You are on page 1of 7

Tatacara Aqiqah untuk Anak Menurut 

Islam
 
 
7 Votes

Pengertian ‘Aqiqah

Menurut bahasa ‘Aqiqah artinya : memotong. Asalnya dinamakan ‘Aqiqah, karena dipotongnya
leher binatang dengan penyembelihan itu. Ada yang mengatakan bahwa aqiqah adalah nama bagi
hewan yang disembelih, dinamakan demikian karena lehernya dipotong Ada pula yang
mengatakan bahwa ‘aqiqah itu asalnya ialah : Rambut yang terdapat pada kepala si bayi ketika ia
keluar dari rahim ibu, rambut ini disebut ‘aqiqah, karena ia mesti dicukur.

Aqiqah adalah penyembelihan domba/kambing untuk bayi yang dilahirkan pada hari ke 7, 14,
atau 21. Jumlahnya 2 ekor untuk bayi laki-laki dan 1 ekor untuk bayi perempuan.

Dalil-dalil Pelaksanaan

Dari Samurah bin Jundab dia berkata : Rasulullah bersabda : “Semua anak bayi tergadaikan
dengan aqiqahnya yang pada hari ketujuhnya disembelih hewan (kambing), diberi nama dan
dicukur rambutnya.” [HR Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’i, Ibnu Majah, Ahmad]

Dari Aisyah dia berkata : Rasulullah bersabda : “Bayi laki-laki diaqiqahi dengan dua kambing
yang sama dan bayi perempuan satu kambing.” [HR Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah]

Anak-anak itu tergadai (tertahan) dengan aqiqahnya, disembelih hewan untuknya pada hari
ketujuh, dicukur kepalanya dan diberi nama.” [HR Ahmad]

Dari Salman bin ‘Amir Ad-Dhabiy, dia berkata : Rasululloh bersabda : “Aqiqah dilaksanakan
karena kelahiran bayi, maka sembelihlah hewan dan hilangkanlah semua gangguan darinya.”
[Riwayat Bukhari]

Dari ‘Amr bin Syu’aib dari ayahnya, dari kakeknya, Rasulullah bersabda :

“Barangsiapa diantara kalian yang ingin menyembelih (kambing) karena kelahiran bayi maka
hendaklah ia lakukan untuk laki-laki dua kambing yang sama dan untuk perempuan satu
kambing.” [HR Abu Dawud, Nasa’i, Ahmad]

Dari ‘Aisyah RA, ia berkata, “Rasulullah SAW pernah ber ‘aqiqah untuk Hasan dan Husain pada
hari ke-7 dari kelahirannya, beliau memberi nama dan memerintahkan supaya dihilangkan
kotoran dari kepalanya (dicukur)”. [HR. Hakim, dalam AI-Mustadrak juz 4, hal. 264]

Keterangan : Hasan dan Husain adalah cucu Rasulullah SAW.


Dari Fatimah binti Muhammad ketika melahirkan Hasan, dia berkata : Rasulullah bersabda :
“Cukurlah rambutnya dan bersedekahlah dengan perak kepada orang miskin seberat timbangan
rambutnya.” [HR Ahmad, Thabrani, dan al-Baihaqi]

Dari Abu Buraidah r.a.: Aqiqah itu disembelih pada hari ketujuh, atau keempat belas, atau kedua
puluh satunya. (HR Baihaqi dan Thabrani).

Hukum Aqiqah Anak adalah sunnah (muakkad) sesuai pendapat Imam Malik, penduduk
Madinah, Imam Syafi′i dan sahabat-sahabatnya, Imam Ahmad, Ishaq, Abu Tsaur dan
kebanyakan ulama ahli fiqih (fuqaha).

Dasar yang dipakai oleh kalangan Syafii dan Hambali dengan mengatakannya sebagai sesuatu
yang sunnah muakkadah adalah hadist Nabi SAW. Yang berbunyi, “Anak tergadai dengan
aqiqahnya. Disembelihkan untuknya pada hari ketujuh (dari kelahirannya)”. (HR al-Tirmidzi,
Hasan Shahih)

“Bersama anak laki-laki ada aqiqah, maka tumpahkan (penebus) darinya darah sembelihan dan
bersihkan darinya kotoran (Maksudnya cukur rambutnya).” (HR: Ahmad, Al Bukhari dan
Ashhabus Sunan)

Perkataan: “maka tumpahkan (penebus) darinya darah sembelihan” adalah perintah, namun
bukan bersifat wajib, karena ada sabdanya yang memalingkan dari kewajiban yaitu:
“Barangsiapa di antara kalian ada yang ingin menyembelihkan bagi anak-nya, maka silakan
lakukan.” (HR: Ahmad, Abu Dawud dan An Nasai dengan sanad yang hasan).

Perkataan: “ingin menyembelihkan,..” merupakan dalil yang memalingkan perintah yang pada
dasarnya wajib menjadi sunnah.

Imam Malik berkata: Aqiqah itu seperti layaknya nusuk (sembeliah denda larangan haji) dan
udhhiyah (kurban), tidak boleh dalam aqiqah ini hewan yang picak, kurus, patah tulang, dan
sakit. Imam Asy-Syafi’iy berkata: Dan harus dihindari dalam hewan aqiqah ini cacat-cacat yang
tidak diperbolehkan dalam qurban.

Buraidah berkata: Dahulu kami di masa jahiliyah apabila salah seorang diantara kami
mempunyai anak, ia menyembelih kambing dan melumuri kepalanya dengan darah kambing itu.
Maka setelah Allah mendatangkan Islam, kami menyembelih kambing, mencukur (menggundul)
kepala si bayi dan melumurinya dengan minyak wangi. [HR. Abu Dawud juz 3, hal. 107]

Dari ‘Aisyah, ia berkata, “Dahulu orang-orang pada masa jahiliyah apabila mereka ber’aqiqah
untuk seorang bayi, mereka melumuri kapas dengan darah ‘aqiqah, lalu ketika mencukur rambut
si bayi mereka melumurkan pada kepalanya”. Maka Nabi SAW bersabda, “Gantilah darah itu
dengan minyak wangi”.[HR. Ibnu Hibban dengan tartib Ibnu Balban juz 12, hal. 124]

Pelaksanaan aqiqah menurut kesepakatan para ulama adalah hari ketujuh dari kelahiran. Hal ini
berdasarkan hadits Samirah di mana Nabi SAW bersabda, “Seorang anak terikat dengan
aqiqahnya. Ia disembelihkan aqiqah pada hari ketujuh dan diberi nama”. (HR. al-Tirmidzi).
Namun demikian, apabila terlewat dan tidak bisa dilaksanakan pada hari ketujuh, ia bisa
dilaksanakan pada hari ke-14. Dan jika tidak juga, maka pada hari ke-21 atau kapan saja ia
mampu. Imam Malik berkata : Pada dzohirnya bahwa keterikatannya pada hari ke 7 (tujuh) atas
dasar anjuran, maka sekiranya menyembelih pada hari ke 4 (empat) ke 8 (delapan), ke 10
(sepuluh) atau setelahnya Aqiqah itu telah cukup. Karena prinsip ajaran Islam adalah
memudahkan bukan menyulitkan sebagaimana firman Allah SWT: “Allah menghendaki
kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu”. (QS.Al Baqarah:185)

Pelaksanaan aqiqah disunnahkan pada hari yang ketujuh dari kelahiran, ini berdasarkan sabda
Nabi SAW, yang artinya: “Setiap anak itu tergadai dengan hewan aqiqahnya, disembelih darinya
pada hari ke tujuh, dan dia dicukur, dan diberi nama.” (HR: Imam Ahmad dan Ashhabus Sunan,
dan dishahihkan oleh At Tirmidzi)

Dan bila tidak bisa melaksanakannya pada hari ketujuh, maka bisa dilaksanakan pada hari ke
empat belas, dan bila tidak bisa, maka pada hari ke dua puluh satu, ini berdasarkan hadits
Abdullah Ibnu Buraidah dari ayahnya dari Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam, beliau berkata
yang artinya: “Hewan aqiqah itu disembelih pada hari ketujuh, ke empat belas, dan ke dua puluh
satu.” (Hadits hasan riwayat Al Baihaqiy)

Namun setelah tiga minggu masih tidak mampu maka kapan saja pelaksanaannya di kala sudah
mampu, karena pelaksanaan pada hari-hari ke tujuh, ke empat belas dan ke dua puluh satu adalah
sifatnya sunnah dan paling utama bukan wajib. Dan boleh juga melaksanakannya sebelum hari
ke tujuh.

Bayi yang meninggal dunia sebelum hari ketujuh disunnahkan juga untuk disembelihkan
aqiqahnya, bahkan meskipun bayi yang keguguran dengan syarat sudah berusia empat bulan di
dalam kandungan ibunya.

Aqiqah adalah syari’at yang ditekan kepada ayah si bayi. Namun bila seseorang yang belum di
sembelihkan hewan aqiqah oleh orang tuanya hingga ia besar, maka dia bisa menyembelih
aqiqah dari dirinya sendiri, Syaikh Shalih Al Fauzan berkata: Dan bila tidak diaqiqahi oleh
ayahnya kemudian dia mengaqiqahi dirinya sendiri maka hal itu tidak apa-apa menurut saya,
wallahu ‘Alam.

Hukum Aqiqah Setelah Dewasa/Berkeluarga

Pada dasarnya aqiqah disyariatkan untuk dilaksanakan pada hari ketujuh dari kelahiran. Jika
tidak bisa, maka pada hari keempat belas. Dan jika tidak bisa pula, maka pada hari kedua puluh
satu. Selain itu, pelaksanaan aqiqah menjadi beban ayah.

Namun demikian, jika ternyata ketika kecil ia belum diaqiqahi, ia bisa melakukan aqiqah sendiri
di saat dewasa. Satu ketika al-Maimuni bertanya kepada Imam Ahmad, “ada orang yang belum
diaqiqahi apakah ketika besar ia boleh mengaqiqahi dirinya sendiri?” Imam Ahmad menjawab,
“Menurutku, jika ia belum diaqiqahi ketika kecil, maka lebih baik melakukannya sendiri saat
dewasa. Aku tidak menganggapnya makruh”.
Para pengikut Imam Syafi’i juga berpendapat demikian. Menurut mereka, anak-anak yang sudah
dewasa yang belum diaqiqahi oleh orang tuanya, dianjurkan baginya untuk melakukan aqiqah
sendiri.

Jumlah Hewan

Jumlah hewan aqiqah minimal adalah satu ekor baik untuk laki-laki atau pun untuk perempuan,
sebagaimana perkataan Ibnu Abbas ra: “Sesungguh-nya Nabi SAW mengaqiqahi Hasan dan
Husain satu domba satu domba.” (Hadits shahih riwayat Abu Dawud dan Ibnu Al Jarud)

Kita harus ingat bahwa Hasan dan Husain adalah anak kembar. Jadi pada satu kelahiran itu
disembelih 2 ekor kambing.

Namun yang lebih utama adalah 2 ekor untuk anak laki-laki dan 1 ekor untuk anak perempuan
berdasarkan hadits-hadits berikut ini:

Ummu Kurz Al Ka’biyyah berkata, yang artinya: “Nabi SAW memerintahkan agar
dsembelihkan aqiqah dari anak laki-laki dua ekor domba dan dari anak perempuan satu ekor.”
(Hadits sanadnya shahih riwayat Imam Ahmad dan Ashhabus Sunan)

Dari Aisyah ra berkata, yang artinya: “Nabi SAW memerintahkan mereka agar disembelihkan
aqiqah dari anak laki-laki dua ekor domba yang sepadan dan dari anak perempuan satu ekor.”
(Shahih riwayat At Tirmidzi)

Hal-hal yang disyariatkan sehubungan dengan ‘aqiqah

Yang berhubungan dengan sang anak

1. Disunnatkan untuk memberi nama dan mencukur rambut (menggundul) pada hari ke-7 sejak
hari iahirnya. Misalnya lahir pada hari Ahad, ‘aqiqahnya jatuh pada hari Sabtu.

2. Bagi anak laki-laki disunnatkan ber’aqiqah dengan 2 ekor kambing sedang bagi anak
perempuan 1 ekor.

3. ‘Aqiqah ini terutama dibebankan kepada orang tua si anak, tetapi boleh juga dilakukan oleh
keluarga yang lain (kakek dan sebagainya).

4. Aqiqah ini hukumnya sunnah.

Daging Aqiqah Lebih Baik Mentah Atau Dimasak

Dianjurkan agar dagingnya diberikan dalam kondisi sudah dimasak. Hadits Aisyah ra.,
“Sunnahnya dua ekor kambing untuk anak laki-laki dan satu ekor kambing untuk anak
perempuan. Ia dimasak tanpa mematahkan tulangnya. Lalu dimakan (oleh keluarganya), dan
disedekahkan pada hari ketujuh”. (HR al-Bayhaqi)
Daging aqiqah diberikan kepada tetangga dan fakir miskin juga bisa diberikan kepada orang non-
muslim. Apalagi jika hal itu dimaksudkan untuk menarik simpatinya dan dalam rangka dakwah.
Dalilnya adalah firman Allah, “Mereka memberi makan orang miskin, anak yatim, dan tawanan,
dengan perasaan senang”. (QS. Al-Insan : 8). Menurut Ibn Qudâmah, tawanan pada saat itu
adalah orang-orang kafir. Namun demikian, keluarga juga boleh memakan sebagiannya.

Yang berhubungan dengan binatang sembelihan

1. Dalam masalah ‘aqiqah, binatang yang boleh dipergunakan sebagai sembelihan hanyalah
kambing, tanpa memandang apakah jantan atau betina, sebagaimana riwayat di bawah ini:

Dari Ummu Kurz AI-Ka’biyah, bahwasanya ia pernah bertanya kepada Rasulullah SAW tentang
‘aqiqah. Maka sabda beliau SAW, “Ya, untuk anak laki-laki dua ekor kambing dan untuk anak
perempuan satu ekor kambing. Tidak menyusahkanmu baik kambing itu jantan maupun betina”.
[HR. Ahmad dan Tirmidzi, dan Tirmidzi menshahihkannya, dalam Nailul Authar 5 : 149]

Dan kami belum mendapatkan dalil yang lain yang menunjukkan adanya binatang selain
kambing yang dipergunakan sebagai ‘aqiqah.

2. Waktu yang dituntunkan oleh Nabi SAW berdasarkan dalil yang shahih ialah pada hari ke-7
semenjak kelahiran anak tersebut. [Lihat dalil riwayat 'Aisyah dan Samurah di atas]

Pembagian daging Aqiqah

Adapun dagingnya maka dia (orang tua anak) bisa memakannya, menghadiahkan sebagian
dagingnya, dan mensedekahkan sebagian lagi. Syaikh Utsaimin berkata: Dan tidak apa-apa dia
mensedekahkan darinya dan mengumpulkan kerabat dan tetangga untuk menyantap makanan
daging aqiqah yang sudah matang. Syaikh Jibrin berkata: Sunnahnya dia memakan sepertiganya,
menghadiahkan sepertiganya kepada sahabat-sahabatnya, dan mensedekahkan sepertiga lagi
kepada kaum muslimin, dan boleh mengundang teman-teman dan kerabat untuk menyantapnya,
atau boleh juga dia mensedekahkan semuanya. Syaikh Ibnu Bazz berkata: Dan engkau bebas
memilih antara mensedekahkan seluruhnya atau sebagiannya dan memasaknya kemudian
mengundang orang yang engkau lihat pantas diundang dari kalangan kerabat, tetangga, teman-
teman seiman dan sebagian orang faqir untuk menyantapnya, dan hal serupa dikatakan oleh
Ulama-ulama yang terhimpun di dalam Al lajnah Ad Daimah.

Pemberian Nama Anak

Tidak diragukan lagi bahwa ada kaitan antara arti sebuah nama dengan yang diberi nama. Hal
tersebut ditunjukan dengan adanya sejumlah nash syari yang menyatakan hal tersebut.

Dari Abu Hurairoh Ra, Nabi SAW bersabda: “Kemudian Aslam semoga Allah
menyelamatkannya dan Ghifar semoga Allah mengampuninya”. (HR. Bukhori 3323, 3324 dan
Muslim 617)
Ibnu Al-Qoyyim berkata: “Barangsiapa yang memperhatikan sunah, ia akan mendapatkan bahwa
makna-makna yang terkandung dalam nama berkaitan dengannya sehingga seolah-olah makna-
makna tersebut diambil darinya dan seolah-olah nama-nama tersebut diambil dari makna-
maknanya”. Dan jika anda ingin mengetahui pengaruh nama-nama terhadap yang diberi nama
(Al-musamma) maka perhatikanlah hadits di bawah ini:

Dari Said bin Musayyib dari bapaknya dari kakeknya Ra, ia berkata: Aku datang kepada Nabi
SAW, beliau pun bertanya: “Siapa namamu?” Aku jawab: “Hazin” Nabi berkata: “Namamu
Sahl” Hazn berkata: “Aku tidak akan merobah nama pemberian bapakku” Ibnu Al-Musayyib
berkata: “Orang tersebut senantiasa bersikap keras terhadap kami setelahnya”. (HR. Bukhori)
(At-Thiflu Wa Ahkamuhu/Ahmad Al-’Isawiy hal 65)

Oleh karena itu, pemberian nama yang baik untuk anak-anak menjadi salah satu kewajiban orang
tua. Di antara nama-nama yang baik yang layak diberikan adalah nama nabi penghulu jaman
yaitu Muhammad. Sebagaimana sabda beliau : Dari Jabir Ra dari Nabi SAW beliau bersabda:
“Namailah dengan namaku dan janganlah engkau menggunakan kunyahku”. (HR. Bukhori 2014
dan Muslim 2133)

Untuk mengetahui cara pemberian nama yang baik menurut ajaran Islam, silahkan klik:

http://media-islam.or.id/2008/02/01/memberi-nama-bayi-anak-secara-islami

Mencukur Rambut

Mencukur rambut adalah anjuran Nabi yang sangat baik untuk dilaksanakan ketika anak yang
baru lahir pada hari ketujuh.

Dalam hadits Samirah disebutkan bahwa Rasulullah saw. Bersabda, “Setiap anak terikat dengan
aqiqahnya. Pada hari ketujuh disembelihkan hewan untuknya, diberi nama, dan dicukur”. (HR.
at-Tirmidzi).

Dalam kitab al-Muwaththâ` Imam Malik meriwayatkan bahwa Fatimah menimbang berat rambut
Hasan dan Husein lalu beliau menyedekahkan perak seberat rambut tersebut.

Tidak ada ketentuan apakah harus digundul atau tidak. Tetapi yang jelas pencukuran tersebut
harus dilakukan dengan rata; tidak boleh hanya mencukur sebagian kepala dan sebagian yang
lain dibiarkan. Tentu saja semakin banyak rambut yang dicukur dan ditimbang semakin -insya
Allah- semakin besar pula sedekahnya.

Doa Menyembelih Hewan Aqiqah

Bismillah, Allahumma taqobbal min muhammadin, wa aali muhammadin, wa min ummati


muhammadin.

Artinya : Dengan nama Allah, ya Allah terimalah (kurban) dari Muhammad dan keluarga
Muhammad serta dari ummat Muhammad.” (HR Ahmad, Muslim, Abu Dawud)
Doa bayi baru dilahirkan

Innii u’iidzuka bikalimaatillaahit taammati min kulli syaythaanin wa haammatin wamin kulli
‘aynin laammatin

Artinya : Aku berlindung untuk anak ini dengan kalimat Allah Yang Sempurna dari segala
gangguan syaitan dan gangguan binatang serta gangguan sorotan mata yang dapat membawa
akibat buruk bagi apa yang dilihatnya. (HR. Bukhari)

Hikmah Aqiqah

Aqiqah Menurut Syaikh Abdullah nashih Ulwan dalam kitab Tarbiyatul Aulad Fil Islam
sebagaimana dilansir di sebuah situs memiliki beberapa hikmah diantaranya :

1. Menghidupkan sunnah Nabi Muhammad SAW dalam meneladani Nabiyyullah Ibrahim AS


tatkala Allah SWT menebus putra Ibrahim yang tercinta Ismail AS.

2. Dalam aqiqah ini mengandung unsur perlindungan dari syaitan yang dapat mengganggu anak
yang terlahir itu, dan ini sesuai dengan makna hadits, yang artinya: “Setiap anak itu tergadai
dengan aqiqahnya.” [3]. Sehingga Anak yang telah ditunaikan aqiqahnya insya Allah lebih
terlindung dari gangguan syaithan yang sering mengganggu anak-anak. Hal inilah yang
dimaksud oleh Al Imam Ibunu Al Qayyim Al Jauziyah “bahwa lepasnya dia dari syaithan
tergadai oleh aqiqahnya”.

3. Aqiqah merupakan tebusan hutang anak untuk memberikan syafaat bagi kedua orang tuanya
kelak pada hari perhitungan. Sebagaimana Imam Ahmad mengatakan: “Dia tergadai dari
memberikan Syafaat bagi kedua orang tuanya (dengan aqiqahnya)”.

4. Merupakan bentuk taqarrub (pendekatan diri) kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala sekaligus
sebagai wujud rasa syukur atas karunia yang dianugerahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan
lahirnya sang anak.

5. Aqiqah sebagai sarana menampakkan rasa gembira dalam melaksanakan syari’at Islam &
bertambahnya keturunan mukmin yang akan memperbanyak umat Rasulullah SAW pada hari
kiamat.

6. Aqiqah memperkuat ukhuwah (persaudaraan) diantara masyarakat.

Dan masih banyak lagi hikmah yang terkandung dalam pelaksanaan Syariat Aqiqah ini.

You might also like