Professional Documents
Culture Documents
DAN
PENGINDERAAN KOMPRESIF
Oleh
22 Mei 2010
Balai Pertemuan Ilmiah ITB
DAFTAR ISI...........................................................................................................2
SINOPSIS ...............................................................................................................4
1. Pendahuluan ..................................................................................................1
2. Bilangan Kompleks dalam Elektroteknik................................................3
3. Sinyal Kompleks Butuh Perlakuan Khusus ............................................5
3.1 Eksperimen Liem-Oppenheim ........................................................... 5
3.2 Sifat Non-linier Citra Fasa ................................................................... 7
4. Pengolahan Sinyal Kompleks.....................................................................8
4.1 Pengolahan Sinyal Kompleks Dimensi Satu: Neuro-
Beamforming ........................................................................................ 10
4.2 Pengolahan Sinyal Kompleks Dimensi Dua.................................. 14
4.2.1 CMRF: Sebuah Model Stokastik Sinyal Kompleks 2D ......14
4.2.2 Aplikasi pengolahan sinyal kompleks..................................18
4.2.2.1 Segmentasi Citra Kompleks InSAR ........................19
4.2.2.2 Restorasi Citra Kompleks InSAR ............................21
4.2.2.3 Pengolahan Citra Fasa: Phase Unwrapping dengan
Metoda Rekursif..........................................................23
ii
2.2 Prinsip Ketidakpastian pada Kawasan Diskrit............................. 33
3. Formulasi Metode Penginderaan Kompresif .......................................35
3.1 Representasi Sinyal dengan Kamus Basis...................................... 35
3.2 Pencarian Basis Ideal .......................................................................... 38
3.3 Teorema Pencuplikan Kompresif .................................................... 41
4. Aplikasi dari Penginderaan Kompresif .................................................43
4.1 Radar Pensintesa Frekuensi Kompresif.......................................... 43
4.2 Teleskop Radio Interferometri Kompresif ..................................... 47
PENUTUP ............................................................................................................53
iii
SINOPSIS
karena ssat itu masih jarang yang melakukan penelitian dalam bidang
ini, tetapi juga karena bilangan kompleks sendiri memiliki arti yang
sangat mendalam.
pencitra yang bekerja semakin cepat dan data akuisisi yang semakin
iv
ringkas. Dua macam aplikasi dari penginderaan kompresif juga akan
v
BAGIAN I
1. Pendahuluan
3, ... dst dengan jumlah sapi yang dimilikinya. Meskipun sedikit lebih
sulit, bilangan nol dan bilangan negatif masih dapat difahami oleh
difahami.
bilangan imajiner.
1
Gabungan dari bilangan imajiner i 1 dengan bilangan riil akan
Im
y z = x+ iy
Re
x
Gambar 1.1 Bidang kompleks atau bidang Argand
2
“... I remember well the day in high school algebra class when I was first
introduced to imaginary numbers. The teacher said that because the square
root of a negative number didn’t actually exist, it was called imaginary.
That bothered me a lot. I asked, if it didn’t exist, why give it a name and
study it? Unfortunately, the teacher had no answers for these questions. ....”
demikian.
Q(t) adalah keluaran pada jalur quadrature di saat yang sama, maka
3
menggunakan demodulator I/Q antara lain adalah: MRI (Magnetic
Network Analyzer, dan Modem PSK (Phase Shift Keying) atau modem
4
bernilai kompleks yang menggambarkan sifat-sifat dan perilaku medan
informasi fasa, dan (ii) sifat non-linier dari fasa dan representasi sinyal
5
F2 adalah magnitudo Fourier, sedangkan 1 dan 2 adalah fasa
masing-masing.
daripada yang terdapat didalam citra fasa, maka hasil inversi pada
langkah 3.a akan berupa citra homogen, sedangkan pada langkah 3.b
pada Gambar 1.3. Jelas terlihat bahwa hal yang sebaliknya terjadi:
6
informasi fasa justru lebih dominan/penting dibandingkan dengan
magnitudo.
selama ini dipakai secara luas untuk mengolah citra fasa. Filter-filter
LSF yang ada pada saat itu mengasumsikan citra fasa sebagai medan
terhadap filter yang ada, misalnya dengan membuat filter tsb sensitif
akan hilang dan formula dari tapis akan berubah menjadi bentuk yang
sederhana.
dinyatakan sebagai
2 3
z z e i z
1
i n z 1 i i ...
n 0 n! 1! 2! 3!
hampiran orde-1, atau bentuk linier, dari LSF bernilai kompleks (CV-
akan gagal jika ukuran jendela filter diperbesar karena peran orde
7
Gambar 1.4 Efek perbesaran ukuran jendela untuk:
LSF (citra pada baris atas) dan CV-LSF (citra pada baris bawah) [3]
8
sinyal kompleks jika diterapkan pada keluaran peralatan yang berupa
kompleks [7]
9
Perkembangan didalam publikasi ilmiah belakangan ini
(Intelligent Computing).
10
Pengganggu
Pengguna
Pengganggu
(a)
(b)
(c)
11
sangat lebar, maka informasi yang dapat dibawanya juga sangat besar.
Secara fungsional, sebuah neuron terdiri dari dendrite, soma, axon, dan
synapse. Seperti sel lainnya, neuron memiliki inti sel lengkap dengan
misalnya sel otot untuk perintah gerak, atau neuron lain di dalam otak
latihan untuk otot, kekuatan sinaptik akan semakin besar jika sering
digunakan. Secara dijital axon dapat dimodelkan sebagai TDL (tap dely
line). Hal ini sangat sesuai dengan kebutuhan sistem pengolah sinyal
12
kemudian ditangkap dengan sebuah sampling scope di Lab. IRCTR-TU
Delft, Belanda.
perluasan algoritma propagasi balik yang telah ada. Baik struktur MLP
didalam riset ini dan merupakan salah satu penemuan penting dalam
150 30 150 30
0.4 0.4
122
0.2 120 0.2
13
Selanjutnya sistem diujicobakan untuk memecahkan masalah
{300, 3300}, sedangkan sinyal gangguan berasal dari arah {600, 00, 3000}.
BPTT diterapkan untuk menerima sinyal dari arah yang diinginkan dan
arah {600, 00, +3000} ditekan, sedangkan sinyal yang diinginkan dari arah
{300, 3300} dikuatkan. Dengan demikian, sistem beamforming UWB yang
terinspirasi dari jaringan syaraf makhluk hidup ini telah bekerja seperti
yang diharapkan.
Sebelumnya, MRF telah dikenal luas sebagai model stokastik citra yang
suatu model didalam Fisika Statistik, yaitu model Ising dimensi dua
(2D).
14
Model Ising dipakai secara luas untuk menjelaskan sifat magnetik
memiliki dua macam spin, yaitu 1 2 , 1 2 . Kedua spin ini memberi arah
Suatu model Ising 2D terdiri dari larik dimensi dua yang terdiri dari
magnet dari luar, dan ij adalah konstanta kopling antara situs ke-i
pada Gambar 1.7. Pada gambar tersebut terlihat terjadinya transisi dari
keteraturan (order) ketika T<Tc kearah ketidakteraturan (chaos) saat T>Tc.
15
Keteraturan ditunjukkan dengan dominasi klaster besar, dan
tersebar acak. Pada saat bahan berada pada T=Tc, terjadilah fenomena
kritis: pada skala berapapun selalu ada pencampuran dari klaster besar
membuat nilai spin, yang semula hanya bernilai diskrit -1 dan +1,
derajat keabuan citra, misalnya {0, 1, 2, ..., 254, 255} untuk citra dijital 8
bit. Suatu citra dengan tekstur tertentu akan dicirikan oleh nilai
16
tekstur biner tekstur riil tekstur kompleks
penting dari CMRF, yaitu: nilai peluang, estimasi energi, dan parameter
CMRF. Jika zi menyatakan nilai spin kompleks pada suatu situs, maka
Z
2
nya 1
. Jika diberikan suatu citra kompleks
E z s z s Λst* zt
2 2 t Ns
Qs z s 1 , z s 1 ,...., z s 12 , z s 12
1
. Estimasi parameter ini penting untuk
kompleks.
17
4.2.2 Aplikasi pengolahan sinyal kompleks
secara luas dan berperan sangat penting dalam mempelajari Bumi pada
berkat adanya teknik sintesa apertur, sehingga radar jenis ini disebut
sebagai SAR (Synthetic Aperture Radar). Konfigurasi tertentu dari SAR
Keluaran InSAR yang berupa citra magnitudo dan citra fasa dapat
magnitudo saja.
Citra fasa yang diukur oleh InSAR akan berupa fasa yang terlipat
ini sangat sulit dilakukan untuk fasa dimensi dua. Kesalahan akibat
18
Sub bab ini akan membahas tiga topik penting dalam pengolahan
19
sebagai metoda untuk membedakan fitur daratan berdasarkan profil
informasi profil ketinggian. Fitur sederhana dari CMRF orde satu telah
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 1.10 Citra InSAR disekitar Gunung Fuji dan hasil segmentasi:
(a) citra magnitudo, (b) citra fasa, (c) segmentasi konvensional,
(d) segmentasi kompleks.
20
gungung Fuji dan danau Yamanaka oleh sistem InSAR yang dibawa
satelit JERS-1.
derau (noise). Keluaran dari sistem InSAR akan berupa citra kompleks
diajukan pada penulis [8], [9] memakai model CMRF untuk menangkap
21
dikuantifikasi sebagai parameter CMRF, dengan perhitungan yang
CMRF. Proses restorasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: (1)
cara deterministik dengan algoritma Steepest Descent LMS [8] dan (2)
konvensional.
22
Gambar 1.12 Perbandingan citra fasa dan hasil PU dengan penapisan
konvensional (bagian atas) dan dengan metoda CMRF (bagian bawah) [8]
Citra fasa yang diperoleh dari sistem InSAR atau MRI hanya dapat
memiliki tentang nilai satu periode, yaitu dari - sampai dengan +. Ini
23
ketidakkonsistenan fasa dalam bentuk SP, cara demikian justru akan
prinsip-prinsip berikut:
secara kaskade.
24
eWG 0 0W W
eG 1 eWG 2 eGW N 1 eWG N eWG
W.W-1 W.W-1 W.W -1
eGU1 e UG 2
e UG N
b1U n b1U n
b1U n
0U 0 GU1 GU 2 GU N 1 GU N GU
+ + +
b1U n b1U n b1U n
b
U
n
Gambar 1.13 Susunan kaskade pengolah PU dalam sistem PU rekursif
Keluaran dari satu tahap akan berupa citra tak-terlipat dan citra sisa.
segera setelah citra diperoleh dan selanjutnya akan melihat citra yang
tahap ke-1 dan tahap ke-10. Terlihat bahwa citra 3D gunung Fuji
berkurang.
25
250
200
150
pos ition n2
height [rad]
100
50
250
200
height [rad]
150
positi on n2
100
50
(a) (b)
Gambar 1.14 Hasil PU dan citra residu pada keluaran:
(a) tahap ke-1, dan (b) tahap ke-10
26
BAGIAN II
1. Pendahuluan
dipakai untuk melihat benda yang letaknya jauh dan tidak bisa
dijital, sistem radar dijital, perangkat sinar-X dijital, dst telah dipakai
27
Proses pengubahan sinyal analog menjadi dijital diperlihatkan pada
Gambar 2.1. Pada blok diagram tersebut, sinyal analog yang ditangkap
diskrit pada kawasan dijital. Keluaran dari blok A/D ini disebut sebagai
sinyal dijital.
28
dilakukan supaya data tersebut menjadi lebih ringkas supaya tidak
setelah dikonversi menjadi sinyal analog. Pada tahap ini, data dijital
terlebih dahulu diolah didalam blok D/A (digital to analog), kemudian
Rate). Karena laju Nyquist sebanding dengan lebar pita dari sinyal,
29
sinyal. Cacat aliasing terjadi karena laju pencuplikan yang terlalu kecil
Gambar 2.2 Terjadinya aliasing akibat pencuplikan dibawah laju Nyquist [12]
akuisi data dapat dilakukan dengan lebih cepat, tetapi ruang simpan
30
rekonstruksi eksak suatu sinyal hanya dari sejumlah kecil (namun
cukup) dari cuplikannya. Jumlah cuplikan ini jauh lebih sedikit dari
Kompresi data punya kaitan erat dengan suatu konsep yang juga
31
diperumum. Prinsip ketidakpastian Heisenberg atau HUP (Heisenberg
energi-waktu akan setara dengan (hf) (t) h/4 atau (2f)(t) 1/2 .
sebagai t 1
2 . Bentuk terakhir ini dinamakan juga prinsip
32
WHUP menyatakan sifat umum dari prinsip ketidakpastian untuk
2.3 untuk sebuah fungsi delta Dirac dalam kawasan waktu dan
dimana sinyal ini memiliki nilai yang tidak nol, atau daerah-dukung
(RoS: Region of Support) dari fungsi atau sinyal tersebut. Sebagai contoh,
fungsi delta Dirac (t) pada Gambar 2.3 hanya memiliki nilai tak nol
pada saat t=0; dengan demikian RoS-nya adalah satu. Sebaliknya, sinyal
dimana sinyal diskrit s(n) bernilai tak nol. Untuk sinyal diskrit
sepanjang N cuplikan, WHUP menyatakan bahwa penjumlahan RoS
dibatasi oleh suatu nilai tertentu [13]. Prinsip ini tidak hanya berlaku
33
untuk pasangan sinyal dalam kawasan waktu-frekuensi, tetapi juga
pada dasarnya adalah perubahan basis dan operasi untuk sinyal diskrit
transformasi .
sinyal asli
sinyal hasil sinyal hasil
transformasi s transformasi
dengan dengan
koherensi
pasangan basis
(,)
yang membentang ruang vektor. Ini berarti bahwa setiap sinyal dalam
34
, max , , 1 adalah support dari sinyal dalam basis
,
kedua basis, yakni, nilainya akan kecil jika keduanya berbeda dan akan
bernilai satu jika mereka identik. Keterkaitan antar basis dan GUP
efisien. Peningkatan kinerja kompresi dapat tercapai karena dua hal: (1)
35
12...M . Basis baru , yang juga disebut sebagai dictionary
Pencarian basis representasi sinyal s didalam dengan cacah
optimisasi [13]:
(P0): min 0
, s.t. s
36
setengah batas prinsip ketidakpastian diatas, maka P0 akan memiliki
hal yang mudah. Untuk mengatasi hal ini, Chen dan Donoho
mengajukan teknik Basis Pursuit, yaitu dengan menggantikan P0
(P1): min 1
, s.t. s
yang lebih kecil lagi, yaitu kurang dari setengah batas P0. Sinyal dengan
karena dapat dibentuk hanya dari sejumlah kecil vektor basis didalam
Jika sinyal s bersifat sparse dalam kawasan waktu-frekuensi, maka
dekomposisinya bersifat unik, dan algoritma basis pursuit atau P1 akan
dapat menemukannya.
koherensi antara sistem basis 1 dan 2, yaitu ( 1, 2), yang secara
37
keunikan dari solusi P1 yang mengatakan bahwa vektor basis penyusun
dari sinyal s yang terbentuk dari kombinasi linier vektor-vektor basis
konveks:
P1 :min 0
s.t. s
38
Vektor basis terpilih
1.4
original
magnitudo koefisien 1.2 alpha
0.8
0.6
0.4
0.2
0
0 20 40 60 80 100 120
indeks vektor
vektor pada urutan ke 8, 32, 73, dan 125, haruslah P1 dapat menemukan
solusi eksak-nya.
39
Perbandingan sinyal
original
1.2 noisy
estimated
1
noise-level
0.8 D*alpha
magnitudo
0.6
0.4
0.2
0
-0.2
-0.4
0 10 20 30 40 50 60
waktu
0.05
amplitudo
-0.05
-0.1
-0.15
-0.2
0 10 20 30 40 50 60
waktu
Gambar 2.6. Terlihat bahwa sebenarnya tingkat dari sinyal derau cukup
40
berhasil ditemukan, sinyal dapat direkonstruksi secara eksak. Hal ini
NN.
Bagi sebagian besar sinyal yang berasal dari hasil pengukuran, akan
41
Jumlah cuplikan minimum M yang diperlukan oleh CS untuk
M C2(,)Klog (N)
42
4. Aplikasi dari Penginderaan Kompresif
daya yang sulit dicari di pasaran. Masalah ini dapat diatasi dengan
43
dapat diatasi dengan pendekatan yang berbeda dari sebelumnya,
Pseudorandom Optimization
Number Algorithm
Generator
Display
f ADC
Random Access
Frequency
Synthesizer
t
I Q
Quadrature
Mixer
Tx Antenna Rx Antenna
44
ORG
IDFT
CS8x
CS5x
CS4x
CS3x
CS2x
kompresif jauh lebih baik daripada IDFT, hal ini tentu akan
inverse DFT dari 1/8 cuplikan acak, sedangkan ”CS8”, sampai, ”CS2”
45
menyatakan rekonstruksi dengan metoda penginderaan kompresif
asalnya.
50
d e p th ( s a m p l e - i n d e x )
d e p t h (s a m p le -in d e x )
150
d e p t h ( s a m p le - i n d e x )
200 200 200 200
250
350
450
0.25 0.5 0.75 1 1.25 1.5 1.75 0.25 0.5 0.75 1 1.25 1.5 1.75 0.25 0.5 0.75 1 1.25 1.5 1.75 0.25 0.5 0.75 1 1.25 1.5 1.75
y-axis (m)
y-axis (m) y-axis (m) y-axis (m)
sempurna seperti pada citra asal dengan cuplikan penuh. Hal ini
46
Gambar 2.11 Realisasi radar SFCW kompresif pada frekuensi 700-1400 MHz:
(a) Prototip dan (b) Saat beroperasi
penembus dinding.
47
sebanding dengan apertur teleskop optik. Karena pengamatan pada
spasial.
sintesis.
48
Untuk melakukan dekonvolusi atau rekonstruksi, beberapa
Jika koordinat pengamat dan posisi objek diketahui, lokasi dari titik
acak sempurna [22]. Data pengamatan yang dipakai berasal dari stasiun
49
Gambar 2.12 Peta UV yang dihasilkan VLA
(a) (b)
Gambar 2.13 Pandangan 3 dimensi dari citra yang direkonstruksi:
(a) dirty map dan (b) rekonstruksi CS
50
permukaan kasar disekitar puncak intensitas. Sebaliknya, citra yang
dirty image
15
0.5
10
0.4
5
0.3
0
0.2
-5
0.1
-10
0
-15
50 40 30 20 10 0 -10 -20
(a)
Compressive VLBI
15 0.9
0.8
10
0.7
5 0.6
0.5
0
0.4
-5 0.3
0.2
-10
0.1
0
-15
50 40 30 20 10 0 -10 -20
(b)
tertentu yang menjadi perhatian, dimana (a) dirty map dan (b) citra
51
dirty map
75
0.5
70
0.4
0.3
65
0.2
60 0.1
0
55
120 110 100 90 80 70 60 50
(a)
cs-cleaned
75 0.9
0.8
70 0.7
0.6
0.5
65
0.4
0.3
60 0.2
0.1
55 0
120 110 100 90 80 70 60 50
(b)
52
PENUTUP
sebagai pilihan atau bahkan sebagai pengganti metoda lama. Ini adalah
adalah contoh nyata dari fenomena diatas. Paparan didalam buku ini
dicapai barulah suatu langkah awal. Usaha ini perlu diteruskan secara
53
DAFTAR PUSTAKA
54
15. M.Elad and A.M. Bruckstein, “A generalized uncertainty principle and
sparse representation in pairs of bases", IEEE Trans. on Information Theory,
Vol. 48, pp. 2558-2567, September 2002.
16. S.S. Chen, D. Donoho, and MA Saunders, ”Atomic decomposition by
basis pursuit,” SIAM J. on Sci. Computing, 20(1):33-61, 1999.
17. D.L. Donoho & P.B. Stark, ”Uncertainty principles and signal recovery”,
SIAM J. on Applied Math., 49(3):906-31, 1989.
18. E.J. Candes and M.B. Wakin, “ An introduction to compressive
sampling,” IEEE Sig. Processing Mag., Vol.25, no.2, pp.21-30, Mar.2008.
19. P. van Genderen, P. Hakkaart, J. van Heijenoort, and G.P. Hermans, “A
multifrequency radar for detecting landmines: design aspects and
electrical performance,” in Proc. 31st Eur. Microwave Conf., 2001, vol. 2, pp.
249–252.
20. A.B. Suksmono, E. Bharata, A.A. Lestari, A. Yarovoy, and LP. Ligthart,
“Compressive Stepped-Frequency Continuous Wave Ground Penetrating
Radar,” IEEE Geosc. and Remote Sensing Letters, 2010, (to appear).
21. A.B. Suksmono, E. Bharata, A.A. Lestari, A. Yarovoy, and LP. Ligthart, “A
compressive SFCW-GPR System,” The 12th Intl. Conf. on Ground Penet.
Radar, June 16-19, 2008, Birmingham, UK.
22. T. Cornwell, “Chapter 3: Imaging Concepts,” VLBI & VLBA, ASP Conf.
Series, vol. 82, pp. 39-56, 1995.
23. A.B. Suksmono, “Deconvolution of VLBI Images Based on Compressive
Sensing”, Proc. of ICEEI 2009.
55