Professional Documents
Culture Documents
OLEH
AULIA FABIA
H14102054
Oleh :
AULIA FABIA
H14102054
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
pada Departemen Ilmu Ekonomi
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian
Bogor.
Menyetujui,
Dosen Pembimbing,
Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu Ekonomi
Tanggal kelulusan:
PERNYATAAN
Aulia Fabia
H14102054
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Aulia Fabia lahir pada tanggal 19 April 1984 di Bogor,
di Propinsi Jawa Barat. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara, dari
pasangan Fawzul Kabir dan Hanny Kusumawati. Jenjang pendidikan penulis
dimulai dari SDN Pengadilan 5 Bogor dan lulus pada tahun 1996, kemudian
melanjutkan ke SLTP Negeri 5 Bogor dan lulus pada tahun 1999. Pada tahun yang
sama penulis melanjutkan jenjang pendidikan ke SMUN 7 Bogor dan lulus pada
tahun 2002.
Pada tahun 2002 penulis melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi.
Institut Pertanian Bogor (IPB) menjadi pilihan penulis dengan harapan agar dapat
memperoleh ilmu dan mengembangkan pola pikir. Penulis masuk IPB melalui
jalur Udangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswa
Program Studi Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen.
KATA PENGANTAR
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR......................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR........................................................................................iv
DAFTAR TABEL ............................................................................................v
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................vi
1. PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1. Latar Belakang ...................................................................................1
1.2. Perumusan Masalah ...........................................................................4
1.3. Tujuan Penelitian ...............................................................................7
1.4. Manfaat Penelitian .............................................................................7
1.5. Ruang Lingkup Penelitian...................................................................7
2. TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................8
2.1. Teori Pertumbuhan Ekonomi Wilayah...............................................8
2.2. Teori Ketimpangan.............................................................................12
2.3. Kebijakan Otonomi Daerah................................................................17
2.4. Konsep Konvergensi...........................................................................19
2.5. Hasil Penelitian Terdahulu.................................................................20
3. METODOLOGI PENELITIAN ...............................................................25
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis .............................................................25
3.1.1. Konsep Konvergensi Wilayah...................................................25
3.1.2. Teori Pertumbuhan Model Solow . ..........................................30
3.1.3. Teori Pertumbuhan Endogen....................................................32
3.1.4. Pengukuran Ketimpangan.........................................................33
3.2. Kerangka Pemikiran Konseptual........................................................34
3.3. Definisi Operasional Data...................................................................37
3.4. Hipotesis.............................................................................................38
3.5. Waktu dan Lokasi Penelitian .............................................................38
3.6. Jenis dan Sumber Data .......................................................................39
3.7. Metode Analisis ................................................................................39
3.7.1. Analisis Konvergensi................................................................40
3.7.2. Uji Signifikan Individu (Uji t)..................................................41
3.7.3. Pengujian Terhadap Model Penduga (Uji F) ...........................42
4. HASIL DAN PEMBAHASAN ...............................................................43
4.1.Analisis Konvergensi ..........................................................................43
4.1.1 Analisis Konvergensi Absolut...................................................43
4.1.2 Analisis Konvergensi Bersyarat................................................47
5. KESIMPULAN DAN SARAN ...............................................................52
5.1.Kesimpulan ..........................................................................................52
5.2 Saran....................................................................................................52
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................54
LAMPIRAN......................................................................................................57
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Dampak Kemajuan Teknologi Model Solow.............................31
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Konseptual................................................36
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Ketimpangan Pendapatan Tingkat Nasional Diukur Dengan Indeks
Formulasi Williamson………………………………………………….6
Tabel 2. Indeks Formulasi Williamson Ketimpangan Pendapatan Tingkat
Nasional……………………………………………………..………...21
Tabel 3. Ketimpangan Pendapatan Antar Pulau Menggunakan Indeks
Williamson……………………………................................................22
Tabel 4. Ketimpangan Pendapatan Daerah Jawa Barat Tahun 1977-1981.........22
Tabel 5. Indeks Ketimpangan Pendapatan Daerah Williamson di Propinsi
Lampung Tahun 1995-2001…………………………………………..24
Tabel 6. Analisis Konvergensi Absolut 1995.......................................................43
Tabel 7. Analisis Konvergensi Absolut 2001.......................................................44
Tabel 8. Analisis Konvergensi Absolut 2004.......................................................46
Tabel 9. Analisis Konvergensi Bersyarat 1995....................................................47
Tabel 10.Analisis Konvergensi Bersyarat 2001....................................................49
Tabel 11.Analisis Konvergensi Bersyarat 2004....................................................50
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Data PDRB per Kapita Atas Harga Dasar Berlaku Menurut
Kabupaten/Kota se Pulau Sumatera ..............................................58
karakteristik alam, ekonomi, sosial dan budaya. dimana sebaran sumber daya alam
(khususnya minyak dan gas) serta pertumbuhan pusat perdagangan dan industri
pembangunan ekonomi daerah yang memiliki keunggulan pada salah satu bidang
pembangunan ekonomi antar daerah menjadi tinggi. Pada periode tahun 1975
sampai tahun 1995 GDP (Gross Domestic Product) perkapita propinsi naik sekitar
5 persen pertahun, sementara itu GDP provinsi juga meningkat akan tetapi
kerja dan populasi penduduk didominasi di pulau Jawa dan Sumatra, hampir
sekitar 80 persen GDP di Indonesia berasal dari kedua pulau tersebut dan sebagian
besar populasi penduduk Indonesia banyak tersebar di kedua pulau tersebut. Tiap
propinsi terdiri dari beberapa kabupaten yang memiliki kepadatan penduduk yang
beragam pula, oleh karena itu ketimpangan tidak dapat dihapuskan melainkan
hanya bisa diredam hingga ke tingkat yang bisa ditoleransi oleh suatu sistem
sosial tertentu agar harmoni di dalam sistem tersebut tetap terpelihara dalam
miskin melainkan merupakan hasil dari sebagian kebijakan yang diciptakan untuk
antar daerah. Gerakan reformasi yang terjadi di Indonesia pasca orde baru telah
Gerakan tersebut berhasil mengganti UU No. 5 tahun 1974 dan UU No. 5 tahun
tahun 1979 dengan UU No. 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah dan UU
No. 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah daerah dan
mengabaikan social cost yang akan timbul sebagai akibat dari pelaksanaan
karena adanya berbagai kegagalan yang terjadi pada sistem sentralistik yang telah
yang kaya dan miskin, ketimpangan kota dan desa maupun ketimpangan antar
sektor ekonomi dan ketimpangan antar sektor regional (antar daerah). Padahal
pulau Sumatra dikenal memiliki potensi sumber daya alam yang besar akan tetapi
potensi tersebut berbeda-beda di setiap daerah sehingga dari hal ini dapatkah kita
terbagi-bagi menjadi daerah yang sangat maju, dan ada pula yang masih
terbelakang.
semula diramalkan bakal terjadi penetesan (tricle down effect) dari kutub pusat
Bahkan telah terjadi transfer netto yang negatif terhadap sumber daya dari wilayah
hinterland ke kutub dan dari desa ke perkotaan secara besar-besaran, oleh Lipton
(1997) di sebut urban bias. Hal ini akan menimbulkan disparitas pendapatan yang
sangat lebar antar daerah atau wilayah yang pada gilirannya keadaan ini akan
22 tahun 1999 dan UU No. 25 tahun 1999 kedua undang-undang ini memberikan
sendiri dan porsi keuangan yang lebih besar kepada daerah yang akhirnya
alam yang melimpah. Kondisi ini dipicu oleh sistem pemerintahan sentralistik
yang diterapkan pada masa orde baru sehingga muncul adanya rasa ketidakadilan
dalam pembangunan antar daerah, dan ketika pemerintahan orde baru berakhir
yang lebih luas kepada daerah untuk berperan dalam pembangunan semakin besar
akan tetapi hal itu juga memperlihatkan kenyataan bahwa setiap kabupaten daerah
tingkat II di Sumatra tidak memiliki potensi sumber daya yang merata baik dari
populasi penduduknya dan sumber daya alamnya yang secara langsung maupun
(PDRB).
antara Aceh Selatan dan Aceh Besar contohnya sebelum otonomi daerah laju
sebelum otonomi pertumbuhannya sebesar 0,61 persen naik menjadi 1,89 persen
hal ini memperlihatkan pertumbuhan PDRB di Aceh Selatan jauh lebih besar
menguntungkan bagi daerah yang memiliki potensi yang lebih baik dari daerah
daerah seperti adanya beberapa daerah yang memiliki Pendapatan Asli Daerah
(PAD) yang relatif besar dan ada pula daerah yang memiliki PAD yang relatif
kecil.
Tadjoedin, et al, (2001) melakukan penelitian untuk mengukur tingkat
berdasarkan harga dasar tahun 1993. Hasil yang diperoleh menunjukkan tingkat
Formulasi Williamson
Tahun Tadjoedin, et al
1993 0,923
1994 0,938
1995 0,962
1996 0.966
1997 0,982
1998 0,965
Sumber: Tadjoedin, et al, (2001)
pendapatan antar kabupaten/kota di Sumatera menjadi lebih besar atau tidak dan
berikut:
Sumatera?
di pulau Sumatera.
kabupaten/kota di Pulau Sumatera. Tahun yang dianalisis adalah tahun 1995, 2001
masyarakat yang terjadi di wilayah tersebut, yaitu kenaikan seluruh nilai tambah
(added value) yang terjadi di wilayah tersebut. Pertambahan pendapatan itu diukur
dalam nilai rill, artinya dinyatakan dalam harga konstan. Hal itu juga sekaligus
tersebut (tanah, modal, tenaga kerja, dan teknologi) yang berarti secara kasar
selain di tentukan oleh besarnya nilai tambah yang tercipta di wilayah tersebut
juga oleh seberapa besar terjadi transfer payment yaitu bagian pendapatan yang
mengalir keluar wilayah atau mendapat aliran dana dari luar wilayah (Richardson,
1991).
output per kapita dalam jangka panjang jadi persentase pertambahan output itu
haruslah lebih tinggi dari persentase pertambahan jumlah penduduk dan ada
kecenderungan dalam jangka panjang bahwa pertumbuhan itu akan berlanjut. Ada
ahli ekonomi yang membuat definsi lebih ketat yaitu pertumbuhan haruslah
bersumber dari proses interen perekonomian tersebut, ketentuan yang terakhir ini
sangat penting di perhatikan dalam ekonomi wilayah karena bisa saja suatu
bandingkan wilayah lain akan tetapi setelah suatu jangka waktu tertentu wilayah
tersebut mestilah tetap bisa tumbuh walaupun tidak memperoleh alokasi yang
berlebihan.
dari Amerika Serikat dan T.W Swan (1956) dari Australia. Model Solow-Swan
kapital (K) dan Tenaga kerja (L) dengan demikian syarat-syarat adanya
sebabkan kemungkinan subtitusi antara modal dan tenaga kerja. Hal ini berarti
adanya fleksibilitas dalam rasio modal output dan rasio modal tenaga kerja, Teori
tiap daerah dimisalkan menghasilkan output yang homogen dan fungsi produksi
yang identik maka di daerah yang memiliki K atau L yang tinggi terdapat upah riil
yang tinggi dan MPK yang rendah dan adapun daerah yang K atau L yang rendah
terdapat upah rill yang rendah dan MPK yang tinggi sebagai akibatnya modal
akan mengalir dari daerah yang upahnya tinggi ke daerah yang upahnya rendah
karena akan memberikan balas jasa untuk modal yang lebih tinggi dan sebaliknya
tenaga kerja akan mengalir dari daerah yang upahnya rendah ke daerah yang
upahnya tinggi sehingga mekanisme diatas pada akhirnya menciptakan balas jasa
(steady growth).
yang bisa dihasilkan pekerja per jam kerja. Dalam kasus perekonomian Crusoe
dengan mudah bisa dilihat bahwa produktifitas merupakan faktor penentu utama
terpenting juga berlaku bagi sebuah negara. Hal ini dapat dilihat melalui Gross
Domestic Product (GDP) yang mengukur dua hal sekaligus pendapatan total
2. Modal Manusia.
3. Modal Alam.
Modal alam adalah input produksi yang dimiliki suatu daerah atau
Y = A F(L, K, H, N).........................................................................................(1)
Dimana :
memproduksi output.
A : Variabel yang mewakili ketersediaan teknologi untuk memproduksi
L : Tenaga kerja
K : Kapital
Batasan dan ukuran kemiskinan yang di pakai oleh setiap daerah berbeda
satu sama lainnya hal ini di sebabkan oleh adanya perbedaan lokasi dan standar
pembagunan ekonomi proses sebab dan penyebab sirkuler yang membuat si kaya
mendapat keuntungan yang semakin banyak dan mereka yang tinggal di belakang
membesar dan dampak sebar (spread effect) cenderung mengecil secara kumulatif
untuk bertumbuh yang analog dengan kesenjangan sehingga yang timbul adalah
menempatkan pemerataan dan pertumbuhan pada posisi yang dikotomis dalam hal
ini (Kuznet, 1955) mengemukakan suatu hipotesis yang di kenal dengan sebutan “
tertentu trade off tersebut akan menghilang diganti dengan hubungan kolerasi
perekonomian yang pada saat itu kecil dalam penyerapan tenaga kerja.
biaya produksi, kenaikan biaya fasilitas pelayanan umum, kenaikan gaji dan
kesempatan kerja yang tinggi, tidak ada kesesakan dan tekanan ongkos sosial
pendapatan dan kesempatan kerja yang relatif baik yang merupakan gambaran
kombinasi antara daerah maju dan kurang maju dimana terdapat juga
berbagai skala umumnya di tandai dengan daerah pertanian dengan usaha tani
subsisten dan kecil, berpenduduk jarang dan tersebar dan tidak terdapat kota
sosial di suatu negara, distrik, atau tempat dimana peristiwa itu terjadi. Di setiap
negara apakah itu negara maju atau berkembang, negara pertanian atau industri,
negara besar atau kecil, mempunyai wilayah yang maju dan tertinggal secara
kekuatan (tingkatan) yang sama, tetap terdapat aspek-aspek umum yang dapat
Apabila suatu wilayah yang sangat luas, distribusi dari sumberdaya nasional,
sumber energi, sumberdaya pertanian, topografi, iklim dan curah hujan tidak
akan merata. Apabila faktor-faktor lain sama, maka kondisi geografi yang
b) Faktor Historis.
lalu untuk menyiapkan masa depan. Bentuk organisasi ekonomi yang hidup
di masa lalu menjadi alasan penting yang dihubingkan dengan isu insentif,
terhambat.
c) Faktor Politik
sangat kuat. Selain itu, jika pemerintah stabil tapi lemah, korupsi dan
Belakangan ini, hampir semua negara kaya sedang diterapkan konsep negara
terlatih dan efisien karena birokrasi yang efisien akan berhasil dalam
f) Faktor Sosial
pihak penduduk dari wilayah yang lebih maju memiliki kelembagaan dan
g) Faktor Ekonomi
buruk, kekuatan pasar yang bebas dan efek ”backwash” dan efek menyebar
daerah yang dikenal dengan istilah kebijakan otonomi daerah. Hal tersebut di
keanekaragaman daerah, atas dasar itu undang-undang No. 22 tahun 1999 tentang
jawab kepada daerah sehingga memberi peluang kepada daerah agar leluasa
Otonomi daerah merupakan sebuah alat untuk mencapai salah satu tujuan
kepala daerah yang di pilih oleh DPRD dan adanya bantuan dalam bentuk transfer
daerah adalah kebutuhan dana yang cukup besar, untuk itu perlu di atur
(Kusumah, 2003).
2.4. Konsep Konvergensi
convergence.
umumnya terfokus pada ukuran utama konvergensi yaitu konvergensi beta (β-
adalah analisa bersifat dinamis. Bila pengamatan jangka pendek tidak mampu
memberi jawaban tentang dampak dari kebijakan publik, maka kita tidak dapat
melihat bahwa dampak tersebut dalam kecenderungan jangka panjang. Dari sudut
pernah dilakukan oleh Upal dan Handoko (1986) dengan menggunakan formulasi
propinsi.
dengan menggunakan konsep pengukuran yang sama dengan diatas untuk periode
oleh sektor pertanian (pulau Sumatra) mempunyai tingkat ketimpangan yang lebih
industri (pulau Jawa). Hal ini menunjukkan bahwa pembangunan sektor pertanian
dan investasi, tenaga kerja yang dipengaruhi tingkat pendidikan, upah, dan jumlah
penduduk, dan pembiayaan pembangunan baik dari pusat maupun pendapatan asli
timur. Pertumbuhan kawasan barat diketahui jauh lebih pesat dan ini semakin
kawasan. Dari hasil analisis deskriptif, kesenjagan yang terjadi antara kawasan
barat dan timur sepanjang tahun 1983-1993 antara lain adalah kesenjangan PDRB
non migas dan PDRB non migas perkapita, diman a kawasan barat mempunyai
keadaan yang lebih baik dari kawasan timur. Selain itu terdapat kesenjangan
dari pusat maupun PAD, tingkat kemampuan baca tulis, tingkat partisipasi
tenaga kerja.
sektor pertanian. Hal ini menunjukkan bahwa sektor pertanian mempunyai peran
Sumatera.
III. METODOLOGI PENELITIAN
Analisa jenis ini umumnya menggunakan regresi cross section antara tingkat
fase yaitu dari tahap awal pembangunan hingga tahap kematangan (maturity)
kaya. Property ini dihubungkan dengan konsep β-convergence yang diperoleh dari
umumnya terfokus pada ukuran utama konvergensi yaitu konvergensi beta (β-
adalah analisa bersifat dinamis. Bila pengamatan jangka pendek tidak mampu
memberi jawaban tentang dampak dari kebijakan publik, maka kita tidak dapat
melihat bahwa dampak tersebut dalam kecenderungan jangka panjang. Dari sudut
perekonomian daerah yang kaya lebih rendah namun secara relatif nilai perubahan
secara pasti. Jika konvergensi adalah cepat maka fokus kita adalah prilaku steady
pada posisi steady state, namun jika tidak yang berarti bahwa posisi
perekonomian berada jauh dari posisi steady state maka sebaiknya difokuskan
transional.
convergence ini. Studi ini menghasilkan dua aliran utama dari regresi, pertama
adalah ide tentang club convergence regresi jenis ini bersandar pada hipotesis
awal yang mirip saja yang akan konvergen satu sama lain, maka Negara-negara
klub lainya. Tidak terdapat kecenderungan untuk konvergen bagi club-club ini dan
karena adanya disparitas antar club yang berbeda ini dapat terus berlangsung
dalam jangka panjang, bahkan meningkatkan ide club, konvergensi ini sering pula
state pendapatan yang berbeda-beda pula. Metode terpopuler disini adalah dengan
dasar, sekali koefisien beta menunjukkan tanda negatif ketika variabel-variabel ini
masuk regresor maka kita dapat menyebut bahwa perekonomian yang di teliti
perbedaan teknologi, prefernsi, dan institusi antar daerah adalah eksis, namun
perbedaan ini relatif lebih kecil bila di bandingkan dengan perbedaan antar Model
absolut. Proses konvergen seperti ini disebut dengan konvergensi absolut karena
tersebut tidak muncul namun ada ketika variabel-variabel lain yang dianggap
berpengaruh seperti pendidikan, kesuburan dan kesehatan yang diikutsertakan
evolusi serupa dari pendapatan regional di AS, Jepang, dan Negara-negara Eropa.
bagian menurun. Sekitar 1,7% per tahun untuk periode 110 tahun sejak tahun
1880. Untuk kasus Jepang, mereka menemukan bahwa pendaptan per kapita dari
tahun dari R2 adalah 0,92. Untuk daerah eropa (11 di Jerman, 11 di Inggris, 20 di
periode 1950-1990.
ini telah mengasumsikan hubungan yang tidak berubah antara input modal dan
tenaga kerja dan output barang dan jasa.Tetapi model ini dapat dimodifikasi yang
yang mengaitkan modal total (K) dan tenaga kerja total (L) dengan Fungsi:
kemajuan, efisiensi tenaga kerja akan meningkat. Asumsi yang paling sederhana
memberi modal bagi pekerja baru dan gk dibutuhkan untuk pekerja efektif yang
Investasi
sf (k)
Kondisi
Mapan
Sumber : Mankiw, 2001
kondisi mapan, y = f(k), output per pekerja efektif juga konstan. Tingkat efisiensi
setiap pekerja aktual tumbuh pada tingkat g, output per pekerja juga tumbuh pada
pertumbuhan Solow dalam jumlah yang sama dengan pertumbuhan populasi pada
kemajuan teknologi.
Dengan adanya kemajuan teknologi model ini dapat menjelaskan kenaikan
yang berkelanjutan dalam standar kehidupan yang kita amati. Yaitu kemajuan
tingkat modal kaidah emas adalah kondisi mapan yang memaksimalkan konsumsi
growth theory) karena menolak asumsi model Solow tentang perubahan teknologi
adalah persediaan modal dan A adalah konstanta yang mengukur jumlah output
yang diproduksi untuk setiap unit modal. Fungsi produksi ini tidak menunjukkan
muatan dari pengembalian modal yang kian menurun. Satu unit modal tambahan
modal di sini, keberadaan pengembalian modal yang kian menurun ini merupakan
perubahan dalam persediaan modal (∆K) sama dengan investasi (sY) dikurangi
penyusutan (δK), lalu digabungkan dengan persamaan fungsi produksi Y = AK,
(bukan yang kian menurun) lebih bermanfaat jika K diasumsikan secara lebih
luas.
sebagai salah satu ukuran dalam melihat perbedaan tingkat kemakmuran antar
daerah, walaupun kemakmuran itu sendiri tidak hanya diukur dengan indikator
pendapatan rata-rata antara berbagai daerah atau wilayah tertentu dan tidak
memperlihatkan pola pembagian pendapatan antar golongan penerima
pendapatan.
dan kelompok masyarakat berpendapatan rendah pada suatu daerah, serta tingkat
kemiskinan atau jumlah orang yang berada dibawah garis kemiskinan merupakan
dua masalah besar yang terjadi pada banyak negara berkembang di dunia, tidak
down effect) akan tetapi efek yang diharapkan berjalan sangat lambat, akibatnya
jumlah penduduk miskin tetap banyak bahkan meningkat. Kondisi seperti ini
mampu menarik masyarakat yang berada pada tingkat ekonomi lemah sehingga
dapat terjadi pemerataan. Kondisi tersebut berdampak pada krisis multi
otonomi daerah sehingga kewenangan daerah jauh lebih besar dalam pencapaian
No.25 tahun 1999 tentang pemerintah daerah dan perimbangan keuangan antara
Konsekuensi dari semua itu adalah pemerintah daerah dituntut untuk dapat
dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat, akan tetapi yang menjadi
sumber daya alam maupun sumber daya manusia yang ada pada setiap daerah
yang mungkin dapat mengakibatkan kesenjangan antar daerah yang kaya dan
daerah yang miskin yang berpengaruh pada PDRB, tingkat pendidikan dan tingkat
kesehatan dari setiap daerah, sehingga dengan adanya otonomi daerah apakah
pemerataan antar daerah dapat terjadi dan mencapai kondisi yang konvergensi
pada titik yang seimbang antara daerah kaya dan daerah miskin. Kerangka
Analisis Regresi
Konvergensi
1. PDRB adalah jumlah seluruh nilai tambah (produk) yang dihasilkan oleh
dipakai. Saat ini PDRB masih digunakan sebagai alat untuk mengukur
seluruh pendapatan /balas jasa atas faktor produksi yang dimiliki oleh
tersebut berproduksi. PDRB terbagi menjadi dua bagian yaitu PDRB atas
dasar harga berlaku dan PDRB atas dasar harga konstan. PDRB atas dasar
harga berlaku adalah PDRB yang dinilai atas dasar harga berlaku dari
PDRB atas dasar harga konstan pada suatu tahun dasar adalah PDRB
tersebut dinilai atas dasar harga tetap yang terjadi pada tahun dasar
tahun yang dijadikan sebagai patokan dan dasar untuk menganalisis, atau
dapat dikatakan sebagai tahun awal dalam menganalisis data tahun yang
analisis ini tahun akhir yang digunakan adalah tahun 1995, tahun 2001
3.4. Hipotesis
Penulisan skripsi ini di mulai pada bulan Juni 2006 waktu yang diperlukan
Dati II di Propinsi Sumatera sebagai objek studi dan sekaligus sebagai lokasi
kabupaten/kota yang ada di propinsi Sumatra, kondisi sumber daya alam yang
dapat tergambar dengan nyata dan diharapkan adanya solusi dari permasalahan
konvergensi.
Jenis data yang digunakan merupakan data sekunder. Data yang digunakan
dalam penelitian adalah data cross section berdasarkan PDRB Perkapita atas dasar
Sumatra dalam angka, berbagai macam data sekunder lainnya yang diambil dari
berbagai sumber, diantaranya dari BPS propinsi Sumatra, literature dan sumber
pustaka lainnya. Periode analisis pada penelitian ini adalah tahun 1995, 2001 dan
tahun 2004 dengan menggunakan tahun dasar 1993 dan pengolahan data
dilakukan dengan bantuan perangkat lunak Minitab 1.4 dan Microsoft Excel.
data kuantitatif akan diolah dengan menggunakan analisis regresi. Analisis regresi
terhadap satu atau lebih variabel lain (Gujarati, 1993). Regresi yang digunakan
yaitu mencakup analisis tingkat konvergensi antar kabupaten yang terdiri dari
(kabupaten yang lebih miskin tumbuh lebih cepat dari pada kabupaten yang lebih
ln (YiT / Y i t) = a + b ln (Y i t ) + εi ……………………………………(2)
Dimana:
a : Konstanta
b : Koefisien regresi
T : Tahun analisis
konvergensi absolut yang terjadi, data yang digunakan adalah data PDRB
perkapita tahun 1995, 2001, dan tahun 2004 yang diregresikan dengan PDRB
lebih miskin tumbuh lebih cepat dari pada kabupaten yang lebih kaya jika variabel
ln (YiT / Y i t) = a + b1 ln (Y i t ) + b2 ln X1 + εi.....................................(3)
Dimana :
a : Konstanta
T : Tahun analisis
dari nilai koefisien regresi. Jika nilai koefisien regresinya lebih kecil dari nol
Uji signifikan individu dikenal dengan uji t (uji parsial). Pengujian ini
statistik bersifat signifikan atau tidak. Dengan uji t akan dilihat apakah secara
memiliki pengaruh nyata atau tidak terhadap variabel tidak bebas. Melalui uji t ini
akan diuji apakah koefisien regresi satu per satu secara statistik signifikan atau
H0: β = 0
H1: β ≠ 0
variabel bebas, jika probabilitasnya lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan
signifikan terhadap variabel tak bebas, dan sebaliknya jika probabilitasnya lebih
besar dari taraf nyata yang digunakan maka dapat disimpulkan bahwa variabel
seluruh koefisien regresi juga signifikan dalam mementukan nilai dari variabel tak
bebas. Dalam uji F jika seluruh nilai sebenarnya dari parameter regresi sama
dengan nol, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang linear
antara variabel tak bebas dengan variabel bebas. Atau dapat dilihat juga dari nilai
probability F-statistiknya, jika probabilitasnya lebih kecil dari taraf nyata yang
digunaka maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan linear antara
pendapatan yang sama dapat mencapai kondisi kemapanan yang sama. Untuk
pulau Sumatera tahun 1995 sebelum Otonomi Daerah, dapat dilihat pada Tabel 6.
Sumber: Lampiran 4.
Mengacu pada nilai probabilitas F-statistik yaitu sebesar 0.001 maka persamaan
ini melewati uji F. Nilai ini menandakan bahwa persamaan diatas telah
kurang dari taraf nyata 5 persen menandakan bahwa variabel tersebut signifikan.
Pada Tabel 6. menunjukkan bahwa tingkat PDRB perkapita tahun dasar 1993
pada tahun 1995, dapat dilihat dari nilai koefisien regresinya. Jika nilai koefisien
konvergensi absolut yang terjadi sebesar - 0.0882 < 0 ini berarti pendapatan antar
Tingkat konvergensi absolut yang terjadi pada tahun 2001, dapat dilihat
Sumber: Lampiran 4.
0,012 maka persamaan ini melewati uji F. Nilai ini menandakan bahwa persamaan
diatas telah mendukung keabsahan model dan dapat juga dikatakan bahwa
berpengaruh nyata terhadap PDRB per kapita pada taraf nyata 5 persen.
dilakukan uji signifikansi terhadap masing-masing faktor. Hal ini dapat dilakukan
kurang dari taraf nyata 5 persen menandakan bahwa variabel tersebut signifikan.
Untuk melihat tingkat konvergensi yang terjadi pada tahun 2001, dapat
dilihat dari nilai koefisien regresinya. Jika nilai koefisien regresi lebih kecil dari 0,
cenderung konvergen.
Tingkat konvergensi absolut yang terjadi pada tahun 2004, dapat dilihat
dari Tabel 8.
Sumber : Lampiran 4
mengacu pada nilai probabilitas F-statistik yaitu sebesar 0,002 maka persamaan
ini melewati uji F. Nilai ini menandakan bahwa persamaan diatas telah
yang mempengaruhi tingkat PDRB perkapita tahun 2004 secara signifikan, perlu
dilakukan uji signifikansi terhadap masing-masing faktor. Hal ini dapat dilakukan
kurang dari taraf nyata 5 persen menandakan bahwa variabel tersebut signifikan.
dilihat dari nilai koefisien regresinya. Jika nilai koefisien regresi lebih kecil dari 0,
cenderung konvergen.
regresi yang memasukkan variabel lain yaitu tingkat pendidikan dilihat dari
jumlah murid SMU dan sederajat pada tiap kabupaten/kota di pulau Sumatera.
Sumber: Lampiran 5.
persamaan ini melewati uji F. Nilai ini menandakan bahwa persamaan diatas telah
mendukung keabsahan model, dan dapat juga dikatakan bahwa variabel-variabel
signifikan, perlu dilakukan uji signifikansi terhadap masing-masing faktor. Hal ini
Nilai probabilitas kurang dari taraf nyata 5 persen menandakan bahwa variabel
tersebut signifikan. Pada Tabel 9. bahwa tingkat PDRB perkapita tahun dasar
pendidikan tidak signifikan pada taraf nyata 5 persen, hal ini menunjukkan bahwa
Untuk melihat tingkat konvergensi bersyarat yang terjadi pada tahun 1995,
dapat dilihat dari nilai koefisien regresinya. Jika nilai koefisien regresi lebih kecil
terjadi sebesar - 0.0882 < 0 ini berarti pendapatan antar kabupaten/kota di pulau
cenderung divergen.
Sumber: Lampiran 5
persamaan ini melewati uji F. Nilai ini menandakan bahwa persamaan diatas telah
signifikan, perlu dilakukan uji signifikansi terhadap masing-masing faktor. Hal ini
Nilai probabilitas kurang dari taraf nyata 5 persen menandakan bahwa variabel
tersebut signifikan. Pada Tabel 10. tingkat PDRB perkapita tahun dasar 1993
Untuk melihat tingkat konvergensi bersyarat yang terjadi pada tahun 2001,
dapat dilihat dari nilai koefisien regresinya. Jika nilai koefisien regresi lebih kecil
terjadi sebesar - 0.174 < 0 ini berarti pendapatan antar kabupaten/kota di pulau
cenderung divergen.
persamaan ini melewati uji F. Nilai ini menandakan bahwa persamaan diatas telah
mendukung keabsahan model, dan dapat juga dikatakan bahwa variabel-variabel
signifikan, perlu dilakukan uji signifikansi terhadap masing-masing faktor. Hal ini
Nilai probabilitas kurang dari taraf nyata 5 persen menandakan bahwa variabel
tersebut signifikan. Pada Tabel 11. tingkat PDRB perkapita tahun dasar 1993
tidak signifikan pada taraf nyata 5 persen, hal ini menunjukkan bahwa tingkat
Untuk melihat tingkat konvergensi bersyarat yang terjadi pada tahun 2004,
dapat dilihat dari nilai koefisien regresinya. Jika nilai koefisien regresi lebih kecil
terjadi sebesar - 0.292 < 0 ini berarti pendapatan antar kabupaten/kota di pulau
cenderung divergen.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Sumatera cenderung konvergen. Hal ini dapat kita lihat dari nilai koefisien
regresi pada tahun-tahun yang dianalisis nilainya lebih kecil dari nol.
antar daerah.
5.2. Saran
teknologi.
Abel, Y.H.F.H. 2006. Disparitas Pendapatan Antar KBI dan KTI Wilayah
Indonesia. Program Pascasarjana. IPB. Bogor
Williamson, J.G. 1965. Regional and Equality and The Process of National
Development; A Description of Pattern. Economic Development and
Cultural Change, Vol.13, No. 4, Hal 3-45.
Lampiran 1. Data PDRB per Kapita Atas Dasar Harga Berlaku Menurut
Kabupaten/kota se-pulau Sumatera (Rupiah).
Analysis of Variance
Source DF SS MS F P
Regression 1 0.16953 0.16953 13.00 0.001
Residual Error 71 0.92594 0.01304
Total 72 1.09547
Unusual Observations
Analysis of Variance
Source DF SS MS F P
Regression 1 0.65405 0.65405 6.71 0.012
Residual Error 71 6.92182 0.09749
Total 72 7.57587
Unusual Observations
Obs ln yi 93 ln yi01/93 Fit SE Fit Residual St Resid
8 15.9 1.2941 1.1243 0.1193 0.1698 0.59 X
45 13.9 2.6503 1.4719 0.0420 1.1784 3.81R
46 16.2 1.4301 1.0696 0.1395 0.3605 1.29 X
48 16.1 1.3680 1.0910 0.1316 0.2770 0.98 X
53 14.2 2.4057 1.4286 0.0368 0.9772 3.15R
65 13.8 0.8101 1.4930 0.0465 -0.6829 -2.21R
Analysis of Variance
Source DF SS MS F P
Regression 1 1.8498 1.8498 10.17 0.002
Residual Error 71 12.9107 0.1818
Total 72 14.7605
Unusual Observations
Analysis of Variance
Source DF SS MS F P
Regression 2 0.18012 0.09006 6.89 0.002
Residual Error 70 0.91535 0.01308
Total 72 1.09547
Source DF Seq SS
ln yi 93 1 0.16953
ln x1 1 0.01059
Unusual Observations
Analysis of Variance
Source DF SS MS F P
Regression 2 0.65416 0.32708 3.31 0.042
Residual Error 70 6.92171 0.09888
Total 72 7.57587
Source DF Seq SS
ln yi 93 1 0.65405
ln x1 1 0.00011
Lanjutan Lampiran 5. Analisis regresi Konvergensi Bersyarat
Unusual Observations
Analysis of Variance
Source DF SS MS F P
Regression 2 1.8751 0.9376 5.09 0.009
Residual Error 70 12.8854 0.1841
Total 72 14.7605
Source DF Seq SS
ln yi 93 1 1.8498
ln x1 1 0.0253
Unusual Observations
ln yi
Obs ln yi 93 04/93 Fit SE Fit Residual St Resid
8 15.9 1.3086 1.0964 0.1735 0.2121 0.54 X
31 13.9 1.6492 1.7057 0.1652 -0.0565 -0.14 X
45 13.9 2.5934 1.6487 0.0652 0.9447 2.23R
46 16.2 1.3390 0.9878 0.1921 0.3512 0.92 X
48 16.1 1.4013 1.0084 0.1832 0.3929 1.01 X
49 13.9 3.5994 1.6736 0.0598 1.9258 4.53R
67 13.7 3.4658 1.7212 0.0762 1.7446 4.13R