Skrining gangguan psikiatrik yang timbul bersamaan dan lakukan penilaian
resiko (bunuh diri/pengabaian diri). 2. Rujukan kepada kelompok-kelompok pendukung misalnya yayasan medis untuk korban penyiksaan. 3. Psikoterapi Ada dua tipe psikoterapi yang dapat digunakan. Yang pertama adalah terapi paparan (exposure therapy). Pasien dihadapkan pada keadaan traumatis secara perlahan-lahan dan bergradasi untuk mencapai desensitisasi. Terapi dapat berjalan dengan cara: exposure in the imagination, yaitu bertanya pada penderita untuk mengulang cerita secara detail sampai tidak mengalami hambatan menceritakan; atau exposure in reality, yaitu membantu menghadapi situasi yang sekarang aman tetapi ingin dihindari karena menyebabkan ketakutan yang sangat kuat (misal: kembali ke rumah setelah terjadi perampokan di rumah). Ketakutan bertambah kuat jika kita berusaha mengingat situasi tersebut dibanding berusaha melupakannya. Pengulangan situasi disertai penyadaran yang berulang akan membantu menyadari situasi lampau yang menakutkan tidak lagi berbahaya dan dapat diatasi (Tomb, 2004). Yang kedua manajemen stress (anxiety management). Tipe yang kedua ini adalah mengajari pasien cara menangani stress termasuk teknik relaksasi dan pendekatan kognitif untuk mengatasi masalah. Terapis akan mengajarkan beberapa ketrampilan untuk membantu mengatasi gejala PTSD dengan lebih baik melalui: a) Relaxation training, yaitu belajar mengontrol ketakutan dan kecemasan secara sistematis dan merelaksasikan kelompok otot-otot utama. b) Breathing retraining, yaitu belajar bernafas dengan perut secara perlahan-lahan, santai dan menghindari bernafas dengan tergesa gesa yang menimbulkan perasaan tidak nyaman, bahkan reaksi fisik yang tidak baik seperti jantung berdebar dan sakit kepala. c) Positive thinking dan self-talk, yaitu belajar untuk menghilang-kan pikiran negatif dan mengganti dengan pikiran positif ketika menghadapi hal-hal yang membuat stress (stresor). d) Asser-tiveness training, yaitu belajar bagaimana mengekspresikan harapan, opini dan emosi tanpa menyalahkan atau menyakiti orang lain. e) Thought stopping, yaitu belajar bagaimana mengalihkan pikiran ketika kita sedang memikirkan hal-hal yang membuat kita stress (Tomb, 2004).
Data menunjukkan bahwa manajemen stress lebih cepat
mengatasi
PTSD
namun
hasil
dari
terapi
paparan
berlangsung lebih lama. Dalam beberapa kasus, katarsis
dapat berguna, namun hal ini dapat menjadi sangat tidak nyaman bagi pasien. Selain terapi individu, terapi kelompok dan terapi keluarga juga efektif pada kasus PTSD. Terapi kelompok sangat baik untuk pasien sehingga mereka dapat membagi
pengalaman
keluarga
penting
mereka
terutama
satu
sama
untuk
lain.
Terapi
mempertahankan
pernikahan saat gejala sedang timbul. Bila gejala menjadi
sangat parah dapat pula dipertimbangkan untuk melakukan rawat inap (Tomb, 2004). 4. Farmakoterapi Selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs), seperti sertralin dan paroxetin merupakan terapi garis pertama untuk PTSD. Karena obat ini cukup efektif, tolerable dan aman. SSRIs mengurangi semua gejala pada PTSD tidak hanya gejala yang menyerupai kecemasan atau depresi. Buspirone juga dapat digunakan, beberapa penelitian juga telah menunjukkan bahwa imipramin dan amitriptilin dapat bermanfaat. Dosis yang digunakan sama seperti pada pasien depresi. Obat-obatan lain yang berguna untuk PTSD adalah monoamine
oxidase
inhibitors
(MAOIs),
trazodone
dan
antikonvulsan. Haloperidol dapat digunakan pada kondisi
agitasi atau psikotik akut (Kaplan, Sadock, &Grebb, 2007).