You are on page 1of 2

Mungkin Anda sebagai orang tua pernah menemukan sikecil yang tiba-tiba panik, mengamuk,

menjerit, berguling,guling, menangis, menyatakan mengapa anak marah, atau hanya diam
sebagai ungkapan dari kemarahan si kecil.

Setiap anak memiliki kebiasaan yang berbeda-beda, ada yang mudah marah dan ada yang tidak.
Pada dasarnya, amarah adalah emosi negatif yang muncul ketika keinginan tidak terpenuhi.
Kemarahan sering dikaitkan dengan frustasi yang sangat wajar dan sehat jika diekspresikan
dengan wajar pula.

Ada dua aspek perkembangan anak yang sangat terkait denga munculnya kemarahan, yaitu
perkembangan (self,ego) dan perkembangan bahasa. Ketika rasa ini sudah berkembang, anak
mulai banjir keinginan  yang terkdang berbeda dengan apa yang dipiirkan orang tua. Oleh karena
itu, usia 2-4 tahun dikenal sebagai masa negativistik.

Jika tidak dibarengi dengan sikap yang sehat, perkembangan ini pun menjadi tidak sehat.
Akibatnya anak akan mengalami kesulitan untuk mengekspresikan kemarahannya dengan kata
sehingga mereka cenderung berteriak, mengamuk, dan menangis. Hal ini akan mengganggu
perkembangan psikis dan fisik anak.

Berikut beberapa tip untuk mengatasi masalah ini seperti.

1. Penuhi kebutuhan dasar anak

Pastikan anak tidak lapar, haus, dan tidka lelah untuk mencegah kemarahan anak.

2. Kenali ambang toleransi anak

Setiap anak terlahir dengan ambang toleransi yang berbeda-beda. Terkadang anak mudah
menghadapi kebisingan, pengalaman baru, kesesakan ruangan, dll. Tetapi, ada anak yang sulit
menghadapi situasi seperti ini. Memahami ambang toleransi anak akan menghindari situasi
amarah yang tidak sehat.

3. Pelajari tanda munculnya kemarahan

Pelajari tanda awal kemarahan anak seperti gusar, rewel, atau manja. Sehingga anda bisa
mengantisipasi kemarahan anak.
4. Pilih medan peperangan yang tepat

Tidak usah bertentangan dengan anak selama tidak berkaitan dengan prinsip. Berikan pilihan
atau negosiasi hingga mencapai kesepakan bersama.

You might also like