You are on page 1of 14

BAB 9

AKUNTANSI TRANSAKSI ISTISHNA DAN ISTISHNA PARALEL

PENDAHULUAN
Pada bab sembilan ini akan dibahas secara khusus akuntansi untuk transaksi
istishna dan istishna paralel. Pembahasan diawali dengan definisi transaksi
Istishna dan keunggulan penggunaannya dalam bisnis perbankan syariah.
Kemudian akan dibahas tentang ketentuan syari transaksi Istishna dan Istishna
paralel dan dilanjutkan dengan teknik pengakuan dan pengukuran berbagai
transaksi yang terjadi dalam siklus Istishna dan Istishna paralel. Pada bagian
akhir bab ini akan dibahas tentang penyajian transaksi Istishna di laporan
keuangan dan kebijakan pengungkapan transaksi istishna yang dianjurkan oleh
Bank Indonesia. Relevansi bab ini adalah sebagai dasar pengetahuan bagi
mahasiswa dalam menguasai skill akuntansi terkait pengakuan dan pengukuran
berbagai transaksi yang terjadi dalam aktivitas penyaluran dana bank syariah
dengan menggunakan skema Istishna dan Istishna paralel. Penguasaan teori dan
skill terkait pengakuan dan pengukuran transaksi istishna sangat penting dikuasai
oleh mahasiswa, mengingat transaksi ini merupakan skema penyaluran yang akan
banyak diterapkan dalam pengembangan sektor konstruksi. Untuk itu mahasiswa
perlu membaca dengan cermat dan mengerjakan soal latihan pada akhir bab ini
untuk mengevaluasi penguasaan mahasiswa terhadap materi yang dibahas.

9.1. DEFINISI DAN PENGGUNAAN


Bai al Istishna atau biasa disebut dengan Istishna, merupakan kontrak jual beli
dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan
tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli, mustashni) dan penjual (pembuat,
shani). Transaksi Istishna memiliki kemiripan dengan transaksi salam, dalam hal barang
yang dibeli belum ada pada saat transaksi melainkan harus dibarangsi terlebih dahulu.
Berbeda dengan transaksi salam yang barangnya adalah hasil pertanian, pada transaksi
transaksi istishna barang yang diperjualbelikan biasanya adalah barang manufaktur.

Adapun dalam hal pembayaran, transaksi istishna dapat dilakukan dimuka, melalui
cicilan atau ditangguhkan sampai suatu waktu pada masa yang akan datang.
Penggunaan akad istishna oleh bank syariah di Indonesia relatif masih minim. Akann
tetapi, seiring dengan makin meningkatnya jenis barang yang baru dibarangsi setelah
adanya pesanan dari pembeli, sangat dimungkinkan akad istishna juga menjadi semakin
meningkat penggunaannya.

9.2. KETENTUAN SYARI DAN RUKUN TRANSAKSI ISTISHNA DAN ISTISHNA PARALEL
9.2.1. Ketentuan Syari Transaksi Istishna dan Istishna paralel
Menurut mazhab Hanafi, istishna hukumnya boleh karena hal itu telah dilakukan
oleh masyarakat muslim sejak masa awal tanpa ada ulama yang mengingkarinya.
Ketentuan syari transaksi Istishna diatur dalam fatwa DSN no 06/DSN-MUI/IV/2000
tentang Jual beli Istishna. Fatwa tersebut mengatur tentang ketentuan pembayaran, dan
ketentuan barang. Oleh karena istishna mirip dengan transaksi salam, maka beberapa
ketentuan salam juga berlaku pada transaksi istishna. Ketentuan-ketentuan tersebut akan
dibahas dalam aspek rukun Istishna berikut.

9.2.2. Rukun Transaksi Istishna dan Istishna paralel


Rukun-rukun Istishna
1. Transaktor yakni pembeli (Mushtashni) dan penjual (shani)
2. Modal atau uang sebagai alat bayar
3. Barang
4. Akad yaitu perjanjian yang menunjukkan serah terima, baik berupa ucapan atau
perbuatan.

Transaktor
Transaktor terdiri atas pembeli

dan penjual. Kedua transakstor disyaratkan

memiliki kompetensi berupa akil baligh dan kemampuan memilih yang optimal seperti
tidak gila, tidak sedang dipaksa dan lain yang sejenis. Adapun untuk transaksi dengan
anak kecil, dapat dilakukan dengan izin dan pantauan dari walinya. Terkait dengan
penjual, DSN mengharuskan agar penjual menyerahkan barang tepat pada waktunya

dengan kualitas dan jumlah yang telah disepakati. Penjual diperbolehkan menyerahkan
barang lebih cepat dari waktu yang disepakati dengan syarat kualitas dan jumlah barang
sesuai dengan kesepakatan dan ia tidak boleh menuntut tambahan harga.
Dalam hal pesanan sudah sesuai dengan kesepakatan, hukumnya wajib bagi
pembeli untuk menerima barang istishna dan melaksanakan semua ketentuan dalam
kesepakatan istishna. Akan tetapi, sekiranya pada barang yang dibarangsi terdapat cacat
atau barang tidak sesuai dengan kesepakatan, pemesan memiliki hak khiyar (hak
memilih) untuk melanjutkan atau membatalkan akad.

Modal atau Uang Sebagai Alat Bayar


Terkait dengan alat pembayaran, DSN mensyaratkan alat bayar harus diketahui jumlah
dan bentuknya diawal akad. Ketentuan harga barang pesanan tidak dapat berubah selama
jangka waktu akad. Alat bayar bisa berupa uang, barang atau manfaat. Pembayaran harus
dilakukan sesuai kesepakatan. Pembayaran itu sendiri tidak boleh dalam bentuk
pembebasan utang.

Barang
DSN dalam fatwanya menyatakan bahwa ada beberapa ketentuan yang harus dipenuhi
oleh barang yang diperjualbelikan dalam transaksi Istishna. Ketentuan tersebut antara
lain:
1. harus jelas ciri-cirinya dan dapat diakui sebagai utang
2. harus dapat dijelaskan spesifikasinya
3. penyerahannya dilakukan kemudian
4. waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan berdasarkan kesepakatan
5. pembeli (mustashni) tidak boleh menjual barang sebelum menerimanya.
6. Tidak boleh menukar barang, kecuali dengan barang sejenis sesuai kesepakatan
Dalam PSAK no 104, ditambahkan bahwa barang pesanan juga harus memenuhi kriteria:
1. memerlukan proses pembuatan setelah akad disepakati;
2. sesuai dengan spesifikasi pemesan, bukan barang massal

Akad

Akad Istishna adalah pernyataan dari kedua belah pihak yang berkontrak, dengan cara
penawaran dari penjual (bank syariah) dan penerimaan yang dinyatakan oleh pembeli
(nasabah). Pelafalan perjanjian dapat dilakukan dengan lisan, isyarat (bagi yang tidak
bisa bicara), tindakan maupun tulisan, tergantung pada praktek yang lazim di masyarakat
dan menunjukkan keridhaan satu pihak untuk menjual barang Istishna dan pihak lain
untuk membeli barang Istishna. Menurut PSAK no 104 paragraf 12 Pada dasarnya
istishna tidak dapat dibatalkan, kecuali memenuhi kondisi:
1. Kedua belah pihak setuju untuk menghentikannya.
2. Akad batal demi hukum karena timbul kondisi hukum yang dapat menghalangi
pelaksanaan atau penyelesaian akad

9.2.3. Rukun Transaksi Istishna paralel


Berdasarkan fatwa DSN no 6 th 2000, disebutkan bahwa akad Istishna kedua (antara
bank sebagai pembeli dengan petani sebagai penjual) harus dilakukan terpisah dari akad
pertama. Adapun akad kedua baru dilakukan setelah akad pertama sah. Rukun-rukun
yang terdapat pada akad Istishna pertama juga berlaku pada akad Istishna kedua.

9.3. ALUR TRANSAKSI ISTISHNA DAN ISTISHNA PARALEL


Alur transaksi istishna didahului dengan persetujuan kesepakatan antara penjual
dengan pembeli terkait transaksi Istishna yang akan dilaksanakan. Setelah akad
disepakati, penjual mulai membarangsi atau menyelesaikan tahapan barangsi barang yang
diinginkan pembeli. Setelah barang dihasilkan, pada saat atau sebelum tanggal
penyerahan, penjual mengirim barang sesuai dengan spesifikasi kualitas dan kuantitas
yang telah disepakati, kepada pembeli.
Adapun transaksi Istishna paralel, yang biasanya digunakan oleh penjual (bank
syariah) yang tidak membarangsi sendiri barang Istishna, setelah menyepakati kontrak
Istishna dan menerima dana dari nasabah Istishna, selanjutnya secara terpisah membuat
akad Istishna dengan produsen barang Istishna. Setelah menyepakati transaksi Istishna
dalam jangka waktu tertentu bank kemudian menerima barang Istishna dari petani.
Selanjutnya barang Istishna tersebut diserahkan oleh bank kepada nasabah yang
mengadakan kontrak Istishna pertama kali dengan bank.

9.4. STANDAR AKUNTANSI ISTISHNA


Akuntansi istishna diatur dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK)
no 104 tentang istishna. Terkait dengan pengakuan dan pengukuran transaksi, standar ini
mengatur tentang penyatuan dan segmentasi akad, pendapatan istishna dan istishna
paralel, istishna dengan pembayaran tangguh, biaya perolehana istishna, penyelesaian
awal, pengakuan taksiran rugi, perubahan pesanan dan tagihan tambahan. Penjelasan dan
aplikasi standar akuntansi akan dibahas secara detail pada bagian penjurnalan transaksi
istishna berikut.

9.5. TEKNIS

PERHITUNGAN DAN

PENJURNALAN

TRANSAKSI

ISTISHNA

BAGI

BANK

SYARIAH
9.5.1 Teknis Perhitungan Transaksi Istishna

Ilustrasi teknis perhitungan transaksi Istishna dapat dilihat pada kasus 9.1. berikut:
Kasus 9.1.
Untuk mengembangkan klinik ibu dan anak yang dikelolanya, dr. Ursila berencana menambah
satu unit bangunan seluas 100 m2 khusus untuk rawat inap disebelah barat bangunan utama
klinik. Untuk kebutuhan itu, dr. Ursila menghubungi Bank Berkah Syariah untuk menyediakan
bangunan baru sesuai dengan spesifikasi yang diinginkannya. Setelah serangkaian negosiasi
beserta kegiatan survey untuk menghasilkan desain bangunan yang akan dijadikan acuan
spesifikasi barang, pada tanggal 10 Februari ditandatanganilah akad transaksi istishna
pengadaan bangunan untuk rawat inap. Adapun kesepakatan antara dr. Ursila dengan Bank
Berkah Syariah adalah sebagai berikut:
Harga Bangunan
Lama penyelesaian
Mekanisme pembayaran

: Rp 150.000.000
: 5 bulan (paling lambat tanggal 10 Juli)
: 100% pada saat akad

Untuk membuat bangunan sesuai dengan keinginan dr. Ursila, pada tanggal 12 Februari, Bank
Berkah Syariah memesan kepada PT. Thariq Konstruksi dengan kesepakatan sebagai berikut:
Harga Bangunan
Lama penyelesaian
Mekanisme pembayaran

: Rp 130.000.000
: 4 bulan 15 hari (paling lambat tanggal 25 Juni)
: tiga termin pada saat penyelesaian 20%, 50% dan 100%..

9.5.2 Penjurnalan transaksi Istishna


a. Transaksi biaya pra akad
Berdasarkan PSAK no 104 paragraf 25-26, disebutkan bahwa biaya perolehan
istishna terdiri dari biaya langsung dan biaya tidak langsung. Biaya langsung meliputi
biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung untuk membuat barang pesanan.
Adapun biaya tidak langsung adalah biaya overhead termasuk biaya akad dan biaya pra
akad. Biaya pra-akad diakui sebagai beban tangguhan dan diperhitungkan sebagai biaya
istishna jika akad disepakati. Namun kalau akad tidak jadi disepakati, maka biaya
tersebut dibebankan pada periode berjalan.
Misalkan pada kasus 9.1 diatas, pada tanggal 5 februari 20XA, untuk keperluan
survey dan pembuatan desain bangunan yang akan dijadikan acuan spesifikasi barang,
Bank Berkah Syariah telah mengeluarkan kas hingga Rp 1.500.000 dan pengeluaran non
kas sebesar Rp 500.000. Jurnal untuk mengakui transaksi ini adalah sebagai berikut
Tanggal
5/2/XA

Rekening
Db. Beban pra-akad yang ditangguhkan
Kr. Kas
Kr. Rupa-rupa aktiva non kas

Debet (Rp)
2.000.000

Kredit (Rp)
1.500.000
500.000

b. Saat akad ditandatangani dengan pembeli


Pada saat akad ditandatangani antara bank dengan pembeli, tidak ada jurnal yang harus
dibuat untuk mengakui adanya jual beli istishna. Akan tetapi, adanya kesepakatan jual
beli istishna ini menyebabkan pengeluaran-pengeluaran pra-akad diakui sebagai biaya
istishna. Adapun jurnal pengakuan beban pra akad menjadi biaya istishna pada saat
akad disepakatai pada tanggal 10 Februari adalah sebagai berikut:
Tanggal
10/2/XA

Rekening
Db. Aktiva istishna dalam penyelesaian
Kr. Beban pra-akad yang ditangguhkan

Debet (Rp)
2.000.000

Kredit (Rp)
2.000.000

b. Transaksi penerimaan pembayaran dari pembeli sebelum atau sesudah akad


Penerimaan pembayaran dari pembeli sebelum akad dalam bentuk uang muka atau
sesudah akad, dicatat sebagai hutang oleh penjual karena barang yang dijual belum ada.

Pada kasus 9.1 misalnya, dr Ursila membayar sebesar 40% dari nilai kontrak yaitu Rp
60.000.000 (40% x Rp 150.000.000) pada tanggal 11 februari 20XA. Jurnal transaksi
pembayaran tersebut adalah sebagai berikut:
Tanggal
11/2/XA

Rekening
Db. Kas
Kr. Hutang istishna pembeli

Debet (Rp)
150.000.000

Kredit (Rp)
150.000.000

c. Saat akad istishna paralel dengan pembuat barang


Seperti halnya saat akad istishna disepakati, pada saat akad istishna paralel disepakati
dengan pembuat barang, tidak ada jurnal yang harus dibuat terkait dengan kesepakatan
jual beli istishna. Jurnal dilakukan jika terdapat transaksi pembayaran uang kepada
pembuat barang oleh bank syariah. Dalam kasus 9.1. diketahui bahwa pembayaran
dilakukan berdasarkan tingkat penyelesaian, sehingga pada saat akad, tidak ada kas yang
harus dikeluarkan oleh bank syariah.

d. Saat bank menerima dan membayar tagihan dari penjual (pembuat) barang
istishna
Berdasarkan PSAK no 104 paragraf 104 disebutkan bahwa pembeli mengakui aset
istishna sebesar jumlah termin yang ditagih oleh penjual dalam hal ini pembuat barang
dan sekaligus mengakui hutang istisna kepada pembuat barang tersebut. Dalam kasus
9.1, disebutkan bahwa mekanisme pembayaran dilakukan dalam tiga termin yaitu pada
saat penyelesaian 20%, 50% dan 100%.. Misalkan pada tanggal 1 April, PT. Thariq
Konstruksi menyelesaikan 20% pembangunan dan menagih pembayaran termin pertama
sebesar Rp 26.000.000 (20% x Rp 130.000.000) kepada Bank Berkah Syariah. Jurnal
pengakuan penagihan pembayaran oleh pembuat barang adalah sebagai berikut:

Tanggal
1/4/XA

Rekening
Db. Aktiva istishna dalam penyelesaian
Kr. Hutang istishna pembuat barang

Debet (Rp)
26.000.000

Kredit (Rp)
26.000.000

Selanjutnya, untuk membayar tagihan pembuat barang, bank syariah dapat


membayar secara tunai maupun melalui debit rekening. Praktik yang lazim di perbankan,

tagihan biasa dibayar melalui debit rekening. Misalkan pembayaran dilakukan satu
minggu setelah tagihan, maka jurnal pembayaran tersebut adalah sebagai berikut:
Tanggal
8/4/XA

Rekening
Db. Hutang Istishna pembuat barang
Kr. Kas/rekening Thariq Konstruksi

Debet (Rp)
26.000.000

Kredit (Rp)
26.000.000

Jurnal sejenis juga dilakukan pada saat penerimaan tagihan dan pembayaran kedua
(penyelesaian 50%) dan ketiga (penyelesaian 100%). Misalkan tagihan kedua diterima
pada tanggal 15 Mei dan diikuti dengan pembayaran oleh bank pada tanggal 22 Mei
20XA. Sedangkan tagihan ketiga diterima tanggal 25 Juni 20XA dan dibayarkan pada
tanggal 2 Juli 20XA. Jurnal untuk transaksi tersebut adalah sebagai berikut:

Tanggal
15/5/XA

22/5/XA

25/6/XA

2/7/XA

Rekening
Db. Aktiva istishna dalam penyelesaian
Kr. Hutang istishna pembuat barang
*(50%-20%) x Rp 130.000.000 = Rp 39.000.000

Debet (Rp)
39.000.000

Kredit (Rp)
39.000.000*

Db. Hutang Istishna pembuat barang


Kr. Kas/rekening Thariq Konstruksi

39.000.000

Db. Aktiva istishna dalam penyelesaian


Kr. Hutang istishna pembuat barang
*(100%-50%) x Rp 130.000.000 = Rp 65.000.000

65.000.000

Db. Hutang Istishna pembuat barang


Kr. Kas/rekening Thariq Konstruksi

65.000.000

39.000.000

65.000.000*

65.000.000

e. Saat penyelesaian dan penerimaan barang istishna dari pembuat barang


Setelah barang selesai dibuat dengan tingkat penyelesaian 100%, pembuat barang
selanjutnya menyerahkan barang istishna kepada bank syariah sebagai pembeli. Pada saat
penerimaan barang tersebut bank syariah sebagai pembeli mengakui adanya persediaan
barang istishna. Misalkan pada kasus 9.1, bank syariah menerima barang istishna pada
tanggal 2 Juli 20XA. Maka jurnal saat menerima barang istishna tersebut adalah sebagai
berikut:

Tanggal
2/7/XA

Rekening
Db. Persediaan Barang Istishna
Kr. Aktiva istishna dalam penyelesaian

Debet (Rp)
132.000.000

Kredit (Rp)
132.000.000

Perhitungan total aktiva istishna dalam penyelesaian dapat dilihat pada kutipan buku
besar berikut.

BUKU BESAR
Aktiva Istishna Dalam Penyelesaian
Tgl

Keterangan

Jumlah

Tgl Keterangan

Jumlah

10/2

Beban pra akad

2.000.000

2/7

Penerimaan dari
pembuat barang

132.000.000

1/4
15/5
25/6

Tagihan termin I-20% selesai


Tagihan termin II-50% selesai
Tagihan termin III-100%
selesai

26.000.000
39.000.000
65.000.000

Total
Saldo

132.000.000
0

Total

132.000.000

f. Saat penyerahan barang istishna kepada pembeli


Pada saat penyerahan barang istishna, terdapat beberapa akun yang akan
terpengaruh. Akun persediaan barang terpengaruh karena terjadi pengalihan kepemilikan
barang dari bank kepada pembeli sebesar nilai barang yang dibayar kepada pembuat
barang ditambah dengan biaya-biaya yang dikeluarkan sebelum akad. Akun hutang
istishna pada pembeli terpengaruh karena menjadi berkurang dengan adanya penyerahan
barang istishna kepada pembeli. Akun piutang istishna timbul karena dengan
diserahkannya barang istishna, bank sebagai penjual menjadi berhak atas kekurangan
pembayaran barang yang dijual. Adapun pendapatan istishna merupakan selisih antara
persediaan barang istisna dengan nilai penjualan barang istishna kepada pembeli. Pada
kasus 9.1, total pendapatan adalah Rp 18.000.000 yang bersifat kas karena uangnya telah
diterima pada awal akad. Misalkan penyerahan barang kepada pembeli akhir dilakukan
lebih awal yaitu tanggal 2 Juli 20XA, maka transaksi penyerahan barang adalah sebagai
berikut:

Tanggal
2/7/XA

Rekening
Db. Hutang istishna pembeli
Kr. Persediaan Barang Istishna
Kr. Pendapatan Istishna- kas

Debet (Rp)
150.000.000

Kredit (Rp)
132.000.000
18.000.000

Metode yang digunakan pada penjurnalan transaksi 9.1 diatas menggunakan


metode akad selesai. Adapun pada metode akad selesai melekat beberapa ketentuan
berikut:
1. tidak ada pendapatan istishna yang diakui sampai dengan pekerjaan tersebut selesai;
2. tidak ada harga pokok istishna yang diakui sampai dengan pekerjaan tersebut selesai;
3. tidak ada bagian keuntungan yang diakui dalam istishna dalam penyelesaian sampai
dengan pekerjaan tersebut selesai; dan
4. pengakuan pendapatan istishna, harga pokok istishna, dan keuntungan dilakukan
hanya pada saat penyelesaian pekerjaan.

g. Variasi dalam siklus transaksi istishna


(1) Variasi dalam hal pembayaran oleh pembeli akhir
Pembayaran oleh pembeli akhir (pembeli pada transaksi istishna pertama) dapat
dilakukan (i) dimuka secara lunas sebelum barang diterima (seperti pada kasus 9.1), (ii)
dibelakang (ditangguhkan) semuanya secara angsuran setelah barang diterima pembeli
akhir, atau (iii) diangsur selama masa pembuatan sesuai dengan termin penyelesaian.
Perbedaan skema pembayaran oleh pembeli akhir ini berdampak pada jurnal pada saat
penyerahan barang dan pembayaran angsuran setelah barang diterima. Untuk pembayaran
yang bersifat tangguh, pengakuan transaksinya memiliki kemiripan dengan konsep
akuntansi murabahah yang telah dibahas pada bab 7 tentang akuntansi murabahah. Hal
ini dapat dilihat pada kasus 9.2.
Kasus 9.2
Dengan mengacu pada kasus 9.1 tetapi berbeda dalam hal skema pembayaran
oleh pembeli akhir, yaitu semuanya dilakukan secara angsuran selama tiga bulan setelah
barang diterima. Pada saat penyerahan barang, bank sebagai penjual hanya mengakui
pendapatan istishna ditangguhkan. Jurnal pada saat penyerahan barang pada tanggal 2
juli 20XA, dan pembayaran angsuran selama tiga bulan (Rp 50.000.000 per bulan)
setelah barang diterima adalah sebagai berikut:

Tanggal
2/7/XA

Rekening
Db. Piutang istishna
Kr. Persediaan Barang Istishna

Debet (Rp)
150.000.000

Kredit (Rp)
132.000.000

Tanggal

Rekening
Kr. Pendapatan Istishna ditangguhkan

2/8/XA

Db. Kas/rekening pembeli


Kr. Piutang istishna

50.000.000

Db. Kas/rekening pembeli


Kr. Piutang istishna

6.000.000
6.000.000
50.000.000
50.000.000

Db. Pendapatan Istishna ditangguhkan


Kr. Pendapatan istishna kas
2/10/XA

Kredit (Rp)
18.000.000

50.000.000

Db. Pendapatan Istishna ditangguhkan


Kr. Pendapatan istishna kas
2/9/XA

Debet (Rp)

Db. Kas/rekening pembeli


Kr. Piutang istishna

6.000.000
6.000.000
50.000.000
50.000.000

Db. Pendapatan Istishna ditangguhkan


Kr. Pendapatan istishna kas

6.000.000
6.000.000

Adapun pada pembayaran yang bersifat angsuran oleh pembeli akhir selama masa
pembuatan barang istishna, piutang istishna dapat ditagihkan sesuai dengan tingkat
penyelesaian barang. Kasus 9.3 berikut merupakan ilustrasi penggunaan konsep
pembayaran angsuran selama barang dalam proses.

Kasus 9.3.
Mengacu pada kasus 9.1, dengan perbedaan pada mekanisme pembayaran oleh pembeli akhir
dilakukan sepanjang masa pembuatan barang istishna. Misalkan disepakati bahwa

bank

syariah melakukan penagihan pembayaran kepada pembeli akhir pada saat penyelesaian 20%
(tanggal, 50% dan 100%, dan pembeli akhir melakukan pembayaran satu 7 hari setelah
tagihan diserahkan. Dalam hal ini, jumlah tagihan didasarkan pada persentase yang
diselesaikan dikalikan dengan nilai kontrak dengan pembeli akhir (Rp 150.000.000).

Adapun jurnal pada saat pembayaran selama masa pembuatan produk dan jurnal saat
penyerahan barang adalah sebagai berikut:

Tanggal
1/4/XA

Rekening
Db. Piutang istishna
Kr. Termin istishna

Debet (Rp)
30.000.000

Kredit (Rp)
30.000.000*

Tanggal

15/5/XA

25/6/XA

2/7/XA

Rekening
*20% x Rp 150.000.000 = Rp 30.000.000

Debet (Rp)

Db. Kas/rekening pembeli


Kr. Piutang istishna

30.000.000

Db. Piutang istishna


Kr. Termin istishna
*(50%-20%) x Rp 150.000.000 = Rp 45.000.000

45.000.000

Db. Kas/rekening pembeli


Kr. Piutang istishna

45.000.000

Db. Piutang istishna


Kr. Termin istishna
*(100%-50%) x Rp 150.000.000 = Rp 75.000.000

75.000.000

Db. Kas/rekening pembeli


Kr. Piutang istishna

75.000.000

Db. Termin Istishna


Kr. Persediaan barang istishna
Kr. Pendapatan istishna kas

Kredit (Rp)

30.000.000

45.000.000*

45.000.000

75.000.000*

75.000.000
150.000.000
132.000.000
18.000.000

(2) Variasi dalam pengakuan pendapatan


Berdasarkan PSAK no 104 paragraf 17, pengakuan pendapatan istishna dapat
dilakukan dengan dua metode yaitu metode persentase penyelesaian atau metode akad
selesai. Akad dikatakan selesai jika proses pembuatan barang pesanan selesai dan
diserahkan kepada pembeli. Di lain sisi, jika yang digunakan adalah metode persentase
penyelesaian, maka bagian nilai akad yang sebanding dengan pekerjaan yang telah
diselesaikan dalam periode tersebut, diakui sebagai pendapatan pada periode yang
bersangkutan. Disamping itu pada metode persentase penyelesaian bagian margin
keuntungan istishna yang diakui selama periode pelaporan ditambahkan kepada aset
istishna dalam penyelesaian dan pada akhir periode, harga pokok istishna diakui sebesar
biaya istishna yang telah dikeluarkan sampai dengan periode tersebut (PSAK no 104
paragraf 18).
9.6. PENYAJIAN

Berdasarkan PSAK no 104, penyajian rekening yang terkait transaksi Istishna dan
Istishna paralel antara lain:
a. Piutang Istishna, yang timbul karena pemberian modal usaha Istishna oleh bank
syariah.
b. Piutang, yang timbul karena penjual tidak dapat memenuhi kewajibannya dalam
transaksi Istishna. Rekening ini disajikan terpisah dari piutang Istishna.
c. Hutang Istishna, timbul karena bank menjadi penjual barang Istishna yang
dipesan oleh nasabah pembeli.

9.7. PENGUNGKAPAN
Hal-hal yang harus diungkap dalam catatan atas laporan keuangan tentang transaksi
Istishna dan Istishna paralel antara lain:
1. Rincian piutang Istishna dan hutang Istishna berdasakan jumlah, jangka waktu,
jenis valuta, kualitas piutang dan penyisihan kerugian piutang Istishna.
2. Piutang Istishna dan hutang Istishna kepada penjual (suplier) yang memiliki
hubungan istimewa
3. Besarnya modal usaha Istishna, baik yang dibiayai sendiri oleh bank maupun
yang dibiayai secara bersama-sama dengan bank atau pihak lain
4. Jenis dan kuantitas barang pesanan.

REFERENSI
1. Antonio, Muhammad Syafii, Bank Syariah, dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Tazkia
Cendekia, 2001).
2. Dewan Syariah Nasional - MUI. Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional edisi 2.
DSN-MUI dan Bank Indonesia (2003)
3. DSAK IAI, Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan no 59 tentang Akuntansi
Perbankan Syariah. (Jakarta: IAI, 2002)
4. DSAK IAI, Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan no 101 tentang Penyajian
Laporan Keuangan Syariah. (Jakarta: IAI, 2007)
5. DSAK IAI, Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan no 104 tentang Akuntansi
Istishna. (Jakarta: IAI, 2007)

6. Harahap, Sofyan S., Wiroso, Yusuf, M. Akuntansi Perbankan Syariah (Jakarta: LPFE
USAKTI, 2004).
7. Ikatan Akuntan Indonesia, Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia,
(Jakarta: IAI, 2003)
8. Wiyono, Slamet., Cara Mudah Memahami Akuntansi Perbankan Syariah
berdasarkan PSAK dan PAPSI (Jakarta, Grasindo, 2005)
SOAL-SOAL LATIHAN
Bagian A (teori)
1. Jelaskanlah definisi jual beli Istishna!
2. Jelaskan perbedaan antara jual beli istishna dengan jual beli murabahah dan jual beli
salam!
3. Jelaskanlah rukun transaksi istishna
4. Untuk keperluan apakah transaksi istishna sangat cocok untuk digunakan?
5. Jelaskan perbedaan antara istishna dengan istishna paralel

Bagian B (Kasus)
Sebuah bank syariah mendapat pesanan dengan kontrak istishna untuk pembelian 50 unit
rumah untuk korban gempa Bantul tahun 2006 dengan total nilai kontrak Rp
500.000.000, dengan spesifikasi luas bangunan 50m2 bahan batako dan kayu bengkire.
Lama penyelesaian

: 5 bulan (paling lambat tanggal 10 Juli)

Mekanisme pembayaran

: 100% pada saat akad

Untuk pengadaan rumah tersebut, bank bekerjasama dengan PT Bumi Yogya dengan
menggunakan kontrak istishna dengan nilai kontrak Rp 450.000.000 untuk 50 unit
rumah.

Harga Bangunan

: Rp 130.000.000

Lama penyelesaian

: 4 bulan 15 hari (paling lambat tanggal 25 Juni)

Mekanisme pembayaran

: tiga termin pada saat penyelesaian 20%, 50% dan 100%..

Diminta:
Buatlah jurnal yang terkait dengan transaksi Istisna diatas!

You might also like