Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Varises esofagus adalah penyakit yang ditandai oleh pelebaran pembuluh
darah vena di esofagus bagian bawah. Varises esofagus merupakan salah satu
komplikasi yang banyak ditemui pada pasien dengan gangguan hati, terutama
sirosis hati. Dikatakan, bahwa 25-35% pasien sirosis hati akan memiliki varises
esofagus sehingga akhirnya rentan terhadap pecahnya varises. Apabila terjadi
pecah varises esofagus, maka pasien berada dalam kondisi kegawatdaruratan
medik yang memerlukan perhatian khusus. 1,2
Perdarahan varises esofagus mempunyai rata-rata morbiditas dan
mortalitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan perdarahan saluran cerna
bagian atas lainnya seperti misalnya ulkus peptikus. Bila tidak di terapi,
mortalitas varises esofagus adalah 3050%, namun bila dilakukan terapi maka
mortalitasnya menurun hingga 20%. Angka kematian tertinggi terjadi pada
beberapa hari pertama hingga beberapa minggu perdarahan awal, karena itu
intervensi dini sangat penting untuk mempertahankan kelangsungan hidup.
Intervensi dini ini diperlukan karena perdarahan pada traktus gastrointestinal atas
potensial mengancam jiwa, sehingga harus ditangani dengan cepat dan tepat serta
mendapatkan penanganan medis yang agresif untuk mencegah hal-hal yang tidak
diinginkan. 1,2,3
Pemeriksaan endoskopi merupakan standar baku emas yang diperlukan
pada kasus perdarahan varises esofagus untuk menegakkan diagnosis, menilai
varises dan merencanakan penatalaksanaan yang tepat berdasarkan penyakit
dasarnya. 1,2,3
Penatalaksanaan
perdarahan
pada
varises
esofagus
terdiri
dari
A. Anatomi
Esofagus merupakan suatu tabung yang dibentuk oleh jaringan yang
menghubungkan dan menyalurkan makanan dari rongga mulut ke lambung.
Dalam perjalanannya dari faring menuju gaster, esofagus melalui tiga
kompartemen, yaitu leher, toraks dan abdomen. Panjang rata-rata esofagus adalah
25 cm. Esofagus yang berada di leher panjangnya 5 cm, berjalan diantara trakea
dan kolomna vertebralis, serta selanjutnya memasuki rongga thoraks setinggi
manubrium sterni. 4,5
Esofagus terbagi atas tiga pars yaitu pars cervicalis, pars thoracica dan
pars abdominalis. Esofagus pars cervical membentang dari pharyngoesophageal
junction hingga tepi bawah vertebra cervical VII. Pars thoracica membentang dari
vertebra thoracalis I sampai pada hiatus oesophagus pada diaphragma yang
terletak setinggi vertebra thoracalis X. Esofagus pars abdominalis membentang
dari hiatus oesophagus sampai pada orificium cardiaca gaster. 4,5,6
Sepertiga bagian atas otot esofagus adalah otot serat lintang yang
berhubungan erat dengan otot faring, sedangkan dua pertiga bagian bawahnya
adalah otot polos yang terdiri atas otot sirkular dan otot longitudinal. 4,5
Esofagus mengalami penyempitan pada tiga tempat. Penyempitan
pertama yang bersifat sfingter, terletak setinggi tulang rawan krikoid pada batas
antara faring dan esofagus, yaitu tempat peralihan otot serat lintang menjadi otot
polos. Penyempitan kedua, terletak dirongga dada bagian tengah, akibat tertekan
lengkung aorta dan bronkus utama kiri. Penyempitan ini tidak bersifat sfingter.
Penyempitan terakhir terletak pada hiatus esofagus diafragma, yaitu tempat
berakhirya esofagus di kardia lambung. Otot polos pada bagian ini murni bersifat
sfingter. 4,5,7
B. Histologi
Dinding esofagus terdiri dari 4 lapis yaitu: mukosa, submukosa, muskularis
propria dan adventisia. Esofagus tidak terdapat lapisan serosa sehingga
merupakan saluran cerna yang unik. Mukosa normal terdiri dari epitel berlapis
pipih, antara muskularis propria dan mukosa terdapat aliran limfatik yang berasal
dari muskularis propria. Muskularis propria terdiri dari otot bergaris dan otot
polos yaitu pada bagian proksimal otot bergaris, bagian tengah otot bergaris dan
polos dan pada bagian distal otot polos. Otot lapisan dalam tersusun sirkuler dan
lapisan luar longitudinal. 5,6
C. Fisiologi Esofagus
Fungsi utama esofagus adalah menyalurkan makanan dan minuman dari
mulut ke lambung. Dimulai dengan pendorongan makanan oleh lidah ke
belakang, penutupan glotis dan nasofaring, serta relaksasi sfingter faring
esofagus. Proses ini diatur oleh otot serat lintang di daerah faring. 7,8
Di dalam esofagus, makanan turun oleh peristaltik primer, peristalsis ringan,
dan gaya berat, terutama untuk makanan padat atau setengah padat. Makanan dari
8
esofagus dapat masuk dapat masuk ke lambung karena adanya relaksasi sfingter
esofagokardia. Dalam keadaan istirahat sfingter esofagus bagian bawah selalu
tertutup dengan tekanan rata-rata 8 mmHg lebih dari tekanan di lambung,
sehingga tidak akan terjadi regurgitasi isi lambung. Pada fase akhir sfingter ini
akan terbuka secara refleks ketika dimulainya peristaltic esofagus servikal untuk
mendorong bolus makanan ke distal. Selanjutnya setelah makanan lewat, maka
sfingter ini akan menutup kembali. 7,8
D. Definisi
Varises esofagus adalah vena yang melebar di dinding esofagus. Varises
esofagus adalah terjadinya distensi vena submukosa yang diproyeksikan ke
dalam lumen esofagus pada pasien dengan hipertensi portal. Hipertensi portal
adalah peningkatan tekanan aliran darah portal lebih dari 10 mmHg yang
menetap, sedangkan tekanan dalam keadaan normal sekitar 5 10 mmHg.
Hipertensi portal paling sering disebabkan oleh sirosis hati. 1,2,9
E. Epidemiologi
Varises paling sering terjadi pada beberapa sentimeter esofagus bagian distal
atau biasanya ditemukan pada daerah duapertiga bawah esofagus, pada daerah
taut esofagus-gaster (gastroesofageal junction) dan di daerah fundus lambung.
Meskipun
varises
dapat
terbentuk
dimanapun
di
sepanjang
traktus
10
Prehepatik
G. Patofisiologi
Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir
fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari
artsitektur hepar dan pembentukan nodulus regenerative. 7,11
Adapun sebab-sebab sirosis dan atau peyakit hati kronik adalah sebagai berikut:
7,11
a.Penyakit infeksi: Hepatitis virus (hepatitis B, hepatitis C), Infeksi viral B/C
menimbulkan peradangan hati, peradangan ini menyebabkan nekrosis
11
meliputi dareah yang luas (hepatoseluler). Terjadi kolaps lobulus hati dan
jaringan parut. Kemudian muncul septa fibrosa difus dan nodul hati. Nodul
sel hati terbentuk dari regenerasi sel-sel hati yang masih baik. Jadi fibrosis
pasca nekrotik adalah dasar timbulnya sirosis hepatis. Penyakit bruselosis,
skistosmiasis, toksoplasmosis.
b. Penyakit keturunan dan metabolik:
Defeisiensi
alfa-1-
antitrypsin,
Aliran
kolateral
melalui
pleksus
vena-vena
esofagus
12
Pleksus vena esofagus menerima darah dari vena gastrika sinistra, cabangcabang vena esofagus, vena gastrika short/brevis (melalui vena splenika), dan
akan mengalirkan darah ke vena azigos dan hemiazigos. Sedangkan vena gastrika
sinistra menerima aliran darah dari vena porta yang terhambat masuk ke hepar.
13
vena proksimal kea rah sumbatan dan meningkatkan tekanan kapiler pada organ
yang dialiri oleh vena yang tersumbat. 1,2,9
Sistem vena porta tidak mempunyai katup, sehingga tahanan pada setiap level
antara sisi kanan jantung dan pembuluh darah splenika akan menimbulkan aliran
darah yang retrograde dan penyebaran peningkatan tekanan. Anastomosis yang
menghubungkan vena porta dengan sirkulasi sistemik dapat melebar sehingga
aliran darah dari tempat yang obstruksi tersebut dapat mengalir secara langsung
masuk dalam sirkulasi sistemik. 1,2
Hipertensi portal paling baik diukur secara tidak langsung dengan
menggunakan wedge hepatic venous pressure (WHVP). Perbedaan tekanan
antara sirkulasi porta dan sistemik (hepatic venous pressure gradient, HVPG)
sebesar 1012 mmHg diperlukan untuk terbentuknya varises. HVPG yang normal
adalah sekitar 510 mmHg. Pengukuran tunggal berguna untuk menentukan
prognosis dari sirosis yang kompensata maupun yang tidak kompensata,
sedangkan pengukuran ulang berguna untuk memonitoring respon terapi obatobatan dan progresifitas penyakit hati. 1,2
Obstruksi dan peningkatan resistensi dapat terjadi dalam tiga tahapan dalam
kaitannya terhadap sinusoid hepar, antara lain: 1,5,11
-Sumbatan pada vena presinusoidal (misalnya akibat thrombosis vena portal,
schistosomiasis, sirosis saluran empedu primer. Lesi ini dikarakteristikkan
dengan peningkatan tekanan vena portal tapi wedge hepatic venous pressure
(WHVP) normal.
-Obstruksi sinusoidal (misalnya pada sirosis ) dikarakteristikkan dengan
peningkatan gradient tekanan hepar (HVPG) dengan (WHVP) menjadi
seimbang pada tekanan vena portal.
-Obstruksi postsinusoid (misalnya akibat sydrom budd-chiari, venoocclusive
disease dimana venule hepar sentral merupakan tempat utama terjadinya
injury), dikarakteristikkan dengan peningkatan WHVP.
14
H. Gambaran klinik
Varises esofagus biasanya tidak memberikan gejala bila varises belum pecah.
Apabila telah pecah, gejala yang biasa ditemukan adalah muntah darah
(muntahan dapat berupa darah merah bercampur dengan gumpalan-gumpalan
15
atau "coffee grounds" dalam penampilannya, yang disebabkan oleh efek dari
asam pada darah), mengeluarkan tinja/feces yang hitam dan bersifat ter
disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam darah ketika melewati usus
(melena), dan hipotensi ortostatik (orthostatic dizziness) disebabkan oleh suatu
penurunan dalam tekanan darah terutama ketika berdiri dari suatu posisi
berbaring. Gejala lain yang termasuk adalah gejala penyakit hati kronis, yaitu :
1,2,9,12
Gambar 11. Manifestasi sirosis hepatis akibat kegagalan sel hati dan hipertensi portal 11
I. Diagnosis
1.
Anamnesis
a. Anamnesis keluhan serta riwayat dari pasien itu sendiri merupakan
sumber informasi penting yang harus diperhatikan. Karena melalui
anamnesis kita dapat menentukan diagnosis penyakit dari pasien. Ada
beberapa hal perlu diperhatikan dalam kasus varises esofagus diantaranya
symptom serta riwayat yang biasa dikeluhkan pasien. Biasanya keluhan
yang berkaitan dengan penyakit hati kronis, seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya. Perlu ditanyakan: 1,9,12,13
- Riwayat pengobatan sebelumnya diantaranya :
Jika pasien pernah menderita Jaundice sebelumnya maka dapat
diperkirakan bahwa sebelumnya pernah menderita hepatitis akut,
kelainan hepatobiliary, atau penyakit hati yang dipengaruhi oleh
obat-obatan
17
disease
Gaya hidup dan riwayat penyakit seperti nonalcoholic steatohepatitis
18
19
Jika
terdapat
perdarahan
varises,
diperlukan
pemeriksaan
20
21
dilatasi vena (<5 mm) yang masih berada pada sekitar esofagus. Pada derajat
2 terdapat dilatasi vena (>5 mm) menuju kedalam lumen esofagus tanpa
adanya obstruksi. Sedangkan pada derajat 3 terdapat dilatasi yang besar,
berkelok-kelok, pembuluh darah menuju lumen esofagus yang cukup
menimbulkan obstruksi. Dan pada derajat 4 terdapat obstruksi lumen
esofagus hampir lengkap, dengan tanda bahaya akan terjadinya perdarahan
(cherry red spots). 1,2
Setelah varises esofagus telah diidentifikasi pada pasien dengan sirosis,
risiko terjadinya perdarahan varises adalah sebesar 25-35 %. Oleh karena
sirosis hati akan mempunyai prognosis buruk dengan adanya perdarahan
varises, maka penting untuk dapat mengidentifikasi mereka yang berisiko
tinggi dan pencegahan kejadian perdarahan pertama. Perdarahan varises
esofagus biasanya tanpa rasa sakit dan masif, serta berhubungan dengan tanda
perdarahan saluran cerna lainnya, seperti takikardi dan syok. Faktor risiko
untuk perdarahan pada orang dengan varises adalah derajat hipertensi portal
dan ukuran dari varises. 1,2
Perdarahan varises didiagnosis atas dasar ditemukannya satu dari
penemuan pada endoskopi, yaitu tampak adanya perdarahan aktif, white
nipple, bekuan darah pada varises. Sedangkan adanya red wale markings atau
cherry red spots yang menandakan baru saja mengeluarkan darah atau adanya
risiko akan terjadinya perdarahan. 1,2
Pada pasien dengan dugaan terjadi perdarahan dari varises, perlu
dilakukan pemeriksaan EGD. Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan sesegera
mungkin setelah masuk rumah sakit (12 jam), khususnya pada pasien dengan
perdarahan yang secara klinis jelas. Penundaan lebih lama (24 jam) dapat di
lakukan pada kasus perdarahan ringan yang memberikan respon dengan
vasokonstriktor. 1,2
Pada saat dilakukan endoskopi, ditemukan perdarahan dari varises
esofagus atau varises gaster. Varises diyakini sebagai sumber perdarahan,
ketika vena menyemprotkan darah atau ketika ada darah segar dari
esophageal-gastric junction di permukaan varises atau ketika ada darah segar
22
di fundus, jika terdapat varises lambung. Dalam keadaan tidak ada perdarahan
aktif (lebih dari 50% kasus) atau adanya varises sedang dan besar dengan
tidak adanya lesi, maka varises potensial untuk menjadi sumber perdarahan
yang potensial. 1,2
Panduan Diagnosis Varises Esofagus adalah sebagai berikut: 1,2
- Screening esophagogastroduodenoscopy (EGD) untuk diagnosis varises
esofagus dan lambung direkomendasikan ketika diagnosis sirosis sudah
-
ditegakkan.
Pengamatan endoskopi direkomendasikan berdasarkan level sirosis,
penampakan, dan ukuran varises. Pasien dengan compensated sirosis
tanpa varises sebaiknya melakukan pengulangan EGD setiap 2-3 tahun,
pasien dengan compensated sirosis disertai varises kecil sebaiknya
melakukan pengulangan EGD setiap 1-2 tahun, sedangkan pasien dengan
decompensated sirosis sebaiknya melakukan pengulangan EGD setiap
tahun.
Perkembangan varises gastrointestinal dapat ditentukan pada dasar
klasifikasi ukuran pada saat dilakukan EGD.
J. Diagnosa Banding
Beberapa penyakit memiliki tanda dan gejala yang mirip dengan varises
esofagus, antara lain : Budd-chiari syndrome, ulkus duodenal, schistosomiasis,
kanker gaster, ulkus gaster, wilson disease, mallory-weiss tear. Penyakit/kelainan
tersebut dapat menjadi diagnosis banding untuk varises esofagus dan dapat
dieksklusi dengan pemeriksaan penunjang lainnya. 1,2,5,9
K. Penatalaksanaan
Untuk penatalaksanaan yang optimal, sangat penting memahami pasien yang
kemungkinan besar dapat terjadi perdarahan. Faktor klinis berhubungan dengan
peningkatan risiko perdarahan varises pertama, termasuk penggunaan alkohol
dan fungsi hati yang buruk. Kombinasi dari pemeriksaan klinis dan endoskopi
termasuk mencari klasifikasi Child-Pugh pada sirosis berat, varises yang besar
23
dan adanya red wale markings sangat berhubungan dengan risiko kejadian
perdarahan pertama pada pasien dengan sirosis. 1,2
Tujuan penatalaksanaan perdarahan gastrointestinal adalah stabilisasi pada
hemodinamik, meminimalkan komplikasi dan mempersiapkan terapi yang efektif
untuk mengontol perdarahan. Jika terjadi perdarahan massif yang perlu dilakukan
adalah menghentikan perdarahan. Secara garis besar penatalaksanaan pasien
dengan perdarahan saluran cerna bagian atas, apapun penyebabnya terdiri atas
penatalaksanaan umum dan penatalaksanaan khusus. 1,2
I. Penatalaksanaan Umum
Bertujuan untuk segera mungkin memperbaiki keadaan umum dan
menstabilkan hemodinamik (resusuitasi). Resusitasi cairan biasanya dengan
memberikan cairan kristaloid (NaCl fisiologis atau Ringer laktat) bahkan jika
perlu berikan larutan koloid. Pada keadaan tertentu sebaiknya dipasang dua jalur
infuse dengan jarum besar, sekaligus untuk mempersiapkan jalur intravena untuk
pemberian transfuse darah. Transfusi darah diberikan saat hemoglobin pasien < 8
mg/dl. Untuk transfusi darah biasanya diberikan whole blood. 1,2,5
Bilas lambung dengan menggunakan air es atau larutan NaCl fisiologis
sebaiknya dilakukan, selain untuk diagnostic juga dalam usaha untuk
menghentikan perdarahan.teknik bilas lambung harus tepat sehingga tidak
menimbulkan trauma mukosa saluran cerna bagian atas. Dari aspirat sonde dapat
kita perkirakan bahwa perdarahan berlangsung aktif bila darah yang keluar
berwarna segar (belum bercampur dengan asam lambung). Darah segar cair tanpa
bekuan harus dicurigai adanya gangguan hemostasis. Untuk memperbaiki faal
hemostasis dapat diberikan injeksi vitamin K dan asam traneksamat. Pemberian
antasida dan sucralfat dan injeksi penyekat reseptor H2 dapat diberikan jika ada
dugaan kerusakan mukosa yang menyertai perdarahan. Dengan menekan sekresi
asam, diharapkan mekanisme pembekuan darah tidak terganggu oleh terjadinya
lisis bekuan pada lesi yang terlalu cepat. 1,2,5
II. Penatalaksanaan Khusus
Menurut beberapa kepustakaan dilaporkan bahwa hampir 50% kasus
perdarahan saluran cerna bagian atas karena pecahnya varises esofagus akan
berhenti secara spontan setelah tindakan resusitasi, sehingga eksplorasi
diagnostik dapat dikerjakan secara elektif (khususnya endoskopik). 1,2,5
24
1. Terapi Farmakologi
Terapi farmakologi dilakukan segera setelah dicurigai perdarahan varises
bahkan sebelum diagnostik endoskopik ditegakkan. Prinsip pemberian
farmakoterapi adalah menurunkan tekanan vena porta dan intravena.
Farmakoterapi untuk penatalaksanaan perdarahan varises esofagus yaitu:
octreotid (sandostatin), vasopresin dan terlipresin. Vasopresin dan terlipressin
yang telah direkomendasikan untuk penatalaksanaan perdarahan varises
esofagus. 1,2,5,10
a. Octreotid (sandostatin). Adalah analog sintetik somatostatin dengan sifat
farmakologis yang mirip dan waktu paruh yang agak lebih panjang.
Octerotid terbukti efektif untuk mengontrol perdarahan varises akut dan
nampaknya mempunyai efikasi yang setara dengan vasopressin dan
tampon balon (ballon tamponade) dengan efek samping yang lebih sedikit.
Octreotid diberikan sebagai injeksi bolus dengan dosis 50-100 mcg diikuti
b.
splanknik.
Penatalaksanaan
25
dengan
obat
vasoaktif
sebaiknya mulai diberikan saat datang ke rumah sakit pada pasien dengan
hipertensi portal dan dicurigai adanya perdarahan varises. Vasopressin
diberikan sebagai infuse IV kontinyu karena waktu paruhnya yang singkat.
Obat vasoaktif dapat diberikan dengan mudah, lebih aman dan tidak
memerlukan keterampilan. Terapi dapat dimulai di rumah sakit, dirumah
atau saat pengiriman ke rumah sakit yang akan meningkatkan harapan
hidup pasien dengan perdarahan masif. Obat vasoaktif juga akan
memudahkan tindakan endoskopi.
c. Terlipresin. Adalah turunan dari vasopresin sintetik yang long acting,
bekerja lepas lambat. Memiliki efek samping kardiovaskuler lebih sedikit
dibandingkan dengan vasopresin. Pada pasien dengan sirosis dan
hipertensi porta terjadi sirkulasi hiperdinamik dengan vasodilatasi.
Terlipresin memodifikasi sistem hemodinamik dengan menurunkan
cardiac output dan meningkatkan tekanan darah arteri dan tahanan
vaskuler sistemik. Ketika dicurigai perdarahan varises diberikan dosis 2
mg/ jam untuk 48 jam pertama dan dilanjutkan sampai dengan 5 hari
kemudian dosis diturunkan 1 mg/ jam atau 12-24 jam setelah perdarahan
berhenti. Terlipresin seharusnya dikombinasi dengan nitrat untuk
mengurangi efek samping yang mungkin akan timbul (iskemia dan
nekrosis). Efek samping terlipresin berhubungan dengan vasokonstriksi
seperti iskemia jantung, infark saluran cerna dan iskemia anggota badan.
Terapi farmakologi (somatostatin atau analognya [octreotide atau
vapreotide] atau terlipressin) harus segera dimulai pada pasien yang dicurigai
hemoragik dan dilanjutkan selama 35 hari setelah diagnosis ditegakkan. 1,2,5,10
2.
26
dilakukan jika pasien muntah. Periksa pipa untuk kekedapan udara sebelum
digunakan, olesi pipa dan balon menggunakan pelumas. Berikan anestesi
pada mukosa hidung, tekan sisa udara dari balon, masukan pipa melalui
hidung sampai dengan panjang 50 cm. Pompa balon gastrik sampai 50 ml dan
diklem. Perlahan-lahan pipa ditarik sampai ada tahanan, bila terdengar suara
seirama dengan pernafasan berarti gagal. Lindungi pipa dengan plester yang
kuat, fiksasi pipa pada lubang hidung. Pompa balon sampai 45 mmHg dengan
manometri kemudian diklem. Kempeskan pipa 30 menit setiap 6-8 jam sekali.
Maksimum pemasangan pipa adalah 24 jam. 1,2,5,10
3. Terapi Endoskopi
Terapi endoskopi dilakukan pada kasus perdarahan varises, terutama dalam
upaya mencapai homeostasis. Endoskopi juga berguna sebagai indikator
prognosis risiko perdarahan ulang. Teknik endoskopi yang digunakan
mencapai homeostasis adalah dengan memutus aliran darah kolateral dengan
cepat seperti ligasi atau skleroterapi karena trombosis. Endoskopi dapat
dilakukan pada pasien dengan varises esofagus sebelum perdarahan pertama
terjadi, saat perdarahan berlangsung dan setelah perdarahan pertama terjadi.
1,2,5,10
27
isosorbide mononitrate.
intravena.
Vasopresin
dan
terlipressin
yang
telah
tiga bulan dan 6 bulan. Jika varises menetap, skleroterapi atau ligasi
dilanjutkan dalam waktu 2-4 minggu hingga tercapai hasil eradikasi
sempurna. 1,2,5,6
30
5. Tindakan Operasi
Dilakukan pada perdarahan massif sehingga terdapat keterbatasan
manfaat endoskopik baik untuk diagnosis maupun terapeutik karena
lapangan pandang yang tertutup oleh bekuan darah. Terapi bedah antara
lain dengan melakukan transeksi esofagus, dilakukan devaskularisasi atau
operasi pintas. Namun biasanya keadaan umum pasien sudah buruk dan
sering menjadi kendala dalam melakukan operasi. 1,2,16
L. Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi setelah perdarahan massif adalah aspirasi,
asfiksia, syok, koma dan kematian. 1,2,10
M. Prognosis
Pada pasien dengan varises esofagus, sekitar 30% akan mengalami
perdarahan pada tahun pertama setelah didiagnosis. Angka kematian akibat
31
Pemeriksaan Fisis :
Penatalaksanaan Khusus:
1.
2.
3.
4.
32
Farmakologi
Ballon Tamponade
Terapi endoskopik
Prosedur
Dekompresive
(TIPS)
5. Operasi
DAFTAR PUSTAKA
1. World gastroenterology organization global guidelines. Esophageal varices.
USA; 2014.
2. Netiana, juniati H. Varises esofagus. Diakses dari URL:
http://journal.unair.ac.id/
3. John R, Saltzman S. Acute upper gastrointestinaleeding. In: Greenberger N,
Blumberg R, Burakoff
R, eds. Current
diagnosis
& treatment:
33
13. Vaezi MF. Upper gastrointestinal bleeding. In: Vaezi MF, Park W, Swoger J,
eds. Esophageal diseases. Oxford: An imprint of atlas medical publishing Ltd;
2006.
14. Buencamino C. Esophageal varices imaging. 2015. Avalaible from URL:
http://misc.medscape.com/pi/android/medscapeapp.
15. Novelli P. Transjugular intrahepatic portosystemic shunt. 2015. Available from
URL: http://emedicine.medscape.com/article/420343
16. Ramrakha P, Moore K. Oxford handbook acute medicine. Second edition.
Oxford University Press: 2004. Available from URL: www.indianjgastro.com
34