Professional Documents
Culture Documents
2013730167
7. Jelaskan bagaimana cara membimbing orang yang sedang dalam keadaan sakaratul
maut!
Sakit dan lelah merupakan hal yang akan dialami seseorang pada saat menghadapi
sakaratul mautnya. Karena itu sangat dianjurkan untuk berdoa agar diringankan sakaratul
mautnya.
Sakitnya sakaratul maut dapat digambarkan melalui hadist berikut :
1.
Sakaratul maut itu sakitnya sama dengan tusukan tiga ratus pedang (HR Tirmidzi).
2.
Kematian yang paling ringan ibarat sebatang pohon penuh duri yang menancap di
selembar kain sutera. Apakah batang pohon duri itu dapat diambil tanpa membawa serta bagian
kain sutera yang tersobek ? (HR Bukhari).
3.
Sakaratul maut ibarat sebatang pohon berduri yang dimasukkan kedalam perut seseorang.
Lalu, seorang lelaki menariknya dengan sekuat-kuatnya sehingga ranting itupun membawa
semua bagian tubuh yang menyangkut padanya dan meninggalkan yang tersisa. (Kab alAhbar, sahabat Rasulullah saw)
Terdapat beberapa sunnah yang dilakukan kepada orang yang sedang dalam keadaan sakaratul
maut yaitu :
1. Menalqin (menuntun)
Sesuai
sabda
Rasulullah
Shallallahu
alaihi
wa
sallam,
Talqinilah orang yang akan wafat di antara kalian dengan, Laa illaaha illallaah. Barangsiapa
yang pada akhir ucapannya, ketika hendak wafat, Laa illaaha illallaah, maka ia akan masuk
surga suatu masa kelak, kendatipun akan mengalami sebelum itu musibah yang akan
menimpanya.
Talqin dilakukan ketika orang yang mengalami sakaratul maut tidak melafalkan kalimat
syahadat. Jika ia telah melafalkan kalimat syahadat, maka Talqin tidak perlu dilakukan. Talqin
juga ditujukan bagi orang yang sadar dan mampu berbicara; karena orang yang hilang akalnya
tidak mungkin di-Talqin. Sementara itu, orang yang tidak dapat berbicara hendakya mengulangulang kalimat syahadat.
Seorang muslim dalam mentalkinkan kalimat Laa illaaha illallaah dapat dilakukan pada
pasien muslim menjelang ajalnya terutama saat pasien akan melepaskan nafasnya yang terakhir
sehingga diupayakan pasien meninggal dalam keadaan khusnul khatimah.
Para ulama berpendapat, Apabila telah membimbing orang yang akan meninggal dengan
satu bacaan talqin, maka jangan diulangi lagi. Kecuali apabila ia berbicara dengan bacaan-bacaan
atau materi pembicaraan lain. Setelah itu barulah diulang kembali, agar bacaan La Ilaha Illallha
menjadi ucapan terakhir ketika menghadapi kematian. Para ulama mengarahkan pada pentingnya
menjenguk orang sakaratul maut, untuk mengingatkan, mengasihi, menutup kedua matanya dan
memberikan hak-haknya." (Syarhu An-nawawi Ala Shahih Muslim : 6/458)
2. Menghadapkan orang yang sakaratul maut ke arah kiblat
Di dalam sebuah riwayat dari Imam Syafii disebutkan bahwa orang yang akan
meninggal hendaknya tidur telentang dengan tengkuk dan kedua kakinya diarahkan ke kiblat.
Lalu wajahnya sedikit diangkat agar menghadap arah kiblat.
Kemudian disunnahkan untuk menghadapkan orang yang tengah sakaratul maut kearah
kiblat. Sebenarnya ketentuan ini tidak mendapatkan penegasan dari hadits Rasulullah Saw.,
hanya saja dalam beberapa atsar yang shahih disebutkan bahwa para salafus shalih melakukan
hal tersebut. Para Ulama sendiri telah menyebutkan dua cara bagaimana menghadap kiblat:
kearah kiblat.
Mengarahkan bagian kanan tubuh orang yang tengah sakaratul maut menghadap ke
kiblat. Dan Imam Syaukai menganggap bentuk seperti ini sebagai tata cara yang paling
benar. Seandainya posisi ini menimbulkan sakit atau sesak, maka biarkanlah orang
tersebut berbaring kearah manapun yang membuatnya selesai.
kedua
hadits
tersebut
dianggap
sebagai
hadits
dhaif,
tidak
boleh
memasukkannya kedalam kitab Hadits. Bahkan, Imam Malik telah mengatakan bahwa hukum
membaca
Al-Quran
disisi
mayat
adalah
makruh.
Dalam
Kitabnya
Syarhu
As-
hingga utangnya dilunasi. Hal ini berlaku bagi orang yang telah wafat dan meninggalkan harta
warisan yanf dapat dipergunakan untuk melunasi utang. Adapun orang yang tidak memiliki harta
kemudian meninggal dunia, sementara dirinya telah berazam untuk melunasinya. Maka sesuai
agama Islam, Allah yang akan membayarkan utangnya. Hal itu juga berlaku bagi orang yang
memiliki harta dan berkehendak untuk membayar utangnya, namun ahli warisnya tidak
membayarkannya ketika ia meninggal.
Referensi :
Fiqih Sunnah