainnya di
dunia untuk mengikuti jejak mereka. Telah banyak wanita yang mengenyam
pendidikan hingga level S-3 bahkan menjadi seorang Profesor. Hal ini
membuktikan bahwa pencapaian intelektualitas yang tinggi melalui jenjang
pendidikan formal telah menjadi prioritas bagi para wanita. Pendidikan yang
tinggi tak cukup memuaskan hati para wanita ini untuk membuktikan prinsip
‘kesetaraan’ dengan pria yang dianutnya. Wanita juga ingin mampu
menghasilkan materi untuk memenuhi kebutuhan dirinya. Banyak wanita yang
memilih menjadi wanita karir agar mampu memenuhi kebutuhan hidupnya.
Apakah wanita ini sudah puas hingga ia mampu mencapai level ini? jawabannya
adalah tidak. Sebagian besar dari wanita yang memilih karir sebagai jalan
hidupnya berusaha untuk terus memupuk karirnya tersebut hingga ia mampu
mencapai jabatan tertinggi. Saat wanita super itu telah mencapai level ini,
akankah ia memikirkan apakah ia telah merasa sempurna sebagai seorang
wanita?

Berbicara mengenai kodrat merupakan hal yang tabu bagi para wanita super
ini. Apabila kodrat telah mulai disinggung ke permukaan, hal itu seolah akan
menjadi bumerang bagi mereka. Kodrat ibarat momok bagi para wanita super
ini karena jika dikaitkan dengan kodrat, maka hancurlah dinding citra sebagai
seorang wanita super yang selama ini telah mereka bangun dengan susah payah.
Berbicara akan kodrat akan membuat berbagai hal menyeruak dan
memutarbalikkan posisi para wanita super ini 180 derajat.

Euforia akan doktrin ‘Emansipasi Wanita’ telah membuat banyak wanita


menjadi salah kaprah. Jika memang emansipasi wanita telah menjadi nafas
baru bagi kehidupan para wanita saat ini, maka buang jauh-jauh istilah ‘Ladies
First’. Akan tetapi hal yang menarik adalah wanita menjadi sangat egois
menyikapi hal ini. Para wanita bahkan tega menuduh para pria sebagai sosok
yang tidak gentleman apabila tidak mendahulukan wanita dalam mengantri,
membantunya membawa barang-barang belanjaan, dan hal sepele lainnya
(namun sangat berarti bagi para wanita egois ini). Lalu sebenarnya apakah yang
mereka inginkan?

Materi memang satu hal yang mampu menyilaukan pandangan siapapun.


Pikiran seseorang dapat menjadi irasional jika ia telah terpukau oleh gemerlap
materi. Wanita terkadang menjadi sosok yang lemah jika dihadapkan oleh
materi. Membeli tas branded luar negeri, memakai busana rancangan desainer
terkenal, melakukan perawatan tubuh di salaon terbaik, dan segala kebutuhan
wanita yang tak ada habisnya membuat wanita merasa materi merupakan kunci
untuk memenuhi hasratnya. Sifat wanita yang mudah iri melihat sesamanya
juga menjadi salah satu faktor pemicu kelemahan wanita terhadap materi.
Wanita itu kurus, tinggi, langsing, memakai perhiasan mewah, memiliki
anggaran yang besar untuk berbelanja setiap bulannya, dan hal lain yang
membuat para wanita selalu membandingkan dirinya satu sama lain. Apabila
segala hasrat mereka akan hal-hal tersebut telah terpenuhi, maka pertanyaan
yang sama kan muncul yakni apakah ia telah merasa sempurna sebagai seorang
wanita?

Wanita super tak harus identik dengan wanita yang memiliki karir dengan
jabatan yang tinggi maupun mampu memiliki taraf hidup yang mapan dari
usahanya sendiri. Satu hal yang sering dilupakan oleh banyak wanita untuk
menjadikan dirinya sempurna yakni emmenuhi kodratnya. Wanita diciptakan
dari tulang rusuk Adam karena wanita memang digariskan untuk melengkapi
kehidupan pria. Emansipasi wanita mungkin lebih pantas ditujukan untuk
meningkatkan kualitas hidup generasi selanjutnya. Emansipasi wanita membuat
para wanita mampu menempuh pendidikan formal hingga ke jenjang yang
tinggi dan meningkatkan kemampuan intelektualitasnya. Seorang wanita
digariskan untuk mampu menjadi sosok Ibu yang baik bagi anak-anaknya dan
istri yang patuh pada suaminya. Seorang pria dikodratkan untuk mampu
menafkahi lahir dan batin bagi keluarganya. Jelas sudah peran wanita memang
ditujukan untuk berbakti pada keluarganya.

Pengabdian seorang wanita terhadap keluarganya merupakan pengabdian yang


mulia. Dalam kehidupan hendaknya kita mampu menjadi orang yang
bermanfaat bagi orang lain. Hal itu juga hendaknya dijadikan prinsip bagi para
wanita. Wanita dapat menjadi sosok yang bermanfaat bagi anak-anaknya dan
suaminya. Wanita super adalah wanita yang mampu mendidik anaknya menjadi
anak yang pintar, berperilaku sopan, dan bertanggung jawab. Mendidik
manusia lain menjadi manusia yang berbudi bukanlah hal yang mudah untuk
dilakukan.Hal tersebut membutuhkan kesabaran dan ketelatenan yang jarang
dimiliki oleh seorang pria. Apabila para wanita justru sibuk mengejar karirnya
dan membiarkan anak-anaknya dididik oleh pembantu, bisakah anda
bayangkan bagaimana anak tersebut akan berkembang kelak?

Materi bisa membeli banyak hal di dunia. Akan tetapi, attitude dan manner
merupakan dua hal yang tak dapat dibeli dengan uang. Attitude dan manner
hanya dapat dibentuk dari didikan keluarga dan lingkungan. Seorang ibu yang
memiliki intelektualitas tinggi diharapkan mampu menjawab tantangan ini.
Bagaimana jika ia dididik justru oleh orang yang tidak mengerti akan esensi
dari intelektualitas? Hal tersebut tentu akan membuat sang anak berkembang
menjadi anak yang bermental jauh dari kata ‘berbudi’. Apabila semua wanita
Indonesia memiliki pola pikir yang berorientasi pada karir seperti contoh di
atas, bisakah anda bayangkan dampaknya bagi kualitas generasi Indonesia 20
tahun kelak? Akankah intelektualitas itu punah seiring dengan semakin
minimnya kesadaran para wanita untuk menjadi sosok teladan bagi anak-
anaknya?
Salah satu kunci penopang untuk memajukan bangsa ini yakni meningkatnya
kualitas sumber daya manusia yang ada. Peningkatan kualitas SDM dapat
disamakan dengan peningkatan intelektualitas. Seorang Ibu adalah kunci utama
peningkatan intelektualitas bangsa Indonesia 20 tahun mendatang. Keluarga
adalah lingkungan yang pertama kali berinteraksi dengan sang anak. Keluarga
juga merupakan lingkungan yang paling berperan dalam membentuk mental
seorang anak. Sosok seorang Ibu yang memiliki intelektualitas tinggi tentu
sangat berperan dalam proses pembentukan mental anak dalam keluarga
karena pepatah mengatakan buah tak akan jatuh jauh dari pohonnya.

Bagi para wanita yang kini telah meneguhkan hati untuk terjun menjadi wanita
karir, mungkin artikel ini bisa menjadi bahan pertimbangan untuk memikirkan
hal tersebut kembali. Karir dan materi mungkin dapat memuaskan hasrat anda
sesaat. Ketika anda telah mencapai usia tidak produktif lagi untuk bekerja dan
lebih banyak menghabiskan waktu di rumah, bukan tidak mungkin anda akan
sangat menyesali betapa banyak waktu yang telah anda lewatkan begitu saja.
Rumah itu serasa begitu hambar tanpa adanya kehangatan kasih sayang dan
gelak tawa di tengah keluarga. Betapa anda telah melewatkan saat-saat melihat
anak anda tumbuh menjadi dewasa dan menemukan jati dirinya. Apakah anda
menjadi sosok yang berperan bagi kehidupan mereka? Meski banyak teori yang
mengatakan bahwa karir dan komitmen untuk keluarga bisa diseimbangkan,
akan tetapi pada faktanya segala sesuatu pasti menuntut pengorbanan. Wanita
dapat menjadi sosok wanita super bukan karena ia mampu menggantikan peran
pria akan tetapi karena ia mampu menunjukkan kekuatannya dengan tetap
menjalani kodratnya meski ia tahu ia mampu melakukan lebih.

kata-kata dari teman sya ini cukup keras menampar saya.


ya. tidak ingin berbohong dan mencoba jujur saya pernah berpikir akan
menjadi wanita carier saja,tidak terpanggil untuk memiliki keluarga tapi
pengen punya anak-anak (ups, maksud saya sebuah yayasan anak)
ya. tdak menutupnutupi saya pernah disakiti orang alias cowok.tidak sekali dan
bukan cuma karena alasan dua insan beda jenis merasakan suatu anugrah
Tuhan tapi juga dari katakata kaum adam yang sering merendahkan wanita.
sungguh saya tidak suka. dan pernah mengisi di harihari saya pernyataan saya
sudah tidakpercaya dengan kaum laki-laki, sebuah pengalaman yang bisa
menjadi suatu idealismemu! dan sekarang saya sudahmembuang jauhjauhjauh
pikiran itu. suatu saat saya akan menyadari,betapa tuhan menciptakan hawa
dan adam untuk saling melengkapi.

http://yangoiselaluceria.wordpress.com/2010/05/03/wanita/

Peran Wanita Karir Menurut Sudut Pandang Islam

Jumat kemarin tanggal 21 Mei 2010, kajian perdana muslimah di kantorku. Materinya
adalah Peran Wanita dalam Sudut Pandang Islam. Tema yang bagus, ditambah
pembicaranya bagus, waktu 1 jam jadi berasa cepet banget. Dan dengan bodohnya
pula aku ga bawa catetan waktu itu. Jadi ni hanya ingin menulis kembali apa-apa yang
masih tersisa di otak. Biar sisa-sisa itu ga ilang sama sekali, jadi ya sambil
ditulis..katanya ilmu itu kan harus diikat..Dan karena sebelumnya aku pernah baca
buku tentang muslimah karir, jadi tulisan ini nantinya mungkin ga akan sepenuhnya
apa yang disampaikan oleh penceramah. Intinya sih ini hanya ingin menulis kembali
apa yang ada di otakku..:p (Oh ya, pengisi materi di kajian kemarin adalah ibu Fatiya
Chatib. Beliau adalah anggota DPRD DKI Jakarta dan pengisi kajian rutin di
lingkungan Kementerian Keuangan Insya Allah beliau juga akan mengisi kajian rutin
di kantor setiap hari Jumat).

Pro kontra mengenai wanita karier terus bergulir. Banyak yang pro,tapi tak sedikit
pula yang kontra. Perbedaan kultur mungkin menjadi salah satu sebab. Kultur barat
menjunjung tinggi kebebasan yang sebebas-bebasnya tanpa ada batasan. Dampaknya
para wanita disana akan bertindak sesuka hati mereka. Sementara kultur timur
berpandangan bahwa wanita haruslah tinggal di rumah. jadi tak heran jika disana
perniagaan pn hanya dilakuakn leh pria. Para wanitanay cukup tingal saja di rumah.
Namun, yang menjadi fokus di tulisan ini bukan tentang pro dan kontra itu, tetapi
bagaimana Islam memandang wanita karier karena Islam adalah agama pertengahan,
yang tidak datang dari barat ataupun dari timur. Menurut yang disampaikan oleh ibu
Fatiya, pada dasarnya Islam membolehkan wanita untuk berkarir (tentunya dengan
batasan dan aturan tertentu). Karier ini dimaksudkan untuk menggali potensi yang
dimilikinya. Potensi yang dimiliki tiap wanita ini berbeda-beda. Ada yang memiliki
potensi masak, jadi dia bisa buka catering sendiri di rumahnya sehingga tidak perlu
keluar rumah untuk berkarir. Namun, ada pula yang memiliki potensi mengajar
sehingga perlu keluar rumah untuk berkarir. Yang perlu diingat adalah pada dasarnya
ada empat syarat utama wanita boleh untuk berkarir.

Yang pertama adalah mendapat izin dari wali. Jika wanita itu belum menikah,
walinya adalah orang tuanya. Dan jika wanita itu sudah menikah, walinya adalah
suaminya. Izin ini merupakan syarat mutlak diperbolehkannya wanita keluar rumah
untuk berkarir. Namun, ada kondisi-kondisi yang menyebabkan tanpa izin suami
wanita dapat berkarir. Misalnya kondisi dimana suami tidak dapat mencari nafkah
untuk keluarganya. Dalam kondisi demikian, wanita boleh saja keluar untuk bekerja.
Bahkan tanpa perlu izin dari suaminya. Alasannya wanita tersebut harus menghidupi
dirinya sendiri dan anak-anaknya sementara suaminya benar-benar tidak dapat lagi
memberi nafkah. Hal ini berbeda jika suami masih dapat memberi nafkah, hanya
nafkah yang diberikan itu kurang mencukupi kebutuhan keluarga sehingga peran istri
dibutuhkan untuk menambah income keluarga. Dalam kondisi demikian memang
dibutuhkan nego antara suami dan istri apakah sang istri diperbolehkan untuk bekerja
atau tidak.
Ada bagian yang menurutku menarik yang disampaikan ibu ini. Beliau pada dasarnya
mendukung jika wanita sebaiknya berkarir, alasan beliau adalah agar wanita tersebut
bisa menggunakan penghasilan yang dimilikinya sesuai kehendaknya. Maksud dari
sesuai kehendak disini tentunya dalam arti wajar, misalnya memberi orang tuanya,
menyedekahkan penghasilannya, dan sebagainya. Dalam penggunaan harta yang
diperoleh dari penghasilannya sendiri, wanita tidak perlu meminta izin suami dulu.
Hal ini tentu berbeda jika harta yang dimiliki istri adalah pemberian suami.
Penggunaannya harus mendapat izin suami dan bergantung pada akad antara suami
dan istri mengenai penggunaan harta tersebut. Apakah harta yang diberikan suami
untuk istri itu boleh digunakan untuk apa saja atau hanya untuk hal-hal tertentu saja.
Contohnya, seorang suami memberikan penghasilan kepada istrinya sekian juta rupiah
tiap bulan. Si suami bilang ke istri, uang itu hanya boleh digunakan untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari. Itu berarti si istri tidak boleh menggunakan uang tersebut
diluar pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Jadi untuk memberi kepada orang tua
sendiri pun harus izin dulu kepada suami. Bagian itu menurutku jadi menarik soalnya
aku kan wanita..hehe..maksudnya aku setuju dengan pandangan ibu itu. Jadi inget
kata-kata dosen Pengantar Ilmu Hukum dulu, harta suami adalah harta suami,
sedangkan harta istri adalah milik istri…^^b tapi lebih dari itu, kalau menurutku
wanita karir sendiri penting juga. Ini juga diakui salah seorang temanku. Dia bilang
kelak istrinya sebaiknya memang punya pekerjaan karena kita tidak pernah tau apa
yang terjadi di kemudia hari. Mungkin saat ini suami masih bisa memenuhi kebutuhan
istri, tapi tidak ada yang menjamin kehidupan yang akan datang. Contoh buruknya
tiba-tiba suami meninggal. Saat itu terjadi jika istri memiliki pekerjaan, paling tidak
dia masih bisa menghidupi anak-anaknya dengan tidak bergantung pada orang lain.

Syarat yang kedua adalah berpakaian sopan. Pakaian sopan yang paling sopan bagi
muslimah tentunya adalah pakaian yang menutup aurat. Masalah kriteria menutup
aurat yang baik seperti apa, tidak dijelaskan secara detail sih ma ibunya (yah,
mungkin klo dijelasin detail, bisa jadi satu materi sendiri..^^). Ternyata pakaian ini
memang berpengaruh pada pandangan orang (baca: pandangan pria). Ini kata ibunya,
diakui sendiri oleh desainer Itang Yunaz. Ada seorang yang bertanya kepada desainer
tersebut, pakaian apa yang pantas dikenakan untuk ke kantor. Desainer itu menjawab
pakailah pakaian yang sopan yang tidak mengganggu mata kami (baca: mata pria).
Sebagai karyawati berpakaianlah seperti karyawati, jangan berpakaian seperti model.
Maksud berpakaian seperti model disini ya berpakaian yang dalam bahasaku
"kekurangan kain"..heheh..ternyata memang pakaian yang minim seperti itu akan
mengganggu pandangan pria.

Ada lagi satu cerita menarik, kisah nyata yang dialami ibunya. Suatu saat beliau naik
taxi, di dalam taxi sopirnya bertanya pada ibu itu, sejak kapan beliau mengenakan
jilbab. Beliau pun menjawab bahwa beliau mengenakan jilbab sejak lulus SMA. Sopir
itu pun bertanya lag, apakah ibu itu seorang muslim. Dengan terkejutnya ibu itu pun
menjawab apa maksud pertanyaan sang sopir. Sopir taxi itu pun kemudian bercerita
bahwa sebelumnya ada penumpang wanita yang berjilbab. Sopir itu bertanya pula
kepada penumpang itu sejak kapan wanita itu berjilbab. Wanita itu menjawab dia
memang berjilbab, tapi dia bukan muslim. Dia memang memakai jilbab jika
bepergian karena merasa nyaman dengan jilbabnya itu. Dia mengakui sejak
mengenakan jilbab dia merasa aman dan tidak diganggu orang lagi. Ada satu
pernyataan wanita itu yang sangat jujur, "sayang ya, tidak banyak wanita muslim
yang mengetahuinya" (maksudnya mengetahui bahwa berjilbab itu nyaman).

Syarat yang ketiga adalah tidak ber-khalwat. Ber-khalwat maksudnya berdua-duaan


dengan lawan jenis di ruangan tertutup sehingga patut untuk dicurigai terjadi
”sesuatu" diantara mereka. Contohnya berduaan di ruang rapat dengan kondisi pintu
ruang rapat itu tertutup. Namun tidak bisa dipungkiri, kadang kita tidak bisa
menghindari kondisi-kondisi dimana sebenarnya kita tidak menghendaki khalwat itu
terjadi. Contohnya rapat lagi ni, orang-orang pesrta rapat yang lain belum datang dan
di ruang itu hanya ada kita dan seorang pria sehingga kita harus menunggu peserta
rapat lain datang di ruang itu. Dalam kondisi seperti itu, ya diakalin aja. Pintu ruang
rapatnya dibuka (jangan ditutup) sehingga tidak menimbulkan kecurigaan orang lain.

Sebenarnya kenapa hingga ber-khalwat ini tidak diperbolehkan adalah karena ada
hadits yang menyebutkan bahwa jika kita berdua-duaan, maka yang ketiganya adalah
setan. Setan dengan segala tipu dayanya ini menyerang manusia dari segala arah,
menipu manusia sehingga meihat seseorang yang di depannya terlihat begitu
mempesona. Jadi, sebenarnya apa yang terlihat itu jadi mempesona. Disitulah letak
bahaya ber-khalwat. Ada sebuah cerita dari ibunya. Cerita ini adalah kisah nyata
teman ibunya yang seorang pria. Suatu saat pria ini sedang berbincang dengan
seorang wanita teman kerjanya. Perbincangan ini menyangkut pekerjaan mereka.
Entah kenapa dalam perbincangan yag memang hanya berdua itu, tiap kali sang pria
melihat kepada sang wanita , dia merasa bahwa wanita itu begitu mempesona di
matanya. Semakin dia melihat wanita itu, semakin dia merasa bahwa wanita itu
menarik. Dia melihat sosok wanita itu sebagai seorang yang cantik dan energik.
Mulailah terjadi dualisme dalam hatinya, membandingkan wanita itu dengan istrinya
di rumah. Kemudian sembari meneruskan perbincangan itu, sang pria mulai membaca
doa Al-Fatihah dan Ayat Kursi. Lama-lama dia mulai merasa bahwa wanita yang di
hadapannya itu semakin biasa saja. Semakin dia membaca doa, wanita di hadapannya
semakin terlihat biasa, tidak ada yang lebih dari wanita itu. Justru dia merasa bahwa
istrinya jauh lebih cantik dan menarik. Sejak saat itu, sang pria percaya bahwa dalam
kondisi berdua-duaan dengan lawan jenis, memang yang ketiganya ada setan.
Intermezzo dikit y, waktu ibunya cerita itu, dalam imajinasiku aku membayangkan, si
setan berteriak kepanasan karena dibacain ayat kursi. trus akhirnya pergi..haha..
Pernah ada cerita juga sih. Waktu itu aku dan seorang teman selesai solat di musholla
kampus. Ketika kami keluar, di luar musholla ada sepasang cewek dan cowok ngobrol
secara intens gitu, ga perlu mikir panjang, kami bisa menyimpulkan kalo mereka itu
sepasang kekasih. Temanku yang memang agak keras, mulai jengkel melihat kedua
orang itu. Ya masa' sih mau pacaran di depan musholla, ga enak banget diliatnya,
katanya waktu itu. Aku sih cuma geli aja. Dan kami masih berpikiran sangat positif,
mungkin aja mereka dah nikah (walopun sebenarnya kemungkinannya sangat kecil,
soalnya ada peraturan dikampus, belum boleh nikah selama masih kuliah). Temenku
itu sebenernya pengen negor, tapi ga enak juga. Akhirnya kami berdiri aja di deket
dua orang itu, maksudnya biar mereka risih trus pergi dari situ, tapi ternyata kedua
orang itu ga nyadar juga. Dah ditunggu sekian lama ga pergi-pergi juga. Akhirnya
temenku itu inisiatif baca Ayat Kursi. Dia baca terus, ga berapa lama, sepasang
kekasih itu pergi juga. Habis itu kami ngakak. Jadi mikir ternyata cara paling efektih
ngusir orang lagi berduaan, dibacain Ayat Kursi. biar setannya ngabur..:D (intermezzo
nya jadi kepanjangan y, balik ke topik lagi d..)
Yang keempat ato yang terakhir adalah niat. Segala sesuatu itu bergantung pada niat.
Rasulullah bersabda, " Sesungguhnya semua amal (ditentukan) dengan niat. Dan
setiap orang mendapatkan (dari amal perbuatannya) apa yang diniatkan,. Barang siapa
berhijrah kepada Allah dan Rasul Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan rasul Nya.
Dan barang siapa berhijrajh untuk dunia yang akan didapat atau perempuan yang akan
dinikahi, maka hijrahnya kepada apa yang dihijrai."(HR Bukhari).
Begitu pula niat seorang wanita yang akan bekerja. Niatnya itu untuk apa. Apakah
untuk mencukupi kebutuhan, untuk menggali potensi, atau hanya untuk melepaskan
tanggung jawabnya di rumah. Apapun niatnya akan menimbulkan konsekuensi sendiri
dan itu adalah pilihan bagi yang menjalaninya.

Sedikit tambahan ni dari buku yang aku baca (judul bukunya Muslimah Karier, ditulis
oleh Asyraf Muhammad Dawabah) tentang niat. Disitu ditulis bahwa muslimah karier
tidak mendapat sesuatu dari karier dan amal perbuatannya kecuali apa yang diniatkan.
Ada wanita karier yang niatnya bekerja adalah untuk memberi manfaat kepada
dirinya, keluarganya, masyarakat, atau untuk menjaga dirinya dari hal yang dilarang.
Namun, ada juga wanita yang berkarir dengan niat mencintai kehidupan dunia atau
menunjukkan reputasinya dan berjalan di belakang slogan-slogan Barat tentang
emansipasi. Kedua niat tersebut secara lahiriah adalah sama, tetapi secara susbtansi
adalah berbeda. Niat yang pertama amal perbuatan wanita tersebut dapat menjadi
sempurna dengan sambutan yang luas, sebab ketaatan dan pendekatan dirinya kepada
Allah SWT. Dan pekerjaannya itu akan bernilai ibadah dan jihad di sisi Allah serta
berhak mendapat pahala di dunia dan akhirat. Sedangkan untuk niat yang kedua yang
disusupi motif duniawi, amal perbuatannya menjadi sia-sia. Jangankan mendapat
pahala di akhirat, pahala di dunia pun tak dapat.
Jadi menurutku, niat ini sangat penting. Apa sih mau kita dapet dari bekerja. Sekedar
harta duniawi atau pahala dunia akhirat.

Itu tadi keempat syarat wanita diperbilehkan berkarir. Namun, ada poin penting yang
juga harus dipahami setiap wanita yang berkarir, yaitu profesionalitas dan
proporsionalitas. Ini berhubungan dengan kodratnya wanita yang berperan sebagai ibu
rumah tangga. Yang dimaksud profesionalitas disini disini adalah wanita karir harus
professional, professional ketika di kantor dan professional ketika di rumah. Ketika di
kantor dia adalah karyawati, maka professional lah ketika ada dikantor. Ketika di
rumah, dia adalah istri dan ibu, maka harus professional juga menjalani profesi itu.
Kemudian proporsionalitas ini juga harus diperhatikan. Membagi waktu antara karir
dan keluarga dengan proporsi yang tepat. Jangan sampai lah membawa pekerjaan ke
rumah. Karena di rumah adalah waktu untuk keluarga.

Mau sedikit cerita ni, ga jauh-jauh, tentang keluargaku. Mama adalah seorang wanita
karir. Menurut pandangan kakaknya mama (budeku), mama ini adalah wanita karir
yang sukses. Ketika di kantor, beliau bekerja dengan sebaik-baiknya, tetapi ketika di
rumah, beliau pun akan berperan sebagai istri dan ibu yang baik, ketika aku dan adek
masih kecil, kami punya pembantu. Jadi ketika mama dan papa pergi kerja ada mbak
yang jagain kami (walaupun kami juga dititipin di tempat eyang). Pagi sebelum
berangkat kantor, mama udah mandiin dan nyuapin kami makan. Mama berangkat
kantor, kami dah beres. Pulang kantor, yang ngurus kami ya mama. Mbak itu cuma
jagain kami aja selama mama kerja. Selama mama di rumah, urusan rumah ya urusan
mama. Jadi tugas mbak itu ya bener-bener cuma membantu aja. Sekarang kami dah
gede, kami dah ga punya pembantu. tugas-tugas rumah dibagi berempat. Tapi itu juga
sebelum kami keluar rumah. Sekarang di rumah tinggal berdua, mama dan papa, tugas
rumah ya dibagi berdua. Aku pikir itu kerja sama yang bagus antara suami dan istri.
Selama ini orang kadang salah berpikir (ini kata ibunya juga) kalau pekerjaan rumah
tangga hanyalah kewajiban istri. Padahal sebenernya pekerjaan runah tangga itu ya
kerjaan bersama. Jadi inget kata mbak mentor waktu kasih materi tentang munakahat.
Yang dimaksud memberi nafkah adalah mencukupi segala kebutuhan istri. Kebutuhan
itu kan termasuk kebutuhan makan dan mencuci pakaian. Kalo merujuk pada arti
memberi nafkah itu berarti seharusnya suami itu berkewajiban juga memberi makan
buat istrinya (dengan kata lain masakin juga buat istrinya..:p). kesimpulannya,
menurut pandanganku, memang mama ini wanita karir yang sukses. Di kantor beliau
sukses, di rumah juga sukses (semoga kelak aku bisa sesukses mamaku ini ^^).

http://annisaningrum.blogspot.com/2010/05/peran-wanita-karir-menurut-
sudut.html.24 maret 2011

Secara definisi wanita karir bermakna (a) seorang wanita yang menjadikan karir atau
pekerjaannya secara serius; (b) perempuan yang memiliki karir atau yang
menganggap kehidupan kerjanya dengan serius (mengalahkan sisi-sisi kehidupan
yang lain).

Ekonomi merupakan kebutuhan dasar manusia dan itu diakui secara universal . Quran
secara eksplisit memerintahkan kita untuk rajin bekerja sepanjang hari dalam
seminggu tanpa mengenal hari libur, tentu saja dengan tanpa melupkan ibadah harian
yang diwajibkan seperti shalat (QS Al Jum’ah 62 :9).

Pada masa Rasulullah sendiri, ada banyak wanita yang juga dikenal sebagai wanita
karir. Siti Khadijah, istri Nabi, adalah satu di antaranya.

Namun demikian, kita semua tahu bahwa ekonomi bukanlah satu-satunya tujuan kita
hidup di dunia. Pada kenyataannya ekonomi hanyalah sarana untuk menopang sisi-sisi
kehidupan yang lain.

Sisi-sisi kehidupan yang dimaksud antara lain adalah membentuk keluarga sakinah
(QS Ar Rum 30:21). Keluarga adalah tiang utama kehidupan. Karena dari situ sebuah
komunitas, peradaban dan budaya dibangun. Islam adalah agama yang
menitikberatkan pada soliditas dan kekompakan kolektif masyarakat. Akan tetapi
kekompakan kolektif tidak dapat terbangun tanpa adanya kekuatan individual pada
anggota masyarakat; pada setiap keluarga; pada setiap orang dalam keluarga itu. Di
sinilah peran pilar utama keluarga – ayah dan ibu—mutlak diperlukan.

Untuk membentuk keluarga sakinah, sebagai unsur pokok dari masyarakat yang
progresif dan Islami, setidaknya dua faktor berikut perlu diperhatikan:

Pertama, pendidikan anak secara berkesinambungan. Pendidikan yang utama tentu


saja di rumah. Bukan di sekolah formal. Khususnya menyangkut pendidikan karakter.
Di sini peran orang tua, terutama ibu, sangat dominan. Keluarga broken home (tidak
sakinah) umumnya timbul dari minimnya peran ibu baik karena kesibukan bekerja
atau minimnya pengetahuan dan wawasan.

Kedua, pengawasan terhadap perilaku sosial anak di luar rumah. Kurangnya


pengawasan dengan siapa anak bergaul akan sangat berbahaya khususnya dewasa ini
di mana berbagai bentuk ancaman kejahatan sibuk mencari kesempatan untuk
merusak kehidupan kita.

***

Menjadi wanita karir konvensional dalam arti wanita yang bekerja di luar rumah dan
meniti karir sampai puncak adalah “mudah.” Asal memiliki kecakapan yang cukup
plus kemampuan “lobi” yang baik, tujuan itu akan tercapai. Tetapi menjadi wanita
karir “non-konvensional”, yang menjalankan bisnis dari dan berkantor di rumah demi
menjaga keseimbangan “ecosistem” keluarga dan pendidikan anak adalah sulit
terutama bagi wanita yang punya kecenderungan exibitionist. Tapi mudah bagi
kalangan wanita yang lebih mementingkan hasil kolektif dari pada penampakan ego
pribadi.
Dalam Islam yang ditekankan bukanlah memamerkan siapa yang berperan paling
banyak, tetapi peran maksimal apa yang dapat kita berikan. Bahwa peran kita
kemudian diakui atau tidak, tidaklah begitu penting.[

http://afatih.wordpress.com/2008/07/30/wanita-karir/24-3-2011

Perempuan telah membuat kemajuan cukup cepat di bidang pendidikan dan partisipasi
kerja. Indikator sosial dan ekonomi mereka semakin menunjukkan perbaikan luar
biasa waktu demi waktu. Penyempitan gap gender ini nantinya akan mengarah pada
peningkatan kekerasan pada perempuan, setidaknya dalam jangka pendek. Oleh
karena itu, kita hendaknya dapat mengontrol beberapa konsekuensi dari
pemberdayaan gender, khususnya disfungsional keluarga dan hubungan rumah
tangga. Bagaimana membantu kaum pria merubah pola pikir yang ada agar kemajuan
perempuan tidak harus dibayar mahal tampaknya memerlukan perhatian lebih.

Imej umum lelaki adalah sebagai sosok pencari nafkah yang kuat dan gigih. Dan
perempuan digambarkan sebagai ibu rumah tangga yang menunggu dengan setia
kepulangan suami dari tempat kerja. Pria sering terjebak dalam imej sebagai pencari
nafkah dan ongkos psikologis dari kegagalan memenuhi peran ini dapat luar biasa.
Apa yang terjadi apabila peran gender yang sudah mentradisi ini di redifinisi kembali,
khususnya di lingkungan kelas menengah ke atas, yang sering ditimbulkan oleh
kebutuhan dan tantangan ekonomi baru? Perempuan sebagai tenaga kerja disukai
karena kesediaan mereka melakukan pekerjaan dengan gaji lebih rendah, adanya
komitmen dan rasa tanggung jawab serta cocoknya pada sejumlah pekerjaan tertentu.

Gerakan kaum feminis dan munculnya sejumlah role model telah membantu memicu
bangkitnya wanita profesional kelas menengah, yang sukses berkarir dan pada waktu
yang sama berhasil sebagai ibu rumah tangga. Kalangan wanita sukses ini terkadang
menyembunyikan rasa tertekan mereka dalam mengemban dua macam tanggung
jawab. Tetapi apa yang akan terjadi saat pembalikan peran rumah tangga terjadi dan
perempuan menjadi pencari nafkah? Seorang rekan saya yang baru lulus S2 Hukum di
India dan sukses sebagai konsultan hukum di perusahaan terkenal di Jakarta
mengatakan, “Saya lebih memilih bekerja dan karir saya diapresiasi suami kendati
suami saya sukses, dari pada hanya berperan sebagai ibu rumah tangga”.

Dengan semakin meningkatnya jumlah perempuan menempati lapangan kerja, maka


sedikitnya akan muncul empat probabilitas tantangan imajiner sosial ke depan.

Pertama, wanita A akan menjalani beban ganda sebagai pencari nafkah dan pengatur
rumah tangga sedang suami tidak berperan apa-apa.

Sang suami menolak menjadi bapak rumah tangga kendati sang istri bekerja keras
sepanjang hari. Akhirnya mereka berpisah tetapi membiarkan pintu tetap terbuka
untuk rujuk kembali suatu hari nanti.

Kedua, perempuan B menikah secara tergesa alias cinta monyet. Istri kemudian
menyadari bahwa mereka secara intelektual maupun emosional tidak serasi.
Sementara itu, dua anak telah lahir dan karena itu sang istri mempertahankan
perkawinan. Dia mengambil langkah berani dengan tetap bekerja mencari nafkah
keluarga dan sekaligus meneruskan tanggung jawab sebagai ibu rumah tangga. Dari
waktu ke waktu, sang istri ingin keluar dari wahana perkawinan, tetapi karena tak ada
dukungan, tetap melanjutkan mahligai rumah tangga. Uang tidak menjadi masalah
tetapi sang suami cemburu pada pekerjaan istri, independensinya, fakta bahwa istri
mencapai keberhasilan yang tak bisa dia raih. Haruskah istri menceraikannya?

Ketiga, perempuan C dan suaminya menikah berdasarkan cinta. Keduanya


profesional. Tetapi lama kelamaan sang suami cemburu melihat istrinya yang lebih
berbakat dan sukses. Suatu hari, suami stress dan mengusir istri, dengan anak kecil
yang tidur di sampingnya. Sang istri pun menjadi single parent, bekerja dan
memelihara anak. Haruskah dia berekonsiliasi dan kembali ke sang suami?

Perempuan D melakukan hubungan gelap dengan kolega kerjanya dan ketika suami
mengetahuinya, maka dia pun menceraikannya. Sang istri meminta maaf dengan
beralasan “di luar kesengajaan” dan memohon untuk rujuk. Haruskah suami rujuk
kembali, kendati kelelakiannya tertantang dan menjadi rendah di mata dunia?

Kasus ketiga itu sudah umum terjadi. Dr. Shirley Glass, seorang psikolog Amerika
dan pakar soal perselingkuhan dalam bukunya Not “Just Friends”: Protect Your
Relationship From Infidelity and Heal the Trauma of Betrayal memberikan data
survei menarik.

Menurut Glass:

Selama dua dekade pengalaman prakteknya sebagai psikolog diketahui ada 46 persen
istri dan 62 persen suami yang telah melakukan perselingkuhan dengan kolega kerja.
Dan menariknya, perselingkuhan yang dilakukan kalangan istri justru meningkat
secara signifikan – dari 1982 sampai 1990, 38 persen istri melakukan perselingkuhan
dengan rekan kantor berbanding dengan 50 persen jumlah istri tidak setia dari tahun
1991 sampai 2000.

Di Indonesia, menurut data stastistik dari Direktorat Jendral Pembinaan Peradilan


Agama Tahun 2005 lalu, misalnya,

…ada 13.779 kasus perceraian yang bisa dikategorikan akibat selingkuh; 9.071 karena
gangguan orang ketiga, dan 4.708 akibat cemburu. Persentasenya mencapai 9,16 %
dari 150.395 kasus perceraian tahun 2005 atau 13.779 kasus. Alhasil ,dari 10 keluarga
yang bercerai , 1 diantaranya karena selingkuh. Rata-rata , setiap 2 jam ada tiga
pasang suami istri bercerai gara-gara selingkuh.

***

Kajian tentang maskulinitas, sebuah area riset paralel yang berkembang sebagai
respons pada kajian perempuan, perlu dilakukan untuk mengeksplorasi isu-isu seputar
keluarga di mana pasangan seperti yang tersebut di atas terperangkap. Suami dapat
saja disalahkan sebagai pemukul istri, pelaku kekerasan rumah tangga dan terror.
Tetapi, apa yang membuatnya demikian?

Dalam kasus pertama, akankah ibu rumah tangga yang tidak bekerja (dan terkadang
tidak mendukung) didepak dari rumah? Di sini masyarakat akan dengan cepat
mengatakan bahwa sang suami yang kejam telah meninggalkan istrinya. Pada kasus
kedua, suami mengalami rasa minder karena dia tidak memiliki kapasitas intelektual
dan kecakapan seperti istrinya untuk berkembang dan mulai menderita kecenderungan
depresi. Dalam kasus ketiga, akankah sang istri yang memahami keadaan suaminya
seperti itu karena dia tumbuh dalam kondisi keluarga yang disfungsional, mencoba
pendekatan yang lebih halus? Apakah sang suami dalam contoh terakhir menyadari
bahwa dia hanya korban dari pembalikan peran (reversal role)—selama ini perempuan
biasanya selalu dalam posisi dikhianati—dan rela menerima kembali istrinya apabila
sang istri hendak rujuk?

Sementara kita memfokuskan emansipasi untuk perempuan, kita juga perlu


mengembangkan bentuk baru maskulinitas yang akan memungkinkan kaum lelaki
beradaptasi terhadap realitas baru perempuan.

Untuk itu, diperlukan usaha keras masyarakat yang dapat berlaku adil baik pada lelaki
dan perempuan

http://afatih.wordpress.com/2007/09/10/karir-dan-selingkuh/

Pemandangan yang kita lihat pada pagi hari, para wanita dengan pakaian rapi pergi
menenteng tas untuk menuju ke tempat kerja mereka masing-masing, sudah tidak
asing lagi di segenap penjuru negri ini. “Wanita karier” itulah istilah yang mereka
sandang. Kayaknya hal ini adalah sesuatu yang sangat lazim dan wajar sehingga tidak
perlu dibahas dan dipermasalahkan, namun betapa banyak sebuah kewajaran ini
hanya jalaran songko kulino (jawa: karena itulah kebiasaan yang ada). Padahal
banyak sesuatu yang dianggap biasa oleh masyarakat sebenarnya adalah sesuatu yang
jelas-jelas diharamkan. Ambil misal membuka rambut bagi wanita di luar rumah
di sebagian daerah adalah sesuatu yang sangat wajar, padahal juga sangat jelas
haramnya. Benarlah Alloh Ta’ala tatkala berfirman (yang artinya):

“Jika engkau mengikuti kebanyakan manusia di muka bumi, niscaya mereka akan
menyesatkanmu dari jalan Alloh.”

(QS. Al An’am : 116)

Dari sini saya mengajak segenap wanita mu’minah, yang meyakini Alloh sebagai
Tuhannya, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallamn dan As Sunah dengan
pemahaman para ulama’ kita. Wallahul Muwaffiq

Rumah istana kaum wanita


Di antara keagungan syariat islam adalah menempatkan segala sesuatu pada
tempatnya yang sesuai. Ulama’ diperintah untuk menasehati dan menjawab
pertanyaan ummat dengan ilmu, orang awam diperintah untuk bertanya dan belajar,
Orang tua disuruh mendidik anaknya dengan baik, anak disuruh berbakti pada
keduanya, Suami diwajibkan untuk membimbing istrinya pada jalan kebaikan sedang
istri diwajibkan mentaatinya. Dan lain sebagianya. Begitu pula dengan hal dunia laki-
laki dan wanita, maka islam menjadikan laki-laki diluar rumah untuk mencari nafkah
bagi keluarganya, sebagaimana sabda Rosululloh :
‫فففف ففففف ففففف ف فففففف فففففففف‬

“Dan hak para istri atas kalian (suami) agar kalian memberi mereka nafkah dan
pakaian dengan cara yang ma’ruf.” (HR. Muslim 1218)

disisi lainnya, tempat wanita dijadikan didalam rumah untuk mengurusi anak,
mendidiknya, mempersiapkan keperluan suami serta urusan rumah tangga dan
lainnya.

Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam menggambarkan hal ini dalam sabdanya


yang mulia :

‫ففففففف ففففف فف ففف ففففف ففففففف فف‬


‫فففففف‬

“Dan wanita adalah pemimpin dirmah suaminya dan dia akan dimintai pertanggung
jawaban atas yang dipimpinnya.” (HR. Bukhori 1/304 Muslim 3/1459)

Ada banyak ayat maupun hadits Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam yang
menunjukkan akan hal ini. Namun cukup saya sebutkan beberapa diantaranya, yaitu :

Firman Alloh Ta’ala :

“Dan hendaklah kamu tetap dirumah-rumah kalian dan janganlah kamu berhias dan
bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah yang dahulu.” (QS Al Ahzab : 33)

Juga sabda Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam :

‫فف ففف فففف فف ففففف ففف فففف ففف فف فففف‬


, ‫ فففففف فففف‬: ‫فففف ففف فففف فففف ف ففف ففف‬
‫فففف فففف فففففففف ففففففف‬

Dari Abdulloh bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu dari Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda : “Wanita itu aurot, apabila dia keluar maka akan dibanggakan oleh
setan.” (HR. Turmudli 1173 berkata Hasan Shohih ghorib, Ibnu Khuzaimah 3/95,
Thobroni dalam Al Kabir 10015)

Menguatkan ini semua perintah Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam pada para
wanita untuk sholat fardlu dirumah, meskipun dia tinggal dikota Madinah yang mana
sholat dimasjid nabawi sama dengan 1000 sholat dimasjid lainnya selain masjidil
haram.

Dari Ummu Humaid As Sa’idiyah radhiyallahu ‘anha sesungguhnya beliau datang


kepada Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu berkata : “Wahai Rosululloh,
sesunguhnya saya ingin sholat bersamamu.”

Maka beliau menjawab : “Saya tahu bahwasannya kamu ingin sholat bersamaku, akan
tetapi sholatmu di kamar yang khusus bagimu lebih baik daripada kamu sholat
di bagian lain dari rumahmu, dan sholatmu dirumahmu lebih baik daripada
kamu sholat di masid kampungmu, dan sholatmu di masjid kampungmu lebih
baik daripada kamu sholat di masjidku ini.”

(HR. Ahmad 5/198/1337, Ibnu Khuzaimah 3/95/1689 dengn sanad hasan)

Wanita Boleh Keluar Rumah

• Namun hal diatas tidak melazimkan keharaman wanita keluar


rumahnya kalau memng ada sebuah keperluan yang harus dikerjakan diluar
rumah, meskipun seandainya dia tetap didalam rumahnya maka itulah yang
jauh lebih baik.

• Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata : “Saudah keluar rumah


untuk menunaikan suatu keperluan setelah turunnya ayat hijab, dan beliau itu
adalah seoang wanita yang gemuk, sehinga tidak lagi samar bagi yang pernah
mengenalnya, Maka Umar bin Khothob mengetahuinya, lalu diapun berkata :
“Wahai Saudah, Demi Alloh engkau tidak lagi samar bagi kami, maka
perhatikanlah lagi bagaimana keadaanmu saat engkau keluar.” Maka Saudah
pun langsung balik pulang. Saat itu Rosululloh berada dalam rumahku sedang
makan malam, dan saat itu beliau sedang memegang makanan, maka Saudah
pun masuk lalu berkata : “Wahai Rosululloh, saya keluar untuk menunaikan
sebagian keperluanku, namun Umar berkata begini begitu.” Maka Alloh pun
mewahyukan kepada beliau, lalu bersabda : “Sesungguhnya telah diizinkan
bagi kalian keluar rumah untuk sebuah keperluan.” (HR. Bukhori 8/528,
Muslim 2170)

Apabila Wanita Keluar Rumah

Namun apabila wanita keluar dari rumahnya, wajib baginya untuk beradab sesuai
dengan ketentuan syariat islam yang suci, diantaranya :

1.Berpakaian yang syar’I1

Firman Alloh Ta’ala :

“Hai Nabi, Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri


orang mu’min “Hendaknya mereka menjulurkan pakaiannya keseluruh tubuh mereka”
yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenali, karena itu mereka tidak
diganggu.”

(QS. Al Ahzab : 59)

2.Tidak memakai parfum


‫فف ففف فففف فف ففففف ففف فففف فففف فففف ففف‬
‫فففف ففففف ففففففف فففف ففف ففف فففففف‬
‫ففففف ففف ففففف‬

Dari Abu Musa Al Asy’ari dari Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Wanita mana saja yang memakai parfum , lalu lewat pada sebuah kaum untuk
dicium baunya maka dia adalah wanita pezina.” (HR. Ahmad 4/414, Abu Dawud
4173, Turmudzi 2786, Nasa’I 8/153 dengan sanad hasan)

• Dan larangan ini pun tetap berlaku meskipun wanita itu ingin pergi ke
masjid untuk mengerjalan sholat berjamaah, lalu bagaimana dengan
lainnya ???

‫فف ففف ففففف ففف ففف فففف فففف ففف فففف فففف‬
‫فففف فففف ففففف ففففف ففففف ففف فففف فففف‬
‫فففففف فففففف‬

Dari Abu Huroiroh radhiyallahu ‘anhu berkata : “Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa


sallam bersabda : “Wanita mana saja yang memakai minyak wangi, maka jangan ikut
sholat isya’ berjamaah bersama kami.” (HR. Muslim 2/85)

3. Tidak berdandan ala jahiliyah

Firman Alloh Ta’ala :

“Dan hendaklah kamu tetap dirumah-rumah kalian dan janganlah kamu berhias dan
bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah yang dahulu.”

(QS Al Ahzab : 33)

4.Menundukkan pandangan

Firman Alloh :

“Dan katakanlah pada wanita-wanita yang beriman, “hendaklah mereka menahan


dari sebagian pandangannya dan memelihara kemaluannya.”

(QS. An Nur : 31)

5.Berlaku sopan sehingga tidak menimbulkan fitnah, baik dalam gaya jalan,
suara atau lainnya. Perhatikanlah firman Alloh Ta’ala :

“Jika kamu (Para wanita) bertaqwa, maka janganlah kamu lembutkan dalam berbicara
sehingga berkeinginnan orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah
ucapan yang baik.”

(QS. Al Ahzab : 33)

juga firman Nya :


“Dan janganlah mereka (Wanita) memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang
mereka sembunyikan.”

(QS. An Nur : 31)

Ini semua bukanlah untuk sebuah pengekangan pada kebebasan kaum wanita –
sebagaimana yang banyak digemborkan oleh sebagian kalangan- namun ini adalah
untuk menjaga kehormatan wanita dari penghinaan dan pelecehan. Karena mau tidak
mau harus diakui bahwa wanita adalah fitnah dunia yang paling besar. Rosululloh
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

‫فف ففففف ففف فففف ففف فف ففففف ففف فففف فففف‬


‫ فف فففف فففف فففف فف ففف ففف‬: ‫ففف‬: ‫ف ففف‬
‫فففففف فف فففففف‬

“Dari Usamah bin Zaid radhiyallahu ‘anhu dari Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda : “Tidaklah aku tinggalkan sepeniggalkku fitnah yang lebih
berbahaya bagi kaum laki-laki melainkan para wanita.” (HR. Bukhori Muslim)

Wanita Karir dalam Tinjauan Syar’i

Berangkat dari hal diatas bahwa pada dasarnya tugas wanita adalah mengurusi rumah
tangga suaminya dan dia harus tetap didalam rumahnya kecuali kalau ada sebuah
keperluan untuk keluar, dan apabila keluar rumah harus sesuai dengan ketentuan
syar’i baik dalam hal pakaian maupun lainnya, maka hukum wanita karier bisa dibagi
menjadi dua :

Kariernya di luar rumah

Pada dasarnya hukum karier wanita di luar rumah adalah terlarang, karena dengan
bekerja diluar rumah maka akan ada banyak kewajiban dia yang harus ditinggalkan.
Misalnya melayani keperluan suami, mengurusi dan mendidik anak serta hal lainnya
yang menjadi tugas dan kewajiban seorang istri dan ibu. Padahal semua kewajiban ini
sangat melelahkan yang membutuhkan perhatian khusus. Semua kewajiban ini tidak
mungkin terpenuhi kecuali kalau seorang wanita tersebut memberi perhatian khusus
padanya. (Lihat Al Mufashol Fi Ahkamil Mar’ah Oleh Syaikh Abdul Karim Zaidan
4/265)

Kapan Wanita Berkarir di luar Rumah?

• Namun kalau memang ada sesuatu yang sangat mendesak untuk


berkariernya wanita diluar rumah maka hal ini diperbolehkan. Namun harus
difahami bahwa sebuah kebutuhan yang mendesak ini harus ditentukan
dengan kadarnya yang sesuai sebagaimana sebuah kaedah fiqhiyah yang
masyhur. Dan kebutuhan yang mendesak ini misalnya :

1.Rumah tangga memerlukan kebutuhan pokok yang mengharuskan wanita


bekerja,
• Misalnya karena suaminya atau orang tuanya meninggal dunia atau
keluarganya sudah tidak bisa memberi nafkah karena sakit atau lainnya,
sedangkan negara tidak memberikan jaminan pada keluarga semacam mereka.
Lihatlah kisah yang difirmankan Alloh dalam surat Al Qoshosh 23,24 :

“Dan tatkala Musa sampai di sumber air negeri Madyan, ia menjumpai di sana
sekumpulan orang yang sedang meminumkan ternaknya, dan ia menjumpai
dibelakang orang yang banyak itu dua orang wanita yang sedang menambat
ternaknya.

Musa berkata : “Apa maksud kalian berbuat demikian ?”

Kedua wanita itu menjawab : “Kami tidak dapat meminumkan ternak kami sebelum
penggembala-pengembala itu memulangkan ternaknya, sedang bapak kami adalah
orang tua yang telah berumur lanjut, Maka Musa memberi minum ternak itu untuk
menolong keduanya.

Kemudian ia kembali ketempat yang teduh lalu berdo’a : “Ya Tuhanku, sesungguhnya
aku sangat memerlukan sesuatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku.

Kemudian datang kepada Musa salah seorang dari kedua wanita itu, berjalan
dengan penuh rasa malu, ia berkata : “Sesungguhnya bapakku memanggil kamu
untuk memberi balasan terhadap kebaikanmu memberi minum ternak kami.”

• Perhatikanlah perkataan kedua wanita tadi : “Sedang bapak kami


adalah orang tua yang telah berumur lanjut.” Ini menunjukkan bahwa
keduanya melakukan perbuatan tersebut karena terpaksa, disebabkan orang
tuanya sudah lanjut dan tidak bisa melaksanakan tugas tersebut. (Lihat Tafsir
Al Alusi 20/59)

2.Tenaga wanita tersebut dibutuhkan oleh masyarakat, dan perkerjaan tersebut


tidak bisa dilakukan oleh laki-laki

• Hal yang menunjukkan hal ini adalah bahwa di zaman Rosululloh ada
para wanita yang bertugas membantu kelahiran, semacam dukun bayi atau
bidan pada saat ini. Juga saat itu ada wanita yang mengkhitan anak-anak
wanita. Dan yang dhohir bahwa perkerjaan ini mereka lakukan diluar rumah
(Lihat Al Mufashol 4/273) Pada zaman ini bisa saya tambahkan yaitu dokter
wanita spesialis kandungan, perawat saat bersalin, tenaga pengajar yang
khusus mengajar wanita dan yang sejenisnya.

• Diantara pekerjaan wanita yang ada pada zaman Rosululloh adalah apa
yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata :
“Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam berperang bersama Ummu Sulaim
dan beberapa wanita anshor, maka mereka memberi minum dan mengobati
orang yang terluka.” (HR. Muslim 12/188)

Syarat wanita berkarer diluar rumah


Apabila ada keperluan bagi seorang wanita untuk bekerja keluar rumah maka da harus
memenuhi beberapa ketentuan syar’I agar kariernya tidak menjadi perkerjaan yang
haram. Syarat-syarat itu adaah :

1.Memenuhi adab keluarnya wanita dari rumahnya baik dalam hal pakaian
ataupun lainnya sebagaimana diatas

2.Mendapat izin dari suami atau walinya.

• Karena suami mempunyai hak terhadap istrinya untuk tidak


memperbolehkannya keluar untuk bekerja. Bagaimana tidak, padahal untuk
pergi sholat berjamaah ke masjid harus minta izin terlebih dahulu.

3.Pekerjaan tersebut tidak ada kholwat dan ikhtilat (Campur baur) antara laki-laki
dan wanita yang bukan mahram. Sebagaimana firman Alloh Ta’ala :

“Dan apabila kalian meminta pada mereka sebuah keperluan, maka mintalah dari
balik hijab.” (QS. Al Ahzab : 53)

• Juga sabda Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam :

‫فف ففففف ففف فففففف ففف فف فف فففف‬

“Janganlah seorang laki-laki berdua-duaan dengan wanita kecuali bersama


mahramnya.”

(HR. Bukhori Muslim)

4.Tidak menimbulkan fitnah

• Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

‫فففففف فففففف ف ففففف فففففف ففف ففف فففف‬


‫ففف ففففففف فففف فف فففففف‬

“Hati-hatilah pada dunia dan hati-hatiah pada wanita karena fitnah pertama bagi Bani
Isroil adalah karena wanita.”

(HR. Ahmad 11112 dengan sanad shohih)

5.Tetap bisa mengerjakan kewajibannya sebagai ibu dan istri bagi keluarganya,

• karena itulah kewajibannya yang asasi.

Dari beberapa kreteria di atas, kayaknya sulit kita menemukan karier wanita yang ada
saat ini bisa memenuhi ketentuan tesebut kecuali sangat sedikit sekali. Bahkan yang
banyak kita saksikan adalah bahwa setiap karier wanita saat ini baik dikantor, pabrik,
sales atau lainnya penuh dengan ikhtilat, pakaian yang tidak syar’I dan banyak
menimbulkan fitnah. Oleh karena itu, wahai kaum wanita mu’minah, bertaqwalah
pada Alloh, takutlah pada adzab Nya yang pedih, janganlah hanya karena beberapa
keping uang engkau rela menerjang larangan Alloh dan Rosul Nya. Padahal
sebenarnya banyak dari kalangan wanita karier tersebut bukan karena kebutuhan yang
mendesak atau karena sebab syar’i lainnya namun mungkin hanya karena mengejar
ambisi dunia. (Lihat Al Jami’ Fi Ahkamin Nisa’ oleh Syaikh Al Adawi 4/363)

Karier wanita di dalam rumah

• Adapun kalau karier wanita itu dikerjakan didalam rumahnya sendiri,


seperti menjahit atau usaha lainnya yang bisa dikerjakan dirumah, yang akan
terbebas dari kholwat, ikhtilat, fitnah dan lainnya, maka hukum asalnya adalah
boleh dengan catatan bahwa pekerjaan itu tidak membuatnya melakukan
kewajiban asasinya yaitu menunaikan hak suami dan anak-anaknya. (Lihtat Al
Mufashol 4/275)

Bahaya karier bagi wanita dan masyarakat

• Semua perkara yang diperintahkan oleh Alloh dan Rosul Nya pasti
mengandung hikmah yang sangat agung, begitu pula segala yang dilarang Nya
pasti mengandung bahasa yang sangat besar, hanya terkadang banyak orang
yang tidak mengetahuinya.

Berkata Imam Abdul Aziz bin Baz :

“Sesungguhnya propaganda untuk terjunnnya wanita dalam lapangan pekerjaan yang


menyebabkan banyaknya ikhtilat baik secara langsung ataupun tidak dengan dalih
bahwa ini adalah tuntuan hidup modern adalah sesuatu yang sangat membahayakan
yang akan menimbulkan efek yang sangat fatal sekali, disamping bahwa hal ini
bertentangan dengan sejumlah nash-nash syar’I yang memerintahkan wanita untuk
tetap tinggal dirumahnya dan mengerjakan pekerjaan khusus baginya..” (Lihat Ats
Tsimar Al Yani’ah oeh Syaikh Al Jarulloh hal : 322)

Diantara dampak negatif itu adalah :

a. Pengaruhnya terhadap harga diri dan kepribadian wanita

• Banyak perkerjaan saat ini yang apabila diteruni oleh kaum wanita
akan mengeluarkanya dari kodrat kewanitaannya, menghilangkan rasa
malunya dan mencabutnya dari kefeminimannnya.

b. Pengaruhnya pada anak

• di antara pengaruh negatif bekerjanya wanita diluar rumah bagi anak


adalah :

1. Anak tidak atau kurang menerima kasih sayang, lembut belaian dari
sang ibu, padahal anak sangat membutuhkannya untuk pengembangan
kejiwaannya.
2. Seringnya wanita karier tidak bisa menyusui anaknya secara sempurna,
dan ini juga berbahaya bagi si anak
3. Membiarkan anak dirumah tanpa ada yang mengawasi atau hanya
diawasi oleh baby sister akan berakibat buruk.

c. Pengaruhnya ada hak suami

• Seorang istri yang pagi pergi kerja lalu sore pulang, maka sampai
rumah ia akan tinggal melepas lelah. Lalu tatkala suaminya pulang dari kerja
maka dia tidak akan bisa memenuhi tugasnya sebagai seorang istri. Jarang atau
bahkan tidak ada orang yang mampu memenuhi tugas tersebut sekaligus

d. Pengaruhnya pada masyarakat dan perekonomian nasional

• Masuknya wanita dalam lapangan pekerjaan banyak mengambil bagian


laki-laki yang seharusnya bisa mendapatkan pekerjaan, namun terpaksa tidak
menemukannya karena sudah diambil alih oleh kaum wanita. Hal ini akan
meningkatkan jumlah pengangguran yang akan berakibat pada tindak
kriminalitas. (Lihat Fatwa Syaikh bin Baz sebagaimana dalam Ats Tsimat Al
Yani;ah hal 322-321, Ekonomi rumah tangga muslim DR. Husein Syahatah
hal 153-163, Mas’uliyatul Mar’ah Al Muslimah hal : 80)

Fatwa ulama’ seputar karier wanita

Syaikh Abdul Aziz bin Baz pernah ditanya :

“Apa pendapat islam tentang wanita yang bekerja dan keluar dengan mengenakan
pakaiannya seperti yang kita lihat dijalan-jalan, sekolah dan rumah serta pekerjaan
wanita pedesaan dengan suaminya di ladang menurut islam ?

Jawab Syaikh :

• Tidak diragukan lagi bahwa islam memuliakan wanita,


memeliharanya, menjaganya dari manusia yang jahat. Dan menjaga hak-
haknya, mengangkat kedudukannya dan menjadikannya partner laki-laki
dalam warisan serta mewajibkan wali untuk minta izinnya dalam pernikahan.

• Islam juga memberikan hak penuh kepadanya untuk mengurusi


hartanya apabila ia berakal. Dan mewajibkan suaminya untuk memberikan
hak-haknya yang banyak, mewajibkan kepada bapaknya dan keluarganya
untuk memberinya nafkah ketika ia membutuhkan.

• Islam juga mewajibkannya untuk menutup diri dari pandangan orang


lain agar tidak menjadi barang murahan sebagaimana firman Nya :

“Hai Nabi, Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri


orang mu’min “Hendaknya mereka menjulurkan pakaiannya keseluruh tubuh mereka”
yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenali, karena itu mereka tidak
diganggu.” (QS. Al Ahzab : 59)

• Alloh juga berfirman :


“Dan hendaklah kalian tetap dirumah-rumah kalian dan janganlah kalian berhias dan
bertingkah laku seperti orag-orang jahiliyah yang dahulu.” (QS Al Ahzab : 33)

• Dalam ayat ini Alloh memerintahkan wanita untuk selalu konsisiten


berada dirumah karena keluarnya banyak menimbulkan fitnah. Dan dalil
syara’ telah menunjukkan bahwa dibolehkannya keluar untuk suatu keperluan
dengan menggunakan hijab serta menjauhi perhiasan, tetapi keberadaannya
dirumah adalah hukum asal yang lebih baik untuknya dan lebih sesuai serta
lebih jauh dari fitnah.

• Adapun pekerjaan wanita dengan suaminya diladang atau pabrik atau


rumah maka tidak ada dosa baginya, dan demikian juga apabila ia bersama
dengan mahramnya, yang tidak terdapat didalamnya orang lain sebagaimana
hukum pekerjaannya bersama wania-wanita lainnya. Pekerjaan yang
diharamkan baginya hanyalah pekerjaan yang dilakukan dengan orang
laki-laki yang bukan mahramnya, karena hal itu bisa mendatangkan
kerusakan dan firnah yang besar.” (Majmu’ Fatwa Wa Maqolat
Mutanawwi’ah 4/308 dengan ringkas)

Penutup

Di penghujung tulisan ini, saya nukil penutup fatwa Syaikh Bin Baz tentang wanita
karier :

“Kesimpulannya, Bahwasannya menetapnya wanita di rumah untuk mengerjakan


tugas kewanitaannya setelah dia mengerajakan kewajibannya pada Alloh adalah suatu
hal yang sesuai dengan fithroh dan kodratnya.

Hal ini akan menyebabkan kebaikan baik bagi pribadinya sendiri, masyarakat maupun
pada generasi yang akan datang.

Dan kalau masih mempunyai keluangan waktu maka bisa digunakan untuk bekerja
yang sesuai dengan kodrat kewanitaan seperti mengajar wanita, mengobati dan
merawat mereka serta perkerjaan lain yang semisalnya.

Ini semua sudah cukup menyibukkan bagi seorang wanita dan akan bisa
membantu kaum laki-laki dalam meningkatkan kesejahteraan bersama.

Jangan lupa peran ummahatul mu’minin (istri-istri Nabi-ed)yang mana mereka


mengajarkan kebaikan pada ummat ini, namun tetap disertai dengan hijab dan
tidak bercampur dengan laki-laki.

Hanya kepada Alloh lah kita memohon semoga Dia menunjukkan semuanya untuk
bisa menunaikan tugas dan kewajibannya masing-masing, dan semoga Alloh menjaga
semuanya dari fitnah dan segala tipu daya setan.”

http://ahmadsabiq.com/2009/11/30/wanita-karir/

You might also like