You are on page 1of 45

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Indonesia merupakan negara yang kaya akan hasil alam terutama dalam
bidang perkebunan yang dapat meghasilkan bahan/material untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat. Kebutuhan masyarakat akan material sangat besar, seiring
dengan pertambahan jumlah penduduk pada era globalisasi dan kemajuan, sehingga
perlu diperhatikan mutu produk yang dihasilkan agar selera konsumen dapat
terpenuhi. Salah satu komoditi yang banyak dihasilkan adalah karet alam, bahkan
Indonesia pernah menguasai produksi karet terbesar di dunia setelah Thailand pada
tahun 2006. (Adhy Bahar Parhusip, 2008)
Tanaman karet (Hevea Brasiliensi) sebagai bagian dari sub sektor perkebunan
merupakan salah satu budi daya yang strategis dan cukup berperan dalam menunjang
perekonomian nasional. Proses pengolahan karet konvensional yaitu Air Dried Sheet
(ADS) dan Rubber Smoke Sheet (RSS) sedangkan untuk proses pengolahan karet
spesikasi teknis yaitu Standar Indonesia Rubber 3 Lovibond (SIR 3L), Standar
Indonesia Rubber 3 Constan Viscosity (SIR 3 CV) dan Standar Indonesia Rubber 3
Whole Field (SIR 3 WF) membutuhkan asam asetat atau asam format sebagai
penggumpal. Dewasa ini pengaruh tingginya harga dan sulitnya mendapatkan asam
asetat atau asam format sebagai bahan penggumpal lateks yang dianjurkan dalam
proses produksi yang menyebabkan biaya peningkatan biaya pengolahan yang tinggi.
Pada penelitian sebelumnya yang telah dilakukan Oleh Mariani, L. 2001 yaitu
Pengaruh Limbah Cair Cacau Dengan Kelapa Sawit Sebagai Bahan Penggumpal
Lateks Terhadap Sifat Mekanik Karet pada pengujian tegangan putus, perpanjangan
putus, modulus 300%, ketahanan koyak dan kekerasan asam format dapat
disubsitusikan limbah cair cacau 20 %, tetapi sulitnya mencari limbah cacau dari
perusahaan maka peneliti sebelumnya menganjurkan mencari sumber asam yang
mudah didapatkan. Disamping saran tersebut berangkat dari data peneliti sebelumnya
juga perlu memperhatikan ikatan asam yang akan digunakan sebagai penggumpal
karet yang bisa mensubsitusi asam format. Sebelumnya juga telah dilakukan
penelitian dalam penggumpal lateks dan pencegah timbulnya bau busuk karet dengan
2

menggunakan Deorub K. Penelitian ini dilakukan di Balai Penelitian Sembawa –


Pusat Penelitian Karet. Dimana, Deorub K ini berfungsi sebagai antibakteri,
antioksidan, penggumpal, dan bau asap yang khas. Penelitian ini dilakukan oleh M.
Solichin dan A. Anwar, (2006) “Pengaruh Deorub K terhadap pembekuan (pH
larutan, pH bekuan, kecepatan bekuan, kondisi bekuan) dan mutu teknis (Po, PRI,
dan VR) antara Deorub K dan asam semut (format/ asetat) tidak terjadi perbedaan
yang nyata. Perbedaan yang nyata antara Deorub K dan asam semut adalah pada
warna bekuan dan bau yaitu berwarna cokelat dipermukaan sampai abu-abu dan
berbau asap ringan. Untuk karakteristik vulkanisat menunjukkan bahwa torque
modulus dan indeks kecepatan masak (cure rate indeks) dari Deorub K sedikit lebih
tinggi, tetapi waktu masak (cure time) Deorub K lebih cepat sedikit dibandingkan
dengan asam semut, sedangkan waktu scroch sama”.
Sari jeruk nipis (citrus aurantifolia Swingle) merupakan asam organik yang
dapat digunakan sebagai bahan penggumpal lateks, karena Jeruk nipis memiliki
kandungan zat gizi sebanyak 100 gram antara lain energi 37 kal, karbohidrat 12,3%,
protein 0,8 gram, Lemak 0,1 gram, vitamin A 0,1 mg, Vitamin B1 0,04 mg, Vitamin
C 27 mg, kalsium 40 mg, phospor 22 mg, Fe 0,6 mg, Air 86,0 gram. (PKMK
Univeritas Negeri Semarang, 2008). Diatas telah disebutkan penelitian sebelumnya
menggunakan limbah cair cacau dan deorub K sebagai penggumpal lateks, peneliti
ingin mencoba meneliti dengan menggunakan sari jeruk nipis (citrus aurantifolia
Swingle) sebagai penggumpal lateks, sehingga peneliti tertarik untuk meneliti
Pengaruh Campuran Sari Jeruk Nipis Dengan Asam Format Sebagai
Penggumpal Lateks Terhadap Sifat Mekanis Karet.
3

1.2. Batasan Masalah


Dalam hal ini peneliti membatasi masalah yaitu untuk mengetahui
pencampuran sari jeruk nipis (citrus aurantifolia Swingle) pada (0, 10, 20, 30, 40, 50,
60, 70, 80, 90, dan 100) % dengan asam format pada (100, 90, 80, 70, 60, 50, 40, 30,
20, 10, dan 0) % dan pengaruhnya terhadap sifat mekanik karet yaitu pada Tegangan
Putus, Perpanjangan Putus, Modulus 300 %, Ketahanan Koyak Dan Kekerasan.

1.3. Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka permasalahan yang akan
diteliti adalah bagaimana pengaruh penggumpalan lateks dengan menggunakan
campuran sari jeruk nipis (citrus aurantifolia Swingle) pada (0, 10, 20, 30, 40, 50, 60,
70, 80, 90, dan 100) % dengan asam format pada (100, 90, 80, 70, 60, 50, 40, 30, 20,
10, dan 0) % dan bagaimana pengaruhnya terhadap sifat mekanik karet yaitu pada
Tegangan Putus, Perpanjanagan Putus, Modulus 300 %, Ketahanan Koyak Dan
Kekerasan.

1.4. Tujuan Penelitian


Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka tujuan penelitian ini adalah
mengetahui pengaruh campuran sari jeruk nipis (citrus aurantifolia Swingle) pada (0,
10, 20, 30, 40, 50, 60, 70, 80, 90, dan 100) % dengan asam format pada (100, 90, 80,
70, 60, 50, 40, 30, 20, 10, dan 0) % dan mengetahui pengaruhnya terhadap sifat
mekanik karet yaitu pada Tegangan Putus, Perpanjanagan Putus, Modulus 300 %,
Ketahanan Koyak Dan Kekerasan.
4

1.5. Manfaat Penelitian


Manfaat penelitian ini adalah:
1. Pengupayaan pemanfaatan sari jeruk nipis (citrus aurantifolia Swingle)
sebagai pengganti atau subsitusi asam format dalam pengolahan karet
untuk meningkatkan efisiensi biaya pengolahan karet dalam pemanfaatan
potensi dalam negeri.
2. Informasi kepada perusahaan pengolahan karet untuk efisiensi biaya
pengolahan karet.
3. Informasi kepada masyarakat petani jeruk tentang fungsi lain dari sari
jeruk nipis nipis (citrus aurantifolia Swingle) yaitu sebagai penggupal
karet.
5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kerangka Teoritis


2.1.1 Lateks Kebun
Lateks merupakan salah satu bahan baku karet yang dihasilkan dari
perkebunan karet dan mengandung karet (25-45) % karet. Karet dalam lateks berupa
butiran yang sangat halus. Masing-masing butir karet dikelilingi protein dan lipida
serta tersebar dalam serum. Butiran karet bermuatan negatif, sehingga tolak-menolak
dan tidak menggumpal. Karet Alam merupakan suatu polimer dari hidrokarbon
isoprena. Rumus monomer karet alam adalah (C5H8)n. Poliisoprena tersebut
merupakan gabungan dari unit-unit monomer isoprena yang membentuk rantai
panjang dengan jumlah yang sangat banyak. Adapun rumus bangun dari isoprena dan
poliisoprena sebagai berikut :
a. Rumus bangun Isoprena
CH2 == O C == CH2

CH3 H

b. Rumus bangun Poliisoprena


[ - CH – C = C - CH - ]n

CH H

Muatan listrik pada butiran karet dapat ditingkatkan dengan menambah


suatu basa seperti amoniak, sebaliknya penambahan suatu asam akan mengurangi
muatan listrik negatifnya dan lateks akan mengumpal. Bahan penggumpal yang
umum digunakan adalah asam asetat.
6

Komposisi lateks segar secara garis besar dapat dilihat pada tabel di bawah
ini (De boer, 1952):
Tabel 2.1 Komposisi Lateks Segar
Komponen Persentase (%)
Hidrokarbon karet (Cis 12,4 Poliisopropena) 25-45
Karbohidrat 1,0-2,0
Protein dan Senyawa Nitrogen 1,0-1,5
Lipida 1,0-1,5
Senyawa anorganik 0,1-0,5
Air 60-70

Komposisi lateks segar bervariasi tergantung dari jeruk nipis klon, umur
tanaman, musim, sistem, deres dan kondisi tanah. Komposisi lateks tersebut dapat
diubah sesuai dengan pengolahan, contohnya pemberian zat pengawet, pemekatan
dan perlakuan pengolahan lainnya.
2.1.2 Sifat Lateks
Bahan-bahan yang terdapat pada lateks sangat mempengaruhi sifat lateks.
Pada lateks segar (pH netral) adalah: 6,5-7,0. Partikel karet diselubungi oleh protein,
karbohidrat dan lipid yang bermuatan listrik negatif. Apabila senyawa karbohidrat
dirombak oleh mikroba menjadi asam lemak seperti asam format, asam asetat, dan
propionat akan menurunkan pH sekitar 4,5 dan 4,8 partikel karet yang terdapat pada
lateks sehingga dapat menggumpal. Sifat protein inilah yang digunakan sebagai
prinsip penggumpal lateks, yaitu untuk menurunkan pH lateks hingga mencapai titik
isoelektrik.

O O O

R CH C R CH C R CH C

NH2 O NH3+ O NH3 OH

asam amino asam amino muatan asam amino


muatan negatif netral pH>4,7 muatan positif
pH>4,7 (titik isoelektrik) pH>4,7

Gambar 2.1 Reaksi Kesetimbangan Protein


7

2.1.3 Penggumpalan Lateks


Penggumpalan lateks diawali dengan flokulasi yang berinteraksi antara suatu
partikel karet dengan partikel karet lainnya, selanjutnya terjadilah koagulasi.
Penggumpalan atau koagulasi adalah peristiwa penggabungan dua atau lebih dispersi
dalam karet yang terjadi karena rusaknya kemantapan sistem koloid lateks, antara lain
terjadi dengan cara penetralan muatan protein dengan pembubuhan asam sehigga
muatan negatif dan muatan positif lateks seimbang (tercapainya titik isoelektrik).
Penggumpalan dengan cara penetralan muatan dalam lateks dapat juga terjadi
dengan sendirinya akibat kontaminasi dengan mikroba yang terdapat di sekelilingnya.
Mikroba ini merombak senyawa-senyawa yang bukan karet seperti karbohidrat,
protein, atau lipida yang menghasilkan senyawa-senyawa asam lemak eteritis,
misalnya asam format, asam asetat atau asam propionat. Pada umumnya
menggunakan asam format 5 % agar terjadi penggumpalan yang homogen dengan
lateks.
Penggumpalan dengan cara ini adalah penggumpalan cara alamiah,
penggumpalan juga dapat dilakukan dengan pembubuhan larutan elektrolit bermuatan
positif yang dapat menetralkan muatan negatif dari sistem koloid seperti kalsium dan
magnesium. Untuk lebih jelasnya keadaan muatan listrik protein lateks pada bagian
pH dapat dilihat pada gambar 2.2 berikut:

Koagulasi

Muatan (+) daerah (-) daerah


Listrik cair cair

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
pH

Gambar 2.2 Keadaan muatan Lstrik Protein Lateks

2.1.4 Sari Jeruk Nipis


Selain menjadi sirup, air perasan jeruk nipis yang berasa asam menjadi
campuran masakan atau minuman lain, seperti jamu. Pasalnya jeruk nipis tak hanya
bisa menjadi minuman yang menyegarkan, namun juga mengandung khasiat obat.
8

Jeruk nipis (Citrus aurantifolia Swingle) merupakan tumbuhan perdu dengan banyak
cabang. Tanaman ini banyak ditanam di pekarangan dan kebun.
Tingginya bisa mencapai enam meter. Daunnya berbentuk bulat telur dan tiap
daun bertangkai daun. Bunganya berbentuk bintang berwarna putih. Batangnya
berkayu keras, dan biasanya berbuah setelah 2,5 tahun. Buahnya berbentuk bulat
dengan permukaan yang licin, berkulit tipis, dan berwarna hijau kekuningan kalau
sudah tua. Tanaman ini diduga berasal dari daerah India sebelah utara.
Buahnya mengandung banyak air dan vitamin C yang cukup tinggi. Daun,
buah, dan bunganya mengandung minyak terbang. Biasanya jeruk nipis tumbuh
dengan baik di daerah dataran rendah yang banyak terkena sinar matahari. Jeruk nipis
mengandung asam sitrat, asam amino (triptofan, lisin), minyak atsiri (sitral, limonen,
felandren, lemon kamfer, kadinen, gerani-lasetat, linali-lasetat, aktilaldehid,
nnildehid) damar, glikosida, asam sitrun, lemak, kalsium, fosfor, besi, belerang
vitamin B1 dan C.
Rasa jeruk nipis yang asam bisa membantu membersihkan nikotin yang
terdapat pada gigi dan mulut orang yang suka merokok. Dari kandungan berbagai
minyak dan zat di dalamnya, jeruk nipis dimanfaatkan untuk mengatasi disentri,
sembelit, ambeien, haid tak teratur, difteri, jerawat, kepala pusing atau vertigo, suara
serak, batuk, bau badan, menambah nafsu makan, mencegah rambut rontok, ketombe,
flu, demam, terlalu gemuk, amandel, penyakit anyang-anyangan (kencing terasa
sakit), mimisan, dan radang hidung.
Tanaman jeruk adalah tanaman buah tahunan yang berasal dari Asia. Cina
dipercaya sebagai tempat pertama kali jeruk tumbuh. Sejak ratusan tahun yang lalu,
jeruk sudah tumbuh di Indonesia baik secara alami atau dibudidayakan. Tanaman
jeruk yang ada di Indonesia adalah peninggalan orang Belanda yang mendatangkan
jeruk manis dan keprok dari Amerika dan Itali.
(Sehat bersama jeruk nipis, 29 September 2009, http://www.jogjamedianet.com/)
9

Gambar 2.3 Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia, Swingle)

2.1.5 Standart Indonesia Rubber (SIR)


Pengolahan karet spesifikasi teknis dimaksudkan untuk mengubah cara-cara
pengolahan karet konvensional (mutu dikendalikan secara visual). Prinsipnya adalah
usaha menghasilkan karet yang diketahui dan terejamin mutu teknisnya, mempunyai
berat dan ukuran yang seragam, serta ditutup dengan lembaran polyteylen. Diberi
nama karet spesifikasi teknis (Teknically Spesificied Ruber) karena penetapan jenis-
jenis mutunya didasarka pada sifat teknis (Nazzaruddin & Paimin, 1999). Persaingan
karet alam dan karet sintesislah yang merupakan dasar timbulnya jenis karet ini
beberapa pihak pengelola karet mengupayakan perbaikan mutu karet yang sudah
diketahui sifat-sifat teknisnya. Malaysia merupakan pelopor pengolahan karet
spesifikasi teknis ini.
Bedasarkan perbedaan bahan baku yang digunakan untuk pembuatannya,
pengolahan karet spesifikasi teknis dibedakan atas bahan baku lateks kebun dan
koagulum. Karet spesifikasi teknis yang diolah dan bahan baku lateks kebun yaitu,
SIR-3CV, SIR-3L, SIR-3WF dan yang berasal dari koagulum adalah SIR-5, SIR-10,
SIR-20. Standard Indonesia Rubber dengan keputusan menteri perdagangan nomor
184/KP/VI/1988 adalah sebagai berikut ini:
10

Tabel 2.2 Komposisi Bahan Lateks


SIR- SIR- SIR- SIR-
SKEMA SIR-5 SIR 20
3CV 3L 3WI 10
SPESIFIKASI
Kadar kotoran, % maks (b/b) 0,03 0,03 0,03 0,50 0,10 0,20
Kadar abu, % maks (b/b) 0,50 0,50 0,50 0,50 0,75 1,00
Kadar zat menguap, % maks (b/b) 0,80 0,80 0,80 0,80 0,80 0,80
PRI, minimum - 75 75 70 60 50
Po, minimum 30 30 30 30 30 30
Nitrogen,maks (b/b) 0,60 0,60 0,60 0,60 0,60 0,60
ASHT, maks 8 - - - - -
Viskositas mooney *) - - - - -
0
ML (1+4’)100 C
Lovibond, maks - 6 - - - -
Cure rate, menit **) **) **) - - -
**) Informasi curerate diberikan dalam bentuk Rheograph sebagai standart non
mandatory (Ompusunggu, et al, 1995).

2.1.6 Kompon ASTM 3A


Sebelum pengujian sifat fisika dilakukan maka dibuat terlebih dahulu
persiapan contoh yaitu karet mentah diramu dengan perubahan beberapa bahan kimia
untuk mendapatkan kompon karet yang tervulkaniknisasi.
Ada beberapa standard ramuan dalam pembuatan kompon untuk pengujian
sifat fisika karet. Standard ramuan yang dipergunakan bergantung pada tujuan yang
akan dicapai. Bila tujuan pemakaian belum diketahui maka pakai kompon ACS
(Amerika Chemical Society)-1 atau ASTM (American Standar for Testing Material)
1A atau kompon ASTM 3A.
Komposisi kompon ASTM 3A seperti tabel berikut ini:
Tabel 2.3 Standard Kompon ASTM 3A
Bahan Komposisi (bagian massa)
Karet 61,36
ZnO (Penggiat) 3,07
Sulfur (Pemvulkanisasi) 1,84
Asam Stearat (Pelunak) 1,84
MBTS (Pemercepat) 0,61
BHT (Antioksidan) 0,61
Carbon Black (Pengisi) 30,67
(http://www.astm.org/)
11

Bahan-bahan kimia yang diperlukan dalam pembuatan kompon ASTM-3A


meliputi bahan penggiat (aktivator), pemvulkanisasi, Pelunak, Pemercepat, Anti
Oksidan, dan Pengisi.
2.1.6.1 Aktivator (penggiat)
Bahan penggiat berguna untuk menggiatkan bahan pemercepat. Biasanya
bahan penggiat ini adalah oksida-oksida logam seperti: ZnO, MgO, dan PbO. Seng
oksida (ZnO) adalah aktivator yang digunakan didalam semua tipe senyawa karet.
Dosis yang biasanya untuk tujuan ini adalah 3-5 % dari bobot karet dalam jumlah
yang tinggi akan dapat memberikan pengaruh dan memperbaiki konduktifitas panas,
resistansi panas dan tersintesis terhadap koyakan, abrasi dan fleksibilitas, sehingga
mampu meningkatkan kekerasan. Seng oksida (ZnO) sangat penting sebagai
pengawet.
2.1.6.2 Pemvulkanisasi (Vulkanisator)
Vulkanisasi adalah istilah yang digunakan dalam suatu proses dimana karet
mentah dan bahan sejenisnya diperlukan dengan sulfur atau zat kimia lainnya untuk
meningkatkan kekuatan, daya tahan dan kehalusannya untuk layak digunakan secara
komersil. Karet sangat sensitif terhadap perubahan suhu. Dalam cuaca dingin,
lapisannya menjadi keras dan rapuh sedangkan dalam cuaca panas menjadi lebih
kenyal. Goodyears dan Hancock pada tahun 1842 telah menemukan bahwa karet bila
dipanaskan dengan sulfur akan dikonfersikan kedalam bahan elastis tinggi yang tidak
larut dalam pelarut.
Bila karet dicampur dengan 14-18 bagian sulfur maka karet yang
divulkanisasi memiliki kekuatan tensile yang rendah. Dengan 30-50 bagian sulfur,
karet akan menjadi keras dan elongansi menjadi rendah dan kekuatan tensile terus
meningkat. Jumlah maksimum sulfur yang dapat dikombinasikan dengan karet 32 %
dan menghasikan ebonite. Vulkanisasi merupakan proses irreversibel dimana kimia
misalnya: crosslink karet yang mengakibatkan plastis dan lebih tahan terhadap larutan
organik. Pada proses vulkanisasi kompon karet menjadi matang dan produknya
disebut vulkanisat.
12

2.1.6.3 Pelunak (Plastizer)


Bahan pelunak dicampurkan dalam kompon karet dengan tujuan:
1. Memudahkan pencampuran karet dengan bahan mentah
2. Memperoleh kompon yang homogen lebih cepat
3. Mempermudah pemberian betuk
4. Membuat barang jadi karet lebih empuk
Bahan pelunak ini bersifat licin dan mengkilap, contohnya bahan pelunak
adalah asam strearat, parafin wax, resin damar, minyak aromatik, minyak naftenik,
minyak nabati, bitumen, dan terpinus.
2.1.6.4 Pemercepatan (Accelerator)
Fungsi pemercepatan adalah meningkatkan laju vulkanisasi. Dengan
pemercepatan dapat mengurangi waktu vulkanisasi dari beberapa menit pada suhu
tinggi dan rendah. Pengurangan waktu ini sangat penting untuk menghasilkan laju
produksi yang tinggi dan pengurangan investasi modal. Ada dua macam bahan
pemercepat:
1. Bahan pemercepat anorganik, misalnya: karbonat, kapur, timah, natrium,
hidroksida, dan kapur magnesium.
2. Bahan pemercepat organik, yang dapat dikelompokkan kedalam beberapa
golongan antara lain: Thiazolm (MBTS), Guanidin (DPG), Sulfenamida,
Dihidrokarbonat, Thiuram Sulfida (TMTM dan TMTD). MBT adalah
pemercepatan terbaik yang memiliki bau yang tajam, tidak beracun, tidak
larut dalam air tetapi larut dalam alkali, alkohol, eter, dan benzene.
Keunggulan memakai bahan pemercepat:
1. Pemakaian belerang dapat dikurangi
2. Waktu vulkanisasi dapat dipersingkat
3. Vulkanisasi yang dihasilkan sangat baik
2.1.6.5 Antioksidan (Antioxidant)
Batang karet dapat dilindungi dari pengusangan (kerusakan) yang sisebabkan
karena oksigen dan ozon dari udara, maka kedalam kompon karet perlu ditambahkan
antioksidan misalnya seng oksida (ZnO), dan Belerang(S). Penambahan antioksidan
dipelihatkan karena kadar antioksidan yang dimiliki karet cukup rendah. Akibat dari
kekurangan tersebut maka karet akan lebih mudah lengket, lunak, retak ataupun
13

bersifat rapuh. Penambahan antibakteri akan membunuh bakteri didalam lateks dan
bekuan, apabila bakteri tidak berkembang akibatnya adalah tidak terjadi kerusakan
antioksidan dalam bentuk protein (asam-asam amino) sehingga dapat mejaga nilai P0
dan PRI tetap tinggi.
Antibakteri : Asam Format dan Asam Stearat.
Antioksidan : Seng Oksida dan Belerang
2.1.6.6 Pengisi
Bahan pengisi umumnya berbentuk serbuk, ada dua golongan yaitu:
1. Bahan pengisi aktif yaitu suatu bahan pengisi yang dapat memperbaiki sifat
vulkanisat seperti meningkatkan kekerasan, ketahanan koyak, ketahanan
kikis, tegangan putus, dan memperbesar volume. Proses pencampuran
bahan pengisi aktif dalam pembuatan kompon lebi sukar. Bahan pengisi
aktif antara lain: Carbon Black, Magnesium silikat MgO3 dan aluminium
silika.
2. Bahan pengisi tidak aktif yaitu suatu bahan yang berfungsi hanya
memperbesar volume vulkanisat dan dapat menurunkan sifat mekanik,
bahan pengisi tidak aktif antara lain: CaC3, (Kalsiu Karbonat), Kaolin,
MgCO3 (Magnesium Karbonat), BaSO4 (Barium Sulfat), Barit, dan
berbagai jenis tanah liat. (Spilance, James, J, 1989).
Pembagian ini tidak mutlak dan kadang-kadang dipakai istilah bahan setengah
aktif yaitu antara bahan pengisi aktif dan tidak aktif. Derajat keaktifan berhubungan
dengan ukuran partikel dimana ukuran partikel lebih besar dari pada mengurangi
ketahanan pada abrasi, panas timbul, ketahanan koyak, dan ketahanan tarik. Ukuran
partikel bahan pengisi aktif 0,1 - 0,4 µm, sedangkan bahan pengisi tidak aktif sekitar
2 – 10 µm. (Morton, M, 1973).
14

2.1.7 Vulkanisasi Karet


Proses vulkanisasi karet adalah mereaksikan vulkanisator pada mlekul karet
yang masih linear (belum kuat) hingga terjadi ikatan silang antara molekul-molekul
karet hingga menjadi kuat.

CH3 H

C C
+ vulkanisator (S) + Suhu (T1) + Tekanan (T2)
(1400 C -1600 C)
CH2 CH2

Linier

CH2 C C CH2

S S

CH2 C C CH2

CH3 H

Ikatan Silang

Gambar 2.4 Reaksi Ikatan Silang Pada Proses Vulkaisasi Model Karet

Sifat vulkanisasi karet meliputi: waktu perubahan (Scorch Time), waktu


masak optimum (Optimum Cure Time), Kecepatan Masak (Cure Time). Sebelum
karet vulkanisasi perlu diketahui sifat pemasakannya yaitu untuk menentukan
kecepatan masak kompon karet yang tepat agar seluruh molekul karet tervulkanisasi
dengan energi listrik optimum. Alat untuk pengujian sifat vulkanisasi adalah
15

Rheometer dimana hasil pegujian berupa rheometer hubungan waktu dengan torsi
seperti gambar 2.4 (Soewarti Soesono, 1979).

Torsi

Tmaks

T90

Tmin
waktu
t2 Cure Rate T90 (menit)

Gambar 2.5 Rheograph Hubungan Torsi Dengan Waktu Vulkanisasi Hasil


Pengujian Rheometer
Dengan:
Tmin = torsi minimal.
Tmaks = torsi maksimal.
T90 = Tmaks – Tmin.
T2 = waktu penundaan.
t90 = waktu pemasakan optimum.
t90 – t2 = cure rate = waktu kecepatan masak.
torsi = ketahanan karet terhadap gerak osilasi.
Bahan vulkanisator antara lain: selenium (Se), Tellurium (Te), dan Sulfur (S).
Faktor-faktor yang harus diperhatikan selama proses vulkanisasi adalah temperatur
dan waktu masak vulkanisasi (Setyamidjaja, D, 1993).
2.1.8 Sifat Karet yang di uji
2.1.8.1 Plastisitas Awal (Po) dan Plastisitas Retetion Indeks (PRI)
Plastisitas awal (Po) merupakan pengujian terhadap karet yang belum
diusangkan. Semakin tinggi nilai plastisitas awal (P0), maka dalam proses
memastikan dan blending pada pembuatan kompon barang jadi karet membutuhkan
energi yang semakin kecil. Plastisitas Retention Indeks (PRI) merupakan ketahan
karet mentah yang masi tinggal apabila diusangkan yang ditentukan dengan alat
wallace plastimeter. Nilai PRI dipengaruhi P0, dimana nilai P0 dipengaruhi oleh 2
faktor yang berlawanan yaitu
16

1. Kenaikan nilai P0 akibat hardening.


2. Penurunan nilai P0 akibat oksidasi.
Penetapan PRI bertujuan untuk mengukur ketahanan karet mentah terhadap
degradasi oleh oksidasi pada suhu tinggi. Semakin tinggi nilai PRI berarti ketahanan
karet mentah terhadap degradasi akan semakin tinggi yang berarti karet semakin
keras.
Menurut Waston dan Walujono dan kawan-kawan bahwa yang
menyebabakan penurunan nilai PRI adalah:
1. Pengaruh sinar matahari lansung tretutama jika karet dalam keadaan kering.
2. Konsentrasi logam-logam Cu, Mn, dan Fe
3. Perendaman yang berlebihan dalam air
4. Pemanasan yang berlebihan
Pa
PRI   100%.............................................................2.1
Po
Dengan:
Pa = Nilai tengah dari ketiga pengukuran plastisitas setelah pengusangan (lb/in2)
Po = Nilai tengah dari ketiga pengukuran plastisitas awal (lb/in2)
PRI = Nilai plastisitas retention indeks (%).
Bahan penggumpal yang digunakan akan mempengaruhi nilai Po dan PRI
seperti gadung tawas, pupuk TPS memberikan nilai Po dan PRI yang rendah.
Sehinga pemakaian bahan penggumpal ini tidak dianjurkan. PRI dinyatakan dalam
persen.
2.1.8.2 Tegangan Putus (Tensile Strenght)
Tegangan putus adalah besarnya gaya yang dibutuhkan untuk menarik karet
sampai putus dan berbanding terbalik dengan luas penampang karet. Semakin besar
gaya yang diperlukan untuk menarik karet sampai putus semakin besar pula tegangan
putusnya (Roberts, A, P, 1998).
30 mm

F F
A 5 mm
26 mm

100 mm

Gambar 2.6 Contoh Model ASTM D412 Tipe D


17

Besar tegangan putus dapat dihitung dengan rumus sebagai berkut:


F
S  2.2 
A
Dengan :

S  Tegangan putus N m 2 
F  Besarnya gaya karet putus  N 
A  Luas penampang daerah yang diberi garis putus  putus m 2  
Bentuk sample yang sama juga digunakan untuk mengukur perpanjangan
putus dan modulus 300%
2.1.8.3 Perpanjangan Putus (Elongation At Break)
Perpanjangan putus adalah besarnya pertambahan panjang suatu sampel karet
sewaktu ditarik sampai putus (Robert, A, P, 1998).
Perpanjangan dapat dihitung dengan rumus:
l  l0
 x100 %  2.3
l0
  nilai perpanjangan putus % 
l  panjang setelah putus m 
l0  panjang mula  mula m 

44 mm 28 mm

F F
18 mm

100 mm

Gmbar 2.7 Contoh Uji Metode Sudut

2.1.8.4 Modulus 300 %


Modulus adalah besarnya gaya yang dibutuhkan untuk menarik sampel karet
hingga perpanjangan 300 % dari panjang semula (Robert, A, P, 1998), modulus
didefenisikan sebagai perbandingan tegangan regangan yang dapat dihitung dengan
rumus:
18

stress s F A
Modulus     100 %...................................2.4 
strain  l l 0
F  Gaya  N 
A  Luas Penampang m 2  
l  Perubahan Panjang m 
l0  Panjang mula  mula m 
2.1.8.5 Ketahanan Koyak (Tear Resistance)
Ketahanan koyak adalah besarnya gaya yang diperlukan untuk megoyak
contoh uji pada ketebalan tertentu (Roberts, A, P, 1998).
Nilai ketahanan koyak dapat dihitung dengan rumus:
F
TR   2.5
A
dengan :
TR  Ketahanan Koyak N  m 2

F  Gaya  N 
A  Luas penampang daerah yang dibatasi dengan garis putus  putus m 2  
2.1.8.6 Kekerasan (Hardenes)
Kekerasan didefenisikan sebagai ketahanan suatu karet terhadap penetrasi.
Pengukuran kekerasan adalah untuk memperoleh nilai modulus elastis karet dengan
menentukan ketahanannya terhadap identor (penetrasi) yang diberikan gaya.
Beberapa cara pengukuran kekerasan yang dilakukan dibedakan atas identior yang
digunakan seperti identor bola, jung plat silinder, dan identor kerucut.
19

2.2 Kerangka Konseptual


Lateks kebun disaring dengan saringan 40/60 mesh, kemudian dilakukan
perlakuan penggumpalan untuk masing-masing variasi campuran Sari Jeruk Nipis (0,
10, 20, 30, 40, 50, 60, 70, 80, 90, 100)% terhadap asam format (100, 90, 80, 70, 60,
50, 40, 30, 20, 10, 0)%. dengan kode N0, N1, N2, N3, N4, N5, N6, N7, N8, N9, N10.
Perlakuan penggumpalan yang dilakukan dengan penambahan sedikit demi sedikit
bahan penggumpal kedalam ember yang berisi lateks sambil diaduk sampai pH lateks
berkisar 4,4 - 4,7 (titik isoelektrik). Penggumpalan yang sempurna ditandai dengan
warna serum jernih. Setiap perlakuan dibiarkan selama 24 jam sehingga berbentuk
koagulum yang kokoh, kemudian koagulum dari setiap perlakuan digiling dengan
creper sebanyak 6 kali hingga terbentuk lembaran krep, selanjutnya dikeringkan
dioven pada suhu 700 C selama 24 jam. Lembaran crep kering setelah dingin
dimasukkan kedalam kantongan plastik.
Dilakukan pengujian dari setiap perlakuan, pengujian sifat teknis yaitu P0 dan
PRI, pengujian sifat vulkanisasi, pengujian sifat mekanis yaitu: tegangan putus,
perpanjangan putus, modulus 300%, ketahanan sobek, kekerasan diambil contoh
karet sekitar 25 gram digiling dengan gilingan pada Laboratorium sebanyak 3 kali
dengan ketebalan 3,2 – 3,6 mm, kemudian dipotong dengan alat wallace punch
sebanyak 6 potong uji dengan diameter 13 mm, Untuk pengukuran plastisitas awal
(Po) diambil potongan uji (1) sedangkan potongan uji (2) untuk pengukuran setelah
penugasan (PRI). Potongan uji (2) diletakkan diatas baki dan simasukkan kedalam
oven bersuhu 1400 C selama 30 menit. Sementara potongan uji (2) diusangkan,
potongan uji (1) diukur plastisitasnya. Potongan uji (1) sebanyak 3 buah diletakkan
satu persatu diantara dua lembar kertas sigaret TST yang berukuran 35 x 40 mm,
kemudian diletakkan diatas piringan plastimeter, lalu piringan tersebut ditutup dan
lampu menyala. Kemudian piringan bawah plastimeter akan bergerak keatas selama
15 detik dan menekan piringan atas. Setelah ketukan kedua terdengar, jarum
mikrometer akan berhenti pada angka yang merupakan nilai plastisitas karet. Setelah
lampu mati plastimeter di buka, potongan uji dikeluarkan dan dimasukan kembali
potongan uji selanjutnya. Potongan uji (2) setelah pengusangan dilakukan
pengukuran dengan cara yang sama sehingga diperoleh nilai plastisitas setelah
pengusangan (Pa). Tiga potongan uji dari setiap contoh diambil rata-ratanya dan
20

dibulatkan. Sebelum dilakukan pencampuran dengan bahan kimia dilakukan plastisasi


karet dengan cara menggiling dengan alat open mill selama 2 menit dengan celah roll
1,65 mm, pencampuran dengan bahan kimia dilakukan selama 4 menit dengan
memperkecil celah roll menjadi 0,33 mm. Kecepatan rol giling dibuat bebeda agar
terjadi pencampuran yang homogen antara karet dengan bahan vulkanisator (bahan
kimia). Bahan kimia tersebut ditambahkan pada karet satu persatu dengan urutan
sebagai berikut: Asam stearat, ZnO, MBTS, BHT, Carbon Black dan yang terakhir
adalah sulphur, guna mencegah terjadinya pravulkanisasi. Proses pencampuran
kompon dengan cara memotong kompon dari ujung sisi gilingan, digulung kemudian
digiling kembali hingga homogen.
Kompon yang telah selesai dibuat dalam bentuk lembaran dan dikeluarkan
dari gilingan dan masing-masing kompon dimasukkan kedalam kantong plastik dan
diberi label sesuai dengan kode sampel, lalu dibiarkan selama 24 jam kedalam
kulkas.Sebelum proses vulkanisasi, dilakukan pengujian sifat vulkanisasi dengan
menggunakan Rheometer Monsanto 100. Kompon yang akan diuji digunting dengan
ukuran 35 x 35 mm dengan bobot sekitar 9 (sembilan) gram sesuai dengan ukuran
cakram rotor Rheometer. Alat pencatat terlebih dahulu diuji apakah bekerja dengan
baik. Selanjutnya kertas grafik diletakkan di alat pencatat dan pena alat pencatat diset
sampai mengenai kertas gerafik. Contoh diuji diletakan di pelat (lempeng) yang
berbentuk cakram tempat potongan uji pada Rheometer, diberi beban dan ditutup.
Pengujian mulai dilakukan dengan menghidupkan rotor dan menggaktifkan alat
pencatat. Pengujian dihentikan setelah grafik mencapai garis maksimum dengan
menekan tombol off. Dari gerafik hubungan torsi dengan waktu dapat dibaca waktu
penundaan (t2) dan waktu pemasakan 90 % (t90). Sehingga kita dapat mrnentukan
waktu kecepatan masak (cure rate) sesuai dengan hasil pengujian Rheometer, hingga
dihasilkan lembaran vulkanisat denagan panjang 145 mm, lebar 147 mm dan tebal 2
mm. Setiap Vulkanisat sesuai dengan perlakuan diberi kode N0, N1, N2, N3, N4, N5,
N6, N7 N8, N9, dan N10 karet setiap perlakuan diuji sifat mekaniknya yaitu: Tegangan
putus, Perpanjangan Putus Modulus, Ketahanan Koyak, dan Kekerasan. Pengujian
Tegangan Tarik, Perpanjangan Putus dan Modulus dilakukan secara besama dengan
satu contoh uji menggunakan alat Tensiometer Monsanto T-10 yang mempunyai
kecepatan tarik 500 mm/menit. Sampel dipotong sesuai dengan model ASTM D412
21

Tipe D. Contoh uji tarik diantara dua jepitan dengan arah vertikal. Penjepit sampel
dipilih yang tidak memberikan gesekan besar terhadap sampel, dan daya jepitan akan
naik apabila beban bertambah. Arah tarikan dari penjepit harus berada dalam satu
garis lurus searah dengan sampel. Hasil pengukuran Tegangan Putus, Perpanjangan
Putus, Modulus 300 % dapat dibaca pada printer recorder Tensimeter 10. Pengujian
ketahanan koyak dilakukan dengan alat Tensiometer Monsanto T-10 dengan bentuk
contoh uji model sudut seperti Gambar 2.6. contoh uji ditarik diantara dua jepitan alat
dengan kecepatan 500 mm/ menit hingga contoh uji koyak. Hasil pengujian dapat
dibaca pada printer recorder Tensiometer – 10. Sampel disiapkan dengan cara yang
rata dan tebalnya minimum 2 mm alat yang digunakan adalah Shore Durometer Type
A. Prinsip kerja alat Shore A adalah pengukuran dengan penetrasi jarum alat
pengukuran dengan penetrasi jarum alat pengukur dengan beban tetap terhadap
vulkanisat karet.
Conto uji vulkanisat ditekan pen penusuk dan pen tersebut bereaksi, karet
memberikan tekanan balik pada pen penusuk dan pen tersebut menekan kembali ke
alat pengukur. Makin keras contoh karet, maka makin besar tenaga yang diperlukan.
Pada waktu jarum menonjol maksimum maka jarum menunjukkan angka nol,
sedangkan pada posisi jarm sejajar dengan kaki penekan jarum akan menunjukkan
angka 100. karena ada perlawanan dari sampel sehingga menekan jarum yang
mengakibatkan jarum berputar dan skala menunjukkan angka nilai kekerasan karet.
22

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Tempat Penelitian


Penelitian ini akan dilaksanakan diLaboratorium Teknologi Pusat Penelitian
Karet Sungai Putih, Medan

3.2. Alat dan Bahan Penelitian


Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
Tabel 3.1. Alat dan bahan
Alat Bahan
Open Mill Lateks Kebun
Oven Sari Jeruk
Pencatat Waktu Asam Format
Plastimeter Wallace Asam Strearat (C17H35COOH)
Creper Butilated Hidroksi Toulen (BHT)
Timbangan Analitik Seng Okida (ZnO)
Tensiometer – 10 Belerang (S)
Durometer Type – A
Rheometer
Gelas Ukur
Alat Pemotong (Pisau/Gunting)
Kantong Plastik
Lempeng Aluminium

3.3. Prosedur Penelitian


3.3.1. Pelaksanaan Penelitian
Lateks kebun disaring dengan saringan 40/60 mesh, kemudian dilakukan
perlakuan penggumpalan untuk masing-masing variasi campuran sari jeruk dan asam
format dengan kode N0, N1, N2, N3, N4, N5, N6, N7, N8, N9, N10. Perlakuan
penggumpalan yang dilakukan dengan penambahan sedikit demi sedikit bahan
penggumpal kedalam ember yang berisi lateks sambil diaduk sampai pH lateks
berkisar 4,4 - 4,7 (titik isoelektrik). Penggumpalan yang sempurna ditandai dengan
warna serum jernih. Setiap perlakuan dibiarkan selama 24 jam sehingga berbentuk
koagulum yang kokoh. Koagulum dari setiap perlakuan digiling dengan creper
sebanyak 6 kali hingga terbentuk lembaran krep. Lebaran crep selanjutnya
23

dikeringkan dioven pada suhu 700 C selama 24 jam. Lembaran crep kering setelah
dingin dimasukkan kedalam kantongan plastik.
Pengujian yang dilakukan dari setiap perlakuan adalah pengujian sifat teknis
yaitu P0 dan PRI, pengujian sifat vulkanisasi, pengujian sifat mekanis yaitu: tegangan
putus, perpanjangan putus, modulus 300%, ketahanan sobek, kekerasan.
3.3.2. Pengujian Sifat Teknis Penetapan Plastisitas Awal (Po) dan Plastisitas
Retention Indeks (PRI)
Contoh karet sekitar 25 gram digiling dengan gilingan pada Laboratorium
sebanyak 3 kali dengan ketebalan 3,2 – 3,6 mm. Kemudian lembaran karet tersebut
dipotong dengan alat wallace punch sebanyak 6 potong uji dengan diameter 13 mm,
seperti terlihat dalam gambar.

1 2 1

2 1 2

Gambar 3.1 Potongan uji Penetapan P0 dan PRI

Untuk pengukuran plastisitas awal (Po) diambil potongan uji (1) sedangkan
potongan uji (2) untukm pengukuran setelah penugasan (PRI). Potongan uji (2)
diletakkan diatas baki dan simasukkan kedalam oven bersuhu 1400 C selama 30
menit. Sementara potongan uji (2) diusangkan, potongan uji (1) diukur plastisitasnya.
Potongan uji (1) sebanyak 3 buah diletakkan satu persatu diantara dua lembar kertas
sigaret TST yang berukuran 35 x 40 mm, kemudian diletakkan diatas piringan
plastimeter, lalu piringan tersebut dittup dan lampu menyala. Kemudian piringan
bawah plastimeter akan bergerak keatas selama 15 detik dan menekan piringan atas.
Setelah ketukan kedua terdengar, jarum mikrometer akan berhenti pada angka yang
merupakan nilai plastisitas karet. Setelah lampu mati plastimeter di buka, potongan
uji dikeluarkan dan dimasukan kembali potongan uji selanjutnya.
Potongan uji (2) setelah pengusangan dilakukan pengukuran dengan cara
yang sama sehingga diperoleh nilai plastisitas setelah pengusangan (Pa). Tiga
24

potongan uji dari setiap contoh diambil rata-ratanya dan dibulatkan. Nilai PRI dapat
diperoleh dengan menggunakan rumus (2.1).
3.3.3. Pembuatan Kompon
Sebelum dilakukan pencampuran dengan bahan kimia, contoh karet terlebih
dahulu dilakukan plastisasi karet dengan cara menggiling dengan alat open mill
selama 2 menit dengan celah roll 1,65 mm, pencampuran dengan bahan kimia
dilakukan selama 4 menit dengan memperkecil celah roll menjadi 0,33 mm.

Gambar 3.2 Alat Gilingan Terbuka (Open Mill)

Keterangan:
Kecepatan rol depan = 24 Putaran Permenit
Kecepatan rol belakang = 30 Putaran Permenit

Kecepatan rol giling dibuat bebeda agar terjadi pencampuran yang homogen
antara karet dengan bahan vulkanisator (Bahan Kimia). Bahan kimia tersebut
ditambahkan pada karet satu persatu dengan urutan sebagai berikut: Asam stearat,
ZnO, MBTS, BHT, Carbon Black dan yang terakhir adalah sulphur guna mencegah
terjadinya pravulkanisasi. Proses pencampuran kompon dengan cara memotong
kompon dari ujung sisi gilingan, digulung kemudian digiling kembali hingga
homogen.
Kompon yang telah selesai dibuat dalam bentuk lembaran dan dikeluarkan
dari gilingan dan masing-masing kompo dimasukkan kedalam kantong plastic dan
diberi label sesuai dengan kode sampel, lalu dibiarkan selama 24 jam kedalam kulkas.
25

3.3.4. Pengujian Sifat Vulkanisasi


Sebelum proses vulkanisasi, dilakukan pengujian sifat vulkanisasi dengan
menggunakan Rheometer Monsanto 100. Hasil pengujian berupa grafik.

Gambar 3.3 Rheometer Monsanto 100 dan Recordernya

Kompon yang akan diuji digunting dengan ukuran 35 x 35 mm dengan bobot


sekitar 9 (sembilan) gram sesuai dengan ukuran cakram rotor Rheometer. Alat
pencatat terlebih dahulu diuji apakah bekerja dengan baik. Selanjutnya kertas grafik
diletakkan di alat pencatat dan pena alat pencatat diset sampai mengenai kertas
gerafik. Contoh diuji diletakan di pelat (lempeng) yang berbentuk cakram tempat
potongan uji pada Rheometer, diberi beban dan ditutup. Pengujian mulai dilakukan
dengan menghidupkan rotor dan menggaktifkan alat pencatat. Pengujian dihentikan
setelah grafik mencapai garis maksimum dengan menekan tombol off. Dari gerafik
hubungan torsi dengan waktu dapat dibaca waktu penundaan (t2) dan waktu
pemasakan 90 % (t90). Sehingga kita dapat mrnentukan waktu kecepatan masak (cure
rate) sesuai dengan hasil pengujian Rheometer, hingga dihasilkan lembaran
vulkanisat denagan panjang 145 mm, lebar 147 mm dan tebal 2 mm. Setiap
Vulkanisat sesuai dengan perlakuan diberi kode N0, N1, N2, N3, N4, N5, N6, N7 N8, N9,
dan N10 karet setiap perlakuan diuji sifat mekaniknya yaitu: Tegangan putus,
Perpanjangan Putus Modulus, Ketahanan Koyak, dan Kekerasan.
3.3.5. Pengujian Tegangan Putus (Tensile Strength), Perpanjangan Putus
(Elongation at Break), dan Modulus.
Pengujian Tegangan Tarik, Perpanjangan Putus dan Modulus dilakukan
secara besama dengan satu contoh uji menggunakan alat Tensiometer Monsanto T-10
yang mempunyai kecepatan tarik 500 mm/menit. Sampel dipotong sesuai dengan
model ASTM D412 Tipe D (Gambar 2.5). Contoh uji tarik diantara dua jepitan
dengan arah vertikal. Penjepit sampel dipilih yang tidak memberikan gesekan besar
26

terhadap sampel, dan daya jepitan akan naik apabila beban bertambah. Arah tarikan
dari penjepit harus berada dalam satu garis lurus searah dengan sampel. Hasil
pengukuran Tegangan Putus, Perpanjangan Putus, Modulus 300 % dapat dibaca pada
printer recorder Tensimeter 10.
3.3.6. Pengujian Ketahanan Koyak
Pengujian ketahanan koyak dilakukan dengan alat Tensiometer Monsanto
T-10 dengan bentuk contoh uji model sudut seperti Gambar 2.6. contoh uji ditarik
diantara dua jepitan alat dengan kecepatan 500 mm/ menit hingga contoh uji koyak.
Hasil pengujian dapat dibaca pada printer recorder Tensiometer – 10.
3.3.7. Pengujian Kekerasan
Sampel disiapkan dengan cara yang rata dan tebalnya minimum 2 mm alat
yang digunakan adalah Shore Durometer Type A. Prinsip kerja alat Shore A adalah
pengukuran dengan penetrasi jarum alat pengukuran dengan penetrasi jarum alat
pengukur dengan beban tetap terhadap vulkanisat karet.
Conto uji vulkanisat ditekan pen penusuk dan pen tersebut bereaksi, karet
memberikan tekanan balik pada pen penusuk dan pen tersebut menekan kembali ke
alat pengukur. Makin keras contoh karet, maka makin besar tenaga yang diperlukan.
Pada alat terdapat:
a. Skala 0-100 beserta jarum petunjuknya.
b. Pena tumpul yang menonjol 1/10 inchi (2.5 ±0.04 mm).
c. Jarum penunjuk membaca besarnya bagian pena yang menonjol dari kaki.
d. Penekan sebagai nilai dari kekerasannya.
Pada waktu jarum menonjol maksimum maka jarum menunjukkan angka nol,
sedangkan pada posisi jarm sejajar dengan kaki penekan jarum akan menunjukkan
angka 100. karena ada perlawanan dari sampel sehingga menekan jarum yang
mengakibatkan jarum berputar dan skala menunjukkan angka nilai kekerasan karet.
27

3.4. Tenik Analisis Data


Penelitian ini dilakukan dengan metode pengujian sifat fisika untuk
mengetahui hubungan antara pengaruh sari jeruk terhadap sifat mekanik karet,
pengujian hipotesis dilakukan dengan analisa model regresi linear (R2). Pembuatan
tabel analisis data dapat dilihat seperti tabel 3.4 berikut:
Tabel 3.2 Analisis Data Hasil Penelitian
Kode Perlakuan (%)
Sampel Po PRI ST OCT CR TS EB M- TR H
Asam Sari (Nm- (Nm- (menit) (menit) (menit) (MPa) (%) 300% (MPa) (MPa)
2 2
Format Jeruk ) ) (MPa)
N0 0 100
N1 10 90
N2 20 80
N3 30 70
N4 40 60
N5 50 50
N6 60 40
N7 70 30
N8 80 20
N9 90 10
N10 100 0
Keterangan :
Po = Nilai Tengah Dari Ketiga Pengukuran Plastisitas Awal
PRI = Plastisitas Rotention Indeks
ST = Scorch Time ( waktu penundaan)
OCT = Optimal Cure Time (waktu masak optimum)
TS = Tensil Strenght (tegangan putus)
EB = Elongation of break ( perpanjangan putus)
M-300 % = Modulus 300%
TR = Tear Strenght (ketahanan koyak)
H = Hardness (kekerasan)
28

3.5. Tahapan Penelitian (Diagram Alir Penelitian).

Lateks Kebun

N0 (100 % Asam Format + Sari Jeruk 0 %),N1 (90 % Asam Format + Sari Jeruk 10 %),
N2 (80 % Asam Format + Sari Jeruk 20 %), N3 (70 % Asam Format + Sari Jeruk 30 %),
N4 (60 % Asam Format + Sari Jeruk 40 %), N5 (50 % Asam Format + Sari Jeruk 50 %),
N6 (40 % Asam Format + Sari Jeruk 60 %), N7 (30 % Asam Format + Sari Jeruk 70 %),
N8 (20 % Asam Format + Sari Jeruk 80 %), N9 (10 % Asam Format + Sari Jeruk 90 %),
N10 (0 % Asam Format + Sari Jeruk 100 %),.

Koagulum

Digiling Creper 6 kali

Dikeringkan dioven 700 C selama 24 jam

Kompon
ASTM 3A

Uji sifat vulkanisasi dengan alat


Rheometer Monsanto 100
PengujianSifat Teknis
Penetapan Po dan PRI

Vulkanisasi

Vulkanisat

Pengujian Sifat Mekanik: Tegangan Putus, Perpanjangan Putus,


Modulus 300 %, Ketahanan Koyak, Kekerasan

Hasil dan Pembahasan

Kesimpulan
29

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
Hasil penelitian pengaruh campuran sari jeruk nipis dan asam format
sebagai bahan penggumpal lateks terhadap sifat mekanis karet seperti pada tabel
4.1. Sampel yang diteliti hádala sampel yang telah berbentuk kompon ASTM 3A
yang merupakan penggumpalan lateks dengan campuran asam format dan sari
jeruk nipis.
Tabel 4.1. Hasil pengujian pengaruh campuran sari jeruk nipis dan asam
format sebagai bahan penggumpal lateks terhadap sifat
mekanis karet.
Kode Perlakuan (%)
Sampel Po PRI ST OCT CR TS EB M-300% TR
(Nm-2) (Nm-2) (mnt) (mnt) (mnt) (MPa) (%) (MPa) (MPa)
Asam Sari Jeruk
Format Nipis
N0 0 100 44 54,54 0.77 2.05 1.37 24.75 482.33 13.38 24,24
N1 10 90 43 55,81 0.70 2.03 1.33 25.29 490.33 13.35 37,28
N2 20 80 40 75,00 0.68 2.01 1.30 20.26 470.33 11.70 36,42
N3 30 70 42 75,50 0.80 1.98 1.33 27.41 536.67 12.66 31,57
N4 40 60 39 75,35 0.65 1.96 1.17 27.85 572.33 11.41 28,25
N5 50 50 40 72,50 0.63 1.93 1.27 21.59 414.33 14.06 29,20
N6 60 40 39 71,79 0.57 1.43 1.25 24.86 499.00 12.62 28,12
N7 70 30 35 71,42 0.65 1.96 1.17 26.98 535.33 12.55 32,68
N8 80 20 37 72,97 0.63 1.93 1.27 26.39 529.00 12.39 30,08
N9 90 10 34 72,22 0.57 1.43 1.25 24.37 485.67 12.62 23,90
N10 100 0 36 70,00 0.77 2.05 1.37 24.78 463.00 14.33 28,76

Keterangan :
Po = Plastisitas Awal
PRI = Plastisitas Rotention Indeks
ST = Scorch Time (waktu penundaan)
CR = Cure Time (kecepatan masak)
OCT = Optimal Cure Time (waktu masak optimum)
TS = Tensil Strenght (tegangan putus)
EB = Elongation of Break (perpanjangan putus)
TR = Tear Strenght (ketahanan koyak)
H = Hardness (kekerasan)
30

4.1.1 Plastisitas Awal (Po)


Hubungan nilai Plastisitas awal terhadap karet dengan variasi campuran
asam format dan sari jeruk nipis ditunjukkan pada tabel 4.2. dan gambar 4.1.
Tabel 4.2. Hasil pengujian Plastisitas Awal (Po)
Perlakuan (mL)
Plastisitas Awal (Po)
Kode Sampel
(Nm-2)
Asam Format Sari Jeruk Nipis
N0 0 100 44
N1 10 90 43
N2 20 80 40
N3 30 70 42
N4 40 60 39
N5 50 50 40
N6 60 40 39
N7 70 30 35
N8 80 20 37
N9 90 10 34
N10 100 0 36

Grafik Hubungan Antara Campuran Asam Format dan Sari Jeruk


Nipis Terhadap Plastisitas Awal (Po)

50
Plastisitas Awal (Po)
dalam (Nm^-2)

40
30
20
10
0
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 Sari Jeruk Nipis
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Asam Format 5 %

Campuran Asam Format dan Sari Jeruk Nipis dalam (mL)

Gambar 4.1 Grafik hubungan antara Campuran Asam Format dan Sari
Jeruk Nipis-Vs-Plastisitas Awal (Po)

Dengan :
X : Campuran Asam Format dan Sari Jeruk Nipis
Y : Plastisitas Awal (Po)
31

4.1.2 Plastisitas Rotention Indeks (PRI)


Hubungan nilai Plastisitas Rotention Indeks terhadap karet dengan variasi
campuran asam format dan sari jeruk nipis ditunjukkan pada tabel 4.3. dan
gambar 4.2.
Tabel 4.3 Hasil Pengujian Plastisitas Rotention Indeks (PRI)

Perlakuan (mL)
Kode Sampel Plastisitas Rotention Indeks (PRI)
Asam Format 5 % Sari Jeruk Nipis ( Nm-2)

N0 0 100 54,54
N1 10 90 55,81
N2 20 80 75,00
N3 30 70 75,50
N4 40 60 75,35
N5 50 50 72,50
N6 60 40 71,79
N7 70 30 71,42
N8 80 20 72,97
N9 90 10 72,22
N10 100 0 70,00

Grafik Hubungan Antara Campuran Asam Format dan Sari Jeruk


Nipis Terhadap Plastisitas Rotention Indeks (PRI)
Plastisitas Rotention Indeks

80
70
dalam (Nm^-2)

60
50
(PRI)

40
30
20
10
0
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 Sari Jeruk Nipis

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Asam Format 5 %

Campuran Asam Format dan Sari Jeruk Nipis dalam (mL)

Gambar 4.2 Grafik hubungan antara Campuran Asam Format dan Sari
Jeruk Nipis-Vs-Plastisitas Rotention Indeks (PRI).

Dengan :
X : Campuran Asam Format dan Sari jeruk Nipis
Y : Plastisitas Rotention Indeks (PRI)
32

4.1.3 Waktu Penundaan/ Scorch Time (ST)


Hubungan nilai waktu penundaan terhadap karet dengan variasi campuran
asam format dan sari jeruk nipis ditunjukkan pada pada tabel 4.4. dan gambar 4.3.
Tabel 4.4. Hasil Pengujian Waktu Penundaan

Perlakuan (mL)
Waktu Penundaan/
Kode Sampel
Scorch Time (ST)
Asam Format 5 % Sari Jeruk Nipis (menit)
N0 0 100 0.77
N1 10 90 0.70
N2 20 80 0.68
N3 30 70 0.80
N4 40 60 0.65
N5 50 50 0.63
N6 60 40 0.57
N7 70 30 0.65
N8 80 20 0.63
N9 90 10 0.57
N10 100 0 0.77

Grafik Hubungan Antara Campuran Asam Format dan Sari Jeruk


Nipis Terhadap Waktu Penundaan/ Scorch Time (ST)
Waktu Penundaan/Scorch

0.9
0.8
dalam (menit)

0.7
Time (ST)

0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 Sari Jeruk Nipis

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Asam Format 5 %

Campuran Asam Format dan Sari Jeruk Nipis dalam (mL)

Gambar 4.3 Grafik hubungan antara Campuran Asam Format dan Sari
Jeruk Nipis-Vs-Waktu Penundaan/ Scorch Time (ST).

Dengan :
X : Campuran Asam Format dan Sari Jeruk Nipis
Y : Waktu Penundaan/ Scorch Time (ST)
33

4.1.4 Waktu Masak Optimum/ Optimal Cure Time (OCT)


Hubungan nilai waktu masak optimal terhadap karet dengan variasi
campuran asam format dan sari jeruk nipis ditunjukkan pada pada tabel 4.5. dan
gambar 4.4.
Tabel 4.5. Hasil Pengujian Waktu Masak Optimum/ Optimal Cure Time
(OCT)

Perlakuan (mL)
Waktu Masak Optimum/
Kode Sampel
Optimal Cure Time (OCT)
Asam Format 5 % Sari Jeruk Nipis (menit)
N0 0 100 2.05
N1 10 90 2.03
N2 20 80 2.01
N3 30 70 1.98
N4 40 60 1.96
N5 50 50 1.93
N6 60 40 1.43
N7 70 30 1.96
N8 80 20 1.93
N9 90 10 1.43
N10 100 0 2.05

Grafik Hubungan Antara Campuran Asam Format dan Sari Jeruk


Nipis Terhadap Waktu Masak Optimal/
Optimum Cure Time (OCT)
Waktu Masak Optimal/

2.5
Optimum Cure

2
dalam (menit)
Time (OCT)

1.5

0.5

0
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 Sari Jeruk Nipis
Asam Format 5 %
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

Campuran Asam Format dan S ari Jeruk Nipis dalam (mL)

Gambar 4.4. Grafik hubungan antara Campuran Asam Format dan Sari
Jeruk Nipis -Vs-Waktu Masak Optimal/ Optimum Cure Time (OCT).

Dengan :
X : Campuran Asam Format dan Sari Jeruk Nipis
Y : Waktu Masak Optimal/ Optimun Cure Time (OCT)
34

4.1.5 Kecepatan Masak/ Cure Time (CT)


Hubungan nilai kecepatan masak terhadap karet dengan variasi campuran
asam format dan sari jeruk nipis ditunjukkan pada tabel 4.6. dan gambar 4.5.
Tabel 4.6. Hasil Pengujian Kecepatan Masak/ Cure Time (CT)

Perlakuan (mL)
Kecepatan Masak/
Kode Sampel
Cure Time (CT)
Asam Format 5 % Sari Jeruk Nipis (menit)
N0 0 100 1.37
N1 10 90 1.33
N2 20 80 1.30
N3 30 70 1.33
N4 40 60 1.17
N5 50 50 1.27
N6 60 40 1.25
N7 70 30 1.17
N8 80 20 1.27
N9 90 10 1.25
N10 100 0 1.37

Grafik Hubungan Antara Campuran Asam Format dan Sari Jeruk


Nipis Terhadap Kecepatan Masak/ Cure Time (CT)
Cure Time (CT) dalam

1.4
Kecepatan Masak/

1.35
1.3
(menit)

1.25
1.2
1.15
1.1
1.05
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 Sari Jeruk Nipis

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Asam Format 5 %

Campuran Asam Format dan Sari Jeruk Nipis dalam (mL)

Gambar 4.5 Grafik hubungan antara Camuran Asam Format dan Sari
Jeruk Nipis-Vs-Kecepatan Masak/ Cure Time (CT).

Dengan :
X : Campuran asam format dan sari jeruk nipis
Y : Kecepatan Masak/ Cure Time (CT)
35

4.1.6 Tegangan Putus/ Tensile Strength (TS)


Hubungan nilai tegangan putus terhadap karet dengan variasi campuran
asam format dan sari jeruk nipis ditunjukkan pada tabel 4.7. dan gambar 4.6.
Tabel 4.7. Hasil Pengujian Tegangan Putus/ Tensile Strength (TS)

Perlakuan (mL)
Tegangan Putus/
Kode
Asam Tensile Strength
Sampel Sari Jeruk
Format 5 (TS) (%)
Nipis
%
N0 0 100 24,75
N1 10 90 25,29
N2 20 80 20,26
N3 30 70 27,41
N4 40 60 27,85
N5 50 50 21,59
N6 60 40 24,86
N7 70 30 26,98
N8 80 20 26,39
N9 90 10 24,37
N10 100 0 24,78

Grafik Hubungan Antara Campuran Asam Format dan Sari Jeruk


Nipis Terhadap Tegangan Putus/ Tensile Strength(TS) dalam (%)
Strength (TS) dalam (%)
Tegangan Putus/ Tensile

30
25
20
15
10
5
0
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 Sari Jeruk Nipis
Asam Format 5 %
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

Campuran Asam Format dan Sari Jeruk Nipis dalam (mL)

Gambar 4.6 Grafik hubungan antara Campuran Asam Format dan Sari
Jerulk Nipis-Vs- Tegangan Putus/ Tensile Strength (TS).

Dengan :
X : Campuran asam format dan sari jeruk nipis
Y : Tegangan Putus/ Tensile Strength (TR)
36

4.1.7 Perpanjangan Putus/ Elongation Break (EB)


Hubungan nilai perpanjangan putus terhadap karet dengan variasi
campuran asam format dan sari jeruk nipis ditunjukkan tabel 4.8. dan gambar 4.7.
Tabel 4.8. Hasil Pengujian Perpanjangan Putus

Perlakuan (mL)
Perpanjangan Putus/
Kode
Asam Sari Elongation Break
Sampel
Format 5 Jeruk (EB) (dalam %)
% Nipis
N0 0 100 482.33
N1 10 90 490.33
N2 20 80 470.33
N3 30 70 536.67
N4 40 60 572.33
N5 50 50 414.33
N6 60 40 499.00
N7 70 30 535.33
N8 80 20 529.00
N9 90 10 485.67
N10 100 0 463.00

Grafik Hubungan Antara Campuran Asam Format dan Sari Jeruk


Nipis Terhadap Perpanjangan Putus/ Elongation Break (EB) dalam
(%)
Elongation Break (EB)

700
Perpanjangan Putus/

600
500
dalam (%)

400
300
200
100
0
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 Sari Jeruk Nipis
Asam Format 5 %
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

Campuran Asam Format dan Sari Jeruk Nipis dalam (mL)

Gambar 4.7. Grafik hubungan antara Campuran Asam Format dan Sari
Jeruk Nipis-Vs- Perpanjangan Putus/ Elongation Break (EB).

Dengan :
X : Campuran asam format dan sari jeruk nipis
Y : Perpanjangan Putus/ Elongation Break (EB)
37

4.1.8 Modulus 300%


Hubungan nilai modulus 300% terhadap karet dengan variasi campuran
asam format dan sari jeruk nipis ditunjukkan pada tabel 4.9. dan gambar 4.8.
Tabel 4.9. Hasil Pengujian Modulus 300%

Perlakuan (mL)
Kode
Asam Sari Modulus 300 %
Sampel
Format Jeruk (MPa)
5% Nipis
N0 0 100 13.74
N1 10 90 12.41
N2 20 80 13.11
N3 30 70 12.98
N4 40 60 12.33
N5 50 50 11.74
N6 60 40 14.43
N7 70 30 12.33
N8 80 20 11.74
N9 90 10 14.43
N10 100 0 13.74

Grafik Hubungan Antara Campuran Asam Format dan Sari Jeruk


Nipis Terhadap Modulus 300% dalam (Mpa)
Modulus 300% dalam (Mpa)

16
14
12
10
8
6
4
2
0
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 Sari Jeruk Nipis
Asam Format 5 %
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

Campuran Asam Format dan Sari Jeruk Nipis dalam (mL)

Gambar 4.8 Grafik hubungan antara Campuran Asam Format dan Sari
Jeruk Nipis-Vs- Modulus 300%.

Dengan :
X : Campuran asam format dan Sari Nanas
Y : Modulus 300%
38

4.1.9 Ketahanan Kayak/ Tear Strength (TR)


Hubungan nilai ketahanan koyak terhadap karet dengan variasi campuran
asam format dan sari jeruk nipis ditunjukkan pada tabel 4.10. dan Gambar 4.9.
Tabel 4.10. Hasil pengujian Ketahanan Kayak/ Tear Strength (TR)

Perlakuan (mL)
Ketahanan Koyak/
Kode Sampel
Tear Strength (TR)
Asam Format 5 % Sari Jeruk Nipis (MPa)
N0 0 100 24,24
N1 10 90 37,28
N2 20 80 36,42
N3 30 70 31,57
N4 40 60 28,25
N5 50 50 29,20
N6 60 40 28,12
N7 70 30 32,68
N8 80 20 30,08
N9 90 10 23,90
N10 100 0 28,76

Grafik Hubungan Antara Campuran Asam Format dan Sari Jeruk


Nipis Terhadap Ketahanan Koyak/ Tear Strength (TR) dalam
(Mpa)
40
Ketahanan Koyak/
Tear Strength (TR)

35
dalam (Mpa)

30
25
20
15
10
5
0
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 Sari Jeruk Nipis
Asam Format 5 %
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

Campuran Asam Format dan Sari Jeruk Nipis dalam (mL)

Gambar 4.9 Grafik hubungan antara Campuran Asam Format dan Sari
Jeruk Nipis-vs- Ketahanan Koyak/ Tear Strength (TR).

Dengan :
X : Campuran asam format dan sari jeruk nipis
Y : Ketahanan Koyak/ Tear Strength (TR)
39

4.1.10 Kekerasan/ Hardness (H)


Hubungan nilai kekerasan terhadap karet dengan variasi campuran asam
format dan sari jeruk nipis ditunjukkan pada tabel 4.11. dan Gambar 4.10.
Tabel 4.11. Hasil pengujian Kekerasan/ Hardness (H).

Perlakuan (mL)
Kekerasan/
Kode Sampel
Hardness (H)
Asam Format 5 % Sari Jeruk Nipis (MPa)
N0 0 100 65
N1 10 90 65
N2 20 80 69
N3 30 70 68
N4 40 60 65
N5 50 50 69
N6 60 40 69
N7 70 30 68
N8 80 20 65
N9 90 10 67
N10 100 0 68

Grafik Hubungan Antara Campuran Asam Format dan Sari Jeruk


Nipis Terhadap Kekerasan/ Hardness (H) dalam (Mpa)
Kekerasan/ Hardness (H)

70
69
dalam (Mpa)

68
67
66
65
64
63
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 Sari Jeruk Nipis
Asam Format 5 %
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

Campuran Asam Format dan Sari Jeruk Nipis dalam (mL)

Gambar 4.10 Grafik hubungan antara Campuran Asam Format dan Sari
Jeruk Nipis-Vs- Kekerasan/ Hardness (H).

Dengan :
X : Campuran asam format dan sari jeruk nipis
Y : Kekerasan/ Hardness (H)
40

4.2 Pembahasan
Hasil analisa dari setiap perlakuan pencampuran variasi asam format dan
sari jeruk nipis untuk penggumpalan terhadap pengusangan yaitu: Plastisitas Awal
(Po), dan Plastisitas Rotention Indeks (PRI); sifat vulkanisasi yaitu: Waktu
Penundaan (ST), Kecepatan Masak (CT), Waktu Masak Optimum (OCT); sifat
mekanik karet yaitu Tegangan Putus (TS), Perpajangan Putus (EB), Modulus
300%, Ketahanan Kayak (TR), Kekerasan (H) diperlihatkan dalam bentuk tabel
tabel 4.1 sampai tabel 4.11. dan gambar 4.1. sampai gambar 4.10.

4.2.1 Pengusangan
Untuk menguji Po dan PRI alat yang dipergunakan adalah wallace
plastimeter. Dengan penambahan sari jeruk nipis dan asam format terjadi pada
penggumpalan pada lateks dimana pengaruh jeruk nipis dan asam format
memutus ikatan protein, karbohidrat dan lipida pada lateks dan meningkatkan
plastisitas awal (sebelum pengusangan atau sebelum dipanaskan pada suh 1000 C
selama 30 menit) semakin bertambahnya konsensentrasi campuran sari jeruk nipis
semakin meningkatkan plastisitas awalnya dan semakin berkurangnya energi/
panas pada plastisitas awal. Dimana nilai plastisitas awal terendah terdapat pada
campuran 90% asam format dan 10% sari jeruk nipis pada lateks sebesar 34 Nm-2,
sedangkan nilai plastisitas awa tertinggi terdapat pada campuran 0% asam format
dan 100% sari jeruk nipis pada lateks sebesar 44 Nm-2, dan juga nilai plastisitas
rotention indeks/ PRI (setelah pengusangan dibagi sebelum pengusangan
dikalikan dengan 100%) terendah terdapat pada campuran 0% asam format dan
100% sari jeruk nipis sebesar 54,54 Nm-2, sedangkan nilai PRI terbesar terdapat
pada campuran 30% asam format dan 70% sari jeruk nipis sebesar 75,50 Nm-2
yang berarti pada campuran ini karet semakin keras.

4.2.2 Sifat Vulkanisasi


Alat yang dipakai untuk menguji sifat vulkanisasi adalah Rheometer
Monsanto 100. Pengujian sifat vulkanisasi dilakukan dengan meningkatkan laju
vulkanisasi yaitu dengan cara pemercepatan dan mengurangi laju vulkanisasi dari
41

beberapa menit pada suhu tinggi dan rendah, pengurangan waktu ini sangat peting
untuk menghasilkan laju produksi yang tinggi dan pengurangan investasi modal.
Dengan penambahan sari jeruk nipis dan asam format terjadi peningkatan
laju vulkanisasi yaitu terjadinya pemercepatan waktu vulkanisasi dimana sari
jeruk nipis dan asam format berperan sebagai pemercepat proes peleburan
(pelelehan) pada proses vlkanisasi (pemasakan). Hal ini dapat dilhat dari data
tabel 4.4. sampai tabel 4.6. dan grafik 4.3. sampai grafik 4.5.

4.2.3 Sifat Mekanik


Untuk menguji tegangan putus, perpanjangan putus, modulus 300% dan
keetahanan koyak kecuali kekerasan alat yang dipakai adalah Tensiometer
Monsanto T-10 tetapi untuk menguji kekerasan alat yang dipakai adalah Shore
Durometer Type A. Pengujian sifat mekanik karet untuk mengetahui kekuatan
mekanik karet dan pengaruh penambahan sari jeruk nipis dengan asam format.
Dari hasil yang didapat bahwa dengan penambahan sari jeruk nipis dengan asam
format terjadi peningkatan kekuatan sifat mekaniknya. Hal ini disebabkan karena
pengaruh sari jeruk nipis dengan asam format sebagai penetralisir dan
memperkuat ikatan-ikatan partikel lateks sehingga partikel-partikel lateks
berikatan dan menyatu. Hal ini dapat diketahui pada saat pencampuran sai jerk
nipis dengan asam format terhadap lateks terjadi penggumpalan (partikel lateks
berikatan) sehingga meningkatkan sifat mekaniknya. Peningkatan dan penurunan
sifat mekanik karet dapat dilihat pada tabel 4.7 sampai tabel .11. dan grafik 4.6.
sampai grafik 4.10.
42

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat dibuat kesimpulan :
1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh pencampuran sari jeruk
nipis dengan asam format terhadap penggumpalan lateks terjadi dengan
cepat, dengan penambahan sari jeruk nipis dengan asam format terhadap
pengusangan meningakatkan plastisitas awalnya sebelum pengusangan
dan setelah pengusangan yang berarti karet mentah membutuhkan energi/
panas yang kecil dan karet semakin keras yaitu pada plastisitas awal
sebelum pengusangan pada campuran (10:90)% sebesar 34 Nm-2, dan
plastisitas rotention indeks (perbandingan antara plastisitas setelah
pengusangan dengan sebelum pengusangan dikalikan dengan 100%)
tertinggi pada campuran (10:90)% sebesar 75,50 Nm-2.
2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan pencampuran sari jeruk nipis
dengan asam format dapat mempercepat/ meningkatkan laju vulkanisasi,
dan juga menunjukkan bahwa dengan pencampuran sari jeruk nipis
dengan asam format dapat meningkatkan nilai sifat mekanik pada karet
yang berati karet semakin keras dan elastis.
3. Penambahan sari jeruk nipis dan asam format bebanding lurus dengan nilai
Sifat vulkanisasi yaitu waktu penundaan, waktu masak, dan waktu masak
optimum, dan Sifat mekaniknya yaitu tegangan putus, tegangan tarik,
modulus 300%, ketahanan koyak dan kekerasan.
43

5.2. Saran
Dari hasil penelitian yang dilakukan maka disarankan :
1. Perlu diadakan penelitian lebih lanjut untuk meneliti sifat-sifat fisika
lainnya seperti viskositas money.
2. Perlu diadakan penelitian lebih lanjut dengan kandungan asam yang lebih
tinggi dari jeruk nipis
3. Untuk peneliti selanjutnya, perlu diperhatikan alat yang digunakan untuk
mengukur pH selain kertas pH untuk proses penggumpalan yang lebih
sempurna.
4. Untuk penelitti selanjutnya, perlu dibandingkan campuran yang dipakai
dari cangkang ataupun asam belimbing lainnya.
44

DAFTAR PUSTAKA

Anonims., (2000), Standart Kompon ASTM 3A, http://www.astm.org/

Anonims., (2007), Asam Format, http://wikipedia.org/wiki/asam-format, Diakses


Tanggal 20 Maret 2009

Anonims., (2007), Asam Sitrat, http://wikipedia.org/wiki/asam-sitrat, Diakses


Tanggal 20 April 2009

Anonims., (2009), Sehat bersama jeruk nipis, http://www.jogjamedianet.com/, Diakses


Tanggal 22 Juni 2009

Anonims., (2009), Sehat Bersama Jeruk Nipis, http://www.solusisehat.com Diakses


Tanggal 22 Juni 2009

Balai Penelitian Sembawa, (1996), Sapta Bina Usaha Tani Karet Rakyat (edisi ke-2),
Pusat Penelitian Karet, Balai Penelitian Sembawa , Palembang

Balai Penelitian Sembawa, (2005), Pengelolaan Bahan Tanaman Karet, Pusat


Penelitian Karet, Balai Penelitian Sembawa , Palembang

Chairil. Anwar., (2001), Manajemen dan Teknologi Budidaya Karet,


http://www.manajemen-dan-teknologi-budidaya-karet.pdf, Diakses Tanggal 20
Juni 2009

De. Boer., (1952), Komposisi Lateks SegarPadaPerkebunan Karet Alam. Penerbi:


Kanisius, Yogyakarta

Hutabarat. Rapolo., (2003), Agribinis dan budidaya tanaman jeruk. Penerbit:


Swadaya. Jakarta.

Island. Boerhendhy., dan Dwi. Agustina., (2006), Potensi Pemanfaatan Kayu Karet
Untuk Mendukung Peremajaan Perkebunan Karet Rakyat, balai Penelitian
Sembawa, Pusat Penelitian Karet, Palembang

M. Solichin. dan A. Anwar., (2006), Deorub K Pembeku Lateks dan Pencegah


Timbulnya Bau Busuk Karet. Tabloid Sinar Tani. Pusat Penelitian Karet LRPI

Mariani. L., (2001), Pengaruh Limba Cair Cacau dengan Kelapa Sawit sebagai
pengumpalan Karet, Universitas Sumatera Utara, Medan

Morton. M, (1973), Ilmu Bahan dan Struktur Bahan. Fisika Universitas jilid 2.
Jakarta

Nazaruddin. dan Paimin. B. Fary., (1999), Buah Komersil. Penebaran swadaya.


Jakarta
45

Ompusunggu. M dan R. Dalimunthe., (1995), Teknik Pengolahan Karet Alami


Indonesia. Prosiding Seminar Ilmiah Lustrum VI FMIPA USU.
MEDAN.

Ompusunggu. et al., (1995), Informasi Curerate dalam bentuk Rheograph sebagai


standar non mandatory. Pusat Penelitian Karet Tanjung Merawa Medan

Ompusunggu. M. (2001), Pedoman Teknis Penanganan Bahan Baku dan proses


pengolahan Lateks Pekat, RSS/ ADS dan Karet Remah. Pusat Penelitian Karet
Tanjung Merawa Medan

Patricia. Dian. I., Hanik. Murjayanah., dan Sri. Kismiati., (2008), Pemanfaatan Jeruk
nipis (Citrus aurantifolia,swingle) sebagai Bahan Dasar Pembuatan Sirup,
Program Kreativitas Mahasiswa Kewirausahaan (PKMK), Universitas Negeri
Semarang

Parhusip. A. Bahar., (2008), Potret Karet Alam Indonesia, http://www.potret karet-


alam-indonesia.pdf, Diakses Tanggal 20 Juni 2009

Roberts. A. P., (1998), Studi Energi Pengaktifan, Sifat Vulkanisasi dan Fisika
Caampuran Karet Alam dan Sintetik. Konferensi Karet Alam

Setyamidjaja. D., (1993), Budidaya dan Pengolahan Karet. Penerbit kanisius.


Yogyakarta.

Sipayung. M., dkk., (2004), Statistik Terapan, Penerbit UNIMED Press, Medan.

Soewarti. Soesono., (1979), Pedoman Pengujian Sifat Barang Jadi Karet. Pabrik
Menara Perkebunan Karet.

Spillane. James. j., (1989). Komoditi Karet: Perananya Perekonomian di Indonesia.


Penerbit Kanisius. Yogyakarta

Surya. Indra., (2006), Buku Ajar Teknologi Karet (TKK-413). Departemen Teknik
Kimia Fakultas Teknik USU. Medan

http://www.nal.usda.gov/finic/foodcomp/cgi-bin/list_nut_edit.pl Diakses Tanggal 20


Maret 2009

You might also like