Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap tahun lebih dari 36 juta orang meninggal akibat Penyakit Tidak Menular
(PTM) yakni sekitar 63% dari kematian disebabkan oleh PTM. Secara global PTM
yang merupakan penyebab kematian nomor satu setiap tahunnya adalah penyakit
kardiovaskuler yang dapat terjadi sebelum usia 60 tahun, dan 90% dari kematian dini
tersebut terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah. 1
Penyakit kardiovaskuler adalah penyakit yang disebabkan gangguan fungsi
jantung dan pembuluh darah seperti Penyakit Jantung Koroner, Penyakit Gagal
Jantung, dan Hipertensi. Henti jantung merupakan komplikasi dari gangguan fungsi
jantung dan pembuluh tersebut. 1
Henti jantung pada pasien di luar rumah sakit atau out-of-hospital cardiac arrest
(OHCA) merupakan penyebab kematian dan kecacatan dan merupakan penyakit yang
menghabiskan banyak biaya di Amerika Serikat. Hampir 500.000 kematian per
tahunnya di Amerika Serikat dikaitkan denganhenti jantung mendadak, dan 47 %
diantaranya terjadi di luar rumah sakit.2,3,4
Di Indonesia data OHCA masih belum jelas. Namun data dari departemen
kesehatan RI tahun 2013 didapatkan bahwa angka kejadian penyakit jantung koroner
pada umur di atas 15 tahun adalah 883.447 kasus. Dengan angka kejadian di Sumatera
Barat 20.567 kasus. Mengingat penyakit jantung coroner merupakan salah satu factor
resiko terjadinya kasus henti jantung. Hal ini perlu menjadi perhatian khusus dalam
pencegahan dan penanganan henti jantung, terlebih yang terjadi di luar rumah sakit.1,4
Penanganan segera pada kasus henti jantung merupakan hal yang penting untuk
meningkatkan hasil yang lebih baik pada kasus henti jantung. Pengenalan dini akan
gejala henti jantung sangat diperlukan untuk penatalaksanaan henti jantung. Dengan
penanganan segera yang baik, pasien memiliki survival rates lebih baik. Hal ini
terkait dengan 3 hubungan pada mata rantai pertolongan pertama pada henti jantung
yaitu akses yang cepat ke pusat kesehatan, resusitasi jantung paru dini dan defibrilasi
dini. Rantai keempat yaitu Advance Cardio Life Support sering memberikan hasil
yang baik, hal tersebut adalah manajamen airway lanjutan dan pemberian obat-obatan
secara intravena. 2,3
Sebagai praktisi kesehatan, seorang dokter harus memiliki kemampuan Basic
Cardio Life Support dan Advance Cardio Life Support. Oleh karena itu penulis merasa
perlu untuk menulis makalah ini dan melakukan penelaahan terhadap berbagai
literatur mengenai Bantuan Hidup Dasar dan Lanjutan berdasarkan AHA 2015.
1.2 Batasan Masalah
Pada makalah ini akan dibahas mengenai henti jantung dan panduan bantuan
hidup dasar dan lanjutan pada pasien dengan henti jantung berdasarkan pedoman
American Heart Association tahun 2015.
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan dan
pemahaman penulis mengenai bantuan hidup dasar dan lanjutan berdasarkan
American Heart Association tahun 2015.
1.4 Metode Penulisan
Metode penulisan makalan ini menggunakan metode tinjauan kepustakaan dari
beberapa literatur.
BAB 2
HENTI JANTUNG
2.1 Definisi
Henti Jantung (Cardiac Arrest) merupakan keadaan yang ditandai
dengan hilangnya kesadaran yang mendadak disebabkan oleh aliran darah ke
serebral yang tidak adekuat sebagai hasil kegagalan fungsi pompa jantung.
Henti jantung hampir selalu mengarah kepada kematian pada keadaan tidak
adanya intervensi yang bermakna, walaupun kembalinya kesadaran dapat
terjadi dengan peluang sangat kecil.5
2.2 Epidemiologi
Setiap tahunnya angka kejadian henti jantung sekitar 420.000 kasus di
Amerika Serikat dan 275.000 kasus di Eropa. Jika kematian yang terjadi
akibat henti jantung yang terjadi di luar rumah sakit dipisahkan dari kematian
akibat kelainan kardiovaskuler, maka OHCA menduduki peringkat ketiga
sebagai penyebab kematian terbanyak. Dan penyebab paling sering yang
ditemukan dari henti jantung mendadak adalah penyakit jantung koroner.3,4
Kematian akibat henti jantung terjadi berkisar sebesar 4% di negara
berpenghasilan tinggi dan 42% terjadi di negara berpenghasilan rendah.
Berdasarkan data Derpartemen Kesehatan RI tahun 2013. Prevalensi penyakit
jantung coroner di Indonesia pada tahun 2013 sebesar 0,5% atau diperkirakan
sekitar 883.447 orang.
Tabel 2.1 Estimasi Penderita Penyakit Jantung Koroner pada Umur 15 tahun
Menurut Provinsi Tahun 2013
Terjadinya takiaritmia atau bradyarrhythmia berat atau asistol adalah akhir dari jalur
kelainan patofisiologis yang dihasilkan dari interaksi kompleks antara kelainan
vaskular koroner, cedera miokard, variasi nada otonom, dan metabolik dan elektrolit
keadaan miokardium.5
2.5 Diagnosis dan Manifestasi Klinis
Tindakan dalam penanganan pertama pada pasien yang tidak sadar
merupakan penegakan diagnosis dan bantuan hidup dasar. Tindakan pertama
yang harus dilakukan adalah mengkonfirmasi hilangnya kesadaran atau
dicurigai menjadi henti jantung. Evaluasi respon suara, observasi pergerakan
dinding dada dan warna kulit, dan pemeriksaan palpasi pada arteri besar
merupakan tindakan yang harus dilakukan secara simultan untuk menentukan
kejadian yang mengancam nyawa pasien. 5
Hilangnya pulsasi dengan terhentinya nafas atau terengah-engah,
merupakan kriteria diagnosis tehentinya jantung. Walaupun tidak adanya
pulsasi carotis dan femoral merupakan kriteria primer untuk diagnostic untuk
petugas kesehatan, palpasi untuk pulsasi tidak lagi menjadi rekomendasi untuk
penolong yang belum terlatih. Hilangnya usaha untuk bernafas atau stridor
berat dengan pulsasi persisten mengarahkan pada terhentinya nafas primer
yang mungkin berujung pada henti jantung dalam waktu singkat. Warna kulit
dapat ditemukan pucat atau sianosis berat.5,7
2.6 Penatalaksanaan
Manajemen pasien henti jantung termasuk mempertahankan aliran
darah untuk mempertahankan kelangsungan hidup dari sistem saraf pusat,
jantung, dan organ vital lainnya, sementera tetap mengusahakan untuk
mengembalikan sirkulasi secara spontan secepat mungkin. Tujuan ini dicapai
dengan cara menilai pasien dan menghubungi tim gawat darurat, memulai
bantuan hidup dasar, defibrilasi dini untuk VF dan VT, bantuan hidup lanjutan,
dan perawatan pasca henti jantung. Penganganan pada pasien yang mengalami
henti jantung melibatkan multidisiplin yang secara berkelanjutan dapat
BAB 3
PEDOMAN AHA 2015
3.1
Pendahuluan
Pembaruan Pedoman AHA 2015 untuk CPR dan ECC didasarkan pada proses
evaluasi bukti internasional yang melibatkan 250 orang pemeriksa dan berdasarkan
bukti dari 39 negara. Proses pemeriksaan sistematis ILCOR (2015 International
Liaison Committee on Resuscitation) cukup berbeda bila dibandingkan dengan proses
yang digunakan pada 2010 Untuk proses pemeriksaan sistematis 2015, tugas ILCOR
mengharuskan untuk memeriksa topik yang diprioritaskan, dengan kondisi munculnya
ilmu baru yang memadai atau terdapat kontroversi yang memerlukan pemeriksaan
sistematis. 9
Komite ECC menetapkan versi 2015 ini sebagai pembaruan, yang hanya
mencakup topik yang ditangani berdasarkan pemeriksaan bukti ILCOR 2015 atau
yang diminta oleh jaringan pelatihan. Keputusan ini memastikan bahwa kita hanya
memiliki satu standar untuk evaluasi bukti, yakni proses yang dibuat oleh ILCOR.
Sebagai hasilnya Pembaruan Pedoman AHA 2015 untuk CPR dan ECC 2015 bukan
merupakan revisi menyeluruh dari Pedoman AHA 2010 untuk CPR dan ECC (2010
AHA Guidelines for CPR and ECC). 9
Pertimbangan etis juga harus berkembangseiring dengan perkembangan
praktik resusitasi Mengelola beberapa keputusan terkait resusitasi adalah tugas yang
sulit bila dilihat dari berbagai perspektif, sama seperti halnya dengan saat penyedia
layanan kesehatan (HCP) menangani etika yang melingkupi keputusan untuk
memberikanatau menunda intervensi kardiovaskular darurat. 9
Masalah etis yang mencakup apakah akan memulai atau kapan akan
menghentikan CPR adalah masalah kompleks dan mungkin dapat beragam di seluruh
pengaturan (di dalam atau di luar rumah sakit), penyedia (dasar atau lanjutan), dan
populasi pasien (neonatal, pediatri, orang dewasa). Meskipun prinsip etis belum
berubah sejak Pedoman 2010 dipublikasikan, namun data yang menginformasikan
berbagai diskusi etis telah diperbarui melalui proses pemeriksaan bukti. Proses
pemeriksaan bukti ILCOR 2015 dan Pembaruan Pedoman AHA yang dihasilkan
mencakup beberapa pembaruan ilmu yang berimplikasi pada pengambilan keputusan
etis untuk pasien periarrest, saat terjadi serangan jantung, dan pasca-serangan
jantung.9
3.2
Pada penanganan henti jantung, penolong akan dibedakan dalam beberapa kelompok
yaitu Penolong Tidak Terlatih dan Penyedia Layanan Kesehatan. Hal ini akan
mempermudah dalam penanganan pasien dengan henti jantung.
Berikut adalah
masalah utama dan perubahan besar dalam rekomendasi permbaruan pedoman 2015
untuk CPR orang dewasa pada penolong tidak terlatih.9
darurat, dan inisiasi CPR jika penolong tidak terlatih menemukan korban yang
tidak menunjukkan reaksi juga tidak bernapas atau tidak bernapas dengan normal
(misalnya, tersengal).
Penekanan perihal identifikasi cepat terhadap kemungkinan serangan jantung oleh
operator telah ditingkatkan melalui penyediaan instruksi CPR secepatnya kepada
Berikut adalah masalah utama dan perubahan besar dalam rekomendasi pembaruan
pedoman 2015 untuk penyedia layanan kesehatan.
Tim terpadu yang terdiri atas penolong yang sangat terlatih dapat menggunakan
pendekatan terencana yang menyelesaikan beberapa langkah dan penilaian secara
bersamaan, bukan secara berurutan yang digunakan oleh masing-masing penolong
(misalnya, satu penolong akan mengaktifkan sistem tanggapan darurat dan
penolong kedua akan memulai kompresi dada, penolong ketiga akan menyediakan
ventilasi atau mengambil perangkat kantong masker untuk napas buatan, dan
berkualitas
tinggi
berlebihan).
Kecepatan kompresi diubah ke kisaran 100 hingga 120/min. Kedalaman kompresi
untuk pasien dewasa diubah ke minimum 2 inci (5 cm), namun tidak melebihi 2,4
inci (6 cm).
Untuk mendukung rekoil penuh dinding dada setelah setiap kompresi, penolong
harus menjaga posisi agar tidak bertumpu di atas dada di antara kompresi.
Kriteria untuk meminimalkan gangguan diklarifikasi dengan sasaran fraksi
120/min
Mengkompresi ke kedalaman minimum 2
inci (5 cm)
Tabel 2.1 Ringkasan Komponen CPR Berkualitas Tinggi untuk penyedia BLS
3.3
Berikut adalah masalah utama dan perubahan besar dalam rekomendasi Pembaruan
Pedoman 2015 untuk bantuan hidup lanjutan terkait jantung:
keputusan,
namun
penyedia
layanan
medis
dapat
denyut).
Satu penelitian observasi menunjukkan bahwa penggunaan -blocker setelah
serangan jantung dapat dikaitkan dengan hasil yang lebih baik dibandingkan
dengan bila -blocker tidak digunakan. Meskipun penelitian observasi ini tidak
memberikan bukti yang cukup kuat untuk merekomendasikan penggunaan rutin,
namun inisiasi atau kelanjutan -blocker oral maupun intravena (IV) dapat
dipertimbangkan di awal setelah menjalani rawat inap dari serangan jantung
akibat VF/pVT.
3.4
Berikut adalah masalah utama dan perubahan besar dalam rekomendasi Pembaruan
Pedoman 2015 untuk perawatan pasca-serangan jantung:
Angiografi koroner darurat disarankan untuk semua pasien dengan elevasi ST dan
untuk pasien yang tidak stabil secara hemodinamik maupun fisik tanpa elevasi ST
jantung.
Setelah TTM selesai, demam dapat terjadi. Meskipun terdapat data observasi yang
bertentangan tentang bahaya demam setelah TTM, namun pencegahan demam
3.6
Perubahan terhadap BLS pediatri sejalan dengan perubahan terhadap BLS dewasa.
Berikut adalah topik yang diperiksa yang tercakup di sini:
Menegaskan kembali urutan C-A-B sebagai urutan yang dipilih untuk CPR
pediatri
Algoritma baru untuk CPR HCP pediatri dengan satu dan beberapa penolong
Gambar 3.3 Algoritma Bantuan Hidup Dasar pada Pediatri untuk Dua Penolong atau
lebih
3.7
Bantuan Hidup Lanjutan Pediatri
Berbagai masalah utama dalam ulasan dokumentasi bantuan hidup lanjutan bagi
pediatri menghasilkan perbaikan rekomendasi yang sudah ada, bukan membuat
rekomendasi baru. Informasi baru atau pembaruan yang diberikan berisi tentang
resusitasi cairan dalam penyakit demam, penggunaan atropin sebelum intubasi trakea,
penggunaan amiodaron dan lidocaine pada VF/pVT refraktori-kejut, TTM setelah
resusitasi dari serangan jantung pada bayi dan anak-anak, dan manajemen tekanan
darah pasca-serangan jantung.
Pada lingkungan tertentu, saat merawat pasien pediatrik yang disertai demam,
penggunaan volume isotonik crystalloid terbatas akan diarahkan pada peningkatan
pertahanan hidup. Ini sangat bertentangan dengan pemikiran tradisional bahwa
bahwa tidak ada dosis minimum yang diperlukan untuk atropin dalam indikasi ini.
Jika pemantauan tekanan darah arteri yang tersebar telah tersedia, maka mungkin
akan digunakan untuk menyesuaikan CPR guna mendapatkan sasaran tekanan
pediatrik.
Untuk pasien pediatrik dengan diagnosis jantung dan HCA yang terdapat dalam
lingkungan dengan protokol oksigenasi membran ekstra-korporeal, ECPR
37,5C) diberikan.
Beberapa variabel klinis dalam dan pasca-seranganjantung telah diperiksa untuk
signifikansi prognostik.Tidak ada identifikasi variabel tunggal yang cukup andal
untuk memprediksi hasil. Oleh karena itu, perawat harus mempertimbangkan
beberapa faktor saat mencoba memprediksi hasil selama terjadi serangan jantung
3.8
Resusitasi Neonatal
Serangan jantung neonatal sebagian besar adalah asfiksia, sehingga inisiasi ventilasi
tetap fokus pada resusitasi awal. Berikut merupakan topik neonatal utama di 2015:
Urutan 3 pertanyaan penilaian telah diubah ke (1) Kehamilan normal? (2) Tonus
dari 30 detik merupakan hal yang wajar, baik pada bayi normal maupun prematur
yang tidak memerlukan resusitasi saat lahir. Namun hal ini tidak terbukti memadai
untuk merekomendasikan metode pemotongan tali pusar bagi bayi yang
memerlukan resusitasi saat lahir, dan saran terhadap penggunaan rutin
pengeringan tali pusar (di luar lingkungan penelitian) untuk bayi baru lahir kurang
dari 29 minggu sejak kehamilan, hingga diketahui manfaat dan komplikasi lebih
lanjut.
Suhu harus dicatat sebagai faktor prediksi hasil dan sebagai indikator kualitas.
Suhu bayi baru lahir tanpa mengalami asfiksia harus dijaga antara 36,5C hingga
serangan jantung.
Meskipun tidak ada penelitian klinis tentang penggunaan oksigen selama CPR,
Grup Penulisan Panduan Neonatal akan terus mendukung penggunaan oksigen
100% bila kompresi dada diberikan. Konsentrasi oksigen dapat dihentikan segera
berlaku.
Hipotermia terapeutik diinduksi di lingkungan berdaya dukung tinggi, terhadap
bayi yang lahir lebih dari 36 minggu sejak masa kehamilan yang memiliki
ensefalopati hipoksik-iskemik tingkat sedang hingga parah yang terus
berkembang, tidak ditinjau dalam 2015, sehingga rekomendasi 2010 tetap berlaku.
Di lingkungan dengan sumber daya terbatas, penggunaan hipotermia terapeutik
dapat dipertimbangkan di bawah protokol yang ditetapkan secara jelas, sama
seperti yang digunakan dalam uji klinis maupun di fasilitas dengan kemampuan
BAB 4
PENUTUP
terjadi kapan saja dan dimana saja. Dengan tingginya angka mortalitas dan
morbiditas yang dapat ditimbulkan, tidak hanya penyedia jasa kesehatan dari
berbagai lini yang perlu mengetahui penanganan awal pada kasus henti
jantung, masyarakat hendaknya juga turut dilibatkan dalam penanganan pasien
henti jantung terutama yang terjadi di luar rumah sakit. Dengan bantuan hidup
dasar berupa RJP yang berkualitas dapat meningkatkan 30 hari survival rate.
jantung yang terjadi di luar rumah sakit dapat meningkatkan survival rate pada
pasien tersebut dan dapat memberikan hasil yang baik terkait dengan survival
rate dalam 30 hari. Penanganan ini diawali dengan pengaktifan rantai
kelangsungan hidup yang telah disusun oleh AHA pada tahun 2015 yang
secara umum terdiri dari sebagai berikut.
1.
2.
3.
4.
Pedoman AHA untuk penanganan henti jantung yang dikeluarkan tahun 2015
merupakan pembaharuan dan penyempurnaan yang telah diuji di beberapa negara.
Terdapat beberapa perubahan yang cukup signifikan pada bantuan hidup lanjutan
pada penggunaan obat-obatan yaitu penggunaan vasopressin dan epinefrin tidak
memberikan manfaat apapun sebagai pengganti epinefrin dosis standar dalam
serangan jantung. Namun beberapa perubahan yang cukup berperan dalam
penanganan serangan jantung terdiri dari pengenalan dini oleh penolong tidak
terlatih dapat dipandu oleh operator melalui media komunikasi sehingga RJP
dapat diberikan lebih dini. Frekuensi RJP minimal 100 x/min dan maksimal
120x/min. Kemudian hal penting yang menjadi sorotan
DAFTAR PUSTAKA
1. Kementerian Kesehatan RI. Situasi Kesehatan Jantung. Pusat Data dan
Informasi Kementerian Kesehatan RI. 2014.
2. Stiell IG., Wells GA., Field B., et all. Advanced Cardiac Life Support in Outof-Hospital Cardiac Arrest. Jurnal. The New England Journal of Medicine.
2004;351(7):647-56
3. Hasselqvist I., Riva RNG., Herlitz J., et all. Early Cardiopulmonary
Resuscitation in Out-of-Hospital Cardiac Arrest. Jurnal. The New England
Journal of Medicine. 2015;372(24):2307-15.
4. Bremer A., Dahlberg K., Sandman L. Balancing Between Closeness and
Distance: Emergency Medical Services Personnels Experiences of Caring for
Families at Out-of-Hospital Cardiac Arrest and Sudden Death. Jurnal.
Prehospital and Disaster Medicine. 2012;27(1):42-52
5. Myerburg RJ., Casetellanos A. Cardiac Arrest and Sudden Cardiac Death.
Dalam : Brauwalds Heart Disease. Elsevier Inc. 2016;821-60.
6. Rea TD., Fahrenbruch C. Culley L. CPR with Chest Compression Alone or
with Rescue Breathing. Jurnal. The New England Journal of Medicine.
2015;363(5):423-33.
7. Myerburg RJ. Approach to Cardiac Arrest and Life-Threatening Arrhythmias.
Dalam : Goldman-Cecil Medicine 25Th Ed. Elsevier Inc. 2016;352-6.
8. Hallstrom A., Ornato JP. Public-Access Defibrillation and Survival after Outof-Hospital Cardiac Arrest. Jurnal. The New England Journal of Medicine.
2004;351(7):637-46
9. Hazinski MF., Shuster M., Donnino MW., et all. Fokus Utama Pembaruan
American Heart Association 2015 untuk CPR dan ECG. Guidline CPR &
ECG AHA. 2015