You are on page 1of 33

Block 1 & 2

Block 1 & 2 (Quality Of Life)

Modul VI

Group 12

1. Angelina D. Salamala (1010174)

2. Caroline (1010148)

3. Christian Hendrik (1010121)

4. Cindy P. (1010011)

5. David Suwandi (1010161)

6. Erico Manuel (1010086)

7. Fandy (1010031)

8. Fortunata (1010072)

9.Rafaella Ellend (1010105)

Tutor : Ibu Endah

Fakultas Kedokteran

Universitas Kristen Marantha

Bandung 2010
Langkah 1 : Definisi

1. Transfusi Ganti adalah transfuse untuk mengganti sel darah yang rusak, tidak menanbah
jumlah sel darah.
2. Hipotoni adalah berkrangnya tegangan dalam otot
3. Erythoblastosis Foetalis adalah suatu cacat congenital yang d sebabkan oleh perbedaan
Rhesus antara anak dan ibunya yang dapat menyebabkan kematian. Terjadi pada ibu Rh
(-) dan anak Rh (+).
4. Ikterik adalah berwarna kekuningan.
5. IQ (Intelegent Quotient) adalah angka yang menunjukkan tingkat kecerdasan seseorang.
6. Rh (Rhesus) adalah system golongan darah yang menbedakan Rh (+) dan Rh (-).
Golongan darah yang mempunyai arti klinis yang besar setelah ABO. Ada tidaknya
antigen yang serupa dengan Rhesus Macaca
7. Rehabilitasi adalah usaha pemulihan.
8. Fisoitherapist adalah orang yang ahli dalam fisiotherapy.
9. Occupational therapist
10. Cerebral Palsy
11. Retardasi Mental adalah kemampuan mental yang tidak mencukupi (WHO)
12. Lesi Struktural
13. Pedagogi
14. Gerakan Choreoathetoral

Langkah 2 : Identifikasi masalah

1. Apa hubungan penyakit A dengan emosinya yang cepat marah?


2. Mengapa tumbuh kembang A lebih lambat dari kakak nya?
3. Apa dampak erithroblastosis foetalis?
4. Apa dampak positif dari pengobatan alternative dan pemijatan terhadap penyakit cerebral
palsy?
5. Mengapa sering terjadi gerakan spontan pada A? mengapa gerakan tersebut semakin
hebat saat A berbicara, menangis, atau tertawa?

Langkah 3 : Analisis Masalah

1. Hfskl
2. Karena A terkena erithoblastosis foetalis, sedangkan kakaknya tidak, dan juga A
didiagnosis terkena cerebral palsy.
3. Emosi tidak stabil, tumbuh kembang nya tidak normal, anemia, ikterik, hidrop fetalis.
4. Jds;
5. Karena adanya lesi structural.

Langkah 4 : Diagnosis dan pemecahannya

1. Diagnosis :
Cerebaral palsy, dengan IQ=90, mempunyai riwayat erithoblastosis foetalis.
2. Pemecahan masalah :
Mendapat penatalaksanaan komprehensif dari fisiotherapist dan occupational therapist,
serta pedagogi khusus pendidikan luar biasa dan dilakukan rehabilitasi.

Langkah 5 : Tujuan Pembelajaran

Mengetahui dan memahami tentang :

1. Definisi, penyebab, dampak, dan penatalaksanaan erithoblastosis foetalis.


2. Definisi, penyebab, dampak, dan penatalaksanaan cerebral palsy.
3. Klasifikasi retardasi mental berdasarkan IQ serta potensi akademik dan activity daily
living.
4. Masa depan dan kualitas hidup cerebral pasly (dan pekerjaan).
5. a. kebijakan pemerintah dalam pengenbangan program pendidikan luar biasa
b. istilah education for all
c. isi kesepakatan Salamanca, Spanyol (1994)
6. Pola layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus

ERITHOBLASTOSIS FOETALIS

*Definisi Erythroblstosis

Sekarang, erythroblastosis fetalis dinamakan Hemolytic Disease of the Newborn (HDN) atau
Hemolytic Disease of the Fetus and Newborn (HDFN).
Erythroblastosis fetalis adalah Penghancuran sel darah merah janin akibat antibody(sel
pertahanan tubuh) ibu yang masuk ke janin melewati plasenta dan menghancurkan antigen yang
terdapat di sel darah merah janin. Penyakit ini penyebab penting terjadiya anemia dan jaundice
(bayi kuning) pada bayi baru lahir.

*Penyebab terjadinya erythroblastosis fetalis

Darah memiliki 60 macam antigen yang berbeda di permukaan selnya,dan antigen yang paling
sering menyebabkan penyakit ini adalah antigen D dari rhesus dan antigen ABO dari golongan
darah,sedangkan antigen lain adalah CW,CX,DU,K(Kell),Duffy,S,M,P,MNS,Xg,Lutheran,Diego
dan Kidd(tapi jarang). Hal inilah yang menyebabkan darah setiap individu berbeda(contoh
sederhana:golongan darah). Janin terbentuk dari penggabungan penggabungan ayah dan
ibu,sehingga bisa saja antigen yang ada pada janin berbeda dengan ibu. Akibatnya imunitas ibu
menganggap darah janin sebagai benda asing yang berbahaya dan mengeluarkan antibody yang
nantinya akan menempel pada antigen sel darah merah janin dan kemudian menghancurkannya.

- Bila ibu rhesus negatif dan janin positif. Hal ini tidak terjadi pada kehamilan pertama
karena ibu belum tersentisasi dengan antigen janin,tapi gejala akan semakin hebat pada
kehamilan berikutnya. Presentasi janin akan rhesus+ bila ayah rhesus+ adalah 50%,tapi
kemungkinan penyakit muncul hanya 10%

- Bila golongan darah ibu berbeda dari golongan darah janin. Misal ibu O dan janin
A/B atau ibu A dan janin B,dan sebaliknya. Penyakit ini dapat muncul pada kehamilan
pertama dan menetap pada kehamilan selanjutnya. Presentasi janin berbeda golongan
darah bila golongan darah ayah berbeda dengan ibu adalah 20-25%,tetapi hanya 15%
yang berresiko terkena dan hanya 0,3-2,2% yang berkembang menjadi penyakit.
*Efek antibody Ibu terhadap Janin

Sesudah antibody anti-Rh terbentuk pada Ibu,antibody ini berdifusi dengan lambat melalui
membran plasenta ke dalam darah janin. Di sini antibody tersebut menyebabkan aglutinasi darah
janin. Sel darah merah yang teraglutinasi akan mengalami hemolisis sesudahnya,dan melepaskan
hemoglobin ke dalam darah. Makrofag janin kemudian mengubah hemoglobin menjadi
bilirubin,yang menyebabkan kulit basyi menjadi kekuningan(ikterik). Antibody tadi dapat juga
menyerang dan merusak sel-sel tubuh lainnya.

*Gejala dari Erythroblastosis Fetalis

Gejala yang timbul dapat sangat ringan (hanya diketahui dari hasil laboratorium saja) hingga
dampak yang berat (kematian janin). Pada perbedaan rhesus gejala yang terjadi adalah bayi
tampak pucat lalu jadi kuning pada hari pertama setelah lahir,terdapat pembesaran hati dan
limpa,tanda-tanda gagal jantung(pembesaran jantung,distress pernafasan),bengkak seluruh
tubuh(edema anasarka) dan kegagalan sirkulasi. Bila edema anasarka sudah muncul dari
kandungan(biasa disebut hidrops fetalis), maka akan menimbulkan kematian dalam rahim atau
kematian sesaat setelah lahir.

Sedangkan dalam perbedaan golongan darah ,gejala yang terjadi lebih ringan,hanya bayi menjadi
kuning dalam 24 jam setelah melahirkan dan berkembang menjadi kernicterus(billirubin
tertimbun di otak) yang berbahaya bagi bayi.

*Dampak eritroblastosis fetalis

- Kematian intrauterine

-Serebral palsi

-Ikterus neonatorum

-Pembesaran pada lever dan limpa

Penatalaksanaan eritroblastosis fetalis

A. Berupa pengobatan dan pencegahan :


1. Pengobatan
a. Transfusi tukar
Tujuan transfusi tukar yang dapat dicapai :
- Memperbaiki keadaan anemia, tetapi tidak menambah volume darah
- Menggantikan eritrosit yang telah diselimuti oleh antibodi (coated cells)
dengan eritrosit normal (menghentikan proses hemolisis)
- Mengurangi kadar serum bilirubin
- Menghilangkan imun antibodi yang berasal dari ibu
Yang perlu diperhatikan dalam transfusi tukar :
- Darah donor yang masa simpannya ≤ 3 hari untuk menghindari kelebihan
kalium
- Pilih darah yang sama golongan ABO nya dengan darah bayi dan Rhesus
negatif (D-)
- Dapat diberikan darah golongan O Rh negatif dalam bentuk Packed red cells
- Bila keadaan sangat mendesak, sedangkan persediaan darah Rh- tidak tersedia
maka untuk sementara dapat diberikan darah yang inkompatibel (Rh positif)
untuk transfusi tukar pertama, kemudian transfusi tukar diulangi kembali
dengan memberikan darah donor Rh negatif yang kompatibel.
- Pada anemia berat sebaiknya diberikan packed red cells
- Darah yang dibutuhkan untuk transfusi tukar adalah 170 ml/kgBBbayi dengan
lama pemberian transfusi ≥ 90 menit
- Lakukan pemeriksaan reaksi silang antara darah donor dengan darah bayi, bila
tidak memungkinkan untuk transfusi tukar pertama kali dapat digunakan
darah Ibunya, namun untuk transfusi tukar berikutnya harus menggunakan
darah bayi.
- Sebelum ditransfusikan, hangatkan darah tersebut pada suhu 37°C
Cara : Mengganti darah bayi yang baru lahir dengan darah Rh- ±50 ml,menghabiskan
waktu ±1,5 jam. Dan darah Rh+ dikeluarkan dari tubuh bayi. Biasanya dilakukan ± 6
minggu dan beberapa kali seminggu. Hal ini dilakukan agar kadar bilirubin tetap rendah
dan mencegah kernikterus (kerusakan pada pusat otak bayi disebabkan oleh peningkatan
kadar bilirubin ).

b. Transfusi intrauterin
Pada tahun 1963, Liley memperkenalkan transfusi intrauterin. Sel eritrosit donor
ditransfusikan ke peritoneal cavity janin (rongga atau ruang yang memisahkan organ-
organ dalam rongga perut dari dinding perut yang menghasilkan cairan sebagai
pelumas ±50ml per hari), yang nantinya akan diadsorbsi dan masuk kedalam sirkulasi
darah janin (intraperitoneal transfusion). Bila paru janin masih belum tumbuh dengan
sempurna, transfusi intrauterin adalah pilihan yang terbaik. Darah bayi Rhesus (D)
negatif tak akan mengganggu antigen D dan karena itu tak akan merangsang sistem
imun ibu memproduksi antibodi. Tiap antibodi yang sudah ada pada darah ibu tak
dapat mengganggu darah bayi. Namun harus menjadi perhatian bahwa risiko transfusi
intrauterin sangat besar sehingga mortalitas(kematian) sangat tinggi.

c. Transfusi intravasal
Untuk itu para ahli lebih memilih intravasal transfusi, yaitu dengan melakukan
cordocentesis yaitu pungsi(tusukan/suntikan untuk mengeluarkan cairan atau darah
dari tubuh) tali pusat perkutan. Transfusi dilakukan beberapa kali pada kehamilan
minggu ke 26–34 dengan menggunakan Packed Red Cells golongan darah O Rh
negatif sebanyak 50–100 ml. Induksi partus dilakukan pada minggu ke 32 dan
kemudian bayi dibantu dengan transfusi tukar 1x setelah partus. Induksi pada
kehamilan 32 minggu dapat menurunkan angka mortalitas sebanyak 60%.
d. Transfusi albumin
Pemberian albumin sebanyak 1 mg/kg BB bayi, maka albumin akan mengikat
sebagian bilirubin indirek. Karena harga albumin cukup mahal dan resiko terjadinya
overloading sangat besar maka pemberian albumin banyak ditinggalkan.
e. Fototerapi
Foto terapi dengan bantuan lampu blue violet dapat menurunkan kadar bilirubin.
Fototerapi sifatnya hanya membantu dan tidak dapat digunakan sebagai terapi
tunggal.

2. Pencegahan
a. Imunisasi pasif pada ibu
Tindakan terpenting untuk menurunkan insidens kelainan hemolitik akibat
isoimunisasi Rhesus adalah imunisasi pasif pada ibu. Setiap dosis preparat
imunoglobulin yang digunakan memberikan tidak kurang dari 300 mikrogram
antibodi D. 100 mikrogram anti Rhesus (D) akan melindungi ibu dari 4 ml darah
janin. Suntikan anti Rhesus (D) yang diberikan pada saat persalinan bukan sebagai
vaksin dan tak membuat wanita kebal terhadap penyakit Rhesus. Suntikan ini untuk
membentuk antibodi bebas, sehingga ibu akan bersih dari antibodi pada kehamilan
berikutnya.
b. Pengembangan imunoglobin Rh
Antibodi anti-D yang dimasukkan ke dalam darah ibu Rh- dimulai dari usia 28
sampai dengan 30 minggu kehamilan untuk mencegah sensitisasi ibu terhadap antigen
D. Tetapi mempunyai efek samping mengganggu respon imun terhadap antigen D.

B. Berupa tindakan umum, khusus, dan lanjut


1. Tindakan umum
a. Memeriksa golongan darah ibu (Rh, ABO) pada waktu hamil
b. Mencegah truma lahir, pemberian obat pada ibu hamil atau bayi baru lahir yang dapat
menimbulkan ikhterus, infeksi dan dehidrasi.
c. Pemberian makanan dini dengan jumlah cairan dan kalori yang sesuai dengan
kebutuhan bayi baru lahir.
d. Imunisasi yang cukup baik di tempat bayi dirawat.

2. Tindakan khusus
a. Fototerapi
Dilakukan apabila telah ditegakkan hiperbilirubin patologis dan berfungsi untuk
menurunkan bilirubin dalam kulit melalui tinja dan urine dengan oksidasi foto.
b. Pemberian fenobarbital
Mempercepat konjugasi dan mempermudah ekskresi. Namun pemberian ini tidak
efektif karena dapat menyebabkan gangguan metabolic dan pernafasan baik pada ibu
dan bayi.
c. Memberi substrat yang kurang untuk transportasi/ konjugasi misalnya pemberian
Albumin karena akan mempercepat keluarnya bilirubin dari ekstravaskuler ke
vaskuler sehingga bilirubin lebih mudah dikeluarkan dengan transfuse tukar.
d. Melakukan dekomposisi bilirubin dengan fototerapi untuk mencegah efek cahaya
Berlebihan dari sinar yang ditimbulkan dan dikhawatirkan akan merusak retina.
Terapi ini juga digunakan untuk menurunkan kadar bilirubin serum pada neonatus
dengan hiperbilirubin jinak hingga moderat.
e. Terapi transfusi
Digunakan untuk menurunkan kadar bilirubin yang tinggi.
f. Terapi obat-obatan
Misalnya obat phenorbarbital/luminal untuk meningkatkan bilirubin di sel hati yang
menyebabkan sifat indirect menjadi direct, selain itu juga berguna untuk mengurangi
timbulnya bilirubin dan mengangkut bilirubin bebas ke organ hari.
g. Menyusui bayi dengan ASI
h. Terapi sinar matahari

3. Tindakan lanjut
Tindak lanjut terhadap semua bayi yang menderita hiperbilirubin dengan evaluasi berkala
terhadap pertumbuhan, perkembangan dan pendengaran serta fisioterapi dengan
rehabilitasi terhadap gejala sisa.
C. Pemerintah
 Kesepakatan Salamanca yang dilaksanakan di Spanyol 1994

CEREBRAL PALSY

A. DEFINISI
Cerebral palsy (CP) adalah suatu kerusakan jaringan otak yang menetap tidak progresif,
meskipun gambaran klinisnya dapat berubah selama hidup, terjadi pada usia dini dan
menghalangi perkembangan otak normal dengan menunjukkan kelainan postur dan pergerakan
disertai kelainan neurologis berupa gangguan pada cortex cerebri, ganglia basalis dan cerebellum
(Soetomenggolo & Ismael, 1999). Menurut Shepherd (1995) CP didefinisikan sebagai
sekumpulan kelainan otak non progresif yang menyebabkan lesi atau perkembangan yang
abnormal pada kehidupan janin atau awal masa anak-anak. Miller dan Bachrach (1998)
mendefinisikan CP sebagai sekumpulan gangguan motorik yang diakibatkan dari kerusakan pada
otak yang terjadi sebelum, selama dan sesudah kelahiran. Kerusakan otak pada anak
mempengaruhi sistem motorik dan akibatnya anak tersebut mempunyai koordinasi yang lemah,
keseimbangan yang lemah, pola gerak yang abnormal atau gabungan dari karakteristik tersebut.
Dalam kamus kedokteran dorlan (2005) definisi CP yaitu setiap kelompok gangguan motorik
yang menetap, tidak progresif, yang terjadi pada anak kecil yang disebabkan oleh kerusakan otak
akibat trauma lahir atau patologi intra uterine. Gangguan ini ditandai dengan perkembangan
motorik yang abnormal atau terlambat, seperti paraplegia spastik, hemiplegia atau tetraplegia,
yang sering disertai dengan retardasi mental, kejang atau ataksia.
Definisi spastik menurut kamus kedokteran Dorlan (2005) adalah bersifat atau ditandai dengan
spasme. Hipertonik, dengan demikian otot-otot kaku dan gerakan kaku.
Diplegi adalah paralisis yang menyertai kedua sisi tubuh, paralisis bilateral (Dorlan, 2005).
Diplegia merupakan salah satu bentuk CP yang utamanya mengenai kedua belah kaki (Dorlan,
2005).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa CP Spastik Diplegia adalah suatu gangguan tumbuh
kembang motorik anak yang disebabkan karena adanya kerusakan pada otak yang terjadi pada
periode sebelum, selama dan sesudah kelahiran yang ditandai dengan kelemahan pada anggota
gerak bawah yang lebih berat daripada anggota gerak atas, dengan karakteristik tonus postural
otot yang tinggi terutama pada regio trunk bagian bawah menuju ekstremitas bawah. Pada CP
spastik diplegia kadang-kadang disertai dengan retardasi mental, kejang dan gambaran ataksia.

B. ETIOLOGI

Penyebab CP secara umum dapat terjadi pada tahap prenatal, perinatal dan pascanatal.
1) Pranatal
Infeksi terjadi dalam masa kandungan, menyebabkan kelainan pada janin, misalnya oleh infeksi
pada saat kehamilan (lues, toksoplasma, rubela dan penyakit inklusi sitomegalik). Anoksia dalam
kandungan (anemia, kerusakan pada plasenta), terkena radiasi sinar-X dan keracunan kehamilan
dapat menimbulkan CP. Kelainan yang mencolok biasanya gangguan pergerakan dan retardasi
mental.

2) Perinatal
a) Anoksia/hipoksia
Penyebab yang terbanyak ditemukan dalam masa perinatal ialah brain injury. Keadaan inilah
yang menyebabkan terjadinya anoksia. Hal ini terdapat pada kelahiran bayi abnormal,
disproporsi sefalo-pelvik, partus lama, plasenta previa, infeksi plasenta, partus menggunakan
bantuan instrumen tertentu dan lahir dengan bedah caesar.

b) Perdarahan otak
Perdarahan dan anoksia dapat terjadi bersama-sama, sehingga sukar membedakannya.
Perdarahan dapat terjadi di ruang sub arachnoid yang akan menyebabkan penyumbatan cairan
cerebro spinalis sehingga mengakibatkan hidrocephalus. Perdarahan di ruang subdural dapat
menekan korteks serebri sehingga timbul kelumpuhan spastik.

c) Ikterus
Ikterus pada masa neonatal dapat menyebabkan kerusakan jaringan otak yang permanen akibat
masuknya bilirubin ke ganglia basalis, misalnya pada kelainan inkompatibilitas golongan darah.

d) Meningitis purulenta
Meningitis purulenta pada masa bayi bila terlambat atau tidak tepat pengobatannya akan
mengakibatkan gejala sisa berupa CP.

e) Prematuritas
Pematuritas dapat diartikan sebagai kelahiran kurang bulan, lahir dengan berat badan tidak sesuai
dengan usia kelahiran atau terjadi dua hal tesebut. Bayi kurang bulan mempunyai kemungkinan
menderita perdarahan otak lebih banyak dibandingkan bayi cukup bulan, karena pembuluh
darah, enzim, faktor pembekuan darah dan lain-lain masih belum sempurna. Pada pasien cerebral
palsy spastik diplegi biasanya terjadi pada kasus kelahiran prematur, berat badan lahir rendah
dan anoksia berat pada saat kelahiran.

3) Pascanatal
Kerusakan yang terjadi pada jaringan otak yang mengganggu perkembangan dapat menyebabkan
CP. Misalnya pada trauma kapitis, meningitis, ensepalitis dan luka parut pada otak pasca bedah.
Bayi dengan berat badan lahir rendah juga berpotensi mengalami CP.

C. PATOLOGI
CP spastik diplegia dari beberapa literature diasumsikan oleh karena adanya hemorage dan
periventricular leukomalacia pada area subtanstia alba atau kortek motor. Haemorage dan
periventricular leukomalacia merupakan gambaran klinis cerebral palsy. Periventricular
leukomalacia adalah necrosis dari white matter sekitar ventrikel akibat dari menurunnya kadar
oksigen dan arus darah pada otak yang biasanya terjadi pada spastik diplegi. Periventricular
leukomalacia sering terjadi bersamaan dengan lesi haemoragic dan potensi terjadi selama apnoe
pada bayi prematur. Baik periventricular leukomalacia maupun lesi haemoragic dapat
menyebabkan spastik diplegi. Hal ini sekaligus menguatkan arti patogenesis adalah kejadian
kerusakan pada white matter (de Vriest et al, 1985 yang dikutip Sheperd,1997).

D. TANDA DAN GEJALA


Pada anak dengan CP spastik diplegi biasanya ditandai dengan kelemahan anggota gerak bawah.
Adanya spastisitas pada tungkai bawah. Adanya gangguan keseimbangan dan koordinasi pada
gerakan ekstrimas bawah serta gangguan pola jalan. Pada gangguan pola jalan terdapat ciri khas
yaitu pola jalan menggunting (scissor gait) dengan fleksi hip dan knee,endorotasi dan adduksi
hip,plantar fleksi dan inversi kaki (Sheperd,1997).

Penatalaksanaan Cerebral Palsy

Tidak ada terapi standar untuk semua kasus, tergantung dari gejala, jenis dan derajat beratnya
CP.Terapi mencakup:
1. TERAPI FISIK
2. TERAPI OKUPASI
3. TERAPI WICARA
4. ALAT BANTU
5. TERAPI BEDAH
6. TERAPI OBAT-OBATAN

1.TERAPI FISIK
Tujuan utama untuk memperbaiki fungsi alat gerak, mengontrol gerakan refleks patologis,
merangsang gerakan yang normal.
Metode yang digunakan antara lain:
Vojta
Bobaath
Peto
Doman-Delecato
Phelps
Shang Dian
Brunnstrom

2. TERAPI OKUPASI
Tujuannya untuk meningkatkan kemampuan untuk menolong diri sendiri, memperbaiki
kemampuan motorik halus, penderita dilatih supaya bisa mengenakan pakaian, makan, minum
dan keterampilan lainnya.Terapi motorik disesuaikan dengan jenis hambatan dan kelainan.
Meningkatkan kemampuan gerak pada persendian, meningkatkan kekuatan otot, meningkatkan
pengontrolan motorik tubuh.

3. TERAPI BICARA
Latihan vonsi : melatih gerakan bibir, lidah, otot-otot vokal

Latihan pemahaman bahasa


Latihan mengungkapkan: termasuk mengungkapkan dengan bahasa verbal atau nonverbal.

4. ALAT BANTU
Alat bantu untuk menopang tubuh,siku, kaki, lutut, agar fungsi persendian tetap terjaga dan tidak
terjadi perubahan bentuk.

5. TERAPI BEDAH
Bila terjadi kekakuan dan kelainan bentuk sendi pada pasien diatas usia 5 tahun

6. TERAPI OBAT-OBATAN
Untuk merangsang saraf otak dan roboransia yang sesuai, mencegah kejang pada kasus kejang

Tujuan terapi pasien cerebral palsy adalah membantu pasien dan keluarganya memperbaiki
fungsi motorik dan mencegah deformitas serta penyesuaian emosional dan pendidikan sehingga
pendenta sedikit mungkin memerlukan pertolongan orang lain, diharapkan penderita bisa
mandiri.

RETARDASI MENTAL

Penderita Retardasi Mental (RM) memiliki kemampuan fungsi intelektual di bawah rerata dan
mengalami gangguan keterampilan adaptif pada anak yang berumur kurang dari 18 tahun.
Keadaan ini dapat disebabkan oleh faktor genetik, lingkungan, psikososial, atau gabungan dari
ketiganya. Menurut definisi dari Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder (DSM
IV), RM merupakan kondisi bila fungsi intelektual secara bermakna berada di bawah rerata yang
menyebabkan atau berhubungan dengan gangguan pada perilaku adaptif dan bermanifestasi
selama periode perkembangan, yaitu sebelum umur 18 tahun. Penderita RM mengalami kesulitan
dalam hal belajar, menguasai keterampilan baru, adaptasi dengan berbagai kondisi sosial,
berkomunikasi, dan berprestasi akademis.
Klasifikasi Retardasi Mental
• Retardasi Mental Ringan ( IQ 50-55 hingga 70 ). 

Mereka tidak selalu dapat dibedakan dari anak-anak normal sebelum mulai bersekolah. Di usia
remaja akhir biasanya mereka dapat mempelajari keterampilan akademik yang kurang lebih
sama dengan dengan level kelas 6. Ketika dewasa mereka mampu melakukan pekerjaan yang
tidak memerlukan keterampilan atau di balai karya di rumah penampungan, meskipun mereka
mungkin membutuhkan bantuan dalam masalah sosial dan keuangan. Mereka bisa menikah dan
mempunyai anak.

• Retardasi Mental Sedang ( IQ 35-40 hingga 50-55 ).

Orang-orang yang mengalami retardasi mental sedang dapat memiliki kelemahan fisikdan
disfungsi neurologist yang menghambat keterampilan motorik yang normal, seperti memegang
dan mewarnai di dalam garis, dan keterampilan motorik kasar, seperti berlari dan memanjat.
Mereka mampu dengan banyak bimbingan dan latihan, bepergian sendiri di daerah lokal yang
tidak asing bagi mereka.

• Retardasi Mental Berat ( IQ 20-25 hingga 35-40 )

Orang-orang tersebut umumnya memiliki abnormalitas fisik sejak lahir dan keterbatasan dalam
pengendalian sensori motor. Sebagian besar dimasukkan dalam institusi penampungan dan
membutuhkan bantuan dan supervisi terus-menerus. Mereka hanya dapat melakukan sedikit
aktivitas secara mandiri dan sering terlihat lesu karena kerusakan otak mereka yang parah
menjadikan mereka relatif pasif dan kondisi kehidupan mereka hanya memberikan sedikit
stimulasi.

• Retardasi Mental Sangat Berat ( IQ di bawah 20-25 )

Hanya 1 hingga 2 persen dari mereka yang mengalami retardasi mental yang masuk dalam
kelompok retardasi mental sangat berat, yang membutuhkan supervisi total dan sering kali harus
diasuh sepanjang hidup mereka. Sabagian besar mereka memiliki abnormalitas fisik berat serta
kerusakan neurologist dan tidak dapat berjalan sendiri kemana pun. Tingkat kematian di masa
kanak-kanak pada orang-orang yang mengalami retardasi mental sangat berat dan sangat tinggi.

Etiologi
Kebanyakan kasus RM tidak diketahui penyebabnya. Berikut ini adalah beberapa faktor resiko
penyebab RM, yaitu (1) selama kehamilan : kelainan genetik, TORCH, usia ibu, faktor gizi,
rokok, narkoba, (2) selama persalinan : pendarahan, prematuritas, bayi kecil, kesulitan
pernafasan, infeksi, kejang, (3) setelah lahir : infeksi otak, sepsis, dan (4) lain-lain : gizi buruk,
gangguan metabolik, kelainan endokrin.
Etiologi
Diagnosis RM berdasarkan adanya temuan bentuk perilaku tertentu yang ditemuykan pada saat
dilakukan pemeriksaan dan riwayat perkembangan anak. Instrumen diagnostik RM yang utama
adalah berdasarkanDiagnostic and Statistical Manual for Mental Disorder-IV (DSM-IV).
Gejala Lain Retardasi Mental
Selain yang telah disebutkan di atas, berikut ini adalah gejala lain yang sering ditemukan pada
anak RM :

1. Rentang atensi singkat, sangat mudah terdistraksi


2. Kesulitan dalam hal transisi
3. Lebih menyukai bermain dengan anak yang lebih kecil usianya
4. Takut mencoba hal-hal baru
5. Kesulitan dalam memecahkan masalah
6. Daya ingat tidak baik
7. Ketidakmampuan untuk menerapkan kemampuan yang telah dimiliki pada situasi baru
8. Sering menabrak atau jatuh karena kontrol batang tubuh yang tidak baik
9. Berbicara dengan gaya anak kecil
10. Gampang Frustasi/marah dengan perubahan atau transisi
11. Tidak mengerti bagaimana membayar sesuatu
12. Sulit mengerti peraturan sosial
13. Sulit mengerti akibat tindakannya
14. Sulit berpikir logis

Di kalangan para dokter, sering terdapat anggapan bahwa keterlambatan perkembangan sama
dengan keterlambatan mental. Padahal, kedua hal tersebut berbeda seprti yang dapat dilihat pada
tabel 4.
Tata Laksana
Sama seperti anak-anak lainnya, anak RM juga memiliki kapasitas untuk belajar, tumbuh dan
berkembang. Anak RM diharapkan dapat menjadi bagian dari suatu komunitas masyarakat yang
produktif melalui pendidikan dan pelatihan yang tepat. Mereka berhak mendapatkan “kebutuhan
khusus” yang meliputi :

1. Pelayanan Kesehatan
2. Pendidikan khusus sedini mungkin melalui program stimulasi bayi sampai usia pra-
sekolah.
3. Program pendidikan khusus sesuai tingkat retardasi
4. Pendidikan Fungsional
5. Pelatihan Transisional
6. Kesempatan belajar hidup mandiri.

 
Pencegahan

1. Pencegahan primer dapat dilakukan dengan pendidikan kesehatan pada masyarakat, perbaikan
keadaan-sosio ekonomi, konseling genetik dan tindakan kedokteran (umpamanya perawatan
prenatal yang baik, pertolongan persalinan yang baik, kehamilan pada wanita adolesen dan
diatas 40 tahun dikurangi dan pencegahan peradangan otak pada anak-anak).
2. Pencegahan sekunder meliputi diagnosa dan pengobatan dini peradangan otak, perdarahan
subdural, kraniostenosis (sutura tengkorak menutup terlalu cepat, dapat dibuka dengan
kraniotomi; pada mikrosefali yang kogenital, operasi tidak menolong).
3. Pencegahan tersier merupakan pendidikan penderita atau latihan khusus sebaiknya disekolah
luar biasa. Dapat diberi neuroleptika kepada yang gelisah, hiperaktif atau dektrukstif.

Konseling kepada orang tua dilakukan secara fleksibel dan pragmatis dengan tujuan antara lain
membantu mereka dalam mengatasi frustrasi oleh karena mempunyai anak dengan retardasi
mental. Orang tua sering menghendaki anak diberi obat, oleh karena itu dapat diberi penerangan
bahwa sampai sekarang belum ada obat yang dapat membuat anak menjadi pandai, hanya ada
obat yang dapat membantu pertukaran zat (metabolisme) sel-sel otak.

Latihan dan Pendidikan


Pendidikan anak dengan retardasi mental secara umum ialah:

 Mempergunakan dan mengembangkan sebaik-baiknya kapasitas yang ada.


 Memperbaiki sifat-sifat yang salah atau yang anti sosial.
 Mengajarkan suatu keahlian (skill) agar anak itu dapat mencari nafkah kelak.

Latihan diberikan secara kronologis dan meliputi :


1. Latihan rumah: pelajaran-pelajaran mengenai makan sendiri, berpakaian sendiri, kebersihan
badan.
2. Latihan sekolah: yang penting dalam hal ini ialah perkembangan sosial.
3. Latihan teknis: diberikan sesuai dengan minat, jenis kelamin dan kedudukan sosial.
4. Latihan moral: dari kecil anak harus diberitahukan apa yang baik dan apa yang tidak baik.
Agar ia mengerti maka tiap-tiap pelanggaran disiplin perlu disertai dengan hukuman dan tiap
perbuatan yang baik perlu disertai hadiah.

 
Implikasi Bagi Dunia Pendidikan
Walaupun memberikan gambaran perilaku yang sama (terutama perilaku hiperaktif), anak yang
menderita ADHD dan RM memiliki potensi akademik yang berbeda. Oleh karena itu, kedua
bentuk kelainan perkembangan ini tidak tepat bila dimasukan dalam satu sekolah regular dengan
kurikulum pendidikan yang sama. Keduanya mengalami kesulitan belajar, namun kesulitan
belajar yang ditemukan pada anak ADHD merupakan kesulitan belajar yang disebut kesuliatan
belajar spesifik (disleksia, disgrafia, dan diskalkuli). Pada anak retardasi mental, kesulitan belajar
yang kita temukan adalah merupakan kesulitan belajar pada semua aspek yang berkaitan dengan
akademik/kognitif.
Implikasinya bagi dunia pendidikan, tentu kita harus menyiapkan sekolah yang sifatnya khusus
(bisa sekolah inklusi atau special need school). Tenaga pengajar yang berada dalam sekolah
tersebut memang disiapkan untuk menangani anak-anak berkebutuhan khusus ini, walaupun
sejatinya mereka adalah pendidik. Oleh karena itu, mungkin diperlukan perubahan di dalam
sistem pendidikan bagi para calon pendidik ini dengan memberikan kepada mereka bekal
pengetahuan tentang anak-anak berkebutuhan khusus yang ditinjau tidak hanya dari aspek
pendidikannya saja, tetapi juga dari aspek perkembangan saraf dan perilaku anak. Melihat hal
tersebut diatas, kerja sama antara pemerintah (dalam hal ini kementrian pendidikan nasional)
dengan profesi lainnya yang terkait sangat diperlukan.

MASA DEPAN DAN KUALITAS HIDUP ANAK DENGAN CEREBRAL PALSY

Pengobatan CP memang tidak ditujukan untuk menyembuhkan atau mengembalikan pada


kondisi normal, melainkan untuk meningkatkan fungsi tubuh, kemampuan tubuh, serta
mempertahakan kesehatan untuk perkembangan kognitif, interaksi sosial, dan kemandirian.
Kualitas hidup akan lebih baik jika penanganan dimulai sejak dini dan secara intensif.

KLASIFIKASI RETARDASI MENTAL

Retardasi mental ringan


Antara IQ 50-55 hingga 70. Mereka tidak selalu dapat dibedakan dengan anak-anak normal
sebelum mulai bersekolah. Di usia remaja akhir biasanya mereka dapat mempelajari
keterampilan akademik yang kurang lebih sama dengan level 6. Mereka dapat bekerja ketika
dewasa, pekerjaan yang tidak memerlukan keterampilan yang praktis, pekerjaan rumah tangga
dan mereka bisa mempunyai anak. Golongan ini termasuk mampu didik, artinya selain dapat
diajar baca tulis bahkan bisa sampai ketas 4-6 SD, juga bisa dilatih keterampilan tertentu sebagai
bekal hidupnya kelak dan mampu mandiri seperti orang dewasa yang normal.

Retardasi mental sedang


Antara IQ 35-40 hingga 50-55. Orang yang mengalami retardasi mental sedang dapat memiliki
kelemahan fisik dan disfungsi neurologis yang menghambat keterampilan motorik yang normal,
seperti memegang dan mewarnai dalam garis, dan keterampilan motorik kasar, seperti berlari dan
memanjat. Mereka mampu, dengan banyak bimbingan dan latihan, berpergian sendiri di daerah
lokal yang tidak asing bagi mereka. Banyak yang tinggal di institusi penampungan, namun
sebagian besar hidup bergantung bersama keluarga atau rumah-rumah bersama yang disupervisi.
Pada umumnya hanya dapat merawat dirinya sendiri. Taraf kemampuan intelektualnya hanya
dapat sampai klas 2 SD saja, tetapi dapat dilatih menguasai suatu keterampilan tertentu misalnya
pertukangan, pertanian, dll. dan apabila bekerja nanti mereka ini perlu pengawasan.

Retardasi mental berat


Antara IQ 20-25 hingga 35-40. Umumnya mereka memiliki abnormalitas fisik sejak lahir dan
keterbatasan dalam pengendalian sensori motor. Sebagian besar tinggal di institusi penampungan
dan membutuhkan bantuan super visi terus menerus. Orang dewasa yang mengalami retardasi
mental berat dapat berperilaku ramah, namun biasanya hanya dapat berkomunikasi secara
singkat di level yang sangat konkret. Mereka hanya dapat melakukan sedikit aktifitas secara
mandiri dan sering kali terlihat lesu karena kerusakan otak mereka yang parah menjadikan
mereka relatif pasif dan kondisi kehidupan mereka hanya memberikan sedikit stimulasi. Mereka
mampu melakukan pekerjaan yang sangat sederhana dengan supervisi terus-menerus. Hanya bisa
keterampilan merawat tubuh dasar. Dia bisa mengenal bahaya. Mereka dapat dilatih higiene
dasar saja dan kemampuan berbicara yang sederhana, tidak dapat dilatih ketrampilan kerja, dan
memerlukan pengawasan dan bimbingan sepanjang hidupnya.

Retardasi mental sangat berat


IQ di bawah 25. Mereka yang masuk dalam kelompok ini membutuhkan supervisi total dan
sering kali harus diasuh sepanjang hidup mereka. Sebagian besar mengalami abnormalitas fisik
yang berat serta kerusakan neurologis dan tidak dapat berjalan sendiri kemanapun. Tingkat
kematian di masa anak-anak pada orang yang mengalami retardasi mental sangat berat sangat
tinggi. Tidak bisa mengenal bahaya.

Kurangnya kepandaian, ketrampilan, kemampuan bersaing serta daya penyesuaian diri


menyebabkan sukarnya menempatkan anak dalam masyarakat sehingga mereka sukar
mendapatkan sekolah atau pekerjaan yang layak. Hal ini juga merupakan faktor predisposisi
untuk melakukan tindakan kriminil, karena anak merasa ditolak oleh masyarakat juga. Dari hal-
hal diatas dapat kita rasakan bahwa anak-anak dengan retardasi mental lebih banyak mengalami
stress daripada anak-anak normal. Sehingga tak jarang kadang-kadang emosi anak meledak
mengatasi stress lagi, selain daya pengontrolan diri memang kurang.

PENDIDIKAN LUAR BIASA

PLB adalah pendidikan yang khusus diselenggarakan bagi peserta didik yang menyandang
kelainan fisik, mental, perilaku atau gabungan diantaranya. PLB bertujuan membantu peserta
didik yang menyandang kelainan fisik, mental atau keduanya agar mampu mengembangkan
sikap, pengetahuan dan keterampilan sebagai pribadi maupun anggota masyarakat dalam
mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya dan alam sekitar serta
dapat mengembangkan kemampuan dalam dunia kerja atau mengikuti pendidikan lanjutan.

Kebijakan Pemerintah dalam Pengembangan program pendidikan Luar biasa

Dalam Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No. 0491/U/1992 tentang Pendidikan
Luar Biasa diatur penyelenggaraan PLB yaitu dapat diselenggarakan melalui pendidikan terpadu,
kelas khusus, guru kunjungan dan atau bentuk pelayanan pendidikan lainnya. Pendidikan terpadu
merupakan pendidikan bagi anak berkelainan yang diselenggarakan bersama-sama anak normal
di jalur pendidikan sekolah. Kelas khusus merupakan kelompok belajar pada SD, SLTP dan
Sekolah Menengah bagi siswa berkelainan dalam rangka memperoleh pelayanan pendidikan
khusus hingga tamat. Guru kunjungan merupakan guru pada TKLB, SDLB, SLTPLB dan SMLB
yang diberi tugas mengajar pada kelompok belajar bagi anak berkelainan yang tidak dapat
terjangkau oleh satuan PLB dalam rangka wajib belajar.

Program penyelenggaraan PLB yang telah, sedang dan akan dilaksanakan oleh Direktorat PLB
antara lain:
1. Upaya Penuntasan Wajar Dikdas 9 tahun.
Perluasan kesempatan belajar bagi anak berkebutuhan khusus usia sekolah mulai dari tingkat
sekolah dasar sampai dengan tingkat menengah melalui pengembangan pendidikan terpadu dan
pengadaan tenaga khusus pengelola pendidikan luar biasa.
2. Peningkatan Mutu PLB Upaya peningkatan mutu PLB melalui :
a. Peningkatan mutu dan kualifikasi guru sekolah luar biasa melalui pelatihan dan penyetaraan
bagi guru dan tenaga kependidikan lainnya, serta usaha peningkatan pendidikan akademik baik
di dalam maupun di luar negeri.
b. Penyediaan buku-buku teks baik dalam tulisan huruf awas maupun braille yang mengacu pada
kurikulum PLB, penyediaan sarana dan prasarana PLB, dan pelaksanaan EBTA SLB Khusus
secara nasional.
c. Pembinaan dan pengembangan center percetakan Braille dengan tujuan untuk menyediakan
sarana dan prasarana belajar yang lebih lengkap, tepat waktu, dan berkualitas baik.
3. Pengembangan Pendidikan Inklusi.
Pendidkan inklusi adalah pendidikan yang mengikutsertakan anak-anak yang berkebutuhan
khusus untuk belajar bersama-sama dengan anak-anak sebayanya di sekolah umum, dan pada
akhirnya mereka menjadi bagian dari masyarakat sekolah tersebut, sehingga tercipta suasana
belajar yang kondusif. Upaya pendidikan inklusi harus diwujudkan di Indonesia, hal ini dilandasi
bahwa semua manusia memiliki hak dan kewajiban yang sama.
4. Pengembangan Pendidikan untuk Anak Autisme Autisme adalah gangguan perkembangan
yang kompleks menyangkut komunikasi, interaksi sosial, dan aktivitas imajinasi/simbolik.
Dalam memberikan pelayanan pendidikan bagi anak autisme memerlukan cara atau metode
khusus sehingga mereka mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan kebutuhannya.
Berdasarkan pemikiran tersebut maka Direktorat PLB perlu memfasilitasi agar anak-anak
autisme mendapat pelayanan pendidikan sesuai dengan kebutuhannya.

‘Education for all’ adalah gerakan global yang dipimpin oleh UNESCO, yang bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan belajar semua pemuda, anak-anak dan orang dewasa pada tahun 2015.

UNESCO telah diamanatkan untuk memimpin gerakan dan mengkoordinasikan upaya-upaya


internasional untuk mencapai ‘Education for all’. Pemerintah, badan pembangunan, masyarakat
sipil, organisasi non-pemerintah dan media tetapi beberapa mitra kerja demi meraih tujuan ini.

Tujuan ‘Education for all’ juga berkontribusi terhadap upaya global Tujuan Pembangunan
Milenium delapan (MDGs), terutama MDG 2 pada pendidikan dasar universal dan MDG 3
tentang kesetaraan gender dalam pendidikan, pada tahun 2015.

Fast Track Initiative dibentuk untuk melaksanakan gerakan ‘Education for all’, dengan tujuan
"mempercepat kemajuan kualitas pendidikan dasar universal".

Dari Konferensi Dunia tentang ‘Education for all’ (Jomtien, 1990), Deklarasi Dunia tentang
’Education for all’ diadopsi, yang menekankan bahwa pendidikan merupakan hak asasi manusia
yang fundamental dan negara-negara didorong untuk memperkuat upaya mereka untuk
meningkatkan pendidikan dalam rangka untuk memastikan bahwa kebutuhan belajar dasar untuk
semua dipenuhi. Kerangka Aksi untuk Memenuhi Kebutuhan Belajar Dasar didirikan enam gol
untuk tahun 2000:

    * Tujuan 1: Universal akses untuk belajar


    * Tujuan 2: Fokus pada ekuitas;
    * Tujuan 3: Penekanan pada hasil pembelajaran;
    * Tujuan 4: Perluasan sarana dan ruang lingkup pendidikan dasar
    * Tujuan 5: Meningkatkan lingkungan untuk belajar
    * Tujuan 6: Memperkuat kemitraan pada tahun 2000

POLA LAYANAN PENDIDIKAN BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

Pendidikan inklusi adalah pelayanan pendidikan anak berkebutuhan khusus yang dididik
bersama-sama anak lainnya (normal) untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya.

A. Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus

Pengelompokan anak berkebutuhan khusus dan jenis pelayanannya, sesuai dengan


Program Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa Tahun 2006 dan Pembinaan Direktorat
Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar Dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional
Pendidikan adalah sebagai berikut :

1. Tuna Netra
2. Tuna Rungu
3. Tuna Grahita: (a.l. Down Syndrome)
4. Tuna Grahita Ringan (IQ = 50-70)
5. Tuna Grahita Sedang (IQ = 25-50)
6. Tuna Grahita Berat (IQ 125 ) J. Talented : Potensi bakat istimewa (Multiple
Intelligences : Language, Logico mathematic, Visuo-spatial, Bodily-kinesthetic, Musical,
Interpersonal, Intrapersonal, Natural, Spiritual).
7. Kesulitan Belajar (a.l. Hyperaktif, ADD/ADHD, Dyslexia/Baca, Dysgraphia/Tulis,
Dyscalculia/Hitung, Dysphasia/Bicara, Dyspraxia/ Motorik)
8. Lambat Belajar ( IQ = 70 –90 )
9. Autis
10. Korban Penyalahgunaan Narkoba
11. Indigo

B. Pengembangan Kurikulum

1. Lingkup Pengembangan Kurikulum

Kurikulum pendidikan inklusi menggunakan kurikulum sekolah regular


(kurikulum nasional) yang dimodofikasi (diimprovisasi) sesuai dengan tahap
perkembangan anak berkebutuhan khusus, dengan mempertimbangkan karakteristik (cirri
ciri) dan tingkat kecerdasannya. Modifikasi kurikulum dilakukan terhadap:

1. alokasi waktu,

2. isi/materi kurikulum,

3. proses belajar-mengajar,

4. sarana prasarana,

5. lingkungan belajar, dan

6. pengelolaan kelas.

2. Pengembang Kurikulum

Modifikasi/pengembangan kurikulum pendidikan inklusi dapat dilakukan oleh


Tim Pengembang Kurikulum yang terdiri atas guru-guru yang mengajar di kelas inklusi
bekerja sama dengan berbagai pihak yang terkait, terutama guru pembimbing khusus
(guru Pendidikan Luar Biasa) yang sudah berpengalaman mengajar di Sekolah Luar
Biasa, dan ahli Pendidikan Luar Biasa (Orthopaedagog), yang dipimpin oleh Kepala
Sekolah Dasar Inklusi (Kepala SD Inklusi) dan sudah dikoordinir oleh Dinas Pendidikan.

C. Pelaksanaan Pengembangan Kurikulum

Pengembangan kurikulum dilaksanakan dengan:


1. Modifikasi alokasi waktu
 Modifikasi alokasi waktu disesuaikan dengan mengacu pada kecepatan
belajar siswa. Misalnya materi pelajaran (pokok bahasan) tertentu dalam
kurikulum reguler (Kurikulum Sekolah Dasar) diperkirakan alokasi
waktunya selama 6 jam.

 Untuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki inteligensi di atas normal


(anak berbakat) dapat dimodifikasi menjadi 4 jam.

 Untuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki inteligensi relatif normal


dapat dimodifikasi menjadi sekitar 8 jam;

 Untuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki inteligensi di bawah


normal (anak lamban belajar) dapat dimodifikasi menjadi 10 jam, atau
lebih; dan untuk anak tunagrahita menjadi 18 jam, atau lebih; dan
seterusnya.

2. Modifikasi isi/materi

 Untuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki inteligensi di atas normal,


materi dalam kurikulum sekolah reguler dapat digemukkan (diperluas dan
diperdalam) dan/atau ditambah materi baru yang tidak ada di dalam
kurikulum sekolah reguler, tetapi materi tersebut dianggap penting untuk
anak berbakat.

 Untuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki inteligensi relatif normal


materi dalam kurikulum sekolah reguler dapat tetap dipertahankan, atau
tingkat kesulitannya diturunkan sedikit.

 Untuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki inteligensi di bawah


normal (anak lamban belajar/tunagrahita) materi dalam kurikulum sekolah
reguler dapat dikurangi atau diturunkan tingkat kesulitannya seperlunya,
atau bahkan dihilangkan bagian tertentu.

3. Modifikasi proses belajar-mengajar

 Mengembangkan proses berfikir tingkat tinggi, yang meliputi analisis,


sintesis, evaluasi, dan problem solving, untuk anak berkebutuhan khusus
yang memiliki inteligensi di atas normal;

 Menggunakan pendekatan student centerred, yang menenkankan


perbedaan individual setiap anak;
 Lebih terbuka (divergent);

 Memberikan kesempatan mobilitas tinggi, karena kemampuan siswa di


dalam kelas heterogen, sehingga mungkin ada anak yang saling bergerak
kesana-kemari, dari satu kelompok ke kelompok lain.

 Menerapkan pendekatan pembelajaran kompetitif seimbang dengan


pendekatan pembelajaran kooperatif. Melalui pendekatan pembelajaran
kompetitif anak dirangsang untuk berprestasi setinggi mungkin dengan
cara berkompetisi secara fair. Melalui kompetisi, anak akan berusaha
seoptimal mungkin untuk berprestasi yang terbaik, “aku-lah sang juara”!
Namun, dengan pendekatan pembelajaran kompetitif ini, ada dampak
negatifnya, yakni mungkin “ego”-nya akan berkembang kurang baik.
Anak dapat menjadi egois. Untuk menghindari hal ini, maka pendekatan
pembelajaran kompetitif ini perlu diimbangi dengan pendekatan
pembelajaran kooperatif. Melalui pendekatan pembelajaran kooperatif,
setiap anak dikembangkan jiwa kerjasama dan kebersamaannya. Mereka
diberi tugas dalam kelompok, secara bersama mengerjakan tugas dan
mendiskusikannya. Penekanannya adalah kerjasama dalam kelompok, dan
kerjasama dalam kelompok ini yang dinilai. Dengan cara ini sosialisasi
anak dan jiwa kerjasama serta saling tolong menolong akan berkembang
dengan baik. Dengan demikian, jiwa kompetisi dan jiwa kerjasama anak
akan berkembang harmonis.

* Disesuaikan dengan berbagai tipe belajar siswa (ada yang bertipe visual; ada
yang bertipe auditoris; ada pula yang bertipe kinestetis).

o Tipe visual, yaitu lebih mudah menyerap informasi melalui indera


penglihatan.

o Tipe auditoris, yaitu lebih mudah menyerap informasi melalui indera


pendengaran.

o Tipe kinestetis, yaitu lebih mudah menyerap informasi melalui indera


perabaan/gerakan.

Guru hendaknya tidak monoton dalam mengajar sehingga hanya akan


menguntungkan anak yang memiliki tipe belajar tertentu saja.

D. Perencanaan Kegiatan Belajar Mengajar


1. Rancangan Pembelajaran

Kegiatan belajar-mengajar hendaknya dirancang sesuai dengan kemampuan dan


karakteristik siswa, serta mengacu kepada kurikulum yang telah dikembangkan. Hal-hal
yang perlu diperhatikan dalam merancang kegiatan belajar mengajar pada kelas inklusif
antara lain seperti di bawah ini.

a. Merencanakan Kegiatan Belajar Mengajar

1) Merencanakan pengelolaan kelas


2) Merencanakan pengorganisasan bahan
3) Merencanakan pengelolaan kegiatan belajar mengajar
4) Merencanakan penggunaan sumber belajar
5) Merencanakan penilaian

b. Melaksanakan Kegiatan belajar Mengajar

1) Menyajikan materi/bahan pelajaran


2) Mengimplementasikan metode, sumber belajar dan bahan latihan yang sesuai
dengan kemampuan awal dan karakterisitik siswa, serta sesuai dengan tujuan
pembelajaran
3) Mendorong siswa untuk terlihat secara aktif
4) Mcndemonstrasikan penguasaan materi pelajaran dan relevansinya dalam
kehidupan
5) Mengelola waktu, ruang, bahan, dan perlengkapan pengajaran.

c. Membina Hubungan Antarpribadi

1) Bersikap terbuka, toleran, dan simpati terhadap siswa


2) Menampilkan kegairahan dan kesungguhan
3) Mengelola interaksi antarpribadi

d. Melaksanakan Evaluasi

1) Melakukan penilaian selama kegiatan belajar-mengajar berlangsung, baik secara


lisan tertulis, maupun melalui pengamatan
2) Mengadakan tindak lanjut.

2. Prinsip-prinsip Pembelajaran

Kegiatan belaiar-mengajar dilaksanakan dengan maksud untuk mencapai tujuan


pembelajaran. Agar tujuan pembelajaran dapat tercapai secara efektif dan efisien guru
perlu memperhatikan prinsip-prinsip pembelajaran prinsip-prinsip pembelajaran di kelas
inklusif secara umum sama dengan prinsip- prinsip pembelajaran yang berlaku bagi anak
pada umumnya. Namun demikian, karena di dalam kelas inklusif terdapat anak
berkelainan yang mengalamikelainan/penyimpangan baik fisik, intelektual, sosial,
emosional dan/atau sensoris neurologis dibanding dengan anak pada umumnya, maka
guru yang mengajar di kelas inklusif di samping menerapkan prinsip-prinsip umum
pembelajaran juga harus mengimplementasikan prinsip-prinsip khusus sesuai dengan
kelainan anak.

A. Prinsip Umum

1) Prinsip Motivasi

Guru harus senantiasa memberikan motivasi kepada sisa agar tetap memiliki gairah dan
semangat yang tinggi dalam mengikuti kegiatan belajar-mengajar.

2) Prinsip Latar/Koteks

Guru perlu mengenal siswa secara mendalam, menggunakan contoh, memanfaatkan


sumber belajar yang ada di lingkungan sekitar, dan semaksimal mungkin menghindari
pengulangan-pengulangan materi pengajaran yang sebenarnya tidak terlalu penuh bagi
anak.

3) Prinsip Keterarahan

Setiap akan melakukan kegiatan pembelajaran, guru harus merumuskan tujuan secara
jelas. rnenapkan hahan dan alat ang sesual serta mengembangkan strategi pembelajaran
yang tepat.

4) Prinsip Hubungan Sosial

Dalam kegiatan belajar-mengajar, guru perlu mengembangkan strategi pembelajaran


yang mampu mengoptimalkan interaksi antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa,
guru dengan siswa dan lingkungan, serta interaksi banyak arah.

5) Prinsip Belajar Sambil Bekerja

Dalam kegiatan pembelajaran, guru harus banyak memberi kesempatan kepada anak
untuk melakukan praktek atau percobaan atau menemukan seseatu melalui pengamatan,
penelitian, dan sebagainya.

6) Prinsip Individualisasi

Guru perlu mengenal kemampuan awal dan karakteristik setiap anak secara mendalam
baik dari segi kemampuan maupun ketidakmampuannya dalam menyerap materi
pelajaran. kecepatan maupun kelambatannya dalam belajar, dan perilakunya, sehingga
setiap kegiatan pembelajaran masing-masing anak mendapat perhatian dan perlakuan
yang sesuai.
7) Prinsip Menemukan

Guru perlu mengembangkan strategi pembelajaran yang mampu memancing anak untuk
terlihat secata aktif baik fisik, mental, sosial, dan/atau emosional.

8) Prinsip Pemecahan Masalah

Guru hendaknya sering mengajukan berbagai persoalan/problem yang ada di lingkungan


sekitar, dan anak dilatih untuk merumuskan, mencari data, menganalisis, dan
memecahkannya sesuai dengan kemampuan.

B. Prinsip Khusus

1) Tunanetra

a) Prinsip Kekonkritan

Anak tunanetra belajar terutama melalui pendengaran dan perabaan. Bagi mereka untuk
mengerti dunia sekelilingnya harus bekerja dengan benda-benda konkrit yang dapat
diraba dan dapat dimanipulasikan Melalui observasi perabaan benda-benda riil, dalam
tempatnya yang alamiah, mereka dapat memahami bentuk, ukuran, berat, kekerasan,
sifat-sitat permukaan, kelenturan, suhu, dan sebagainya.

Dengan menyadari kondisi seperti ini, maka dalam proses belajar-mengajar guru dituntut
semaksimal mungkin dapat menggunakan benda-benda konkrit (baik asli maupun tiruan)
sebagai alat bantu atau media dan sumber belajar dalam upaya pencapaian tujuan
pembelajaran.

b) Prinsip Pengalaman yang Menyatu

Pengalaman visual cenderung menyatukan informasi. Seorang anak normal yang masuk
ke toko, tidak saja dapat melihat rak-rak dan benda-benda riil, tetapi juga dalam sekejap
mampu melihat huhungan antara rak-rak dengan benda-benda di ruangan. Anak tunanetra
tidak mengerti hubungan-huhungan ini kecuali jika guru menyajikannya dengan
mengajar anak untuk “mengalami” suasana tersehut secara nyata dan menerangkan
huhungan-huhungan tersebut.

c) Prinsip Belajar Sambil Melakukan

Prinsip ini sebenarnya tidak jauh berbeda dengan prinsip belajar sambil berkerja.
Perbedaannya adalah, bagi anak tunanetra, melakukan sesuatu adalah pengalamanya
nyata yang tidak mudah terlupakan seperti anak normal melihat sesuatu sebagai
kebutuhan utama dalam rnenangkap informasi. Anak normal belajar mengenai keindahan
lingkungan cukup hanya dengan melihat gambar atau foto. Anak tunanetra menuntut
penjelasan dan penjelajahan secara langsung di lingkungan nyata. Prinsip ini menuntut
guru agar dalam proses belajar-mengajar tidak hanya bersifat informatif akan tetapi
semaksimal mungkin anak diajak ke dalam situsi nyata sesuai dengan tuntutan tujuan
yang ingin dicapai dan bahan yang diajarkannya.

2) Tunarungu/Gangguan Komunikasi

a) Prinsip Keterarahan wajah

Anak tunarungu adalah anak yang mengalami gangguan pendengarannya (kurang dengar
atau bahkan tuli), Sehingga organ pendengarannya kurang/tidak berfungsi dengan baik.
Bagi yang sudah terlatih, mereka dapat berkomunikasi dengan orang lain dengan cara
melihat gerak bibir (lip reading) lawan bicaranya. Oleh karena itu ada yang menyebut
anak tunarungu dengan istilah “pemata’, karena matanya seolah-olah tanpa berkedip
melihat gerak bibir lawan bicaranya.

Prinsip ini menuntut guru ketika memberi penjelasan hendaknya menghadap ke anak
(face to face) sehingga anak dapat melihat gerak bibir guru. Demikian pula halnya
dengan anak yang mengalami gangguan komunikasi, karena organ bicaranya kurang
berfungsi sempurna, akibatnya bicaranya sulit dipahami (karena kurang sempurna) oleh
lawan bicaranya. Agar guru dapat memahaminya, maka anak diminta menghadap guru
(face to face) ketika berbicara.

b) Prinsip Keterarahan suara

Setiap kali ada suara/bunyi, pasti ada sumber suara/bunyinya. Dengan sisa
pendengarannya, anak hendaknya dibiasakan mengkonsentrasikan sisa pendengarannya
ke arah sumber suara/bunyi, sehingga anak dapat merasakan adanya getaran suara,
Suara/bunyi yang dihayatinya sangat membantu proses belajar-mengajar anak terutama
dalam pembentukan sikap, prihadi, tingkah laku, dan perkembangan bahasanya.

Dalam proses belajar-mengajar, ketika berbicara guru hendaknya rnenggunakan


lafal/ejaan yang jelas dan cukup keras, sehingga arah suaranya dapat dikenali anak.
Demikian pula, bagi anak yang mengalami gangguan komunikasi, agar bicaranya dapat
dipahami oleh lawan bicaranva maka anak hendaknya ketika berbicara selalu menghadap
ke lawan bicaranya agar suaranya terarah.

c) Prinsip Keperagaan

Anak tunarungu karena mengalami gangguan organ pcndengarannya maka mereka lebih
banyak menggunakan indera penglihatannya dalam belajar. Oleh karena itu, proses
belajar-mengajar hendaknya disertai peragaan (menggunakan alat peragaan) agar lebih
mudah dipahami anak. disamping dapat menarik perhatian anak.

3) Anak Berbakat
a) Prinsip Percepatan (AkseIeras) Be1ajar

Anak berbakat adalah anak yang memiliki kemampuan (intelegensi), kreatvitas, dan
tanggung jawab (task commitmeni) terhadap tugas di atas anak-anak seusianya. Salah
satu karakteristik yang sangat menonjol adalah mereka memiliki kecepatan belajar di atas
kecepatan belajar anak seusianya. Dengan diterangkan sekali saja oleh guru. mereka telah
dapat menangkap maksudnya: sementara anak-anak yang lainnya masih perlu dijelaskan
lagi oleh guru. Pada saat guru mengulangi penjelasan kepada teman-temannya itu,
mereka memiliki waktu tertuang. Bila tidak diantisipasi oleh guru, kadang-kadang waktu
tertuang ini dimanfaatkan untuk aktivitas sekehendaknya., misalnya melempar benda-
benda kecil kepada teman dekatnya. mencubit teman kanan-kirinya, dan sebagainya.

Untuk menghindari hal-hal yang tidak dikehendaki, dalam proses belajar-mengajar


hendaknya guru dapat memanfaatkan waktu luang anak berbakat dengan memberi materi
penilaian tambahan (materi pelajaran berikutnya). Sehingga kalau terakumulasi semua,
mungkin materi pelajaran selama satu semester dapat selesai dalam waktu 4 bulan: materi
1 tahun selesai dalam waktu 8 bulan: materi 6 tahun selesai dalam waktu 4 tahun. Hal
disebut dengan istilah percepatan (akselerasi) belajar.

b) Prinsip Pengayaan (Enrichment)

Ada anak berhakat yang tidak tertarik dengan program percepatan belajar Mereka kurang
berminat mempelajari materi di atasnya (berikutnya) mendahului teman-temannya.
Mereka merasa lehih enjoy dan fun dengan tetap mempelajari materi yang sama dengan
teman sekelasnya, namun diperdalam dan diperluas dengan mengembangkan proses
berfikir tingkat tinggi (analisis. sintesis. evaluasi, dan pemecahan masalah), tidak hanya
mengembangkan proses berfikir tingkat rendah (pengetahuan dan pemahaman), karena
anak berbakat lebih menonjol dalam proses berfikir tingkat tinggi tersebut.

Hal ini menuntut guru agar dalam kegiatan betajar mengajar dapat rnemanfaatkan waktu
luang anak berbakat dengan cara memberi program-program pengayaan kepada mereka,
dengan mengemhangkan proses berfikir tingkat tinggi seperti di atas.

4) Tunagrahita/Anak lamban belajar (Slow learner)

a) Prinsip Kasih Sayang

Tunagrahita/anak lamban belajar adalah anak yang mengalami kelainan/penyimpangan


dalam segi intelektual (inteligensi), yakni inteligensinya di bawah rata-rata anak
seusianya (di bawah normal). Akibatnya, dalam tugas-tugas akademik yang
menggunakan intelektual, mereka senang mengalami kesulitan. Oleh karena itu. kadang-
kadang guru merasa jengkel karena diberi tugas yang menurut perkiraan guru sangat
mudah sekalipun. mereka tetap saja kesulitan dalam menyelesaikannya.

Untuk itu, mengajar anak tunagrahita/lamban belajar membutuhkan kasih sayang yang
tulus dan guru. Guru hendaknva berbahasa yang lembut, tercapai sabar, rela berkorban,
dan memberi contoh perilaku yang baik ramah, dan supel, sehingga siswa tertarik dan
timbul kepercayaan yang pada akhirnya bersemangat untuk melakukan saran-saran dan
guru.

b) Prinsip Keperagaan

Kelemahan anak Tunagrahita/lamban belajar antara lain adalah dalam hal kemampuan
berfikir abstrak, Mereka sulit membayangkan sesuatu. Dengan segala keterbatasannya
itu, siswa tunagrahita/lamban belajar akan lebih mudah tertarik perhatiannva apabila
dalam kegiatan belajar-mengajar menggunakan benda-benda konkrit maupun berbagai
alat peraga (model) yang sesuai.

Hal ini menuntut guru agar dalam kegiatan belajar mengajar selalu rnengaitkan
relevansinya dengan kehidupan nyata sehari-hari. Oleh karena itu, anak perlu di bawa ke
lingkungan nyata, baik lingkungan fisik, lingkungan sosial, maupun lingkungan alam.
Bila tidak memungkinkan, guru dapat membawa berhagai alat peraga.

c) Prinsip Habilitasi dan Rehabilitasi

Meskipun dalam bidang akademik anak tunagrahita memiliki kemampuan yang terbatas,
namun dalam bidang-bidang lainnya mereka masih memiliki kemampuan atau potensi
yang masih dapat dikembangkan.

Habilitasi adalah usaha yang dilakukan seseorang agar anak menyadari bahwa mereka
masih memiliki kemampuan atau potensi yang dapat dikembangkan meski kemampuan
atau potensi tersebut terbatas.

Rehabilitasi adalah usaha yang dilakukan dengan berbagai macam bentuk dan cara, sedikt
demi sedikit mengembalikan kemampuan yang hilang atau belum berfungsi optimal.

Dalam kegiatan belajar-mengajar, guru hendaknya berusaha mengembangkan


kemampuan atau potensi anak seoptimal mungkin. melalui berbagai cara yang dapat
ditempuh.

5) Tunadaksa

Prinsip yang perlu diperhatikan dalam pembelajaraan bagi anak tunadaksa tidak lepas dan
juga bentuk pelayanan, yaitu: (1) pelayanan medik, (2) pelayanan pendidikan. dan (3)
pelayanaan sosial, yang pada dasarnya juga tidak dapat lepas dengan prinsip habilitasi
dan rehahilitasi di atas.

6) Tunalaras
a). Prinsip Kebutuhan dan Keaktifan

Anak tunalaras selalu ingin memenuhi kebutuhan dan keinginannya tanpa


memperdulikan kepentingan orang lain. Untuk memenuhi Kebutuhannnya itu, ia
menggunakan kesempatan yang ada tanpa mengingat kepentingan orang lain. Kalau perlu
melanggar semua peraturan yang ada meskipun ia harus mencuri misalnya. Hal ini jelas
merugikan baik diri sendiri maupun orang lain. Oleh karena itu, guru harus memberi
keaktifan kepada siswa supaya kebutuhannya terpenuhi dengan mempertimbangkan
norma-norma kemasyarakatan, agama, peraturan perundangan-undangan yang berlaku,
segingga dalam memenuhi keinginan dan kebutuhannya tidak merugikan diri sendiri
maupun orang lain.

b) Prinsip Kebebasan yang Terarah

Anak tunalaras memiliki sikap tidak mau dikekang. Ia selalu menggunakan peluang yang
ada untuk berbuat sesuatu sehingga hatinya merasa puas. Oleh karena itu, guru harus
berhati-hati ketika akan melarangnya. Nasehatilah kalau memang perlu dilarang. Di
samping itu, guru hendaknya mengarahkan dan menyalurkan segala perilaku anak ke arah
positif yang berguna, baik untuk diri sendiri maupun orang lain.

c) Prinsip Penggunaan Waktu Luang

Anak tunalaras biasanya tidak bisa diam, dia termasuk hiperaktif. Ada saja yang
dikerjakan. Bahkan solah-olah mereka kekurangan waktu sehingga lupa tidur, istirahat,
dan sebaginya. Oleh karena itu, guru harus membimbing anak degan mengisi waktu
luangnya untuk kegiatan-kegiatan yang bermanfaat.

d) Prinsip Kekeluargaa dan Kepatuhan

Anak tunalaras berasal dari keluarga yang tidak harmonis, hubungan orang tua retak
(broken home). Akibatnya emosinya tidak laras, jiwanya tidak tenang, rasa
kekeluargaannyatidak berkembang, merasa hidupnya tidak berguna. Akibat lebih jauh
mereka bersifat perusak, benci kepada orang lain.

Oleh karena itu, guru harus dapat meyelami jiwa anak, dimana letak ketidakselarasaan
kehidupan emosinya. Selanjutnya, mengembalikannya kepada kehidupan emosi yang
tenang, laras, sehingga rasa kekeluargaanya menjadi pulih kembali. Misalnya siswa
disuruh membaca cerita yang edukatif, memelihara binatang, tumbuh-tumbuhan, dan
sebagainya.

e) Prinsip Setia Kawan dan Idola serta Perlindungan

Karena tinggal di rumah tidak tahan, anak tunalaras biasanya lari keluar rumah.
Kemudian ia bertemu dengan orang-orang (kelompok) yang dirasa dapat memebuat
dirinya merasa aman. Di dalam kelompok tersebuat ia merasa menemukan tempat
berlindung menggantikan orang tuanya, ia merasa tentram, timbul rasa setia kawan.
Karena setianya kepada kelompok, ia berbuat apa saja sesuai perintah katua kelompoknya
yang dijadikan idolanya.

Oleh karena itu, guru hendaknya secara perlahan-lahan berupaya menggantikan posisi
ketua kelompoknya, menjadi tokoh idola siswa, dengan cara melindungi siswa, dan
berangsur-angsur kelompoknya berganti dengan teman-teman sekelasnya, dan setia
kawannya berganti kepada teman-teman sekelasnya, yang pada akhirnya mereka akan
merasa senang bersekolah.

f) Prinsip Minat dan Kemampuan

Guru harus memperhatikan minat dan kemampuan anak terutama yang berhubungan
dengan pelajaran. Jangan sampai karena tugas-tugas (PR) yang diberikan oleh terlalu
banyak, akhirnya justru mereka benci kepada guru atau benci kepada pelajaran tertentu.
Sebaliknya, guru harus menggali minat dan kemampuan siswa terhadap pelajaran, untuk
dijadikan dasar memberi tugas-tugas tertentu. Dengan memberi tugas yang sesuai,
mereka akan merasa senang, yang pada akhirnya lama-kelamaan mereka akan terbiasa
belajar.

g) Prinsip Emosional, Sosial, dan Perilaku

Karena problem emosi yang disandang anak tunalaras, maka ia mengalami


ketidakseimbangan emosi. Akibatnya siswa berprilaku menyimpang baik secara
individual maupun secara sosial dalam pergaulan hidup bermasyarakat. Oleh karena itu,
guru harus berusaha mengidentifikasi problem emosi yang disandang anak, kemudian
berupaya menghilangkannya untuk diganti dengan sifat-sifat yang baik sesuai dengan
norma-norma yang erlaku di masyarakat dan agama, dengan cara diberi tugas-tugas
tertentu yang terpuji, baik secara individual maupun secara kelompok.

h) Prinsip Disiplin

Pada umumnya anak tunalaras ingimn memanfaatkan kesempatan yang ada untuk
memenuhi keinginannya,tanpa mengindahkan norma-norma yang berlaku, sehingga ia
hidup lepas dari disiplin. Sikap ketidaktaatan dan lepas dari aturan merupakan sikap
hidupnya sehari-hari.Oleh karena itu, guru perlu membiasakan siswa untuk hidup teratur
dengan selalu diberi keteladanan dan pembinaan dengan sabar.

i) Prinsip Kasih Sayang

Anak tunalaras umumnya haus akan kasih sayang, baik dari orang tua maupun dari
keluarganya. Akibatnya anak akan selalu mencari kasih sayang dan menumpahkan
keluhannya di luar rumah. Kalau ia tidak menemukannya akan menjadi agresif,
cenderung hiperaktif, atau sebaliknya ia menjadi rendah diri, pendiam, atau meyendiri.
Oleh karena itu, guru supaya mendekati anak dengan penuh kasih sayang, kesabaran,
sehingga kekosongan jiwa anak akan teisi atau terobati. Akibatnya, anak akan rajin ke
sekolah karena merasa ada tempat untuk mencurahkan perasaanya. Pada akhirnya mereka
akan menuruti nasehat guru untuk rajin belajar.

E. PELAKSANAAN KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR

Peksanaan kegiatan belajar mengajar di kelas inklusif secara umum sama dengan pelaksanaan
kegiaan belajar-mengajar di kelas reguler. Namun demikian. karena di dalam kelas inklusif di
samping terdapat anak normal juga terdapat anak luar biasa yang mengalami
kelainan/penyimpangan (baik phisik, intelektual, sosial, emosional, dan/atau sensoris neurologis)
dibanding dengan anak normal, maka dalam kegiatan belajar-mengajar guru yang mengajar di
kelas inklusif di samping menerapkan prinsip-prinsip umum juga harus mengimplementasikan
prinsip-prinsip khusus sesuai dengan kelainan anak.

Dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar hendaknya disesuaikan dengan model


penempatan anak luar biasa yang dipilih. Seperti dijelaskan pada Mengenal Pendidikan Inklusif,
penempatan anak luar biasa di sekolah inklusif dapat dilakukan dengan berbagai model sebagai
berikut:

1. Kelas regular (inklusi penuh)


2. Kelas reguler dengan cluster
3. Kelas reguler dengan pull out
4. Kelas reguler dengan cluster dan pull out
5. Kelas khusus dengan berhagai pengintegrasian
6. Kelas khusus penuh.

Kegiatan belajar mengajar di kelas inklusif akan berbeda baik dalam srategi, kegiatan media, dan
metoda. Beberapa kegiatan belajar mungkin dilakukan berdasarkan literatur-literatur tertentu,
sementara yang lainnya belajar yang sama akan lebih efektif apabila melalui observasi dan
eksperimen. Beberapa anak memerlukan alat bantu tulis untuk mengingat sesuatu, mungkin yang
lainnya cukup dengan hanya mendengarkan. Beberapa sisa mungkin memerlukan kertas dari
pensil untuk mengingat suatu hubungan tertentu. sementara beberapa sisa lainnya cukup
mengingat dengan hanya melihat saja. Beberapa sisa mungkin lebih senang belajar secara
individual, sedangkan yang lainnya lebih senang secara berkelompok, Hilda Taba
mengemukakan, bahwa berbedanya kebutuhan individu berbeda pula di dalam teknik belajar
dalam upaya mengemhangkan dirinya. Dewasa ini isitilah strategi belajar banyak dipergunakan
di dalam teori kognitif dan penelitian. Hal itu berhuhungan dengan strategi individu dalam hal
pemusatan perhatian, pemecahan rnasalah. mengingat dan mengawasi proses belajar dan
pemecahan masalah.

Hambatan belajar dapat berasal dan kesulitan menentukan strategi belajar dan metoda belajar
lainnya sebagai akibat dan faktor-faktor biologis, psikologis, lingkungan, atau gabungan dan
beberapa faktor tersebut. Sebagai contoh gangguan sensori seperti hilangnya penglihatan atau
pendengaran, merupakan hambatan dalam memperoleh masukkan informasi dan luar berfungsi
minimal otak mungkin akan berakibat yang cukup serius terhadap konsentrasi.

Melasanakan Kegiatan Belajar Mengajar

1. Berkomunikasi dengan Siswa

a. Melakukan apersepsi
b. Menjelaskan tujuan mengajar
c. Menjelaskan isi/materi pelajaran.
d. Mengklarifikasi penjelasan apabila siswa salah mengerti atau belum
paham.
e. Menanggapi respon atau pertanyaan siswa
f. Menutup pe1ajaran (misalnya merangkum, meringkas, menyimpulkan,
dan sebagainya)

2. Mengimplementasaikan Metode, Sumber Belajar, dan Bahan Latihan yang sesuai


dengan tujuan Pembelajaran.

a. Menggunakan metode mengajar yang bervariasi (misalnya ceramah, tanya jawab, diskusi,
pemberian tugas, dan sebagainya)
b. Menggunakan berbagai sumber belajar (misalnya globe, foto, benda asli, benda tiruan,
lingkungan alam, dan sebagainya)
c. Memberikan tugas/lauhan dengan memperhatikan perhedaan individual
d. Menggunakan ekspresi lisan dan/atau penjelasan tertulis yang dapat mempermudah siswa
untuk memahami materi yang diajarkan.

3. Mendorong Siswa untuk Terlibat Secara Aktif

a. Memberi kesempatan kepada siswa untuk terlihat secara aktif (misalnya dengan
mengajukan pertanyaan, memberi tugas tertentu, mengadakan percohaan berdiskusi
secara berpasangan atau dalam kelompok kecil, belajar berkooperatif)
b. Memberi penguatan kepada siswa agar terus terhihat secara aktif
c. Memberikan pengayaan (tugas-tugas tambahan) kepada siswa yang pandai
d. Memberikan latihan-latihan khusus (remidi) bagi siswa yang dianggap memerlukan.

4. Mendemostrasikan Penguasaan Materi Pelajaran dan Relevansinya dalam Kehidupan.

a. Mendemostrasikan Penguasaan materi pelajaran secara meyakinkan (tidak ragu-ragu)


b. Menjelaskan relevansinya materi pe1ajaran yang sedang dipelajari dengan kehidupan
sehari-hari.

5. Mengelola Waktu, Ruang, Bahan, dan Perlengkapan Pengajaran


a. Menggunakan waktu pengajaran secara efektif sesuai dengan yang
direncanakan.
b. Mengelola ruang kelas sesuai dengan karakteristik siswa dan tujuan pembelajaran.
c. Menggunakan bahan pengajaran (misalnya bahan praktikum) secara etisien
d. Menggunakan pertengkapan pengajaran (misalnya peralatan percohaan) secara efektifdan
efisien.

6. Melakukan Evaluasi

a. Melakukan penilaian selama kegiataan belajar-mengajar berlangsung (baik secara lisan,


tertulis, maupun pengamatan)
b. Mengadakan tindak lanjut hasil penilaan.
 

Pembina Hubungan Antarpribadi

1. Bersikap Terbuka Toleran, dan Simpati terhadap Siswa

a. Menunjukkan sikap terbuka (misalnya mendengarkan, menerima, dan sebagainya


terhadap pendapat sisa
b. Menunjukkan sikap toleran (mau mengerti) terhadap siswa
c. Menunjukkan sikap simpati (misalnya menunjukkan hasrat untuk memherikan bantuan)
terhadap permasalahan/kesulitan yang dihadapi siswa
d. Menunukkan sikap sahar (tidak niudah marah dan kasib sayang terhadp siswa.

2. Menampilkan Kegairahan dan Kesungguhan

a. Menunjukkan kegairahan dalam mengajar


b. Merangsang minat siswa untuk belajar
c. Memberikan kesan kepada siswa bahwa ia menguasai bahan yang diajarkan

3. Mengelola lnteraksi Antarpribadi

a. Memberikan ganjaran (reward) terhadap siswa yang herhasil


b. Memberikan bimbingan khusus terhadap siswa yang belum berhasil
c. Memberikan dorongan agar terjadi interaksi antarsiswa
d. Memberikan dorongan agar terjadi interaksi anatara siswa dengan guru
Daftar Pustaka

1. Sadock BJ, Sadock VA. Mental Retardation in Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry,
Lippincott & William, London. p:1161-79
2. http://www.ncbdd.cdc.com
3. http://www.emedicine.com
4. http://yulierizkiutami.blogspot.com/2010/03/klasifikasi-retardasi-mental.html
5. http://jendelaanakku.net/index.php?
option=com_content&view=article&id=100:diagnosis-banding-kesulitan-belajar-adhd-
atau-retardasi-mental&catid=1:perkembangan-anak-a-perilaku-anak&Itemid=2
6. http://www.psikologizone.com/retardasi-mental-dan-klasifikasinya
7. http://www.freewebs.com/retardasimental/diagnosisrm.htm
8. http://id.shvoong.com/medicine-and-health/pediatrics/2049855-retardasi-mental/
9. www.tanyadokteranda.com
10. http://www.trinoval.web.id/2010/04/askep-hiperbilirubin.html
11. http://www.scribd.com/doc/28428473/eritroblastosis-fetalis
12. http://en.wikipedia.org/wiki/Education_For_All
13. http://re-searchengines.com/nurkolis2.html

You might also like