Professional Documents
Culture Documents
MATA MERAH
DOKTER PEMBIMBING :
dr. H. Agam Gambiro, Sp. M
OLEH :
Jessie Widyasari
(2005730037)
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya lah penulis dapat menyelesaikan pembuatan laporan yang berjudul Mata
Merah.
Ucapan terima kasih tak lupa penulis ucapkan kepada dr. H. Agam Gambiro, Sp. M,
selaku konsulen di bagian Mata di RSUD Cianjur dan rekan-rekan yang telah membantu
penulis dalam pembuatan laporan ini.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan laporan ini masih banyak terdapat
kesalahan. Untuk itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan
guna perbaikan dalam pembuatan makalah selanjutnya.
Semoga laporan ini dapat berguna bagi kita semua, khususnya bagi para pembaca.
Penulis,
BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Mata akan terlihat merah bila bagian putih mata atau sklera yang ditutup
konjungtiva menjadi merah. Pada mata normal, sklera berwarna putih karena dapat
terlihat melalui bagian konjungtiva dan kapsul Tenon yang tipis dan tembus sinar.
Hiperemia konjungtiva terajadi akibat bertambahnya asupan pembuluh darah ataupun
berkurangnya pengeluaran darah seperti pada pembendungan pembuluh darah.
Mata merah akibat melebarnya pembuluh darah konjungtiva yang terjadi pada
peradangan mata akut, misalnya konjungtivitis, keratitis, atau iridosiklitis. Pada
keratitis, pleksus arteri perikornea yang lebih dalam akan melebar pada iritis dan
glaukoma akut kongestif. Pada konjungtivitis dimana pembuluh darah superfisial
yang melebar, maka bila diberi efinefrin topikal terjadi vasokonstriksi sehingga mata
akan menjadi putih.
II. Tujuan
Setelah mempelajari makalah ini diharapkan dapat mengetahui tinjauan
pustaka dari penyakit dengan gejala mata merah sehingga nantinya jika menemui
kasus di tempat praktek dapat melakukan tata laksana yang baik mengenai penyakit
tersebut dan penyakit mata lainnya.
BAB II
Definisi
Penyebab
Penyebab pasti dari pterygium tidak diketahui. Tetapi, faktor penyebab yang
paling umum adalah :
Tipe 2
Melebar hingga 4 mm dari kornea, dapat kambuh (recurrent) sehingga perlu
tindakan pembedahan. Dapat mengganggu precorneal tear film dan menyebabkan
astigmatisme.
Tipe 3
Meluas hingga lebih dari 4 mm dan melibatkan daerah penglihatan (visual axis).
Lesi/jejas yang luas (extensive), jika kambuh, dapat berhubungan dengan fibrosis
subkonjungtiva dan meluas hingga ke fornix yang terkadang dapat menyebabkan
keterbatasan pergerakan mata.
Gambar 2. Pterigium
Gejala
Gejala pterygium bervariasi dari orang ke orang. Pada beberapa orang, pterigyum
akan tetap kecil dan tidak mempengaruhi penglihatan. Pterygium ini diperhatikan
karena alasan kosmetik. Pada orang yang lain, pterygium akan tumbuh cepat dan
dapat meyebabkan kaburnya penglihatan. Pterygium tidak menimbulkan rasa sakit.
Gejalanya termasuk :
1. Mata merah
2. Mata kering
3. Iritasi
4. Keluar air mata (berair)
5. Sensasi seperti ada sesuatu dimata
6. Penglihatan yang kabur
Diagnosis
Diagnosis pterigium dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan berikut:
1. Pemeriksaan Visus
2. Slit lamp
Penatalaksanaan
1. Mengevaluasi ukuran
2. Mencegah inflamasi
3. Mencegah infeksi
4. Aid dalam proses penyembuhan, apabila operasi dilakukan
Observasi:
2. Therapy radiasi
Apabila penglihatan menjadi kabur, maka pterygium harus dioperasi. Akan
tetapi pterigium dapat muncul kembali. Pemberian mytomycin C to aid in
healing dan mencegah rekurensi, seusai pengangkatan pterygium dengan
operasi, selain itu menunda operasi sampai usia dekade 4 dapat mencegah
rekurensi.
Pencegahan
Secara umum, lindungi mata dari paparan langsung sinar matahari, debu, dan
angin, misalnya dengan memakai kacamata hitam.
I. PSEUDOPTERIGIUM
Pseudopterigium merupakan perlekatan konjungtiva dengan kornea yang cacat.
Sering pseudopterigium ini terjadai pada proses penyembuhan tukak kornea,
sehingga konjungtiva menutupi kornea. Letak pseudopterygium ini pada daerah
konjungtiva yang terdekat dengan proses kornea sebelumnya.
PTERIGIUM PSEUDOPTERIGIUM
1. Lokasi Selalu di fisura palpebra Sembarang lokasi
2.Progresifitas Bisa progresif atau Selalu stasioner
stasioner
3.Riwayat Ulkus kornea (-) Ulkus kornea (+)
peny.
4.Tes sondase Negatif Positif
II. PINGUEKULA
Definisi
Pinguekula merupaka benjolan pada konjungtiva bulbi yang merupakan
degenerasi hialin jaringan submukosa konjungtiva.
Pinguekula sangat umum terjadi, tidak berbahaya, biasanya bilateral (mengenai
kedua mata). Pinguecula biasanya tampak pada konjungtiva bulbar berdekatan
dengan limbus nasal (di tepi/pinggir hidung) atau limbus temporal. Terdapat
lapisan berwarna kuning-putih (yellow-white deposits), tak berbentuk
(amorphous).
Patogenesis
Pengobatan
Gambar 3. Pinguekula
Episkleritis
Merupakan reaksi radang jaringan ikat vaskular yang terletak anatara konjungtiva
dan permukaan sklera.
Gambar 4. Episkleritis
Skleritis
Adalah reaksi radang yang mempengaruhi bagian luar berwarna putih yang melapisi
mata.Penyakit ini biasanya disebabkan kelainan atau penyakit sistemik. Skleritis
dibedakan menjadi :
2. Skleritis nodular
Nodul pada skleritis noduler tidak dapat digerakkan dari dasarnya, berwarna
merah, berbeda dengan nodul pada episkleritis yang dapat digerakkan.
3. Skleritis nekrotik
Jenis skleritis yang menyebabkan kerusakan sklera yang berat.
Gambar 5. Skleritis
Gejala
Pengobatan
Pada skleritis dapat diberikan suatu steroid atau salisilat. Apabila ada penyakit
yang mendasari, maka penyakit tersebut perlu diobati.
I. KONJUNGTIVITIS
LAKRIMASI ++ + +
Jenis Konjungtivitis dapat ditinjau dari penyebabnya dan dapat pula ditinjau
dari gambaran klinisnya yaitu :
1. Konjungtivitis Kataral
2. Konjungtivitis Purulen, Mukopurulen
3. Konjuntivitis Membran
4. Konjungtivitis Folikular
5. Konjungtivitis Vernal
6. Konjungtivitis Flikten
Konjungtivitis Kataral
Etiologi
Biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri, antara lain stafilokok aureus, Pneumokok,
Diplobasil Morax Axenfeld dan basil Koch Weeks.
Bisa juga disebabkan oleh virus, misalnya Morbili, atau bahan kimia seperti bahan
kimia basa (keratokonjungtivitis) atau bahan kimia yang lain dapat pula menyebabkan
tanda-tanda konjungtivitis kataral. Herpes Zoster Oftalmik dapat pula disertai
konjungtivitis.
Gambaran Klinis
Pengobatan
Pengobatan Konjungtivitis Kataral tergantung kepada penyebabnya. Apabila
penyebabnya karena inf. bakteri maka dapat diberikan antibiotik, seperti : tetrasiklin,
kloromisetin, dan lain-lain. Pada infeksi virus dianjurkan pemakaia sulfasetamid atau
obat anti-virus seperti IDU untuk infeksi Herpes Simplek.
Etiologi
Pada orang dewasa disebabkan oleh infeksi gonokok, pada bayi (terutama yang
berumur di bawah 2 minggu) bila dijumpai konjungtivitis purulen, perlu dipikirkan
dua kemungkinan penyebab, yaitu infeksi golongan Neisseria (gonokok atau
meningokok) dan golongan klamidia (klamidia okulogenital)
Gambaran Klinis
Pengobatan
Penderita harus dirawat diruang isolasi. Mata harus selalu dibersihkan dari sekret
sebelum pengobatan.
AB sistemik pd dewasa :
Cefriaxone IM 1 g/hr selama 5 hr + irigasi saline atau Penisilin G 10 juta IU/IV/hr
selama 5 hr + irigasi
AB sistemik pd neonatus :
Cefotaxime 25 mg/kgBB tiap 8-12 jam selama 7 hr atau Penisilin G 100.000
IU/kgBB/hr dibagi dl 4 dosis selama 7 hr + irigasi saline
Konjungtivitis Membran
Etiologi
Gambaran Klinis
Penyakit ini ditandai dengan adanya membran/selaput berupa masa putih pada
konjungtiva tarsal dan kadang juga menutupi konjungtiva bulbi. Massa ini ada dua
jenis, yaitu membran dan pseudomembran.
Pengobatan
Pada infeksi difteria, diberi salep mata penisillin tiap jam dan injeksi penisillin sesuai
umur, pada anak-anak diberikan penisillin dengan dosis 50.000 unit/KgBB, pada
orang dewasa diberi injeksi penisillin 2 hari masing-masing 1.2 juta unit. Untuk
mencegah gangguan jantung oleh toksin difteria, perlu diberikan antitoksin difteria
20.000 unit 2 hari berturut-turut.
Konjungtivitis Folikular
1. Kerato-Konjungtivitis Epidemi
Etiologi
Infeksi Adenovirus type 8, masa inkubasi 5-10 hari
Gambaran Klinis
Gejala-gejala subyektif berupa mata berair, silau dan seperti ada pasir. Gejala
radang akut mereda dalam tiga minggu, tetapi kelainan kornea dapat menetap
berminggu-minggu, berbulan-berbulan bahkan bertahun-tahun setelah sembuhnya
penyakit.
Pengobatan
2. Demam Faringo-Konjungtiva
Etiologi
Gambaran Klinis
Dua minggu sesudah perjalanan penyakit dapat timbul kelainan kornea, yaitu
terdapat infiltrat bulat kecil superfisial. Faringitis timbul beberapa hari setelah
timbulnya konjungtivitis follikular akut.
Pengobatan
Gambaran Klinis
Timbulnya akut, disertai gejala subjektif seperti ada pasir, berair dan diikuti rasa
gatal, biasanya dimulai pada satu mata dan untuk beberapa jam atau satu dua hari
kemudian diikuti peradangan akut mata yang lain.
Pengobatan
Tidak dikenal obat yang spesifik, tetapi dianjurkan pemberian tetes mata
sulfasetamid atau antibiotik.
Gambaran Klinis
Gejala subjektif : seperti perasaan ada benda asing, berair, silau dan rasa sakit.
Pengobatan
Tidak ada pengobatan yang efektif, tetapi dapat diberi antibiotik untuk mencegah
infeksi sekunder.
5. Inclusion Konjungtivitis
Etiologi
Gambaran Klinis
Pengobatan
6. Trachoma
Etiologi
Klamidia trakoma
Gambaran Klinis
3. Stadium sikatriks
Sikatriks konjungtiva pada folikel konjungtiva tarsal superior yang terlihat
seperti garis putih halus. Pannus pada kornea lebih nyata.
4. Stadium penyembuhan
Trakoma inaktif, folikel, sikatriks meluas tanpa peradangan
Pengobatan
Pemberian salep derivat tetrasiklin 3-4 kali sehari selama dua bulan. Apabila perlu
dapat diberikan juga sulfonamid oral.
Konjungtivitis Vernal
Etiologi
Gambaran Klinis
Gejala subyektif yang menonjol adalah rasa sangat gatal pada mata, terutama bila
berada dilapangan terbuka yang panas terik.
Pada pemeriksaan dapat ditemukan konjungtivitis dengan tanda khas adanya cobble-
stone di konjungtiva tarsalis superior, yang biasanya terdapat pada kedua mata, tetapi
bisa juga pada satu mata. Sekret mata pada dasarnya mukoid dan menjadi
mukopurulen apabila terdapat infeksi sekunder.
Pengobatan
Konjungtivitis Flikten
Etiologi
Apabila flikten timbul di kornea dan sering kambuh, dapat berakibat gangguan
penglihatan. Apabila peradangannya berat, maka dapat terjadi lakrimasi yang terus
menerus sampai berakibat eksema kulit. Keluhan lain adalah rasa seperti berpasir dan
silau.
Pengobatan
Konjungtivitis Sika
Konjungtivitis sika atau konjungtivitis dry eyes adalah suatu keadaan keringnya
permukaan konjungtiva akibat berkurangnya sekresi kelenjar lakrimal.
Etiologi
Manifestasi Klinis
Komplikasi
Ulkus kornea, infeksi sekunder oleh bakteri, parut kornea, dan noevaskularisasi
kornea.
Penatalaksanaan
Diberikan air mata buatan seumur hidup dan diobati penyakit yang mendasarinya.
Sebaiknya diberikan air mata buatan tanpa zat pengawet kerena bersifat toksik
bagi kornea dan dapat menyebabkan reaksi idiosinkrasi. Dapat dilakukan terapi
bedah untuk mengurangi drainase air mata melalui oklusi pungtum dengan plug
silicon atau plug kolagen.
BAB III
I. KERATITIS
Keratitis adalah infeksi pada kornea yang biasanya diklasifikasikan menurut lapisan
kornea yang terkena; yaitu keratitis superfisialis apabila mengenai lapisan epitel atau
Bowman dan keratitis profunda atau keratitis interstisialis (atau disebut juga keratitis
parenkimatosa) yang mengenai lapisan stroma).
a. Keratitis Superfisialis
Bentuk klinis :
– Keratitis pungtata superfisialis
Berupa bintik-bintik putih pada permukaan kornea yang dapat disebabkan oleh
berbagai penyakit infeksi virus antara lain virus herpes, herpes zoster, dan
vaksinia.
– Keratitis flikten
Benjolan putih yang bermula di limbus tetapi mempunyai kecenderungan
untuk menyerang kornea.
– Keratitis Sika
Suatu bentuk keratitis yang disebabkan oleh kurangnya sekresi kelenjar
lakrimal atau sel goblet yang berada di konjungtiva.
– Keratitis Lepra
Suatu bentuk keratitis yang diakibatkan oleh gangguan trofik saraf, disebut
juga keratitis neuroparalitik.
– Keratitis Numularis
Bercak putih berbentuk bulat pada permukaan kornea biasanya multipel dan
banyak didapatkan pada petani.
Keratitis Superfisialis
Bentuk infeksi keratitis herpes simpleks dibagi dalam 2 bentuk yaitu epitelial dan
stromal; pada yang epitelial, mengakibatkan kerusakan sel epitel dan membentuk
ulkus kornea superfisialis. Pada yang stromal terjadi reaksi imunologik tubuh
terhadap virus yang menyerang reaksi antigen-antibodi yang menarik sel radang ke
dalam stroma. Sel radang ini mengeluarkan bahan proteolitik untuk merusak virus
tetapi juga akan merusak jaringan stromal di sekitarnya. Pengobatan pada yang
epitelial ditujukan terhadap virusnya sedang pada yang stromal ditujukan untuk
menyerang virus dan reaksi radangnya.
Gambaran klinis infeksi primer herpes simpleks pada mata biasanya berupa
konjungtivitis folikulasris akut disertai blefaritis vesikuler yang ulseratif, serta
pembengkakan kelenjar limfa regional. Kebanyakan penderita juga disertai keratitis
epitelial dan dapat mengenai troma tetapi jarang. Pada dasarnya infeksi primer ini
dapat sembuh sendiri, akan tetapi pada keadaan tertentu di mana daya tahan tubuh
sangat lemah akan menjadi parah dan menyerang stroma.
Gambaran khas pada kornea adalah bentuk dendrit, akan tetapi dapat juga bentuk lain.
Secara subjektif, keratitis herpes simpleks epitelial kadang tidak dikeluhkan oleh
penderita, keluhan mungkin karena kelopak yang sedikit membengkak atau mata
berair yang bila sering diusap menyebabkan lecet kulit palpabra. Secara objektif
didapatkan iritasi yang ringan, sedikit merah, berair, dan unilateral.
Pada serangan berulang, kornea menjadi target utama dan menimbulkan keratitis
stroma yang dapat disertai dengan uveitis. Gambaran pada kornea adalah lesi
disiformis tetapi dapat juga bentuk-bentuk lain yang tidak spesifik dan lazim disebut
keratitis meta-herpetika. Pada keadaan ini penderita datang dengan keluhan silau,
mata berair, penglihatan kabur dan pada pemeriksaan didapatkan injeksi konjungtiva
dan silier, penderita menutup matanya karena silau, dan pada kornea didapatkan
infiltrat stroma yang dapat disertai uveitis dan hipopion.
Diagnosis banding keratitis Herpes simpleks antara lain keratitis zoster, vaksinia, dan
keratitis stafilokokus.
Pengobatan topikal diberikan obat anti virus seperti IDU. Dapat pula dilakukan
kauterisasi dengan asam karbonat atau larutan yodium (7% dan 5% dalam larutan
alkohol). Tujuan kauterisasi adalah untuk mengancurkan sel-sel yang sakit dan
mencegah perluasan penyakit ini ke lapisan stroma atau lebih dalam lagi. Adapula
yang melakukan debridement dengan tujuan menghilangkan sel-sel yang sakit.
Kortikosteroid merupakan kontraindikasi untuk segala tingkatan keratitis herpes
simpleks. Untuk menekan proses radang pada keratitis stroma sebaiknya diberikan
anti inflamasi non steroid. Bila terdapat uveitis diberikan pengobatan untuk
uveitisnya.
Disebabkan oleh virus varicella-zoster. Virus ini dapat menyerang saraf kranial V,
VII, dan VIII. Pada nervus trigeminus, bila yang terserang antara pons dan ganglion
Gasseri, maka akan terjadi gangguan pada ketiga cabang N V. Biasanya yang
terganggu adalah cabang oftalmik.
Bila cabang oftalmik yang terkena, maka terjadi pembengkakan kulit di daerah dahi,
alis, dan kelopak mata disertai kemerahan yang dapat disertai vesikel, dapat
mengalami supurasi, yang bila pecah akan menimbulkan sikatriks.
Bila cabang nasosiliar yang terkena, maka akan timbul vesikel di daerah hidung dan
kornea terancam. Kedua erupsi kulit tidak melewati garis median.
Secara subjektif, biasanya penderita datang dengan rasa nyeri disertai edema kulit
yang tampak kemerahan pada daerah dahi, alis, dan kelopak atas serta sudah disertai
dengan vesikel.
Secara objektif, tampak erupsi kulit pada daerah yang dipersarafi cabang oftalmik
nervus trigeminus. Erupsi ini unilateral dan tidak melewati garis median. Rima
palpebra tampak menyempit apabila kelopak atas mengaami pembengkakan. Bila
cabang nasosiliaris nervs trigemnus yang terkena, maka erupsi kulit terjadi pada
daerah hidung dan rima palpebra biasanya tertutup rapat. Bila kornea atau jaringan
yang lebih dalam terkena, maka timbul lakrimasi, mata yang silau dan sakit dan
penderita tampak kesakitan yang parah. Kelainan mata berupa bercak-bercak atau
bintik-bintik putih kecil yang tersebar di epitel kornea yang dengan cepat sekali
melibatkan stroma. Bila infeksi mengenai jaringan mata yang lebih dalam dapat
menimbulkan iridosiklitis disertai sinekia iris serta menimbulkan glaukoma sekunder.
Komplikasi lain adalah paresis otot penggerak mata serta neuritis optik.
Nyeri disertai erupsi kulit yang tidak melewati garis median adalah khas untuk infeksi
oleh herpes zoster.biasanya juga pembengkakan kelenjar pre-aurikler regional yang
sesuai dengan sisi cabang oftalmik N V yang terkena.
Pemberian asiklovir oral maupun topikal tampak menjanjikan; bila disertai infeksi
sekunder bakterial dapat diberikan antibiotik. Dapat diberikan pula obat-obatan yang
meningkatkan sistem imunitas tubuh, obat-obatan neurotropik, serta dapat dibantu
dengan vitamin C dosis tinggi.
Pada mata, pengobatan yang bersifat simtomatik adalah tetes metil selulose,
siklopegia.
Keratitis Vaksinia
Vaksinia dapat pula mengenai kelopak mata dan apabila hal ini terjadi maka perlu
dicegah penyebaran infeksi terhadap kornea antara lain dengan pemberian suntikan
gamma globulin intra muskuler.
Upaya-upaya preventif terhadap infeksi bakterial sekunder adalah yang paling penting
untuk ditempuh.
Bila kornea sudah terkena maka pemberian injeksi gamma globulin tidak boleh
dilakukan karena akan meningkatkan bertambahnya infiltratnya sehingga tampak lesi
kornea melebar.
Keratitis Flikten
Flikten adalah benjolan berwarna putih kekuningan berdiameter 2-3 mm pada limbus,
dapat berjumlah 1 atau lebih. Pada flikten terjadi penimbunan sel limfoid, dan
ditemukan sel eosinofil serta mempunyai kecenderungan untuk menyerang kornea.
Pada kasus yang rekuran, penyakit ini timbul pada anak-anak yang mengalami kurang
gizi dan menderita TBC sistemik, karenanya penyakit ini diduga sebagai alergi
terhadap tuberkulo-protein (kuman TBC tidak pernah dijumpai dalam benjolan
flikten). Sekarang diduga juga merupakan reaksi imunologi terhadap stafilokokus
aureus, koksidiodes imiitis serta bakteri patogen lainnya.
Terdapat hiperemia konjungtiva, dan memberikan kesan kurangnya air mata. Secara
subjektif, penderita biasanya datang karena ada benjolan putih kemerahan di
pinggiran mata yang hitam. Apabila jaringan kornea terkena, maka mata berair, silau,
dan dapat disertai rasa sakit dan penglihatan kabur.
Secara objektif, terdapat benjolan putih kekuningan pada daerah limbus yang
dikelilingi daerah konjungtiva yang hiperemis.
Bila kornea terkena, dapat ditemukan keratitis dengan gambaran yang bermacam-
macam; yaitu infiltrat dan neovaskularisasi. Gambaran yang khas adalah terbentuknya
papula atau pustula pada kornea atau konjungtiva karena itu penyakit ini biasanya
disebut kerato –konjungtivits flikten.
Pada anak-anak disertai gizi buruk, keratitis flikten dapat berkembang menjadi tukak
kornea karena infeksi sekunder.
Penyembuhan yang terjadi pada keratitis flikten biasanya akan meninggalkan jaringan
parut yang disertai neovaskularisasi kornea.
Pengobatan dengan tetes mata steroid akan memberikan hasil yang memuaskan.
Steroid oral tidak dianjurkan apabila bila terdapat penyakit TBC yang mendasari.
Keratitis Sika
Keratitis Sika adalah keratitis yang pada dasarnya diakibatkan oleh kurangnya sekresi
kelenjar lakrimal dan atau sel globet, yang dapat disebabkan oleh berbagai penyakit
atau keadaan sebagai berikut :
– Defisiensi kelenjar air mata (Sindrom Syogren, Syndrom Riley Day, tumor
kelenjar air mata, obat-obat diuretik, penggunaan atropin lama, usia lanjut).
– Defisiensi komponen lemak dari air mata (blefaritis menahun, pembedahan
kelopak mata)
– Defisiensi komponen musin (Sindrom Stevens Johnson, trauma kimia,
defisiensi vitamin A)
– Penguapan air mata yang berlabihan (Keratitis karena lagoftalmos, hidup di
lingkungan yang panas dan kering)
– Akibat parut pada kornea atau rusaknya mikrovili kornea (trauma kimia)
Secara objektif, pada tingkat dry-eye, kejernihan permukaan konjungtiva dan kornea
hilang, tes schirmer berkurang, tear-film kornea mudah pecah, tear break-up time
berkurang, sukar menggerakan kelopak mata.
Kelainan kornea dapat berupa erosi kornea, keratitis filamentosa, atau pungtata. Pada
kerusakan kornea yang lebih lanjut dapat terjadi ulkus kornea dengan segala
komplikasinya.
Apabila yang kurang adalah komponen air dari air mata, diberikan air mata tiruan;
sedangkan bila komponen lemaknya yang berkurang maka diberikan lensa kontak.
Keratitis Lepra
Morbus Hansen atau penyakit Lepra menyerang dan menimbulkan kerusakan pada
kornea melalui 4 cara :
– Gangguan trofik pada kornea yang disebabkan kerusakan saraf kornea oleh
mikobakterium lepra.
– Terjadinya ektropion dan lagoftalmos serta anestesi kornea sehingga
menyebabkan keratitis pajanan.
– Pada daerah yang endemik, sering disertai adanya penyakit trakoma yang
menyebabkan entropion dan trikiasis.
– Apabila terjadi denervasi kelenjar lakrimal, akan menyebabkan sindrom mata
kering.
Perubahan yang terjadi akibat serangan mikobakterium lepra adalah membesar dan
membengkaknya saraf kornea disertai bintil-bintil dalam benang (bead on a string).
Pembengkakan saraf kornea adalah patognomonik untuk infeksi oleh mkobakterium
lepra pada mata ataupun dapat mengindikasikan adanya suatu infeksi sistemik.
Masa inkubasi tidak diketahui secara pasti, begitu pula cara penularannya, diduga
melalui saluran pernapasan.
Secara objektif, terdapat keratitis avaskuler berupa lesi pungtata berwarna putih
seperti kapur yang secara perlahan batasnya akan mengabur dan sekelilingnya
menjadi seperti berkabut. Lesi ini akan menyatu dengan lesi di sebelahnya dan
menyebabkan kekeruhan sub-epitelial seperti nebula. Dalam nebula ini terdapat
sebaran seperti deposit kalsium dan sering disertai destruksi membran Bowman. Pada
fase lanjut terjadi neovaskularisasi superfisial yang disebut plannus lepromatosa.
Pembengkakan saraf kornea disertai bead on a string adalah khas untuk keratitis lepra.
Gambaran klinis pada bagian tubuh lain akan lebih memperkuat keyakinan diagnosis.
Keratitis Nummularis
Keratitis nummularis adalah bentuk keratitis yang ditandai dengan infiltrat bundar
berkelompok dan tepinya berbatas tegas. Keratitis ini berjalan lambat, sering kali
unilateral dan pada umumnya didapatkan pada petani yang bekerja di sawah.
Secara objektif, mata yang terserang tampak merah karena injeksi siliar, disertai
lakrimasi.
Infiltrat multipel dan bundar yang terdapat di lapisan kornea bagian superfisial
biasanya tidak menyebabkan ulserasi.
Pemberian kortikosteroid lokal memberikan hasil yang baik yaitu hilangnya tanda-
tanda radang dan lakrimasi tetapi penyerapan infiltrat terjadi dalam waktu yang lama,
dapat 1-2 tahun.
a. Keratitis Profunda
Bentuk klinis :
– Keratitis interstisial luetik atau keratitis sifilis kongenital
– Keratitis sklerotikans
Secara Subjektif, penderita mengeluh sakit, fotofobia tetapi tidak ada sekret.
Secara objektif, kekeruhan kornea yang terlokalisasi dan berbatas tegas, unilateral,
kornea terlihat putih menyerupai sklera, serta dapat disertai iritis non
granulomatosa.
Tidak ada pengobatan yang spesifik. Pemberian kortikosteroid dan anti randang
non steroid ditujukan terhadap skleritisnya, apabila teradapat iritis, selain
kortikosteroid dapat diberikan tetes mata atropin.
I. ULKUS KORNEA
Ulserasi kornea dapat meluas ke dua arah yaitu melebar dan mendalam. Ulkus yang
kecil dan superfisial akan lebih cepat sembuh, kornea dapat jernih kembali.
Pada ulkus yang menghancurkan membran Bowman dan stroma, akan menimbulkan
sikatriks kornea.
Gejala Subjektif sama seperti gejala keratitis. Gejala Objektif berupa injeksi siliar,
hilangnya sebagaian jaringan kornea, dan adanya infiltrat. Pada kasus yang lebih berat
dapat terjadi iritis disertai hipopion.
Gambaran tukak kornea khas, tukak yang menjalar dari tepi ke arah tengah kornea
(serpinginous). Tukak berwarna kuning keabu-abuan berbentuk cakram dengan
tepi tukak yang menggaung. Tukak cepat menjalar ke dalam dan menyebabkan
perforasi kornea, karena eksotoksin yang dihasilkan oleh Streptokokus
Pneumonia.
Pengobatan dengan Sefazolin, Basitrasin dalam bentuk tetes, injeksi
subkojungtiva, dan intravena.
Tukak stafilokokus
Infeksi tukak kornea oleh Stafilokokus Epidermidis biasanya terjadi bila ada
faktor pencetus sebelumnya seperti keratopati bulosa, infeksi herpes simpleks dan
lensa kontak yang telah lama digunakan.
Pada awalnya berupa tukak yang berwarna putih kekuningan disertai infiltrat
secara adekuat, akan terjadi abses kornea yang disertai edema stroma dan infiltrasi
sel lekosit. Walaupun terdapat hipopion tukak seringkali indolen yaitu reaksi
radangnya minimal. Tukak kornea marginal biasanya bebas kuman dan
disebabkan oleh reaksi hipersensitifitas terhadap Stafilokokus Aureus.
Tukak Pseudomonas
Berbeda dengan yang lain, bakteri tukak ini ditemukan dalam jumlah yang sedikit.
Bakteri ini bersifat aerob obligat dan menghasilkan eksotoksin yang menghambat
sintesis protein, Keadaan ini menerangkan mengapa jaringan kornea cepat hancur
dan mengalami kerusakan. Bakteri ini dapat hidup dalam kosmetika, cairan
fluoresein, dan cairan lensa kontak.
Biasanya dimulai dengan tukak kecil di bagian sentral kornea dengan infiltrat
berwarna keabu-abuan disertai edema epitel dan stroma. Trauma kecil ini dengan
cepat melebar dan mendalam serta menimbulkan perforasi kornea. Tukak
mengeluarkan discharge kental berwarna kuning kehijauan.
b. Tukak Jamur
Tukak kornea oleh jamur akhir-akhir ini banyak ditemukan, hal ini dimungkinan
oleh :
– Penggunaan antibiotik secara berlebihan dalam waktu yang lama atau
pemakaian kortikosteroid jangka panjang
– Fusarium dan sefalosporim menginfeksi kornea setelah suatu trauma yang
disertai lecet epitel, misalnya kena ranting pohon atau binatang yang terbang
mengindikasikan bahwa jamur terinokulasi di kornea oleh benda atau binatang
yang melukai kornea dan bukan dari adanya defek epitel dan jamur yang
berada di lingkungan hidup.
– Infeksi oleh jamur lebih sering didapatkan di daerah yang beriklim tropik,
maka faktor ekologi ikut memberikan kontribusi.
Kontak dengan pertanian atau trauma yang terjadi di luar rumah bukan merupakan
faktor timbulnya tukak atau keratitis oleh kandida.
Pengobatan obat anti jamur dengan spektrum luas. Apabila memungkinkan
dilakukan pemeriksaan laboratorium dan tes sensitivitas untuk dapat memilih obat
jamur yang spesifik.
Tukak Cincin
Tukak ini unilateral, letak tukak tepat di bagian dalam limbus dan hampir
mengelilingi limbus. Berbeda dengan tukak marginal pada tukak cincin tidak ada
hubungan dengan konjungtivitis atau blefaritis. Tukak cincin biasanya
berhubungan dengan penyakit sistemik seperti disentri basiler, arhritis rematoid,
dan poliarthritis nodosa.
I. RADANG UVEA
Peradangan uvea biasanya unilateral, dapat disebabkan oleh efek langsung suatu
infeksi atau merupakan fenomena alergi terhadap antigen dari luar atau antigen dari
dalam.
Radang iris dan badan siliar menyebabkan rusaknya Blood Aqueous Barrier sehingga
terjadi peningkatan protein, fibrin, dan sel-sel radang dalam humor akuos yang
tampak pada penyinaran miring menggunakan sentolop atau akan lebi jelas bila
menggunakan slit lamp, berkas sinar yang disebut fler.
Fibrin dimaksudkan untuk menghambat gerakan kuman akan tetapi justru
mengakibatkan perlekatan-perlekatan misalnya perlekatan iris pada permukaan lensa
(sinekia posterior).
Sel-sel radang yang terdiri atas limfosit, makrofag, sel plasma dapat membentuk
presipitat keratik yaitu sel-sel radang yang menempel pada permukaan endotel
kornea. Apabila presipitat keratik ini besar, berminyak disebut mutton fat keratic
precipitate. Akumulasi sel-sel radang dapat pula terjadi pada tepi pupil disebut
Koeppe nodules, bila di permukaan iris disebut Busacca nodules, yang bisa ditemukan
juga pada permukaan lensa dan sudut bilik mata depan.
Pada iridosiklitis yang berat sel radang dapat sedemikian banyak hingga menimbulkan
hipopion.
Otot sfingter pupil mendapat rangsangan karena radang dan pupil akan miosis dan
dengan adanya timbunan fibrin serta sel0sel radang dapat terjadi seklusio maupun
oklusio pupil. Bila terjadi seklusio dan oklusio total, cairan di dalam bilik mata
belakang tidak dapat mengalir sama sekali mengakibatkan tekanan dalam bilik mata
belakang lebih besar dari tekanan dalam bilik mata depan sehingga iris tampak
menggelembung ke depan yang disebut iris bombans.
Gangguan produksi humor akuos terjadi akibat hipofungsi badan siliar menyebabkan
tekanan bola mata turun. Eksudat protein, fibrin, dan sel-sel radang dapat berkumpul
di sudut bilik mata depan terjadi penutupan kanal Schlemm sehingga terjadi gaukoma
sekunder.
Pada fase akut terjadi glaukoma sekunder karena gumpalan-gumpalan pada sudut
bilik depan, sedang pada fase lenjut glaukoma sekunder terjadi karena adanya
seklusio pupil.
Naik turunnya tekanan bola mata disebutkan pula sebagai akibat perna asetilkolin dan
prostaglandin.
Uveitis Anterior
Gejala Subjektif Iridosiklitis
Keluhan pasien pada awalnya dapat berupa sakit di mata, sakit kepala, fotofobia, dan
lakrimasi.
Sakit mata lebih nyata pada iridosiklitis akut daripada iridosiklitis kronik dan sangat
hebat bila disertai dengan keratitis. Sakit terbatas di daerah periorbita dan mata serta
bertambah sakitnya bila dihadapkan pada cahaya dan tekanan.
Derajat fotofobia bervariasi dan dapat demikian hebat sampai kelopak mata tidak bisa
dibuka pada waktu pemeriksaan mata.
Lakrimasi yang terjadi biasanya sebanding dengan derajat fofobia.
Pada uveitis anterior supuratif dapat disertai gejala umum sepertii panas, gelisah,
menggigil, dan sebagainya.
Gejala Objektif Iridosiklitis
Terdapat injeksi siliar, presipitat keratik, fler serta sel dalam bilik mata depan serta
endapan fibrin pada pupil yang dapat menyebabkan sinekia posterior.
Pada jenis granulomatosa didapatkan presipitat keratik Mutton fat pada endotel
kornea, nodul Koeppe atau nodul Busacca pada iris.
Pengobatan Iridosiklitis
DAFTAR PUSTAKA
Ilyas,Sidharta. Katarak lensa mata Keruh. Glosari Sinopsis. Cerakan Kedua. Balai Penerbitan
FKUI. Jakarta. 2007.
Ilyas,Sidharta. Ilmu Penyakit Mata. Cetakan ketiga. Balai Penerbitan FKUI. Jakarta. 2006.
Vaughan, Daniel; Asbury, Taylor; Riordan-Eva, Paul. Oftalmologi Umum. Edisi Empat belas.
KDT. Jakarta. 2006.
Radjamin, Tamin, dkk. Ilmu Penyakit Mata untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran.
Perhimpunan Dokter Ahli Mata Indonesia. Airlangga University Press. Surabaya. 1984.