You are on page 1of 7

PENGUATAN STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN

AGROPOLITAN BERBASIS PENINGKATAN DAYA SAING PRODUK


AGRIBISNIS UNGGULAN

Mayoritas penduduk Indonesia menggantungkan hidup dari sektor


pertanian, karenanya revitalisasi pertanian sangat strategis untuk
dilaksanakan, guna memacu pembangunan perdesaan dengan
pengembangan kawasan agropolitan, yaitu mengubah kawasan
perdesaan menjadi kota pertanian yang berkembang dan mampu
menghela pembangunan wilayah perdesaan sekitarnya.
Masalah pokok adalah kesenjangan antara perencanaan strategi
pengembangan kawasan agropolitan yang dicanangkan pemerintah dan
penerapannya di Kabupaten Semarang. Tujuan penelitian untuk
memperbaiki perencanaan Penguatan Strategi Pengembangan Kawasan
Agropolitan Berbasis Peningkatan Daya Saing Produk Agribisnis
Unggulan.
Identifikasi hasil dan analisa hasil penelitian menunjukkan bahwa :
Kabupaten Semarang merupakan daerah yang potensial untuk
pengembangan kawasan agropolitan, karena memiliki produk pertanian
unggulan berupa produk holtikultura, utamanya sayuran, tanaman
pangan, buah, tanaman hias dan empon-empon, yang sangat mendukung
untuk pengembangan kegiatan agribisnis dan pengembangan kawasan
agropolitan. Hasil analisis SWOT menunjukan bahwa secara umum kondisi
agribisnis di Kabupaten Semarang masih berada pada kondisi yang lemah
dan terancam, sehingga terjadi kesenjangan dengan kebijakan
pemerintah. Penyebab kesenjangan meliputi aspek manajemen, agribisnis
dan aspek hukum.
Kesimpulan : aspek manajemen berupa kurang sosialisasi, kurang
koordinasi, sinkronisasi dan keterpaduan antar instansi, serta terjadinya
inkonsistensi kebijakan pemerintah, aspek agribisnis karena lemahnya
kondisi agrobisnis di Kabupaten Semarang, sedangkan aspek hukum
karena belum adanya landasan hukum yang kuat di daerah guna
pengembangan kawasan agropolitan. Oleh karena itu, direkomendasikan
untuk memperkuat manajemen perencanaan dan pelaksanaan
pengelolaan agribisnis dari pusat sampai ke daerah dengan
mengoptimalkan sosialisasi, koordinasi, sinkronisasi dan keterpaduan,
serta meningkatkan upaya pemeliharaan konsistensi kebijakan
pemerintah, meningkatkan kondisi agribisnis, serta mewujudkan landasan
hukum yang kuat bagi pengembangan kawasan agropolitan.
Pengertian umum

1. Revitalisasi Pertanian
- Revitalisasi pertanian merupakan upaya kongkrit untuk
menempatkan kembali pembangunan pertanian sebagai salah satu
sektor andalan pembangunan nasional, dalam hal menyediakan
lapangan kerja, meningkatkan kesejahteraan masyarakat/petani,
mengurangi kemiskinan dan melestarikan lingkungan hidup
- Revitalisasi pertanian sebagai strategi dan kebijakan pembangunan
pertanian ke depan dalam rangka (1) mengurangi kemiskinan dan
pengangguran, (2) peningkatan daya saing, produktifitas, nilai tambah,
kemandirian dan distribusi pangan serta (3) pelestarian dan
pemanfaatan lingkungan hidup

2. Agropolitan

Agropolitan terdiri dari kata Agro(Pertanian) dan Politan (Polis =


Kota), sehingga agropolitan dapat diartikan sevagai kota pertanian yang
tumbuh dan berkembang karena berjalnnya sistem dan usaha agribisnis
di desa dalam kawasan sentra produksi sebagai kota pertanian yang
memiliki fasilitas yang dapat mendukung lancarnya pembangunan
pertanian yaitu :

- Jalan jalan akses (jalan usaha tani)

- Alat alat mesin pertanian (traktor, alat alat prosesing)

- Pengairan/jaringan irigasi

- Lembaga penyuluh dan alih teknologi

- Kios kios sarana produksi

- Pemasaran

3. Program Agropolitan Berbasis Jagung


- Program agropolitan berbasis jagung adalah program unggulan
daerah untuk memacu pembangunan pertanian sekaligus menjadi
motor penggerak pembangunan perekonomian daerah.
- Agropolitan berbasis jagung dengan pertimbangan : (1) lahan
tersedia luas dan belum dimanfaatkan secara optimal, (2) jagung
sudah dikenal oleh masyarakat sejak dahulu dan menjadi sumber
pendapatan secara turun temurun, (3) jagung sebagai komoditas
industri serta (4) peluang pasar dalam negeri dan ekspor.

4. Pertanian Modern

Berbagai pendapat tentang pertanian modern yang dapat


disimpulkan sebagai berikut:

- Pertanian modern merupakan suatu proses pembaharuan dengan


memanfaatkan teknologi maju.
- Berorientasi agribisnis dengan memanfaatkan sumberdaya
pertanian secara berkelanjutan.
- Memiliki produktifitas dan daya saing tinggi
- Memiliki ketahanan pangan yang tinggi
- Berorientasi pada peningkatan pendapatan dan kesejahteraaan
masyarakat pertanian yang didukung oleh sumberdaya pertanian yang
tangguh.

Program Agropolitan yang telah mendapatkan sambutan


petani/masyarakat dan para stakeholder telah dapat meningkatkan
produksi jagung sekaligus pendapatan dan kesejahteraan petani, serta
telah berdampak pada pengembangan sektor lain. Salah satu Program
agropolitan berbasis jagung telah menjadikan Provinsi Gorontalo dikenal
di tingkat nasional bahkan internasional.

Meskipun telah menunjukan keberhasilan namun untuk lebih


memacu dan meningkatkan hasil yang telah dicapai masih diperhadapkan
kepada berbagai masalah masalah yang selama ini dihadapi
pembangunan pertanian di Indonesia yaitu :
- Keterbatasan alat pengolah tanah (Traktor)
- Keterbatasan modal petani
- Penyediaan benih unggul dan pupuk
- Gangguan hama/penyakit
- Penyediaan/Pembangunan irigasi
- Kualitas sumberdaya manusia (petugas dan petani)
- Kualitas produksi dan pemasaran

Masalah masalah tersebut menjadi tantangan dalam upaya memacu


pelaksanaan Program Agropolitan berbasis jagung di Provinsi Gorontalo
dalam upaya mempertahankan eksistensi Provinsi Gorontalo sebagai
Provinsi Jagung yang telah mendapat perhatian nasional dan
internasional. Untuk itu pemerintah provinsi dan kabupaten/kota
memberikan perhatian yang lebih besar dalam memecahkan masalah
masalah tersebut diatas dengan membangun/mengembangkan
infrastruktur sebagai pilar pilar, untuk memacu pembangunan agropolitan
menuju pembangunan pertanian modern di Gorontalo. Upaya ini sekaligus
sebagai respon dan implementasi Program Revitalisasi Pertanian yang
dicanangkan oleh Presiden RI.

PERSYARATAN PENGEMBANGAN KAWASAN


AGROPOLITAN

Pranoto

PENGANTAR
Mensikapi berbagai tantangan dalam pembangunan pertanian yang
sejalan dengan upaya percepatan pembangunan perdesaan, diperlukan
komitmen yang kuat dan kerjasama yang erat antara pemerintah,
masyarakat maupun swasta. Untuk hal tersebut, Pengembangan Kawasan
Agropolitan merupakan salah satu pendekatan pembangunan perdesaan
berbasis pertanian, dengan menempatkan ‘kota-tani’ sebagai pusat
kawasan berikut ketersediaan sumberdayanya, sebagai modal tumbuh
dan berkembangnya kegiatan yang saling melayani dan mendorong
usaha agrobisnis antar desa-desa kawasan (hinterland) dan desa-desa
sekitarnya. Sehingga terciptahah sistem usaha agribisnis antara
perkotaan dan perdesaan untuk mempercepat pembangunan ekonomi
daerah.

PERSYARATAN ADMINISTRATIF

Dalam rangka pemanfaaran sumber dana APBD maupun APBN sebagai


stimulasi pembiayaan pengembangan kawasan agropolitan, diperlukan
persyaratan antara lain :

1. Tersusunnya Master Plan (Business Plan) pengembangan kawasan


agropolitan, berikut rencana pembiayaan tahunannya.

2. Ditetapkannya kawasan agropolitan oleh Bupati/Walikota, berikut


komoditas unggulannya.

3. Terbentuknya Kelembagaan Pengelola (Tim/Pokja) yang diperkuat


dengan SK Bupati/Walikota.

Ketiga persyaratan tersebut sangat diperlukan sebagai kelengkapan


administratif dalam pembiayaan APBD/APBN.
Konsep agropolitan secara sederhana bisa diartikan sebagai
pengembangan pertanian perkotaan sebagaimana asal kata agro
(pertanian) dan politan (kota)

Pembangunan pertanian tidak terlepas dari pengembangan kawasan


pedesaan yang menempatkan pertanian sebagai penggerak utama
perekonomian. Lahan, potensi tenaga kerja, dan basis ekonomi keluarga
pedesaan menjadi faktor utama pengembangan pertanian. Saat ini
disadari bahwa pembangunan pertanian tidak saja bertumpu di desa
tetapi juga diperlukan integrasi dengan kawasan dan dukungan sarana
serta prasarana yang tidak saja berada di pedesaan.

Struktur perekonomian wilayah merupakan faktor dasar yang mem-


bedakan suatu wilayah dengan wilayah lainnya. Perbedaan tersebut
sangat erat kaitannya dengan kondisi dan potensi suatu wilayah dari segi
fisik lingkungan, sosial ekonomi dan kelembagaan.

Pembangunan pedesaan membutuhkan pusat pertumbuhan dengan


pendekatan pengembangan wilayah yang menekankan pada
keswadayaan dan kemandirian pada tingkat teritorial kecil. Keterkaitan
pedesaan dan faktor-faktor pendukung tersebut memunculkan model
pengembangan agropolitan.

Konsep agropolitan secara sederhana bisa diartikan sebagai


pengembangan pertanian perkotaan sebagaimana asal kata agro
(pertanian - Red) dan politan (kota - Red). Dengan demikian, agropolitan
merupakan kawasan khususnya perkotaan yang berkembang karena roda
pertanian dan sarana pendukung agribisnis lainnya berjalan baik.

Pada tataran yang lebih luas pengembangan pun dititikberatkan pada


kawasan agropolitan dalam rangka pembangunan ekonomi berbasis
pertanian.

Departemen Pertanian bersama Departemen Pemukiman dan Prasarana


Wilayah dan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi bersama-sama
mulai menggagas pengembangan kawasan agropolitan tersebut.

Agropolitan pada dasarnya adalah meningkatkan percepatan


pembangunan wilayah dan meningkatkan keterkaitan desa dan kota serta
mendorong berkembangnya sistem dan usaha agribisnis pada daerah-
daerah potensi sebagai kawasan pengembangan agropolitan.

Dengan demikian agropolitan tidak jauh berbeda dengan pola-pola seperti


Pengembangan Kawasan Ekonomi Terpadu (KAPET) dan Kawasan Sentra
Produksi (KSP).

Kawasan agropolitan merupakan program bertahap dan berorientasi


jangka panjang, di mana organisasi dan tata kerja yang dikembangkan
harus mampu mengakomodasi semua kepentingan dengan
mempertimbangkan berbagai aspek baik masyarakat, kelembagaan
petani, dunia usaha, kelembagaan sistem agribisnis dan luasan kawasan.
Setidaknya, kawasan agropolitan perlu didukung dengan lembaga
keuangan, pasar, kelembagaan petani, akses informasi, sarana
transportasi dan jalur distribusi yang singkat.

Kelompok Kerja

Untuk simpul koordinasi dan advokasi serta kesekretariatan


penyelenggaraan program rintisan pengembangan agropolitan ini akan
dibentuk kelompok kerja di tingkat Kabupaten/ Kota, Provinsi dan Pusat.
Bupati sebagai penanggung jawab di tingkat kabupaten, Gubernur
sebagai penanggung jawab program di tingkat provinsi serta Menteri
Pertanian sesuai kewenangannya sebagai penanggung jawab
pembangunan sistem dan usaha agribisnis di Indonesia.

Sudah hampir setahun, pemerintah telah menetapkan 7 (tujuh) kawasan


pengembangan sebagai langkah terobosan program pengembangan
agropolitan. Adapun ketujuh kawasan tersebut adalah Kabupaten Agam
(Sumatera Barat), Kabupaten Rejang Lebong (Bengkulu), Kabupaten
Cianjur (Jawa Barat), Kabupaten Kulonprogo (DIY Yogyakarta), Kabupaten
Bangli (Bali), Kabupaten Barru (Sulawesi Selatan), Boalemo (Gorontalo)
dan Kabupaten Kutai Timur (Kalimantan Timur). Masing-masing kawasan
tersebut menjadi sentra pengembangan agropolitan dengan basis
peternakan, perkebunan, hortikultura dan tanaman pangan.

Operasionalisasi atas konsep agropolitan sangat tergantung pada


kemauan dan ketekunan pihak-pihak di tingkat kabupaten dan provinsi.
Pemerintah pusat berada pada posisi regulator dan fasilitator.

Salah satu contoh yang mulai memperlihatkan pengembangan


agropolitan adalah Kabupaten Bualemo, Provinsi Gorontalo, dengan basis
pengembangan pada pertanian dan perikanan. Jagung menjadi komoditas
sentral bagi pengembangan agropolitan di Gorontalo sehingga mampu
memenuhi pasokan kebutuhan dalam negeri bahkan tidak menutup
kemungkinan untuk diekspor. Pilihan pada komoditas jagung sangat tepat
mengingat saat ini masih diimpor untuk keperluan industri pakan ternak.

Harapan pada pengembangan agropolitan setidaknya mampu menjawab


kekhawatiran akan mobilisasi urbanisasi yang meningkat tajam dalam
beberapa tahun terakhir. Merosotnya kesejahteraan petani, konservasi
lahan yang tidak terkendali dan desakan kebutuhan sehari-hari
menyebabkan sektor pertanian tidak menjadi andalan untuk
mempertahankan hidup.

Agropolitan mensyaratkan keterpaduan mulai dari pengembangan


pertanian hingga keterkaitan dengan usaha-usaha pendukung lainnya.
Permasalahan klasik yang selalu muncul adalah ketidakberdayaan petani
dalam mengendalikan harga atas komoditas yang dihasilkannya.

Jika kita membuka kembali sejarah perlawanan kaum tani, sebenarnya


keterpurukan petani harus diantisipasi agar tidak terjadi sebuah
perlawanan terhadap pembangunan itu sendiri. Hal ini penting mengingat
potensi masalah sosial perkotaan akan semakin sulit diatasi jika kawasan
dan sumber daya manusia pedesaan tidak diberdayakan secara optimal.

Mao Zedong, pejuang revolusioner Cina, berhasil mengubah perjuangan


kaum buruh Soviet dengan menempatkan petani sebagai komponen
utama yang mampu merebut dominasi orang-orang kota. Perlawanan
dengan strategi "desa mengepung kota", sangat ampuh untuk
mengalahkan Chiang Kai-shek dan penjajah Jepang.

Petani juga mempunyai potensi kekuatan yang besar hanya saja secara
kelembagaan sering dipatahkan. Untuk itu, kelembagaan yang dibangun
perlu mempertimbangkan potensi kekuatan petani tersebut serta
masalah-masalah lain seperti pemasaran dan konsolidasi yang matang
Sumber: Pembaruan

AGROPOLITAN merupakan sistem manajemen dan tatanan terhadap


suatu kawasan yang menjadi pusat pertumbuhan bagi kegiatan ekonomi
berbasis pertanian (agribisnis/agroindustri). kawasan agropolitan
diharapkan akan menarik pengembangan ekonomi berbasis agri di
wilayah hinterland, dan oleh karenanya perlu diciptakan suatu Linkage
dan keterpaduan antara kawasan Agropolitan dengan kawasan hinterland.

You might also like