You are on page 1of 6

Aksiologi 

Ilmu
Rasa keingin tahuan manusia ternyata menjadi titik-titik perjalanan manusia yang takkan
pernah usai. Hal inilah yang kemudian melahirkan beragam penelitian dan hipotesa awal
manusia terhadap inti dari keanekaragaman realitas. Proses berfilsafat adalah titik awal
sejarah perkembangan pemikiran manusia dimana manusia berusaha untuk mengorek,
merinci dan melakukan pembuktian-pembuktian yang tak lepas dari kungkunga

Kemudian dirumuskanlah sebuah teori pengetahuan dimana pengetahuan menjadi


terklasifikasi menjadi beberapa bagian. Melalui pembedaan inilah kemudian lahir sebuah
konsep yang dinamakan ilmu. Pengembangan ilmu terus dilakukan, akan tetapi disisi lain.
Pemuasan dahaga manusia terhadap rasa keingintahuannya seolah tak berujung dan
menjebak manusia ke lembah kebebasan tanpa batas. Oleh sebab itulah dibutuhkan
adanya pelurusan terhadap ilmu pengetahuan agar tidak terjadi kenetralan tanpa batas
dalam ilmu. Karena kenetralan ilmu pengetahuan hanyalah sebatas metafisik keilmuan.
Sedangkan dalam penggunaannya diperlukan adanya nilai-nilai moral.

Sejak saat pertumbuhannya, ilmu sudah terkait dengan masalah moral. Satu contoh ketika
Copernicus (1473—1543) mengajukan teorinya tentang kesemestaan alam dan
menemukan bahwa “bumi yang berputar mengelilingi matahari” dan bukan sebaliknya
seperti yang dinyatakan dalam ajaran agama maka timbullah interaksi antara ilmu dan
moral (yang bersumber pada ajaran agama) yang berkonotasi metafisik. Secara metafisik
ilmu ingin mempelajari alam sebagaimana adanya, sedangkan di pihak lain terdapat
keinginan agar ilmu mendasarkan kepada pernyataan-pernyataan (nilai-nilai) yang
terdapat dalam ajaran-ajaran di luar bidang keilmuan (nilai moral), seperti agama. Dari
interaksi ilmu dan moral tersebut timbullah konflik yang bersumber pada penafsiran
metafisik yang berkulminasi pada pengadilan inkuisisi Galileo pada tahun 1633. Galileo
oleh pengadilan agama dipaksa untuk mencabut pernyataan bahwa bumi berputar
mengelilingi matahari.

II Pembahasan

A. Pengertian Aksiologi dan Ilmu

1. Definisi Aksiologi
Aksiologi adalah istilah yang berasal dari kata Yunani yaitu; axios yang berarti sesuai
atau wajar. Sedangkan logos yang berarti ilmu. Aksiologi dipahami sebagai teori nilai.
Menurut John Sinclair, dalam lingkup kajian filsafat nilai merujuk pada pemikiran
atau suatu sistem seperti politik, social dan agama. Sistem mempunyai rancangan
bagaimana tatanan, rancangan dan aturan sebagai satu bentuk pengendalian terhadap
satu institusi dapat terwujud.

2. Definisi Ilmu

Ilmu adalah istilah yang berasal dari kata Yunani yaitu scientia yang berarti
ilmu. Atau dalam kaidah bahasa Arab berasal dari kata ‘ilm yang berarti pengetahuan.
Ilmu atau sains adalah pengakajian sejumlah penrnyataan-pernyataan yang terbukti
dengan fakta-fakta dan ditinjau yang disusun secara sitematis dan terbentuk menjadi
hukun-hukum umum.

B. Perbedaan dan Fungsi Ilmu

1. Perbedan Ilmu, dan Pseudo Ilmu

Dari definisi diatas setidaknya kita bisa menarik satu kesimpulan bahwa ilmu adalah
pengetahuan yang dirumuskan secara sistematis, dapat diterima oleh akal melalui
pembuktian-pembuktian empiris.

Disisi lain ada sebuah kategori yaitu Pseudo Ilmu. Secara garis besar pseudo ilmu
adalah pengetahuan atau praktek-praktek metodologis yang di klaim sebagai
pengetahuan. Namun berbeda dengan ilmu, pseudo ilmu tidak memenuhi persyaratan-
persyaratan yang di

Keberadaaan ilmu timbul karena adanya penelitian-penelitian pada objek-


objek yang sifatnya empiris. Berbeda halnya dengan pseudo ilmu yang lahir atau
timbul dari pentelaahan objek-objek yang abstrak. Landasan dasar yang dipakai dalam
pseudo ilmu adalah keyakinan atau kepercayaan.

Perbedaan keduanya dapat kita ketahui dari penampakan yang menjadi objek
penelitian masing-masing bidang. Atau dengan kata lain perbedaan tersebut ada pada
sisi epistmologinya.
2. Fungsi Ilmu

Sebelumnya kita telah berbicara mengenai bagaimana perbedaan ilmu dan pseudo
ilmu dilihat dari karakter objek penelitiannya. Berikutnya kita akan membicarakan
apa sebenarnya fungsi dan kegunaan pegetahuan. Argumen-argumen yang
dikemukakan dalam pengetahuan kemudian menjadi satu bentuk konsep yang
terangkum dalam sebuah teori.

Menurut Ahmad Tafsir, teori mempunyai tiga fungsi dilihat dari kegunaan teori
tersebut dalam menyelesaikan masalah.

Pertama, Teori sebagai alat Eksplanasi. Dalam fungsi ini teori berusaha menjelaskan
melalui gejala-gejala yang timbul dalam satu permasalahan. Misalnya: tragedi 11
september yang memakan banyak korban dan kerugian secara materiil. Hal ini
dipahami sebagai bentuk perlawanan terhadap keangkuhan sebuah negara Adi Kuasa.
Gejalanya dapat kita lihat dari maraknya beberapa kelompok yang menamakan
dirinya sebagai kelompok anti Amerika. Al-Qaeda misalnya, sebuah oraganisasi
rahasia yang menjadi symbol perlawanan terhadap Amerika.

Kedua, Teori sebagai alat Peramal. Dalam fungsi ini teori memberikan benuk
prediksi-prediksi yang dilakukan oleh para ilmuwan dalan menyelesaikan suatu
masalah. Misalnya: isu global warming. Digambarkan dalam kasus ini bahwa
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi ternyata disatu sisi memberikan dampak
buruk terhadap ekosistem alam. Prediksi yang dilakukan oleh para ilmuwan yang
menggambakan tentang keseimbangan alam yang rusak oleh perilaku manusia itu
sendiri.

Ketiga, Teori sebagai Alat pengontrol. Dalam fungsi ini ilmuwan selain mampu
membuat ramalan berdasarkan eksplanasi gejala, juga dapat membuat kontrol
terhadap masalah yang terjadi. Kita bisa melihat dari solusi yang ditawarkan oleh para
ilmuwan.

C. Teori tentang Nilai

1. Kebebasan Nilai dan Keterikatan Nilai


Perkembangan yang terjadi dalam pengetahuan ternyata melahirkan sebuah polemik
baru karena kebebasan pengetahuan terhadap nilai atau yang bisa kita sebut sebagai
netralitas pengetahuan (value free). Sebaliknya ada jenis pengetahuan yang
didasarkan pada keterikatan nilai atau yang lebih dikenal sebagai value baound.
Sekarang mana yang lebih unggul antara netralitas pengetahuan dan pengetahuan
yang didasarkan pada keterikatan nilai?

Bagi ilmuwan yang menganut faham bebas nilai kemajuan perkembangan ilmu
pengetahuan akan lebih cepat terjadi. Karena ketiadaan hambatan dalam melakukan
penelitian. Baik dalam memilih objek penelitian, cara yang digunakan maupun
penggunaan produk penelitian.

Sedangkan bagi ilmuwan penganut faham nilai terikat, perkembangan pengetahuan akan
terjadi sebaliknya. karena dibatasinya objek penelitian, cara, dan penggunaan oleh
nilai.

Kendati demikian paham pengetahuan yang disandarkan pada teori bebas nilai
ternyata melahirkan sebuah permasalahan baru. Dari yang tadinya menciptakan
pengetahuan sebagai sarana membantu manusia, ternyata kemudian penemuannya
tersebut justru menambah masalah bagi manusia. Meminjam istilah carl Gustav Jung
“bukan lagi Goethe yang melahirkan Faust melainkan Faust-lah yang melahirkan
Goethe”.

2. Jenis-jenis Nilai

Berikut adalah jenis-jenis nilai yang di kategorikan pada perubahannya:

<!–[if mso & !supportInlineShapes & supportFields]> SHAPE \* MERGEFORMAT <!


[endif]–>

Jenis-jenis Nilai
Baik dan Buruk
Sarana dan Tujuan
Penampakan dan Real
Subjektif dan Objektif
Murni dan Campuran
Aktual dan Potensial
<!–[if
mso & !supportInlineShapes & supportFields]> <![endif]–>

3. Hakikat Nilai

Berikut adalah beberapa contoh dari hakikat nilai dilihat dari anggapan atau
pendapatnya:

a. Nilai berasal dari kehendak, Voluntarisme.

b. Nilai berasal dari kesenangan, Hedonisme

c. Nilai berasal dari kepentingan.

d. Nilai berasal dari hal yang lebih disukai (preference).

e. Nilai berasal dari kehendak rasio murni.

4. Kriteria Nilai

Standar pengujian nilai dipengaruhi aspek psikologis dan logis.

a. Kaum hedonist menemukan standar nilai dalam kuantitas kesenangan yang


dijabarkan oleh individu atau masyarakat.

b. Kaum idealis mengakui sistem objektif norma rasional sebagai kriteria.

c. Kaum naturalis menemukan ketahanan biologis sebagai tolok ukur.

5. Status Metafisik Nilai

a. Subjektivisme adalah nilai semata-mata tergantung pengalaman manusia.


b. Objektivisme logis adalah nilai merupakan hakikat logis atau subsistensi, bebas
dari keberadaannya yang dikenal.

c. Objektivisme metafisik adalah nilai merupakan sesuatu yang ideal bersifat integral,
objektif, dan komponen aktif dari kenyataan metafisik. (mis: theisme).

6. Karakteristik Nilai

a. Bersifat abstrak; merupakan kualitas

b. Inheren pada objek

c. Bipolaritas yaiatu baik/buruk, indah/jelek, benar/salah.

d. Bersifat hirarkhis; Nilai kesenangan, nilai vital, nilai kerohanian, nilai kekudusan.

III Penutup

Aksiologi membberikan jawaban untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu di pergunakan.
Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah nilai. Bagaimana
penentuan objek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan nilai. Bagaimana kaitan antara
teknik prosedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma nilai

Jujun S Suriasumantri, filsafat ilmu, (Jakarta ustaka Sinar Harapan, 2003). 233.

Nor Hasidah Abu Bakar, e Bahan Pengajaran IPK 503, (Kuala Lumpur usat Pemikiran
dan Kefahaman Islam, Unit ICT dan e Penerbitan, tt).

Aulia Ridwan CS, “ilmu dan mistik sebagai pseudo ilmu”, (Makalah, PPs IAIN Sunan
Ampel, Surabaya, 207), bb.

Ahmad Tafsir, filsafat ilmu, (Bandung:Rosdakarya, 2006). 37-41.

Ibid, 45.

Bahm, Archie, J., “What Is Science”, Reprinted from my Axiology; The Science Of Values”,
(Albuquerqe, New Mexico: World Books, 1984), 51.

You might also like