You are on page 1of 9

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hukum Mendel II menyatakan adanya pengelompokkan gen secara bebas. Seperti
telah diketahui, persilangan antara dua individu dengan satu sifat beda ( monohibrid) akan
menghasilkan rasio genotipe 1:2:1 dan rasio fenotipe 3:1. Sementara itu, persilangan dengan
dua sifat beda ( dihibrid) menghasilkan rasio fenotipe 9:3:3:1, hanya berlaku apabila kedua
pasang gen yang mewarisi kedua pasang sifat tersebut masing-masing terletak pada 2
kromosom yang berlainan, dan masing-masing mengekspresikan sifatnya sendiri. Beberapa
cara penurunan tak mengikuti hukum ini, mengingat bahwa pengawasan suatu sifat kadang –
kadang tidak dilakukan oleh suatu pasang gen saja, tetapi oleh dua pasang atau lebih gen
yang mengadakan interaksi ( kerjasama ). Dan hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor.
Pada 1906, W.Batenson dan R.C Punnet menemukan bahwa pada persilangan F2
dihasilkan rasio fenotipe 14 : 1 : 1 : 3. Mereka menyilangkan kacang kapri berbunga ungu
yang serbuk sarinya lonjong dengan kacang kapri berbunga mearah yang serbuk sarinya
bundar. Rasio fenotipe dari keturunan ini menyimpang dari hukum mendel yang seharusnya
pada keturunan kedua (F2), perbandingan fenotipenya 9 : 3 : 3 : 1.
Pada 1910, seorang sarjana Amerika yang bernama T.H Morgan dapat memecahkan
misteri tersebut.Morgan menemukan bahwa kromosom mengandung banyak gen dan
mekanisme pewarisannya menyimpang dari hukum Mendel. Hingga saat ini, telah diketahui
bahwa lalat buah memiliki kira – kira 5000 gen,padahal lalat buah hanya memiliki 4 pasang
kromosom saja. Sepasang di antaranya memiliki ukuran kecil sekali, menyerupai dua buah
titik. Jadi, dalam sebuah kromosom tidak terdapat sebuah gen saja melainkan puluhan,bahkan
ratusan gen.
Pada umumnya gen memiliki pekerjaan sendiri – sendiri untuk menumbuhkan
karakter, tetapi ada beberapa genyang berinteraksi atau menumbuhkan karakter. Gen tersebut
mengkin terdapat pada kromosom yang sama atau pada kromosom yang berbeda.
Interaksi antar gen akan menimbulkan perbandingan fenotipe keturunan yang
menyimpang dari hukum Mendel, keadaan ini disebut penyimpangan hukum Mendel.
Menurut mendel, perbandingan fenotipe F2 pada persilangan dihibrid adalah 9 : 3 : 3 : 1.
Apabila terjadi penyimpangan hukum Mendel, perbandingan fenotipe dapat menjadi 9 : 3 : 4,
9 : 7 atau 12 : 3 : 1. Perbandingan tersebut merupakan modifikasi dari 9 : 3 : 3 :1.
1.2 Perumusan Masalah
Dengan memperhatikan latar belakang diatas, dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana proses terjadinya interaksi gen terhadap makhluk hidup?
2. Bagaimana ekspresi sifat dari gen – gen yang saling berinteraksi ?

1.3 Tujuan
Ada pun tujuan dari isi makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui bagaimana interaksi gen dapat terjadi.
2. Mengetahui bagaimana ekspresi sifat dari gen – gen yang saling berinteraksi.
BAB II
ISI

2.1 Interaksi Genetik


Selain terjadi interaksi antar alel, interaksi juga dapat terjadi secara genetik. Selain
mengalami berbagai modifikasi rasio fenotipe karena adanya peristiwa aksi gen tertentu,
terdapat pula penyimpangan semu terhadap hukum Mendel yang tidak melibatkan modifikasi
rasio fenotipe, tetapi menimbulkan fenotipe-fenotipe yang merupakan hasil kerja sama atau
interaksi dua pasang gen nonalelik. Peristiwa semacam ini dinamakan interaksi gen menurut
( Suryo: 2001). Peristiwa interaksi gen pertama kali dilaporkan oleh W. Bateson dan R.C.
Punnet setelah mereka mengamati pola pewarisan bentuk jengger ayam.
Menurut William D. Stansfield ( 1991 : 56 ) fenotipe adalah hasil produk gen yang
dibawa untuk diekspresikan ke dalam lingkungan tertentu. Lingkungan ini tidak hanya
meliputi berbagai faktor eksternal seperti: temperatur dan banyaknya suatu kualitas cahaya.
Sedangkan faktor internalnya meliputi: Hormon dan enzim
Gen merinci struktur protein. Semua enzim yang diketahui adalah protein. Enzim
melakukan fungsi katalis, yang menyebabkanpemecahan atau penggabungan berbagai
molekul. Semua reaksi kimiawi yang terjadi di dalam sel merupakan persoalan metabolisma.
Reaksi – reaksi ini merupakan reaksi pengubahan bertahap satu substansi menjadi substansi
lain, setiap langkah ( tahap) diperantarai oleh suatu enzim spesifik. Semua langkah yang
mengubah substansi pendahulu ( precursor ) menjadi produk akhir menyusun suatu jalur
biosintesis.Interaksi gen terjadi bila dua atau lebih gen mengekspresikan protein enzim yang
g1 g g3
mengkatalis langkah – langkah dalam suatu jalur bersama. 2Lihat Gambar 2.1 berikut.

g1 g2 g3
P(prekursor) e1 A e2 B e3 C(produk

akhir
P(prekursor) e1 A e2 B e3 C(produk
)
akhir)g = gen,
Keterangan:
e = protein enzim

Gambar 2.1 Jalur metabolisme sederhana yang melibatkan enzim yang diekspresikan dari gen.
Dalam jalur yang paling sederhana sekalipun biasanya diperlukan beberapa gen untuk
merinci enzim yang terlibat. Setiap metabolit (A,B,C) dihasilkan oleh kerja katalis berbagai
enzim (ex) yang menetukan oleh berbagai gen tipe normal (gx).

1.2 Contoh Interaksi Gen

Peristiwa interaksi gen berupa Avatisme pertama kali dilaporkan oleh W. Bateson dan
R.C. Punnet setelah mereka mengamati pola pewarisan bentuk jengger ayam. Karakter
jengger tidak hanya diatur oleh satu gen, tetapi oleh dua gen yang berinteraksi. Dalam hal ini
terdapat empat macam bentuk jengger ayam yaitu mawar, kacang, walnut, dan tunggal,
seperti dapat dilihat pada Gambar 2.2.

walnu
single t rose pea

Gambar 2.2. Bentuk jengger ayam dari galur yang berbeda

Persilangan ayam berjengger rose dengan ayam berjengger pea menghasilkan


keturunan dengan bentuk jengger yang sama sekali berbeda dengan bentuk jengger kedua
induknya. Ayam hibrid (hasil persilangan) ini memiliki jengger berbentuk walnut.
Selanjutnya, apabila ayam berjengger walnut disilangkan dengan sesamanya, maka diperoleh
generasi F2 dengan rasio fenotipe walnut : rose : pea : single = 9 : 3 : 3 : 1.
Dari rasio fenotipe tersebut, terlihat adanya satu kelas fenotipe yang sebelumnya tidak
pernah dijumpai, yaitu bentuk jengger tunggal. Munculnya fenotipe ini, dan juga fenotipe
walnut, mengindikasikan adanya keterlibatan dua pasang gen nonalelik yang berinteraksi
untuk menghasilkan suatu fenotipe. Kedua pasang gen tersebut masing-masing ditunjukkan
oleh fenotipe rose dan fenotipe pea.
Apabila gen yang bertanggung jawab atas munculnya fenotipe rose adalah R,
sedangkan gen untuk fenotipe pea adalah P, maka keempat macam fenotipe tersebut masing-
masing dapat dituliskan sebagai R-pp untuk rose, rrP- untuk pea, R-P- untuk walnut, dan rrpp
untuk single. Dengan demikian, diagram persilangan untuk pewarisan jengger ayam dapat
dijelaskan seperti pada Gambar 2.3.

Bagan Persilangan

Diagram persilangan Avatisme

Gambar 2.3. Diagram persilangan interaksi gen nonalelik


Rasio persilangan fenotipe F2 hasil persilangan ayam berjengger rose dan pea sebagai
berikut.
F2 : 9 R-P- walnut
3 R-pp mawar walnut : rose : pea : single
3 rrP- kacang = 9 : 3 : 3 : 1
1 rrpp tunggal

Selain itu, biasanya kita beranggapan bahwa suatu sifat keturunan yang nampak pada
suatu individu itu ditentukan oleh sebuah gen tunggal, misalnya bunga merah oleh gen R,
bunga putih oleh gen r, buah bulat oleh gen B, buah oval (lonjong) oleh gen b, batang tiggi
oleh gen T, batang pendek oleh gen t dll.

Akan tetapi dalam kehidupan sehari-hari seringkali kita mengetahui bahwa cara
diwariskannya sifat keturunan tidak mungkin diterangkan dengan pedoman tersebut di atas,
karena sulit sekali disesuaikan dengan hukum-hukum Mendel.

Sebuah contoh klasik yang dapat dikemukakan di sini ialah hasil percobaan Wiliam
Bateson dan R.C Punnet yang telah di bicarakan sebelumnya diatas. Mereka mengawinkan
berbagai macam ayam negeri dengan memperhatikan bentuk jengger di atas kepala. Ayam
Wyandotte mempunyai jenger tipe mawar (“rose“), sedang ayam Brahma berjengger tipe
ercis (“pea“). Pada waktu dikawinkan ayam berjengger rose didapatkan ayam-ayam F1 yang
kesemuanya mempunyai jengger bersifat walnut (“walnut“= nama semacam buah). Mula-
mula dikira bahwa jengger tipe walnut ini intermedier. Tetapi yang mengherankan ialah
bahwa pada waktu ayam-ayam walnut itu dibiarkan kawin sesamanya dan dihasilkan banyak
ayam-ayam F2 maka perbandingan 9:3:3:1 nampak dalam keturunan ini. Kira-kira 9/16
bagian dari ayam-ayam F2 ini berjengger walnut. 3/16 mawar, 3/16 ercis dan 1/16 tunggal
(single).

Fenotip jengger yang baru ini disebabkan karena adanya interaksi (saling pengaruh)
antara gen-gen. Adanya 16 kombinasi dalam F2 memberikan petunjuk bahwa ada 2 pasang
alel yang berbeda ikut menentukan bentuk dari jengger ayam. Sepasang gen menentukan tipe
jengger mawar dan sepasang gen lainnya untuk tipe jengger ercis. Sebuah gen untuk rose dan
sebuh gen untuk pea mengadakan interaksi menghasilkan jengger walnut, seperti terlihat
pada ayam-ayam F1. Jengger rose ditentukan oleh gen dominan R (berasal dari “rose”),
jengger pea oleh gen dominan P (berasal dari “pea”). Karena itu ayam berjengger mawar
homozigot mempunyai genotip RRpp, sedangkan ayam berjengger ercis homozigot
mempunyai genotip rrPP. Perkawinan dua ekor ayam ini menghasilkan F 1 yang berjengger
walnut (bergenotip RrPp) dan F2 memperlihatkan perbandingan fenotip 9:3:3:1.

Gen R dan gen P adalah bukan alel, tetapi masing-masing dominan terhadap alelnya
(R dominan terhadap r, P dominan terhadap p). Sebuah atau sepasang gen yang menutupi
(mengalahkan) ekspresi gen lain yang bukan alelnya dinamakan gen yang epistasis. Gen yang
dikalahkan ini tadi dinamakan gen yang hipostasis. Peristiwanya disebut epistasi dan
hipostasi.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Persilangan dengan dua sifat beda ( dihibrid) menghasilkan rasio fenotipe 9:3:3:1,
hanya berlaku apabila kedua pasang gen yang mewarisi kedua pasang sifat tersebut masing-
masing terletak pada 2 kromosom yang berlainan, dan masing-masing mengekspresikan
sifatnya sendiri, beberapa cara penurunan tak mengikuti hukum ini, mengingat bahwa
pengawasan suatu sifat kadang – kadang tidak dilakukan oleh suatu pasang gen saja, tetapi
oleh dua pasang atau lebih gen yang mengadakan interaksi ( kerjasama ).Dan hal ini dapat
disebabkan oleh beberapa faktor.
Interaksi gen ini terjadi karena adanya 2 pasang gen atau lebih saling mempengaruhi
dalam memberikan fenotip pada suatu individu, terdapat pula penyimpangan semu terhadap
hukum Mendel yang tidak melibatkan modifikasi rasio fenotipe, tetapi menimbulkan
fenotipe-fenotipe yang merupakan hasil kerja sama atau interaksi dua pasang gen nonalelik.
Interaksi gen terjadi bila dua atau lebih gen mengekspresikan protein enzim yang membawa
sifat yang baru dari sifat induknya.
Contoh dari interaksi gen adalah Avatisme yang terjadi pada ayam berjengger rose
yang dikawinkan dengan ayam yang berjengger pea, akan menghasilkan sifat baru yang tidak
ada pada induknya, yaitu walnut : rose : pea : single = 9 : 3 : 3 : 1.

DAFTAR PUSTAKA
Anonymous., 2009. Variasi Genetik. http:// I:\blog-Variasi-dan-genetiks.php.htm. Diakses
tanggal 27 Oktober 2010

Anonymous.2010., Genetika. http://wikipedia.com/evolusi. Diakses tanggal 27 Oktober 2010

Bojonegoro,Isharmanto.2010.,InteraksiGen.http://biologigonz.blogspot.com/2010/05.interaks
i-gen .html. Diakses tanggal 27 Oktober 2010

Stansfield, D. William .1991., Genetika . PT. Gelora Aksara Pratama , Erlangga.

Suryo . 1986 ., Genetika Manusia. Gadjahmada University Press ,Yogyakarta.

Tim Dosen Genetika Dasar . 2010 ., Genetika Dasar . Jurusan Biologi Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam, UNIMED ,Medan.

isharmanto bojonegoro

You might also like