You are on page 1of 19

Kelemahan Penguasaan terhadap Sains dan Teknologi

di dalam Menanggapi Masalah Harta Karun di Perairan


Indonesia dan Gagasan tentang Alur-alur Upaya untuk
Mengatasinya

Oleh : Ir. M. Satori, MT

Abstrak
Persoalan harta karun yang berada dalam kapal karam beberapa abad yang lalu di
perairan Indonesia saat ini sudah merupakan bahan debat publik yang tak kunjung
ada solusi efektif. Persoalan ini mengemuka setelah terjadi berbagai kasus
pencurian harta karun tersebut terutama oleh pihak-pihak asing, dan ternyata
benda-benda tersebut memiliki nilai ekonomi cukup tinggi. Tidak saja memiliki nilai
ekonomi bahkan harta karun tersebut juga memiliki nilai seni dan budaya. Sejak
makin maraknya pencurian itulah Pemerintah Indonesia mulai melihat potensi
harta karun tersebut sebagai sumber daya yang dapat digali dan bahkan dapat
menghasilkan devisa. Persoalannya adalah Pemerintah Indonesia sangat minim
informasi tentang harta karun tersebut. Dengan kata lain bahwa Indonesia masih
memiliki kelemahan-kelemahan terhadap penguasaan sains dan teknologi untuk
menggali potensi harta karun di perairan laut tersebut.
Berbagai upaya yang telah dilakukan mulai dari dibentuknya Keppres tentang
pembentukan Panitia Nasional Pengangkatan dan Pemanfaatan Benda Berharga
melalui Keppres No. 43 tahun 1989, sampai kemudian akan dirubah menjadi
sebuah Perum setelah adanya Departemen Eksplorasi Laut dan Perikanan,
namun kinerja seputar pemanfatan potensi harta karun tersebut belum optimal.
Oleh karena itu maka menyadari akan kurangnya kemampuan Pemerintah baik
dari segi penguasaan sains dan teknologi, tenaga ahli serta biaya maka perlu
dilakukan kerja sama dengan berbagai pihak baik dalam maupun luar negeri.
Namun kerja sama ini tetap berada dalam konteks tujuan utama yaitu untuk
kesejahteraan masyarakat Indonesia dengan prinsip keadilan. Oleh karena itu
maka kerja sama dengan pihak-pihak asing pun yang nota bene mereka memiliki
kemampuan teknologi maka harus memperhatikan upaya transfer of knowledge
dan transfer of technology.

Pendahuluan

Masalah harta karun di perairan Indonesia akhir-akhir ini menjadi topik yang sering
dikemukakan terutama di media massa. Potensi harta karun yang konon berada di
dalam kapal-kapal perniagaan yang karam sekitar abad 12 - 19 di perairan
Indonesia diduga bernilai ratusan triliun rupiah (Kompas, 20 Juli 2000), walaupun
nilai tersebut masih kontroversi mengingat belum dilakukannya penelitian yang
seksama mengenai potensi harta karun tersebut (Media Indonesia, 16 November

Makalah/2001
Halaman 1
2000). Namun melihat berbagai kasus penjarahan terhadap harta karun yang
dilakukan oleh pihak-pihak tertentu seperti Berger Michael Hatcher, seorang
pemburu harta karun kelas dunia, ternyata menghasilkan uang yang tidak sedikit.
Seperti terjadi pada tahun 1985 dimana Hatcher berhasi melelang di Singapura
harta karun yang diambil dari perairan Indonesia dan ternyata hasil pelelangan
harta karun tersebut senilai 15 juta dolar AS belum termasuk 225 lantakan emas
(Media Indonesia, 16 November 2000). Kemudian setelah itu Hatcher juga berhasil
mengangkat harta karun dari perairan Riau yang kemudian dilelang bulan
November tahun 2000 di Jerman.

Secara rinci temuan harta karun yang berhasil diangkat oleh para pemburu harta
karun yang informasinya dihimpun dari berbagai media massa adalah sebagai
berikut :
• 150.000 keping keramik dan 225 batang emas lantakan tahun 1986 di Tanjung
Pinang Riau (US$ 17 juta)
• 31.500 keping keramik Pulau Buaya Riau
• 13.600 keping keramik di Selat Gelasa
• 14.800 keping keramik di tuban tahun 1986 (Rp 10 triliun)
• 39.867 keping keramik di Belitung tahun 1997
• 17.000 keping keramik di Blanakan tahun 1999 (Rp 10 miliar)
• 43 kontainer keramik di Selat Gelasa sejak Oktober 1999 (US$ 1,5 juta)
• $3.000 keping keramik di Perairan Batam.

Terlepas dari kontroversi berapa perkiraan nilai uang yang terkandung dalam harta
karun di perairan Indonesia tersebut, yang jelas hal ini merupakan potensi yang
perlu digali. Sebagaimana sumber daya deptable lainnya, seperti minyak bumi,
harta karun di perairan Indonesia seharusnya dapat dimanfaatkan. Masalah
seberapa potensi dari harta karun tersebut tergantung pada sains dan teknologi
yang kita miliki untuk mengetahui atau memperkirakannya. Apalagi dalam kondisi
ekonomi Indonesia saat ini yang sedang dilanda krisis dengan hutang luar negeri
yang semakin tinggi maka harta karun ini merupakan alternatif sumberdaya yang
perlu digali. Persoalannya adalah : (1) sejauh mana kita dapat mengenali dan
memahami tentang “sinyal” adanya harta karun tersebut, kemudian (2) sejauh

Makalah/2001
Halaman 2
mana kita mampu untuk mengambil harta karun yang masih terpendam di
perairan Indonesia tersebut.

Isue Seputar Harta Karun di Perairan Indonesia

Sebenarnya isu tentang adanya harta karun di perairan Indonesia sudah diketahui
paling tidak sekitar tahun tujuh puluhan. Pada tahun 1975 misalnya Michael
Hatcher sudah melakukan kerja sama dengan para pakar sejarah pelayaran kuno
VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie). Pada saat itu Hatcher mempelajari
tumpukan arsip tua di Algemeen Rijksarchief Den Haag Belanda. Dari arsip tua itu
Hatcher menemukan lokasi tenggelamnya kapal Geldermansen. Upaya
selanjutnya Hatcher melakukan kerja sama dengan ahli geologi bernama Max
Rhan terutama dalam hal mencari teknologi untuk menemukan bangkai kapal
tersebut. Akhirnya pada tahun 1983 Hatcer berhasil menemukan dan mengangkat
keramik-keramik bernilai tinggi dari perairan Riau. Bahkan menurut informasi
bahwa Hatcher berhasi menjual hasil temuannya tersebut senilai 17 juta US $
(Kompas Cyber Media, 5 Juni 2000).

Pada saat itu Pemerintah Indonesia tidak memperdulikan aktifitas Hatcher tersebut
karena mungkin belum mengetahui bahwa di dalam perairan Indonesia terdapat
banyak harta karun. Namun setelah Hatcher berhasil menemukan dan menjual
benda-benda kuno tersebut dan menghasilkan uang yang tidak sedikit maka
barulah Pemerintah Indonesia pada tahun 1986 membuat berbagai aturan
berkaitan dengan harta karun yang berada di perairan Indonesia. Salah satunya
adalah lahirnya Keppres No. 43 tahun 1989 dimana pemerintah membentuk
Panitia Nasional Pengangkatan dan Pemanfaatan Benda Berharga. Panitia
tersebut diketuai oleh Menko Polkam dengan Mendiknas sebagai wakil ketua.
Namun dalam perjalannya Panitia tersebut kurang efektif untuk menanganai harta
karun karena tetap saja penjarahan terhadap harta karun di perairan Indonesia
tersebut terjadi. Bahkan kegiatan Panitia tersebut diduga kurang transparan
sehingga perburuan harta karun hanya merupakan bisnis di kalangan tertentu saja
sementara Negara tidak memperoleh apa-apa. Pada bulan Maret 2000 misalnya,
TNI berhasil menangkap 2 kapal asing yang sedang memburu harta karun di
perairan Indonesia. Kapal asing tersebut ternyata dibantu oleh kapal-kapal
Indonesia dan bahkan orang-orang Indonesia sendiri. Salah seorang orang

Makalah/2001
Halaman 3
Indonesia yang menjadi tersangka utama bernama Suwanda ternyata memiliki izin
ilegal yang dalam hal ini terlibat pula salah seorang perwira tinggi TNI (Kompas, 31
Mei 2000).

Sehubungan dengan dibentuknya DELP (Departemen Eksplorasi Laut dan


Perikanan) dalam Kabinet periode 1999 – 2004 serta mengacu pada Tugas dan
Fungsi Departemen sebagaimana ditetapkan dalam Keprws No. 136 tahun 1999
tentang Kedudukan, Tugas dan Fungsi Susunan Organisasi, dan Tata Kerja
Departemen sebagaimana telah diubah dengan Keppres No. 147 tahun 1999,
Menko Polkam menyarankan agar kewenangan pengangkatan harta karun di laut
tersebut dikoordinasikan oleh DELP. Oleh karena itu Keppres No. 43 tahun 1989
tentang Panitia Nasional perlu disempurnakan karena beberapa instansi yang
menjadi panitia tersebut mengalami perubahan. DELP saat ini sudah mengajukan
Rancangan Perubahan Keppres tersebut kepada Presiden dan saat ini Keppres
tersebut belum diterbitkan. Keppres tersebut diharapkan menjadi kembatan
lahirnya Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang harta
karun. Berdasarkan kesepakatan dalam rapat kerja DELP dengan DPR RI maka
akan dilakukan pengalihan penanganan harta karun tersebut dari Panitia Nasional
yang diketuai Menko Polkam kepada DELP. Pada saat itulah kemudian Menteri
ELP mengusulkan dibentuknya Perusahaan Umum (Perum) khusus penanganan
harta karun di perairan Indonesia.

Potensi Harta Karun di Perairan Indonesia sebagai Sumberdaya Deptable

Dalam peta “harta karun” dunia perairan Indonesia memang tercatat sebagai salah
satu lokasi yang sangat penting. Dasar perairan sekitar Malaka merupakan daerah
yang diduga terdapat banyak kapal yang karam sejak abad XV. Hal ini disebabkan
Malaka memiliki lokasi yang strategis terutama sebagai pintu gerbang pelayaran
kuno. Dalam catatan sejarah, Malaka merupakan pusat kawasan Asia Tenggara
yang dekat dengan pintu gerbang lalu lintas perdagangan regional dan
internasional yang menghubungkan Afrika, Asia Barat, Asia Selatan, Asia
Tenggara dan Asia Timur (Teuku Ibrahim Alfian, 1997).

Lokasi lainnya menurut catatan kuno adalah daerah di sekitar pantai utara Jawa,
Sulawesi dan Maluku. Di pantai utara Jawa nama Tuban misalnya sudah
disebutkan dalam laporan Ma Huan (1432) sebagai bandar ramai sebagai
Makalah/2001
Halaman 4
pelabuhan penting, seperti Gresik, Surabaya bahkan sampai ke Demak,
Pekalongan, Cirebon, Banten dan Sunda Kelapa.

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari KSAL bahwa ada 3 jenis harta karun di
perairan Indonesia, yaitu :
a. Harta karun bawaan kapal-kapal yang tenggelam di jalur perdagangan dari
Cina ke Timur Tengah (abad 17 M) yang disebut sebagai jalur sutra.
b. Harta karun VOC (Belanda)
c. Harta karun eks Perang Dunia II (kapal-kapal korban pertempuran)

Perkiraan jumlah lokasi kapal karam yang mengandung harta karunnya memang
luar biasa, yaitu mencapai ribuan titik. Namun jumlah titik yang dianggap
mempunyai nilai ekonomis sekitar 463 titik (Kompas tanggal 5 Juni 2000). Hal ini
juga dibenarkan oleh para pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha
Pengangkatan dan Pemanfataan Benda Berharga Indonesia (Aspibbi). Direktur
Riset dan Eksplorasi Sumberdaya Non Hayati Departeman Eksplorasi Laut dan
Perikanan juga mengemukakan bahwa perkiraan lokasi kapal yang karam dan
mengandung harta karun tersebut sebanyak 463 titik. Lebih jauh dikatakan bahwa
masing-masing titik tersebut diperkirakan bernilai 10 juta US $. Bahkan beberapa
titik diperkirakan nilainya lebih dari itu. Harta Karun yang ditemukan di Pulau
Natuna misalnya nilainya sekitar 18 juta US $. Contoh lainnya adalah kapal
Tangsing yang tenggelam awal abad 19 di Selat Bangka taksiran nilainya adalah
25 juta US $. Peneliti asal asal Amerika Serikat, Tony Wells, bahkan menyebutkan
nilai pertitiknya tidak kurang dari 1 trilyun rupiah (Media Indonesia, 16 November
2000).

Dari ke 463 titik tersebut rincian lokasinya Menurut Direktur Riset dan SDA Non
Hayati adalah sebagai berikut (Kepala Biro Humas ; delp@indosat.net.id) :
• Selat Bangka 7 spot
• Belitung 9 spot
• Selat Gaspar 5 spot
• Perairan Riau 17 spot
• Kepulauan Enggano 11 spot
• Selat Malaka 37 spot
• Kepulauan Seribu – Selat Sunda 18 spot

Makalah/2001
Halaman 5
• Laut Jawa 9 spot
• Perairan Karimun 14 spot
• Selat Madura 5 spot
• Perairan Cilacap 51 spot
• Pelabuhan Ratu 134 spot
• NTB dan NTT 8 spot
• Selat Makasar 8 spot
• Laut Arafura 57 spot
• Ambon-Buru 13 spot
• Halmahera-Tidore-Bacan 16 spot
• Morotai 7 spot
• Teluk Tomini 3 spot
• Papua 31 spot.

Catatan sejarah lainnya yang menceritakan tenggelamnya harta karun di perairan


Indonesia adalah dari sebuah catatan seorang peneliti kapal-kapal karam asal
Inggeris bernama Nigel Pickford. Laporan Pickford mengemukakan tentang kapal
Tek Sing yang tenggelam pada sekitar bulan Januari tahun 1822. Dikemukakan
dalam laporan tersebut bahwa kapal Tek Sing yang berlayar dari Pelabuhan Amoy
(sekarang bernama Hsiemen) menuju Pulau Jawa tenggelam setelah menerjang
karang. Sementara itu barang bawaan yang ikut tenggelam dalam kapal tersebut
terdiri dari 350.000 keping porselin (Kompas 29 Juli 2000).

Dengan melihat data-data perkiraan di atas maka kita dapat menghitung berapa
potensi harta karun yang ada di perairan Indonesia tersebut. Apabila kita
mengasumsikan nilai dari setiap titik adalah minimal 10 juta US $ maka berarti total
nilai harta karun di perairan Indonesia sekitar 4.630 juta US $. Dengan kurs rupiah
Rp 8.000,- per 1 US $ maka berarti total nilai harta karun diperkirakan 37,112
trilyun rupiah. Demikian pula apabila perkiraan Tony Wells benar maka nilai harta
karun di perairan Indonesia sekitar 463 trilyun rupiah. Perkiraan yang dikemukakan
oleh IMW (Indonesia Maritim Watch) bahwa nilai keseluruhan harta karun di
perairan Indonesia adalah 200 triliun rupiah.

Makalah/2001
Halaman 6
Kelemahan dalam Penanganan Harta Karun di Perairan Indonesia

Apabila melihat kasus perburuan harta karun di perairan Indonesia ternyata


nilainya luar biasa. Bahkan Menteri Eksplorasi Laut dan Perikanan mengatakan
bahwa harta karun yang ada di perairan Indonesia apabila dimanfaatkan betul bisa
melunasi utang luar negeri Indonesia (Kompas, 25 Januari 2000). Namun
kenyataannya sampai saat ini Indonesia belum bisa menikmati hasil dari harta
karun tersebut. Hal ini disebabkan karena beberapa faktor kelemahan. Bersumber
dari beberapa surat kabar dan situs internet, Penulis dapat menyimpulkan
beberapa faktor kelemahan tersebut diantaranya adalah sebagai berikut :

a. Minimnya visi dan misi kelautan Indonesia

Indonesia adalah negara maritim dimana hampir 70% luas wilayahnya adalah
merupakan lautan. Namun sayangnya pembangunan yang dilakukan bangsa
Indonesia selama ini tidak memanfaatkan potensi yang terkandung dalam
wilayah laut tersebut. Manakala masyarakat luas termasuk masyarakat
internasional melirik potensi laut Indonesia maka baru muncul persoalan-
persoalan. Banyaknya permasalahan kelautan yang dihadapi saat ini,
disebabkan oleh ketidakmampuan bangsa Indonesia dalam membangun visi
dan misi kelautan. Indonesia juga belum mampu mengawasi kedaulatan di laut
dan memanfaatkan segenap potensi laut secara memadai (Widodo Farid
Ma’ruf, Kompas 5 Mei 2000). Baru pada masa Orde Reformasi ini potensi laut
diperhatikan. Hal ini terlihat dengan dibentuknya departemen khusus yang
menangani wilayah laut yaitu Departemen Eksplorasi Laut dan Perikanan
(DELP). Namun karena departemen tersebut relatif baru maka belum dapat
dilihat kinerjanya sehingga potensi laut dapat dimanfaatkan secara optimal.

b. Minimnya informasi

Sebagaimana diakui oleh berbagai pihak di Indonesia adalah bahwa seringkali


informasi yang diperoleh orang-orang Indonesia mengenai lokasi tenggelamnya
kapal yang memiliki harta karun baru merupakan informasi awal. Sebagian
besar informasi-informasi tersebut berasal dari luar negeri. Jepang misalnya
sudah melakukan penyelidikan dan penelitian tentang potensi harta karun di
perairan Indonesia. Sementara itu orang Indonesianya sendiri belum pernah

Makalah/2001
Halaman 7
melakukan penelitian tersebut. Sumber informasi lainnya adalah di Belanda.
Catatan penting mengenai sejarah kuno termasuk informasi perjalanan VOC di
perairan Indonesia tercatat dalam arsip-arsip kuno di Algemeen Rijksarcief Den
Haag. Arsip-arsip inilah yang digunakan Michael Hatcher untuk memulai
menelusuri keberadaan harta karun di Indonesia.

c. Minimnya kegiatan riset

Sebenarnya antara informasi dan riset merupakan dua hal yang saling
berkaitan. Informasi bisanya dihasilkan dari kegiatan-kegiatan riset. Minimnya
informasi tentang harta karun di perairan Indonesia bisa jadi karena minimnya
kegiatan riset mengenai hal tersebut.

Riset pada hakekatnya merupakan kegiatan yang dilakukan orang di dalam upaya
menjawab pertanyaan yang timbul dipikirannya tentang gejala yang dilihatnya,
dijumpainya, dirasakannya, dialaminya atau yang ingin diciptakannya (Saswinadi
Sasmojo, 1995).
Dari definisi riset tersebut maka tujuan riset pada dasarnya untuk menjawab
dua kelompok pertanyaan, yaitu : (a) pertanyaan untuk tujuan mendapatkan
kejelasan dari gejala atau fenomena yang sudah ada, dan (b) pertanyaan
dengn tujuan untuk menjelaskan penciptaan gejala/fenomena baru terutama
menyangkut : strukturnya, cara menciptakan struktur tersebut dan bagaimana
mengoperasikan struktur tersebut dalam konteks sebuah sistem.
Dalam konteks penggalian potensi harta karun maka kedua jenis riset tersebut
diperlukan. Riset jenis pertama berhubungan dengan upaya untuk mengenali
potensi harta karun yang ada di laut, misalnya melalui upaya mempelajari
sejarah pelayaran perdagangan kuno. Sedangkan jenis riset kedua lebih
banyak berhubungan dengan penciptaan teknologi baik untuk mengenali lebih
jauh tentang potensi harta karun maupun untuk mengangkat dan memobilisasi
harta karun tersebut ke darat.

Namun sayangnya kegiatan riset baik untuk kelompok (a) maupun kelompok
(b) masih sangat minim atau bahkan belum pernah sama sekali. Minimnya
kegiatan riset tersebut mungkin disebabkan oleh minimnya anggaran riset yang
disediakan oleh pemerintah baik untuk tujuan riset umum maupun yang
menyangkut kelautan. Apalagi untuk riset berkaitan dengan kelautan yang
memerlukan dana sangat tinggi. Sementara itu Indonesia tidak memiliki dana

Makalah/2001
Halaman 8
yang cukup untuk riset tersebut termasuk ketersediaan tenaga ahli yang minim
(Sarwono Kusumaatmaja, Media Indonesia 16 November 2000).

Mungkin juga karena riset yang dilakukan oleh berbagai departemen masih
jalan sendiri-sendiri. Hal ini sebagaimana diakui oleh Menneg Ristek Kabinet
Gusdur, AS Hikam (Kompas 2 Maret 2000). Walaupun di Indonesia sudah ada
menteri yang khusus mengurusi tentang riset namun tetap saja pelaksanaan
riset masih dilakukan secara sendiri-sendiri. Jangankan beda departemen,
masih dalam satu departemenpun kadang-kadang terjadi tumpang tindih dalam
penyelenggaraan riset.

d. Belum jelasnya peraturan yang mengatur harta karun di perairan


Indonesia

Keseriusan pemerintah dalam melindungi potensi harta karun di perairan


Indonesia melalui peraturan-peraturan baru dilakukan setelah tahun 1996.
Langkah pertama yang dilakukan misalnya setelah dikeluarkannya Keppres No.
43 tahun 1989 tentang pembentukan Panitia Nasional Pengangkatan dan
Pemanfaatan Benda Berharga Sementara itu peraturan yang dapat melindungi
harta karun di perairan Indonesia mengacu pada Undang-Undang No. 5 tahun
1992 tentang Benda Cagar Budaya. Namun dari aturan hukum yang ada
ternyata belum mampu mengatasi berbagai pelanggaran di laut terutama
menyangkut penjarahan potensi laut Indonesia. Bahkan saat ini juga sedang
dibahas oleh Dewan Maritim Indonesia tentang Keppres khusus mengenai
harta karun. Oleh karena itu yang terpenting dalam peraturan-peraturan yang
menyangkut perlindungan hukum atas potensi laut terutama menyangkut harta
karun adalah bagaimana hukum tersebut ditegakkan. Hal inilah sebenarnya
yang menjadi kunci sehingga kasus penjarahan harta karun di perairan
Indonesia dapat diatasi.

e. Minimnya kemampuan (teknologi)

Salah satu keberhasilan para penjarah dari negara asing yang mengambil harta
karun dari perairan Indonesia adalah mereka dilengkapi dengan peralatan
canggih. Kapal MV Restless misalnya yang ditangkap oleh pihak TNI tanggal
29 Maret 2000., dilengkapi peralatan berteknologi canggih seperti alat

Makalah/2001
Halaman 9
komunikasi marine intersat, perangkat komputer untuk mengolah data secara
cepat dan cermat, serta global positioning system (GPS) yang memiliki tingkat
keakurasian sangat tinggi. Sonar yang berada dalam kapal tersebut juga dapat
mengidentifikasi lokasi kapal tenggelam serta dapat mengidentifikasi dan
merekam isi dari kapal yang tenggelam tersebut.

Teknologi canggih untuk melacak dan mengidentifikasi kapal tenggelam berikut


isi dalam kapal tersebut sangat diperlukan. Hal ini disebabkan karena pada
umumnya kapal-kapal kuno yang tenggelam tersebut berada di dasar laut yang
sangat dalam. Namun Indonesia belum memiliki peralatan canggih yang
khusus untuk mengidentifikasi kapal-kapal tenggelam yang diduga di dalamnya
terdapat harta karun. Demikian pula Indonesia masih minim teknologi untuk
memantau adanya indikasi penjarahan di laut. Teknologi pemantauan yang
saat ini terpasang lebih banyak untuk memantau potensi perikanan itupun
belum lama dipasang, seperti NOAA (National Oceanic Atmospheric
Administration) sebuah teknologi satelit untuk memantau kondisi perairan
Indonesia yang stasiun buminya berada di Bali, diresmikan 23 Oktober 2000
(Siaran Pers DELP, 24 Oktober 2000).

Peranan Sains dan Teknologi dalam upaya Menggali Potensi Harta Karun di
Perairan Indonesia

Melihat perkiraan nilainya yang sangat pantastis maka harta karun di perairan
Indonesia merupakan sumberdaya deptable yang perlu digali. Hanya masalahnya
adalah sejauh mana kita dapat menggali potensi tersebut sebagaimana juga kita
menggali potensi sumberdaya deptable lainnya seperti minyak bumi. Untuk itu
maka diperlukan sain dan teknologi.

Dalam pemahaman teoritis, seperti yang dikemukakan oleh Saswinadi Sasmojo


(1995) bahwa sains dan teknologi adalah merupakan bagian dari ilmu
pengetahuan. Definisi dari ilmu pengetahuan adalah sebagai berikut : Ilmu
pengetahuan merupakan himpunan informasi yang terbentuk dalam upaya
manusia untuk mengetahui alam lingkungan dan tatanan kehidupannya, maupun
di dalam upaya untuk menciptakan sistem-sistem yang dibutuhkan (Saswinadi
Sasmojo, 1995). Ilmu pengetahun tersebut ada yang bersifat deskriptif yang
disebut sebagai sains dan ada yang bersifat preskriptif yang disebut sebagai

Makalah/2001
Halaman 10
teknologi. Dengan demikian maka sains adalah merupakan uraian yang
memberikan gambaran dan penjelasan tentang sistem-sistem yang ada,
sedangkan teknologi merupakan petunjuk atau resep tentang bagaimana
membentuk atau menciptakan suatu sistem.

Berkaitan dengan penggalian potensi harta karun di perairan Indonesia sayangnya


sains dan teknilogi yang dimiliki Indonesia terutama berkaitan dengan eksplorasi
bawah laut masih sangat lemah. Hal ini sebagaimana diakui oleh Sarwono
Kusumaatmaja, Menteri Eksplorasi Laut dan Perikanan (ELP) bahwa benda-benda
(harta karun) yang ada di perairan Indonesia tidak saja memiliki nilai ekonomi akan
tetapi juga memiliki nilai sejarah dan arkeologi (Kompas, 2 Maret 2000).
Selanjutnya Menteri ELP tersebut juga mengatakan bahwa Indonesia memiliki
kendala teknologi, dimana teknologi penggalian bawah laut yang dimiliki Indonesia
hanya mampu untuk kedalaman di bawah 30 meter.

Peranan sains dan teknologi dalam penggalian harta karun di perairan Indonesia
terutama dalam hal : (1) mengidentifikasi lokasi-lokasi yang diperkirakan terdapat
harta karun tersebut termasuk kedalamannya, (2) memperkirakan jenis harta karun
dan berapa taksiran nilai dari harta karun tersebut, dan (3) bagaimana cara
mengambil harta karun tersebut dari dasar lautan. Pengalaman perusahaan
pemburu harta karun berasal dari Australia bernama Osean Salvage Corporation
Limited menunjukkan bahwa untuk memburu harta karun di laut tidaklah mudah.

Often the remains of a wreck are buried under metres of sand, mud, coral and other
marine growths. The timber hulls and decking of the vessels have usually been
destroyed by marine animals and the seas, making the survey and discovery tasks very
complex. Using sophisticated electronic equipment, the sites of these wrecks can be
identified and there have been recoveries of ships many centuries old, containing
chests of treasure and other collectibles (http://www.oceansalvage.com.au)

Sebesar apapun potensi yang terkandung dalam harta karun di perairan Indonesia
maka apabila sains dan teknologi yang dimiliki oleh Indonesia berkaitan dengan
hal tersebut masih lemah maka potensi tersebut akan sia-sia, karena yang
menikmati adalah negara-negara yang cukup mampu dalam hal memiliki sain dan
teknologi. Lemahnya sains dan teknologi yang kita miliki tersebut ditunjukkan
dengan kasus dimana negara kita sering kecolongan oleh pihak asing yang
berusaha memburu harta karun.

Makalah/2001
Halaman 11
Alur-alur Upaya Untuk Menggali Potensi Harta Karun

Seperti telah dikemukakan bahwa harta karun yang berada pada kapal-kapal yang
karam di perairan Indonesia merupakan potensi yang perlu digali sebagaimana
potensi sumber daya deptable lainnya. Disamping memiliki nilai ekonomi harta
karun tersebut memiliki nilai sejarah dan seni. Namun untuk pengangkatannya
bukan merupakan pekerjaan yang mudah tapi sangat kompleks. Oleh karena itu
maka untuk mengatasi harta karun tersebut perlu melibatkan bernagai sektor.
Berikut ini adalah upaya-upaya yang menurut penulis perlu dilakukan, yang
didasarkan juga pada pertimbangan-pertimbangan yang disampaikan oleh
berbagai pihak termasuk hasil pertemuan Forum Harta Karun yang
diselenggarakan di Surabaya pada tanggal 20 Juli 2000.

Gambar 1 : Model Kegiatan Penangana Harta Karun Terpadu

TIM TENAGA AHLI/


JENIS
PERGURUAN TINGGI
HARTA KARUN
ARKEOLOG AHLI LAINNYA
HARTA KARUN
JALUR SUTRA
PERUM
MEMPELAJARI PETA LOKASI
PENANGANAN HARTA KARUN
SEJARAH VOC HARTA KARUN
HARTA KARUN PELAYARAN KUNO
HARTA KARUN
Berkala
Izin

EX PD II

ARSIP ARSIP
SWASTA
Swasta DALAM NEGERI LUAR NEGERI
Swasta
SUMBER INFORMASI

MELAKUKAN SURVEY PETA LOKASI


DENGAN BANTUAN BERDASARKAN
TEKNOLOGI SEPERLUNYA HASIL SURVEY

KEGIATAN
BPPT TNI-AL EKSPLORASI

PERGURUAN TINGGI
PIHAK-PIHAK YG DAPAT
MENDUKUNG SARANA,
PRASARANA, TEKNOLOGI

BADAN MUSIEUM
Hasil Pelelangan
PELELANGAN NASIONAL

a. Kerja sama dengan berbagai pihak

Penggalian potensi sumber daya yang terpendam di laut yang sangat luas
tidak mungkin hanya mengandalkan kepada Perusahaan Umum (Perum) yang
dibentuk oleh Departemen Eksplorasi Laut dan Perikanan (DELP) semata.
Sumber daya non hayati termasuk harta karun yang terkandung di laut pada

Makalah/2001
Halaman 12
umumnya berada di dasar laut yang sangat dalam. Tanpa bantuan teknologi
canggih dan tenaga ahli yang memadai maka sumber daya tersebut mustahil
dapat digali. Oleh karena itu wajar apabila ekplorasi di laut memerlukan biyaya
yang sangat tinggi. Sementara itu Indonesia bisa dikatakan baru serius dalam
megurusi potensi di laut kurang dari 3 tahun yang lalu setelah dibentuknya
DELP dalam struktur kabinet. Tenggang waktu yang relatif singkat tersebut
belum cukup untuk menyusun strategi menggali potensi harta karun di laut
apalagi menyiapkan tenaga ahli termasuk teknologi canggih. Sementara itu
penjarahan terhadap harta karun di laut terus berjalan. Tanpa kejelasan
manajemen dan ketegasan hukum maka Indonesia tidak akan mendapatkan
apa-apa dari harta karun tersebut seperti yang selama ini terjadi. Oleh karena
itu dengan adanya keterbatasan-keterbatasan tersebut maka selayaknya
Pemerintah melakukan kerja sama dengan berbagai pihak terkait baik dengan
pihak dalam maupun luar negeri.

Kerja sama dengan berbagai pihak terkait dilakukan sesuai dengan lingkup
kegiatan yang akan dilakukan sehubungan dengan pemanfaatan potensi harta
karun. Pada tahap penelitian awal kerja sama perlu dilakukan dengan pihak-
pihak yang dimungkinkan memiliki data atau arsip mengenai sejarah perjalanan
kapal-kapal asing di perairan Indonesia baik yang berada di dalam negeri
maupun di luar negeri. Demikian pula berbagai tenaga ahli terkait seperti
Arkeolog perlu dilibatkan dalam penelitian sejarah ini. Demikian pula pada
kegiatan survey lapangan berdasarkan petunjuk sejarah perlu melibatkan
pihak-pihak yang memiliki sarana dan prasarana serta teknologi yang
diperlukan. Untuk itu maka pihak-pihak seperti TNI-AL dan BPPT layak untuk
diajak kerja sama mengingat mereka memiliki infrastruktur yang diperlukan.

Bentuk kerja sama untuk kepentingan jangka panjang perlu dilakukan dengan
institusi pengembangan sains dan teknologi, seperti Perguruan Tinggi,
lembaga-lembaga riset dan lain-lain, baik yang berada di dalam negeri maupun
di luar negeri. Khusus dengan luar negeri diusahakan melibatkan negara-
negara yang selama ini sudah melakukan kegiatan-kegiatan seperti riset,
eksplorasi di wilayah laut Indonesia. Negara-negara tersebut seperti misalnya
Jepang, Belanda dan Australia. Khusus dengan Australia yang sekarang ini
sudah dirintis untuk merealisasikan kerja sama maka perlu dikembangkan ke

Makalah/2001
Halaman 13
arah penggalian potensi harta karun tersebut. Dalam Konferensi yang
dilaksanakan pada tanggal 25-26 Januari 2001 dengan judul “The Indonesia-
Australia Conference On Marine Resources Coorporation” (Berita PREL, 27
Oktober 2000), mustinya juga dibahas pula bagaimana rencana aksi untuk
menggali potensi harta karun di laut.

Hanya saja dalam melakukan kerja sama dengan berbagai pihak terutama
dengan luar negeri, tetap Indonesia harus memegang peranan yang sangat
penting sebagai leading association. Walaupun Indonesia tidak memiliki
teknologi, tenaga ahli serta dana yang cukup namun yang berhak mengelola
laut Indonesia adalah bangsa Indonesia sendiri.

b. Melibatkan pihak swasta/masyarakat

Sebenarnya ada dua alternatif kemungkinan bentuk organisasi dan manajemen


pengelolaan harta karun di perairan Indonesia. Alternatif pertama pengelolaan
harta karun sepenuhnya ditangani oleh BUMN seperti Pertamina dalam
mengelola pertambangan minyak bumi. Sudah barang tentu untuk menjadikan
BUMN berbentuk PT atau Persero bisanya dilakukan secara bertahap,
misalnya awalnya berbentuk Perusahaan Umum (Perum). Alternatif kedua
pengelolaan harta karun melibatkan pihak swasta, terutama swasta dalam
negeri. Sudah barang tentu tentang pihak swasta mana yang perlu dilibatkan
serta bagaimana bentuk kerja sama dengan swasta tersebut perlu menghindari
terjadinya bentuk konglomerasi seperti yang terjadi pada masa Orde Baru.
Pelibatan swasta dalam hal ini harus sedapat mungkin dalam kerangka
penguatan ekonomi berbasis kerakyatan dengan konsep pemerataan. Pihak
swasta tersebut tergabung dalam sebuah asosiasi misalnya Asosiasi
Pengusaha Pengangkatan dan Pemanfataan Benda Berharga Indonesia
(Aspibbi) yang sekarang sudah ada.

c. Kerja sama riset untuk pengembangan sain dan teknologi

Bisa atau tidaknya potensi harta karun di perairan Indonesia sangat tergantung
pada kemampuan bangsa Indonesia itu sendiri terutama dalam hal penguasaan
sains dan teknologi. Sementara itu menurut Lall (1992) dan Wong (1993) yang
dikutip kembali oleh The Kian Wie, Jusmaliani dan Sri Mulyani Indrawati (1995)

Makalah/2001
Halaman 14
bahwa kemampuan teknologi nasional suatu negara sedang berkembang
ditentukan oleh 3 faktor sebagai berikut :
(1) Struktur insentif; khususnya insentif yang mendorong atau menghambat usaha
perusahaan untuk menguasai teknologi; insentif ini umumnya ditentukan oleh
struktur pasar produk dan faktor produksi
(2) Kemampuan, yang meliputi negara tersebut, termasuk tenaga iptek, serta
keterampilan teknis dan organisatoris untuk menggunakan modal di atas
(3) Lembaga-lembaga yang menetapkan aturan permainan dalam bisnis atau
melakukan campur tangan secara langsung dalam kehidupan ekonomi untuk
mendorong usaha perusahaan manufaktur dalam menguasai teknologi seperti
asosiasi-asosiasi industri, pusat-pusat latihan, lembaga-lembaga iptek seperti LIPI,
BPPT, dan jasa-jasa penyuluhan industri.

Penggalangan kerja sama yang dilakukan oleh pengelola harta karun di bawah
koordinasi DELP tidak hanya terbatas pada upaya jangka pendek untuk
mengangkat benda-benda bersejarah di laut tersebut tapi juga untuk tujuan
jangka panjang yaitu dengan upaya : (i) penyiapan sumber daya manusia dan
(ii) penyelenggaraan riset terpadu untuk pengembangan sains dan teknologi.
Dalam rangka ini maka paling tidak ada 3 institusi yang perlu bekerja sama
secara terpadu. Ketiga institusi tersebut adalah : (1) Universitas dan Institut
Teknik, (2) Lembaga Keuangan, dan (3) Perusahaan Kewirausahaan atau
Swasta. Masing-masing institusi tersebut memberikan kontribusi dalam rangka
kegiatan riset dan pengembangan (R&D) untuk menghasilkan inovasi-inovasi
teknologi termasuk sains. Kerja sama pihak-pihak tersebut digambarkan dalam
model yang dikutif dari tulisan Khalid Said (1990) yang telah penulis modifikasi
sebagai berikut :

Makalah/2001
Halaman 15
Gambar 2: Saluran -Saluran Informasi yang Diperlukan untuk Efektifitas Pekerjaa
di dalam Institusi Pendukung Inovasi Teknologi

R&D DI
PERUSAHAAN
-Riset Dasar
KEWIRAUSAHA -
-Informasi Pinjaman dan Hibah
-Consultansi Untuk Proyek R&D
-Riset Pasar AN/SWASTA
-Pengembangan
-Pelayanan Lanjutan
Experimen
-Pelayanan Dorongan
-Belajar dari
-Uji Coba
Pengalaman
-Pelatihan
LEMBAGA Modal
Profit
UNIVERSITAS Ventura PERUSAHAAN
KEUANGAN INOVASI
DAN INSTITUT KEWIRAUSAHAAN/ TEKNOLOGI
TEKNIK SWASTA

-Riset Dasar -Arahan


-Riset Terapan -Sponsor
-Pengembangan Pinjaman dan Hibah -Permintaan
Eksperimen Untuk Proyek R&D -Pendanaan R&D DI
-Informasi UNIVERSITAS
DAN INSTITUT
TEKNIK
Sumber : Khaled Saed (1990). Entrepreneurship and Innovation : A Search for an Ap propriate
Model for Developing Countries dalam buku Toward Sustainable Development – Essay
on System Analysis of National Policy, Progressiv e Publishers, Pakistan ( Dimodifikasi
Penulis )

Penyiapan sumber daya manusia (SDM) mempunyai kaitan yang erat dengan
pengembangan sains dan teknologi. Dalam rangka penyiapan SDM peran
penyelenggara pendidikan terutama perguruan tinggi sangat penting. Menurut
Mincer (1974) dan Schuldz (1998) juga berpendapat bahwa ternyata ada
korelasi positif yang cukup kuat antara tingkat pendidikan (formal) yang dimiliki
seseorang dengan kemampuan individu tersebut untuk belajar selama bekerja
(learning by doing). Kuantitas dan kualitas SDM inilah yang akan berpengaruh
pada kegiatan R&D sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan sains dan
teknologi.

d. Peraturan/hukum yang jelas dan tegas

Paling tidak saat ini ada dua peraturan Perundang-undangan yang mengatur
tentang penanganan harta karun di perairan Indonesia. Kedua peraturan
tersebut adalah :
• Undang-Undang No. 5 tahun 1995 tentang Benda-Benda Cagar
Budaya
• Keppres No. 43 tahun 1989 tentang Panitia Nasional Pengangkatan
dan Pemanfaatan Benda Berharga Asal Muatan Kapal Yang Tenggelam
(Pannas PBBAMKT).
Kedua Peraturan dan Perundang-undangan tersebut ternyata belum efektif
sebagai hukum yang dapat mengontrol segaligus memanfaatkan potensi harta

Makalah/2001
Halaman 16
karun di perairan Indonesia. Oleh karena itu sejalan dengan telah dibentuknya
DELP maka selayaknya Peraturan dan Perundang-undangan yang ada
tersebut perlu direvisi. Hal yang paling pokok kemudian dari peraturan dan
perundang-undangan yang dibuat harus menggunakan konsep keadilan dan
kesejahteraan bagi masyarakat. Disamping itu dalam upaya menegakkan
hukum tersebut perlu adanya kketegasan dari para aparat penegak hukum.

Catatan Penutup

Dari apa yang telah diuraikan di atas kiranya Penulis dapat menyimpulkan
beberapa hal sebagai catatan penutup sebagai berikut :
a. Masalah harta karun di perairan Indonesia saat ini tidak hanya sebagai isue
akan tetapi sudah merupakan agenda nasional untuk ditangani terutama
oleh Departemen Eksplorasi Laut dan Perikanan, Hal ini disebabkan karena
harta karun tersebut disamping memiliki nilai sejarah dan seni ternyata juga
memiliki nilai ekonomi yang sangat tinggi.

b. Saat ini pemerintah Indonesia belum dapat menikmati banyak dari hasil
karta karun tersebut mengingat belum efektifnya pengawasan laut serta
lemahnya penegakkan hukum di laut. Disamping itu sangat minimnya sain
dan teknologi yang dimiliki Indonesia sehingga banyak yang memanfaatkan
harta karun tersebut adalah pihak-pihak asing.

c. Untuk memanfaatkan semaksimal mungkin potensi harta karun tersebut


seperti halnya sumbera daya deptable perlu adanya upaya yang serius dari
pemerintah untuk mengelola harta karun tersebut serta melibatkan berbagai
pihak terutama yang memiliki sarana, prasarana serta teknologi yang
memadai untuk melakukan survey dan eksplorasi.

d. Dalam jangka panjang upaya untuk mengembangkan sains dan teknologi


khususnya dalam bidang kelautan mutlak diperlukan bekerja sama dengan
Perguruan Tinggi. Sebagai institusi yang dapat menghasilkan inovasi-
inovasi baru dibidang teknologi melalui kegitan R&D maka Perguruan Tinggi
menjadi leader dalam pengembangan sain dan teknologi.

Makalah/2001
Halaman 17
Daftar Rujukan

1. Harta Karun di Laut Bisa Lunasi Utang Indonesia, Kompas Cyber Media,
tanggal 25 januari 2000
2. Akan Diatur, Masalah Harta Karun di Perairan Indonesia, Kompas Cyber
Media, tanggal 2 Maret 2000
3. Perburuan Harta Karun Ditangani Perum, Kompas Cyber Media, tanggal 20
Maret 2000
4. Minim Visi Kelautan Indonesia, Kompas Cyber Media, tanggal 5 Mei 2000
5. Perburuan Harta Karun, “Taruhan” TNI AL, Kompas Cyber Media, tanggal 31
Mei 2000
6. Bisnis Berburu Harta dari Kapal Karam, Kompas Cyber Media, tanggal 5 Juni
2000
7. Ganti Saja Panitia Harta Karun, Kompas Cyber Media, tanggal 5 Juni 2000
8. DELP akan segera Menangani Urusan Harta Karun, Siaran Pers DELP, tanggal
2 Juli 2000, http://www.delp.go.id
9. Harta Karun Akan Ditangani Satu Perum, Media Indonesia, tanggal 7 Juli 2000
10. Indonesia Miliki Puluhan Ribu Titik Harta Karun, Kompas Cyber Media, tanggal
21 Juli 2000
11. Soal Pelelangan Benda Antik di Jerman Indonesia Perlu Klarifikasi, Kompas
Cyber Media, tanggal 25 Juli 2000
12. Segera Diangkat, Harta Karun di Kepulauan Seribu, Kompas Cyber Media,
tanggal 25 Juli 2000
13. Keppres tentang Harta Karun Diharapkan Segera Rampung, Kompas Cyber
Media, tanggal 28 Juli 2000
14. Harta Karun Tek Sing di Nagel Auktionen, Kompas Cyber Media, tanggal 29
Juli 2000
15. Malut (Maluku Utara, Penulis) Minta Bagian Jika Harta Karun Milik Michael
(Hetcher, Penulis) Dilelang, Kompas Cyber Media, tanggal 20
Agustus 2000
16. Polri Selidiki Dokumen Lelang Harta Karun, Kompas Cyber Media, tanggal 21
Agustus 2000
17. Pelaksanaan Forum Benda Berharga Asal Kapal Karam, Berita DELP
Direktorat Jenderal PREL, tanggal 24 Agustus 2000,
http://www.delp.go.id
18. Indonesia Tuntut Sebagian Hasil Harta Karun, Kompas Cyber Media, tanggal
14 Oktober 2000
19. Departemen Eksplorasi Kelautan dan Perikanan Resmikan Stasiun Bumi Satelit
NOAA di Bali, Siaran Pers DELP, tanggal 24 Oktober 2000
20. Kegiatan Direktorat Jenderal Penyerasian Riset dan Eksplorasi Laut, Berita
DELP, tanggal 27 Oktober 2000, http://www.delp.go.id

Makalah/2001
Halaman 18
21. Program Departemen Kelautan dan Perikanan tahun 2001, Siaran Pers DKP
tanggal 1 November 2000, http://www.delp.go.idJ
22. ualan Harta Karun Soe Hok Gie, Kompas Cyber Media, tanggal 7 November
2000
23. Lembar Fakta Harian Harta Karun, Biro Humas DELP, http://www.delp.go.id
24. Berebut Memburu Harta Karun, Realitas Media Indonesia, tanggal 16
November 2000
25. Sarwono Kusumaatmaja : Kita tak Mempunyai Modal dan Tenaga Ahli, Realitas
Media Indonesia, tanggal 16 November 2000
26. Mengorek Harta Karun di Lautan Nusantara, Realitas Media Indonesia, tanggal
16 November 2000
27. Harta Karun di Bawah Laut, Gamblang Peta Lokasinya, Realitas Media
Indonesia, tanggal 16 November 2000
28. Mengikuti Jejak Hatcher, Pencurian Harta Karun di Laut Masih Tinggi, Realitas
Media Indonesia, tanggal 16 November 2000
29. Desentralisasi Perizinan, Dikontrol dengan Uang Jaminan, Realitas Media
Indonesia, tanggal 16 November 2000
30. Demi Pendapatan Daerah, Laut pun Akhirnya Dipilah-pilah, Realitas Media
Indonesia, tanggal 16 November 2000

Daftar Pustaka

1. Dwiantini Joyodipuro Fergus dan Sugiharso, ‘Situasi dan Masalah Sumber


Daya Manusia di Indonesia’, Prospek Ekonomi Indonesia Jangka
Pendek, Sumber Daya, Teknologi dan Pembangunan, Mohammad
Arsyad Anwar et.al. (editors), Universitas Indonesia-Pt Gramedia
Pustaka Utama, 1995
2. Khalid Saeed, Towards Sustainable Development, Essays on System Analysis
of National Policy, Progressive Publishers, Zaildar Park, Ichhra,
Lahore 54600, Pakistan, 1991
3. Saswinadi Sasmojo, Science, Teknlologi, Masyarakat dan Pembangunan,
Diktat Kuliah, Program Pasca Sarjana Studi Pembangunan, ITB,
1995
4. Saswinadi Sasmojo, et.al. (editors), Menerawang Masa Depan Ilmu
Pengetahuan Teknologi & Seni Dalam Perkembangan Budaya
Masyarakat Bangsa Indonesia, Penerbit ITB Bandung, 1991.
5. Tatang A. Taufik, dkk (penyunting), Teknologi, Ekonomi, dan Otonomi
Daerah : Globalisasi, Kompatibilitas Teknologi dan Ekonomi,
Reorientasi Pembangunan Daerah, dan Peningkatan Daya Saing
UKM, Direktorat Kebijaksanaan Pengembangan dan Penerapan
Teknologi, BPPT, 1999.

Makalah/2001
Halaman 19

You might also like