You are on page 1of 270

Daftar Isi

Pengantar Redaksi .............................................................................. i


Daftar isi .............................................................................................. ii
Kontribusi Kualitas Pengelolaan Pembelajaran, Kedisiplinandan
Motivasi Berprestasi Terhadap Keberhasilan Praktik Pengalaman
Lapangan (Ppl) Mahasiswa Prodi Penjaskesrek Fpok Ikip Pgri Bali
Periode 2015
Ni Wayan Ary Rusitayanti ................................................................... 1
Pola Dasar Kalimat Tunggal Bahasa Indonesia Pada Karangan
Siswa Kelas V Sd Negeri Desa Kesiman Kecamatan Denpasar
Timur Tahun Pelajaran 2015/2016
Ni Wayan Sudarti, S.Pd.,M.Hum. ....................................................... 24
Hubungan Sikap Belajar Dan Motivasi Belajar Dengan Prestasi
Belajar Ips Terpadu Siswa Smp Negeri 3 Denpasar Tahun
Pelajaran 2015/2016
Ni Luh Putu Cahayani,S.Pd.,M.Pd..................................................... 42
Pemaknaan Dewa Siwa Dalam Aspek Siwa Natarajasebagai Simbol
Siwa Sedang Menari Guna Membangkitkan Taksu Seni Tari Bali
(Kajian Teo-Filosofis-Estetik)
Komang Indra Wirawan,S.Sn.,M.Fil.H ............................................. 53
Imprealisme Pemerintah Kolonial Belanda Terhadap Kerajaan
Gianyar Tahun 1771 1942
Ni Putu Yuniarika Parwati, S.Pd.,M.Pd ............................................. 80
Pengaruh Model Pembelajaran Problem Based Instruction (Pbi)
Dan Gaya Berpikir Terhadap Hasil Belajar Matematika

Ni Wayan Sunita .................................................................................. 99


Peningkatan Kemampuan Pemahaman Matematika Melalui
Pendekatan Problem Posing Pada Siswa Kelas X Smk Negeri I
Tegallalang
I Made Weta, S.Pd ............................................................................ .114
Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games
Tournament (Tgt) Untuk Meningkatkan Aktivitas Dan Hasil
Belajar Berguling (Roll) Senam Lantai Pada Siswa Kelas Xi Smk
Negeri Tegallalang
I Made Merta Wiguna, S.Pd............................................................. 157
Peranan Pertunjukan Bondres Dalam Pemilihan Calon Walikota
Dan Wakil Walikota Denpasar Pada Pilkada Serentak 2015
I Wayan Sugama,S.Sn.,M.Sn. .......................................................... 183
Pelajar Dan Prestasi Belajar Gerak
Komang Ayu Tri Widhiyanti ........................................................... 202
Pelabuhan Padangbai, Karangasem, Bali (Studi Tentang
Perkembangan Ekonomi dari Sarana dan Prasarana Pelabuhan
Periode 2005-2010)
I Nyoman Bayu Pramartha, M. Pd .................................................. 214
Tingkat Kebugaran Jasmani Calon Mahasiswa Baru Putra
Fakultas Pendidikan Olahraga Dan Kesehatan Ikip Pgri Bali
Tahun 2015
I Gusti Putu Ngurah Adi Santika, S.Pd., M.Fis.
IP. Merta Yasa
NW. Ariawati..................................................................................... 229

Pengaruh Akreditasi Sekolah, Kualifikasi Akademik Guru Dan


Motivasi Kerja Terhadap Prestasi Sekolah Di Smp Negeri 2
Mengwi Kabupaten Badung
Ni Putu Sriwindari ............................................................................ 238
Kontribusi Kecerdasan Logis Matematis, Kecerdasan Emosional
Dan Motivasi Belajar Matematika Terhadap Hasil Belajar
Mahasiswa Semester I Jurusan Pendidikan Matematika Fpmipa
Ikip Pgri Bali
I Gusti Agung Ngurah Trisna Jayantikan, S.Pd, M.Pd.
Edy Hermawan, S.Pd., S.Kom.......................................................... 251

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

KONTRIBUSI KUALITAS PENGELOLAAN PEMBELAJARAN,


KEDISIPLINANDAN MOTIVASI BERPRESTASI TERHADAP
KEBERHASILAN PRAKTIK PENGALAMAN LAPANGAN (PPL)
MAHASISWA PRODI PENJASKESREK FPOK IKIP PGRI BALI
PERIODE 2015

Ni Wayan Ary Rusitayanti

Abstract
This study aims to find out and analyze (1) the contribution of
Learning

Management

Quality

towards

the

success

of

the

implementation of practice experience (PPL), (2) the contribution of


discipline towards the success of the implementation of practice
experience (PPL), (3) the contribution of achievement motivation
towards the success of the implementation of practice experience
(PPL), (4) Overall contribution included Learning Management
Quality, discipline, and achievement motivation toward the success of
the implementation of practice experience (PPL). Population of this
study was all students of Physical and Health Education Department
FPOK IKIP PGRI Bali who did PPL in the period of 2015 with 206
students. Sampling was done by study population so the number of
sample becomes 206 students. The data analysis technique used in this
study was simple regression, simple correlation, multiple correlations,
multiple regression and partial correlation.

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

The results shows that (1) Learning Management Quality,


discipline,

and

achievement

motivation

has

each

significant

contribution towards the success of the implementation of practice


experience (PPL), and (2) Those together have a significant
contribution towards the success of the implementation of practice
experience (PPL), the effective contribution (SE) each one is the
Learning Management Quality of 26,65%, discipline of 19,11%, and
achievement motivation of 17,22%. Based on these findings it can be
concluded that there is a positive and significant contribution of the
Learning Management Quality, discipline, achievement motivation
toward the success of the implementation of practice experience (PPL)
of the students of Physical and Health Education Department FPOK
IKIP PGRI Bali in the period 2015 separately or simultaneously.
Key words:

learning management quality, discipline, achievement


motivation, the success of PPL

PENDAHULUAN
Kemajuan suatu negara tidak akan terlaksana tanpa majunya pola
pikir generasimuda, oleh karena itu, untuk memotivasi generasi
mudaagar bertanggung jawab terhadap kemajuan bangsa, harus tercipta
dunia pendidikan yang merupakan jalan menuju pencerahanyang
diharapkan mampu bersaing dengan dunia luar, semua ini tidak terlepas
dari campur tangan seorang pendidik yaitu guru, guru merupakan sosok
motivator yang menyemangatkan dan membangkitkan gaya hidup

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

modern, memiliki intelektualitas yang berlandaskan pada norma, moral


bangsa serta agama. Guru adalah faktor penentu keberhasilan proses
pembelajaran yang berkualitas, sehingga berhasil tidaknya pendidikan
mencapai tujuan selalu dihubungkan dengan kiprah para guru. Oleh
karena itu, usaha-usaha yang dilakukan dalam meningkatkan mutu
pendidikan hendaknya dimulai dari peningkatan kualitas guru.Guru
yang berkualitas diantaranya adalah mengetahui dan mengerti peran
dan fungsinya dalam proses pembelajaran. Guru mengemban tugastugas sosial kultural yang berfungi menyiapkan generasi muda, sesuai
dengan cita-cita bangsa (Hamalik, 2004:19).
Mutu guru sangat tergantung pada sistem pendidikan guru
tersebut, sistem pendidikan guru sebagai suatu sub sistem pendidikan
nasional merupakan faktor kunci dan memiliki peran yang sangat
strategis. Derajat kualitas pendidikan guru ditentukan oleh tingkat
kualitas semua komponen yang masing-masing memberikan kontribusi
terhadap

sistem

pendidikan

guru

secara

keseluruhan.

Untuk

menghasilkan calon pendidik yang professional dan memiliki wawasan


serta pengalaman dalam menjalankan keahlian di bidang pendidikan,
maka lembaga LPTK seperti IKIP PGRI Bali salah satunya pada Prodi
Penjaskesrek FPOK IKIP PGRI Bali wajib memberikan mahasiswa
untuk melaksanakan Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) yang
merupakan salah satu kegiatan kurikuler yang harus dilaksanakan oleh
mahasiswa calon guru.
Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) merupakan salah satu
kegiatan latihan kependidikan yang bersifat intrakurikuler yang
dilaksanakan oleh mahasiswa calon guru yang dirancang untuk melatih
3

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

mahasiswa sebagai calon guru untuk menguasai kemampuan keguruan


yang utuh dan terintegerasi, sehingga setelah selesai pendidikannya
siap secara mandiri mengemban tugas dan tanggung jawab sebagai
seorang guru. Pelaksanaan Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) juga
merupakan suatu program mata kuliah proses belajar mengajar yang
dipersyaratkan dalam pendidikan prajabatan guru yang dirancang
secara khusus untuk menyiapkan calon guru agar memilki atau
menguasai profesi keguruan yang terpadu secara utuh sehingga calon
guru tersebut dapat diangkat menjadi guru, yang akhirnya mereka dapat
mengemban tugas dan tanggung jawab secara profesional (Suarta,
2013:1).
Tujuan Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) yaitu: mengenal
secara cermat lingkungan fisik sekolah, administrasi serta akademik
sosial sekolah sebagai tempat kerjanya kelak, menguasai berbagai
keterampilan

mengajar

terbatas,

mampu

menerapkan

berbagai

kemampuan keguruan secara utuh dan terintegrasi dalam situasinya


dibawah bimbingan para pembimbing, dan mampu menarik pelajaran
dari penghayatan selama latihan melalui refleksi yang merupakan salah
satu ciri-ciri penting pekerjaan yang profesional. Hamalik (2004:107)
menjelaskan bahwa isi program pendidikan guru sebaiknya dimulai dari
prinsip-prinsip dan teori, kemudian dilanjutkan dengan program
pelatihan.
Dalam pelaksanaan PPL sering ditemukan kendala-kendala yang
dialami seperti: kemampuan mahasiswa dalam melaksanakan proses
pengelolaan

pembelajaran

yang

nantinya

berkaitan

dengan

merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi pembelajaran masih


4

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

kurang,

mahasiswa

kurang

memahami/melaksanakan

tentang

kedisiplinan, pemahaman mahasiswa tentang pentingnya pelaksanaan


praktik pengalaman lapangan (PPL) masih kurang.Melihat kendalakendala yang dihadapi dalam pelaksanaan Praktik Pengalaman
Lapangan (PPL)perlu dikajikembali faktor-faktor yang mempengaruhi
keberhasilan praktik pengalaman lapangan (PPL) tersebut yaitu kualitas
pengelolaan pembelajaran, kedisiplinan, dan motivasi berprestasi.
Kualitas pengelolaan pembelajaran berkaitan dengan tujuan yang
diniatkan dalam setiap kegiatan belajar mengajar, baik sifatnya
intruksional maupun tujuan pengiringnya yang akan dapat dicapai
secara optimal apabila dapat menciptakan dan mempertahankan kondisi
yang menguntungkan bagi peserta didik. Suatu masalah yang timbul
mungkin dapat berhasil diatasi dengan cara tertentu pada saat tertentu
dan pada seorang atau sekelompok peserta didik tertentu. Akan tetapi
cara tersebut tidak dapat digunakan untuk mengatasi masalah yang
sama, pada waktu berbeda, terhadap sekelompok peserta didik yang
lain. Menurut GR Terry, bahwa pengelolaan pembelajaran merupakan
seni dan ilmu untuk memperoleh hasil dalam rangka mencapai tujuan
melalui dan bersama-sama orang lain dalam proses perencanaan,
penggerakkan dan pengevaluasian (planing, actuating dan evaluating).
Dengan mengkaji konsep dasar pengelolaan pembelajaran dan
mencobanya dalam berbagai situasi kemudian dianalisis, akibatnya
secara sistematis diharapkan agar setiap pendidik yaitu guru akan dapat
mengelola proses belajar mengajar secara lebih baik. Pengelolaan
pembelajaran merupakan suatu tindakan yang dilakukan guru dalam
mempersiapkan proses pembelajaran sehingga dapat berjalan dengan
5

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

lancar, efektif dan efisien. Dalam pengelolaan pembelajaran terdapat


tahapan-tahapan yang harus dilalui oleh seorang guru, antara lain:
perencanaan, pelaksanaan pembelajaran, dan evaluasi hasil belajar atau
keberhasilan belajar. Pada tahap perencanaan ini seorang pendidik
merumuskan hal-hal penting yang harus dimiliki oleh peserta didik,
terutama yang menyangkut ranah kognitif, afektif dan psikomotorik.
Metode yang tepat untuk pembelajaran, serta target yang harus
diselesaikan dalam jangka waktu tertentu. Pada tahap pelaksanaan
pembelajaran, pendidik melaksanakan proses pembelajaran sesuai yang
telah direncanakan. Dan untuk mengetahui data pembuktian sejauh
mana tingkat kemampuan dan tingkat keberhasilan peserta didik dalam
pencapaian tujuan kurikulum, diadakan evaluasi pembelajaran.
Disinilah pentingnya mahasiswa calon guru untuk memahami tentang
pengelolaan pembelajaran yang baik sehingga dapat diterapkan sesuai
dengan bidang ilmu yang diajarkan dansituasi tempat mengajar.
Mahasiswa calon guru olahraga khususnya harus lebih banyak
mengembangkan

kreativitas

dan

inovasi

dalam

melaksanakan

pengelolaan pembelajaran karena materi serta sarana prasarana yang


digunakan akan berbeda-beda kualitas dan kuantitasnya sesuai dengan
tempat mengajar. Mahasiswa calon guru harus memiliki kualitas
pengelolaan pembelajaran yang baik untuk dinyatakan berhasil dalam
melaksanakanPraktik Pengalaman Lapangan (PPL) dengan menjadikan
peserta didik yang diajarkan mengalami peningkatan dari segi
pengetahuan, keterampilan dan sikap.
Keberhasilan seseorang tidak lepas dari bagaimana seorang
mampu mengontrol dan menjaga kedisiplinan. Arti disiplin bila dilihat
6

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

dari segi bahasanya adalah latihan ingatan dan watak untuk


menciptakan pengawasan (kontrol diri), atau kebiasaan mematuhi
ketentuan dan perintah. Jadi arti disiplin secara lengkap adalah
kesadaran untuk melakukan sesuatu pekerjaan dengan tertib dan teratur
sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku dengan penuh
tanggung jawab tanpa paksaan dari siapa pun W.S.Winkel.S.J (dalam
Asy Masudi, 2000).Tanpa adanya kedisiplinan yang tinggi dalam
setiap diri mahasiswa lebih-lebih mahasiswa calon guru maka awan
kelabu akan menutupi dunia pendidikan.
Kedisiplinan memegang peranan penting dalam melaksanakan
tugasnya sebagai mahasiswa perlu adanya kesadaran dari masingmasing mahasiswa untuk tidak melakukan tindakan yang dapat
menjurus ke penyimpangan disiplin, terlebih kegiatan olahraga
dilaksanakan lebih banyak di lapangan perlu adanya peningkatan
kedisiplinan pada mahasiswa calon guru apalagidisiplin belajar telah
digariskan dalam peraturan pemerintah namun untuk pengadaan
disiplin dalam suatu lembaga pendidikan khususnya di prodi
penjaskesrek harus adanya konsekuensi dan kesepakatan antara dosen
dan mahasiswa serta menentukan sangsi dari pelanggaran disiplin yang
telah

disepakati

dengan

mempertimbangkan

butir-butir

pelanggaran.Dengan konsekuensi tersebut diharapkan mahasiswa


membenah diri dan melaksanakan kewajibannya sebagai mahasiswa
sehingga apa yang menjadi target dari tujuan pendidikan dapat
terlaksana.
Dalam dunia pendidikan pengembangan disiplin sangatlah
penting artinya dengan adanya peraturan dan sangsi yang lebih
7

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

memihak keadilan serta mempunyai tujuan yang mulia yaitu


meningkatkan kinerja dan keberhasilan dalam melaksanakan kewajiban
sebagai mahasiswa PPL misalnya tidak pernah absen dalam
melaksanakan tugas PPL, mengikuti petunjuk dari pihak Sekolah
tempat PPL dan Dosen Pembimbing serta melaksanakan tugas-tugas
sebagai peserta PPL sehingga keberhasilan melaksanakan praktik
pengalaman lapangan (PPL) tercapai.
Pada hakikatnya disiplin belajar harus dimiliki oleh mahasiswa
calon guru olahraga khusunya, karena disiplin tersebut akan membawa
mereka untuk mampu melaksanakan fungsinya sebagai guru yang
disiplin dalam mengikuti peraturan kampus dan tempat PPL,
melaksanakan proses belajar mengajar, mengembangkan pengetahuan
yang didapatkan selama perkuliahan sesuai dengan tuntutan profesi dan
menyelesaiakan praktik pengalaman lapangan (PPL) sesuai dengan
prosedur dan tepat waktu, sehingga keberhasilan praktik pengalaman
lapangan (PPL) sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
Sobur (dalam A.M.Sardiman:2004)menyatakan bahwa ciri
individu yang memiliki keinginan berprestasi dihubungkan dengan
seperangkat standar. Seperangkat standar tersebut dihubungkan dengan
prestasi orang lain, prestasi diri sendiri yang lampau, tugas yang harus
dilakukan, serta memiliki tanggung jawab pribadi terhadap kegiatankegiatan yang dilakukan. Tidak menyukai keberhasilan yang bersifat
kebetulan atau merasakan kesuksesan atau kegagalan disebabkan oleh
tindakan individu sendiri. Motivasi adalah kondisi yang timbul dalam
diri individu yang disebabkan oleh interaksi antara motif dengan
kejadian-kejadian yang diamati oleh individu sehingga mendorong
8

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

mengaktifkan perilaku menjadi suatu tindakan nyata. Jadi motivasi


berprestasi adalah kondisi yang timbul dalam diri individu disebabkan
oleh kejadian-kejadian tertentu sehingga motivasi tersebut mendorong
individu yang memiliki keinginan berprestasi tinggi, memiliki standar
berprestasi, memiliki tanggung jawab pribadi atas apa yang dilakukan,
serta mendapat umpan balik atas apa yang dilakukan sehingga
diketahui seberapa baik tugasnya untuk melaksanakan tugas tertentu.
Keberhasilan

praktik

pengalaman

lapangan

(PPL)

yang

dilaksanakan mahasiswa prodi penjaskesrek sangat berkaitan dengan


motivasi berprestasi mahasiswanya karena dengan motivasi berprestasi
mahasiwa calon guru dapat mengembangkan kreativitas dan inovasinya
dalam proses pembelajaran. Impian dari seorang pendidik adalah
menjadi guru yang profesional salah satunya menjadi contoh dan
panutan dari peserta didiknya, dalam PPL inilah seyogyanya
mahasiswa calon guru memulai untuk menjadi guru yang profesional
dengan

mengembangkan

serta

mengaktifkan

keterampilan

dan

pengetahuan dalam mengajar mengimbangi dan mampu menyesuaikan


kondisi lingkungan tempat mengajar dengan keterbatasan sarana
prasarana misalnya. Atau membuat model pembelajaran yang inovatif
sehingga peserta didik yang diajarkan semangat dalam mengikuti
proses belajar mengajar yang disuguhkan oleh mahasiswa calon guru di
tempat PPL.Sehingga apa yang menjadi tujuan dari keberhasilan
praktik pengalaman lapangan (PPL) terjadi sesuai dengan tujuan yang
diharapkan.
Berdasarkan uraian-uraian di atas, terdapat hal penting yang perlu
dikaji dan dicermati berkaitan dengan keberhasilan praktik pengalaman
9

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

lapangan (PPL). Banyak faktor yang berhubungan dan memberikan


kontribusi terhadap keberhasilan praktik pengalaman lapangan (PPL),
sehubung dengan itu dipandang perlu untuk mengadakan penelitian
sesuai dengan judul yang diajukan yaitu:

Kontribusi Kualitas

Pengelolaan Pembelajaran, Kedisiplinan dan Motivasi Berprestasi


Terhadap Keberhasilan Praktik Pengalaman Lapangan (PPL). Dalam
hal ini sampel yang digunakan adalahMahasiswa Prodi Penjaskesrek
FPOK IKIP PGRI Bali yang melaksanakan Praktik Pengalaman
Lapangan (PPL) pada Periode 2015. Berdasarkan pemaparan latar
belakang dan identifikasi masalah di atas, maka ada beberapa
permasalahan yang dapat diuraikan sebagai rumusan masalah yaitu:
Pertama,

untuk

mengetahui

kontribusi

kualitas

pengelolaan

pembelajaran berpengaruh secara signifikan terhadap Keberhasilan


Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) Mahasiswa Prodi Penjaskesrek
FPOK IKIP PGRI Bali Periode 2015. Kedua, untuk mengetahui
Kontribusi Kedisiplinanmampu mempengaruhi secara signifikan
Keberhasilan Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) Mahasiswa Prodi
Penjaskesrek FPOK IKIP PGRI Bali Periode 2015. Ketiga, Untuk
mengetahui Kontribusi Motivasi Berprestasi berpengaruh secara
signifikan terhadap Keberhasilan Praktik Pengalaman Lapangan (PPL)
Mahasiswa Prodi Penjaskesrek FPOK IKIP PGRI Bali Periode 2015.
Keempat,

Untuk

mengetahui

KontribusiKualitas

Pengelolaan

Pembelajaran, Kedisiplinan dan Motivasi Berprestasi berpengaruh


secara simultan dan signifikan terhadap Keberhasilan Praktik
Pengalaman Lapangan (PPL) Mahasiswa Prodi Penjaskesrek FPOK
IKIP PGRI Bali Periode 2015.
10

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

METODE PENELITIAN
Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
rancangan penelitian kuantitatif dengan pendekatan ex-post facto.
Rancangan ini dipilih karena sesuai dengan hakikat masalah yang
diteliti merupakan masalah yang telah terjadi di lapangan. Penelitian
dengan

judul

Kontribusi

Kualitas

Pengelolaan

Pembelajaran,

Kedisiplinan dan Motivasi Berprestasi berpengaruh secara simultan dan


signifikan terhadap Keberhasilan Praktik Pengalaman Lapangan (PPL)
Mahasiswa Prodi Penjaskesrek FPOK IKIP PGRI Bali Periode
2015.Sudah disampaikan bahwa penelitian ini termasuk pendekatan
kuantitatif dengan rancangan korelasional karena dalam penelitian ini
mencoba mengetahui hubungan sebab akibat yang titik beratnya pada
variabel yang dikorelasikan. Arikunto (2001) mengatakan penelitian
korelasional bertujuan untuk menemukan ada tidaknya hubungan dan
apabila ada, berapa eratnya hubungan tersebut serta berarti atau tidak
hubungan tersebut. Disebut korelasional karena peneliti ingin
menjelaskan apakah terdapat hubungan antara berbagai variabel
berdasarkan besar kecilnya koefesien korelasi (Ardana, 1987:88).
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan penelitian
korelasional adalah penelitian yang dirancang untuk menentukan
tingkat hubungan variabel-variabel yang berbeda dalam suatu populasi,
melalui penelitian tersebut kita dapat memastikan berapa besar yang
disebabkan oleh satu variabel dalam hubunganya dengan variasi yang
disebabkan oleh variabel lain.

11

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

Pada penelitian ini variabel terikatnya (dependent variable)


adalah keberhasilan praktik pengalama lapangan (PPL) (Y) dan
variabel bebasnya (independent variable) adalah kualitas pengelolaan
pembelajaran (X1), kedisiplinan (X2), motivasi berprestasi (X3).
Keberhasilan praktik pengalaman lapangan (PPL) dilihat dari data yaitu
nilai yang didapatkan mahasiswa setelah melaksanakan PPL. Populasi
adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas; objek/subjek yang
mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti

untuk

dipelajari

dan

kemudian

ditarik

kesimpulan

(Sugiyono;2007).Adapun populasi yang digunakan dalam penelitian ini


adalah semua Mahasiswa Prodi Penjaskesrek FPOK IKIP PGRI yang
melaksanakan PPL pada Periode 2015yang terdiri dari 206 orang
mahasiswa. Teknik untuk menentukan sampel yaitu study population
jadi semua populasi dijadikan sampel yaitu berjumalah 206 Mahasiswa.
Dalam melakukan analisis data untuk penelitian ini ada tiga
tahapan yang dilalui yakni: tahap deskripsi data, tahap pengujian
prasyarat analisis, dan tahap pengujian hipotesis. Data yang telah
diperoleh dari penelitian dideskripsikan menurut masing-masing
variable, yaitu kualitas pengelolaan pembelajaran, kedisiplinan, dan
motivasi berprestasi terhadap keberhasilan praktik pengalaman
lapangan (PPL). karena tujuannya demikian, maka akan dicari harga
rerata (M), standard deviasi (SD), Modus (Mo) dan Median (Me) setiap
variable yang diteliti. Uji prasyarat yang dilakukan adalah uji
normalitas sebaran data, uji linieritas, uji multikolinieritas, uji
autokorelasi, dan uji heterokedastisitas. Pengujian prasyarat analisis
seluruhnya menggunakan bantuan program SPSS 16.0 for Windows.
12

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

Untuk menguji hipotesis pertama, kedua, dan ketiga digunakan teknik


analisis korelasi sederhana (korelasi product moment pearson) dan
menguji hipotesis keempat digunakan teknik analisis korelasi ganda,
regresi ganda dan korelasi parsial.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Untuk mendapatkan gambaran mengenai karakteristik distribusi
skor dari masing-masing variable, berikut disampaikan skor tertinggi,
skor terendah, harga rerata, simpangan baku, varians, median, modus,
histrogram, dan kategorisasi masing-masing variable yang diteliti.
Dideskripsikan sebagai berikut; (1) Data kualitas pengelolaan
pembelajaran yang diperoleh dari hasil pengukuran terhadap responden
menunjukkan bahwa skor tertinggi yang dicapai adalah 156 dari skor
maksimal ideal 170, sedangkan skor terendah yang dicapai adalah 89
dari skor minimal ideal 34, harga rerata sebesar 128,74, simpangan
baku adalah 16,57 modus 128, dan median 130; (2) Data tentang
kedisiplinan yang diperoleh dari hasil pengukuran terhadap responden
menunjukkan bahwa skor tertinggi yang dicapai adalah 147 dari skor
maksimal ideal 150, sedangkan skor terendah yang dicapai adalah 51
dari skor minimal ideal 30, harga rerata sebesar 103,33, simpangan
baku adalah 22,47 modus 108, dan median 105; (3) Data tentang
motivasi berprestasi yang diperoleh dari hasil pengukuran terhadap
responden menunjukkan bahwa skor tertinggi yang dicapai adalah 206
dari skor maksimal ideal 220, sedangkan skor terendah yang dicapai
adalah 99 dari skor minimal ideal 44, harga rerata sebesar 147,21,
simpangan baku adalah 27,78 modus 135, dan median 145; dan (4)
13

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

Data keberhasilan praktik pengalaman lapangan (PPL) yang diperoleh


dari hasil pengukuran terhadap responden menunjukkan bahwa skor
tertinggi yang dicapai adalah 160 dari skor maksimal ideal 170,
sedangkan skor terendah yang dicapai adalah 84 dari skor minimal
ideal 34, harga rerata sebesar 126,02, simpangan baku adalah 19,58.
Pengujian
menggunakan

normalitas
uji

seberan

data

Kolmogorov-Smirnov

dilakukan

(Liliefors

dengan

Significance

Correction) yang dikenakan terhadap skor kualitas pengelolaan


pembelajaran, kedisiplinan, motivasi berprestasi dan keberhasilan
praktik pengalaman lapangan (PPL). Dari hasil perhitungan dengan
menggunakan program SPSS 16.0 for Windows terlihat bahwa semua
variable, p 0.05. Ini berarti skor kualitas pengelolaan pembelajaran,
kedisiplinan, motivasi berprestasi dan keberhasilan praktik pengalaman
lapangan (PPL) berdistribusi normal.
Uji

linieritas

dimaksud

dimaksudkan

untuk

mengetahui

keberartian koefisein regresi dari model linier antara variable bebas dan
terikat. Pengujian linieritas dilakukan menggunakan uji F dengan
bantuan computer program SPSS 16.0 for Windows. Hasil analisis uji
linieritas garis regresi menunjukkan bahwa untuk F linierity Fhitung
dengan p 0.05 (p=0.000) dan F dev.from linierity Fhitung dengan p
0.05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hubungan antara
kualitas pengelolaan pembelajaran, kedisiplinan, motivasi berprestasi
dengan keberhasilan praktik pengalaman lapangan (PPL)mempunyai
hubungan yang linier.
Pengujian multikolinieritas dikenakan terhadap sesama variabel
bebas yaitu: skor kualitas pengelolaan pembelajaran (X1), skor
14

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

kedisiplinan (X2), dan skor motivasi berprestasi (X3). Untuk pengujian


ini digunakan korelasi product moment antara sesama variabel bebas.
Kaidah yang digunakan untuk menyatakan kolinier tidaknya antar
sesamavariabel bebas adalah harga rxx (harga korelasi product moment
antara sesama variabel bebas). Jika rxx _0,800 maka antara sesama
variabel bebas adalah kolinier. Jika rxx _0,800 maka antara sesama
variabel bebas tidak kolinier (Hadi, 1997: 135). Setelah diadakan
analisis dengan korelasi product moment diperoleh harga koefisien
korelasi antara masing-masing variabel bebas terlihat bahwa rxx antar
sesama variabel bebas kurang dari 0,800 (rxx 0,800), ini berarti antar
sesama variabel bebas tidak terjadi multikolinier (nirkolinier).
Deteksi adanya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan
melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik, dimana sumbu X adalah
Y yang telah diprediksi, dan sumbu X adalah residu (Y prediksi Y
sesungguhnya) yang telah distudentized. (Singgih Santoso, 2000).
Dasar pengambilan keputusan dilihat dari adanya pola tertentu, seperti
titik-titik yang ada membentuk suatu pola tertentu yang teratur
(bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka telah terjadi
Heteroskedastisitas. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik
menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak
terjadi heteroskedastisitas. Dengan melihat Scaterplot terlihat titik-titik
membentuk suatu pola tertentu yang teratur atau bergelombang,
melebar dan kemudian menyempit, tetapi titik-titik menyebar di atas
dan di bawah angka 0 pada sumbu Y. Maka dengan demikian dapat
dikatakan tidak ada gejala heteroskedastisitas.

15

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

Untuk mendeteksi autokorelasi umumnya dilakukan dengan uji


statistik Durbin-Watson (Candiasa, 2007;53). Setelah dilakukan analisis
dengan SPSS 16.0, diperoleh nilai Durbin-Watson (d) = 1,949
Autokorelasi tidak terjadi apabila d = 2 (Candiasa, 2007;53). Ternyata
koefisien Durbin-Watson besarnya 1,960 mendekati 2. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa dalam regresi antara variabel bebas
kualitas pengelolaan pembelajaran (X1), skor kedisiplinan (X2), dan
skor

motivasi

berprestasi

(X3)

terhadap

keberhasilan

praktik

pengalaman lapangan (PPL) tidak terjadi autokorelasi.


Hipotesis yang diuji dalam penelitian ini adalah: (1) terdapat
kontribusi yang signifikan antara kualitas pengelolaan pembelajaran
terhadap keberhasilan praktik pengalaman lapangan (PPL), (2) terdapat
kontribusi yang signifikan antara kedisiplinan terhadap keberhasilan
praktik pengalaman lapangan (PPL), (3) terdapat kontribusi yang
signifikan antara motivasi berprestasi terhadap keberhasilan praktik
pengalaman lapangan (PPL), dan (4) terdapat kontribusi yang
signifikan kualitas pengelolaan pembelajaran, kedisiplinan, dan
motivasi berprestasi terhadap keberhasilan praktik pengalaman
lapangan (PPL).
Setelah data dianalisis diperoleh hasil analisis sebagai berikut;
Berdasarkan pengujian hipotesis diperoleh, (1) terdapat kontribusi yang
signifikan

antara

kualitas

pengelolaan

pembelajaran

terhadap

keberhasilan praktik pengalaman lapangan (PPL) melalui persamaan


regresi Y = 32.755 + 0.724X1 dengan Freg = 122,347, maka angka
koefisien korelasi ini bermakna hipotesis penelitian dapat diterima, juga
menjelaskan 37,6% keberhasilan praktik pengalaman lapangan (PPL)
16

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

ditentukan oleh kualitas pengelolaan pembelajaran. Sumbangan efektif


(SE) = 26,65% berarti 26,65% keberhasilan praktik pengalaman
lapangan (PPL) ditentukan oleh kualitas pengelolaan pembelajaran.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin baik kualitas pengelolaan
pembelajaran, makin tinggi keberhasilan praktik pengalaman lapangan
(PPL). Demikian juga sebaliknya semakin lemah kualitas pengelolaan
pembelajaran, semakin rendah keberhasilan praktik pengalaman
lapangan (PPL). Hal ini dapat dijadikan suatu indikasi bahwa kualitas
pengelolaan

pembelajaran

mempunyai

peranan

penting

dalam

meningkatkan keberhasilan praktik pengalaman lapangan (PPL)


Mahasiswa Prodi Penjaskesrek FPOK IKIP PGRI Bali Periode 2015.
(2) terdapat kontribusi yang signifikan antara kedisiplinan terhadap
keberhasilan praktik pengalaman lapangan (PPL) melalui persamaan
regresi Y = 72.715 + 0,516X2 dengan Freg = 109.622. Angka koefisien
korelasi ini bermakna hipotesis penelitian dapat diterima. Sumbangan
efektif (SE) = 19,11% berarti 19,11% keberhasilan praktik pengalaman
lapangan

(PPL)

ditentukan

oleh

kedisiplian.

Sehingga

dapat

disimpulkan bahwa semakin tinggi kedisiplinan, makin tinggi


keberhasilan praktik pengalaman lapangan (PPL). Demikian juga
sebaliknya semakin lemah kedisiplinan, semakin rendah keberhasilan
praktik pengalaman lapangan (PPL). Hal ini dapat dijadikan suatu
indikasi bahwa kedisiplinan mempunyai peranan penting dalam
meningkatkan keberhasilan praktik pengalaman lapangan (PPL)
Mahasiswa Prodi Penjaskesrek FPOK IKIP PGRI Bali Periode 2015.
(3) terdapat kontribusi yang signifikan antara motivasi terhadap
keberhasilan praktik pengalaman lapangan (PPL) melalui persamaan
17

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

regresi Y = 64.938 + 0.415X3 dengan Freg = 109.622, maka angka


koefisien korelasi ini bermakna hipotesis penelitian dapat diterima.
Sumbangan efektif (SE) = 17,22% berarti 17,22% keberhasilan praktik
pengalaman lapangan (PPL) ditentukan oleh motivasi berprestasi.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin kuat motivasi berprestasi,
makin tinggi keberhasilan praktik pengalaman lapangan (PPL).
Demikian juga sebaliknya semakin lemah motivasi berprestasi, semakin
rendah keberhasilan praktik pengalaman lapangan (PPL). Hal ini dapat
dijadikan suatu indikasi bahwa motivasi berprestasi mempunyai
peranan penting dalam meningkatkan keberhasilan praktik pengalaman
lapangan (PPL) Mahasiswa Prodi Penjaskesrek FPOK IKIP PGRI Bali
Periode 2015. (4) Hasil analisis melalui persamaan regresi Y = 0.604 +
0.513X1 + 0,281X2 + 0,206X3dengan Freg = 113.876. Angka koefisien
korelasi ini bermakna hipotesis penelitian dapat diterima dan juga
menjelaskan secara bersama-sama ketiga variabel bebas yaitu kualitas
pengelolaan pembelajaran, kedisiplinan, dan motivasi berprestasi
memberikan sumbangan efektif (SE) = 63,0% terhadap keberhasilan
praktik pengalaman lapangan (PPL) Mahasiswa Prodi Penjaskesrek
FPOK IKIP PGRI Bali Periode 2015. Semakin baik kualitas
pengelolaan pembelajaran, semakin tinggi kedisiplinan, dan semakin
kuat motivasi berprestasi maka makin tinggi keberhasilan praktik
pengalaman lapangan (PPL). Demikian juga sebaliknya, jika kualitas
pengelolaan pembelajaran kurang, kedisiplinan rendah, dan motivasi
berprestasi lemah maka keberhasilan praktik pengalaman lapangan
(PPL) rendah pula atau tidak akan tercapai sesuai dengan tujuan.

18

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

Hasil perhitungan sumbangan efektif yang diberikan oleh masingmasing

variabel,

diperoleh

hasil

bahwa

pembelajaran memberikan sumbangan

kualitas

pengelolaan

efektif sebesar 26,65%,

kedisiplinan memberikan sumbangan efektif sebesar 19,11%, motivasi


berprestasi memberikan sumbangan efektif sebesar 17,22%. Sumbanga
efektif (SE) kualitas pengelolaan pembelajaran, kedisiplinan, dan
motivasi berprestasi terhadap keberhasilan praktik pengalaman
lapangan (PPL) sebesar 63,0%.
Berdasarkan paparan di atas dapat dipetik makna kualitas
pengelolaan pembelajaran, kedisiplinan dan motivasi berprestasi yang
tinggi maka akan meningkatkan keberhasilan praktik pengalaman
lapangan (PPL) Mahasiswa Prodi Penjaskesrek FPOK IKIP PGRI Bali
Periode 2015. Berdasarkan dugaan kualitas pengelolaan pembelajaran,
kedisiplinan dan motivasi berprestasi secara bersama-sama terbukti
secara empirik mempengaruhi keberhasilan praktik pengalaman
lapangan (PPL) Mahasiswa Prodi Penjaskesrek FPOK IKIP PGRI Bali
Periode 2015.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan analisis dan pembahasan dapat ditemukan hal-hal
sebagai berikut: Pertama, terdapat kontribusi yang positif dan
signifikan

antara

kualitas

pengelolaan

pembelajaran

terhadap

keberhasilan praktik pengalaman lapangan (PPL) melalui persamaan


regresi Y = 32.755 + 0.724 X1dengan sumbangan efektif sebesar
26,65%, kedua, terdapat kontribusi yang positif dan signifikan antara
kedisiplinan terhadap keberhasilan praktik pengalaman lapangan (PPL)
melalui persamaan regresi: Y = 72.715 + 0,516 X2dengan sumbangan
19

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

efektif sebesar 19,11%. ketiga, terdapat kontribusi yang positif dan


signifikan antara motivasi berprestasi terhadap keberhasilan praktik
pengalaman lapangan (PPL) melalui persamaan regresi Y = 64.938 +
0.415X3 dengan sumbangan efektif sebesar 17,22%. keempat, terdapat
kontribusi yang positif dan signifikan secara bersama-sama antara
kualitas

pengelolaan

pembelajaran,

kedisiplinan,

dan

motivasi

berprestasi terhadap keberhasilan praktik pengalaman lapangan (PPL)


melalui persamaan regresi Y = 0.604 + 0.513X1 + 0,281X2 + 0,206X3
dengan sumbangan efektif sebesar 63,0%.
Dengan demikian ketiga faktor tersebut dapat dijadikan prediktor
tingkat kecenderungan keberhasilan praktik pengalaman lapangan
(PPL) Mahasiswa Prodi Penjaskesrek FPOK IKIP PGRI Bali Periode
2015. Adapun saran-saran yang dapat peneliti sampaikan adalah
pertama, hasil temuan menunjukkan bahwa keberhasilan praktik
pengalaman lapangan (PPL) Mahasiswa Prodi Penjaskesrek FPOK
IKIP PGRI Bali Periode 2015 cukup optimal. Oleh karena itu, beberapa
hal yang perlu diperhatikan Mahasiswa FPOK IKIP PGRI Bali adalah
(a) berusaha secara maksimal meningkatkan kualitas pengelolaan
pembelajaran, (b) meningkatkan kedisiplinan, dan (c) meningkatkan
motivasi berprestasi mahasiswa. Kedua, beberapa hal yang perlu
diperhatikan oleh Dosen FPOK IKIP PGRI Bali adalah: (a) berusaha
secara maksimal meningkatkan kualitas pengelolaan pembelajaran,
meningkatkan kedisiplinanmahasiswa, dan meningkatkan motivasi
belajar mahasiswa, (b) dengan hasil penelitian ini dapat menambah
pengetahuan dan gambaran bahwa untuk mencapai keberhasilan dalam
mengajar atau sebagai dosen pembimbing PPL kualitas pengelolaan
20

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

pembelajaran, kedisiplinan dan motivasi berprestasi harus diterapkan


secara optimal dan (c) memiliki komitmen yang tinggi untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa. Ketiga, oleh karena itu, beberapa hal
yang perlu diperhatikan oleh pihak Rektorat IKIP PGRI Bali adalah: (a)
sering melakukan monitoring terhadap kinerja Dosen IKIP PGRI Bali,
(b) menyediakan dan melengkapi sarana dan prasarana pembelajaran
untuk meningkatkan pengelolaan pembelajaran, kedisiplinan dan
motivasimahasiswa. Kemudian, (4) Secara empirik ditemukan bahwa
variabel kualitas pengelolaan pembelajaran, kedisiplinan, dan motivasi
berprestasi berkontribusi secara signifikan terhadap keberhasilan
praktik pengalaman lapangan (PPL) Mahasiswa Prodi Penjaskesrek
FPOK IKIP PGRI Bali Periode 2015. Ini menunjukkan bahwa ketiga
variabel tersebut sudah sepenuhnya berhubungan dengan keberhasilan
praktik pengalaman lapangan (PPL). Namun demikian perlu diadakan
penelitian

lebih

lanjut

tentang

berbagai

faktor

yang

diduga

berkontribusi terhadap keberhasilan praktik pengalaman lapangan


(PPL) Mahasiswa Prodi Penjaskesrek FPOK IKIP PGRI Bali Periode
2015. Dengan dilibatkannya variabel-variabel lain tersebut akan
menambah referensi dan dapat dimanfaatkan sebagai pijakan untuk
melakukan perbaikan-perbaikan guna meningkatkan keberhasilan
praktik pengalaman lapangan (PPL) Mahasiswa Prodi Penjaskesrek
FPOK IKIP PGRI Bali.

DAFTAR RUJUKAN
Arikunto, Suharsimi. 2001. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (edisi
revisi). Jakarta: Bumi Aksara.
21

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

Candiasa, I Made. 2007. Statistik Multivariat disertai Petunjuk Analisis


dengan SPSS. Singaraja: Program Pascasarjana Undiksha.

Kadok, I Made. Kontribusi Bakat Skolastik, Motivasi Berprestasi, dan


Rasa Percaya Diri Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMA Negeri
1 Abiansemal Tahun 2007/2008, TESIS. Singaraja :Program
Pascasarjana Universitas Ganesha Singaraja.

Hadi, Sutrisno. 1997. Analisis Butir Instrumen. Yogyakarta: Andi


Offset.

Hamalik, Oemar. 2004. Evaluasi Kurikulum Pendidikan. Bandung.


Remaja Rosdakarya.

Moekijat. 2002. Dasar-Dasar Motivasi. Bandung : CV Pioner Jaya.

Mukhidin.2010.
Peningkatan

Penerapan
Prestasi

Berbagai
Belajar

Pendidikan

Bentuk
Mahasiswa

Motivasi
di

dalam

Universitas

Indonesia.http://jurnal.

upi.edu/penelitianpendidikan/view.

Rudyanto,Razak dkk.2011. Pengaruh Motivasi Berprestasi, Sikap,


Kualitas Pengajaran dan Karakteristik Keluarga terhadap
Prestasi Akademik Bahasa Inggris Murid-murid Kelas III SMP

22

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

Negeri di Kabupaten Buleleng. TESIS. Singaraja: Universitas


Pendidikan Ganesa Singaraja.

Sardiman, A.M. 2004. Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta:


PT. Rineka Cipta.

Suarta, I Made dkk. 2013. Buku Panduan Praktik Pengalaman


Lapangan (PPL). Denpasar: IKIP PGRI Bali.

Sugiyono. 2007. Memahami Penelitian Kuantitatif. Bandung: Alfabeta.

Winkel, S.J., W.S. 2006. Psikologi Pengajaran. Yogyakarta: Jurusan


Ilmu Pendidikan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas Sanata Dharma

23

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

POLA DASAR KALIMAT TUNGGAL BAHASA INDONESIA


PADA KARANGAN SISWA KELAS V SD NEGERI DESA
KESIMAN KECAMATAN DENPASAR TIMUR TAHUN
PELAJARAN 2015/2016

Ni Wayan Sudarti, S.Pd.,M.Hum.


Email :wayan.sudarti.yanti@gmail.com

Abstract
In the use of good and accurate Indonesian language, the
speakers should master some requirements, such as: the use of sentence
patterns, intonation and vocabulary. This study aims to determine the
basic pattern of a single sentence in the Indonesian essay of the fifth
grade students of Elementary School in East Denpasar, academic year
2015/2016.
This study examines a part of the population only. Therefore,
this study is called sample study. The method of subject approach used
in this study is empirical method since the studied symptoms existed
naturally. The data collection is done by test method in the form of
essay production assignment. Once the data is collected, the data
processing using non-statistical methods are qualitative. In this study
using data collection methods with test method in the form of duty
fabricated. Once the data is collected, the data processing is by using
non-statistical qualitative method.
The result shows that; based on the data analysis of 311
students essays, there are found 442 sentence patterns, 361 archetype
24

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

of single sentences and 81 compound sentences, consisting of 37


(8.37%) single sentence of type (S) + (P), 190 (42.98%) of type (S) +
(C) + (O), 13 (2.94%) of type subject (S) + predicate (P) + Complement
(Comp.), 92 (20.81%) of type (S) + (C) + (K), 3 (0.67%) of type (S) +
(C) + (K1) + (K2), 20 (4.52%) type (S) + (C) + (O) + (K), 6 (1.35%) of
type (S) + (C) + (O) + (Comp.).

Keywords: archetype of single sentence

PENDAHULUAN
Bahasa digunakan sebagai alat komunikasi antar sesama
manusia dalam suatu masyarakat. Sebagai alat komunikasi, bahasa
digunakan untuk menyampaikan ide, gagasan, dan perasaan atau
keinginan kepada orang lain. Hampir tidak ada kegiatan manusia tanpa
dibarengi dengan kegiatan bahasa.
Bahasa Indonesia adalah mata pelajaran yang wajib diberikan
dari jenjang sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi. Bahasa
Indonesia dikatakan baik jika mudah dimengerti, mudah dipahami,
serta dapat diterima oleh pemakai bahasa itu sendiri. Sedangkan bahasa
Indonesia yang benar jika bahasa itu sesuai dengan kaidah-kaidah atau
aturan-aturan yang berlaku.
Pemakai bahasa dalam menggunakan bahasa Indonesia yang
baik dan benar dituntut menguasai antara lain : pemakaian pola kalimat,
intonasi dan kosa kata. kalimat adalah satuan sintaksis yang disusun
dari konstituen dasar, yang biasanya berupa klausa, dilengkapi dengan
konjungsi bila diperlukan, serta disertai dengan intonasi final
25

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

(Chaer,2009 : 44). Menurut widjono (2011:147) kalimat dalam bahasa


lisan diawali dan diakhiri dengan kesenyapan, dan dalam bahasa tulis
diawali dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik, tanda seru
atau tanda Tanya.

Finoza

(2009:150) menyatakan bahwa unsur

kalimat adalah fungsi sintaksis yang dalam buku-buku tata bahasa lama
lazim disebut jabatan kata dan kini disebut fungsi subjek (S), predikat
(P), objek (O), pelengkap (Pel), dan keterangan (Ket). Kalimat bahasa
Indonesia baku sekurang-kurangnya terdiri dari dua unsur yakni subjek
(S) dan predikat (P).
Menurut Widjono (2011:156) jenis-jenis kalimat yaitu pola
kalimat dasar, kalimat tunggal dan kalimat majemuk. Pola kalimat
dasar sekurang-kurangnya terdiri atas subjek (S) dan predikat (P). Pola
kalimat dasar mempunyai ciri ciri (1) berupa kalimat tunggal (satu S,
satu P, satu O, satu Pel; satu K), (2) sekurang-kurangnya terdiri dari
satu subjek (S) dan satu predikat (P) dan (3) selalu diawali dengan
subjek (S). Apabila kalimat tersebut terdiri atas satu klausa, kalimat
yang terdiri atas satu unsur subjek (S) dan predikat (P)sebagai
konstituennya, maka kalimat tersebut dapat dikatakan sebagai kalimat
tunggal. Putrayasa (2012:1) menyatakan Hal tersebut berarti konstituen
untuk setiap unsur kalimat, seperti subjek dan predikat merupakan satu
kesatuan. Setiap penulisan kalimat diperlukan pola kalimat dasar
berupa kalimat tunggal (satu S, satu P, satu O,satu Pel; satu K), atau
sekurang-kurangnya terdiri dari satu subjek (S) dan satu predikat (P).
Berdasarkan acuan yang telah diuraikan diatas, peneliti tertarik
untuk menemukan bukti nyata kemampuan siswa kelas V dalam menulis
kalimat yang berpola dan berstruktur. Siswa kelas V SD se-Kecamatan
26

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

Denpasar Timur sudah diajarkan tentang pola dasar kalimat tunggal,


namun para siswa SD kelas V se-Kecamatan Denpasar Timur masih
banyak yang belum memahami tentang pola dasar kalimat tunggal
bahasa Indonesia, sehubungan dengan hal tersebut maka peneliti
tertarik untuk lebih dalam meneliti tentang pola dasar kalimat tunggal
dalam karangan siswa kelas V SD se-Kecamatan Denpasar Timur
tahun pelajaran 2015/2016.

LANDASAN TEORI
A. Pengertian Kalimat
Menurut Chaer (2009:44) Kalimat ialah satuan sintaksis yang
disusun dari konstituen dasar, yang biasanya berupa klausa, dilengkapi
dengan konjungsi bila diperlukan, serta dengan intonasi final. Zainudin
(1992:59) menyatakan bahwa Kalimat ialah kesatuan ujaran yang
terkecil, berintonasi dan mengandung pikiran lengkap serta didukung
dengan situasi. Sukini (2010:54) berpendapat bahwa kalimat adalah
konstruksi sintaksis berupa klausa, dapat berdiri sendiri atau bebas, dan
mempunyai pola intonasi final. Sedangkan Ramlan (2005:21)
berpendapat bahwa susungguhnya yang menentukan satuan kalimat
bukannya banyaknya kata yang menjadi unsurnya, melainkan
intonasinya. Setiap satuan kalimat dibatasi oleh adanya jeda panjang
yang disertai nada akhir turun atau naik.
Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa pada prinsipnya
antara pendapat ahli yang satu dengan ahli yang lain dalam
memberikan batasan tentang kalimat tidak jauh berbeda. Maka dapat
27

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

ditarik kesimpulan bahwa pengertian kalimat adalah bagian ujaran yang


didahului dan diikuti oleh kesenyapan, sedangkan intonasinya
menunjukan bahwa bagian ujaran itu sudah lengkap.

B. Unsur-unsur Kalimat
Menurut Finoza (2009:150) Unsur kalimat ialah fungsi sintaksis
yang dalam buku-buku tata bahasa lama lazim disebut jabatan kata dan
kini disebut peran kata. Peran kata yakni subjek (S), predikat (P), objek
(O), pelengkap (Pel), dan keterangan (Ket). Peran kata tersebut yaitu.
a. Subjek (S)
Menurut Widjono (2011 : 148) subjek atau pokok kalimat
merupakan unsur utama kalimat. Subjek menentukan kejelasan makna
kalimat. Penempatan subjek yang tidak tepat dapat mengaburkan
makna kalimat. Keberadaan subjek dalam kalimat berfungsi : (1)
membentuk kalimat dasar, (2) memperjelas makna, (3) menjadi pokok
pikiran, (4) menegaskan (memfokuskan) makna, (5) memperjelas
pikiran ungkapan, dan (6) membentuk kesatuan pikiran. Ciri-ciri subjek
yaitu : jawaban apa atau siapa, didahului kata bahwa, berupa kata atau
frasa benda (nomina), disertai kata ini atau itu, disertai pewatas yang,
kata sifat didahului kata si atau sang, tidak didahului preposisi : di,
dalam, pada, kepada, bagi, untuk, dari, menurut, berdasarkan, dan
lain-lain, tidak dapat diingkarkan dengan kata tidak, tetapi dapat
dengan kata bukan, dan subjek kalimat dapat berupa kata dan dapat
pula berupa frasa.
b. Predikat (P)

28

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

Menurut Widjono (2011 : 148) predikat ialah bagian kalimat


yang memberi tahu melakukan perbuatan (action) apa si subjek (S),
yaitu pelaku/tokoh atau sosok di dalam suatu kalimat. Selain itu,
predikat (P) juga menyatakan sifat/keadaan bagaimana si subjek (S).
Termasuk juga sebagai pedikat (P) dalam kalimat adalah pernyataan
tentang jumlah sesuatu yang dimiliki oleh subjek (S). Ciri-ciri predikat
yaitu. jawaban mengapa, bagaimana, dapat diingkarkan dengan tidak
atau bukan, dapat didahului keterangan aspek : akan, sudah, sedang,
selalu, hampir, dapat didahului keterangan modalitas : sebaiknya,
seharusnya, seyogyanya, mesti, selayaknya, dan lain-lain, tidak
didahului kata yang, jika didahului yang predikat berubah fungsi
menjadi perluasan subjek, didahului kata adalah, ialah, yaitu, yakni,
dan predikat dapat berupa kata benda, kata kerja, kata sifat, atau
bilangan.
c. Objek (O)
Finosa (2009 : 153) menyatakan bahwa objek adalah bagian
kalimat yang mengkaji predikat (P). Objek pada umumnya diisi oleh
nomina, frasa nominal, atau klausa. Letak objek (O) selalu dibelakang
predikat (P) yang berupa verba transitif, yaitu verba yang menuntut
wajib hadirnya objek (O). Ciri-ciri objek yaitu. berupa kata benda, tidak
didahului kata depan, mengikuti secara langsung di belakang predikat
transitif, jawaban apa atau siapa yang terletak di belakang predikat
transitif, dan dapat menduduki fungsi subjek apabila kalimat itu dipasifkan.

29

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

d. Pelengkap (Pel)
Finosa (2009 : 154) berpendapat bahwa pelengkap atau
komplemen adalah bagian kalimat yang melengkapi predikat (P). Letak
Pelengkap (Pel) umumnya dibelakang predikat (P) yang berupa verba.
Menurut

Alwi

dkk

(2003

329)

banyak

yang

sering

mencampuradukkan pengertian objek dan pelengkap. Pelengkap


merupakan unsur kalimat yang berfungsi melengkapi informasi,
mengkhususkan objek, dan melengkapi struktur kalimat (Widjono,
2011 : 150). Ciri-ciri pelengkap yaitu. bukan unsur utama, tetapi tanpa
pelengkap kalimat itu tidak jelas dan tidak lengkap informasinya, dan
terletak di belakang predikat yang bukan kata kerja transitif
e. Keterangan (Ket)
Menurut Finosa (2009: 155) keterangan ialah bagian kalimat
yang menerangkan predikat (P) dalam sebuah kalimat. Posisi
keterangan (Ket) boleh manasuka, di awal, di tengah, atau di akhir
kalimat. Keterangan kalimat berfungsi menjelaskan atau melengkapi
informasi pesan-pesan kalimat. Tanpa keterangan, informasi menjadi
tidak jelas. Ciri-ciri Keterangan yaitu : bukan unsur utama kalimat,
tetapi kalimat tanpa keterangan, pesan menjadi tidak jelas, dan tidak
lengkap, misalnya surat undangan, tanpa keterangan tidak komunikatif,
tempat tidak terikat posisi, pada awal, tengah, atau akhir kalimat, dapat
berupa: keterangan waktu, tujuan, tempat,sebab, akibat, syarat, cara,
posesif (posesif ditandai kata meskipun, walaupun, atau biarpun, dan
dapat berupa keterangan tambahan dapat berupa aposisi.
f.Konjungsi

30

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

Menurut Widjono (2011 : 151) konjungsi adalah bagian kalimat


yang berfungsi menghubungkan (merangkai) unsur-unsur kalimat
dalam sebuah kalimat (yaitu subjek, predikat, objek, pelengkap, dan
keterangan), sebuah kalimat dengan kalimat lain, dan (atau) sebuah
paragraf yang lain. Konjungsi dibagi menjadi dua , yakni perangkai
intrakalimat dan perangkai antarkalimat. Perangkai intrakalimat
berfungsi menghubungkan unsur atau bagian kalimat dengan unsur atau
bagian kalimat lain. Bagian perangkai antarkalimat ini sering juga
disebut dengan istilah kata transisi. Kata-kata transisi ini sangat
membantu dalam menghubungkan gagasan sebelum dan sesudahnya
baik antarakalimat maupun antar paragraf.
Contoh bentuk perangkai yang sering ditemukan dalam
karangan antara lain : adalah, andaikata, apabila, atau, bahwa, bilaman,
daripada, di samping itu sehingga, ialah, jika, kalau, kemudian,
melainkan, meskipun, misalnya, paahal, seandainya, sedangkan, seolaholah, supaya, umpamanya, bahkan, tetapi, karena itu, oleh sebab itu,
jadi, maka, lagipula, sebaliknya, sementara itu, selanjutnya, dan tambah
pula.
g. Modalitas
Widjono (2011 : 152) menyatakan bahwa modalitas dalam
sebuah kalimat sering disebut keterangan predikat. Modalitas dapat
mengubah keseluruhan makna sebuah kalimat (Dengan modalitas
tertentu makna kalimat dapat berubah menjadi sebuah pernyataan yang
tegas, ragu, lembut, pasti, dan sebagainya.Fungsi modalitas dalam
kalimat yaitu.

31

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

a. Mengubah nada: dari nada tegas menjadi ragu-ragu atau sebaliknya,


dari nada keras menjadi lembut atau sebaliknya. Ungkapan yang
dapat digunakan antara lain: barangkali, tentu, mungkin sering,
sering, sesungguh.
b. Menyatakan sikap. Jika ingin mengungkapkan kalimat dengan nada
kepastian dapat digunakan ungkapan: pasti, pernah, tentu, sering,
jarang, kerapkali.
C. Pengertian Kalimat Tunggal
Sebuah kalimat dapat dikatakan tunggal

apabila kalimat

tersebut terdiri atas satu klausa, kalimat yang terdiri atas satu unsur
subjek (S) dan unsur predikat (P) sebagai konstituennya. Hal itu berarti
bahwa konstituen untuk setiap unsur kalimat, seperti subjek dan
predikat merupakan satu kesatuan (Putrayasa, 2012:1).
D. Pola Kalimat
Menurut Widjono (2011 : 156) kalimat yang jumlah dan
ragamnya begitu banyak, pada hakikatnya disusun berdasarkan polapola tertentu yang amat sedikit jumlahnya. Penguasaan pola kalimat
akan memudahkan pemakai bahasa dalam membuat kalimat yang benar
secara gramatikal. Selain itu, pola kalimat dapat menyederhanakan
kalimat sehingga mudah dipahami oleh orang lain.
E. Pola Kalimat Dasar
Finoza (2009:157) menyatakan bahwa kalimat dasar terdiri dari
atas beberapa struktur yang dibentuk dengan lima unsur kalimat yaitu
subjek (S), predikat(P), objek (O), pelengkap (Pel), keterangan(Ket).
Berdasarkan fungsi dan peran gramatikalnya ada enam tipe kalimat
yang dapat dijadikan model pola kalimat dasar bahasa Indonesia yaitu :
32

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

kalimat dasar tipe S-P, kalimat dasar tipe S-P-O, kalimat dasar tipe S-PPel, kalimat dasar tipe S-P-Ket, kalimat dasar tipe S-P-O-Pel, dan
kalimat dasar tipe S-P-O-Ket.
F. Pola Dasar Kalimat Tunggal
Menurut Zainuddin (1992 : 61) kalimat tunggal ialah kalimat
yang terdiri dari satu pola kalimat. Empat pola dasar kalimat tunggal,
yakni : 1) KB + KB (kata benda + kata benda), 2) KB + KK (kata
benda + kata kerja),

3) KB + KS ( kata benda + kata sifat), 4)KB +

KNum (kata benda +kata Numeralia). Putrayasa (2012:1)menyatakan


bahwa unsur-unsur pada tiap-tiap pola tersebut merupakan unsur pengisi
subjek dan predikat. Kedua unsur ini disebut kalimat dasar.

METODE PENELITIAN
Menurut Netra (1974:2) metode penelitian adalah metode yang
dipergunakan dalam kegiatan mengadakan penelitian dalam berbagai
bidang ilmu pengetahuan. Metode yang khusus digunakan dalam
mengadakan penelitian di bidang pendidikan disebut dengan metode
penelitian pendidikan. Metode penelitian adalah cara yang teratur dan
berfikir baik untuk mencapai suatu maksud dan tujuan. Metode
penelitian memiliki peran yang sangat penting bagi peneliti dalam
melaksanakan penelitian, karena metode penelitian merupakan penentu
atau syarat utama bagi seorang penulis dalam melaksanakan penelitian.
Kesalahan dalam memilih metode akan membawa penyimpangan pada
hasil penelitian dan tujuan akhir dari penelitian tidak akan tercapai.

33

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

A. Metode Pengumpulan Data


Metode pengumpulan data merupakan metode yang khusus
digunakan sebagai alat untuk memperoleh atau mencari data. Lengkap
tidaknya data yang dikumpulkan akan menentukan juga keberhasilan
penelitian. Untuk mengumpulkan data yang diperlukan dalam
penelitian ini, peneliti menggunakan metode tes dalam bentuk tugas
mengarang dengan tema yang dapat dipilih siswa antara lain:
lingkungan, liburan sekolah, dan pendidikan. Instrument ini disusun
untuk menperoleh data yang diharapkan.
1. Metode Test
Menurut Arikunto (1993:123) yang dimaksud dengan tes
adalah serentetan pertanyaan atau latihan atau alat lain yang digunakan
untuk

mengukur

keterampilan,

pengetahuan,

intelektual,

dan

kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok.


dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode tes dalam teknik
penugasan. Metode penugasan yang akan dilakukan dalam penelitian ini
adalah dengan memberikan tugas menulis yakni membuat sebuah
karangan.
2. Metode Pengolahan Data
Setelah data terkumpulkan, langkah selanjutnya adalah
mengolah data. Metode pengolahan data adalah suatu cara yang
digunakan untuk mengolah data hasil penelitian. Setelah selesai
kegiatan mencari dan mengumpulkan data, selanjutnya data yang
diperoleh dianalisis sesuai dengan tujuan penelitian. Data yang
dianalisis dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh dari hasil

34

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

penugasan. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis


deskriptif kualitatif, yakni dengan mendeskripsikan melalui penjelasan
kata-kata.
3. Pengkodean
Setelah data diperoleh, kemudian data berupa karangan siswa tersebut
dibaca oleh peneliti dan diberikan kode-kode tertentu pada karangan
siswa. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan menganalisis data.
4. Analisis Data
Data yang telah diberi kode kemudian dicatat dan diklasifikasi
untuk selanjutnya dianalisis sesuai dengan prosedur sebagai berikut:
1. Identifikasi Data
Identifikasi data dalam penelitian ini dilakukan setelah data
diperoleh

melalui

penugasan.

Data

penugasan

tersebut

lalu

diidentifikasi berdasarkan pola kalimat tunggal dengan pola kalimat


non tunggal bahasa Indonesia yang terdapat dalam karangan. Hal ini
dilakukan agar peneliti berfokus pada tujuan penelitian.
2. Menganalisis Data
Setelah data disiapkan, kalimat-kalimat yang teridentifikasi lalu
dianalisis. Analisis data dalam dalam penelitian ini dilakukan untuk
melihat pola dasar kalimat tunggal bahasa Indonesia dalam karangan
siswa kelas V SD Negeri Desa Kesiman Kecamatan Denpasar Timur
Tahun Pelajaran 2015/2016.
3. Klasifikasi
Setelah dilakukan analisis kemudian dilanjutkan dengan
pengklasifikasian pola dasar kalimat tunggal bahasa Indonesia.
4. Simpulan Hasil Analisis
35

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

Simpulan analisis merupakan gambaran umum dari seluruh


hasil penelitian mengenai pola dasar kalimat tunggal bahasa Indonesia
dalam karangan siswa kelas V SD Negeri Desa Kesiman Kecamatan
Denpasar Timur Tahun Pelajaran 2015/2016.

PENYAJIAN HASIL PENELITIAN


Hasil penelitian ini disajikan berdasarkan data yang diperoleh.
Adapun urutan penelitian ini adalah: (1) pemberian kode, (2)
identifikasi, (3) analisis, (4) klasifikasi, (5) pemberian komentar, dan
kesimpulan.
1. Pemberian Kode
Setiap karangan siswa diberikan kode, hal ini dilakukan untuk
memudahkan penulis dalam menganalisis data. Misalnya kode K1
untuk karangan siswa yang menjadi sampel pertama dan dilanjutkan
dengan sampel-sampel yang lain.

2. Identifikasi
Identifikasi dilakukan untuk melihat pola dasar kalimat tunggal
bahasa Indonesia dalam karangan siswa. Hasil identifikasi bentuk pola
dasar kalimat tunggal dalam karangan siswa disajikan dalam bentuk
karangan siswa. Berdasarkan data yang telah teridentifikasi, penulis
menemukan beberapa pola dasar kalimat tunggal bahasa Indonesia
dalam karangan siswa, walaupun dalam penelitian ini tidak membahas
tentang pola kalimat majemuk, namun penulis menemukan beberapa
kalimat majemuk dalam karangan siswa. Dari 311 karangan siswa
36

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

ditemukan 3423 kalimat dari seluruh karangan siswa, 361 struktur


kalimat tunggal, yang terdiri dari 37 (8,37%) struktur kalimat tunggal
tipe Subjek (S) + Predikat (P),

190(42,98%)

tipe Subjek (S) +

Predikat(P) + Objek(O), 13(2,94%) tipe Subjek(S) + Predikat(P) +


Pelengkap(Pel), 92 (20,81%) tipe Subjek(S) + Predikat(P) +
Keterangan

(K),

3(0,67%)

tipe

Subjek(S)

Predikat(P)

Keterangan(K1)+(K2), 20(4,52%) tipe Subjek(S) + Predikat(P) +


Objek(O) + Keterangan (K), 6(1,35%) tipe Subjek(S) + Predikat(P) +
Objek(O) + Pelengkap (Pel) dan 81(18,32%) tipe kalimat majemuk.
3. Analisis
Analisis merupakan salah satu cara yang dilakukan untuk
mengklasifikasi atau mengelompokan data. Dalam hal ini analisis
dilakukan untuk melihat pola dasar kalimat tunggal bahasa Indonesia
dalam karangan siswa. Berikut beberapa contoh hasil analisis pola
dasar kalimat tunggal bahasa Indonesia.
1) Pola dasar kalimat tunggal tipe S + P
contoh :
1) Saya//mandi,
2) Aku //memancing,
2) Pola dasar kalimat tunggal tipe S + P + O
contoh :
a. Saya// membeli// jagung bakar
b. Kami sekeluarga// memajang// lukisan
3) Pola dasar kalimat tunggal tipe S + P + Pel
contoh :
1) Saya// merasa// senang
37

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

2) Saya// melihat// kolam besar


4) Pola dasar kalimat tunggal tipe S + P + K1, K2
contoh S-P-K1:
1) Kami sekeluarga// berlibur// ke kebun raya Bedugul,
2) Saya dan keluarga// berlibur// ke pantai sanur,
contoh S-P-K2:
1) Saya dan kakak //berenang //di pinggir pantai// sore hari.
2) Sayapun //sampai //di ketewel// jam 21.00
5) Pola dasar kalimat tunggal tipe S + P + O + K
contoh:
1) Saya// diajak //makan-makan //di warung
2) Saya// melihat //orang yang mengembala sapi// di sawah
6) Pola dasar kalimat tunggal tipe S + P + O + Pel
contoh:
1) Aku// mandi //ombaknya// sangat kecil
2) Saya //melihat// pemandangan// yang sangat indah
7) Pola kalimat majemuk
contoh:
1) Saya dan teman-teman turun dari bus
2) Saya dan keluarga melihat tumbuh-tumbuhan
4. Klasifikasi
Sesuai dengan hasil identifikasi dan analisis ditemukan pola
dasar kalimat tunggal bahasa Indonesia dalam karangan siswa
ditemukan 3423 kalimat dari seluruh karangan siswa, 361 struktur
kalimat tunggal, yang terdiri dari 37 (8,37%) struktur kalimat tunggal
tipe Subjek(S) + Predikat (P), 190(42,98%) tipe Subjek (S) + Predikat
38

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

(P) + Objek(O), 13(2,94%) tipe Subjek(S) + Predikat(P) +


Pelengkap(Pel), 92 (20,81%) tipe Subjek(S) + Predikat(P) +
Keterangan

(K),

3(0,67%)

tipe

Subjek(S)

Predikat(P)

Keterangan(K1)+(K2), 20(4,52%) tipe Subjek(S) + Predikat(P) +


Objek(O) + Keterangan (K), 6(1,35%) tipe Subjek(S) + Predikat(P) +
Objek(O) + Pelengkap (Pel) dan 81(18,32%) tipe kalimat majemuk.
5 Komentar
Pemberian komentar dilakukan setelah hasil diperoleh melalui
analisis data. Berdasarkan hasil identifikasi, analisis, dan klasifikasi
karangan siswa, penulis ingin mengemukakan komentar terkait dengan
hasil penelitian yang penulis lakukan. Dari 311 karangan siswa, penulis
paling banyak menemukan pola dasar kalimat tunggal tipe Subjek (S) +
Predikat (P) + Objek (O), sedangkan pada pola dasar kalimat tunggal
tipe Subjek (S) + Predikat (P) + Keterangan (K1+K2) paling sedikit
ditemukan, sebab guru bidang studi bahasa Indonesia kurang
memberikan

pemahaman

tentang

pola

tersebut,

dan

kurang

memberikan contoh-contoh yang sesuai dalam bentuk lisan maupun


tulis.

6. Kesimpulan
Berdasarkan hasil identifikasi, analisis, dan klasifikasi hasil
karangan siswa di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa, dari hasil
analisis data ditemukan beberapa struktur kalimat tunggal bahasa
Indonesia yang terdiri atas 37(8,37%) struktur kalimat tunggal tipe
Subjek (S) + Predikat (P), 190 (42,98%) tipe Subjek (S) + Predikat (P)
+ Objek (O), 13 (2,94%) tipe Subjek (S) + Predikat (P)+ Pelengkap
39

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

(Pel), 92 (20,81%) tipe Subjek (S) + Predikat (P) + Keterangan (K),


3 (0,67%) tipe Subjek (S) + Predikat (P) + Keterangan (K1) + (K2), 20
(4,52%) tipe Subjek (S) + Predikat (P) + Objek (O) + Keterangan (K), 6
(1,35%) tipe Subjek (S) + Predikat (P) + Objek (O) + Pelengkap (Pel).
Dari semua struktur tersebut yang paling banyak ditemukan adalah
struktur kalimat tunggal tipe Subjek (S) Predikat (P) + Objek (O)
yaitu 190 (42,98%).
SARAN
Agar pendidikan bahasa dan sastra Indonesia khususnya
keterampilan menulis kalimat terus berkembang, maka penulis akan
memberikan beberapa saran. Saran-saran yang dapat disampaikan
sebagai berikut.
1) Melihat hasil identifikasi, analisis, dan klasifikasi pada karangan
siswa ternyata pola dasar kalimat tunggal bahasa Indonesia yang
lebih cenderung kurang pada pola (S) + Predikat (P) + Keterangan
(K1+K2) sebanyak 3 (0,67%). Oleh karena itu, guru diharapkan
mampu meningkatkan lagi kualitas pengajaran bahasa Indonesia,
baik dalam penggunaan strategi maupun metode pembelajaran yang
lebih tepat, sehingga pola dasar kalimat tunggal bahasa Indonesia
yang cendrung sedikit dapat di tingkatkan.
2) Di

samping

itu

guru

bahasa

Indonesia

hendaknya

lebih

memantapkan diri dengan teori pola dasar kalimat tunggal serta


diharapkan mampu memberikan memotivasi siswa agar siswa
tertarik dengan pembelajaran bahasa Indonesia.
3)

40

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Hasan dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta :
Balai Pustaka
Arikunto,Suharsimi. 1993. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan
Praktek. Jakarta : PT.Renika
Chaer,Abdul. 2009. Sintaksis Bahasa Indonesia, Jakarta : Rineka Cipta
Finoza,Lamudin. 2009. Komposisi Bahasa Indonesia. Jakarta : Diksi
Intan Mulia
Netra, Ida Bagus. 1974. Metodologi Penelitian. Singaraja : Biro
Penelitian dan Penerbitan Fakultas Keguruan dan Fakultas
Ilmu Pendidikan Universitas Udayana Singaraja.
Putrayasa,Ida Bagus. 2012. Tata Kalimat Bahasa Indonesia. Bandung :
PT. Refika Aditama
Ramlan. 2005. Ilmu Bahasa Indonesia SINTAKSIS. Yogyakarta : CV.
Karyono
Sukini. 2010. SINTAKSIS Sebuah Panduan Praktis. Surakarta : Yuma
Pustaka.
Widjono. 2011. Bahasa Indonesia Mata Kuliah Pengembangan
Kepribadian di Perguruan Tinggi. Jakarta : Grasindo.
Zainuddin. 1992. Materi Pokok Bahasa dan Sastra Indonasia. Jakarta :
PT. Rineka Cipta

41

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

HUBUNGAN SIKAP BELAJAR DAN MOTIVASI BELAJAR


DENGAN PRESTASI BELAJAR IPS TERPADU SISWA
SMP NEGERI 3 DENPASAR
TAHUN PELAJARAN 2015/2016
NI LUH PUTU CAHAYANI,S.Pd.,M.Pd
ABSTRACT
The study was conducted in SMP NEGERI 3 DENPASAR. The
purpose of this study is to determine the Correlation of Learning
Attitude with the Economic Achievement, the Correlation of Learning
Motivation with Economic Achievement, the Correlation of Learning
Attitude and Learning Motivation with Economy Achievement Students
SMP NEGERI 3 DENPASAR Academic Year 2015/2016. The
hypothesis is, that there is a correlation between the Learning attitude
with the Economics Achievement, that there is a correlation between
the Learning Motivation with the Economics Achievement, that there is
a correlation between Learning attitude and Learning Motivation with
Economy Achievement Students SMP NEGERI 3 DENPASAR in
Academic Year 2014/2105. The analysis conducted by Product Moment
with N = 100 and the significant level of 5% and Regression Analysis.
The results of the first analysis found that there is a correlation
between the Learning attitude with Learning Achievement (r xy = 0.707
rtabel = 0.195). This happens because of the students learning
attitude is the tendency to react to the lessons, as well (positive) or bad
(negative). This attitude is the result of attitude-forming components
that include a cognitive component (consciousness), the affective
component (feelings), and conative component (behavior). The results
of the second analysis found that there is a correlation between the
Learning Motivation with Economics Achievement (r xy = 0.506
rtabel = 0.195). This is because the Learning motivation is the driving
force for students. Students who have strong characteristics will be
motivated to do things that prompted him to get a good performance.
Regression analysis results with db = 97/2 and the significant
level of 5% was found that there is a relationship between Learning
attitude and Learning Motivation with Economics Achievement (Freg =
22.905 Ftab = 3.11). SR for X1 = X2 = 63.605% and 36.395%. SE =

42

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

32.078% consisting of X1 = X2 = 20.403% and 11.675%. The Result is


obtained from the regression analysis is with the Learning attitude that
became the reaction of the components forming student attitudes shown
together with its motivation as a driving force in the act and do
something, then he or she will be able to generate a learning
achievement.
Keywords: Correlation, Learning Attitude, Learning Motivation,
Learning Achievement, Product Moment Analysis and
Regression Analysis.

A. PENDAHULUAN
Pada jaman yang sudah maju ini, individu dituntut untuk
membekali diri dengan berbagai keahlian dan ilmu pengetahuan agar
dapat bersaing dalam dunia kerja. Keahlian dan ilmu pengetahuan
ini diperoleh melalui pendidikan dan mengikuti proses pembelajaran
yang umumnya dilakukan di sekolah formal. Dalam proses
pembelajaran ini, untuk mengukur dan mengetahui tingkat
keberhasilan siswa, diperlukan sebuah tingkatan prestasi belajar
yang dapat dibandingkan dengan periode sebelumnya. Pada proses
ini umumnya siswa dituntut untuk memiliki sikap dan motivasi yang
baik agar mendapatkan prestasi belajar yang baik.
Sikap sendiri dapat diartikangejala internal yang berdimensi
efektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespon
(response tendency) dengan cara yang relatif tetap terhadap objek
orang, barang dan sebagainya, baik secara positif maupun negatif,
(Muhibbin Syah, 2012: 150), sedangkan Motivasi belajar adalah
daya penggerak dari dalam diri individu untuk melakukan kegiatan
belajar untuk menambah pengetahuan dan keterampilan serta
pengalamanIskandar, (2012:181).Namun pada kenyataannya sikap
yang ditunjukan siswa sangat berfariasi begitu juga motivasi yang
dimilikinya. Untuk itu penelitian dilakukan untuk mengetahui
hubungan sikap belajar dan motivasi belajar dengan prestasi belajar
dengan mengambil judul Hubungan Sikap Belajar Dan Motivasi
Belajar Dengan Prestasi Belajar IPS Terpadu Siswa SMP NEGERI
3 DENPASAR Tahun Pelajaran 2015/2016.

43

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

Dengan mengambil judul di atas, peneliti mengidentifikasi


permasalahan yang ada pada siswa yang diantaranya, sikap yang
ditunjukan siswa dalam proses belajar mengajar berfariasi sehingga
diduga mempengaruhi prestasi belajar, motivasi belajar yang
dimiliki siswa cukup beragam dan diduga mempengaruhi prestasi
belajar, sikap belajar dan motivasi belajar secara bersamaan yang
beragam ini diduga turut menyebabkan nilai yang didapat siswa
berbeda-beda.
Dari hasil identifikasi masalah maka dapat dirumuskan
permasalahan yang akan dicari jawabannya melalui penelitian ini,
diantaranya; (1)Apakah ada Hubungan sikap belajar dengan prestasi
belajar IPS Terpadu siswa SMP NEGERI 3 DENPASAR Tahun
Pelajaran 2015/2016? (2) Apakah ada Hubungan motivasi belajar
dengan prestasi belajar IPS Terpadu siswa SMP NEGERI 3
DENPASAR Tahun Pelajaran 2015/2016? (3) Apakah ada
Hubungan sikap belajar dan motivasi belajar dengan prestasi belajar
IPS Terpadu siswa SMP NEGERI 3 DENPASAR Tahun Pelajaran
2015/2016?

B. LANDASAN TEORI
1. Sikap Belajar
Muhibbin Syah (2013:150), sikap adalah gejala internal yang
berdimensi afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau
merespon (response tendency) dengan cara yang relatif tetap
terhadap objek orang, barang dan sebagainya, baik secara positif
maupun negatif.
Sikap belajar merupakan kecenderungan siswa bereaksi
terhadap pelajaran, secara baik ataupun buruk. Sikap ini merupakan
hasil dari komponen- komponen pembentuk sikap, yang artinya
sikap bukanlah sesuatu yang dibawa siswa sejak lahir, melainkan
dibentuk oleh beberapa faktor.
Konsep sikap belajar berkaitan dengan Teacher Approval (TA)
dan
Education Acceptance (EA). TA berhubungan terhadap
pandangan siswa terhadap guru-guru, tingkah laku mereka di kelas

44

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

dan cara mengajar. Adapun Education Acceptance terdiri atas


penerimaan dan penolakan siswa terhadap tujuan yang akan dicapai,
dan materi yang akan disajikan, praktik, tugas, dan persyaratan yang
ditetepkan di sekolah.
Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap belajar diantaranya
faktor internal yang mencakup pengalaman pribadi dan emosional,
dan faktor eksternal yang mencakup pengaruh orang lain yang
dianggap penting, kebudayaan, media masa dan lembaga
pendidikan.
Berdasarkan pengertian, konsep dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya, ada beberapa komponen sikap belajar yang
saling berkaitan satu dengan yang lainnya, diantaranya komponen
kognitif atau kesadaran, komponen afektif atau perasaan, dan
komponen konatif atau perilaku.
2. Motivasi Belajar
Motivasi belajar adalah sebuah daya penggerak dan pendorong
baik dari dalam diri (intrinsik) maupun dari luar diri (ekstrinsik)
individu untuk dapat menambah pengetahuan dan keterampilan.
Ciri-ciri motivasi belajar adalah, tekun, ulet, menunjukan minat
terhadap berbagai masalah, lebih sering bekerja mandiri, cepat bosan
pada tugas-tugas yang rutin, dapat mempertahankan pendapat, tidak
mudah melepaskan hal yang diyakini, dan senang mencari dan
memecahkan soal-soal.
Fungsi motivasi belajar, yaitu (a) Pendorong berbuat bagi
individu; (b) Sebagai penentu arah perbuatan; dan (c) menyeleksi
perbuatan. Sehingga tindakan yang diambil senantiasa terdorong dan
terarah kepada tujuan yang hendak dicapai.
Peran motivasi belajar diantaranya, sebagai motor penggerak,
memperjelas tujuan pembelajaran, menyeleksi arah perbuatan,
menentukan ketekunan, dan melahirkan prestasi belajar.
Motivasi berasal dari beberapa sumber, yaitu motivasi intrinsik
(dari dalam diri) dan ekstrinsik (dari luar diri).
3. Prestasi Belajar IPS Terpadu
Menurut Tulus Tu`u, (2004:75), Prestasi belajar adalah
penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan
45

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

oleh mata pelajaran yang lazimnya ditunjukandengan nilai tes atau


angka nilai yang diberikan guru.Prestasi Belajar IPS Terpadu
merupakan suatu kemampuan siswa dalam menguasai pengetahuan,
sikap dan keterampilan baik mempelajari, memahami dan mampu
mengerjakan atau menjawab pertanyaan-pertanyaan dari materi
pelajaran IPS Terpadu di sekolah.
Prestasi belajar dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya faktor internal atau interen, faktor eksternal atau ekstern
dan faktor pendekatan belajar.
4. Hubungan Sikap Belajar dan Motivasi Belajar dengan Prestasi
Belajar IPS Terpadu
Sikap belajar merupakan suatu perbuatan yang dilakukan oleh
seorang siswa, dan motivasi belajar merupakan motor penggerak,
sedangkan prestasi belajar adalah hasil dari proses belajar. Menurut
Prof. Dr. H. Djaali (2007:101), didalam proses belajar tersebut,
banyak faktor mempengaruhinya,antara lain, motivasi, sikap, minat,
kebiasaan belajar, dan konsep diri.
C. METODE PENELITIAN
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMP NEGERI 3 DENPASAR .
2. Metode Penentuan Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah seluruh siswa SMP NEGERI 3
DENPASAR Tahun Pelajaran 2015/2016 sebanyak 100 orang
siswa.
3. Metode Pendekatan Objek Penelitian
Metode pendekatan objek yang dilakukan adalah dengan
metode empiris, dimana usaha yang dilakukan untuk mendekati
masalah yang diteliti sesuai dengan kenyataan yang ada dilapangan.

46

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

4. Variabel Penelitian Dan Definisi Variabel


Dalam penelitian ini digunakan dua variabel independen Sikap
Belajar (X1) dan Motivasi Belajar (X2), dan satu variabel dependen
Prestasi Belajar IPS Terpadu (Y).
Sikap belajar adalah adalah kecenderungan siswa bereaksi
terhadap pelajaran, secara baik ataupun buruk. Motivasi Belajar
adalah sebuah daya penggerak dan pendorong baik dari dalam diri
(intrinsik) maupun dari luar diri (ekstrinsik) individu untuk dapat
menambah pengetahuan dan keterampilan. Prestasi Belajar IPS
Terpadu adalah suatu kemampuan siswa dalam menguasai
pengetahuan, sikap dan keterampilan baik mempelajari, memahami
dan mampu mengerjakan atau menjawab pertanyaan-pertanyaan dari
materi pelajaran IPS Terpadu di sekolah.
Sikap Belajar merupakan hasil dari komponen-komponen
kognitif (konseptua), komponen afektif (emosional), komponen
konatif (prilaku). Motivasi Belajar memiliki ciri-ciri, tekun, ulet,
mandiri, menunjukan minat terhadap macam-macam masalah,
mempertahankan pendapat/ tidak mudah melepaskan hal yang di
yakini, dan senang memeahkan soal-soal/cepat bosan dengan tugas
yang rutin. Prestasi Belajar dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya minat, bakat, motivasi sikap, dll.
Sikap Belajar dan Motivasi Belajar dapat diukur dengan
kuesioner dengan skala likert, sedangkan Prestasi Belajar IPS
Terpadu dapat dilihat dari nilai yang diperoleh siswa.
5. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang dilakukan dengan kuesioner
dan dokumentasi.
6. Metode Analisis Data
Dalam metode analisis data, terlebih dahulu dilakukan uji
prasyarat analisis dengan bantuan SPSS 21; (1) uji normalitas
kolomogorov-smirnov, (2) uji multikolineritas, (3) uji linearitas, (4)
uji validitas data, (5) uji reliabilitas data. Uji hipotesis dilakukan
47

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

dengan analisis Hubungan product moment (menguji hipotesis I dan


II), dan analisis regresi (menguji hipotesis III) serta menguji harga F,
sumbangan relatif dan sumbangan efektif.
D. HASIL PENELITIAN
1. Gambaran Umum Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMP NEGERI 3 DENPASAR yang
beralamat di Desa , Kelurahan Abianbase, Mengwi, Badung.
Kurikulum yang digunakan pada Tahun Pelajaran 2015/2016 adalah
kurikulum KTSP.
2. Deskripsi Data
Dari hasil kuesioner dan dokumentasi didapat total X1 (Sikap
Belajar)= 8196, X2 (Motivasi Belajar)= 7347, dan Y (Prestasi
Belajar IPS Terpadu)= 8091. Skor data Sikap Belajarmaksimum=
99, minimum= 65, banyak kelas interval= 8, panjang kelas interval=
5, mean= 81,96, modus= 80, median= 80. Skor Motivasi Belajar
maksimum= 89, minimum= 61, banyak kelas interval= 8, panjang
kelas interval= 4, mean= 73,47, modus= 70, median= 74. Skor
Prestasi BelajarIPS Terpadu maksimum= 95, minimum= 60, banyak
kelas interval= 8, panjang kelas interval= 5, mean= 80,91, modus=
75, median= 80.
3. Uji Prasyarat Analisis
Hasil uji prasyarat analisi, uji normalitas kolomogorov-smirnov
0,706>0,050 data dinyatakan normal. Uji multikolinieritas nilai
tolerance 0,789> 0,100 dan VIF 0,267< 10,00 data dinyatakan tidak
multikolinier. Uji linearitas sikap belajar dengan prestasi belajar
0,230> 0,050 data dinyatakan linear, motivasi belajar dengan
prestasi belajar 0,102 > 0,050 data dinyatakan linear. Uji validitas
data sikap belajar rhitung> rtabel= 0,195 dan motivasi belajar dengan
prestasi belajar rhitung> rtabel= 0,195 data dinyatakan valid.

48

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

4. Uji Hipotesis
Hasil analisis product moment bahwa ada hubungan Sikap
Belajar dengan Prestasi Belajar IPS Terpadu (rxy = 0,707 rtabal=
0,195).Bahwa ada hubungan Motivasi Belajar dengan Prestasi
Belajar Bkonomi (rxy = 0,506 rtabel= 0,195).
Hasil analisis regresi menyatakan ada hubungan Sikap Belajar
dan Motivasi Belajar dengan Prestasi Belajar IPS Terpadu (Freg =
22,905 Ftab = 3,11).SR (Sumbangan Relatif) untuk masing-masing
prediktor yaitu, X1 = 63,605% dan X2 = 36,395%. Efektifitas garis
regresinya = 32,078% yang terdiri dari X1 = 20,403% dan X2=
11,675%.
5. Pembahasan
Dari hasil analisis diperoleh beberapa temuan, diantaranya;
a. Temuan Hubungan Sikap Belajar Dengan Prestasi Belajar.
Temuan ini menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan
antara Sikap Belajar dengan Prestasi Belajar. Hal ini dikarenakan
sikap belajar merupakan reaksi dari siswa terhadap pelajaran.
Dimana sikap ini dibentuk oleh komponen-komponen kognitif
(kesadaran), komponen afektif (perasaan), dan komponen konatif
(prilaku) yang berjalan dengan baik sehingga prestasi belajar
dapat diraih.
b.
Temuan Hubungan Motivasi Belajar Dengan
Prestasi Belajar. Temuan ini menyatakan bahwa ada hubungan
yang signifikan antara Motivasi Belajar dengan Prestasi Belajar.
Hal ini dikarenakan siswa menunjukan ciri-ciri termotivasi yang
meliputi tekun menghadapi tugas, ulet menghadapi kesulitan,
mandiri (senang bekerja sendiri), menunjukan minat terhadap
macam-macam masalah, mempertahankan pendapat serta
keinginan untuk meraih prestasi dan senang memecahkan soalsoal. Dengan motivasi yang baik, maka prestasi belajar yang
didapatpun akan baik juga.
c.
Temuan Hubungan Sikap Belajar dan Motivasi
Belajar dengan Prestasi Belajar. Dengan sikap belajar yang
menjadi reaksi dari komponen pembentuk sikap yang ditunjukan
siswa berbarengan dengan motivasi yang dimilikinya sebagai
motor penggerak dalam bertindak dan melakukan sesuatu, maka
ia akan dapat menghasilkan suatu prestasi belajar. Hal ini
49

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

membuktikan bahwa sikap belajar dan motivasi belajar menjadi


salah satu faktor dalam pencapaian sprestasi belajar.
E. KESIMPULAN
1. Simpulan
Dari hasil pembahasan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa
Sikap Belajar mempunyai hubungan yang signifikan dengan Prestasi
Belajar IPS Terpadu, Motivasi Belajar mempunyai hubungan yang
signifikan dengan Prestasi Belajar IPS Terpadu, serta Sikap Belajar
dan Motivasi Belajar mempunyai hubungan yang signifikan dengan
Prestasi Belajar IPS Terpadu Siswa SMP NEGERI 3 DENPASAR
Tahun Pelajaran 2015/2016.
2. Saran-saran
a. Seorang siswa harus dapat bersikap baik dalam belajar dan
seorang guru harus dapat mengawasi sikap belajar siswa agar
perstasi belajar yang diperoleh semakin meningkat.
b. Seorang siswa harus dapat meningkatkan motivasi dalam dirinya
denan cara membaca buku-buku motivasi serta memikirkan halhal positif. Untuk seorang guru ia harus mampu memberikan
dorongan motifasi bagi anak didiknya agar apa yang dilakukan
dapat mengarah pada hal yang positif.
c. Untuk meningkatkan suatu hasil (prestasi belajar), maka terlebih
dahulu yang harus dilakukan adalah memperbaiki dan
meningkatkan faktor-faktor yang dapat mempengaruhinya (sikap,
motivasi, dll). Seorang guru, sebelum ia menuntut prestasi
siswanya meningkat, terlebih dahulu ia harus memperhatikan
faktor-faktor dibalik prestasi belajar itu sendiri. Setelah semua
atau sebagian besar faktor tersebut berjalan dengan baik, maka
dengan sendirinya prestasi belajar itupun akan meningkat.

50

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

DAFTAR PUSTAKA
Aswar. 2003. Metode Penelitian. Jakarta: Pustaka Pelajar.
Abdulah.2004. Mengenal Sikap Dalam Berinteraksi. Jakarta :
Alfabeta.
Arikunto.2006. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Ayu Widya Antari Ni Komang. 2013. Hubungan Antara Motivasi
Belajar Dan Minat Belajar Dengan Prestasi Belajar IPS
Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Blahbatu. IKIP PGRI Bali.
Dantes, Nyoman. 2012. Metode Penelitian. Yogyakarta: C. V ANDI
OFFSET.
Darmanata Putu. 2011. Hubungan antara Sikap Siswa Terhadap
Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial Sejarah Dengan
Prestasi Belajar Pada Siswa Kelas VII A Sekolah Menengah
Pertama Negeri 2 Tabanan Tahun Pelajaran 2010/2011. IKIP
Saraswati Tabanan.
Dalyono,M. 2010. Psikologi Belajar. Jakarta:Reneka Cipta.
Djaali.2007. Psikologi Pendidikan. Jakarta:Bumiaksara.
Hadi, Sutrisno. 2000. Analisis Regresi. Yogyakarta: ANDI.
Iskandar. 2010. Metodologi Penelitian Pendidikan dan Sosial
(kuantitatif danKualitatif). Jakarta:Gaung Persada Press.
Iskandar. 2012. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Referensi.
Muin Idianto. 2006. Sosiaologi SMA untuk II. Jilid 3. Jakarta :
Erlangga.
Purwanto Dadang. 2009. Dunia Psikologi. Jakarta :Erlangga.
Rangkuti Freddy. 2002. Measuring Costumer Stisfaction. Jakarta :
Gramedia
Riyanto, Yatim. 2001. Metodelogi Penelitian Pendidikan. Surabaya:
SIC.
Robbins Stephen, et al. 2008. Prilaku Organisasi. Edisi 12. Jakarta:
Selemba Empat.

51

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar


PreosesPendidikan. Jakarta: Prenada Media.
Sardiman A. M. 2011. Interaksi & Motivasi Belajar mengajar.
Jakarta:RajawaliPers.
Sedarmayanti, dan Syarifudun Hidayat. 2002. Metodologi
Penelitian. Bandung:Mandar Maju.
Sugiyono.2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D.
Jilid 7. Bandung : Alfabeta.
Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: CV Alfa
Beta.
Suryabrata, Sumadi. 2001. Metodelogi Penelitian. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Syah,Muhibbin. 2013. Psikologi Belajar. Jakarta:PT. Rajagrafindo
Persada.
Tuu, Tulus.2004. Peran Disiplin pada Prilaku dan Prestasi
Belajar. Jakarta: Grasindo.
Yani Ni Wayan. 2013. Pengaruh Lingkungan Belajar Dan Motivasi
Belajar Terhadap Prestasi Belajar IPS Terpadu Siswa I IPS
SMA Negeri 1 Tegalalang Tahun Pelajaran 2012/2013. IKIP
PGRI Bali.
http://jurnal-sdm.blogspot.com/2011/11/sikap-dan-kepribadian
pengertiansikap.html diakses pada tanggal 11 November 2014.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19289/4/Chapter%2
0II.pdf)
http://ekosuprapto.wordpress.com/2009/04/18/faktor-faktor-yangmempengaruhiproses-belajar/) diakses pada tanggal 11
November 201

52

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

PEMAKNAAN DEWA SIWA DALAM ASPEK SIWA NATARAJA


SEBAGAI SIMBOL SIWA SEDANG MENARI GUNA
MEMBANGKITKAN TAKSU SENI TARI BALI
(KAJIAN TEO-FILOSOFIS-ESTETIK)

Oleh
Komang Indra Wirawan,S.Sn.,M.Fil.H
IKIP PGRI Bali
Email: indrawirawan@yahoo.com

Abstract
Siwa Nataraja is to be the embodiment of the cosmic dancer
Siwa as laden with meaning, symbolizing the philosophy and rich
creativity. God Siwa or Siwa Nataraja as dance comes with mystical
movement in an efforts to rotate the world. Every movment of the hand
and the movment the body of his own strength, which can be
interpreted that this dance is the symbol of creation, maintenance and
distruction all existence. God Siwa as a choreografher dance was form
is Nrtyamurti. God Siwa also teaching the art of the all Devas an
humans. Siwa also the yoga teacing, music and jnana. Siwa in the form
of Siwa Nataraja was called Adi Guru or the first guru of art. Siwa in
the form of Siwa Nataraja is the dancing posture, is very beautiful,
rhythmic and exotic-mistique that can must show be the Taksu.

Key Words: Siwa Nataraja, Taksu, Teo-Filosofis-Estetic

53

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

A.

PENDAHULUAN
Siwa Nataraja dikenal dalam mitologi Hindu adalah salah satu

aspek dari dewa Siwa sebagai raja dari segala tarian. Siwa Nataraja
sangat banyak disebutkan dalam teks-teks Purana Hindu yang
menjelaskan bahwa Siwa sedang melakukan tarian, dan gerak tariannya
tersebut disebut dengan tarian tandava. Oleh karena gerakanya yang
sangat indah, bahkan sampai menggetarkan kosmik, maka dalam
purana Siwa diberikan galar sebagai raja dari segala jenis tarian
(Siwanata Raja). Tidak saja demikian, tarian Siwa tersebut juga
diidentikan dengan tarian kosmis, yakni sebagai sebuah simbol
penciptaan (upeti), pemeliharaan (sthiti) dan peleburan (pralina)
melalui gerakan ritmik alam.
Donder (2007:273) menjelaskan bahwasanya metafora tarian
kosmis telah menemukan wujudnya yang paling sempurna dalam
Hinduisme pada pahatan tembaga pataung Dewa Siwa yang sedang
menari. Dari sekian banyak manifestasi Siwa, maka yang paling
populer adalah Siwa Nataraja atau Rajanya Para Penari. Lebih jauh
diuraikan Donder (2007), bahwasanya dalam kepercayaan Hindu,
setiap kehidupan merupakan bagian dari proses ritmis yang besar dari
penciptaan dan peleburan atas kematian dan kematian kembali; tarian
Siwa menyimbolkan ritme hidup-mati yang abadi ini yang berlangsung
dalam siklus yang tidak berakhir.
Berdasarkan atas hal tersebut, emiksitas Hindu bahwasanya
Siwa Nataraja tidak saja dimaknai dalam konteks Siwa dalam
manifestasinya sebagai raja penari, tetapi penuh dengan makna filsafati

54

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

kosmogoni, dan siklus kelahiran, kehidupan dan kematian yang siklik.


Dalam kepercayaan Hindu, alam semesta adalah serangkaian partikelpartikel yang seolah-olah menari dalam sebuah ritme keteraturan.
Sehingga digambarkan pada sebuah form atau bentuk Dewa Siwa yang
sedang melakukan tarian kosmisnya. Kondisi Dewa Siwa yang sedang
melakukan tarian inilah menjadi suatu hal yang sangat menarik untuk
ditelaah dalam hubungannya dengan seni tari Bali. Sebab tarian Bali
memiliki keidentikan dengan gerakan-gerakan kosmik alam, terlebih
kepercayaan masyarakat Hindu di Bali, khususnya para pelaku seni tari
di Bali, bahwa Dewa Siwa Nataraja adalah dewanya taksu tari.
Berdasarkan atas hal tersebut, Siwa Nataraja telah dijadikan tari
kebesaran STSI Denpasar (Sekarang ISI), dan ditarikan oleh sembilan
orang penari putri, yakni satu orang berperan sebagai Siwa, sedangkan
delapan orang lainnya menggambarkan pancaran tenaga-tenaga prima
dari Siwa (Swasthi. W. Bandem,1990). Lebih jauh dijelaskan Swasthi.
W. Bandem (1990), bahwasanya tarian tersebut terinspirasi dari sosok
Siwa Nataraja adalah manifestasi Siwa sebagai penari tertinggi,
sebagai dewanya penari. Siwa terus menari sehingga menimbulkan
ritme dan keteraturan di dalam alam semesta. Gerakan Siwa merupakan
pancaran tenaga prima yang kemudian menyatu sehingga terciptalah
alam semesta ini. Selain itu, tarian tersebut merupakan perpaduan
antara tari Bali dengan beberapa elemen tari Bharata Natyam (India)
yang telah dimodifikasi sehingga terwujudlah suatu bentuk tari yang
utuh. Oleh karena itu, aspek Siwa dalam manifestasinya sebagai Siwa

55

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

Nataraja inilah hendaknya dipuja bagi para pelaku seni, khususnya seni
tari Bali.
Berkenaan dengan hal tersebut, aspek Siwa Nataraja merupakan
aspek Siwa yang memiliki posisi penting dalam dunia kesenian Bali.
Namun demikian, sekiranya tidak banyak praktisi seni tari dan
masyarakat Hindu Bali secara umum memahami lebih dalam teologi,
filsafat dan aspek estetik sosok Siwa Nataraja dalam hubungannya
dengan kesenian tari Bali. Selama ini kajian tentang Siwa Nataraja
hanya sebatas dalam ranah garapan seni, meskipun diungkap secara
filsafat tetapi tidaklah terlalu mendalam. Adapaun aspek Dewa Siwa
sebagai Siwa Nataraja sesungguhnya terkandung ideologi teologis
yang dalam. Demikian pula filsafat yang berhubungan dengan nilai
estetika yang kuat sehingga menjadi sangat penting untuk dipahami
dalam membangkitkan taksu berkesenian, khususnya taksu tari Bali.
Dibia (2012:31) menjelaskan bahwa taksu energi puncak yang
berasal dari Tuhan yang didapat melalui ritual dan olah spiritual. Taksu
juga dapat diartikan sebagai daya pukau, pesona, wibawa dan karisma.
Taksu sangat berperan penting dalam berkesenian, terlebih seni tari.
Taksu merupakan daya kekuatan yang mampu menarik orang-orang
untuk menjadi penikmat kesenian dan membawa seseorang pada
wilayah penyadaran akan hakikat seni melalui keindahan. Pun
demikian pelaku seni, taksu adalah daya magis atau daya spiritual yang
menyebabkan inspirasi berkesenian muncul, dan tentunya kekuatan ini
berasal dari Hyang Siwa Nataraja sebagai sumber segala keindahan.
Berdasarkan hal tersebut, berikut akan dikaji lebih dalam aspek Siwa
56

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

Nataraja sebagai simbol Siwa Sedang Menari berdasarkan kajian


teologi-filosofis-estetik sehingga para praktisi seni benar-benar mampu
membangkitkan taksu dalam dirinya melalui pemahaman yang benar.
B.

PEMBAHASAN

1.

Siwa Nataraja Dalam Ikonografi Hindu


Mendeskripsikan ikonografi Dewa Siwa dalam wujud sebagai

Nataraja sangat banyak jumlah ragam varian bentuk, bahan, dan gaya.
Semua bahan dan bentuk serta gaya tersebut berada dalam fase zaman
tertentu

dari

masing-masing

kesenian

India.

Suamba

(2007)

menjelaskan bahwa ketika menyebutkan Siwa Nataraja maka dalam


benak akan terwujud bayangan Siwa sedang menari dalam postur yang
eksotik dan artistik. Seni patung, pahat, lukis, drama, tari, arsitektur,
dan lain-lain mendapatkan inspirasi dan landasan teologis, filsafat dan
estetika dari konsep Siwa Nataraja, yakni Siwa sebagai penguasa tari
dan penari kosmis. Hampir semua museum di India mengkoleksi
patung Siwa Nataraja dalam berbagai bahan dan ukuran. Koleksinya
tidak hanya berasal dari dalam negeri India tetapi dari seluruh dunia,
termasuk Indonesia. Boleh dikatakan Siwa Nataraja adalah maskot atau
lambang estetika India yang sekarang telah merambah dunia. Adapun
bayangan atau bentuk (form) tersebut dapat dilihat pada gambar
berikut.

57

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

Ikonografi Siwa Nataraja yang Diwujudkan Dalam


Bentuk Patung dan Pahatan, Yakni Siwa Sedang Menari
(Sumber:www/nataraja/india/wordpress,diunduh 5 Maret 2015.Pukul
9.00 wita)
Merujuk pada bentuk tersebut jelas dapat dilihat bahwasanya
wujud Dewa Siwa adalah menari dengan lekukan tubuh yang sangat
indah, dan lazim ditemukan dalam setiap ikonografi dewa-dewa Hindu
lainnya. Redig (2008:15) menyebutkan bahwa bentuk atau posisi tubuh
yang demikian disebut dengan tri banga atau tiga lekukan yang indah.
Tiga lekukan tubuh Dewa Siwa tersebut memunculkan daya keindahan
yang dalam, dan menginspirasi para seniman tari India untuk
memunculkan gerakan eksotik ini dalam setiap kreasi seni tarinya.
Demikian juga, tari Bali selalu memunculkan gerakan yang
menyiratkan secara implisit posisi Siwa Nataraja. Tidak saja tri banga,
bentuk Siwa Nataraja yang digambarkan dalam ikonografi tersebut
juga memperlihatkan kaki kiri Dewa Siwa terangkat, kaki kanan
menginjak asura, dan tangan kanan memperlihatkan sikap abhaya
mudra, tangan kiri menjulur ke samping. Satu tangan lagi yang kanan
memegang gendang damaru dan satu tangan yang kiri memegang api
yang menyala. Secara keseluruhan wujud atau bentuk Siwa Nataraja
tersebut memunculkan daya estetik yang tinggi, dan menjadi inspirasi
dunia seni yang tiada batasnya. Bahkan banyak seniman, ilmuwan dan

58

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

praktisi lainnya memberikan pemaknaan yang dalam terhadap wujud


tarian kosmik Dewa Siwa tersebut.
Sebagaimana Suamba (2007) menjelaskan bahwasanya banyak
praktisi dan kritikus seni mengagumi aspek Dewa Siwa yang sedang
menari (Siwa Nataraja). Salah satunya adalah Kapila Vatsyayana,
seorang kritikus seni besar mengungkapkan kekagukammnya dan
mengatakan bahwa lebih dari 2000 tahun, patung Siwa yang sedang
menari telah membuat para pujangga, pematung, pelukis, musisi
kagum; sementara drama, puisi, patung dan lukisan telah mengabadikan
mitos eternal ini; ini adalah seni pertunjukan India yang telah bertindak
sebagai sebuah tali hidup dengan zaman sekarang. Demikian kuat spirit
yang terpancar dari konsep ini memberikan ilham dan inspirasi
penekun seni berkarya memuliakan umat manusia. Apa yang jelas di
sini adalah kesenian bermula dan berakhir pada suatu kekuatan
tertinggi yang senantiasa menjadi idaman setiap seni. Kekuatan itu
diberi nama Siwa. Dengan demikian kesenian India mempunyai
landasan yang kuat dengan arah dan sasaran yang sangat jelas. Ibarat
fondasi sebuah bangunan yang siap menyangga beban. Nataraja
bertindak sebagai pijakan, memberi inspirasi dan motivasi bagi para
seniman dalam berkarya baik disadari atau tidak.
Tidak saja India, dunia seni di Bali juga menjadikan ikonografi
Siwa Nataraja sebagai ikon seni yang maha. Terlebih agama Hindu
Bali yang menganut ideologi Saiwa, telah menjadikan Hyang Siwa
Nata sebagai dewa pujaan bagi para seniman dalam mendapatkan
taksu. Bagi para sang kawi, Hyang Siwa Nata selalu dijadikan objek
pujaan

tertinggi

agar

inspirasi
59

sang

pengawi

mengalir

dan

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

menempatkan pujaan dan doa-doa tersebut dalam setiap manggala


karya sastra mereka. Dalam kakawin Sumasantaka karya Mpu
Monaguna miasalnya, menyebutkan Hyang Siwa sebagai papan tulis
penyair (Worsley, dkk,2014:21). Khusus dalam bidang kesenian, wujud
Siwa Nataraja tersebut dijadikan ikon seni Pesta Kesenian Bali (PKB)
yang digelar dalam setiap tahunnya. Ikon tersebut, terpampang jelas
pada puncak gelung agung stage terbuka Arda Candra. Adapun logo
sebagai ikon PKB dapat dilihat pada gambar berikut.

Ikon PKB Merupakan Repersentatif Wujud Siwa Nataraja


(Sumber:www.PKBlogo/hpp balipress. diunduh 5 Maret 2015.Pukul
9.00 wita)
Berdasarkan genealogis, wujud Siwa dalam manfestasinya
sebagai Raja Penari sudah mulai muncul pada masa Dravida, dan ini
berarti wujud tersebut sudah ada dan berkembang sebelum bangsa Arya
datang ke lembah sungai Sindhu (Palguna,2010:19). Sebagaimana hal

60

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

tersebut dijelaskan Suamba (2007), bahwa bangsa Dravida yang


mendiami wilayah India Selatan, khususnya Tamil Nadu telah berhasil
menggali dan mengembangkan Nataraja yang bersumber dari kitabkitab Agama. Sekalipun Siwa Kashmir (Trika) di Kashmir dan Wira
Siwa (Lihgayata) di wilayah Karnataka dan sebagaian Wanarashtra
Selatan menerima otoritas kitab-kitab Agama, namun di tangan orangorang suci, inetelektual, seniman bangsa Dravida lahir agama dan
filsafat Saiva Siddhanta telah mengembangkan konsep Siwa Nataraja
yang begitu tinggi nilainya. Hal tersebut menjadi sebuah pertanda
bahwa agama Saiva Siddhanta memiliki pengaruh yang besar di antara
agama yang berkembang di India. Selain itu, paham Saiva Siddhanta,
seperti Pallava, Calukhya, Cola dan sebagainya sangat mendukung
kehidupan agama, seni dan budaya.
Dinasti-dinasti itu mempunyai andil yang sangat besar di dalam
kehidupan agama, seni dan budaya yang diwarisi sampai sekarang.
Kesenian di sini bersifat kuil sentris, artinya seni berkembang didalam
konteks kegiataan keagamaan yang berpusat di kuil-kuil. Ada semacam
spirit

yang kuat bahwa setiap penguasa ingin membuktikan

kejayaannya dengan membangun monumen-monumen spiritual seperti


kuil-kuil dan kesenian. Dinasti Cola yang berkedudukan di Thanjavur
tercatat dalam panggung sejarah India telah banyak sekali berbuat tidak
hanya di bidang politik dan ekonomi, tetapi juga kebudayaan dengan
membangun begitu banyak kuil untuk memuja Siwa dengan arsitektur
yang khas India Selatan. Gopuram kuil nampak begitu megah, agung
dan suci. Sepintas Gopuram sebagai pintu utama memasuki kuil mirip

61

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

dengan gelungkori pura-pura di Bali. Raja-raja pada awal abad ke -11


Masehi tercatat telah membangun banyak kuil untuk memuliakan Siwa.
Pengaruh

Saiva

Siddhanta

melalui

kitab

Agama,

dan

menempatkan aspek Nataraja sebagai aspek yang sangat penting, tidak


saja berpengaruh di India dan Bali. Sebelum berpengaruh di Bali,
konsep ini sudah berkembang di Jawa. Sebagaimana hal tersebut dapat
dilihat pada pahatan relief candi-candi yang terdapat di Jawa. Suamba
(2007) menjelaskan bahwa beberapa relief di dinding luar Candi
Prambanan (abad ke-9 Masehi) memperlihatkan wujud Siwa sebagai
penari. Begitu juga arca utama pada Candi Siwa memperlihatkan
bentuk lihga-nya dengan posisi natyahasta. Hal tersebut menjadi
sebuah pertanda bahwasanya paham ini bersumber dari India Selatan,
hingga samapi Asia, dan termasuk Jawa hingga ke Bali. Ikonografi
tersebut telah menjadi simbol kebesaran atas kuatnya pengaruh Saiva
Siddhanta, dan khusus dalam bidang seni, ikonografi tersebut telah
melahirkan beberapa karya seni (seni tari) yang menyiratkan simbol
kemahakuasaan Dewa Siwa sebagai pencipta, pemelihara dan pelebur
segala eksistensi.
2.

Siwa Nataraja Dalam Teo-filosofis Saiva Sidhhanta


Sebagaimana disinggung sebelumnya, bahwa keberadaan Siwa

dalam manifestasinya sebagai Nataraja sangat erat kaitannya dengan


ajaran (isme) Saiva Siddhanta yang berkembang pada abad ke-12
Masehi. Sejalan dengan itu, Suamba (2007) menjelaskan bahwa Siwa
Nataraja sebagai sebuah konsep lahir dari paham Siwaisme khususnya
Saiva Siddhanta yang berkembang di India Selatan pada abad ke-12
Masehi, namun sebagai sebuah ajaran, Siwaisme sudah ada pada
62

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

peradaban lembah sungai Sindhu yang pra Weda, kendatipun paham ini
pada awalnya belum maju, sistematik atau mapan seperti sekarang.
Wujud Siwa dalam bentuk Pasupati seperti tergambar dalam materaimateria tanah liat dan benda-benda lain yang terkait dengan pemujaan
kepada Siwa dan dewi ditemukan di Harappa dan Mohenjodaro
memperlihatkan bahwa paham ini memang sudah berkembang jauh
sebelum bangsa Arya datang ke India (Bharata).
Adapun Saivaisme mendasarkan ajarannya pada sebuah ideologi
yang egalitarian. Artinya, Siwa sebagai Tuhan dapat dipuja tanpa
bentuk dan dalam berbagai bentuk atau wujud tertentu. Bentuk yang
paling sering muncul adalah pemujaan kepada Lingga sebagai simbol
Siwa. Siwa sangat identik dengan Lingga, dan secara maknawi, Lingga
adalah simbol suci bahwa Dewa Siwa tidak memiliki tanda atau
karakteristik apapun (Sumba,2007,Maswinara,1999:121). Demikian
juga lingga adalah simbol keabstarakan Siwa sebagai sumber
segalanya, seperti disebutkan dalam teks Bhuwanakosa III.80 sebagai
berikut.

Sakweh ning jagat kabeh, mijil sangkeng bhattara Siwa ika, lina
ring bhattara Siwa ya,...

Terjemahan:
Seluruh alam semesta ini muncul dari Bhattara Siwa (lingga)
yang abstrak, lenyap kembali kepada Bhattra Siwa juga,...(Tim
Penyusun,2005:30).
63

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

Berdasarkan hal tersebut, Dewa Siwa dipuja melalui Lingga adalah


memiliki makna, bahwa Dewa Siwa adalah salah satu aspek nirgunam
(transenden) sebagai seumber segala eksistensi. Dijelaskan pula dalam
teks-teks Upanisad, khususnya Svetasvatara Upanisad sebagai sumber
pertama

yang memberikan ekspos

filsafat

ajaran

Siwa juga

menyebutkan realitas tertinggi dalam cara yang sama. Rudra/ Siwa


yang tak terbatas, yang menjadi sumber dan penopang segalanya adalah
tak dapat dipahami melalui alat-alat pengetahuan (pramana), atau
singkatnya tidak dapat dijamah oleh akal (tarka) dan perasaan (rasa)
manusia. Beliau nirguna (tanpa sifat), nirvisesa, nirvikara (tanpa
bentuk), dan seterusnya. Apa yang mempunyai tanda-tanda pembeda
dapat dikonsepkan, dapat divisuaikan di dalam pikiran, yaitu apa yang
dapat dikonsepkan harus mempunyai sebuah nama (nama) dan bentuk
(rupa). Tetapi apa yang tidak dapat dikonsepkan. tidak dapat
diwujudkan dengan suatu bentuk yang ditandai oleh tanda-tanda jati
diri. Oleh karena ada keinginan dirasakan untuk menemukan suatu
bentuk/bayangan untuk pemujaan suatu deva yang dipilih, maka linga
dipikirkan sebagai simbol atau bentuk yang paling sesuai. Pemuja Siwa
berpikir Siwa tidak dapat direpresentasikan dengan suatu simbol atau
bentuk karena ia adalah tanpa bentuk dan juga pada saat yang sama
Siwa adalah semua bentuk (Suamba,2007).
Dalam kondisi Siwa yang transenden, sekiranya amatlah sulit
manusia dalam menjalin hubungan dengan-Nya. Oleh karena itu, dalam
perkembangan tradisi Saivaisme, Dewa Siwa diberikan nama dan rupa
dengan beragam bentuk, seperti yang terdapat dalam Siva Purana

64

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

bahwa Dewa Siwa memiliki seribu nama Siwa (Siwa Sahasranama).


Demikian juga Siwa Nataraja salah satu aspek Dewa Siwa sebagai
penari kosmik sesungguhnya adalah manifestasi dari Siwa yang
transendetal (nirgunam Siwa). Penggambaran sosok Siwa sebagai
Nataraja tersebut konkrititasasi ajaran Saiva Siddhanta yang memiliki
makna yang kuat. Dengan demikian Siwa Nataraja bukanlah hanya
sekadar tarian dan simbol yang dapat ditarikan dan digarap dalam
pergelaran seni, tetapi sebuah simbologi aspek-aspek Dewa Siwa yang
abstraksi, seperti Panca Kertya, Panca Brahma, dan Pranawa Om.
Beberapa aspek tersebut merupakan ideologi elementer ajaran Saiva
Siddhanta.
Berkenaan dengan hal tersebut, dapat dikemukakan bahwa
ideologi-teologis Saiva Siddhanta mendasarkan ajarannya pada konsep
Siwa yang berada dalam dua kondisi, yakni nirgunam-sagunam
(transenden-imanen).

Dewa

Siwa

dalam

kondisi

nirgunam,

sebagaimana disebutkan dalam teks-teks Siva Siddhanta, yakni kondisi


dewa Siwa yang tanpa sifat, tanpa bentuk, wujud dan tidak terjangkau
oleh alam pikiran manusia, seperti disebutkan dalam teks Bhuwanakosa
II.16 berikut.
Bhattara Siwa sira wyapaka, sira suksema tar kneng angenangen, kadyangga ning akasa, tan kegrahita de ning manah
mwang indriya.

Terjemahan:

65

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

Bhattara Siwa meresapi segalanya, Ia gaib tak dapat dipikirkan,


Ia seperti angkasa, tidak terjangkau oleh pikiran dan indriya
(Tim Penyusun,2005:31).

Merujuk pada sloka dalam teks Bhuawanakosa tersebut dapat


dikemukakan bahwa aspek Siwa yang nirgunam atau sering disebut
dengan Paramasiwa Tattwa adalah sangat gaib dan tidak dapat
dipikirkan oleh indriya manusia. Dalam kondisi Siwa yang demikian,
manusia tidak dapat memikirkan dan memuja-Nya karena Beliau yang
tanpa sifat atau ataribut apapun. Suamba (2007) menjelaskan bahwa
Siwa dalam hakikatnya sebagai tanpa sifat, tanpa bentuk, tanpa awal,
tanpa tengah, tanpa akhir. Beliau berada di luar jangkuan kemampuan
manusia. Beliau tansendental dan berada di alam hakikatnya atau
posisinya yang tertinggi (paramarthika). Ia disebut Parama Siwa (Siwa
Tertinggi), tanpa bagian (niskala). Dalam posisinya seperti ini, beliau
bukanlah menjadi Tuhan yang bisa disembah, yang dapat diajak
berkomunikasi, karena beliau tanpa sifat, tanpa pribadi, seperti Maha
Kuasa, Maha Esa, Maha Kasih, Maha Pemurah, dan sebagainya.
Acintyagama menyuratkan, "Hakikat Siwa tertinggi tidak dapat
diketahui melalui observasi (adhyaksa), tidak juga melalui tanda
(Linga), tidak juga melalui otoritas verbal (sabda). Dengan demikian,
Siwa hanya diungkapkan dengan cara negatif: bukan ini, bukan itu.
Dalam hakikatnya seperti ini, Siwa tidak bisa dijangkau oleh bhakti,
dan lain-lain. Dalam aspeknya seperti ini beliau adalah transendental,
berada di luar jangkauan akal, pikiran, perasaan, perkataan manusia.
Beliau dalam posisi seperti ini tidak bisa dijangkau oleh apapun,

66

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

termasuk puja, doa, sembah, bhakti dan sejenisnya. Jadi, dalam


pengertian agama (dalam bahasa Indonesia atau Inggris) beliau yang
berhakikat seperti itu bukanlah Tuhan (God). Jadi, konsep ini transagama dan juga trans-rasional.
Konsep teologis Siwa yang nirgunam sejalan dengan konsepsi
Advaita Vedanta dari Sankara. Menurut Sankara, Tuhan (Brahman)
tertinggi adalah nirguna (tanpa pribadi, guna atau atribut), nirakara
(tanpa wujud), nirvisesa (tanpa ciri tertentu), tak berubah, abadi dan
akerta (bukan pelaku dan perantara). Nirguna Brahman selamanya
hanya menjadi subjek penyaksi dan tidak pernah menjadi objek
(Maswinara,1999:182).

Demikian

juga

Siwa

dalam

kondisi

Paramasiwa Tattwa, Ia tidak dapat dijangkau dengan akal pikiran


manusia, namun demikian atas kemahakuasaan Dewa Siwa, Beliau
dapat dipuja melalui tingkatan yang lebih rendah, yakni Siwa dalam
bentuknya yang aneka rupa, yakni Dewa Siwa dengan segala macam
bentuk, sifat , bagian (sekala). Dengan prinsip ini, pemuja dapat
menghadrikan Dewa Siwa dalam bentuk tertentu, dan harus dipahami
bahwa aneka bentuk Siwa bukan berarti Tuhan Siwa ada banyak.
Melainkan segala bentuk tersebut adalah manifestasi dari Tuhan Siwa
yang transenden. Sebagaimana jelas disebutkan dalam Jnanasiddhanta
sebagai berikut.
Ekatwaanekatwa swalaksana Bhattara. Ekatawa ngaranya,
kahidep makalaksana ng siwatattwa. Ndan tunggal, tan
rawatiga kahidepanira. Manngekalaksana Siwa karana juga,
tan paprabheda.

67

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

Aneka ngaranya kahidepan Bhattara makalaksana caturdha,.


Caturdha ngaranya laksanannira sthula suksema parasunya.
Terjemahan:

Sifat Bhattara Siwa adalah eka dan aneka. Eka (esa) artinya Ia
dibayangkan bersifat Siwatattwa, Ia Hanya esa, tidak
dibayangkan dua atau tiga. Ia bersifat Esa saja sebagai
Siwakarana (Siwa sebagai Pencipta), tiada perbedaan. Aneka
artinya, Bhattara dibayangkan bersifat caturdha artinya adalah
sthula suksma para sunya (Tim Penyusun,2005:27).

Penggalan teks Jnanasiddhanta tersebut semakin menandaskan bahwa


aneka rupa Dewa Siwa adalah manifestasi dari yang eka sebagai yang
tidak berwujud. Salah satu aneka rupa Dewa Siwa, yakni Siwa dalam
aspek Nataraja atau sedang melakukan tarian kosmik. Aspek Siwa
yang sedang menari ini merupakan kondisi Siwa yang saguna
(imanen), dalam artian, kondisi Siwa yang sudah memiliki atribut, sifat
(guna sakti) tertentu sehingga dalam kondisi ini Siwa sudah dapat
dikatakan sebagai yang aktif. Keaktifan ini pada hakikatnya dapat
dimakanai Siwa sebagai samhara (melebur), tirobhawa (pengaburan),
srsti (penciptaan), sthiti (pemeliharaan) dan anugraha (pemberian
anugrah). Lima aktivitas Siwa tersebut disebut dengan Panca Kertya
(Miartha,2015:496).

Dengan demikian, jelas bahwa Siwa Nataraja

adalah personifikasi dari lima aktivitas Siwa yang disebut dengan


Panca Kertya.

68

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

Mencermati bentuk atau wujud Siwa Nataraja (lihat gambar


Siwa Nataraja), jelas bentuk tersebut menyiratkan makna simbolik lima
aktivitas Dewa Siwa sebagai yang imanen. Secara halus konsep
tersebut digambarkan dalam bentuk Siwa Nataraja yang sedang
melakukan tarian kosmis untuk melebur, mengaburkan, menciptakan,
memeliharan dan memberikan anugerah kepada segala eksistensi.
Dewa Siwa atau Siwa Nataraja sebagai Dewa Tarian hadir dengan
gerakan-gerakan mistis (mudra) sebagai upaya memutar dunia ini.
Setiap gerakan tangan dan gerakan tubuhnya memiliki kekuatan, yang
bisa dimaknai bahwa tarian ini tidaklah selalu difokuskan ada
keindahan rupa. Tariannya merupakan perpaduan antara kekuatan
Sekala (Nyata) dan Niskala (Tidak Nyata).
Disamping itu, Siwa juga beraktivitas dengan menggunakan
energi atau instrumen (karana) untuk mewujudkan tujuannya, yaitu
agar jiwa bisa mendapatkan moksa. Instrumen dengan kapasitas yang
tak terbatas disebut Sakti. Dengan Sakti, Siwa menjadi kuat (sakata)
sehingga mampu menjalankan lima fungsi. Walaupun demikian, Siwa
dan Sakti dilukiskan bagaikan api dengan panasnya: Jadi. Siwa dan
Sakti sesungguhnya satu dan sama. Menurut klasifikasi umum, ada
lima Sakti: Parasakti, Adisakti, Icchasakti, Jnanasakti, dan Kriyasakti.
Brahmamantra dikatakan mempunyai bentuk Sakti. Ada lagi delapan
kelompok Sakti yang bertindak sebagai pengendali Vidyervara, agen
ketuhanan Siwa (Suamba,2007).
Berdasarkan hal tersebut secara teologis dan filsafat, Siwa
dalam aspek Siwa Nataraja mengajak seluruh umat manusia menari,
69

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

berkreasi seni untuk mencapai pembebasan. Secara filosofis keberadaan


Siwa Nataraja sebagai penari kosmik dalam melakukan aktivitas-Nya
menyiratkan sebuah pesan filsafati kepada manusia untuk aktif bekerja
(karma). Kemalasan merupakan salah satu bentuk pengingkaran
terhadap konsep-konsep ajaran Saiva Siddhanta, dan merupakan
pelanggaran terhadap rtam atau aturan alam. Alam atau kosmos selalu
bergerak aktif dengan keteraturannya yang luar biasa, dan sebagaimana
juga diharapkan manusia untuk selalu aktif untuk melakukan segala
tindakan untuk memutar cakra jnana-cakra karma sehingga mencapai
kebahagiaan. Bahkan di dalam teks Isa Upanisad disebutkan bahwa;
hendaknya manusia merasakan dirinya seolah-olah hidup seratus tahun
untuk melakukan tindakan dan bekerja. Selanjutnya, dijelaskan pula
dalam Bhagavdgita, bahwa sedetik saja Tuhan berhenti bekerja, dunia
akan mengalami kehancuran. Suamba (2007) menjelaskan bahwasanya
Siwa menari, maka umat manusia pun diharapkan ikut menari dalam
pengertian yang luas. Segala bentuk kesenian adalah sebuah bhakti.
Oleh karena seni memekarkan rasa, maka rasa adalah sebuah bhakti
dan sekaligus tujuan seni, yaitu samarasya antara Siwa dengan jiwajiwa, antara Parama Siwa dengan Siwa yang bersemayam di dalam diri
setiap individu. Samarasya adalah puncak pengalaman estetika dan
mistik yang bermuara menjadi satu, yaitu ananda.
Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa Tarian Siwa
melambangkan pergerakan dunia spirit. Dalam tarian tersebut, semua
kekuatan jahat dan kegelapan menjadi sirna. Tujuan Siwa menari
adalah

untuk

kesejahteraan

dan

70

keselamatan

alam

semesta,

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

membebaskan roh dari belenggu mala. Siwa bukanlah sebagai


penghancur tetapi sebagai regenerator (proses regenerasi). Siwa adalah
sebagai manggala data atau pemberi kesucian, dan ananda data yakni
sebagai pemberi kebahagiaan. Siwa menciptakan alam semesta dengan
cara menari.
3.

Siwa Nataraja Dalam Estetik Hindu


Estetika secara filsafat sangat identik dengan keindahan. Sangat

banyak defenisi tentang estetika, dan pada dasarnya semua pengertian


tersebut

merujuk

pada

makna

keindahan.

Djelantik

(1992:2)

menyebutkan bahwa apa yang disebut indah dapat menimbulkan dalam


jiwa rasa senang, rasa bahagia, rasa tenang nyaman, dan bila kesannya
lebih kuat, membuat seseorang menjadi terpaku, terharu, dan timbul
keinginan untuk kembali menikmatinya (dalam bahasa Bali disebut
kelangen).

Berdasarkan

hal

tersebut,

estetika

atau

keindahan

merupakan seni identik dengan keindahan yang membuat jiwa


seseorang menjadi kelangen, dan ada rasa untuk menikmati kembali
rasa keindahan tersebut. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa
karya seni secara implisit merupakan media untuk seseorang memasuki
dimensi rohani.
Berdasarkan atas hal tersebut, estetika Hindu merujuk pada rasa
keindahan. Adapun Siwa Nataraja adalah sumber dari segala
keindahan itu sendiri. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa,
Siwa Nataraja dikatakan sebagai perwujudan dari Siwa sebagai penari
kosmis yang sarat akan makna, simbolisasi, falsafah serta kaya akan
kreativitas. Adapun dalam perspektif Agama Hindu di Bali, kesenian

71

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

memiliki kedudukan yang sangat mendasar karena memiliki keterikatan


kuat dengan Religiusitas Masyarakat Hindu Bali dan rasa keindahan.
Berbagai ritual atau upacara selalu di identikan dengan kesenian, baik
seni suara, tarian, karawitan, seni rupa dan sastra yang difungsikan
sebagai pengungkapan rasa estetika, etika dan sikap keberagamaan
mereka. Sang Penari dengan tanpa pamrih mempersembahkan tarian
sebagai wujud bhakti serta kerinduan pada Ida Sang Htyang Widhi
Wasa dalam manifestasinya sebagai Hyang Siwa. Hyang Siwa
dikatakan sebagai sumber dari kesenian. Adapun sang seniman akan
berusaha menyatu dengan seni tersebut yang juga telah dipahami
bahwa setiap insan yang hidup di dunia adalah percikan dari kesenian
oleh karena itu Siwa Ntaraha dengan sendirinya telah bersemayam
setiap rasa keindahan tersebut.
Dewa Siwa dalam aspeknya sebagai Nataraja merupakan salah
satu bentuk konkritiasasi nilai eksotik-msitisisme teo-filosofis ajaran
Saiva Siddhanta. Di dalam ajaran tersebut ditempatkan nilai trilogiestetik religius Hindu yang kuat sebagai media menghubungkan diri
dan mergeriasasi dengan Hyang Siwa. Zoetmulder (1983), Sukayasa
(2009:11) trilogi estetik-religius tersebut, adalah satyam, sivam dan
sundaram

(kebanaran,

kebajikan

dan

keindahan).

Selanjutnya,

kekhasan tersebut dicirikan oleh (1) pelaku seni ketika memulai


karyanya sudah pasti melakukan pemujaam, (2) manunggal dengan
Hyang Siwa adalah sarana sekaligus tujuan, (3) menciptakan karya seni
merupakan yoga, (4) dalam rangka yoga, pelaku seni adalah alat, (5)
untuk itu melakukan pemurnian emosi sehingga menjadi rasa, (6)
pengalaman estetik terbayang dimana-mana, (7) dengan demikian
72

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

pelaku menyatu dengan keindahan, (8) ternyata penyatuan tersebut,


adalah ketenggelaman pelaku seni dengan Hyang Siwa, dan (9)
kegiatan seni adalah monumen dharma.
Melalaui beberapa ciri kekhasan trilogi estetik tersebut maka
pelaku seni akan mampu merasakan pengalaman estetiknya dengan
objek pemujaan. Sejalan dengan ideologi Saiva Siddhanta, yakni bahwa
dalam

mencapai

penyatuan

kepada

Hyang

Siwa

seyogyanya

berdasarkan atas yoga. Adapun Siwa Nataraja adalah personifikasi dari


munculnya dimensi rasa keindahan dalam diri dan tiada lain melalui
sebuah gerakan ritmik kosmis dalam tarian. Semua atribut yang ada
dalam bentuk tersebut menandakan bahwa Dewa Siwa dalam wujud
sebagai Nataraja adalah sumber kebajikan, kesucian dan keindahan.
Satyam banyak dijelaskan dalam teks Veda sebagai sebuah dharma atau
kebajikan, dan Siwa melalui tarian kosmisnya menggerakan dan
mengatur semesta dalam keteraturan sebagai sebuah dharma (aturan
alam) yang niscaya. Siwam adalah kesucian, dalam hal ini Dewa Siwa
sebagai Nataraja pada hakikatnya melakukan aktivitas tirobhava atau
pengaburan adalah tiada lain sebagai bentuk penyucian. Adapun
sundaram atau keindahan tersebut adalah media untuk manusia
memasuki alam rasa keindahan. Jadi, dengan demikian Siwa
Nataraja adalah upaya pencarian kebenaran, kesucian, keharmonisan,
melalui berkesenian (satyam, siwam, sundaram). Berkesenian di dalam
kaitannya dengan Hindu di Bali adalah sebuah langkah pemujaan untuk
menyatu dengan pencipta seni itu sendiri yakni Dewa Siwa.
Berkesenian adalah sebuah upaya mencari kepuasan bhatin, mencari
kesenangan, mencari keseimbangan, mencari pembebasan dalam
73

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

penyatuan dengan sang pencipta, yakni sumber dari seni itu sendiri
yakni Sang Hyang Siwa.

4.

Siwa Nataraja Membangkitkan Taksu Seni Tari Bali


Dijelaskan sebelumnya, bahwasanya Siwa sering diasosiasikan

dengan musik baik vokal dan instrumen. Epos besar Mahabharata


menyebutkan beliau sebagai seorang guru. Beliau disebutkan juga
sebagai pengarang pustaka bernama Vaisalaksha yang mendapatkan
nama dari sifat-nya, Visalaksha. Sebagai penguasa seni, beliau disebut
Adiguru yang mengajarkan kesenian kepada umat manusia. Oleh
karena itu beliau dipuja oleh para seniman. Mereka memohon anugrah
dan

restu

sebelum

melakukan

kreativitas

seni.

Di

dalam

pembahasannya mengenai Rg-samhita dan Taittiriya-samhita, Sayana


dan Madhava mengacu kepada pengetahuan agung Siwa di dalam
mangalacharana-nya. Mereka memuja dengan suntuk kepada Siwa
yang dikatakan sebagai istana pengetahuan dan pencipta Weda yang
membentuk seluruh alam semesta. Epos besar Mahabharata, pada suatu
bagiannya, menyatakan bahwa adalah Siwa yang memberikan isnpirasi
kepada pengarang buku dan sutra. Beliau menyimbulkan seni dan
kesusastraan, dan menyebarkan pengetahuan mengenai kala kepada
Garga. Beliau memberikan inspirasi kepada para seniman dan disebut
sarvasil-papravartaka. Sebagai seorang guru seni. Siwa trampil di
dalam

hal

kesukaannya

menari

dan

menari.

musik.
Bharata.

Mahabharata

menggambarkan

di

Natyasastranya.,

dalam

mengungkapkan beliau dan pasangannya sebagai penemu tandava dan


lasya, bentuk keras dan lembut tarian (Suamba,2007).
74

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

Berkenaan dengan hal tersbut, Siwa Nataraja merupakan daya


spirit kreativitas berkesenian. Keberadaan Siwa dalam aspek Nataraja
sesungguhnya mengajak para pelaku seni, khususnya seni tari Bali
bahwa daya spiritual adalah aspek yang terpenting dalam mebangkitkan
taksu. Senada dengan itu, Dibia (2012:35) menyebutkan bahwasanya
taksu adalah daya kekuatan spiritual dan untuk mendapatkan taksu
hendaknya berdasarkan atas olah bathin serta laku spiritual.
Tarian Siwa sebagai Nataraja sesungguhnya adalah terkandung
sebuah daya pembangkitan daya spiritual (taksu) tersebut. Dapat
dicermati dalam ikonografi tersebut, bahwa Siwa Nataraja sebagai
Dewa Tarian hadir dengan gerakan-gerakan mistis (mudra) sebagai
upaya memutar dunia ini. Setiap gerakan tangan dan gerakan tubuhnya
memiliki kekuatan, yang bisa dimaknai bahwa tarian ini tidaklah selalu
difokuskan ada keindahan rupa. Tariannya merupakan perpaduan antara
kekuatan Sekala (Nyata) dan Niskala (Tidak Nyata). Gerak tubuh dan
tangan adalah mudra yang didalamnya ada daya magis, dan tariannya
dalam lingkaran api yang siklik, bahwa taksu harus dibangun atas dasar
karma

(tindakan)

berkesenian

yang

terus

menerus.

Adalah

kemustahilan, bagi pelaku seni untuk mendapatakan taksu dengan cara


pasif (diam). Oleh sebab itu, pelaku seni tari hendaknya setiap saat
melatih dirinya dalam pementasan atai latihan personal untuk
memunculkan daya spirit yang ada dalam diri.
Bagi masyarakat Hindu Bali, konsep dan filosofi Siwa Nataraja
tidak saja perlu diketahui dan dipahami, tetapi juga dipakai sebagai
landasan filsafat di dalam berkesenian, khususnya seni tari. Dari Siwa,
75

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

segala bentuk seni di dunia ini berkembang, oleh karena itu Siwa dipuja
oleh para seniman. Dewa Siwa yang pertamakali melahirkan seni
tersebut. Sebagai pencipta tarian, Siwa berwujud Nrtyamurti. Siwa juga
mengajarkan kesenian kepada Dewa-Dewa dan umat manusia. Siwa
juga disebut Adi Guru atau guru pertama kesenian. Siwa juga sebagai
guru yoga, musik, dan jnana (ilmu pengetahuan). Siwa dalam wujud
Siwa Nataraja adalah Siwa dalam postur menari. Gerakannya sangat
indah, ritmis dan eksostis mistik yang menggetarkan siapa saja yang
menyaksikannya. Gerakannya dalam ritmis tersebut sangat harmonis
dan melahirkan keindahan.
Gerakan dalam Siwa Nataraja adalah juga merupakan
simbolisasi dari Panca Aksara. Panca Aksara membentuk tubuh Siwa,
dan daya spirit akan dikeluarkan dari dalam tubuh fisiknya. Tangan
yang memegang api adalah Na, kaki yang menindih raksasa adalah Ma,
tangan yang memegang kendang adalah Si, tangan kanan dan kiri yang
bergerak adalah Wa, tangan yang memperlihatkan abhaya mudra adalah
Ya. Panca Aksara adalah kekuatan yang dapat menghapus noda dan
dosa. Dengan demikian, pemujaan kepada Hyang Siwa dalam
manifestasinya sebagai Nataraja hendaknya harus dipuja agar
mendapatkan taksu.
Secara konseptual Siwa Nataraja sebagai wujud nyata diterapkan
dalam aktivitas keagamaan di Bali yang selanjutnya mengalir menjadi
bentuk-bentuk kesenian. Gerakan tangan atau mudra tersebut kemudian
berkembang menjadi gerakan-gerakan anggota badan. Pada upacara
yadnya terdengar weda mantra sang sulinggih, suara genta, kidung76

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

kekawin atau nyanyian sakral, gamelan atau musik, tarian, banten atau
sesajen yang ditata indah pada dasarnya perwujudan rasa seni yang
dipersembahkan kepada Tuhan sehingga terlahir taksu.

C.

SIMPULAN
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapat disimpulkan

bahwasanya ikonografi Siwa Nataraja sudah dikembangkan secara


rohani oleh bangsa Dravida. Hal tersebut dapat dilihat bahwa
ikonografi Siwa Nataraja tersebut merupakan konkritiasasi ajaran
Saivisme yang berkembang dan membawa pengaruh hingga ke Bali.
Selanjutnya, dalam teo-filosofis bahwa Dewa Siwa dalam aspeknya
sebagai Nataraja merupakan salah satu aspek atau personifikasi dari
Dewa Siwa dalam kodisi sagunam. Sebagaimana ideologi Saiva
Siddhanta, bahwa Tuhan Siwa dapat dikondisikan menjadi nirgunam
Siwa dan Sagunam Siwa. Keberadaan Siwa Nataraja merupkan salah
satu aspek dewa Siwa sebagai sumber keindahan, dan melalui
pemujaan terhadap Siwa Nataraja maka taksu pelaku seni, khususnya
seni tari Bali akan muncul sehingga melalui taksu kita bisa menyatu
dengan sumber keindahan, yakni Hyang Siwa.

DAFTAR PUSTAKA
Donder. I Ketut.2007. Kosmologi Hindu Penciptaan, Pemeliharaan,
dan Peleburan Serta Penciptaan kembali Alam Semesta.
Surabaya: Paramita.

77

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

Dibia. I Wayan.2012. Taksu Dalam Seni dan Kehidupan Bali.


Denpasar: Bali Manggis Foundation.

Djelantik, Anak agung Made. 1992. Pengantar ilmu Estetika. Jilid I.


Denpasar : Sekolah Tinggi seni Indonesia.
Maswinara. I Wayan.1999. Sistem Filsafat Hindu Sarva Darsana
Samgraha. Surabaya: Paramita.

Miartha. I Wayan.2015. Diksanisasi MGPSSR di Bali (Disertasi tidak


diterbitkan Program Pascasarjana IHDN Denpasar). Denpasar:
IHDN Denpasar.

Palguna. I B.2008. Sejarah Perkembangan Agama Hindu India.


Denpasar: UNHI.

Redig. Wayan.2008. Pratima Kosa. Denpasar: Pustaka Larasan.

Suamba. IB Putu.2007. Siwa Natarja Filsafat dan Estetiknya. Majalah


Warta Hindu Dharma No.488 Agustus 2007. Denpasar.

Suka Yasa I Wayan.2005. Rasa Daya Estetik-Religius Geguritan


Sucita. Denpasar: Sari Khayangan.

Worsley. Petter, dkk.2014. Kakawin Sumanasantaka Mati Karena


Bunga Sumanasa. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

78

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

Tim Penyusun.2005. Siwa Tattwa. Bangli: Departemen Agama Bangli.

Zoetmulder.P.J.Kalangwan Sastra Jawa Kuno Selayang Pandang.


Jakarta: Djambatan.

79

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

IMPREALISME PEMERINTAH KOLONIAL BELANDA


TERHADAP KERAJAAN GIANYAR TAHUN 1771 1942

Ni Putu Yuniarika Parwati, S.Pd.,M.Pd


(rica.yuniarika@yahoo.com)

Abstract
After almost two centuries the island to avoid the influence of West
Bali can be grown calm, and peaceful under the reign of several kings
without interference or political interference from the powers of a
foreign ruler. Begin at the beginning of the nineteenth century the
Dutch government to pay attention to the island and attempt to gain
political influence in the island through the planting of power in the
kingdom - the kingdom in Bali. At that time in Bali there are nine
kingdoms: the kingdom of Buleleng, Jembrana, Tabanan, Mengwi,
Badung, Gianyar, Bangli, Klungkung and Karangasem. In 1891 after
the Kingdom of Badung can beat the Kingdom Mengwi, in Bali amount
kingdom ended up being eight kingdoms. Efforts Dutch government
ensure influence and power in Bali in the nineteenth century through
the planting of power in the kingdom - the kingdom in Bali received
much opposition from several kingdoms in Bali for business The Dutch
government will threaten the status and powers of the king - the king in
Bali independent and sovereign ,
the problem of how the system of government under the kingdom of
Gianyar before imprealism Influence of the Dutch colonial government,
how the background of the kingdom of Gianyar handed imprealism
kingdom under the Dutch colonial government, the influence of
imperialism run against the policy of the Dutch colonial government in
the kingdom of Gianyar.
The theory underlying this research is the theory of power, conflict
theory and the theory of hegemony. The theory is defined as the power
as an ability to influence the other party in accordance with the will of
the existing holders of power tersebut.Teori conflict analyze events that
occurred in certain parts also led to conflicts in other parts of society.
On the basis of this conflict theory approach, it is expected to explore
80

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

the background of the kingdom of Gianyar hand over the kingdom to


the Dutch colonial government. The theory of hegemony that is a
system of government of a country that is based on the formation of
consensus through leadership or coaching culture.
The method used in this study consisted of heuristic methods, and
interpretation of historical criticism.
Based on the analysis of the research results it can be concluded that
the system of government of the Kingdom of Gianyar before it was
under the Influence imprealism Dutch colonial government can be
divided into three phases: First, the system of government run by the
King of Gianyar ranging from the establishment of the kingdom of
Gianyar below Dewa Manggis IV is still traditional in nature with
regard to lineage or treh. Second, the system of government that began
in transition. At the time of Dewa Manggis V, the bureaucratic
structure in the kingdom of Gianyar start changing very clear regarding
the office of a duke. Third, the government system that has been
modern. Marked by the entry of the Dutch Government's intervention
in the Kingdom of Gianyar. At the time of Dewa Manggis VII.
Background kingdom of Gianyar handed imprealism kingdom under
the Dutch colonial government, namely: The change in the structure of
the Kingdom of Gianyar, Desa Apuan their rebellion, insurrection
Cokorda Gde Oka, the intervention of the Kingdom of Bangli, the
attack of the Kingdom of Bangli, Klungkung and Badung.
The influence of imperialism that is run against the policy of the Dutch
colonial government in the Kingdom of Gianyar can be seen from
several sectors: political, economic, social, cultural and governance.

PENDAHULUAN
Banyak yang mengira bahwa orang orang Eropa khususnya
Belanda mulai memasuki pulau Bali adalah pada awal abad XIX.
Sebenarnya orang Belanda telah mengenal Bali pada akhir abad XVI
yaitu Aernoudt Lintgens seorang pelaut Belanda dalam laporannya
yang mengungkap banyak mengenai pulau Bali dalam perjalanan
mereka pertama kali mengunjungi kawasan Asia.

81

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

Pada waktu itu Cournelis de Houtman sedang melanjutkan


perjalanan pulangnya ke Eropa dan ketika melewati selat Bali, tiba
tiba Cournelis de Houtman memutuskan untuk singgah sementara di
pulau Bali yang pada peta peta lama disebut pulau Baelle dengan
tujuan untuk mendapatkan persediaan air dan perbekalan lain yang
diperlukan dalam perjalanan panjang ke negeri Belanda (Putra Agung,
2001 : 40).
Pada awal bulan Februari 1597, ketiga kapal Belanda tersebut
berlabuh di pulau Bali. Kapal pertama berlabuh di pantai Jembrana,
yang kedua di pelabuhan yang dahulu disebut Coutaen ( Kuta ) dan
yang ketiga di pelabuhan Couteraes atau Labuan Amuk. Catatan
Aernoudt Lintgens dimulai ketika ia berlabuh di pantai Kuta pada
tanggal 9 Februari 1597 dan berakhir pada tanggal 16 Februari pada
saat kapal-kapal Belanda meninggalkan pulau Bali (Gde Agung, 1989 :
4). Lintgens menggambarkan bahwa raja yang memerintah Bali pada
waktu itu adalah Dalem Bekung. Kunjungan Cournelis de Houtman dan
rombongannya ke Bali pada abad XVI tidak membawa akibat politis.
Bali pada abad XVI di bawah kekuasaan Dewa Agung Dalem
Bekung yang kemudian diganti Dalem Sagening pada abad XVI sampai
pertengahan abad XVII, merupakan suatu negara yang berwibawa dan
disegani di kawasan Asia. Semenjak pertengahan abad XVII terjadilah
perkembangan politik yang memudarkan kekuasaan Dewa Agung di
Gelgel, sehingga Bali terpecah- pecah menjadi beberapa kerajaan yang
pada

hakekatnya

masing-masing

berdiri

sendiri,

sehingga

menghilangkan kekuasaan sentral dari Dewa Agung sebagai Susuhunan


Bali dan Lombok. Selanjutnya, dari pertengahan abad XVII sampai
82

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

abad XIX pulau Bali tidak lagi mendapat perhatian penguasa Barat dan
dapat berkembang sesuai dengan kepribadiannya serta identitasnya
sendiri. Oleh karena itu, sampai awal abad XIX terhindarlah pulau Bali
dari pengaruh kekuasaan asing dan penetrasi politik kekuasaan Barat,
sehingga dengan demikian berhasillah Bali berkembang secara
merdeka dan bebas melalui saluran kebudayaan maupun agama Hindu .
Setelah hampir dua abad lamanya pulau Bali terhindar dari
pengaruh Barat Bali dapat berkembang tentram dan damai di bawah
kekuasaan beberapa raja tanpa gangguan atau campur tangan politik
dari kekuasaan penguasa asing. Mulailah pada awal abad XIX
Pemerintah Belanda menaruh perhatian terhadap pulau Bali dan
berusaha untuk mendapatkan pengaruh politik di pulau Bali melalui
penanaman kekuasaan lewat kerajaan kerajaan yang ada di Bali.
Kerajaan adalah sebuah pusat pemerintahan atau tata pemerintahan di
bawah pimpinan seorang raja dan pemerintahannya bersifat feodal (
Poerwadarminta, 1984 : 740 ). Pada waktu itu di Bali terdapat sembilan
kerajaan yaitu : Kerajaan Buleleng, Jembrana, Tabanan, Mengwi,
Badung, Gianyar, Bangli, Klungkung dan Karangasem. Pada tahun
1891 setelah Kerajaan Badung dapat mengalahkan Kerajaan Mengwi,
jumlah kerajaan di Bali akhirnya menjadi delapan kerajaan. Upaya
Pemerintah Belanda menanamkan pengaruh dan kekuasaannya di Bali
pada abad XIX melalui penanaman kekuasaan lewat kerajaan
kerajaan yang ada di Bali mendapat banyak tentangan dari beberapa
kerajaan di Bali karena usaha Pemerintah Belanda tersebut akan
mengancam kedudukan dan kekuasaan raja raja di Bali yang merdeka
dan berdaulat.
83

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

Salah satu kerajaan yang ada di Bali pada abad XIX, yang tidak
melakukan perlawanan terhadap Belanda adalah Kerajaan Gianyar
yang terletak di Bali Selatan berbatasan sebelah timur dengan kerajaan
Klungkung, di sebelah utara dengan Kerajaan Bangli dan di sebelah
barat dengan Kerajaan Badung dan Mengwi. Memilih bekerja sama
dengan Pemerintah Belanda. Raja Gianyar pada saat itu berperan
sebagai Stedehouder atau wakil Belanda dalam mengendalikan
pemerintahan di wilayah kerajaan Gianyar ( Sirikan, 1956 : 193 ).
Kerajaan Gianyar memilih bekerjasama dan berlindung di bawah
pemerintah Belanda dengan menjadi Stedehouder Belanda disebabkan
terjadinya konflik, baik intern maupun ekstern di kerajaan Gianyar
sehingga menyebabkan kerajaan Gianyar tidak memiliki pilihan untuk
mengatasi kekacauan serta menciptakan ketenteram di kalangan rakyat,
kecuali dengan meminta perlindungan kepada pemerintah Belanda.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana sistem pemerintahan Kerajaan Gianyar sebelum berada
di bawah imprealisme Pemerintah Kolonial Belanda?
2. Bagaimana

latar

belakang

Kerajaan

Gianyar

menyerahkan

kerajaannya di bawah imprealisme Pemerintah Kolonial Belanda ?


3. Apakah dampak imprealisme yang dijalankan Pemerintah Kolonial
Belanda terhadap kebijakan di Kerajaan Gianyar ?

84

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

LANDASAN TEORI
1. Teori Konflik
Teori konflik menurut Dahrendorf bahwa masyarakat selalu
bermuka dua yaitu: konsensus dan konflik. Dahrendorf melihat konflik
sebagai sebuah kenyataan. Dimana konflik yang terjadi di bagianbagian tertentu juga menyebabkan terjadinya konflik pada bagianbagian masyarakat yang lainnya (Soekanto, 1988 : 79).
Dengan berlandaskan pada pendekatan teori konflik ini, maka
diharapkan dapat menelusuri latar belakang Kerajaan Gianyar
menyerahkan kerajaannya kepada Pemerintah Kolonial Belanda.
Sebelum proses penyerahan terjadi didalam Kerajaan Gianyar terjadi
konflik diantara para manca atau punggawa dengan sistem politik baru
yang diterapkan oleh I Ketut Sara sebagai Patih yang baru. Kebijakan
ini sangat ditentang oleh para manca atau punggawa Kerajaan Gianyar.
Akhirnya, timbul perpecahan didalam Kerajaan Gianyar tersebut. Dari
siniliah konflik mulai timbul dan akhirnya mulai meluas ke masalah
luar Kerajaan Gianyar. Ketegangan yang terjadi antara manca dengan
Patih kerajaan terjadi dimana masing- masing pihak tersebut berusaha
untuk mempertahankan stabilitas Kerajaan Gianyar. Dengan adanya
kebijakan politik baru yang diterapkan oleh I Ketut Sara tersebut
dikatakan akan mengancam integritas dan stabilitas didalam Kerajaan
Gianyar. Dengan semakin meruncingnya konflik didalam Kerajaan
Gianyar, menyebabkan Kerajaan Gianyar mengalami kemunduran,
hanya dengan berlindung di bawah Pemerintah Kolonial Belanda maka
stabilitas di dalam Kerajaan Gianyar dapat dipertahankan.

85

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

2. Teori Kekuasaan
Kekuasaan diartikan sebagai sebagai suatu kemampuan untuk
mempengaruhi pihak lain menurut kehendak yang ada pada pemegang
kekuasaan tersebut. Kekuasaan tersebut mencakup baik suatu
kemampuan untuk memerintah dan juga untuk memberi keputusan
keputusan yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi
tindakan tindakan pihak pihak lainnya.
Kerajaan Gianyar pada abad XIX sebelum berada dalam
Pengaruh Imprealisme Pemerintah Kolonial Belanda bentuk dan
susunan pemerintahannya masih bersifat feodal. Raja memiliki
kekuasaan yang mutlak dan tidak terbatas. Raja adalah penguasa
pemerintahan tertinggi yang juga bertindak sebagai kepala agama dan
hakim tertinggi. Wilayah kerajaan dibagi atas kekuasaan administratif
yang dikepalai oleh seorang punggawa yang biasa ditunjuk diantara
keluarga raja yang terdekat. Para punggawa memiliki kekuasaan yang
luas pula dan membawahi sejumlah penduduk yang dapat dikerahkan
oleh para punggawa itu untuk keperluan pribadinya. Wilayah
administratif yang dikuasai oleh punggawa dibagi lagi atas beberapa
desa yang diperintah oleh seorang pembekel. Desa dibagi lagi atas
beberapa banjar dibawah pimpinan seorang kelian banjar, yang
merupakan unit terkecil dalam susunan administrasi pemerintahan
kerajaan ( Agung Gde, 1989 : 24 ). Seorang raja memiliki kedudukan
dan kekuasaan yang tidak terbatas mengakibatkan pelaksanaan
kekuasaan yang sewenang wenang, namun tidak dapat dipungkiri
bahwa rakyat Bali tetap menghormati rajanya, karena dianggap
memiliki kekuasaan yang dilimpahkan Tuhan kepadanya. Hal ini sesuai
86

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

dengan kepercayaan masyarakat Bali mengenai konsep Teologi Kultus


Dewa Raja yang mempercayai bahwa Raja adalah manifestasi atau
titisan Dewa yang ada di bumi. Apapun yang Raja titahkan kepada
rakyatnya dianggap sebagai perintah dari Tuhan. Maka dari itu, Raja
memiliki kekuasaan yang tidak terbatas.

3. Teori Hegemoni
Teori hegemoni menurut Gramsci yaitu sebuah sistem pemerintahan
suatu negara yang didasarkan kepada pembentukan atau pembinaan
konsensus melalui kepemimpinan kebudayaan. Praktek hegemoni itu
dilakukan secara terus menerus terhadap kekuatan oposisi untuk mau
memilih sikap konformistik, sehingga menimbulkan disiplin diri untuk
menyesuaikan dengan norma norma yang diputuskan oleh negara
dengan keyakinan bahwa apa yang telah diputuskan negara tersebut
merupakan cara terbaik untuk survive dan meraih kesejahteraan.
Kerajaan Gianyar yang berada dalam Pengaruh Imprealisme
Pemerintah Kolonial Belanda setelah dikeluarkannya Besluit No. 15
pada tanggal 29 Nopember 1900 secara tidak langsung telah berada
dalam satu relasionitas antara Kerajaan Gianyar dengan Pemerintah
Kolonial Belanda. Kebijakan kebijakan yang dikeluarkan Belanda
terhadap Kerajaan Gianyar dalam sosio politis adalah suatu kebijakan
yang telah mengalami suatu konsensus sebelumnya. Segala kebijakan
yang dikeluarkan oleh Pemerintah Belanda terhadap Kerajaan Gianyar
tidak diperoleh melalui kekerasan, melainkan dengan kesadaran.
Kerajaan Gianyar berada di daerah minus. Pada daerah minus yang
lebih feodal penguasaan hak atas tanah oleh Raja lebih luas dibanding
87

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

daerah plus yang lebih banyak dikuasai rakyat. Perbandingan hak bagihasil pertanian juga lebih banyak dibanding di daerah plus.
Semua itu sangat memotivasi para Raja untuk tetap berkuasa,
yaitu mempertahankan status pemegang tahta Kerajaan Gianyar telah
menjadi haluan utama pandangan politiknya.
Dengan menjadikan Kerajaan Gianyar sebagai Stedehouder atau
wakil Belanda maka segala kedaulatan sosio-politik-ekonomi-kultural
bisa diraih, baik hasil bumi, kesetiaan dan kepatuhan rakyat, juga
prestise penguasaan diantara kerajaan lain.

METODE PENELITIAN
1. Heuristik ( Metode Pengumpulan Data )
Sebelum diuraikan lebih jauh tentang metode heuristik, terlebih
dahulu dijelaskan tentang pengertian heuristik yaitu prosedur dalam
mencari data serta menemukan jejak- jejak sejarah ( Widja, 1988 : 37 ).
Jejak sejarah yang digunakan dalam penelitian ini berupa
sumber tertulis adalah baik berupa buku- buku, makalah, dsb. Selain itu
juga digunakan sumber tidak tertulis yang diperoleh dari orang orang
yang tidak terlibat langsung dalam peristiwa sejarah maupun yang
terlibat langsung dalam pertempuran. prosedur dalam mencari serta
menemukan jejak jejak sejarah ( Widja, 1988 : 48 ).
Data dari pada penggunaan sumber ialah cita cita mencari
kebenaran tentang kejadian atau peristiwa yang sudah terjadi.
Penggunaan itu harus menghasilkan ketentuan ketentuan tentang
fakta.

88

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

Dalam penelitian ini secara umum sumber yang dipergunakan


terdiri dari kategori, yaitu : sumber tertulis dan sumber lisan. Semakin
lengkap sumber sumber yang didapat makin mudah membuat
rekonstruksi yang akan dibuat dari sejarah itu.

2. Kritik Sejarah
Dalam sejarah dibedakan antara data dan fakta. Data pada
hakekatnya berupa jejak- jejak sejarah yang masih perlu dikaji dan
belum merupakan kebutuhan gambaran dari peristiwa sejarah,
sedangkan fakta adalah keterangan yang kita peroleh dari jejak- jejak
sejarah atau sumber- sumber sejarah yang telah kita saring dan diuji
dengan proses peristiwa sejarah ( Widja, 1988 : 41 ). Dengan demikian
jejak- jejak sejarah yang diperoleh perlu dievaluasi dengan kritik
sejarah, baik dengan kritik ekstern maupun intern. Hasil yang
diharapkan dalam melakukan kritik ini, agar pengaruh subyektifitas
yang dihimpun dalam sumber-sumber sejarah dapat dihindari dan
mendekati suatu kebenaran secara ilmiah. Dalam penelitian ini
penonjolan peranan seorang

pejuang yang berlebihan dan yang

mengesampingkan pihak lain serta penambahan cerita- cerita


perjuangan yang kadang- kadang diluar konteks ilmiah dan lain-lain.

3. Interpretasi
Fakta- fakta sejarah yang telah terwujud belumlah langsung
dimanfaatkan untuk penyusunan cerita sejarah, karena masih ada suatu
langkah metodelogi yaitu interpretasi. Fakta-fakta yang diperoleh perlu
diinterpretasikan sehingga fakta- fakta tersebut dapat dihubung89

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

hubungkan secara bermakna dalam keseluruhan cerita sejarah yang


hendak disusun. Proses membuat interpretasi sebenarnya proses
seleksi., maksudnya adalah memilih fakta- fakta yang cocok dan utuh
dihubung- hubungkan guna mengahasilkan suatu rangkaian cerita
sejarah yang bermakna dari kehidupan masa lampau suatu masyarakat.

4. Historiografi
Hasil interpretasi yang diwujudkan dilanjutkan dengan langkahlangkah penyusunan cerita sejarah yang disebut historiografi. Cerita
sejarah yang disusun menggunakan prinsip- prinsip tertentu seperti
prinsip serialisasi ( cara- cara membuat urutan- urutan waktu peristiwa )
, prinsip kronologis ( cara- cara membuat urutan peristiwa) dan prinsip
kausasi ( hubungan sebab akibat ). Artinya mencari analisa dengan
pertanyaanpertanyaan seperti : Bagaimana peristiwa tersebut bisa
terjadi, Faktorfaktor apa yang mendorong dan menyebabkan
terjadinya peristiwa sejarah, kapan peristiwa itu terjadi, siapa sajakah
tokohtokoh yang terlibat atau berperan dalam peristiwa tersebut dan
lainnya. Selain digunakan prinsipprinsip diatas juga dibutuhkan
kemampuan sastra untuk menyusun cerita sejarah yang menarik.
Selain menggunakan prinsip- prinsip diatas, digunakan juga
fungsi ilmiah serta fungsi spekulatif imajinatif dari sejarah, perlu pula
diperhatikan fungsi sastranya, penyajian dari hasil ilmu dan daya
imajinasi ke dalam cerita sejarah yang menarik ( Widja, 1988 : 48 ).
Merekontruksi masa lalu yang dikaji dan ditulis dalam bentuk
laporan ilmiah peristiwa sejarah dalam hal ini adalah kegiatan terakhir
dalam langkah- langkah atau metodologi dalam penilitian sejarah.
90

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

Historiografi dalam pengertian ini adalah penelitian karya sejarahb,


berdasarkan langkah- langkah dan norma- norma serta kaedah sejarah
secara ilmiah. Hal yang perlu ditekankan dalam kajian ini adalah
sedapat mungkin menghindarkan pendapat- pendapat pribadi yang
berlebihan dan kurang didukung oleh fakta ilmiah. Penelitian sejarah
diharapkan tetap mengacu dan bertumpu pada history reality sejarah
sebagaimana adanya dan apapun yang terjadi (Simo,1997 : 19 ).

HASIL PENELITIAN
1. Sistem Pemerintahan Kerajaan Gianyar Sebelum Berada Di
bawah Imprealisme Pemerintah Kolonial Belanda
Eksistensi dinasti Dewa Manggis tidak akan dapat dipisahkan
dengan keberadaan Alas Bengkel yang kemudian menjadi Desa
Bengkel sebagai tempat tinggal yang begitu banyak memberikan
inspirasi dan keyakinan diri dalam menempuh kehidupan serta
merupakan media yang potensial dalam rangka menggapai obsesi
menuju puncak kekuasaan. Keberadaan dinasti I Dewa Manggis
kirannya perlu diungkap lembaran sejarahnya yang bertitik tolak dari
peranan I Dewa Manggis Kuning yang bermukim di Alas Bengkel
sebagai pendiri dan perintis perjuangan untuk kebesaran dinasti Dewa
Manggis.
Terminologi pemerintahan Kerajaan Gianyar mulai dikenal
semenjak terbentuknya suatu pusat kota yang ditandai oleh berdirinya
istana atau puri yang pada awalnya disebut Geria Anyar dan karena
lafal

pengucapannya

kemudian

menjadi

Gianyar.

Dalam

perkembangannya Gianyar menjadi nama dari suatu kerajaan, yaitu


91

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

Kerajaan Gianyar yang mempunyai peranan strategis dalam mewarnai


sejarah Bali semenjak abad XVIII. Dengan menjabarkan pemerintahan
yang dijalankan oleh para keturunan treh Dewa Manggis yakni sebelum
berada di bawah hegemoni Pemerintah Kolonial Belanda dan kemudian
memutuskan untuk menjadi Stedehouder Belanda.
Paparan di atas menggambarkan bahwa kekuasaan suatu
kerajaan erat terkait dengan sistem birokrasi yang berdasarkan
keturunan atau treh dengan diatur perundangan ( peswara ). Hal ini
sejalan dengan teori kekuasaan yang dikemukakan oleh Soekanto yang
intinya mengemukakan bahwa seorang raja memiliki kekuasaan yang
tidak terbatas dan bersifat tunggal. Maka dari itu, sebelum Kerajaan
Gianyar berada di bawah Hegemoni Pemerintah Belanda, sistem
pemerintahan yang dijalankan di Kerajaan Gianyar masih berbentuk
kerajaan.
2. Latar Belakang Kerajaan Gianyar Menyerahkan Kerajaannya
Di

Bawah Imprealisme Pemerintah Kolonial Belanda


Setelah Dewa Pahang wafat pada tanggal 23 Juni 1896, para

punggawa, manca dan pembesar pembesar Kerajaan Gianyar


melakukan Paruman Agung yang berbicara atas nama rakyat Kerajaan
Gianyar menunjuk saudara Dewa Pahang yaitu Dewa Gde Raka
sebagai Raja. Sebenarnya Dewa Pahang masih memiliki seorang putera
bernama Anak Agung Gde Putera, tetapi karena masih muda dan sama
sekali tidak mempunyai pengalaman dalam pemerintahan, maka
Paruman Agung tersebut menunjuk saudara Dewa Pahang yaitu Dewa
Gde Raka sebagai penggantinya. Berdasarkan atas penunjukkan
tersebut Pemerintah Belanda memutuskan untuk mengakui Dewa Gde
92

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

Raka sebagai Raja Kerajaan Gianyar. Oleh karena itu pada tanggal 22
Desember 1896 ditandatanganilah kontrak antara Dewa Gde Raka dan
Residen Bali dan Lombok yang baru, F.A. Liefrinck, di Gianyar yang
mengakui Dewa Gde Raka sebagai Raja Kerajaan Gianyar. Kontrak
tersebut dikukuhkan oleh Gubernur Jenderal Carel Herman Aart van
der Wijck pada tanggal 18 Mei 1897 (Agung Gde, 1989 : 464 ).
I Dewa Gde Raka, raja baru yang menggantikan I Dewa Pahang
pada tanggal 22 Desember 1896, menghadapi proses konsolidasi yang
sangat berat dan sukar, karena kekacauan politik dan gangguan
keamanan dan ketertiban sejak tahun 1883 menjadi laten yang muncul
lagi pada tahun 1897 dan tahun sesudahnya. Selama masa krisis dan
transisi itu, pada tahun 1897 1899 kehidupan dan kesejahteraan
rakyat Kerajaan Gianyar sangat terganggu dan timbul kesengsaraan
dimana mana. Semuanya mengharapkan agar pada masa yang akan
datang akan tercipta suasana damai dan tentram agar seperti sedia kala.
Sikap bermusuhan dari Dewa Agung di Klungkung dan Dewa Gde
Tangkeban Raja Bangli terhadap Kerajaan Gianyar masih tetap
bergejolak (Sirikan, 1956 : 191).
Dewa Agung di Klungkung tidak dapat menerima Kerajaan
Gianyar sebagai kerajaan yang berdaulat otonom dan berpegang teguh
bahwa Kerajaan Gianyar adalah bagian dari Kerajaan Klungkung
karena penggabungannya pada tahun 1883. Demikian juga Dewa Gde
Tangkeban Raja Bangli, karena pesan ayahnya harus tetap bermusuhan
dengan Kerajaan Gianyar agar dapat mengembalikan wilayah wilayah
Kerajaan Bangli yang masih diduduki oleh Kerajaan Gianyar. Oleh
karena itu, sikap bermusuhan kerajaan kerajaan itu terhadap Kerajaan
93

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

Gianyar, sangatlah menyulitkan untuk menciptakan kedamaian dan


ketentraman di Kerajaan Gianyar. Dalam kondisi dan situasi yang
penuh tantangan itulah I Dewa Gde Raka memulai pemerintahannya di
Kerajaan Gianyar.
I

Dewa

Gde

Raka

adalah

seorang

bangsawan

yang

berkepribadian lemah dan sering memperlihatkan sikap ragu ragu,


dalam kondisi yang krisis pada waktu itu kepemimpinannya yang
lemah dan ragu ragu sangatlah tidak menguntungkan (Sutaba, 2007 :
358 ). Banyaknya masalah yang melanda Kerajaan Gianyar pada masa
pemerintahan Dewa Gde Raka seperti lemahnya kepemimpinan,
pemberontakan rakyat Apuan, pemberontakan Cokorda Oka Negara,
adanya hasutan Kerajaan Bangli dan serangan dari tiga kerajaan besar
seperti Klungkung, Bangli, dan Badung menyebabkan Kerajaan
Gianyar menyerahkan kerajaannya di bawah naungan Pemerintah
Kolonial Belanda yang disahkan dengan dikeluarkannya keputusan
Gubernur Jenderal Belanda atau Beslit No. 15 tertanggal 29 Nopember
1900 yang menetapkan Dewa Gde Raka sebagai Stedehouder ( wakil )
Pemerintah Kolonial Belanda di Kerajaan Gianyar. Adapun latar
belakang penyerahan Kerajaan Gianyar kepada Pemerintah Kolonial
Belanda, lebih jelas akan dipaparkan di bawah.
Paparan di atas menggambarkan bahwa sebelum proses
penyerahan Kerajaan Gianyar kepada Pemerintah Belanda telah terjadi
konflik

intern

mempengaruhi

maupun

ekstern

stabilitas

kerajaan.

di

Kerajaan

Untuk

Gianyar

mengakhiri

yang

konflik,

diputuskan Kerajaan Gianyar untuk bernaung di bawah Pemerintah


Kolonial Belanda yang dilakukan secara damai atau non militer
94

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

ditandai dengan Beslit tanggal 29 Nopember 1900 No. 15 yang


menyatakan Dewa Raka sebagai Stedehouder Belanda di Kerajaan
Gianyar. Hal ini sejalan dengan teori konflik yang dikemukakan oleh
Dahrendorf yang intinya mengemukakan konflik juga dapat dilihat
sebagai cara untuk mempertahankan stabilitas, bahwa terjadinya
konflik dilihat sebagai hal yang memiliki akibat pemersatu yang vital
melalui pelepasan ketegangan.

3. Dampak imprealisme yang dijalankan Pemerintah Kolonial


Belanda

terhadap kebijakan di Kerajaan Gianyar Dalam

Bidang Politik
Pada tahun 1926 1929 jabatan Residen Bali dan Lombok
dijabat oleh L.J.J. Caron, mulai diadakan perubahan tata politik
pemerintahan di Bali. Perubahan yang dimaksud adalah melakukan
terobosan dari penerapan politik fiskal ke politik Negara. Sejak bulan
Juli 1929 pulau Bali dibagi menjadi delapan daerah landskap
pemerintahan yang diberi nama Negara di bawah pimpinan kepala
kepala pemerintahan pribumi keturunan bekas raja raja di Bali yang
diberi gelar Negara Bestuurder atau penguasa Negara ( Agung Gde,
1989 : 675 ).

4. Dampak imprealisme yang dijalankan Pemerintah Kolonial


Belanda

terhadap kebijakan di Kerajaan Gianyar Dalam

Bidang Ekonomi
Bidang ekonomi sebagian besar penduduk Kerajaan Gianyar
bermata pencaharian utama adalah dalam pertanian. Kebijakan
95

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

mengenai kepemilikan tanah berada ditangan para punggawa, manca,


perbekel dan para kepala rendahan, tetapi mereka berada dalam
pengawasan Pemerintah Belanda. Mereka membentuk kelompok
penguasa

yang

akan

lebih

mudah

untuk

mempertahankan

kekuasaannya, terutama menyangkut penetapan besarnya kumlah


pengoot.
Kebijakan baru Pemerintah Belanda dalam bidang ekonomi
mengenai pemegang tanah Pecatu pada tahun 1937 adalah dengan
memberikan tugas baru, yaitu melakukan wajib militer dalam ancaman
perang sebagai pembawa amunisi dan tombak. Atas kewajiban baru ini,
pemegang Pecatu dibebaskan dari kewajiban untuk memperbaiki dan
merawat keraton. Mereka diwajibkan pula menjadi anggota Korps
Penjaga Keamanan Keamanan Kerajaan yang disebut Prayoda ( Nota
V.T Gianyar, tth : 22 23 ).

5. Dampak imprealisme yang dijalankan Pemerintah Kolonial


Belanda

terhadap kebijakan di Kerajaan Gianyar Dalam

Bidang Sosial
Pada tahun 1900 Kerajaan Gianyar telah berada di bawah
perlindungan Pemerintah Kolonial Belanda, secara tidak langsung
Pemerintah Belanda mulai menerapkan kebijakan kebijakan di
Gianyar, salah satunya dalam bidang sosial.
Kebijakan Pemerintah Belanda dalam bidang sosial yang utama
adalah mengembangkan pendidikan di Gianyar. Pemerintah Belanda
berkeinginan untuk menciptakan dan menerapkan sistem birokrasi
modern di landschap Gianyar. Pemerintah Belanda menyadari untuk
96

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

menciptakan sistem pemerintahan yang demikian akan membutuhkan


tenaga kerja yang terlatih dan terdidik secara modern. Para pekerja
seperti itu diharapkan akan dapat menangani pekerjaan Pemerintah
Kolonial Belanda di wilayah Kerajaan Gianyar.
Untuk mendapatkan tenaga kerja yang diharapkan, Pemerintah
Belanda mendirikan pendidikan formal ( sekolah sekolah ). Jenjang
pendidikan formal yang pertama kali dibuka untuk landschap Gianyar
pada tanggal 10 Agustus 1908, yakni Sekolah Kelas Dua atau Tweede
Klasse School dengan lokasi di Kota Gianyar.

Daftar Pustaka
Agung, A.A Gde, 2003. Sejarah Kerajaan Gianyar . Gianyar.
Agung, Ide Anak Agung Gde, 1889. Bali Pada Abad XIX . Yogyakarta
: Gajah Mada Press.
Arsip Nasional R., 1964. Surat Surat Perjanjian Antara Keradjaan
Keradjaan Bali / Lombok dengan Pemerintah Hindia Belanda 1841
s/d 1938. Djakarta : Arsip Nasional R.I.
Caron, L.J.J, 1929. Memorie van Overgave van den Resident van Bali
an Lombok.
Dwipayana, AAGN Ari, 2001. Kelas Dan Kasta.Yogyakarta : Lapera
Pustaka Utama.
Geguritan Uwug Gianyar. Koleksi Gedong Kirtya Singaraja No. Vc.
560/3
Kartodirdjo, Sartono, 1999. Pengantar Sejarah Indonesia Baru 1500
1900 Dari Imperium Ke Emporium. Jakarta : Gramedia Pustaka
Utama.
Kusumayuda, A.A. Gde, 1989. Kerajaan Sukawati Tahun 1711 1771
( Studi Tentang Keruntuhan Kerajaan ).
Mahaudiana, 1968. Babad Manggis Gianyar. Gianyar : A.A Gde
Taman.
Nuryahman, 2007. Kajian Kerajaan Tradisional Di Bali ( Suatu Kajian
Awal Tentang Kerajaan Tabanan, Badung dan Gianyar ).
Departemen Kebudayaan Dan Pariwisata Direktorat Jenderal Nillai
97

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

Budaya, Seni Dan Film. Balai Pelestarian Sejarah Dan Nilai


Tradisional Bali, NTB,NTT.
Putra Agung Anak Agung Gde, 2001. Peralihan Sistem Birokrasi Dari
Tradisional Ke Kolonial . Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Sartono Kartodirdjo, 1975. Sejarah Nasional Indonesia IV. Jakarta :
Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan.
Sidemen, I.B, 1980. Geguritan Rereg Gianyar : Alih Aksara dan Alih
Bahasa. Jakarta: Depdikbud
Sirikan, Gora, 1956. Sejarah Bali. Bandung : NV Masa Baru.
Suryawati, Cokorda Istri, 2004. Kerajaan Gianyar Di Bawah Dewa
Manggis VI.
Dalam Jurnal Penelitian Sejarah Dan Nilai
Tradisional. Edisi 13/IV/2004. Denpasar : Kementrian Kebudayaan
Dan Pariwisata Balai Kajian Sejarah Dan Nilai Tradisional, hal. 45.
Sutaba, I Made, dkk, 2007. Sejarah Gianyar Dari Jaman Prasejarah
Sampai Masa Baru- Modern. Gianyar : Pemerintah Kabupaten
Gianyar Badan Penelitian Dan Pengembangan Daerah.
Warna, I Wayan, dkk, 1986. Babad Dalem. Dinas Pendidikan Dan
Kebudayaan Daerah Tingkat I Bali.

98

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED


INSTRUCTION (PBI) DAN GAYA BERPIKIR TERHADAP
HASIL BELAJAR MATEMATIKA

Ni Wayan Sunita

IKIP PGRI Bali


e-mail: (wayan_sunita@yahoo.com)

Abstract
The purpose of the research is to know the influence of the learning
model problem based instruction and thinking style to learning
outcomes mathematics. The research is quasi experimental research
with 2 2 factorial design conducted at FPMIPA IKIP PGRI Bali and
involved a sample of 100 students. The instrument used in this research
was thinking style test and problem-solving test. The data has been
collected was analyzed by using two way Anava. The results showed
that: (1) there are differences in mathematics learning outcomes of
students who followed the teaching problem based learning learning
model with students taking conventional learning model; (2) there are
differences in mathematics learning outcomes of students who have a
reflevive thinking style with students who have a thinking style
implusif; (3) there is no interaction between the learning model and
style of thinking on learning outcomes. In line with the findings of this

99

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

research, it is suggested that learning model problem based intruction


further developed as one of the innovations in learning mathematics.
Keyword: problem based instruction learning model, thinking style,
learning outcomes mathema
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan salah satu aspek yang sangat penting
dalam kehidupan manusia. Oleh karena itu, setiap orang harus berusaha
untuk meningkatkan kualitas pendidikan demi terwujudnya kehidupan
yang lebih baik. Namun, kualitas pendidikan di Indonesia sampai saat
ini masih rendah, khususnya dalam pembelajaran matematika. Pada
kenyataannya, pelaksanaan pendidikan tidak selalu berjalan sesuai
dengan yang diharapkan. Ada beberapa kendala yang sering dialami
dalam pelaksanaan pendidikan yaitu kurangnya motivasi serta minat
belajar matematika, strategi, metode, ataupun model pembelajaran yang
digunakan

kurang efektif sehingga mahasiswa khususnya jurusan

pendidikan matematika merasa kesulitan dalam memahami konsep


matematika di bangku perkuliahan
Pada umumnya mahasiswa menganggap matematika itu mata
kuliah yang sulit, menakutkan dan membosankan. Hal ini mungkin
karena matematika merupakan ilmu yang didasari oleh penerapan,
penalaran, dan pembuktian, serta matematika merupakan ilmu yang
berhubungan

dengan

hal-hal

yang

abstrak.

Hal-hal

tersebut

menyebabkan rendahnya pemahaman konsep mahasiswa jurusan


pendidikan matematika dalam menerapkan dalam pembahasan soalsoal.
100

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

Pemilihan model pembelajaran dalam memberikan perkuliahan


sangat berpengaruh dalam cara berpikir mahasiswa untuk dapat
memahami konsep matematika setiap harinya. Model pembelajaran
yang cocok digunakan adalah model pembelajaran yang dapat
memotivasi mahasiswa untuk bertanya dan membangkitkan keingin
tahuan dari suatu hal.berangkat dari masalah kemudian mencari solusi
yang tepat dan memaparkan hasil pembahasannya sesuai dengan
konsep yang telah di dapatnya. Mahasiswa dituntut untuk aktif dalam
perkuliahan

serta

mempunyai

pendapat

masing-masing

tanpa

berpangku tangan menunggu instruksi dari dosen. Kreativitas


mahasiswa harus dikembangkan berdasarkan gaya berpikirnya masingmasing. Setiap mahasiswa mempunyai kebiasaan berpikir yang
berbeda-beda dan cara mereka mengekspresikan ide-ide kreatif berbeda
satu sama lain. Karena setiap mahasiswa mempunyai kemampuan dan
penalaran yang berbeda dalam menanggapi suatu permasalahan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : 1. Ada tidaknya
perbedaan hasil belajar matematika mahasiswa yang mengikuti model
pembelajaran Problem Based Instruction (PBI) dengan mahasiswa
yang mengikuti model pembelajaran konvensional, 2. Ada tidaknya
perbedaan hasil belajar matematika mahasiswa yang memiliki memiliki
gaya berpikir refleksif dengan mahasiswa yang memiliki gaya berpikir
impulsif, 3. Ada tidaknya interaksi antara model pembelajaran dengan
gaya berpikir terhadap hasil belajar matematika.

101

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

METODE
Jenis penelitian ini dapat digolongkan ke dalam penelitian
eksperimen semu (Quasi Experiment), karena tidak semua variabel
dalam penelitian ini dapat dikontrol. Gejala yang akan diselidiki
ditimbulkan terlebih dahulu dengan sengaja dan kepada tiap kelompok
eksperimen dikenakan perlakuan-perlakuan tertentu dengan kondisikondisi yang dapat dikontrol (Sugiyono, 2013). Desain yang
digunakan dalam penelitian ini adalah desain grup faktorial

2x 2

(Candiasa, 2010).

Model pembelajaran
Gaya Berpikir

Problem Based
Instruction (PBI)

Konvensional
(A2)

(A1)
Refleksif (B1)

A1B1

A2B1

Impulsif (B2)

A1B2

A2B2

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 2002).


Populasi adalah keseluruhan unit yang akan diteliti. Sebagai populasi
dalam penelitian ini adalah mahasiswa jurusan pendidikan matematika
semester IV Tahun ajaran 2014/2015. Dari 4 kelas tersebut dilakukan
uji kesetaran kelas dengan menggunakan uji t, sehingga didapat kelas
IVA dan IV B sebagai kelas eksperimen dan kelas IV C dn IVD
102

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

sebagai kelas kontrol. Pada tahap selanjutnya, masing-masing


kelompok (kelompok eksperimen

dan kelompok kontrol) dipilah

menjadi dua, yaitu kelompok yang beranggotakan mahasiswa yang


memiliki gaya berpikir refleksif dan kelompok yang beranggotakan
mahasiswa yang memiliki gaya berpikir implusif. Penentuan gaya
berpikir mahasiswa dilakukan dengan memberikan tes gaya berpikir
baik kelompok eksperimen

maupun kelompok kontrol. Skor yang

diperoleh kemudian diranking.


Prosedur yang ditempuh dalam penelitian ini terdiri dari tiga
tahapan yaitu persiapan, pelaksanaan, dan pengakhiran eksperimen.
Adapun tahapannya adalah tahap persiapan, dilakukan kegiatan antara
lain: pengaturan jadwal pelaksanaan pembelajaran, penyusunan satuan
acara perkuliahan (SAP), berdiskusi dengan dosen yang akan
melaksanakan pembelajaran, menyusun instrumen pengumpulan data
penelitian , melaksanakan uji empiris terhadap kedua instrumen
penelitian. Satuan Acara Perkuliahan (SAP) untuk kelas eksperimen
dan kelas kontrol disusun bersama oleh peneliti dan dosen di kelas
masing-masing. Hal ini bertujuan agar dosen yang
dapat

mengetahui

lebih

awal

bagaimana

akan mengajar

seharusnya

mereka

melaksanakan pembelajaran di kelasnya masing-masing. Satuan acara


perkuliahan pada kedua model pembelajaran disusun untuk 16 kali
pertemuan. Untuk mengukur hasil belajar matematika digunakan tes
dalam bentuk

uraian. Tahap pelaksanaan, melaksanakan kegiatan

pembelajaran sebanyak 16 kali, yaitu : 14 kali treatment (tindakan), 1


kali tes hasil belajar matematika, 1 kali untuk pengisian tes gaya

103

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

berpikir. Langkah-langkah yang dilakukan pada tahap ini adalah 1)


Menentukan sampel penelitian berupa kelas dari populasi yang tersedia
dengan cara random 2) Dari sampel yang telah diambil kemudian
ditentukan kelas eksperimen yang menggunakan model pembelajaran
problem based instruction dan kelas kontrol yang menggunakan model
pembelajaran kovensional dengan cara diundi 3) Memberikan tes gaya
berpikir dalam pertemuan yang berbeda sebelum melakukan perlakuan
pada subjek penelitian 4) Melaksanakan penelitian yaitu memberikan
perlakuan kepada kelas eksperimen

berupa model pembelajaran

problem based instruction 5) Kemudian memberikan perlakuan kepada


kelas kontrol berupa model pembelajaran konvensional. Tahap akhir,
pada tahap ini dilaksanakan tes hasil belajar matematika pada kedua
kelompok, pengolahan data penelitian.
Untuk meyakinkan bahwa hasil eksperimen benar-benar sebagai
akibat pemberian perlakuan, maka dilakukan pengontrolan validitas
baik validitas internal maupun validitas eksternal. Pengontrolan
validitas eksternal dilakukan dengan cara uji coba empirik terhadap
instrumen penelitian

sehingga benar-benar mendapatkan instrumen

yang valid dan reliabel. Data hasil penelitian dianalisis secara bertahap
sesuai dengan variabel masing-masing untuk menjawab permasalahan
penelitian. Secara terurut, analisis data yang dilakukan adalah (1)
deskripsi data, (2) uji persyaratan analisis, dan (3) uji hipotesis.

104

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

HASIL DAN PEMBAHASAN


Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data tentang
hasil belajar matematika mahasiswa baik dari kelompok eksperimen
maupun kelompok kontrol yang kemudian disusun secara sistematis
(tabulasi data). Perhitungan ukuran senteral (mean, modus, median) dan
ukuran penyebaran data (standar deviasi) dapat dilihat pada Tabel
berikut.
Rekapitulasi Hasil Perhitungan Skor Hasil Belajar Matematika

Statistik

Data

Mean
Modus

Median
Standar
Deviasi
Varians
Skor
Minimum
Skor
Maksimum
Rentangan

A1

A2

B1

B2

A1B1

A2B1

A1B2

A2B2

76,22

66,66

77,66

65,22

83,08

72,24

69,36

61,08

63

79

67

79

75

71

63

67

79

67

79

75

71

63

12,20

12,09

11,88

11,03

9,13

11,99

11,07

9,49

148, 87

146,229

141,21

121,56

83,41

143,69

122,49

89,99

42

38

46

38

63

46

42

38

100

96

100

92

100

96

92

79

58

54

54

37

50

50

41

79

75

58

105

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

Untuk menguji hipotesis penelitian, data hasil belajar matematika


mahasiswa dianalisis dengan menggunakan uji ANAVA dua jalur.
Sebelum dilakukan uji hipotesis dengan uji ANAVA dua jalur, terlebih
dahulu dilakukan beberapa uji prasyarat yaitu pengujian normalitas dan
homogenitas dari data yang telah terkumpul. Uji normalitas dilakukan
untuk meyakinkan bahwa uji statistik yang digunakan dalam pengujian
hipotesis benar-benar bisa dilakukan. Hal ini penting, karena jika data
tidak normal maka uji ANAVA dua jalur tidak bisa dilakukan. Uji
normalitas dalam penelitian ini menggunakan Chi-Kuadrat (X2) pada
kedelapan kelompok data yaitu:Perhitungan uji Chi-kuadrat (X2)
menunjukkan bahwa harga X2hitung < X2tabel untuk semua kelompok data,
maka kedelapan kelompok data berdistribusi normal. Ringkasan uji
normalitas untuk kedelapan kelompok data tersebut dapat disajikan
pada Tabel berikut.
Rekapitulasi Hasil Uji Normalitas Sampel
No.

Kelompok
Sampel

X2hit

X2tabel

Kesimpulan

A1

1,546

12,592

Normal

A2

1,734

12,592

Normal

B1

0,524

12,592

Normal

B2

2,289

12,592

Normal

106

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

A1B1

2,418

11,070

Normal

A1B2

1,407

11,070

Normal

A2B1

0,828

11,070

Normal

A2B2

1,981

11,070

Normal

Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui sampel berasal dari


varian yang homogen. Untuk kedua kelompok sampel, uji homogenitas
dilakukan dengan menggunakan uji Bartlett. Kriteria pengujian jika
X2hit X2tabel maka sampel dikatakan homogen dan jika X2hit > X2tabel
maka sampel tidak homogen. Pengujian dilakukan pada taraf signifikan
5% dengan derajat kebebasan (dk) pembilang = k 1 = 4-1 = 3.
Ringkasan uji homogenitas disajikan pada Tabel berikut.
Rekapitulasi Hasil Uji Homogenitas Varians Sampel
Sampel

dk

1/dk

s2

Log s2

dk*Log s2

dk*s2

24

0,041667

9,13

83,41

1,92

46,11

2001,84

24

0,041667

11,07

122,49

2,09

50,11

2939,76

24

0,041667

11,99

143,69

2,16

51,78

3448,57

24

0,041667

9,49

89,99

1,95

46,90

2159,84

total

96

0,166668

194,90

10550,01

Dari perhitungan uji homogenitas varians didapat X2 = 2,37


sedangkan X2t

(0,05;3)

= 7,81. Ternyata X2 < X2t, sehingga H0 diterima.

107

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

Ini berarti semua kelompok memiliki varians yang sama atau homogen.
Jadi data hasil belajar matematika mahasiswa berasal dari populasi
yang homogen.
Berdasarkan hasil uji prasyarat, yaitu uji normalitas dan uji
homogenitas varians dapat disimpulkan bahwa data dari semua
kelompok berasal dari populasi yang berdistribusi normal dan
mempunyai varians yang sama atau homogen. Oleh karena itu, uji
hipotesis dengan ANAVA dua jalur dapat dilakukan.
Uji hipotesis dalam penelitian ini dilakukan melalui metode
statistik dengan menggunakan ANAVA dua jalur. Hasil perhitungan
analisis ANAVA dua jalur dirangkum pada tabel sebagai berikut.

Ringkasan Hasil ANAVA Dua Jalur


Sumber

JK

dk

RK

Fhitung

Antar A

2284,84

2284,84

20,791

Antar B

3868,84

3868,84

35,205

40,96

40,96

0,373

Dalam

10550,00

96

109,90

Total

16744,64

99

Interaksi
AxB

Ftabel
3,96
(5%)
3,96
(5%)

Interpretasi
Signifikan

Signifikan

3,96

Tidak

(5%)

Signifikan
-

Berdasarkan hasil analisis data telah terbukti bahwa ada


perbedaan hasil belajar matematika antara mahasiswa yang mengikuti
model pembelajaran Problem Based Instruction (PBI) dengan

108

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

mahasiswa yang mengikuti model pembelajaran konvensional. Hal ini


ditunjukkan dengan koefisien ANAVA Fhitung sebesar 20,79 sedangkan
harga Ftabel sebesar 3,96 yang ternyata signifikan. Selanjutnya, terbukti
bahwa ada perbedaan hasil belajar matematika antara mahasiswa yang
mengikuti model pembelajaran Problem Based Instruction (PBI)
dengan skor rata-rata 76,22 dengan mahasiswa yang mengikuti model
pembelajaran konvensional dengan skor rata-rata sebesar 66,66. Jadi,
dalam perbandingan antara model pembelajaran Problem Based
Instruction (PBI) dengan model pembelajaran konvensional, terdapat
pengaruh model pembelajaran terhadap hasil belajar matematika.
Dengan kata lain, ada perbedaan antara model pembelajaran Problem
Based Instruction (PBI) dan model pembelajaran konvensional dalam
pembelajaran matematika.
Hasil uji hipotesis kedua menunjukkan bahwa ada perbedaan
hasil belajar matematika mahasiswa yang memiliki gaya berpikir
refleksif dengan mahasiswa yang memiliki gaya berpikir impulsif. Hal
ini ditunjukkan dengan koefisien ANAVA Fhitung sebesar 35,21
sedangkan harga Ftabel sebesar 3,96

yang ternyata signifikan.

Selanjutnya, terbukti bahwa ada perbedaan hasil belajar matematika


antara mahasiswa yang memiliki gaya berpikir refleksif dengan skor
rata-rata 77,66 dengan mahasiswa yang memiliki gaya berpikir impulsif
dengan skor rata-rata sebesar 65,22. Jadi, dalam perbandingan antara
mahasiswa yang memiliki gaya berpikir refleksif dengan mahasiswa
yang memiliki gaya berpikir impulsif, terdapat pengaruh gaya berpikir
terhadap hasil belajar matematika. Dengan kata lain, ada perbedaan

109

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

hasil belajar matematika antara mahasiswa yang memiliki gaya berpikir


refleksif dengan mahasiswa yang memiliki gaya berpikir impulsif.
Namun apabila dalam pelaksanaan pembelajaran mahasiswa baik
yang menggunakan model pembelajaran Problem Based Instruction
(PBI) maupun model pembelajaran konvensional diklasifikasikan
berdasarkan gaya berpikir, tidak memberikan pengaruh yang signifikan
terhadap hasil belajar matematika. Hal tersebut dapat dibuktikan dari
perhitungan ANAVA Fhitung sebesar 0,37 yang ternyata lebih kecil dari
Ftabel sebesar 3,96. Hal ini berarti tidak ada interaksi yang signifikan
antara model pembelajaran dengan gaya berpikir terhadap hasil belajar
matematika mahasiswa.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil-hasil pengujian hipotesis dan pembahasan
dalam penelitian ini, maka dapat disimpulkan hasil penelitian yang
merupakan jawaban terhadap tiga rumusan masalah yang diajukan
dalam penelitian ini. Simpulan-simpulan tersebut adalah sebagai
berikut 1) Hasil belajar matematika mahasiswa yang mengikuti model
pembelajaran problem based instruction lebih baik dari hasil belajar
matematika

mahasiswa

yang

mengikuti

model

pembelajaran

konvensional 2) Hasil belajar matematika mahasiswa yang memiliki


gaya berpikir refleksif lebih baik dari hasil belajar matematika
mahasiswa yang memiliki gaya berpikir implusif 3) Tidak terdapat
interaksi antara model pembelajaran dan gaya berpikir terhadap hasil
belajar matematika mahasiswa.

110

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

DAFTAR RUJUKAN
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Candiasa, I Made. 2010. Statistik Univariat dan Bivariat Disertai
Aplikasi SPSS. Singaraja: Undiksha Press.
Darmika, I Gusti Ngurah. 2012. Pengaruh Penerapan Model
Pembelajaran Problem Based Instruction Terhadap Prestasi
Belajar IPA Peserta Didik Kelas VII SMP N 4 Abiansemal
Tahun Pelajaran 2012/2013. Skripsi (tidak diterbitkan). IKIP
PGRI BALI.

Herry, Prasetyo. 2011. Penerapan Problem Based Instruction Sebagai


Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Fisika Pokok Bahasan
Kinematika Gerak Lurus pada Siswa Kelas Semester 1,
http://pustakaskripsi.com/3342.html (diakses 10 September
2014).
Mahendra, Eka I Wayan. 2014. Pengaruh Pembelajaran Kontekstual
dan Gaya Berpikir Terhadap Prestasi Belajar Matematika.
Tesis (tidak diterbitkan). Program Pasca Sarjana Universitas
Pendidikan Ganesha.
Mitria Dewi, I Gusti Ayu. 2014. Pengaruh Model Pembelajaran
Pronlem Based Instruction (PBI) dan Tingkat Kecemasan

111

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

Terhadap Hasil Belajar Peserta Didik Kelas VII di SMPN 1


Petang. Skripsi (tidak diterbitkan). IKIP PGRI BALI.
Mohammad Jauhar. 2011. Implementasi PAILKEM dari Behavioristik
sampai Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka.
Munandar, Utami. 2004. Pengembangan Kreatifitas Anak Berbakat.
Jakarta: PT. RINEKA CIPTA.
Purwanto. 2009. Evaluasi Hasil Belajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Purwoto, Agus. 2003. Panduan Laboratorium Statistik Inferensial.
Jakarta:Gramedia

Widiasarana

Indonesia.

http://www.academia.edu/
6942550/Pembelajaran_Konvensional. (diakses pada tanggal 5
Oktober 2014).
Rusmini. 2012. Pengaruh Penerapan Metode Pembelajaran Thinking
Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) Terhadap Prestasi
Belajar Matematika Peserta Didik Ditinjau Dari Kemampuan
Berpikir Divergen Peserta DidikKelas VII SMP Sapta Andika
Denpasar. Skripsi (tidak diterbitkan). Denpasar: IKIP PGRI
Bali.
Sudjana, Nana. 2012. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Alfabeta.

112

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

Sumarsono,

Gathot.

2006.

Penerapan

Model

Problem

Based

Instruction untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan


Masalah Matematika pada Pokok Bahasan Bangun Ruang Sisi
Lengkung di Kelas IX H SMP Negeri 2 Majenag,
http://www.pustakaskripsi.com (diakses 5 September 2014).
Widadah, Soffil. 2013. Profil Metakognisi Siswa dalam Menyelesaikan
Soal Sistem Persamaan Linear Dua Variabel Berdasarkan
Gaya Kognitif. Sidoarjo: STKIP PGRI Sidoarjo.
Winarsunu, Tulus. 2006. Statistika dalam Penelitian Psikologi dan
Pendidikan. Malang: Universitas Muhammadiyah.

113

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN


MATEMATIKA MELALUI PENDEKATAN PROBLEM
POSING PADA SISWA
KELAS X SMK NEGERI I TEGALLALANG

OLEH
I MADE WETA, S.Pd.
NIP :19611231 198403 1 134

Abstract
This study aims to determine the effect of the application of group
discussion method with Student Worksheet media on (1) improving
student learning activities, (2) improving study results in Math subject.
This research was done in class X SMK N 1 Tegallalang in the second
semester of the school year 2014/2015. This study was conducted
during two cycles; each cycle consisted of four phases of activities,
such as: planning, implementation, observation, and reflection. The
data were collected through observation, note taking and test. The data
were analyzed by using qualitative and quantitative analysis. The result
shows that the application of group discussion method with student
worksheet media can (1) increase the student learning activity of 9,88
to be 13,17, (2) improve learning result completeness of 59% to 86.36.

114

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

Based on the results, it can be concluded that the application of group


discussion method with students worksheet can improve students
learning process and result in English subject.
Keywords: Group discussion method, students worksheet media,
learning prosess and result

PANDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Memasuki era globalisasi dewasa ini, bangsa Indonesia sangat
memerlukan sumber daya manusia yang handal dan berkualitas. Untuk
memenuhi hal tersebut salah satu jalan terbaik adalah melalui
pendidikan formal. Kenyataan di dunia pendidikan di Indonesia saat ini
masih banyak perbaikan yang harus dilakukan dalam meningkatkan
mutu pendidikan.
Pencapaian tujuan pendidikan sebagian besar ditentukan oleh
keberhasilan proses belajar mengajar di kelas. Keberhasilan proses
belajar mengajar di kelas dipengaruhi oleh berbagai faktor. Salah satu
faktornya adalah interaksi guru dan siswa dalam pembelajaran. Guru
adalah subjek yang sangat berperan dalam membelajarkan dan
mendidik siswa sedangkan siswa merupakan subjek yang menjadi
sasaran pendidikan. Sementara siswa sebagai peserta didik dalam
mengembangkan kemampuannya perlu bimbingan yang maksimal dari
guru.
115

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

Berdasarkan pengalaman pada pelaksanaan proses pembelajaran di


kelas X SMK Negeri 1 Tegallalang terdapat kendala untuk
menciptakan situasi belajar yang lebih interaktif. Hal ini disebabkan
oleh beberapa faktor diantaranya adalah guru masih terlihat
mendominasi dalam proses belajar mengajar, sehingga siswa kelihatan
tidak aktif dan tidak kreatif. Hal ini berdampak pada pemahaman siswa
terhadap materi pelajaran yang hanya terbatas pada pengetahuan saja.
Interaksi antara siswa dengan siswa yang lainnya amatlah kurang,
karena siswa hanya terpaku pada penjelasan guru sehingga system
pembelajarannya

masih

bersifat

konvensional,

hal

ini

dapat

menimbulkan rasa bosan dalam belajar dan akan berpengaruh pada


prestasi belajar siswa, dari segi hasil belajar menunjukkan bahwa hasil
belajar siswa masih rendah, karena hanya 58% siswa yang nilainya
berkisar antara 65sampai 85. Bila dihubungkan dengan kurikulum
berbasis kompetensi, maka nilai tersebut belum mencapai standar
ketuntasan belajar minimal (SKBM) yaitu 75.00. Untuk dapat
melibatkan siswa agar menjadi lebih aktif dalam memahami pelajaran,
maka diskusi kelompok merupakan salah satu strategi pembelajaran
yang dapat diterapkan sehingga akan dapat menghilangkan rasa jenuh
dan bosan pada siswa. Dilihat dari segi media atau alat peraga yang
tersedia di SMK Negeri 1 Tegallalang masih kurang, sehingga untuk
menyederhanakan obyek pada materi yang dibahas masih ditemukan
adanya kendala, disamping buku pegangan siswa masih terbatas.
Melihat hal tersebut dirasa sangat perlu untuk menggunakan pegangan
yang khusus dan sama bagi setiap siswa sehingga para siswa
mempunyai persamaan persepsi terhadap materi yang sedang dibahas.
116

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

Dengan memperhatikan fenomena yang ada maka pegangan yang


sesuai adalah lembar kegiatan siswa (LKS) yang menyajikan materi
dengan singkat dan lebih banyak menyajikan masalah yang tentunya
bisa didiskusikan baik antara siswa dengan siswa maupun dengan guru.
Untuk mengatasi hal tersebut perlu ditempuh cara baru dengan
Penerapan Metode Diskusi Kelompok dengan media LKS untuk
Meningkatkan Proses dan Prestasi Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran
Matematika X SMK Negeri 1Tegallalang Tahun Pelajaran 2014/2015.
Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang di atas maka dapat ditemukan
beberapa permasalahan sebagai berikut :
1. Apakah dengan penerapan metode diskusi kelompok dengan media
LKS dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa pada mata pelajaran
Matematika X SMK Negeri 1 Tegallalang Tahun Pelajaran
2014/2015.
2. Apakah dengan penerapan metode diskusi kelompok dengan media
LKS dapat meningkatkan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran
Matematika SMK Negeri 1 Tegallalang Tahun Pelajaran 2014/2015.

Tujuan Penelitian
Sesuai dengan latar belakang dan rumusan masalah di atas
tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

117

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

1. Untuk mengetahui penerapan metode diskusi kelompok dengan


media LKS dalam meningkatkan aktivitas belajar siswa pada mata
pelajaran Matematika SMK Negeri 1 Tegallalang Tahun Pelajaran
2014/2015
2. Untuk mengetahui penerapan metode diskusi kelompok dengan
media LKS dalam meningkatkan prestasi belajar siswa pada mata
pelajaran Matematika SMK Negeri 1 Tegallalang Tahun Pelajaran
2014/2015.
Manfaat Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini diharapkan dapat memberikan manfaat
yaitu :
1.

Bagi siswa : dapat memberikan pengalaman langsung kepada siswa


untuk belajar kelompok dengan menggunakan media LKS,
berdiskusi secara aktif, dan dapat menumbuhkan kesadaran untuk
berani dan terbiasa menggali informasi dan mengemukakan
pendapatnya.

2.

Bagi Guru : memiliki wawasan dan kemampuan untuk


memperbaiki perencanaan dan pelaksanaan strategi pembelajaran
di kelas dan tumbuhnya inovasi-inovasi baru dalam pembelajaran
sehingga penyajian materi lebih menarik.

3.

Bagi Sekolah: hasil penelitian akan memberikan sumbangan


perbaikan pembelajaran dan dapat mengembangkan materi

118

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

pelajaran berbasis kompetensi yang handal khususnya di SMK


Negeri 1 Tegallalang.

KAJIAN TEORI DAN PUSTAKA


Sebagai acuan dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan
dalam penelitian ini, perlu diberikan uraian teoritis berdasarkan
kepustakaan yang dianggap relevan dengan masalah yang diteliti.
Sehubungan dengan hal tersebut pada kajian pustaka akan diuraikan
tentang :
Kurikulum Berbasis Kompetensi dalam Pembelajaran
Sesuai dengan kurikulum 2004, guru dapat memilih metode yang
dianggap tepat, sesuai dengan tujuan, bahan. dan kondisi siswa. Untuk
meningkatkan aktivitas belajar siswa di dalam kelas agar guru
menggunakan metode yang beragam. Pendidikan berbasis kompetensi
adalah pendidikan yang menekankan pada kemampuan yang harus
dimiliki oleh lulusan suatu jenjang pendidikan, sesuai dengan tujuan
pendidikan nasional mencakup komponen pengetahuan. ketrampilan,
kecakapan, kemandirian, kreativitas, kesehatan, akhlak ketaqwaan dan
kewarganegaraan (Depdiknas,2003:l)
Lebih lanjut Depdiknas (2003:1) menyebutkan: Sesuai dengan jiwa
otonom,

pemerintah

daerah

memiliki

kewenangan

untuk.

Mengembangkan silabus dan sistem penilaiannya berdasarkan standar


nasional. Bagian yang menjiwai kewenangan daerah adalah dalam
119

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

mengembangkan strategi pembelajaran meliputi pembelajaran tatap


muka dan pengalaman belajar serta instrumen penilaiannya. Meskipun
demikian

tidak

menutup

kemungkinan

bagi

daerah

untuk

mengembangkan standar tersebut apabila dirasa kurang memadai,


misalnya penambahan kompetensi dasar atau indikator pencapaian.
Implikasi penerapan KBK adalah perlunya pengembangan silabus
dan astern penilaian yang menjadikan peserta didik mampu
mendemontrasikan pengetahuan dan ketrampilan sesuai dengan standar
yang ditetapkan dengan mengintregrasikan life skill. Pembaharuan di
bidang kurikulum harus mampu mengubah kebiasaan guru yang selama
ini cendrung menggunakan metode ceramah. Pemberlakuan KBK
menuju KBM yang berorientasi kepada siswa.
Untuk menuju keperubahan yang diinginkan perlu peningkatan
kemampuan dan cara pandang baru dalam mengelola KBM.
Kemampuan yang perlu dikuasai guru untuk menciptakan keadaan
tersebut dapat dilihat pada tabel 0.1 berikut Depdiknas, 2003:45-47).
Tabel 01. Kemampuan yang perlu dikuasai guru untuk menciptakan
KBM yang berorientasi pada siswa.
No Kemampuan Guru

Indikator KBM

Guru merancang dan mengelola -

Diskusi kelompok

KBM yang mendorong siswa -

Memecahkan masalah

120

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

untuk

berperan

aktif

dalam -

Mencari informasi

Mencari informasi

Menulis laporan

Berkunjung ke luar

pembelajaran

kelas
2

Guru menggunakan alat bantu Sesuai


dan

sumber

belajar

mata

yang Guru

beragam

pelajaran.

menggunakan,

misal :
-

Alat
tersedia/yang

yang
dibuat

sendiri

Guru
kepada

memberi
siswa

Gambar

Studi kasus

Narasumber

Lingkungan

kesempatan Siswa
untuk

mengembangkan ketrampilan

Melakukan
percobaan,
pengamatan,

atau

wawancara
-

Mengumpulkan
data/jawaban

121

Menarik kesimpulan

Memecahkan masalah

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

Guru

memberi

kepada

siswa

mengungkapkan

Menulis laporan

kesempatan Melalui:
untuk
gagasannya

sendiri secara lisan atau tulisan

- Diskusi
- urut

lebih

banyak

mengajukan pertanyaan
terbuka

Guru menyesuaikan bahan dan - Hasil karya


kegiatan

belajar

dengan - Siswa

dikelompokkan

sesuai

dengan

kemampuan

kemampuan siswa

Siswa

- Bahan
disesuaikan

pelajaran
dengan

kemampuan kelompok
tersebut
- Tugas perbaikan dan
pengayaan
sesuai

diberikan
dengan

kebutuhan
6.

Guru mengaitkan KBM dengan Siswa menceritakan atau


pengalaman siswa sehari-hari

memanfaatkan
pengalaman sendiri

122

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

7.

Menilai KBM dan kemajuan - Guru memantau kerja


belajar siswa

siswa
- Guru

memberikan

umpan balik
Depdiknas, 2003:45-47)
Berdasarkan hal tersebut di atas maka digunakan diskusi
kelompok sebagai upaya untuk lebih banyak melibatkan siswa
dalam proses belajar mengajar. Dengan demikian pelaksanaan KBK
di dalam kegiatan belajar mengajar di kelas dapat lebih optimal
sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang telah
ditetapkan.
Metode Diskusi Kelompok
Pengertian Metode Diskusi Kelompok
Metode diskusi adalah suatu cara mengajar atas pengkajian
materi melalui pengujian masalah yang pemecahannya sangat terbuka.
Diskusi dapat dilakukan secara kelompok atau klasikal. Suatu diskusi
melibatkan semua anggota diskusi dan menghasilkan suatu pemecahan
masalah (Depdikbud, 1995).
Diskusi kelompok adalah suatu strategi belajar mengajar
dimana siswa dalam suatu kelas dipandang sebagai suatu kelompok
atau dibagi menjadi beberapa kelompok terdiri dari 5 sampai 7 orang
siswa, mereka bekerja sama dalam memecahkan masalah atau
melaksanakan tugas - tugas tertentu, dan berusaha mencapai tujuan

123

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

pembelajaran yang ditentukan oleh guru. Diskusi kelompok sebagai


kegiatan kelompok siswa yang biasanya berjumlah kecil, yang
diorganisir untuk kepentingan belajar (Woerjo, 1998).
Kelemahan Metode Diskusi Kelompok.
Kelemahan metode diskusi kelompok adalah:
1. Sulit diramalkan hasilnya walaupun telah diatur secara berhati-hati
2. Kurang efisien dalam penggunaan waktu
3. Tidak menjamin penyelesaian yang akurat
4. Seringkali pembicaraan didominasi oleh satu atau dua orang saja
Keunggulan metode diskusi kelompok. Keunggulan metode diskusi
kelompok adalah:
1. Merangsang kreativitas siswa dalam bentuk ide, gagasan dan
terobosan dalam memecahkan masalah
2. Membiasakan siswa bertukar pikiran.
3. Ketrampilan menyajikan pendapat mempertahankan pendapat serta
sikap demokratis.
4. Dapat dipergunakan secara mudah
5. Menguntungkan para siswa yang lemah dalam memecahkan masalah
Bertitik dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
diskusi kelompok merupakan suatu cara untuk memecahkan masalah
dengan jalan memberi kesempatan pada masing masing anggota

124

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

kelompok untuk memecahkan masalah dengan jalan memberi


kesempatan

pada

masing-masing

anggota

kelompok

untuk

mengemukakan pendapat atau tanggapannya atas masalah yang sedang


dibahas dan kemudian dari pendapat atau tanggapan tersebut akan
dihasilkan suatu kesimpulan berdasarkan atas kesepakatan antara
masing-masing anggota kelompok dan kelompok dengan berbagai
pertimbangan.
Media
Media pembelajaran adalah merupakan alat bantu yang dapat
mempermudah proses penerimaan materi pelajaran yang disampaikan
pendidik dan sudah barang tentu akan mempermudah pencapaian
keberhasilan tujuan pembelajaran. Hal ini disebabkan peserta didik
akan lebih termotivasi dalam mempelajari materi pelajaran. Dari kajian
teori diatas dapat diketahui bahwa media sangat penting dalam proses
pembelajaran.
Penggunaan media dalam pembelajaran harus diperhatikan fungsi
dan kriteria pemilihan media. Fungsi media dalam pembelajaran adalah
untuk mengurangi verbalisme, meningkatkan perhatian siswa, memberi
pengalaman yang nyata, dan membantu tumbuhnya pengertian. Dengan
demikian membantu perkembangan kemampuan berbahasa siswa
(Hamalik, 1994). Suharsono mengatakan media dapat memberikan
rangsangan, dan memudahkan belajar sehingga tujuan pembelajaran
semua tercapai (1998: 9)

125

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

Prinsip pengajaran yang baik adalah jika proses belajar mampu


mengembangkan konsep generalisasi, dan bahan abstrak dapat menjadi
hal yang jelas dan nyata. Sumber belajar yang digunakan pengajar dan
anak adalah buku-buku dan sumber informasi,tetapi akan lebih jelas
dan efektif jika pengajar menyertai dengan berbagai media pengajaran
yang dapat membantu menjelaskan bahan lebih realistik (Hartono,
1996). Salah satu tugas guru yang tidak kalah pentingnya adalah
mencari dan menentukan media pembelajaran. Sudah tentu media yang
sesuai akan dapat mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.
Dalam penelitian ini media yang digunakan adalah media LKS.
Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan pemanfaatan media LKS
dalam penelitian ini sebagai salah satu media dalam meningkatkan
proses dan hasil belajar siswa kelas X SMK Negeri 1 Tegallalang.
Lembar Kegiatan Siswa
Pengertian lembar kegiatan siswa
Lembar kegiatan siswa (Student work sheet) adalah lembaranlembaran berisi tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik
(Depdiknas, 2004:18). Selanjutnya disebutkan bahwa lembar kegiatan
biasanya berupa petunjuk, langkah-langkah untuk menyelesaikan tugas.
Suatu tugas yang diperintahkan dalam lembar kegiatan harus jelas
kompetensi dasar yang akan dicapainya. Lembar kegiatan dapat
dipergunakan untuk mata pelajaran apa saja. Tugas-tugas yang
diberikan kepada siswa dapat berupa teoritis atau tugas-tugas
praktis.Tugas teoritis misalnya tugas membaca sebuah artikel tertentu,
126

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

kemudian membuat resume untuk dipresentasikan, sedangkan tugas


praktis dapat berupa kerja laboratorium atau kerja lapangan
(Deodiknas,2004:18).
Tujuan dan Manfaat LKS
Tujuan
Pengadaan lembar n siswa bertujuan untuk :
a. Memudahkan guru dalam dalam melaksanakan pembelajaran
b. Memberikan kesempatan kepadasiswa untukbelajarsecara mandiri
dan belajar memahami untuk melaksanakan tugas tertulis
c. Memberikan tantangan kepada guru untuk menyiapkan bahan ajar
secara cermat (Depdikbud,2004:6)
Dari uraian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuan lembar
kegiatan siswa bersifat positif baik bagi siswa sebagai sarana
pembelajaran maupun bagi guru sebagai sumber informasi dalam
proses belajar mengajar di kelas. Dalam menyiapkan LKS guru harus
cermat dan memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang memadai,
karena sebuah lembar LKS harus memenuhi paling tidak kriteria yang
berkaitan dengan tercapai atau tidaknya kompetensi dasar.
Manfaat LKS.
Lembar kegiatan siswa akan memberikan manfaat bagi guru dan siswa.

127

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

Guru akan memiliki bahan ajar yang siap digunakan, sedangkan


siswa akan mendapatkan pengalaman belajar mandiri dan belajar
memahami tugas yang tertuang dalam LKS (Depdiknas, 2004:6).
Menurut Depdikbud (1995) lembar kerja siswa dalam proses
pembelajaran berfungsi sebagai:
1. Alat diskusi.
Diskusi antara siswa merupakan cara belajar yang menekankan pada
kegiatan siswa dimana siswa dituntut aktif.
2. Alat bantu untuk mengembangkan ketrampilan
Ketrampilan proses siswa akan berkembang bila memperoleh
kesempatan untuk mengembangkannya sehingga diperlukan alat
pembelajaran yang memberikan peluang atas kesempatan kepada
siswa untuk mengembangkan kemampuan.
3. Pembimbing belajar
Lembar kerja siswa dapat digunakan sebagai pembimbing siswa
belajar baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Agar kegiatan ini
terarah maka lembar kerja siswa dapat difungsikan sebagai alat
pembimbing siswa belajar (Depdikbud, 1995:2).
Berdasarkan uraian di atas dapat dikemukakan bahwa LKS
berfungsi sebagai alat diskusi. baik itu antara siswa dengan siswa
maupun antara siswa dengan guru, secara terarah sesuai dengan
petunjuk yang terdapat dalam LKS. Sebagai alat bantu untuk
mengembangkan ketrampilan proses. Melalui LKS siswa dibantu dalam

128

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

mengembangkan kemampuan pengetahuan, sikap dan ketrampilan,


sebagai alat pembimbing belajar dengan LKS dapat belajar di rumah
selain di sekolah. Pada uraian tersebut dijumpai beberapa kelebihan
LKS antara lain :
1.

Membiasakan siswa mengerjakan tugas-tugas

2.

Siswa memiliki wawasan yang lebih luas

3.

Mengajak siswa untuk berfikir kreatif, kritis dan mandiri. Selain itu
lembar kegiatan siswa mempunyai beberapa kelemahan antara lain:
a. Siswa yang kemampuannya rendah mengalami kesulitan untuk
mengerjakan LKS
b. Siswa yang perhatiannya kurang baik / tidak sungguh - sungguh
akan memperoleh hasil yang kurang baik.
Dengan menggunakan LKS siswa yang memiliki tingkat

kecerdasan rendah diharapkan merasa dibantu dalam hal ini guru lebih
banyak berperan serta, agar kesulitan belajar siswa dapat diatasi.
Proses Belajar
Pengertian proses dan hasil belajar sesuai dengan apa yang tertuang
dalam kurikulum berbasis kompetensi merupakan kegiatan inti dari
pelaksanaan proses pembelajaran yakni bagaimana tujuan-tujuan
belajar direalisasikan. Proses belajar perlu dilakukan dengan menarik
dan menyenangkan, hal itu menuntut aktivitas aktivitas dan kreatifitas
guru

dalam

menciptakan

lingkungan

yang

kondusif.

Proses

pembelajaran dikatakan efektif apabila seluruh peserta didik terlibat


secara aktif, baik mental maupun sosialnya (Mulyasa, 2002:98). Dari

129

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

segi proses dikatakan berhasil dan berkualitas apabila seluruh atau


setidak-tidaknya sebagian besar (76%) peserta didik terlibat secara
aktif, baik mental maupun sosial dalam proses pembelajaran, disamping
menunjukkan kegiatan belajar yang tinggi (motivasi yang tinggi),
semangat belajar yang besar (interaksi siswa banyak arah) dan rasa
percaya

diri

sendiri

atau

data

tentang

keberanian

dalam

mengungkapkan pendapat atau pertanyaan dalam KBM (Depdiknas,


2002:47).
Berdasarkan uraian diatas dalam hal ini proses pembelajaran
merupakan hal yang berkaitan dan dilakukan di dalam pembelajaran
guna untuk mencapai tujuan pembelajaran. Tugas dan peran guru
sebagai pendidik professional sesungguhnya sangat komplek, tidak
terbatas pada saat berlangsungnya interaksi edukatif di dalam kelas,
yang lazim disebut proses belajar mengajar. Proses belajar mengajar
inti dari kegiatan pendidikan di sekolah (Suryosubroto,1997).
Dalam penelitian ini kegiatan proses belajar yang akan diamati
adalah aktivitas belajar siswa. Aktivitas belajar dalam kamus besar
Bahas Indonesia (1989) dikatakan bahwa aktivitas diartikan sebagai
kegiatan, kesibukan kerja atau salah satu kegiatan kerja yang
dilaksanakan di tiap bagian. Aktivitas siswa berarti kegiatan yang dapat
menentukan keberhasilan siswa. Keaktifan siswa dalam proses
pembelajaran akan menghidupkan suasana belajar sehingga akan
mendorong ke arah belajar yang lebih bermakna (Dahar, 1989). Pada
umumnya orang dikatakan aktif secara fisik jika menunjukkan gerak

130

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

yang dapat diamati atau diobservasi. Berkaitan dengan itu Ahmadi


(1999) mengemukakan:
Terdapat empat ciri dalam keaktifan belajar siswa yaitu : (1),
keinginan. keberanian menampilkan masalahnya, (2) kesempatan untuk
berpartisipasi dalam kegiatan, baik persiapan, proses dan kelanjutan
belajar, (3) mencapai keberhasilan, dan (4) kebebasan dan keleluasan
melakukan hal tersebut tanpa tekanan guru atau pihak lain.
Prestasi belajar
Pengertian Prestasi belajar
Prestasi belajar merupakan kemampuan akrual (actual ability)
artinya hasil yang diperoleh setelah mempelajari mata pelajaran juga
dikatakan bahwa prestasi belajar (school achievement) adalah
merupakan hasil yang dicapai seseorang (individu) bersangkutan
setelah mengalami suatu proses belajar dalam waktu tertentu
(Sunartana dan Nurkancana,1975). Prestasi yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah hasil nyata yang diperoleh seorang siswa setelah
mengalami suatu proses belajar dalam pelajaran Matematika.
Faktor -faktor yang mempengaruhi Prestasi Belajar.
Arikunto (1993), mengemukakan secara garis besar faktorfaktor yang mempengaruhi Prestasi belajar dapat dibedakan menjadi
dua jenis yaitu faktor yang bersumber dari dalam diri manusia atau
faktor internal dan faktor yang berasal dari luar diri manusia atau faktor
eksternal. Faktor yang bersumber dari dalam diri manusia dapat
131

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

diklasifikasikan menjadi dua yaitu faktor biologis dan psikologis. Yang


termasuk faktor biologis adalah usia, kematangan dan kesehatan Yang
termasuk faktor psikologis adalah kelelahan, suasana hati, motivasi,
minat dan kebiasaan belajar. Faktor yang berasal dari luar diri manusia
dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu faktor manusia (human)
seperti keluarga, sekolah dan faktor non manusia. Seperti alam, benda,
hewan dan lingkungan fisik
Faktor -faktor yang mempengaruhi Prestasi Belajar menurut Dantes
(1989:25) dapat diklasifikasikan menjadi:
1.

Faktor internal adalah faktor yang timbul dari dalam diri siswa
yang dapat digolongkan menjadi dua yaitu :(1) Faktor fisiologi
meliputi kondisi fisiologis umum dan kondisi panca Indra, (2)
Faktor fisiologis meliputi perasaan. sikap, minat, intelegensi dan
motivasi.

2.

Faktor eksternal adalah faktor yang datang dari luar diri siswa yang
dapat digolongkan menjadi dua yaitu: (1) faktor lingkungan
meliputi lingkungan alam dan sosial, (2) Faktor instrumental
meliputi kurikulum, program, sarana dan fasilitas serta guru
(tenaga pengajar).
Jadi pada intinya faktor yang mempengaruhi prestasi belajar itu

datang dari dalam dan dari luar diri siswa sehingga dalam penelitian ini
akan diamati bagaimana kedua faktor tersebut mempengaruhi prestasi
belajar siswa yang tercermin pada aktivitas dan interaksi belajar yang
dilakukan oleh siswa.
132

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

Kerangka Berfikir dan Hipotesis Tindakan


Selama ini dalam proses pembelajaran guru lebih sering
menggunakan metode konvensional, karena metode ini dianggap
metode yang paling mudah. Hal ini menyebabkan siswa menjadi
kurang aktif dan kurang bersemangat pada saat proses pembelajaran.
Untuk mengatasi hal itu maka dalam pembelajaran Matematika
menggunakan metode diskusi kelompok dengan media LKS karena
dapat memberikan kontribusi pada siswa untuk lebih mudah dalam
memahami isi pelajaran dan lebih mengaktifkan siswa.
Metode diskusi kelompok dengan media LKS memiliki kelebihan
dibandingkan metode konvensional sehingga siswa menjadi lebih aktif
karena memberikan kesempatan pada siswa untuk mengeluarkan
pendapat/tanggapan terhadap masalah yang ada pada materi yang
sedang dibahas dan dapat memperoleh prestasi yang optimal.
Berdasarkan permasalahan dan kerangka berfikir yang ada, maka
hipotesis penelitian ini sebagai berikut :
1. Melalui penerapan metode diskusi kelompok dengan media LKS
dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa pada mala pelajaran
Matematika SMK Negeri 1 Tegallalang Tahun Pelajaran 2014/2015
2. Melalui penerapan metode diskusi kelompok dengan media LKS
dapat meningkatkan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran
Matematika SMK Negeri 1 Tegallalang Tahun Pelajaran 2014/2015.

133

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

METODE PENELITIAN
Lokasi dan Subyek Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMK Negeri 1 Tegallalang
dengan subyek penelitian siswa kelas X semester II tahun pelajaran
2014/2015 dan melibatkan guru Matematika alasan pengambilan
subyek di kelas X sebagai berikut: 1) siswa kelas X kurang
bersemangat mengikuti pelajaran kurang interaktif dalam proses
pembelajaran pada semester satu sehingga hasil belajar rendah.
Prosedur Penelitian
Rancangan Tindakan
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan untuk memperbaiki
kualitas dan prestasi belajar dalam mata pelajaran Matematika Semester
II Tahun Pelajaran 2014/2015. Penelitian ini akan dilaksanakan dalam
bentuk siklus sampai tujuan penelitian dapat tercapai. Tiap siklus terdiri
dari empat kegiatan yaitu: perencanaan, tindakan, observasi dan
refleksi. Dimana setiap kegiatannya dilakukan secara terus menerus
selama penelitian ini dalam pelaksanaanya terdiri atas dua siklus.
Secara umum dapat digambarkan sebagai berikut :

134

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

Gambar 01. Siklus Penelitian

Fereksi awal

Rencana Tindakan

Tindakan I + Observasi

Wawancara + Evaluasi

Analisis + Refleksi

Rencana Tindakan II

Tindakan II + Observasi

Wawancara + Evaluasi

Analisis + Refleksi

Memutuskan Tindakan Terbaik

Tahap Perencanaan
Tahap ini dilaksanakan sebelum berlangsungnya proses belajar
mengajar dikelas. Untuk melakukan proses ini akan dilakukan kegiatan
sebagai berikut:
1.

Menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) sebagai acuan


dalam kegiatan pembelajaran.

2.

Menyusun tes hasil belajar yang bertujuan sebagai tes umpan balik
guru.

3.

Menyiapkan lembar kerja siswa (LKS) sebagai pegangan materi


yang akan didiskusikan pada saat proses belajar mengajar.

135

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

4.

Menyiapkan instrumen penelitian yang berupa lembar observasi


untuk mencatat aktivitas siswa dalam prose belajar mengajar.

5.

Pembentukan kelompok yang hiterogen.

Tahap pelaksanaan Tindakan


Setelah rencana awal diterapkan bersama antara guru dengan
siswa

kemudian

dilakukan

tindakan

pembelajaran

dengan

menggunakan strategi (metode) diskusi kelompok dengan media LKS


sebagai pendukung untuk meningkatkan proses dan prestasi belajar
siswa. Pada saat ini peneliti berperan sebagai observer dan sekaligus
sebagai pelaksana kegiatan proses belajar mengajar.
Langkah-langkah yang dilakukan adalah:
1. Membuka pelajaran dengan pendahuluan yang berhubungan dengan
standar kompetensi yang akan dibahas
2. Guru mensosialisasikan metode pembelajaran diskusi kelompok
dengan media LKS
3. Membagikan LKS yang berisikan materi dan soal-soal untuk
didiskusikan
4. Melaksanakan pembelajaran di kelas dengan menerapkan metode
diskusi kelompok dengan media LKS. Masing-masing kelompok
akan mendiskusikan permasalahan yang terdapat pada LKS.
5. Setelah batas waktu yang ditentukan berakhir, semua kelompok
mengumpulkan hasil kegiatan diskusi kelompoknya

136

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

6. Guru membuka diskusi kelas dengan menugaskan salah satu


kelompok untuk melaporkan hasil diskusinya, sedangkan yang lain
memberikan tanggapan
7. Guru menegaskan kembali konsep-konsep penting sehingga siswa
lebih paham dan tidak terjadi miskonsepsi.

Tahap Observasi
Observasi alat penilaian untuk mengukur peningkatan proses
belajar mengajar yang meliputi aktivitas dan interaksi belajar serta
prestasi belajar yang ingin dicapai sesuai dengan lembar observasi.
Observasi dilakukan dalam beberapa tahapan. Observasi pertama
dilaksanakan dalam kegiatan orientasi awal, kedua dilaksanakan dalam
tindakan pembelajara siklus I dan observasi selanjutnya akan terns
dilaksanakan sampai tujuan penelitian tercapai. Adapun faktor-faktor
yang diselidiki meliputi: interaksi. partisipasi aktif (aktivitas) siswa.
perilaku siswa yang mungkin timbul atau kendala yang mungkin
terjadi, dan prestasi belajar siswa. Untuk penilaian pada akhir siklus
diadakan evaluasi belajar.
Tahap Refleksi
Tahap refleksi ini dilakukan menjelang berakhirnya kegiatan
pada setiap siklus . Kegiatan refleksi dilakukan untuk memperoleh
umpan balik dan perbaikan serta penemuan unsur-unsur yang
menguatkan pada tiap tindakan pembelajaran. Semua tindakan yang
ada pada pelaksanaan tindakan, observasi dan evakuasi akan dikaji,

137

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

dianalisis dimaknai dan disimpulkan untuk pertimbangankan kembali


peluang dan kendala yang mungkin akan terjadi. Refleksi ini akan
menghasilkan alternatif-alternatif. Alternatif pertama tindakan yang
dilakukan sudah baik sehingga tidak perlu direvisi, kedua tindakan
yang dilaksanakan belum memadai sehingga perlu direvisi dalam
membuat rencana tindakan berikutnya.
Teknik Pengumpulan data
Teknik pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini
disesuaikan dengan data yang dibutuhkan berdasarkan pada tujuan
penelitian. Jenis instrument yang digunakan dan metode pengumpulan
data dalam penelitian ini dapat dilihat dalam tabel berikut.
Tabel 02 Jenis Instrumen dan metode pengumpulan data
No
1

Jenis data
Aktivitas

Metode

Instrumen

Observasi Pedoman observasi Selama pembelajaran

belajar
2

Waktu

Prestasi belajar Tes

berlangsung
Tes akhir belajar

Setiap akhir siklus

Data yang dikumpulkan untuk dianalisis dalam penelitian ini adalah


: Aktivitas belajar siswa dibagi dalam beberapa indikator antara lain:
1. Kerajinan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran
2. Aktivitas siswa dalam bertanya

138

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

3. Aktivitas siswa dalam menjawab pertanyaan


4. Kerjasama dan hubungan dalam kelompok
5. Aktivitas siswa dalam menyelesaikan tugas
6. Partisipasi siswa dalam menyimpulkan hasil
7. Kemandirian siswa dalam memberikan respon
Prestasi belajar siswa dikumpulkan dengan menggunakan tes hasil
belajar siswa untuk mengetahui prestasi yang dicapai oleh masingmasing siswa, Tes hasil belajar ini dilaksanakan pada setiap akhir
siklus.
Teknik Analisis Data
Pengolahan data hasil observasi sangat tergantung pada pedoman
observasinya terutama dalam mencatat hasil observasi. Data dalam
penelitian ini berupa data kuantitatif dan kualitatif Data dianalisis
dengan analisis deskriptif untuk memberikan makna terhadap deskripsi
yang berkaitan dengan isi, logika dan prosesnya. Untuk lebih jelasnya
analisis data dilakukan dengan:
Analisis data aktivitas
Data aktivitas dihitung dengan rumus:

x .
XN

. (Arikunto.2002)

Keterangan:
X

= Skor rata-rata aktivitas belajar

139

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

x= Jumlah seluruh skor


N

= Jumlah siswa

Setelah data diolah, kemudian dianalisis dengan dengan


menggunakan

analisis

deskriptif

kualitatif.

Adapun

kriteria

penggolongan aktivitas belajar dapat dilihat pada Tabel 03.


Tabel 03. Kriteria Penggolongan Tingkat aktivitas belajar siswa
Skor

Kategori

5<X

Sangat aktif

11,65<X<15

Aktif

8.35 <X<1 1,64

Cukup aktif

<X<8,35

Kurang aktif

X<5

Sangat Kurang
aktif

(Arikunto, 2002)
Rata-rata aktivitas siswa yang diperoleh dicocokkan dengan
kriteria penggolongan pada label di atas, kriteria yang digunakan untuk
menyatakan keberhasilan masing-masing siklus apabila aktivitas siswa
minimal termasuk kriteria cukup aktif.

140

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

Analisis data prestasi belajar siswa


Data prestasi belajar dianalisis secara deskriptif kualitatif,
sedangkan kategori prestasi belajar siswa diperoleh berdasarkan
konversi seperti label 04
Tabel 04. Pedoman konversi kategori prestasi belajar siswa
Skor

Kategori

85-100

Sangat baik

70-84

Baik

55-69

Cukup baik

40-54

Kurang aktif

0-39

Sangal Kurang baik

(Sumber: Pedoman Studi IKIP Negeri Singaraja. 2002)


Untuk mengukir adanya peningkatan prestasi belajar siswa
diolah dengan menggunakan rumus :

1) Rata-rata hasil belajar : X=

xi
n

Keterangan :
X

= skor rata-rata kelas

xi = skor siswa ke-1 dst

141

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

= banyaknya siswa

2) Daya serap: DS =

X
x100 %
N

Keterangan :
DS = Daya serap
X = Jumlah skor
N = banyaknya siswa
Daya serap dikatakan berhasil apabila mencapai > 65%
3)

Ketuntasan belajar : KB =

T
x100 %
N

Keterangan : KB = Ketuntasan belajar


T = banyaknya anak yang mendapat nilai 65 ke atas
N = banyaknya siswa

Ketuntasan belajar dikatakan berhasil apabila mencapai > 85%


(Depdikbud, 1995)
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini difokuskan pada peningkatan aktivitas,
dan prestasi belajar siswa dalam mata pelajaran Matematika melalui
penerapan metode diskusi kelompok dengan media LKS. Penelitian ini

142

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

dilakukan dalam bentuk siklus. Untuk menjawab masalah penelitian ini


dilaksanakan dua siklus. Subyek penelitian adalah siswa kelas X SMK
Negeri 1 Tegallalang yang terdiri dari 44 Orang siswa. Diambilnya
siswa kelas X karena siswa-siswa ini mengalami kendala dalam belajar
seperti rendahnya aktivitas belajar siswa, rendahnya interaksi belajar
siswa yang berdampak pada rendahnya prestasi belajar yang diperoleh.
Penelitian ini bersifat kolaborasi antara guru, siswa dan peneliti. Dalam
penelitian ini peneliti bertindak sebagai observer dan sekaligus sebagai
pengajar, dan peneliti dibantu oleh guru mata pelajaran Matematika
yang membantu mengamati proses belajar mengajar sehingga peneliti
tidak begitu mengalami kesulitan baik di dalam mengajar maupun
dalam mengobservasi aktivitas siswa selama proses belajar mengajar
berlangsung. Penelitian ini dilaksanakan dari tanggal 15 Pebruari
sampai Maret 2015. Siklus I dilaksanakan selama tiga kali pertemuan,
dua kali pertemuan kegiatan belajar mengajar, satu kali pertemuan tes
pengambilan nilai. Sedangkan siklus H dilaksanakan tiga kali
pertemuan yaitu dari tanggal 8 sampai 22 Maret 2015 dengan dua kali
pertemuan kegiatan belajar mengajar, satu kali pertemuan tes
pengambilan nilai. Rincian pelaksanaan masing-masing siklus adalah
sebagai berikut :
Siklus l
Perencanaan:
Perencanaan yang dilakukan pada siklus I ini dimulai dari
pembentukan

kelompok

yang

hiterogen,

143

Menyusun

rencana

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

pelaksanaan pembelajaran, Menyusun tes hasil belajar, Menyiapkan


lembar kerja siswa (LKS) sebagai pegangan materi yang akan
didiskusikan pada saat proses belajar mengajar, Menyiapkan lembar
observasi. Pada siklus I ini kompetensi dasar yang dibahas adalah:
Menyimpulkan vocabulary.
Kompetensi dasar ini diajarkan selama dua kali pertemuan (4
jam pelajaran) dengan penggunaan metode diskusi kelompok dengan
media LKS.
Pelaksanaan Tindakan
Langkah-langkah

yang

dirancang

untuk

melakukan

pembelajaran pada siklus ini adalah sebagai berikut:


1.

Guru membuka pelajaran dengan berpedoman pada rencana


pembelajaran yang sudah dibuat

2.

Guru melakukan apersepsi dengan pembinaan kesiapan belajar


siswa dan menyampaikan kompetensi dasar dan indikator yang
akan dibahas.

3.

Guru mensosialisasikan metode diskusi kelompok dengan media


LKS kepada siswa

4.

Guru menyuruh siswa untuk duduk sesuai dengan kelompoknya

5.

Guru membagikan LKS dan melaksanakan proses pembelajaran


dengan menerapkan metode diskusi kelompok.

144

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

6.

Guru mengamati aktivitas belajar siswa dengan lembar observasi


yang telah dipersiapkan

7.

Setelah batas waktu berakhir semua kelompok mengumpulkan


hasil kegiatan diskusi kelompok

8.

Guru menyuruh salah satu kelompok melaporkan hasil diskusinya


sedangkan kelompok lain mendengar dan memberi tanggapan

9.

Guru mengadakan observasi selama proses pembelajaran dengan


mencatat tingkah laku yang berkaitan dengan proses pembelajaran

10. Guru mengevaluasi kemampuan siswa dengan memberikan les


ulangan harian pada akhir siklus.
Observasi
Pada saat observasi segala aktivitas belajar siswa dicatat diberi
skor. Hasil observasi siklusI menunjukkan ada peningkatan dalam
proses pembelajaran, hal ini dapat dilihat pada data tiap-tiap pertemuan
baik aktivitas siswa maupun hasil belajar.
Aktivitas belajar siswa.
Aspek yang diamati dalam aktivitas belajar adalah (l) Kerajinan
siswa dalam mengikuti proses pembelajaran, 2) Aktivitas siswa dalam
bertanya 3), Aktivitas siswa dalam menjawab pertanyaan, 4) Kerjasama
dan

hubungan

dalam

kelompok,

5)

Aktivitas

siswa

dalam

menyelesaikan tugas, 6) Partisipasi siswa dalam menyimpulkan hasil,


7) kemandirian siswa dalam memberikan respon.

145

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

Berdasarkan hasil observasi tindakan siklus I aktivitas belajar siswa


pertemuan I pada kategori kurang aktif dan untuk pertemuan kedua
pada kategori cukup aktif. Hal ini disebabkan karena banyak siswa
yang belum memenuhi beberapa indikator aktivitas belajar sesuai
dengan pedoman observasi, seperti : (1) ketika siswa menyampaikan
pendapat dalam bediskusi siswa cendrung malu dan takut dan kurang
percaya diri (2) dalam mewakili kelompoknya siswa masih merasa
takut dan malu, (3) kurangnya kemauan dalam mengajukan pertanyaan,
(4) siswa yang pandai antosias untuk berdiskusi sedangkan siswa yang
kemampuannya rendah cendrung menunggu jawaban temannya, (5)
Siswa belum tahu caranya berdiskusi dengan kelompok, dan dilihat dari
prestasi belajar belum mencapai ketuntasan yang diharapkan. Data
aktivitas siswa pada siklus I dikumpulkan dalam 2 kali pertemuan, data
tersebut dapat dilihat pada lampiran 6 Berdasarkan pengolahan data
jumlah skor aktivitas pada pertemuan I dan II adalah 363dan 506. Jadi
skor rata-rata aktivitas belajar pada siklus I adalah:
X=

363 506 869

9,88
44 44
88

Menurut kreteria aktivitas belajar siswa pada siklus I tergolong


cukup aktif, ini berarti bahwa aktivitas belajar siswa sudah tercapai
sesuai dengan indikator keberhasilan.
Prestasi belajar
Data tentang prestasi belajar disajikan pada lampiran 6, Aspek
yang dinilai dari prestasi belajar adalah hasil tes, berdasarkan lampiran

146

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

tersebut diketahui bahwa jumlah nilai 284 yang diperoleh oleh seluruh
siswa adalah dengan jumlah siswa 44 orang rata-ratanya adalah 64,65,
daya scrap 64,65% , ketuntasan klasikal 59% menurut kriteria
ketuntasan klasikal pada siklus satu belum tuntas, karena baru
mencapai 59% sedangkan kelas dikatakan tuntas bila mencapai 85%.
Refleksi;
Berdasarkan hasil observasi tindakan yang dilakukan pada
siklus I perlu dilaksanakan perbaikan-perbaikan sehingga hasil yang
diperoleh dapat lebih ditingkatkan. Dan perbaikan yang direncanakan
pada siklus I diterapkan pada siklus II. Adapun perbaikan-perbaikan
untuk dapat meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar siswa pada
siklus II antara lain :
1.

Memberikan bimbingan pada siswa agar tidak malu dan takut


menyampaikan pendapat

2.

Menekankan pada siswa bahwa berhasil atau tidaknya penerapan


diskusi kelompok dengan media LKS sangat tergantung pada
aktivitas dan interaksi siswa dalam proses pembelajaran

3.

Untuk menumbuhkan keberanian siswa bertanya dan member!


tanggapan guru menunjuk siswa secara acak, dan memberikan
pujian pada siswa yang aktif

4.

Untuk meningkatkan prestasi memberikan lebih banyak tugas


rumah dan dikumpulkan serta membagikan hasilnya sehingga
siswa lebih bersemangat

147

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

Siklus II
Pelaksanaan siklus II merupakan penyempurnaan dan perbaikan
dari siklus I. Hal ini dapat dilihat pada aktivitas dan prestasi belajar
siswa. Sesuai dengan rancangan penelitian tindakan kelas yang telah
dikemukakan maka hasil penelitian dapat disajikan sebagai berikut.
Perencanaan
Perencanaan yang dilakukan pada siklus II sama dengan siklus I
tetapi pada siklus II peneliti mengadakan perbaikan-perbaikan terhadap
hal-hal yang menyebabkan hasil penelitian kurang optimal. Pada siklus
II ini korngetejisi dasar yang dibahas adalah menyimpulkan isi (daging)
geguritan, dasar ini diajarkan dua kali pertemuan, disertai dengan
penerapan metode diskusi kelompok dengan media LKS.

Pelaksanaan
Hari Kamis tanggal 8 Maret 2015 dilaksanakan tindakan siklus
II. Pelaksanaan tindakan siklus II diadakan beberapa perbaikan
diantaranya adalah dari segi penyampaian materi, metode dan
penggunaan media LKS dalam diskusi kelompok lebih diefektifkan
lagi. Dalam pelaksanaan pembelajaran terlebih dahulu dilaksanakan
apersepsi untuk mengingatkan siswa tentang materi yang sudah dibahas
dengan mengkaitkan materi yang akan dibahas. Selain itu siswa diberi
kesempatan untuk bertanya terhadap hal yang kurang dimengerti, hasil
ini dilakukan untuk memupuk keberanian siswa untuk bertanya dan
148

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

menjawab pertanyaan. Selama proses pembelajaran berlangsung


diadakan observasi terhadap aktivitas belajar siswa dengan lembar
observasi dan untuk mengetahui prestasi belajar siswa diadakan tes
ulangan.
Observasi
Hasil observasi siklus II menunjukkan semakin aktif dan
bersemangamya siswa dalam mengikuti pembelajaran sehingga
terjadipeningkatan dari segi aktivitas belajar dan prestasi belajar siswa.
Adapun data observasi siklus dikumpulkan dalam dua kali pertemuan.
Data hasil observasi dapat dilihat pada lampiran 1.
Berdasarkan pengolahan data jumlah skor aktivitas belajar
siswa pada masing-masing kegiatan pembelajaran adalah 563 dan 596.
Dari jumlah skor yang diperoleh dari masing-masing pertemuan adalah:
X=

363 596 1159

13,17
44 44
88

Menurut kriteria penggolongan aktivitas belajar siswa siklus II


ini tergolong aktif berarti bahwa aktivitas belajar siswa sudah dicapai
sesuai dengan indikator keberhasilan. Jika dilihat dari data tentang
prestasi belajar yang diperoleh siswa pada siklus II dapat dilihat pada
lampiran 11, yang dinilai dalam prestasi belajar adalah hasil dari hasil
tes, berdasarkan lampiran tersebut diketahui bahwa skor nilai yang
diperoleh oleh seluruh siswa adalah 3142 dengan jumlah siswa 44
orang rata-ratanya adalah 71,42, Daya scrap 71,41% ketuntasan

149

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

klasikal 86,36.menurut kriteria ketuntasan klasikal pada siklus dua


sudah tuntas, karena kelas dikatakan tuntas bila mencapai 85%.
Refleksi.
Berdasarkan data yang didapat dari tindakan siklus II setelah
diterapkan diskusi kelompok dengan media LKS pada proses belajar
mengajar Matematika kelas X SMK Negeri 1 Tegallalang telah terjadi
peningkatan aktivitas dan prestasi belajar siswa dari siklus I sampai
siklus II, maka semua permasalahan yang dikemukakan pada bab I
telah terjawab, akhirnya keputusan peneliti, penelitian diakhiri.
Pembahasan
Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus . Pada siklus I
peneliti mulai mengamati prilaku siswa yang timbul dalam proses
belajar mengajar jika dikaitkan dengan metode diskusi kelompok
dengan media LKS, dalam halini peneliti bertindak sebagai observer
dan sebagai pengajar dan dibantu juga oleh guru Matematika kelas
Matematika (I Ketut Gina,S.Pd) Evaluasi untuk masing-masing siklus
dapat dilihat pada Tabel berikut :
Tabel 05. Rekapitulasi Hasil penelitian Sikius 1
Aktivitas Belajar

Prestasi Belajar

Rata-rata

Kategori

Rata-rata

Daya serap

Ketuntasan

9,88

Cukup aktif

64,65

64,65%

59%

150

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

Tabel 06. Rekapitulasi Hasil penelitian Siklus II


Aktivitas Belajar

Prestasi Belajar

Rata-rata

Katagori

Rata-rata

Daya serap

Ketuntasan

13,17

Aktif

71,41

71,41%

86,36

Berdasarkan analisis data pada Tabel 05 dan Tabel 06 di atas,


proses belajar mengajar dengan penerapan metode diskusi kelompok
dengan media LKS dari siklus I sampai siklus II sudah cukup berhasil
untuk meningkatkan keaktifan siswa bila dibandingkan sebelum
diterapkannya metode diskusi kelompok dengan media LKS. Hal ini
dapat dibuktikan dengan adanya peningkatan aktivitas dan prestasi
belajar siswa yang diperoleh siswa seperti uraian berikut ini.
Aktivitas belajar siswa
Aktivitas belajar siswa melalui penerapan metode diskusi
kelompok dengan media LKS mengalami peningkatan. Hal ini dapat
dilihat pada skor rata-rata aktivitas pada siklus I tergolong cukup aktif
dengan merata aktivitas sebesar 9,88 ini berarti aktivitas belajar siswa
sudah dapat tercapai. Pada siklus II aktivitas siswa meningkat termasuk
dalam kategori aktif dengan rata skor sebesar 13,17. Ini berarti ada
peningkatan sebesar 3.29.

151

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

Berdasarkan uraian diatas, hipotesis yang berbunyi melalui


penerapan metode diskusi kelompok dengan media LKS dapat
meningkatkan aktivitas belajar siswa di kelas X dapat dibuktikan
kebenarannya.
Prestasi Belajar Siswa
Prestasi belajar siswa melalui penerapan diskusi kelompok
dengan media LKS juga mengalami peningkatan hal ini dapat dilihat
dari hasil belajar pada siklus I rata-rata 64,65 Daya serap 64,65% dan
ketuntasan belajar siswa. Sebesar 59%. Sedangkan jika dilihat pada
siklus II rata-rata 71,41. Daya serap 71,41%. dan ketuntasan belajar
siswa 86,36%, berarti ada peningkatan prestasi belajar siswa sebesar
27,36% Rerata pada siklus II dapat dikatakan berhasil atau tuntas
karena telah memenuhi tuntutan kurikulum, dimana kelas dikatakan
tuntas apabila secara klasikal presentasenya mencapai rata-rata >85.
Berdasarkan ketuntasan klasikal dari siklus I ke siklus II ' mengalami
peningkatan sebesar 27,36%.
Dengan demikian hipotesis yang berbunyi melalui penerapan
metode diskusi kelompok dengan media LKS dapat meningkatkan
prestasi belajar siswa di kelas X dapat dibuktikan kebenarannya.

152

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

PENUTUP
Simpulan
Berdasarkan rumusan masalah, hasil penelitian dan pembahasan,
maka dapat disimpulkan sebagai berikut.
1.

Penerapan metode diskusi kelompok dengan media LKS dapat


meningkatkan keaktifan siswa kelas X SMK Negeri 1 Tegallalang.
Hal ini dapat dilihat dari peningkatan skor rata-rata aktivitas
belajar 3.29 % yaitu dari 9,88 kategori cukup aktif pada siklus I
menjadi 13,17 dengan katagori aktif pada siklus II

2. Penerapan metode diskusi kelompok dengan media LKS juga dapat


meningkatkan prestasi belajar siswa kelas X SMK Negeri 1
Tegallalang hal ini dapat dilihat dari rata-rata siklus I sebesar 64,65
menjadi 71,41 pada siklus II, daya serap dari 64,65 % pada siklus 1
menjadi71,41% pada siklus II ketuntasan belajar dari 59% menjadi
86,36 pada siklus II
Saran-saran
Adapun saran-saran yang dapat disampaikan sehubungan dengan
hasil penelitian penelitian adalah sebagai berikut.
1.

Disarankan kepada guru PKN untuk mencoba menerapkan metode


diskusi
kelompok dengan media LKS karena dapat meningkatkan aktivitas
dan prestasi belajar siswa.

153

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

2.

Disarankan kepada guru untuk memanfaatkan variasi media yang


inovatif dalam proses pembelajaran untuk mengurangi rasa bosan
siswa dan akhirnya siswa menjadi senang dan aktif.

3.

Disarankan kepada kepala sekolah supaya memberikan perhatian


yang lebih besar terhadap media pembelajaran terutama media
pembelajaran PKN agar proses pembelajaran menjadi optimal.

DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsini.1993, Manajemen Pengajaran secara Manusicnvi.
Jakarta: PT Rineka Cipta.
Depdikbud.1995Perangkat Kegiatan Belajar Mengajar.Jakarta:Dirjen
Pendidikan

Dasar

dan

Menengah

Derektorat

Pendidikan

Menengah Umum.
Depdiknas. 2002. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Pusat
Kurikulum, Balitbang Depdiknas
Dahar, Willis Ratna. 1989. Teori-teori Belajar. Jakarta : Penerbit
Erlangga Nyoman, Dantes 1989. Psikologi Pendidikan. Singaraja:
FKIP UNUD. Djamarah, Syaiful Bahridan Zain, Aswan. 2002.
Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Bineka Cipta.
..2003a. Kurikulum 2004. Pedoman Khusus Pengembangan Siiabus
Dan Penilaian Mala Pelajara Bahsa Bali Jakarta: Dirjen

154

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

Pendidikan

Dasar

dan

Menengah

Direktorat

Pendidikan

Menengah Umum.
..2003b. Pelayanan Profesional Kurikulum 2004. Kegiatan Belajar
Mengajar Yang Efektif, Jakarta: Pusat Kurikulum, Balitbang
Depdiknas.
,.2004a. Pedoman Umum Pengembangan Bahan Ajar Sekolah
Menengah Atas. Jakarta: Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah
Direktorat Pendidikan Menengah dan Umum
.2004b. Pedoman Penyusunan Lembar Kegiatan Siswa dan Skenario
Pembelajaran. Jakata:Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah
Direktorat Pendidikan Menengah dan Umum
Hamalik, oemar. 1994. Media Pendidikan. Bandung: PT. Citra Aditya
Bakti I Negah Tinggen, 1979, Dasar - dasar pelajaran kekawin
Singaraja : PT. Rhika Dewata.
Mulyasa,E.2002.Kurikulum Berbasis Kompetensi Konsep, Karakteristik
implementasi, dan Inovasi. Bandung,PT.Remaja Rosdakarya.
Suharsono, Naswan. 1998. Makalah. Disampaikan dalam Seminar
Pendidikan KopertisWilayahVIII.
Suryosubroto, B. 1997. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta.
Aneka Cipata.
Suanartana,PPN dan Nurkancana,Wayan.1975.Evaluasi Pendidikan
Singaraja: FKIP UNUD

155

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

Wardani.1983.Ketrampilan

Membimbing

Diskusi

Kelompok.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.Jakarta:


Woerjo,Kasmiran.1998.Pengantar Psikologi Pendidikan .Malang:Team
Publikasi FIPIKIP Malang.

156

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE


TEAMS GAMES TOURNAMENT (TGT) UNTUK
MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR
BERGULING (ROLL) SENAM LANTAI PADA SISWA KELAS
XI SMK NEGERI TEGALLALANG

I MADE MERTA WIGUNA, S.Pd


NIP. 19641231 198507 1 021

ABSTRACT
The low study achievement is often a challenge for teachers in
the implementation of the learning process, especially for materials of
Physical and Health Education with local nature that has been defeated
by technological advances and often ignored by some students. To
overcome the problem, teachers need to apply varied, creative and
innovative learning method; one for example is by applying
cooperative learning model of teams games tournament type.
Related to the problem, the purpose of this study is to determine
the increase of creativity and student learning achievement through
cooperative learning model of teams games tournament type. The
research model is in the form of classroom action research and the
subjects are the students of class XI SMK N 1 Tegallalang, period
2014/2015.
This study was conducted in two cycles, each cycle carried out
four phases of activities, namely: planning, implementation,
observation and evaluation. Finally, there was a reflection in which the
157

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

results were used as a basis to improve the implementation of the next


cycle.
Based on the discussion, it can be concluded that the application
of cooperative learning model of teams games tournament type can
increase students creativity and learning achievement in Roll style in
gymnastics subject in class XI SMK N 1 Tegallalang, period
2008/2009.
It is suggested to all teachers, especially in teaching Gymnastics
subject, to apply cooperative learning model of teams games
tournament type, which emphasis on student cooperation and
responsibility so it can enhance students creativity and learning
achievement clearly and steadily.
Keywords: cooperative learning, teams games tournament

PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Desentralisasi
pengembangan

merupakan

pendidikan

di

isu-isu

berbagai

aspek

utama

dalam

dan

jenjang

pembelajaran Penjaskes selalu diasumsikan sangat sulit dan


menakutkan juga di kalangan sebagian siswa dijaman Globalisasi ini
yang serba modern sehingga mata pelajaran Penjaskes yang
merupakan muatan lokal dianggap tidak begitu penting dan
bermanfaat, padahal dalam kehidupan sehari-hari selalu berguna
dalam melakukan Interaksi dan berkomunikasi untuk menyikapi hal

158

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

tersebut sudah sepantasnya kita bersama tetap menjaga dan


melestarikan keberadaannya.
Dalam aspek meningkatkan hasil belajar khususnya untuk
memacu penguasaan materi pelajaran dijenjang pendidikan di SMK
perlu adanya penyempurnaan proses belajar-mengajar dalam mata
pelajaran Penjaskes agar diperoleh ketuntasan belajar. Untuk
memperoleh ketuntasan belajar guru hendaknya mempunyai kiat-kiat
dan inovasi tersendiri di dalam penggunaan metode dalam proses
pembelajaran.
Siswa dianggap berhasil dalam belajar secara klasikal
apabila daya serapnya atau (SKM) dapat mencapai 75% dan
memperoleh nilai diatas 60, maka para pendidik menggolongkan
siswa tersebut sebagai siswa yang berhasil atau tuntas, apabila ada
siswa yang memperoleh nilai dibawah 60 maka para pendidik
menggolongkan siswa kedalam hasil yang rendah atau kuran, setelah
di diskusi dengan beberapa orang guru, maka rendahnya prestasi
belajar siswa disebabkan oleh banyak faktor misalnya : Sebab
peranan guru masih dominan dalam proses belajar mengajar.
Kurangnya menggunakan metode dengan berpariasi dan guru yang
memberikan latihan maupun tugas kepada siswa hendaknya
mengacu yang mendekati diskusi kelompok. Adapun faktor siswa
disebabkan oleh sangat rendahnya minat belajar siswa dalam belajar
Penjaskes, Kurangnya perhatian siswa terhadap materi pelajaran.
Malasnya siswa mengerjakan tugas pekerjaan rumah (PR).

159

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

Guna untuk meningkatkan kreatifitas dan prestasi belajar


siswa lebih maksimal maka perlu diadakan terobosan strategi
maupun penggunaan metode yang tepat dalam proses belajar
mengajar guna meningkatkan hasil belajar dengan memakai metode
diskusi kelompok, sehingga emosi para siswa dalam menguasai
materi pelajaran semakin meningkat dan mantap juga dapat
mengingat kembali materi pelajaran yang diajarkan,apabila materi
tersebut diadakan Evaluasi atau penilaian sudah tentu bisa mencapai
hasil yang diharapkan.
Dengan berdasarkan arsip hasil evaluasi terakhir yang
diselenggarakan pada semester ganjil tahun pelajaran 2014/2015,
hasil belajar siswa kelas XI terhadap mata pelajaran Penjaskes masih
jauh di bawah hasil yang diharapkan. Rendahnya hasil belajar siswa
tersebut dapat dilihat dari nilai rata-rata hasil ulangan umum
bersama semester ganjil pada siswa kelas XI hanya mencapai nilai
rata-rata 61.50 berarti masih dibawah SKKM yang ditetapkan
sekolah yaitu 65 diantara semua kelas XI nilai yang paling rendah
dicapai oleh kelas XI, yaitu hanya mendapatkan nilai rata-rata
60.83.( dikutip dari kurikulum SMK Negeri 1 Tegallalang).
Menghadapi permasalahan itu, penelitian berjuang dan
berusaha mengatasinya dengan cara mengadakan konsultasi dan
diskusi dengan teman sejawat yang juga guru mata pelajaran
Penjaskes kelas XI.

160

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

Dengan berdasarkan hasil pengamatan lebih awal di kelas


XI, didapatkan gejala yang muncul dalam proses pembelajaran
antara lain, siswa kurang antusias mengikuti pelajaran, siswa terlalu
banyak cakapnya, atau selalu rebut, siswa kurang perhatian
menerima pelajaran, dalam proses pembelajaran kelihatan pasif
jarang siswa yang berusaha memikirkan jawaban dan atau
menanggapi pertanyaan guru, diantara siswa tidak mau kerja sama,
guru untuk memberikan jawaban terhadap pertanyaan guru, dalam
proses pembelajaran siswa hanya duduk dan diam seolah hanya
ingin menunggu proses pembelajaran berakhir.
Setelah diadakan konsultasi dan diskusi dengan guru mata
pelajaran Penjaskes dapat diidentifikasi ada beberapa indikator
sebagai faktor penyebab masalah. Misalnya setiap pembelajaran
diterapkan

guru

masih

konvensional

dan

menuntun

dalam

menggunakan metode, kurang bervariasi pembelajaran masih


bersifat hapalan untuk menguasai konsep.
Kurang dibentuk pola pembelajaran mandiri termasuk
sumber belajar bervariasi kemudian tugas yang diberikan guru selalu
menuntun siswa yang mendapat hasil yang baik kurang diperhatikan
kurang diberi sanjungan dan pujian.
Dengan adanya semua faktor penyebab diatas yang paling
prinsipnya guna untuk diambil tindakan perbaikan tidak lain adalah
metode pembelajaran yang kurang variatifjuga perlu dipolakan
pembelajaran

yang

kondusif,

161

dengan

menumbuhkan

dan

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

mengembangkan motivasi belajar dengan penerapan belajar secara


diskusi kelompok agar dapat memberikan peluang kepada siswa
untuk bekerja sama saling membantu dalam upaya meningkatkan
hasil belajar guna untuk mencapai hasil yang baik.
Dalam pembelajaran diskusi kelompok guna untuk
mengatasi adanya suasana belajar yang sangat pasif dan mematikan
semangat belajar siswa yang lebih pandai Lie (1988) dengan belajar
diskusi kelompok dapat meningkatkan motivasi partisipasi siswa
dalam pembelajaran untuk meningkatkan prestasi belajar siswa yang
lebih menggembirakan.
Juga tidak dapat dipungkiri, adapun kelemahan yang dapat
ditemukan dalam belajar diskusi kelompok ini adalah tanggung
jawab masing-masing siswa dalam kelompoknyabelum maksimal,
siswa yang bertanggung jawab terhadap tugasnya hanya sebagian
siswa tertentu saja, belum semuanya dapat melakukan aktivitas
seperti apa yang diharapkan.
2. Rumusan Masalah
Sebelum

ditentukan

rumusan

masalah

penelitian

sebelumya akan ditetapkan batasan dan asumsi penelitian guna


untuk cakupan penelitian ini dapat terlalu meluas dan untuk
memudahkan didalam pengambilan kesimpulan.

162

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

1.

Batasan Penelitian
A. Hasil belajar yang dimaksudkan adalah sesuai dengan aspek
penelitian dalam bentuk KBK yakni untuk mata pelajaran
Penjaskes mencakup dua aspek yaitu aspek membaca dan
menulis.
B. Hasil belajar yang diujikan adalah pada standar kompetensi
yaitu mampu mengekspresikan gagasan, pikiran dan perasaan
dalam bentuk tulisan inggris, dengan kompetensi dasar :

2. Asumsi Penilaian
A. Instrumen yang digunakan dalam penelitian sudah
baik karena sudah dilakukan perbaikan secara silang
antara teman yang mengajar Penjaskes, secara
gabungan dan saling tukar menukar Instrumennya.
B. Tentang Pengisian angket untuk motivasi belajar oleh
siswa sudah mencerminkan keadaan dan situasi yang
sebenarnya.
C. Hasil atau skor akhir yang dihasilkan siswa
mencerminkan

hasil

sebenarnya.

163

belajar

yang

nyata

atau

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

3.

Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan dana asumsi penelitian di
atas, maka dapat dikemukakan rumusan masalahnya
sebagai berikut :
A. Apakah pembelajaran dengan menggunakan diskusi
kelompok dapat meningkatkan hasil belajar siswa
dalam mata pelajaran Penjaskes kelas XI SMK
Negeri 1 Tegallalang Tahun Pelajaran 2014/2015 ?
B. Apakah pembelajaran dengan diskusi kelompok dapat
meningkatkan hasil belajar siswa dalam mata
pelajaran Penjaskes kelas XI, SMK Negeri 1
Tegallalang Tahun Pelajaran 2014/2015.

Tujuan Penelitian
Dengan berdasarkan latar belakang dan rumusan
masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:
A. Untuk meningkatkan kreatifitas belajar siswa kelas XI SMK
Negeri 1 Tegallalang Tahun pelajaran 2014/2015, dalam mata
pelajaran Penjaskes.
B. Untuk meningkatkanhasil belajar siswa kelas XI SMK Negeri
1 Tegallalang Tahun pelajaran 2014/2015, dalam mata
pelajaran Penjaskes.

164

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

C. Guna untuk menyempurnakan metode pembelajaran guru


Penjaskes agar dapat meningkatkan kreatifitas dan hasil belajar
siswa, seeing dapat mencapai nilai yang diharapkan.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi
siswa, guru dan sekolah untuk meningkatkan kualitas pendidikan
di masa yang akan datang.
1. Bagi Siswa
Dapat memberi pengalaman langsung bagi siswa untuk
menumbuhkan kreatifitas belajar siswa terhadap mata
pelajaran Penjaskes, sehingga akhirnya dapat meningkatkan
hasil belajarnya.

2. Bagi Guru
- Supaya dapat digunakan sebagai bahan evaluasi bagi guru
dalam menyempurnakan metode pembelajaran dikelas.
Begitu pula untuk menambah pengalaman di bidang
penelitian untuk meningkatkan prestasi belajar pada siswa.
- Dapat

dipakai

sebagai

acuan

dalam

meningkatkan

pembelajaran dikemudian atau kedepannya sehingga


nantinya karya tulis ini bermanfaat untuk sertifikasi guru
dan kenaikan pangkat ke IVb

165

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

3. Bagi Sekolah
Utamanya Kepada sekolah dapat dipakai sebagai dasar untuk
supervisi kelas sekaligus memberanikan pembinaan bagi guru
untuk memperbaiki metode pembelajaran sehingga akhirnya dapat
meningkatkan kualitas pembelajaran dan kualitas hasil belajar
siswa.
Siklus I :
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)
SMK

: SMK Negeri 1 Tegallalang

Mata Pelajaran

: Penjaskes

Kelas / Semester

: XI / Ganjil

Alokasi Waktu

: 2 jam pelajaran (IX pertemuan )

I. Standar Kompetensi :

Mampu

pikiran

mengekspresikan

gagasan

dan perasaan dalam

bentuk tulisan.
II. Kompetensi Dasar
III. Materi Pokok

: Menulis tentang olah raga


: Menulis naskah olah raga.

IV. Tujuan
a. Meningkatkan kretivitas siswa dan prestasi belajar Penjaskes.
b. Siswa mampu menjawab soal-soal dengan baik dan benar.

166

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

V.

Langkah-langkah Kegiatan:

1. Kegiatan awal 10 menit (apersepsi)


a. Memotivasi siswa dengan meminta anak untuk menjawab
pertanyaan dari guru.
b. Tanya Jawab.
c. Guru menyuruh siswa untuk memberi contoh.
2. Kegiatan Inti:
a. Siswa dikelompokkan menjadi beberapa kelompok.
b. Membagikan lembaran kerja pada masing-masing kelompok
yang di dalamnya memuat tugas-tugas atau soal-soal untuk
diselesaikan secara kelompok.
c. Setiap kelompok diatur siswa yang kemampuannya lebih
baik yang sedang dan yang kurang, agar kelompoknya lebih
aktif dan bisa berkreatif mampu bersemangat.
d. Meminta

siswa

bekerja

sesuai

dengan

LKS.

Guru

membimbing setiap kelompok untuk melakukan kegiatan


LKS.
e. Meminta tiap-tiap kelompok untuk melaporkan hasil
kerjanya, kelompok yang lain menanggapi.
3. Kegiatan Akhir
a. Menyimpulkan materi pelajaran
b. Memberikan evaluasi berupa LKS
c. Menilai pekerjaan siswa
d. Mengumumkan dan mengumpulkan nilai siswa yang sudah
baik dan paling bagus
e. Memberikan tugas dirumah (PR).
167

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

VI. Sarana dan Sumber belajar


a.

Sarana : ruang diskusi.

b.

Sumber: Buku pedoman Penjaskes

VII. Evaluasi
- Pretest : Tertulis
- Post test : Uraian
Mengetahui
Kepala SMK Negeri 1 Tegallalang

Gianyar, 5 Maret 2015


Peneliti

(I Wayan Dugdug, S.Pd, M.Pd)

(I Made Merta Wiguna, S.Pd)

NIP. 19570324 198603 1 010

NIP. 19641231 198507 1 021

Siklus II
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)
SMK

: SMK Negeri 1 Tegallalang

Mata Pelajaran

: Penjaskes

Kelas / Semester

: XI/Ganjil

168

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

Alokasi Waktu

: 2 jam pelajaran (IX pertemuan)

I.

: Mampu

Standar Kompetensi

mengekspresikan

gagasan

pikiran dan perasaan dalam bentuk


tulisan.
II.

Kompetensi Dasar

III.

Materi Pokok

: Menulis kata atau kalimat Penjaskes.

Menulis kata atau kalimat.


IV.

Tujuan
a. Meningkatkan

kretivitas

siswa

dan

prestasi

belajar

Penjaskes.
b. Siswa mampu menjawab soal-soal dengan baik dan benar.
V.

Langkah-langkah Kegiatan:
1.

Kegiatan awal 10 menit (apersepsi)


a. Memotivasi dam menghimbau siswa dengan meminta
anak untuk menjawab pertanyaan dari guru.
b. Tanya jawab

2.

Guru menyuruh anak untuk memberi contoh.

3.

Kegiatan Inti:
a. Siswa

dikelompokkan

menjadi

beberapa

kelompok,kurang lebih dalam satu kelompok empat


atau lima orang.
b. Membagikan lembaran kerja pada masing-masing
kelompok yang di dalamnya memuat tugas-tugas atau
soal-soal untuk diselesaikan secara kelompok.

169

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

c. Guru meminta siswa bekerja sesuai dengan LKS dan


secara langsung guru membimbing setiap kelompok
untuk melakukan kegiatan dengan menggunakan LKS.
d. Meminta tiap-tiap kelompok untuk melaporkan hasil
kerjanya, sedangkan kelompok yang lain menanggapi
dan mendiskusikan bersama kelompoknya.
4.

Kegiatan Akhir
a. Menyimpulkan materi pelajaran
b. Memberikan evaluasi berupa LKS
c. Menilai hasil pekerjaan kelompok siswa
d. Mengumumkan nilai anak yang paling baik
e. Memberikan tugas dirumah (PR).

VII. Sarana dan Sumber belajar


a.

Sarana

: ruang diskusi

b.

Sumber

: Buku pedoman

VIII. Evaluasi
- Pretest dalam bentuk tertulis
- Post test dalam bentuk uraian
Mengetahui
Kepala SMK Negeri 1 Tegallalang

Gianyar, 5 Maret 2015


Peneliti

(I Wayan Dugdug, S.Pd, M.Pd)

(I Made Merta Wiguna, S.Pd)

NIP. 19570324 198603 1 010

NIP. 19641231 198507 1 021


170

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

LANDASAN TEORI

KREATIFITAS DAN TABEL PARTISIPASI


1 KREATIFITAS BELAJAR
Pengertian kreatifitas sebenarnya banyak ada definisi tentang
kreatifitas, namun tidak satu pun yang dapat diterima secara universal
mengingat begitu kompleknya konsep kreatifitas tampaknya hal ini
tidak mungkin dapat, dipahami, karena mengingat kreatifitas dapat
ditinjau dari beberapa aspek yang saling berkaitan tetapi penekanannya
berbeda-beda (Utami Munandar 1990), dalam bukunya mengenai
pengembaangan bakat dan kreatifitas anak sekolah.
Utami Munandar (1997) memberikan beberapa pengertian
kreatifitas berdasarkan pendapat para ahli salah satunya yang juga
merupakan pengertian dasar dari kreatifitas adalah kreatifitas yang
merupakan kemampuan untuk membuat kombinasi baru berdasarkan
data informasi dalam unsur yang ada.
Kreatifitas merupakan konsep P4 suatu pendekatan yang
melihat kreatifitas dari segi pribadi pendorong proses dan produk
kreatifitas itu sendiri, bagaimana hubungan kreatifitas dengan
kecerdasan menurut teori ambang intelegensi untuk kreatifitas dari
Anderson (1986).

171

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

(Dalam buku Utami Munandar 1999) memaparkan bahwa


sampai tingkat intelegensi tertentu yang diperkirakan ada hubungan erat
antara hal ini dapat dimengerti karena untuk menciptakan tingkat
intelegensi yang cukup tinggi,pula dari hasil penelitian bahwa hasil
studi korelasi dan analisis faktor membuktikan test kreatifitas sebagai
dimensi fungsi kognitif yang relative bersatu.
Kemudian dalam menempatkan dalam menempatkan siswa
agar dapat meningkatkan kreatifitas belajarnya lebih baik dan berhasil
tidak terlepas dari adanya arahan dorongan dan motivasi belajar siswa
yang dapat digunakan untuk mencapai hasil yang maksimal. Juga ada
disebutkan beberapa petunjuk yang dapat digunakan untuk memotivasi
belajar siswa diantaranya :
- Usaha pengaturan kelas yang bervariasi sehingga rasa bosan tidak ada
dan perhatian peserta didik meningkat.
- Berikan kepada siswa rasa puas sehingga ia berusaha mencapai
keberhasilan selanjutnya.
- Bawalah suasana kelas menyenangkan bagi peserta didik .
- Buatlah peserta didik merasa ikut ambil bagian dalam program yang
disusun dan dilaksanakan.
- Kembangkanpengertian konsep dengan langkah pembuktian kepada
peserta didik secara wajar (Herman Hudoyo 2003).
Seperti dalam pelaksanaan kurikulum Berbasis Kompetensi
dinyatakan guru harus mampu memilih dan menerapkan metode
pembelajaran yang dapat membangun suasana pembelajaran yang aktif,
kreatif dan menyenangkan yakni sesuai dengan pendekatan ETL.
172

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

Dengan cara guru mengajar sebagai salah satu faktor dari luar
individu sangat terkait dengan metode pembelajaran yang diterapkan
guru didalam maupun diluar kelas. Kesalahan pemilihan metode
pembelajaran

akan

sangat

menghambat

pencapaian

tujuan

pembelajaran. Begitu pula pemilihan metode yang tepat akan sangat


membantu guru untuk mencapai hasil belajar secara maksimal. Jadi
metode pembelajaran yang diterapkan guru harus sesuai dengan
pradigma pendidikan.
Belajar merupakan tindakan dari yang tidak tahu, dalam
prilaku yang komplek dalam pandangan teori modern belajar adalah a
conge in behavior atau perubahan kelakuan yang berlangsung secara
progresif (Nasution 1996).

Konsep penting dalam belajar adalah

membangun perubahan prilaku dari yang tidak diharapkan menjadi


prilaku

yang

diharapkan

dengan

memberikan

reinfarcoment

(penguatan) pada prilaku yang tidak diharapkan.


2.

Kreatifitas siswa dalam belajar dikelas dari pengamatan kreatifitas


siswa dikelas dilakukan dari siklus I sampai siklus II hasilnya dapat
dilihat pada table dibawah ini:
Tabel partisipasi aktif siswa belajar dikelas
NO

KEGIATAN

AWAL

SIKLUS I

SIKLUS II

65%

70%

85%

1 Berdiskusi dengan teman


Sejawat

173

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

2 Menanggapi

jawaban

dari

28%

48%

70%

24%

58%

78%

siswa lain
3 Berkomunikasi dengan guru

Peningkatan secara nyata terlihat pada keaktifan siswa yang


merupakan siswa berprestasi terutama kemampuannya berdiskusi
dengan guru lebih-lebih pada siklus II setelah penggunaan alat bantu
berupa alat percaya dengan sederhana dan alat Bantu jenis
lainnya.Sehingga peningkatan penguasaan siswa terhadap pelajaran dan
materi yang diajarkan sangat baik dan lebih cepat dapat memahami.
2. Hasil nilai Penjaskes pada siklus II, ada pada tabel berikut ditunjukkan
hasil analisis nilai formatif untuk mengetahui ada atau tidaknya
peningkatan prestasi siswa pada siklus I ke siklus II adapun tabelnya
sebagai berikut:
Tabel Siklus I dan Siklus II.
NO

NILAI PENJASKES

RATA-RATA
KELAS

SIKLUS I

6,58

SIKLUS II

7,50

PENINGKATAN

0,71 %

174

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

Tindakan selanjutnya sebagai bahan refleksi untuk kegiatan


berikutnya dari hasil temuan pada siklus I dan hasil pengamatan proses
pembelajaran kemudian dirancang tindakan untuk siklus berikutnya.
I. Pada siklus I ini penelitian tindakan kelas ini dilakukan pada materi
jenis pasang aksara pada mata pelajaran Penjaskes guna memotivasi
siswa. Salah satu siswa menunjukkan contoh-contoh. Kegunaanya
kemudian siswa mengerjakan soal-soal Penjaskes secara diskusi dengan
berkelompok (ada 4 orang, 5 orang dalam satu kelompok). Selanjutnya
secara bergantian siswa mengerjakan soal Penjaskes dengan bimbingan
guru. Pada kegiatan akhir guru bersama siswa merangkai materi
kemudian dilanjutkan penelitian proses pemberian tugas. Dalam
pelaksanaan tindakan ini masih masih banyak siswa yang belum kreatif
dan hasil belajarnya rata-rata hal ini terbukti dari 6 kelompok hanya 2
kelompok yang mampu mengerjakan soal secara aktif dan kreatif
dengan nilai 70.
Berdasarkan pengamatan supervisor proses pembelajaran sudah
mengalami perubahan walaupun perlu dilakukan tindakan-tindakan
perbaikan berikutnya. Setelah lembar observasi diisi oleh teman
sejawat supervisor pada siklus II, maka selanjutnya guru bersama
teman sejawat melakukan penemuan tentang tindakan-tindakan
pembelajaran yang telah dilakukan dengan tujuan melihat sejauh mana
hasil belajar yang diharapkan dapat tercapai.
II. Pelaksanaan siklus ke II ini penelitian tindakan kelas ini dilakukan pada
materi jenis pasang aksara pada mata pelajaran Penjaskes guna
memotivasi siswa. Salah satu siswa menunjukkan contoh-contoh.
175

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

Kemudian kegunaannya siswa mengerjakan soal-soal Penjaskes secara


berdiskusi dan berkelompok. Selanjutnya secara bergantian siswa
mengerjakan soal Penjaskes dengan bimbingan guru pada kegiatan
akhir guru bersama siswa merangkum materi kemudian dilanjutkan
penelitian proses pemberian Tugas.
A.

Perencanaan Siklus II
1. Kegiatan awal :
Dengan melakukan Tanya jawab tentang jenis kata.
2. Kegiatan inti :
- Guna menjelaskan dan memberi contoh jenis kata.
- Siswa mendiskusikan tentang kegunaan kata
- Siswa mengerjakan soal test di buku latihan.
3. Kegiatan akhir :
- Siswa merangkai materi yang disebut dengan kalimat

B.

Tahap Observasi :
Selama proses pembelajaran teman sejawat/supervisor melakukan
pengamatan dan langsung mengisi kolom lembar observasi dari hasil
pengamatan tersebut dapat dipakai mengukur keberhasilan siswa, siswa
dapat mengetahui peningkatan hasil perbaikan pembelajaran apakah

176

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

sudah ada peningkatan hasil perbaikan pembelajaran atau belum.


(lembar Observasi terlampir).
C.

Tahap refleksi :
Selesai melaksanakan perbaikan pembelajaran siklus II guru dan
supervisor melakukan refleksi hasil penilaian dan dari hasilnya
mencapai hasil belajar yang mksimal,maka perbaikan pembelajaran
cukup sampai siklus II.
Hasil dari pembahasan dan hasil analisis penguasaan siswa terhadap
materi pelajaran dapat diamati dari indikator keaktifan siswa di kelas
juga tidak terlepas dari kesungguhan siswa pada saat proses pelajaran
berlangsung, Sehingga dapat dibuatkan grafik prestasinya atau hasil
belajar, (grafik terlampir)
Gambar Grafik Prestasi/hasil Belajar

177

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

Metode Penelitian
1. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah kelas XI SMK Negeri 1
Tegallalang Tahun ajaran 2014/2015,yang berjumlah 44 orang terdiri
dari 32 orang laki-laki dan 12 orang perempuan. Adapun alasan
memilih kelas XI dijadikan sebagai subjek penelitian karena kelas ini
dalam mencapai hasil belajar siswa yang telah ditentukan oleh sekolah
(KKM) kelas XI paling rendah diantara kelas yang lainnya.
2. Waktu Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini dilakukan selama satu semester
yakni pada semester ganjil Tahun pelajaran 2014/2015. Karena selama
semester ganjil kelas XImasih ada waktu untuk belajar kegiatan les
tambahan di sekolah. Sehingga dalam pelaksanaan penelitian dapat
dilakukan dengan mencerminkan keadaan yang sebenarnya.
Tabel jadwal kegiatan Penelitian
No

Rencana Kegiatan

1. Perencanaan (Observasi awal dan


menyusun perencanaan).

Jadwal

Lama

Juli 2014

1 bulan

Agustus s.d

2. Pelaksanaanpenelitiandan

Oktober

pengumpulan data.

178

3 bulan

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

3. Pengolahan data

November

1 bulan

4. Pembuatan Laporan

Desember

1 bulan

Jumlah

6 bulan (1 Semester)

3. Objek Penelitian
Penelitian dilakukan pada mata pelajaran Penjaskes, meliputi satu
Standar Kompetensi ( SK ) yang dijabarkan menjadi dua Kompetensi
Dasar (KD ). adapun diantaranya sebagai berikut:
4. Prosedur Penelitian
Dalam pelaksanaan Penelitian ini direncanakan berlangsung
selama dua siklus secara berkelanjutan. Alur tindakan setiap siklus
menggunakan model penelitian tindakan kelas, adapun tahapan pada
prinsipnya ada empat tahapan, kegiatan yaitu : perencanaan tindakan
(planning), pelaksanaan tindakan (action), observasi dan evaluasi
proses tindakan (observation and evaluation ) dan melakukan refleksi
(reflecting), dilakukan secara berulang sampai ada peningkatan
keberhasilan tercapai.
Dalam

pelaksanaan

penelitian

ini

dilakukan

dengan

terintegrasi dalam proses pembelajaran. Setiap siklus dilaksanakan


dalam enam kali tatap muka untuk pelaksanaan pemberian tes ulangan
akhir siklus ,setiap kali tatap muka diperlukan waktu 2 X 40 menit.
Dengan menggunakan system diskusi kelompok, mulai dengan melalui
tiga tahapan yaitu :
179

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

1.

Tahapan awal
Pada tahapan ini siswa yang sudah dibagi dalam kelompok dengan
beranggotakan 4 sampai 5 orang dari 44 orang siswa dibagi menjadi
delapan

kelompok

sehingga

setiap

kelompok

terdiri

dari

orang,masing-masing kelompok diberi tugas / soal yang berbeda untuk


dicari jawabannya.
2. Tahapan diskusi
Setelah semua anggota kelompok mendapatkan bagian paket soal
dilanjutkan dalam mendiskusikan jawaban secara berkelompok
kemudian masing-masing kelompok menunjuk salah satu orang sebagai
wakil dalam ikut menyampaikan jawaban kepada kelompok lain.
3. Tahapan presentasi
Setelah selesai mengerjakan tugas dalam kelompok masing-masing
mereka bertanggung jawab untuk menyampaikan jawabannya dan
kelompok yang lain mencatat, kemudian memberi tanggapan terhadap
kelompok lawan yang lain pada saat ini terjadi saling memberi
informasi sehingga setiap anggota kelompok memiliki pengetahuan
yang lengkap untuk semua paket soal. Hasil tukar informasi tersebut
dirangkum dalam sebuah buku catatan yang telah disediakan.Dalam hal
ini guru sebagai penengah / moderator mengatur jalannya diskusi agar
menghasilkan jawaban yang sesuai dengan yang diharapkan.

180

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

SIMPULAN DAN SARAN


A. Simpulan
Berdasarkan

hasil

pelaksanaan

dan

pembahasan

terhadap

pelaksanaan penelitian tindakan kelas (PTK) di atas dapat ditarik


kesimpulan sebagai berikut :
1.

Pembelajaran

dengan

cara

diskusi

kelompok

dapat

meningkatkan kreatifitas siswa dalam mata pelajaran Penjaskes kelas


XISMK Negeri 1 Tegallalang Tahun pelajaran 2014/2015, dari kategori
kurang menjadi baik.
2.

Pembelajaran diskusi kelompok dapat meningkatkan hasil

belajar siswa pada mata pelajaran Penjaskes kelas XI SMK Negeri 1


Tegallalang Tahun pelajaran 2014/2015, baik pada aspek penguasaan
menulis maupun pada aspek penerapan penggunaan kata.
3.

Pembelajaran diskusi kelompok efektif diterapkan untuk

menyempurnakan metode pembelajaran Guru Penjaskes sehingga dapat


meningkatkan kreatifitas dan pencapaian hasil belajar siswa.
4.

Pembelajaran diskusi kelompok dapat membantu siswa yang

pasif menjadi aktif karena dapat imbas dan pengaruh dari rekanrekannya sehingga metode ini memudahkan Guru Penjaskes dalam
mencapai tujuan yang diharapkan.

B. Saran-saran
Berdasarkan simpulan di atas sejumlah saran yang bisa disarankan
sebagai rekomendasi untuk meningkatkan kualitas pembelajaran adalah
:
181

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

1. Semua guru khususnya guru Penjaskes hendaknya menerapkan


pembelajaran diskusi kelompok salah satu jalan atau alternative untuk
meningkatkan kreatifitas dan hasil belajar siswa di sekolah.
2. Dalam pembelajaran diskusi kelompok hendaknya lebih banyak
memperhatikan pada pembentukan kelompok supaya suasana kelas
lebih kondusif dan tertib.
3. Setiap pelaksanaan berlangsung guru hendaknya selalu menekankan
agar kerjasama dan semua siswa berperan serta dalam masing-masing
kelompoknya.
4. Bagi guru mata pelajaran Penjaskes maupun mata pelajaran lain penulis
menganjurkan agar penggunaan suatu strategi pembelajaran dapat lebih
bervariatif guna menghilangkan kejenuhan siswa.
5. Para guru ikut mencoba menerapkan strategi pembelajaran di
sekolahnya masing-masing pada pokok bahasan yang sama maupun
yang tidak sama.

DAFTAR PUSTAKA
1. Margono s. Metologi penelitian pendidikan Ronela Cipta Semaranu.
1996
2. Ali Musanad. Guru dalam proses belajar mengajar sinar baru ;
Bandung. 1992
3. Winarno Surachman. Metologi pengajaran Jem Mars Bandung. 1980

182

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

PERANAN PERTUNJUKAN BONDRES


DALAM PEMILIHAN CALON WALIKOTA DAN WAKIL
WALIKOTA DENPASAR PADA PILKADA SERENTAK 2015

I WAYAN SUGAMA,S.Sn.,M.Sn.

ABSTRACT
Bondres performances in its development is often used as
entertainment solutions at both official and events. Because of the show
of Bondres have good adaptability to all situations and conditions. The
research entitled The Role of Bondres Performance in the Election of
Candidate Mayor and Deputy Mayor of Denpasar on Election Unison
2015, aims to uncover and decipher the above phenomenon that says
show Bondres capable of adapting to all situations and conditions. By
using qualitative research methods and ask two questions: 1) the role of
the show Bondres in the selection of candidates for mayor and deputy
mayor of Denpasar on the elections simultaneously in 2015, which is
dissected by the theory of

functionalism,

and 2)

aesthetic

ofBondresperformances in the selection of candidates for mayor and


vice mayor of Denpasar on election 2015 simultaneously with the
theory of aesthetic communication.The findings obtained were that the
role of the Bondres show were; a) Bondres as entertainment was able to
anesthetize the audience with freshjokes, b) Bondres as a collectors of
society means that the Bondresperformances were able to increase the
183

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

presence of people to watch that also follow every stage of the event, c)
Bondres as a transmitter of the vision and mission program of the
candidate or the candidate (paslon) that will be carried on the selection
of candidates for mayor and vice mayor to Denpasar. Seen from the
aesthetic value of the aesthetic communication can be found that
Bondres as communicative media that can be enjoyed by the audience.
This is supported by elements that contained in Bondres performances,
including cosmetology,

dressmaking, hairdressing motion,

and

discourse (dialogue and monologue). With the findings in this research,


in the future it is possible that theperformance of Bondres will be
utilized and more often performed by a political party in its programs.
Keywords: Bondres performances, simultaneous local elections in
2015.
PENDAHULUAN
Bali pulau yang sangat mengagumkan, menarik, dan layak
untuk dijadikan tujuan kunjungan wisata, begitulah ungkapan yang
sering didengungkan oleh pejabat pemerintah dan kalangan pariwisata.
Namun dari beberapa tahun yang lalu memang pada kenyataannya Bali
dikunjungi oleh wisatawan asing dan domestik. Sehingga Bali
dijadikan ujung tombaknya pariwisata di Indonesia, dan Balipun mulai
berkembang.
Perkembangan Bali bisa dilihat dari dua aspek, yaitu aspek fisik
dan aspek non fisik. Aspek fisik sangat jelas nampak pada terjadinya
pembangunan berupa hotel, villa, home stay, restaurant, dan lain
184

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

sebagainya yang dimanfaatkan sebagai penunjang sektor periwisata.


Dengan banyaknya pembangunan yang telah disebutkan di atas,
tentunya banyak pula memerlukan tempat yang akan dialih fungsikan,
baik dari tanah pertanian maupun tanah perkebunan. Hal ini pula
menyebabkan terjadinya alih fungsi mata pencaharian bagi penduduk
yang ada disekitar obyek wisata tersebut.
Perkembangan aspek non fisik dalam penelitian ini, diartikan
sebagai perkembangan pada bidang seni dan budaya sebagai barang
dagangan wisata. Seni yang dijadikan tontonan dan oleh-oleh (hasil
karya seni). Serta budaya adalah sesuatu yang unik yang bisa dinikmati
wisatawan dan adanya hanya di pulau Bali. Budaya yang dimaksud
adalah sesuatu aktivitas yang berlangsung di masyarakat, yang
dilaksanakan oleh adat dan dijiwai oleh agama yaitu agama Hindu.
Pelaksanaan budaya bisa dilihat pada rangkaian upacara-upacara agama
yang hampir setiap hari terlaksana di Bali. Inilah dua hal seni dan
budaya kemudian dikemas menjadi sajian pariwisata yang telah banyak
mendatangkan devisa bagi negara, dan menjadi sumber kehidupan
hampir 70 % masyarakat Bali.
Kegermerlapan Bali menjadi tujuan wisata, ibaratnya Bali
adalah gula, yang mengundang datangnya semut-semut untuk
memperebutkan manisnya, sudah hampir menyesakkan tanah Bali.
Dilain bidang, Bali juga dilirik oleh kekuatan-kekuatan partai politik,
untuk mengadakan event-event partainya di Bali. Diawali ketika
bertahannya kekuatan partai berlambang pohon beringin pada masa
pemerintahan Soeharto sebagai presiden. Kemudian partai berlambang
185

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

kepala banteng mengadakan kongres di Bali, dan pada putaran pemilu


berikutnya menjadi partai pemenang. Periode

selanjutnya partai

berlambang tiga berlian yang dikomandani oleh Susilo Bambang


Yudhoyono (SBY) berkongres di Bali dan akhirnya juga menjadi partai
pemenang pada putaran pemilu berikutnya, serta partai apa lagi yang
akan menjadikan Bali sebagai barometer kemenangan partai politik,
padahal jumlah masyarakat Bali seperseribu dari jumlah penduduk
pulau Jawa.
Hadirnya partai politik yang menjadikan Bali sebagai barometer
kemenangan partai pada pemilu, berdampak pula pada seni yang
berkembang di Bali, terutama seni yang dijadikan sebagai seni hiburan.
Bentuk seni ini mampu masuk dan dimanfaatkan sebagai hiburan,
promosi, serta pencitraan partai. Para elit-elit partai sering kali
mempergunakan seni yaitu seni tari dan tabuh, ketika mereka
mengadakan suatu acara, baik acara pelantikan pengurus, pengukuhan,
atau yang lainnya. Seni dimanfaatkan sebagai pencitraan, bahwa
dengan

mementaskan

seni

Bali,

seolah-olah

mereka

sudah

mempedulikan salah satu warisan yang adiluhung ini, sehingga


diharapkan masyarakat mau memberikan apresiasi terhadap partai
bersangkutan. Namun, apakah mereka mengetahui apa yang sebenarnya
diinginkan oleh seni Bali dan senimannya ?
Selain seni tari dan tabuhnya yang dipergunakan oleh partai
politik, untuk saat sekarang hadir pula bentuk seni yang ada dialognya,
seperti Drama Gong, Arja, Calonarang, dan Bondres. Bentuk kesenian
ini biasanya diupah oleh perseorangan atau kelompok dari salah satu
186

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

partai untuk menghibur masyarakat pendukungnya di daerah pedesaan.


Durasi yang diperlukan oleh pementasannya berkisar tiga sampai empat
jam. Untuk acara-acara yang mempunyai waktu pendek, Bondres
sebagai pilihan hiburan yang tepat.
Bondres adalah suatu pertunjukan yang awalnya menjadi bagian
dari pertunjukan lain, yaitu seni Topeng dan Calonarang. Bondres
adalah peran-peran rakyat jelata yang diangkat ke atas pentas, sehingga
peran rakyat inilah yang berbicara tentang nasibnya kepada rakyat
lainnya. Apakah itu tentang nasib sebagai rakyat yang tidak dipedulikan
oleh pemimpinnya? Ataukah rakyat yang berterimakasih pada
pemimpin yang terlahir dari salah satu partai yang kebetulan ngupah
Bondres tersebut.
Bondres memang pada awalnya merupakan seni yang menjadi
bagian seni lainnya, dan kini Bondres telah mampu berdiri sendiri
dalam setiap pertunjukannya. Pertunjukan Bondres sangatlah elastis
terhadap waktu, bisa dengan waktu yang sedikit ataupun berdurasi
panjang. Juga Bondres bisa mempergunakan cerita atau lakon pada
pertunjukannya dan juga bisa tanpa cerita. Dengan demikian Bondres
adalah bentuk seni yang tidak dipengaruhi oleh ikatan-ikatan tradisi
seperti pada seni lainnya, yang sejenis. Bondres bisa dikatakan sebagai
seni yang tradisi, modern, bahkan sebagai seni pos modern.
Kehadiran Bondres pada dunia politik, sudah cukup lama.
Bondres difungsikan sebagai seni hiburan, pencitraan partai politik,
sosialisasi program partai, dan promosi kandidat partai. Bagaimanakah

187

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

halnya dengan Pilkada serentak yang telah diagendakan oleh


pemerintah, bahwa Pilkada serentak pertama adalah tanggal 9
Desember 2015, dan Pilkada serentak berikutnya adalah tahun 2017.
Apakah Bondres masih dilibatkan atau semakin dijadikan ujung tombak
perjuangan dalam pengumpulan masa ? Bagaimana pula seniman
Bondres menyikapi hal tersebut ? Untuk mendapatkan jawaban
beberapa pertanyaan di atas, maka diperlukan diadakan penelitian.
IKIP PGRI Bali adalah sebuah lembaga pendidikan yang
memiliki salah satu program studi yaitu Seni Drama Tari dan Musik
(Sendratasik) yang bernaung dibawah Fakultas Pendidikan Bahasa dan
Seni (FPBS). Sesuai dengan namanya seni drama, tari, dan musik, jadi
mata kuliah yang diberikan adalah yang pastinya berhubungan dengan
ketiga bidang seni tersebut.

Pertunjukan bondres adalah seni yang

sangat dekat dengan ketiga bidang seni tersebut terutama seni drama.
Sehingga hasil penelitian tentang pertunjukan bondres dalam pilkada
serentak 2015 di Denpasar sangat berguna bagi mahasiswa.
Kegunaannya misalnya sebagai acuan berpikir dan mencontoh apa yang
dilakukan oleh seniornya di bidang akting dan berdialog dengan
lelucon. dan akhirnya mahasiswa lulusan IKIP PGRI Bali ada
kemungkinan akan menjadi seniman bondres di masa depan, seperti
yang telah dilakukan oleh Sang Made Joni yang lebih dikenal dengan
nama Blauk dalam dunia bondres. Selain itu ada juga Oca, David, dan
Kartono yang telah meramaikan panggung bondres di Bali yang juga
sebagai alumnus IKIP PGRI Bali dari program Sendratasik, Seni
Drama Tari dan Musik.

188

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

Hal lain yang menunjang adalah

adanya arahan tentang

perkuliahan yang diberikan mengacu pada keilmuan akademis, juga


diharapkan adanya mata kuliah yang mengarah pada pembentuk
tamatan mahasiswa menjadi seorang pengusaha atau interprener.
Menjadi seorang pabondres atau seniman pelaku pertunjukan bondres
adalah salah satu usaha untuk menjadikan dirinya menjadi pekerja seni.
Selain bondres bisa dijadikan sebagai media sosial (ngayah), dan juga
dibayar oleh masyarakat yang sering disebut sesari. Mungkin beberapa
tahun yang lalu profesi menjadi seniman kurang mampu dipergunakan
untuk membiayai kehidupan. Namun sekarang profesi seniman sangat
mendapat perhatian di masyarakat apalagi seniman bondres. Telah
banyak seniman bondres yang sukses secara ekonomi. Misalnya Wayan
Juana (Dadong Rerod), Ketut Suanda (Cedil), Made Sudarsana (Dek
Cilik), dan lain-sebagainya. Juga Kadek Arimbawa (Lolak) adalah
seorang seniman bondres yang kini telah menjadi wakil rakyat Bali,
yaitu Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Bali di Gedung Dewan Pusat.
Ini membuktikan bahwa seniman bondres ke depan memiliki prospeks
yang sangat cerah.
MATERI DAN METODE
Materi

: Peranan Pertunjukan Bondres dalam dalam Pemilihan


Calon Walikota dan Wakil Walikota Denpasar pada
Pilkada serentak 2015

Metode

: penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Menurut


Creswell (dalam Noor, 2011:34) mengatakan penelitian

189

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

kualitatif sebagai suatu gambaran kompleks, meneliti


kata-kata, laporan terinci dari pandangan responden,
dan melakukan studi pada situasi yang alami. Moleong
(1998:6-7),

penelitian

kualitatif

mengutamakan

lingkungan alamiah sebagai sumber data langsung,


penekanannya ada pada proses yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata secara lisan dan orang-orang dari
perilaku yang diamati, gambar-gambar, dan bukan
angka. Berpijak dari kedua pendapat di atas, data
penelitian ini dikumpulkan dari observasi, wawancara,
serta melalui studi kepustakaan. Selanjutnya data
dianalisis dengan teori estetika secara deskriptif
kualitatif dan interpretatif.
PEMBAHASAN
Perhelatan Pilkada serentak Pemilihan Walikota dan Wakil
Walikota Denpasar 2015 telah berlalu, tentunya dengan salah satu
pasangan yang dinyatakan menang. Kemenangan yang didapatkan oleh
salah satu paslon, tentunya bukan hanya sekedar merupakan hadiah dari
KPU atau lawan politiknya, tetapi berkat perjuangan yang penuh
dengan perhitungan atau strategi pemenangan. Strategi yang diterapkan
pada tahap awal adalah suatu cara bagaimana paslon bisa dicintai,
disayangi dan akhirnya dipilih oleh masyarakat. Cara seperti ini sering
disebut pencintraan diri atau perkenalan diri. Penting juga dipikirkan
cara yang lembut, hangat dan bersahabat dalam pelaksanaan pencitraan,

190

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

untuk itu diperlukan orang yang mempunyai kreteria di atas, sehingga


dipilihlah seni bondres sebagai pelaku pencitraan.
Pencitraan atau sosialisasi seperti tersebut di atas mampu
dilakukan oleh bondres. Bondres

adalah sebuah pertunjukan yang

komonikatif dengan mengangkat peran rakyat jelata atau masyarakat


kecil ke atas pentas. Bondres juga dikatakan peran-peran rakyat,
sehingga penampilan seniman bondres atau pabondres di atas panggung
sering berkonotasi kumal, dekil, sembrono, cuek, dan bebas. Dibia
(2013: 52) mengatakan bahwa bondres adalah peran-peran yang
merupakan potret rakyat kecil atau warga masyarakat lapisan yang
paling bawah, mereka tampil seadanya, berbahasa Bali, tanpa
menggunakan gerak tari yang formal. Mengacu pada ungkapan Dibia,
peran bondres dalam melakonkan peranya di atas panggung tidaklah
dituntut adanya gerak tari pada awal penampilannya.
Dalam melakukan aksinya di atas pentas, ada beberapa hal yang
penulis ingin angkat berkaitan dengan peranan bondres dalam pada
pilkada serentak pada pemilihan Walikota dan Wakil Walikota
Denpasar 2015, yaitu 1) bondres sebagai penghibur, 2) bondres sebagai
perantara perkenalan pigur yang akan diusung sebagai pasangan calon
walikota dan wakilnya, 3)

bondres sebagai penyampai visi misi

program yang akan dilakukan jika paslon memenangkan pemilihan ini.


a.

Bondres sebagai Penghibur.


Sejak pemilu 2004, bondres telah berlangganan dengan

beberapa partai politik. Bondres selalu menempati urutan pertama


191

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

dibandingkan dengan seni lainnya di Bali. Suartaya (dalam wawancara


tanggal 22 Desember 2015) mengatakan bahwa pada tahun 2004 saat
berlangsungnya tahapan kampanye pemilu, bondres menjadi seni yang
paling laris dibandingkan dengan seni lainnya. Bondres selalu hadir
pada setiap acara yang dilakukan oleh partai politik, yang paling
banyak mengupah bondres adalah partai Golkar. Apa yang dikatakan
Suartaya di atas adalah suatu kebenaran seperti yang penulis rasakan
waktu itu, yang kebetulan juga penulis adalah pelaku bondres. Waktu
itu penulis bergabung dengan Salju group bondres, sebuah group
bondres yang anggotanya adalah penulis sendiri, Juana dan Gusti
Lanang. Satu hari bisa bermain dua sampai tiga kali dengan partai yang
berbeda (kenangan penulis). Paginya dengan partai Golkar, sorenya
dengan PDI, dan malamnya lagi dengan partai Golkar. Makanya
diperlukan prilaku yang sangat hati-hati sekali, sebab kesalahan dalam
menyebut partai bisa berakibat fatal bagai penulis dan kawan-kawan,
paling tidak kehilangan job atau kesempatan dipergunakan lagi dalam
acara partai tersebut.
Dalam perhelatan pemilihan calon walikota dan wakilnya pada
pilkada serentak 2015 di Denpasar, group-group bondres sesuai
pengamatan penulis ada beberapa seperti Celekontong Mas, Dadong
Rerod cs, dan ada beberapa group bondres yang baru. Yang menarik
perhatian penulis adalah salah satu paslon yang sering mempergunakan
jasa bondres dibandingkan dengan paslon lainnya. Seperti group
Celokontong Mas dengan pabondres Sengap, Tompel dan Sokir, pentas
untuk paslon Dharma-Negara. Group ini boleh dibilang baru, namun

192

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

babondresan yang mereka sampaikan adalah sesuatu hal yang segar,


dan sangat menggugah hati generasi muda, dan mampu menghibur
seluruh orang yang hadir pada acara simakrama di rumah paslon
tersebut (Dharma-Negara).
Konsep menghibur pada bondres adalah hampir sama dengan
seni lainnya yang juga memiliki peranan menghibur. Dalam suatu
pementasan bondres, hal yang pertama harus dilakukannya adalah
bagaimana dia bisa disukai oleh penontonnya. Hal ini bisa dibuktikan
dengan penonton mau melihat, memperhatikan gerak-geriknya di atas
panggung.

Dedi

(pemeran

Tompel

dalam

Celekontong

Mas)

mengatakan kita tidak berarti dan akan matah apabila penonton tidak
menghiraukan kita di atas pentas. Apapun yang kita katakan pasti akan
tengal suatu istilah Bali artinya lelucon yang tidak ditertawakan. Lebih
lanjut dikatakan, pabondres mempersiapkan bahan-bahan

yang

dijadikan senjata untuk membuat lucu. Bahan atau materi ini bisa
diambil dari kehidupan sosial, budaya, ekonomi, agama dan politik. .
Dari uraian di atas peranan bondres sebagai penghibur atau
memberikan hiburan pada pertunjukannya yang mampu mendatangkan
penonton, dan selanjutnya menahan penonton tetap tinggal di sana,
serta mendengarkan apa yang disampaikan oleh para pabondrespabondres tersebut adalah pilihan yang benar mempergunakan peranan
bondres sebagai sosialisastor. Siapapun atau group manapun yang ada
dalam pertunjukan bondres hal pertama yang harus dilakukan adalah
menghibur penontonnya.

193

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

b. Bondres sebagai Perantara Perkenalan Figur.


Peranan bondres atau pertunjukannya pada tahapan ini adalah
bermaksud memperkenalkan siapa calon yang akan diusung dalam
perhelatan pemilihan calon Walikota dan Wakil Walikota Denpasar
pada pilkada serentak 2015. Proses ini adalah proses yang sangat sulit,
bagaimana kita memperkenalkan orang lain sementara kita sendiri
belumlah dikenal orang. Untuk itu penyelenggara acara biasanya
mencari group atau pabondres yang sudah populer, seperti group
Celekontong Mas, Dadong Rerod cs, Sekdut, dan lain sebagainya.
Selaian kepopuleran pabondres atau groupnya, juga sangat
diperlukan teknik atau cara menyampaikan keberadaan figur yang akan
diusung, sehingga penonton merasa tidak diintervensi oleh bahasa yang
disampaikan pabondres. Dibia (2013: 31-32) mengatakan lelucon yang
sering diucapkan oleh pabondres berkaitan dengan politik adalah
lelucon memuji dan mengkritik. Lebih lanjut dijelaskan, lelucon
memuji adalah pada umumnya berisi sanjungan sanjungan yang
bersifat menyenangkan bagi yang akan diusung dan team serta
simpatisan yang diusung. Sedangkan lelucon mengkritik adalah
ungkapan-uangkapan yang disampaikan yang berisi kritikan terhadap
program atau kebijakan lawan. Dengan memperkenalkan siapa paslon
yang akan diusung, jasa apa saja yang telah atau pernah dilakukan
untuk kepentingan orang banyak, dan lain sebagainya
menguntungkan paslon yang diperkenalkan.

194

yang

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

c. Bondres sebagai Penyampai Visi Misi dan Program


Tahapan ini adalah tahapan titipan dari pasangan calon atau
kandidat yang disampaikan melalui orang-orang tertentu biasanya team
kemenangan paslon. Unrtuk menyampaikan hal ini, pabondres perlu
mendapatkan sebuah catatan atau brosur yang telah disiapkan untuk
dibaca, dihafal, dan dihayati dan seterusnya disampaikan lewat
babondresan atau leluconnya.
Program atau visi misi yang telah dicanangkan oleh kandidat
paslon walikota dan wakilnya ke depan haruslah betul-betul
dilaksanakan, jika kandidat tersebut memenangkan pemilihan ini.
Apakah ini menjadi beban moral bagi pabondres yang terlibat dalam
sosialisasi ? Atau apakah pabondres atau group bondres juga akan
mengawal dan selalu mengingatkan kandidat yang telah menjabat
walikota dan wakilnya bahwa beliau pernah berjanji sesuai dengan visi
misinya waktu bersosialisasi ? Semua jawaban dari pertanyaan di atas,
bukanlah merupakan tanggungjawab pabondres atau group bondres
yang dilibatkan. Mereka adalah pengisi acara yang melengkapi proses
sosialisasi pada waktu itu.
Peranan pertunjukan bondres pada saat sosialisasi adalah
merupakan pengisi acara yang berfungsi sebagai penghibur, perantara
perkenalan paslon dengan masyarakat pemilihnya, dan penyampai visi
misi serta program kandidat bersangkutan, yang selanjutnya tidak ada
ikatan terkait visi misi tersebut apakah dilaksanakan atau tidak jikalau

195

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

kandidat bersangkutan memenangkan pilkada serentak 2015 di


Denpasar.
d. Estetika Pertunjukan Bondres dalam Pemilihan Walikota
dan Wakil Walikota Denpasar pada Pilkada Serentak 2015
Estetika adalah ilmu tentang keindahan. Estetika merupakan
ilmu pengetahuan pengamatan atau pengamatan inderawi ( science of
sensuous knowledge). Estetika adalah bagian dari ilmu nilai (aksiologi),
tetapi hanya berurusan dengan nilai keindahan dan seni. Estetika tidak
hanya membicarakan karya-karya seni yang indah, tetapi juga
membicarakan masalah cita rasa dan patokan dalam membuat
pertimbangan atau penilaian tentang nilai seni, dan banyak lagi
pengertian yang diberikan oleh ahli-ahli estetika dari jaman dahulu
sampai sekarang ( Ali, 2009: 12).
Dari uraian di atas dapatlah ditarik benang merah bahwa
estetika adalah ilmu yang berkaitan dengan karya seni, apakah karya
seni tersebut termasuk karya seni yang indah ataupun tidak. Untuk
lebih memahami keindahan yang ada dalam karya seni yang merupakan
kajian estetika, penulis sisipkan ruang lingkup estetika yang menjadi
batasan kajiannya, yaitu: 1) bidang filosofis, estetika menelaah karakter
dasar seni, norma serta nilai seni, 2) bidang psikologis, estetika
menelaah mengenai pengamatan dan tanggapan, aktivitas penciptaan
serta perfomance, 3) bidang sosiologis, estetika menelaah mengenai
pengamat atau publik, karya seni, sarana, dan lingkungan (Ali, 2009:
13).

196

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

Dalam penelitian terhadap peranan pertunjukan bondres dalam


pemilihan walikota dan wakil walikota Denpasar pada pilkada serentak
2015, penulis lebih menekan pada estetika bidang sosiologis, yaitu
khusus menguraikan tentang sarana atau unsur-unsur yang melekat
dalam pertunjukan bondres yang, meliputi tata rias, tata busana, tata
gerak, wacana, dan cerita yang menjadi kesatuan yang utuh sebagai
media komonikasi estetis dan mampu dinikamati oleh pengamat atau
publik atau penontonnya. Komonikasi estetis adalah suatu penyampaian
pesan yang disampaikan melalui karya seni sehingga menimbulkan
perasaan senang, indah dan memikat.
Komonikasi

adalah

omnipresent,

yang

berarti

bahwa

komonikasi hadir dimana-mana tak terkecuali pada peristiwa seni


pertunjukan dan bahkan pada wilayah estetiknya (Jaeni, 2012: 9). Lebih
lanjut disinggung tentang suatu ketika masyarakat menyaksikan
pementasan seni pertunjukan baik musik, tari, teater, mereka akan
merasa terkagum-kagum dan mereka akan mengatakan bahwa
pertunjukan tersebut indah sekali, begitu estetik. Namun sebaliknya
mereka bisa juga mengatakan bahwa pertunjukan tersebut kurang
menarik, sangat buruk, dan tidak indah. Kedua hal tersebut memberikan
ruang bagi manusia sebagai pengamat, apakah merasakan keindahan
ataupun tidak terhadap karya seni yang diamati, merupakan sesuatu
yang subyektif. Tetapi bagi seniman dalam mempersembahkan karya
seninya sudah

berusaha menampilkan dengan kreativitas tinggi,

kemampuan, ketrampilan yang dimiliki dengan serius.

197

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

Terkait dengan komonikasi estetis peranan pertunjukan bondres


dalam pemilihan calon Walikota dan Wakil Walikota Denpasar pada
pilkada serentak 2015 adalah, pertunjuan bondres berkomonikasi lewat
beberapa unsur yaitu, : tata rias yangmenggambarkan karakter bondres
yang dibawakan oleh pemerannya, tata gerak untuk mendukung
karkater dan leluconnya (dalam bahasa tubuh), tata suara (wacana
dialog atau monolog) lebih ditekankan pada lelucon, tata busana untuk
mendukung karakter kerakyatan.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Pemilihan Calon Walikota dan Wakil Walikota Denpasar pada
Pilkada Serentak 2015, telah usai dengan kemenangan paslon nomor
urut 1 Dharma-Negara, yang diusung oleh Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan. Kemenangan ini ditetapkan dan diumumkan oleh KPU
Denpasar tanggal 22 Desember 2015, yang dilakukan Ketua KPU
Denpasar I Gede John Darmawan di Denpasar, (Tribunnews.com).
Dengan demikian Ida Bagus Rai Dharmawijaya Mantra kembali akan
dilantik menjadi Walikota Denpasar yang didampingi oleh Wakil
Walikota Anak Agung Jaya Negara, periode 2016 2021, tentunya
dengan segala bentuk janji-janji politik yang telah disosialisasikan pada
proses kampanye yang disampaikan oleh pabondres-pabondres yang
dilibatkan.
Terpilihnya walikota dan wakil walikota Denpasar pada pilkada
serentak 2015, menutup juga penelitian yang telah dlakukan selama dua
198

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

bulan dengan kesimpulan sesuai dengan judul penelitian yaitu peranan


pertunjukan bondres dalam pemilihan calon Walikota dan Wakil
Walikota Denpasar pada Pilkada serentak 2015, yaitu : adalah bondres
memberikan bantuan yang sangat berarti bagi kemenangan paslon
terkait dengan bondres mampu memberikan hiburan yang segar bagi
peserta atau masyarakat yang hadir pada saat proses sosialisasi
berlangsung. Selain hal tersebut, bondres juga mampu menahan
keinginan masyarakat yang akan meninggalkan tempat acara sebelum
acara berakhir, sehingga penyampai visi misi dan program yang akan
diperjuangkan nanti setelah terpilih juga bisa sampai pada masyarakat
pendukungnya. Dengan keberhasilan ini, bondres mencatat sejarah
sebagai seni pertunjukan yang beradaptasi pada situasi dan kondisi
yang berbeda-beda, misalnya politik walaupun pabondres bukannya
seorang politikus praktis. Selain itu dengan pertunjukan bondres,
masyarakat lebih mengetahui dan lebih dekat dengan

calon

pemimpinnya, calon walikota dan wakil walikota yang akan dipilih


serta dimenangkan pada harinya nanti. Kedekatan antara pemimpin
dengan masyarakatnya adalah sesuatu hal yang sangat berarti bagi
rakyat, sehingga dikemudian hari setelah calon ini menang, masyarakat
lebih merasa memiliki pemimpin selama lima tahun ke depan. Bantuan
pertunjukan bondres dengan sosialisasi seperti ini, akan menjadi trend
masa depan pada setiap perhelatan pilkada atau pemilu yang akan
datang, dan tentunya juga berdampak akan bermunculannya pabondrespabondres baru di Bali.

199

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

Nilai komunikasi estetis yang merupakan bagian dari estetika


terhadap peranan pertunjukan bondres dalam pemilihan Walikota dan
Wakil Walikota Denpasar pada pilkada serentak 2015, ditemukan
bahwa ada beberapa unsur atau eleman yang dipergunakan oleh
pabondres pada pertunjukannya yaitu ; tata rias, tata gerak (menari dan
mendukung bahasa tubuh), tata busana, dan tata suara/wacana (dialog
dan monolog).
Daftar Pustaka
1. Ali, Matius. Estetika sebuah pengantar filsafat keindahan,
Tangerang : Sanggar Luxor, 2009.
2. Dibia, I Wayan. Bondres dan Babondresan dalam Seni
Pertunjukan Bali. Denpasar: Kerjasama Yayasan Wayan Geria
Singapadu, Yayasan Sabha Budaya Hindu Bali, Yayasan
Wisnu, 2013.
3. Djelatik, A.A.M. Estetika sebuah pengantar. Jakarta:
Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia, 1999.
1. Jaeni. Komonikasi Estetik, menggagas Kajian Seni dari
Peristiwa komonikasi Pertunjukan. Bogor: IPB Press.2012.
4. Moleong, Lexy J. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2011.
5. Noor, Juliansyah. Metodologi Penelitian. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2011.
6. Team Penulis, Sejarah Kota Denpasar, dari Keraton menjadi
Kota (1788-2010).Denpasar: kerjasama Badan Perencanaan

200

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Denpasar dan


Universitas Udayana, 2011.
7. Tribunnews.com (internet koran Tribun)

201

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

PELAJAR DAN PRESTASI BELAJAR GERAK


Oleh : Komang Ayu Tri Widhiyanti
ABSTRACT
Students are one of the targets in sports activities. There are several
factors that is in effect on the achievement of students who study the
motion and also about the learning achievement of motion. Learning
motion a learning activity in which the movement of the body is the
central point of the activities carried out by students, student learning
activities that essentially shaped body movement activities, with the
objective of capturing the patterns or forms of body movements do it.
In the teaching, especially in the field of sports teachers not only assess
the ability of their students only, teachers also find the seeds of future
sportsman sportsmen seeds will be directed and trained to pursue sports
activities so that later could be a sportsman who have high
achievement. Not only teachers who are required to look for seedlings
Bibit an athlete, a coach was also having such a task. Before a teacher
and a coach can find the seeds athlete, they need to know and
understand more about the factors of students in the study of motion
and learning achievement in motion it is helpful to understand the
learning conditions at the time participated in the study of motion or
when providing exercises and capable to direct the students so they can
achieve the best.

202

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

PENDAHULUAN
Pengalaman dalam hubungannya dengan lingkungan, baik
secara kualitatif maupun kuantitatif akan menunjang proses belajar, dan
pada gilirannya akan menentukan tingkat prestasi. Dengan demikian
jelas bahwa di dalam proses belajar gerak ada interaksi antara si pelajar
dengan lingkungan. Kondisi/keadaan yang ada pada diri pelajar
merupakan faktor penting yang perlu dipahami oleh guru.
Penginderaan dan proses perseptual merupakan serangkaian
fungsi yang memproses stimulus yang ditangkap oleh organ indera
sampai stimulus tersebut bisa dimengerti. Indera berfungsi menangkap
stimulus, sedangkan proses perseptual berfungsi mengartikan stimulus.
Proses perseptual meliputi 3 macam fungsi di dalam mengartikan
stimulus, yaitu : penditeksian, pembandingan, dan pengenalan.
Fungsi penditeksian adalah untuk menentukan apakah telah
terjadi stimulus. Fungsi pembandingan adalah untuk menetukan apakah
stimulus yang ditangkap berbeda atau sama dengan stimulus yang
pernah ada. Fungsi pengenalan adalah untuk memahami pola dan sifat
dari stimulus atau mengenali stimulus apa yang ditangkap. Contohnya
pada seseorang yang melihat bola pingpong, indera pelihatnya
menangkap suatu stimulus (mendeteksi bahwa ada sesuatu yang
dilihat). Sesuatu yang dilihat itu kemudian dibandingkan dengan
pengertian-pengertian yang sudah dimiliki. Apabila orang tersebut
sudah tahu/mengerti tentang bola pingpong, maka ia akan langsung
mengenali bahwa apa yang sedang dilihat adalah bola pingpong. Tetapi

203

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

apabila dalam perbendaharaan pengetahuannya belum ada pengertian


bola pingpong, maka ia hanya bisa mengenali bahwa yang dilihat
adalah benda kecil yang berbentuk bulat.
Mata sebagai organ indera pelihat berperan penting misalnya di
dalam memukul bola tenis, memukul bola pingpong, menangkap bola,
dan sebagainya. Telinga untuk menangkap stimulus suara. Misalnya
pada saat bermain tenis, pemain bisa mengantisipasi bola berdasarkan
kerasnya suara saat bola dipukul lawan. Indera kinestetik (kinesthetic
sense) yang pengertiannya identik dengan yang disebut propriosepsi,
berperan untuk merasakan posisi dan gerak tubuh. Propriosepsi
mencakup

penginderaan

kinestetik

ditambah

dengan

persepsi

keseimbangan tubuh dimana organ yang berfungsi adalah organ


vestibular yang terletak di telinga bagian dalam. Indera peraba berperan
di dalam melakukan gerakan dimana tangan atau bagian-bagian tubuh
yang lain ada kontak dengan objek di luar dirinya. Misalnya pada saat
seseorang memegang bola untuk kemudian melemparkannya, di sini
perabaan pada bola berpengaruh terhadap ketepatan memegang dan
melempar bola.
Perhatian bisa diartikan sebagai kesengajaan mengarahkan
pikiran terhadap sesuatu. Misalnya pada saat bermain tenis meja,
pemain hendaknya mengarahkan perhatiannya pada bola yang
dimainkan dan teknik pukulan lawan. Makin lama proses belajarmengajar berlangsung, kemampuan memusatkan perhatian akan makin
menurun. Untuk menimbulkan dan memelihara perhatian ada beberapa
cara yang bisa ditempuh, yaitu :
204

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

1. Menimbulkan perhatian
Perhatian bisa timbul karena ada dorongan dari dalam diri pelajar
sendiri, dan bisa karena ada dorongan dari luar dirinya. Dorongan dari
dalam diri sendiri bisa berbentuk minat yang besar terhadap objeknya,
yaitu minat untuk mengetahuinya sedangkan dorongan dari luar bisa
berbentuk isyarat-isyarat yang bisa menarik perhatian. Mengenai
isyarat-isyarat yang bisa menarik perhatian pelajar, ada beberapa
macam, yaitu :
a. Isyarat yang bisa dilihat (isyarat visual), misalnya berupa
gerakan tangan. Contohnya adalah guru menunjuk objek
tertentu agar pelajar mengarahkan perhatiannya ke arah objek
tersebut.
b. Isyarat yang bisa didengar (isyarat verbal), misalnya berupa
komando.

Contohnya

adalah

guru

mengatakan

coba

diperhatikan, untuk mengarahkan agar pelajar memperhatikan.


c. Isyarat yang bisa dirasakan oleh indera peraba (isyarat taktil).
Misalnya berupa sentuhan pada tubuh. Contohnya adalah guru
mencolek punggung pelajar yang membelakanginya agar
berpaling melihat contoh yang diberikan.
2. Memelihara perhatian
Memelihara agar perhatian bisa bertahan dalam waktu yang relatif
lama, bukan merupakan hal yang mudah, apalagi pada anak-anak.
Anak-anak lebih sulit memusatkan perhatian dalam jangka waktu lama
205

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

apabila dibandingkan dengan orang dewasa. Donald Broodbent (1958)


mengemukakan 3 teori tentang penurunan perhatian (Theories of
Vigilance Decreament), yaitu :
a. Terjadinya penurunan atau hilangnya perhatian disebabkan oleh
kondisi yang monoton.
b. Kemampuan berbuat menjadi tidak baik apabila perhatian harus
dipertahankan dalam kondisi dimana stimulus yang diberikan
terlalu jarang, atau pada kondisi tingkat keaktifan yang rendah.
c. Informasi yang bisa ditangkap oleh indera tidak selalu
semuanya bisa dimengerti, yang bisa dimengerti hanya
informasi yang sampai pada sistem perseptual.
Ingatan

(memory)

merupakan

unsur

penting di

dalam

pemrosesan informasi agar bisa menghasilkan respon yang benar.


Misalnya agar bisa memukul bola dengan baik pada saat bermain tenis,
maka pelajar harus bisa mengingat bagaimana caranya memukul bola
yang baik. Mengenai struktur ingatan, ada 3 komponen yang
membentuknya, yaitu terdiri dari :
a. penyimpanan penginderaan (sensory storage)
b. penyimpanan jangka pendek (short-term storage)
c. penyimpanan jangka panjang (long-term storage)

206

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

Di dalam belajar gerak dikenal 2 macam ingatan, yaitu :


a. ingatan gerak (motor memory)
b. ingatan kata-kata (verbal memory)
Ingatan gerak berkaitan dengan informasi kinestetik/informasi
tentang rasa gerak dan posisi tubuh. Ingatan gerak berfungsi untuk
mengingat rasa gerakan dan posisi tubuh yang pernah dilakukan.
Ingatan kata-kata berkaitan dengan informasi yang berbentuk kata-kata
atau pengertian-pengertian.
Pengontrolan gerakan tergantung pada struktur dan fungsi
sistem syaraf otot (neuro-muscular system). Sel-sel syaraf berfungsi
menerima dan mengirimkan informasi ke seluruh sistem syaraf otot.
Sistem syaraf pusat merupakan pusat komando terhadap perilaku.
Sistem ini terdiri dari 2 komponen penting yaitu otot dan tali tulang
belakang (spinal cord). Kedua komponen tersebut merupakan basis
sistem kontrol yang menjadi pusat aktivitas dalam mengintegrasikan
dan mengorganisasi informasi sensori dan informasi gerak dalam
pengontrolan gerakan.
Di dalam otak ada 3 bagian penting yang secara langsung
berperan di dalam pengontrolan gerakan yaitu : 1) cerebral cortex, 2)
cerebellum, dan 3) brainstem. Cerebral cortex memerankan fungsi
yang

kompleks

dan

komprehensif,

yaitu

menerima

dan

menginterpretasi isyarat yang masuk, mengirim isyarat yang telah


diinterpretasi ke bagian tubuh tertentu melalui syaraf, dan juga

207

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

menyimpan serta mengorganisasi informasi. Cerebellum memerankan


fungsi yang ada hubungannya dengan keseimbangan, penyesuaian
postural, gerak berpindah, dan aktivitas refleks. Brainstem berfungsi
sebagai jembatan antara fungsi cortex dengan tali tulang belakang, dan
merupakan agen/perantara dalam pengaturan proses-proses internal
yang vital, yaitu antara lain pernafasan dan denyut jantung.
Setiap orang mempunyai kemampuan yang berbeda-beda untuk
mempelajari gerakan keterampilan. Perbedaan kemampuan terjadi
terutama karena kualitas fisik yang berbeda-beda. Misalnya setiap
orang tidak ada yang makan makanan yang sama, tidak ada yang
melakukan aktivitas dengan kondisi yang sama, tidak ada yang
beristirahat dengan kondisi yang sama, tidak ada yang mengalami
keadaan sakit dengan derajat yang sama, dan sebagainya. Perbedaan
antarindividu bukan hanya yang berkaitan dengan aspek fisik, tetapi
juga dalam aspek psikologis. Tidak ada satu pun manusia yang
mempunyai watak atau sifat kepribadian dan tingkat kecerdasan yang
sama dengan orang lain, termasuk anak kembar sekalipun.
Perlakuan secara individual harus dilakukan untuk tujuan yang
khusus. Misalnya untuk atlet tingkat tinggi seperti atlet-atlet nasional
yang diharapkan mencapai prestasi taraf internasional, perlakuan secara
individual sangat diperlukan. Untuk mencapai prestasi setinggitingginya, keunikan setiap atlet perlu memperoleh penanganan secara
cermat. Penanganan secara individual ini bukan hanya diperlukan oleh
atlet pada cabang olahraga yang bersifat perorangan, tetapi juga
diperlukan oleh atlet cabang olahraga beregu. Pada cabang olahraga
208

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

beregu, penanganan secara individual diperlukan dalam gerak


individual, dan penguasaan teknik-teknik tertentu sesuai dengan
kekhususan tugas dalam regu.
Prestasi belajar gerak bisa diartikan sebagai tingkat kualitas
kemampuan gerak tubuh yang dicapai melalui usaha belajar dan
berlatih gerak. Belajar gerak bertujuan untuk meningkatkan kualitas
kemampuan gerak tubuh. Peningkatan kualitas kemampuan gerak pada
dasarnya merupakan perwujudan dari peningkatan efisiensi dan
efektivitas gerakan. Gerakan yang efisien adalah gerakan yang di dalam
melakukannya hanya mengeluarkan energi/tenaga yang tidak sebesar
apabila gerakannya tidak efisien. Gerakan yang efektif adalah gerakan
yang sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh pelakunya/sesuai
dengan tujuan yang ingin dicapai.
Untuk menilai peningkatan prestasi belajar gerak ada beberapa
indikator yang perlu diperhatikan. Beberapa indikator itu bisa
dinyatakan dalam pertanyaan-pertanyaan berikut :
a. Di dalam melakukan suatu gerakan keterampilan, apakah
pelajar masih melakukan respon gerak atau gerakan yang
sebenarnya tidak perlu dilakukan dalam penyelesaian tugas
gerakan yang dipelajari?
b. Apakah pelajar sudah cukup cepat untuk bereaksi dalam
menanggapi tugas gerak yang diberikan?

209

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

c. Apakah pelajar sudah bisa melakukan gerakan-gerakan dengan


benar atau tidak banyak melakukan kesalahan?
d. Apakah pelajar sudah cukup cepat dalam melakukan gerakangerakan?
e. Apakah dalam jangka waktu yang relatif pendek sesudah
melakukan

latihan-latihan

bisa

menampilkan

prestasi

puncaknya?
f. Apakah dalam jangka waktu tertentu pelajar bisa mengulangulang gerakan dengan jumlah ulangan sebanyak mungkin?
g. Apakah prestasi yang dicapai oleh pelajar sesudah berlatih bisa
bertahan dalam jangka waktu yang relatif lama?
Plateau merupakan gejala yang sering terjadi pada olahragawan
yang berusaha untuk mencapai prestasi yang setinggi-tingginya. Singer
(1980) menjelaskan berdasarkan suatu anggapan bahwa di dalam
mempelajari tugas gerak yang kompleks ada penjenjangan perilaku
yang perlu dikuasai. Mula-mula mempelajari aspek-aspek keterampilan
dasar dan kemudian meningkat pada aspek-aspek keterampilan yang
lebih rumit. Pada saat meningkatkan aspek-aspek yang dipelajari,
pelajar berusaha menerapkan apa-apa yang sudah dikuasai pada situasi
yang baru. Pada saat seperti inilah plateau bisa terjadi, karena
penerapan sesuatu pada situasi baru bisa mengalami hambatan.
Keadaan

terjadinya

mengakibatkan atlet

plateau

menjadi

putus
210

yang

berkepanjangan

asa atau frustasi.

bisa
Untuk

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

mengatasinya perlu dicari di antara kemungkinan penyebabnya,


penyebab yang mana yang terjadi pada diri atlet. Penyebab itu harus
dihilangkan. Yang penting untuk ditekankan adalah meningkatkan
ketekunan atlet dan melatihkan aspek-aspek keterampilan yang
semakin cermat. Kalau mula-mula hanya memperhatikan aspek-aspek
global dari gerakan keterampilan, maka harus ditingkatkan pada
mempelajari aspek-aspek keterampilan secara rinci.
Pemanduan bakat atau upaya pencarian bibit olahragawan
merupakan salah satu tugas guru dan pelatih olahraga. Apabila
diperkirakan bahwa seorang anak dimungkinkan untuk meraih prestasi
yang tinggi di bidang olahraga dikemudian hari, maka tidak salah
apabila sejak dini anak yang bersangkutan diarahkan untuk menekuni
kegiatan olahraga. Agar bisa membuat perkiraan yang dikemudian bisa
mendekati kebenaran dalam kenyataan, perlu dilakukan penelitian yang
cermat. Untuk meneliti secara cermat inilah letak kesulitannya, karena
di sini diperlukan latar belakang pengetahuan yang cukup mendalam
mengenai berbagai hal, antara lain mengenai :
a. hakikat prestasi di berbagai cabang olahraga, di mana setiap
cabang olahraga memiliki karakteristiknya masing-masing
b. profil olahragawan yang bisa berprestasi pada setiap cabang
olahraga
c. pengetahuan tentang genetika
d. pengetahuan tentang hakikat perkembangan gerak

211

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

e. pengetahuan

tentang

faktor-faktor

yang

mempengaruhi

pencapaian prestasi di bidang olahraga


f. pengetahuan tentang penelitian keolahragaan
Pengetahuan mengenai apa sebenarnya prestasi di berbagai cabang
olahraga adalah meliputi pengetahuan tentang kemampuan apa yang
dimiliki oleh seseorang atau seseorang itu bisa berbuat apa sehingga
seseorang tersebut dikatakan berprestasi pada suatu cabang olahraga.
Pengetahuan

tentang

profil

olahragawan

berprestasi

adalah

pengetahuan tentang seperti apa olahragawan yang bisa berprestasi di


suatu cabang olahraga. Mengenai seperti apa ini bisa meliputi : bentuk
tubuhnya, kepribadiannya, dan kecerdasan berpikirnya. Pengetahuan ini
berguna untuk menjadi arah membuat perkiraan, apakah seseorang
yang diteliti memungkinkan untuk tumbuh dan berkembang menjadi
individu yang memiliki profil seperti profil olahragawan berprestasi.
Pengetahuan

tentang

genetika

adalah

pengetahuan

tentang

keturunan. Di dalamnya bisa dipelajari mengenai kecenderungankecenderungan sifat yang bisa menurun kepada keturunan, seberapa
besar kemungkinannya sifat-sifat tertentu bisa menurun. Pengetahuan
tentang hakikat perkembangan gerak meliputi pengetahuan tentang
karakteristik perkembangan yang terjadi sejak seseorang dilahirkan
sampai

pada

usia

tua.

Perkembangan

yang

dikaji

meliputi

kecenderungan perkembangan gerak berikut faktor-faktor yang


mempengaruhinya

terutama

faktor

fisik

perkembangan minat terhadap aktivitas fisik.

212

dan

fisiologis,

serta

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

Pengetahuan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pencapaian


prestasi di bidang olahraga antara lain mengenai pengaruh faktor
keturunan, faktor pembinaan, dan faktor lingkungan. Pengetahuan
tentang penelitian keolahragaan yang antara lain meliputi pengetahuan
mengenai metode penelitian, teknik-teknik tes, pengukuran dan
evaluasi keolahragaan, teknik-teknik analisis data, akan bermanfaat
untuk melaksanakan evaluasi dalam pemanduan bakat.

DAFTAR RUJUKAN

Anonim. 2015. Theory of learning introduction. Available at :


www.scrib.com.
Fox, Edwaard L. 2011. Sport Physiologi Second Edition. Alih bahasa
Suhendro. Jakarta: Program Pasca Sarjana IKIP Jakarta.
Foss, Merle L. dan Steven J Keteyian. 2010. Foxs Phisiological Basis
for Exercise and Sport.
USA: The McGraw-Hill Companies, Inc.
Nala, Ngurah. 1992. Kumpulan Tulisan Olahraga. Denpasar: KONI
Propinsi Bali.
Nala, 2011. Pelatihan Fisik Olahraga. Denpasar: UNUD.
Sugiyanto. 2012. Perkembangan dan Belajar Motorik. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.

213

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

Pelabuhan Padangbai, Karangasem, Bali


(Studi Tentang Perkembangan Ekonomi dari Sarana dan
Prasarana Pelabuhan Periode 2005-2010)
I Nyoman Bayu Pramartha, M. Pd
IKIP PGRI Bali
ABSTRACT
This study aims to determine: 1) Background The establishment of the
Port of Padangbai, Manggis, Karangasem, Bali. 2) The development of
the Port of Padangbai, Manggis, Karangasem, Bali, and 3) Social
Impact of the Economic Community at the Village Padangbai,
Manggis, Karangasem, Bali. This research was descriptive-narrative,
the author tried to describe the analysis of data to illustrate the
discussion of an issue, following the model of historical research with
procedures: (1) Heuristic by observation, interview and document
study. (2) Source Criticism (internal and external). (3) Interpretation
and (4) Historiography of the history of the Port of Padangbai. The
results of this study showed that, 1) the factors behind the establishment
of the Port of Padangbai, namely: geographical factors include the
location and spacious, sea conditions, the state of the wave, the state of
the coast, the climate, the potential of the area behind Hinterland and
political factors that support the Port of Padangbai. 2) The
development of the Port of Padangbai in the field of infrastructure
during
2005-2010, include: the addition of vessels crossing from 17 ships to 24
ships that dioprasikan; manufacture Pier II with a length of 87 meters
and a width of 9 meters; I dock repair and expansion of the parking
area of 11,200 M2. And 3) socio-economic impact on surrounding
communities in the Village Padangbai namely education, the economy,
in addition to other social fields progress.
Keywords: History of the Port, Infrastructure Development (20052010).
214

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

PENDAHULUAN
a. Latar belakang
Indonesia

merupakan

negara

maritim

yang

70

persen

wilayahnya terdiri dari laut. Indonesia disebut negara arkipelago (


Archipelago state) karena wilayah terdiri dari banyak pulau yang
membentang sepanjang garis khatulistiwa dan dikelilingi oleh laut
sebagai penghubung diantara kepuluan tersebut ( Anshoriy dan
Arbaningsih, 2008:4). Pembahasan mengenai kelautan, sampai saat ini
belum banyak ditemukan dalam kajian sejarah Indonesia.
Selama ini studi sejarah Indonesia lebih banyak mementingkan
peristiwa-peristiwa

yang

terjadi

di

daratan.

Padahal

dalam

kenyataannya sebagian besar wilayah Indonesia terdiri dari laut (Pageh,


2005:1). Luas seluruh wilayah Indonesia adalah 5 juta Km2 yang terdiri
dari luas daratan 1,9 juta. Km2, laut teritorial 0,3 juta Km-2 dan perairan
pedalaman seluas 2,8 juta Km2. Ini berarti bahwa perairan Indonesia
seluas 3,1 juta Km2 atau sekitar 62 % dari seluruh wilayah Indonesia
(Praktikto, 1997:10).
Di Negara kepulauan, permasalahan utama adalah masalah
transportasi bagaimana menghubungkan sistem transportasi darat dari
satu pulau ke pulau lainnya. Jaringan transportasi darat yang efektif dan
efisien akan mampu menghubungkan daerah-daerah sumber daya alam
ke pelabuhan dan ke kota-kota dengan pelabuhan di daerah pantai,
sedangkan jaringan transportasi laut akan menghubungkan pelabuhanpelabuhan dari suatu pulau ke pulau lainnya. Dengan demikian,
jaringan transportasi untuk seluruh wilayah

negara kepulauan

tergantung pada pelayaran antar pulau. Oleh karena itu, keberadaan


215

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

pelabuhan laut penting sebagai tempat pemasukan dan pengeluaran


barang dan jasa. Demikian pelabuhan berperan untuk memperlancar
arus pertukaran sumber daya alam dan sumber daya manusia dari satu
pulau ke pulau lainnya dalam upaya pemerataan hasil pembangunan,
sehingga pemerataan dapat dirasakan oleh seluruh penduduk di
Indonesia.
Pelabuhan berfungsi sebagai penghubung antar pulau dengan
bantuan sarana transportasi laut. Beberapa dari sebagaian banyak
pelabuhan di Indonesia. Dalam perkembangannya Pelabuhan juga
berfungsi sebagai pintu gerbang dan pemelancar hubungan antar
daerah, pulau bahkan antar benua dan bangsa. Demikian juga dengan
beberapa pelabuhan yang ada di Bali seperti Pelabuhan Padangbai,
Pelabuhan Celukan Bawang, Pelabuhan Sangsit, Pelabuhan Tanjung
Benua dan Pelabuhan Gilimanuk.
Bali sebagai wilayah Indonesia mempunyai beberapa buah
pelabuhan, baik itu pelabuhan transportasi maupun pelabuhan bongkarmuat barang. Salah satunya adalah Pelabuhan Padangbai yang berada di
wilayah Kabupaten Karangasem, tepatnya berada di Kecamatan
Manggis yaitu di Desa Padangbai. Pelabuhan Penyebrangan Padangbai
di Pulau Bali mempunyai peranan yang sangat penting bagi pelayanan
transportasi dalam memperlancar arus barang dan manusia ke Kawasan
Indonsia Timur seperti Kupang Provinsi Nusa Tenggara Timur dan
khususnya menghubungkan Lembar di Pulau Lombok Nusa Tenggara
Barat. Pada awalnya sarana dan prasarana yang dimiliki oleh Pelabuhan
Padangbai dirasakan masih belum memadai sebagai pelabuhan yang
baik. Maka menimbulkan arus pergerakan penumpang dan kendaraan
216

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

yang semakin bertambah dari tahun ke tahun. Kondisi yang demikian


mengakibatkan terjadinya antrian kendaraan di Pelabuhan Padangbai
yang dikarenakan kurangnyan fasilitas pelayanan meliputi kapal dan
dermaga. Oleh karena itu PT. ASDP Indonesia Fery. (Persero) sebagai
pengelola Pelabuhan Padangbai bertahap dari tahun ke tahun terus
melakukan penambahan berbagai sarana dan prasarana pelabuhan yang
bertujuan untuk meningkatkan pelayanan atau demi kelancaran
penyebrangan dari Bali ke Lombok.
Pelabuhan Penyeberangan Padangbai di Pulau Bali mempunyai
peranan yang sangat penting bagi pelayanan transportasi dalam
memperlancar arus barang dan manusia ke Kawasan Indonsia Timur
seperti Kupang Propinsi Nusa Tenggara Timur dan khususnya
menghubungkan Lembar di Pulau Lombok Nusa Tenggara Barat untuk
melayani

angkutan

penumpang

dan

barang.

Dengan

adanya

perkembangan ekonomi dan pariwisata di Pulau Lombok diperkirakan


kebutuhan jasa transportasi dari tahun ke tahun selalu meningkat.
Untuk mengantisipasi kondisi tersebut, maka sistem angkutan darat dan
penyeberangan diperlukan standar operasi yang optimal. Pada periode
2005-2010 Pelabuhan Padangbai mengalami perkembangan sarana dan
prasarana yang signifikan, dimana pada periode 2005-2010 oleh pihak
pengelola yaitu PT.ASDP Indonesia Fery (Persero) membangun dan
merenofasi sarana dan prasarana untuk meningkatkan pelayanan
terhadap pihak-pihak yang berkepentingan di Pelabuhan Padangbai,
sehingga penulis tertarik meneliti objek tersebut dan dijadikan sebuah
penelitian sejarah pelabuhan yang ditinjau dari tinjaun sejarah bahari
dan tinjaun sejarah ekonomi.
217

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

b. Rumusan
1. Faktor-faktor apakah yang melatarbelakangi berdirinya Pelabuhan
Padangbai, Manggis, Karangasem, Bali ?
2. Bagaimanakah perkembangan Pelabuhan Padangbai, Manggis,
Karangasem, Bali pada bidang sarana dan prasarana periode 20052010 ?
3. Bagaimanakah dampak sosial ekonomi terhadap masyarakat sekitar
di Desa Padangbai, Manggis, Karangasem, Ba
B LANDASAN TEORI

Latar belakang berdirinya pelabuhan


Sebelum berbicara mengenai faktor-faktor pendukung mengenai
pendirian suatu pelabuhan, terlebih dulu dijelaskan mengenai
pengertian pelabuhan. Adapun pandangan dari para ahli tentang
pengertian pelabuhan yaitu :
Menurut Gianto (1990:3) menyatakan bahwa pelabuhan
dapat didefinisikan sebagai daerah tempat berlabuhnya atau
tempat bertambatnya kapal laut serta keadaan air untuk
menaikkan dan menurunkan penumpang, bongkar/muat barang
dan hewan serta merupakan daerah lingkungan kerja ekonomi,
yang ditunjukan untuk memudahkan perpindahan dari angkutan
darat dan sebaliknya.
pelabuhan adalah suatu daerah tempat berlabuh dan
bertambatnya kapal dan kendaraan air lainya, untuk melaksakan
aktifitas bongkar muat barang dan hewan serta merupakan
penunjang penyelenggara pengangkutan laut (Salim,1997:97).
Pelabuhan adalah terminal tempat kapal-kapal melakukan
bongkar muat barang yang ditujukan untuk memudahkan
perpindahan barang dari angkutan darat dan sebaliknya.

218

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

Pengertian pelabuhan menurut Soedjono (1983,46-47) dalam


Peraturan Pemerintah No. 1 tahun 1969 juga dijelaskan bahwa
pelabuhan adalah sebagai terminal point untuk kapal laut serta
kendaraan air lainya yang merupakan komponen logostik teknis yang
tidak terpisahkan dari penyelenggaraan pengangkutan laut.
Dari penjelasan tentang pengertian pelabuhan di atas, ada tiga
faktor yang dapat menentukan pelabuhan dapat berfungsi dengan baik
sebagai sarana transportasi manusia. Adapun faktor-faktor tersebut
antara lain yaitu faktor geografis, faktor politik, dan faktor ekonomi.
Jenis-jenis Pelabuhan
Peraturan Pemerintah No 1 Tahun 1969 menjelaskan bahwa
beberapa jenis pelabuhan seperti pelabuhan yang diusahakan,
pelabuhan laut, pelabuhan umum, dan pelabuhan khusus. Pelabuhan
yang diusahakan adalah pelabuhan dalam pembinaan yang disesuaikan
dengan kondisi kemampuan dan perkembangan potensinya, yang
diusahakan menurut hukum perusahaan. Pelabuhan yang tidak
diusahakan adalah pelabuhan yang belum diitetapkan sebagai
pelabuhan yang diusahakan. Pelabuhan laut adalah setiap pelabuhan di
Indonesia yang dapat dikunjungi oleh kapal laut dan yang ditunjuk
selaku pelabuhan oleh pemerintah. Pelabuhan umum adalah suatu
pelabuhan

yang

para

pemakai

jasanya

dapat

secara

leluasa

menggunakan pelabuhan itu, demi kepentingan mereka dalam


kaitannya dengan penyelenggaraan pengangkutan laut. Sedangkan
pelabuhan yang khusus untuk melayani suatu kegiatan industri yang
dilakukan oleh perusahaan yang bersangkutan (Soedjono,1983:47).

219

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

Di samping jenis-jenis pelabuhan seperti yang telah dipaparkan


di atas, Triatmodjo (2003:15-16) menjelaskan bahwa menurut letak
geografinya pelabuhan juga dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu:
Pelabuhan alam, Pelabuhan semi, Pelabuhan buatan
Fungsi Pelabuhan
Pada umumnya, fungsi pelabuhan adalah tempat bersandarnya
kapal atau tempat berlabuhnya kapal-kapal dalam melakukan aktivitas
bongkar-muat barang, dan turun naiknya penumpang dalam kaitan
dengan transportasi laut. Menurut fungsi pelabuhan lebih rinci Susanto
(1992) menjelaskan bahwa fungsi pokok dari pelabuhan adalah: Fungsi
pelabuhan sebagai interface, maksudnya adalah sebagai tempat yang
aman untuk berlabuh kapal dan sebagai terminal transportasi barang
dan penumpang. Pelabuhan sebagai link, maksudnya sebagai salah satu
mata rantai dalam suatu proses transportasi mulai dari tempat asal ke
tempat tujuan. Fungsi pelabuhan sebagai gateway, maksudnya adalah
pintu gerbang dari

suatu daerah. Fungsi pelabuhan sebagai

Industryelity, maksudnya adalah sebagai zona lengkap dengan jaringan


dan jasa transportasinya.
Faktor-Faktor yang Mendorong Pengembangan Pelabuhan
Pelabuhan memiliki peranan yang sangat penting terkait dengan
sarana transportasi di Indonesia, karena Indonesia terdiri dari banyak
pulau dan dikelilingi oleh lautan. Keberadaan pelabuhan laut tidak saja
berperan dalam sektor transportasi, akan tetapi juga memiliki arti
ekonomis, sosial budaya bahkan politik. Seperti disebutkan Bintaro
(1968) bahwa pelabuhan itu memiliki arti ekonomis, kultural dan
220

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

geografis. Pelabuhan dapat pula berfungsi sebagai pintu gerbang lalu


lintas, perdagangan ke luar masuknya barang-barang yang bersifat
perdagangan maupun yang bersifat bahan untuk pembangunan yang
sangat

mempengaruhi

perekonomian

dan

kemakmuran

rakyat

(Lawalata, 1981 : 20).


C METODELOGI PENELITAN
1.

Heuristik (Pengumpulan Data)


Heuristik merupakan upaya penelitian yang menghimpun jejak-

jejak sejarah, yang dalam hal ini menghimpun tentang Sejarah


Pelabuhan Padangbai, Manggis, Karangsem, Bali, Studi Tentang
Perkembangan Sarana dan Prasarana Pelabuhan Tahun 2005-2010.
Jejak-jejak tersebut dapat berupa jejak tertulis maupun tidak tertulis
maupun artefak-artefak yang dapat digunakan untuk menjelaskan
persoalan yang dikaji.
1) Teknik Pengamatan atau Observasi
Teknik pengamatan atau observasi langsung merupakan suatu
teknik pengumpulan data dengan melakukan pengamatan terhadap
objek masalah yang akan diteliti untuk mendapatkan informasi yang
relevan dengan masalah yang akan dikaji (Nasution,1988:56-59).
Dengan demikian teknik pengamatan ini mengharuskan peneliti untuk
terjun secara langsung di lapangan dengan melihat, mendengar,
mencatat fenomena yang berhubungan tentang Sejarah Pelabuhan
Padangbai, Manggis, Karangsem, Bali.

221

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

2) Teknik Wawancara
Teknik wawancara adalah teknik pengumpulan data dengan
tanya jawab antara responden dengan pewawancara secara langsung.
Dengan tujuan untuk memasuki alam pikiran dan perasaan responden.
Wawancara dilakukan secara bertanya langsung kepada informan yang
mengetahui permasalah penelitian yaitu mengenai Sejarah Pelabuhan
Padangbai, perkembangan sarana dan prasarana pelabuhan periode
2005-2010 dan dampak sosial ekonomi terhadap masyarakat desa
Padangbai Teknik penentuan informan Teknik Proposive Sampling
yaitu memilih informan kunci yang mengetahui Sejarah Pelabuhan
Padangbai. Wawancara ini dikembangkan dengan Teknik Snow Ball.
2. Teknik Studi Dokumen
1). Kritik Sumber
Sumber-sumber sejarah atau data-data mengenai perkembangan
Pelabuhan Padangbai yang telah terkumpul kemudian dikelasifikasikan
sesuai dengan tingkatannya. Data-data yang telah terkumpul disaring
secara

kritis,

terutama

sumber-sumber

sejarah

pertama

(hasil

wawancara), agar terjaring fakta yang sesuai dengan permasalahan


yang diteliti.
2). Interpretasi
Interpretasi merupakan upaya untuk menafsirkan data-data yang
telah didapatkan, terkait dengan Pelabuhan Padangbai, Manggis,
Karangsem, Bali, ( Studi Tentang Perkembangan Sarana dan Prasarana
Pelabuhan) Tahun 2005-2010. Data-data yang didapat tersebut akan
dikategorikan, tanpa kategorisasi atau klasifikasi data akan menjadi
chaos. Tafsiran atau interpretasi artinya makna kepada analisis data,
222

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

menyelesaikan kategori, mencari hubungan antara berbagai konsep


sehingga terdapat saling keterkaitan
3). Historiografi
Tahap terakhir yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
historiografi sejarah atau penulisan sejarah mengenai Sejarah
Pelabuhan Padangbai, Studi Tentang Perkembangan Sarana dan
Prasarana Pelabuhan Tahun 2005-2010. Penulisan cerita mengenai
Sejarah Pelabuhan Padangbai dilakukan dengan dasar fakta-fakta yang
sudah dikumpulkan dan yang sudah dikait-kaitkan pada kegiatan
interpretasi.
D. PEMBAHASAN
Latar Belakang Berdirinya Pelabuhan Padangbai
Pelabuhan mempunyai peranan penting dalam meningkatkan
roda perekonomian daerah dan roda aktivitas ekonomi masyarakat
sekitarnya. Peranan ini tidak terlepas dari potensi alam dan sosialnya,
karena pelabuhan tidak dapat berkembang dan hidup dengan sendiri
tanpa dukungan tersebut. Pada waktu pendudukan Kolonial Belanda di
Padang, Belanda menduduki Bali sekitar tahun 1908, kemudian
Belanda pada tahun 1919 di Desa Padang dibangun pelabuhan laut,
sejak itu nama Desa Padang diganti dengan nama Teluk Padang.
Sekitar tahun 1962 Persiden Soekarno datang di Teluk Padang untuk
menjemput Presiden Tito dari Yugoslowakia dan Desa Teluk Padang
diganti oleh Presiden Soekarno menjadi Padangbay dan sekarang
disebut dengan Padangbai. Pelabuhan Padangbai pada waktu itu sangat
ramai dikunjungi oleh kapal dagang Belanda dan banyak berlabuh

223

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

perahu besar dan kecil. Banyak fasilitas-fasilitas yang dibangun oleh


Belanda di Padangbai, misalnya gudang-gudang minyak dan lain-lain.
Pelabuhan Padangbai dibangun pada waktu pendudukan Belanda di
Bali pada tahun 1919. Sejak itu nama Desa Padang diganti dengan
nama Teluk Padang. Pelabuhan Padangbai ini merupakan penghubung
antara Pulau Bali dengan Lombok juga menghubungkan ke Nusa
Penida Kabupaten Klungkung.
Perkembangan Pelabuhan Padangbai dari Tahun 2005-2010
Pembangunan dan penambahan sarana dan prasarana penunjang
pelabuhan terus dilakukan dari awal berdirinya pelabuhan ini sampai
saat ini. Hal ini dibuktikan dengan adanya usaha yang dilakukan oleh
PT. ASDP Indonesia Ferry untuk menambah fasilitas-fasilitas yang
diperlukan. Hal itu dimaksudkan agar pihak pengelola pelabuhan bisa
memberikan pelayanan yang maksimal kepada semua pihak yang
terkait dengan aktivitas yang terjadi di Palabuhan Padangbai.
Berdasarkan Keputusan Direksi No. : KD.12/HK.203/ASDP-1994
tanggal 4 mei 1994 pelabuhan penyebrangan Padangbai merupakan
bagian pengelolaan dari cabang utama A-2 PT. ASDP (Persero)
Lembar. Sebagai pengelola dan pemilik pelabuhan maka sudah
dilaksanakan proyek-proyek untuk melengkapi sarana dan prasarana di
pelabuhan. Adapun proyek-proyek yang telah selesai dibangun yang
sudah ada pada tahun 2005 dalam menunjang fasilitas pelabuhan
sebagai berikut:Dermaga kapal Roro ( Movable Bridge) 1 unit, Rambu
Suar 1 unit, Loket penjualan tiket, Jembatan Timbang Kendaraan 1
unit, Penerangan, Air Tawar 75 M3 dari PDAM, Alat Komunikasi ,
Pemadam Kebakaran Hydrant 1 unit, Ambulance 1 unit, Relling
224

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

Antrian Penumpang 1 set, Ruang Tunggu Penumpang ,Daya Tampung


Ruang Tunggu ,Ruang Tunggu berkapasitas 500 orang, Ruang Tunggu
VIP berkapasitas 500 orang
Pelabuhan Padangbai dari tahun ketahun terus melakukan
perubahan dan pembangunan yang menunjang segala aktivitasnya yang
terjadi di wilayah pelabuhan. Pada periode tahun 2005-2010 melakukan
pembangunan penambahan sarana dan prasarana yang sangat
signifikan.
Dampak Sosial Ekonomi Terhadap Masyarakat Sekitar di Desa
Padangbai
Mengenai dampak yang mampu diberikan dari perkembangan
Pelabuhan Padangbai terhadap masyarakat

sekitarnya terhadap

kehidupan sosial ekonomi adalah sangat besar. Hal ini terbukti dari
hasil wawancara yang dilakukan peneliti sehubungan dengan kontribusi
yang diberikan. Selama lima tahun terakhir pelabuhan telah
memberikan dampak yang signifikan bagi penduduk khususnya
masyarakat Padangbai. Kontribusi yang diberikan tersebut dapat dilihat
dalam bentuk dua hal yaitu bidang pendidikan dan tingkat pendapatan
yang diperoleh perbulannya oleh penduduk masyarakat Padangbai.
E. SIMPULAN
Pelabuhan Padangbai tidak bisa dilepaskan dengan perspektif
historisnya, bahwa Pelabuhan Padangbai dibangun pada waktu
pendudukan Belanda di Bali pada tahun 1919. Sejak itu nama Desa
Padangbai diganti dengan nama Teluk Padang. Berdasarkan Keputusan
Direksi No. : KD.12/HK.203/ASDP-1994 tanggal 4 mei 1994

225

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

pelabuhan penyebrangan Padangbai merupakan bagian pengelolaan


dari cabang utama A-2 PT. ASDP (Persero) Lembar. proyek-proyek
pembangunan penambahan sarana dan prasarana pada periode 20052010 sebagai berikut. 1) Penambahan pengoperasian kapal yang
sebelum tahun 2005 dikelola oleh enam PT dengan jumlah kapal yang
dioperasikan sebanyak 17 buah kapal dan pada tahun 2005 ditambah 3
PT sehingga menjadi 9 PT pemilik dengan kapal yang dioperasikan
sebanyak 7 buah kapal sehingga jumlah kapal menjadi 24 buah kapal
yang dioprasikan. 2) Pembuatan Dermaga II dengan tujuan untuk
meningkatkan

frekuensi,

percepatan

pelayanan

dan

tentunya

meminimkan penumpukan atau antrean kendaraan khususnya saat harihari tertentu dan perbaikan Dermaga I yang diakibatkan oleh
amblasnya greating disebabkan kroposnya dua buah penyangga bagian
bawah dan patahnya pada bagian penyangga dan 3) Perluasan lahan
parkir diamana sebelum tahun 2005 luas areal parkir pelabuhan
memiliki daya tampung kendaraan untuk golongan V menampung 90
unit dan untuk golongan campuran menampung 200 unit. Tahun 2005
PT. ASDP Indonesia Ferry (Persero) membuatkan parkir alternatif di
luar areal pelabuhan dengan daya tampung kendaraan untuk golongan
V menampung 500 unit dan untuk golongan campuran menampung
1200 unit. Luas keleuruhan areal parkir pelabuhan Padangbai tahun
2008 yaitu 11.200 M2. Berkembangnya Pelabuhan Padangbai mampu
membawa dampak sosial ekonomi

226

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

DAFTAR PUSTAKA
Budiharsono, Sugeng, 2001. Teknik AnalisisPembangunan Wilayah
Pesisir dan Laut. Jakarta: PT. Ratya Paramita.
Gianto, hery.dkk.1999. Pengoperasian Pelabuhan Laut. Semarang Bali
Pendidikan dan Latihan Pelayaran.
Hull, Terence H. Et,al. 1997. Pelacuran di Indonesia. Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan bekerja sama dengan The Ford Foundation.
Heriana. 2008. Sejarah Pelabuhan Celukan Bawang Kecamatan
Gerokgak Kabupaten Buleleng, 1979-2006: Studi Tentang
Sarana dan Prasarana Pelabuhan.
Koentjaraningrat, 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta : PT.
Rineka Cipta
Kuntowijoyo. 1995. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Yayasan
Bentang Budaya.
Lawalata, B.Sc. Herman. A. Carel. 1981. Pelabuhan dan Niaga
Pelayaran. Jakarta: Akrasa Baru.
Pageh,I Made. 2005. Sejarah Bahari Indonesia: Sebuah Suplemen
Kuliah Sejarah bahari Indonesia. Singaraja: IKIP Negeri
Singaraja.
Pageh, I Made. 1992. Struktur Sosial dan Kehidupan Sosial Ekonomi
Masyarakat di Sekitar Pelabuhan Temukus Sejak Awal Abad
XIX di Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng Bali Laporan
Penelitian, IKIP UNUD Singaraja.
Praktiko Agus Widi. 1997. Perencanaan Fasilitas Pantaidan Laut.
BPPE: Yogyakarta.

227

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

Purba,Radiks.1997. Angkutan Muatan Laut. Jakarta : PT. Rineka Cipta.


Sudjatmiko, F.D.C. 1979. Pelayaran Niaga. Jakarta: Bhratara Karya
Aksara.
Salim, Abbas. 2004. Manajemen Transportasi. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
Susanto, Phil. A.S. 1992. Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial.
Jakarta : Bina Cipta.
Suejono, Wiwoho, 1983. Sarana-Sarana Penunjang Angkutan Laut.
Jakarta: PT Bina Usaha.
Triatmodjo, Bambang CES. 2003. Pelabuhan. Yogyakarta:
OFFSET.

228

BETE

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

TINGKAT KEBUGARAN JASMANI CALON MAHASISWA


BARU PUTRA FAKULTAS PENDIDIKAN OLAHRAGA DAN
KESEHATAN
IKIP PGRI BALI TAHUN 2015
I Gusti Putu Ngurah Adi Santika, S.Pd., M.Fis., IP. Merta Yasa, NW.
Ariawati
Program Studi Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi
Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan IKIP PGRI Bali

ABSTRACT
Physical fitness is an integral part of human life. Without
good fitness, people will not be able to do his daily routine very well.
Everyone needs physical fitness: civil servants, Armed Forces, Army,
students, etc. Measurement of physical fitness is made to the new
students to The Faculty Of Sport Education And Healt IKIP PGRI Bali
in 2015 that sex son with consideration for monitoring physical fitness
as a benchmark for the student to pass a physical test or not. The
purpose of this study was to determine the level of physical fitness son
prospective new students to The Faculty Of Sport Education And Healt
IKIP PGRI PGRI Bali in 2015. This study is Sectional Design design
was used taking the overall sample met the inclusion criteria. A total of
85 samples of students aged 18-23 years chosen as research samples
using Quota Sampling techniques. Overall obtain sample test
parameters such as Shutle Run, Push Up and Running 2.4 km. The
study was conducted during one day. Agility components measured
with test parameters Shutle Run, abdominal muscular endurance was
measured with test parameters Push Up, and cardiovascular endurance
was measured with test parameters Running 2.4 km. Results of research
on the Shuttle Run test parameters obtained a mean of 10.95 0.62
seconds with a maximum limit of 13.36 seconds and a minimum of
9.94 seconds. The result of the test parameters Push Up earned a mean
36.16 10.04 beats / min with a maximum limit of 65 times / min and a
229

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

minimum of 16 times / min. The result of the test parameters Running


2.4 km obtained a mean 13.92 2.18 minutes with a maximum limit of
19.24 minutes and a minimum of 9.20 minutes. Based on these results
we can conclude that the research level of physical fitness of new
students to The Faculty Of Sport Education And Healt IKIP PGRI Bali
in 2015 for agility at the level of Very Good, endurance abdominal
muscles at the level of less, and cardiovascular endurance are at levels
less.

Keywords: agility, abdominal muscular endurance, cardiovascular


endurance

PENDAHULUAN
Pengukuran kebugaran jasmani bermanfaat sebagai skrining
kesehatan, penentuan dosis latihan dan jenis olahraga yang sesuai serta
evaluasi tingkat kebugaran jasmani (Anonim, 1994). Dengan adanya
evaluasi maka, gambaran kondisi fisik seseorang akan dapat dipantau
dan diterjemahkan dalam suatu data yang bersifat kuantitatif. Data ini
sangat penting untuk bahan evaluasi bagi para instruktur olahraga demi
tercapainya masyarakat yang sehat.
Sejak berdirinya Fakultas Pendidikan Olahraga dan
Kesehatan IKIP PGRI Bali, para dosen yang menjadi instruktur di
dalam tes pengukuran olahraga secara rutin mengadakan tes kebugaran
jasmani bagi calon mahasiswa baru. Hal ini dilakukan demi
terpantaunya kondisi kebugaran fisik calon mahasiswa baru. Kegiatan
ini sangat penting untuk dilaksanakan mengingat perkuliahan yang
akan dihadapi mahasiswa pada saat perkuliahan nanti sangat berat
secara fisik.
Kegiatan pengukuran kebugaran jasmani bagi calon
mahasiswa baru ini bertujuan untuk mengetahui data dasar komponen
biomotorik mahasiswa. Pengukuran kebugaran jasmani ini terdiri dari
beberapa item yang mengacu kepada kebugaran jasmani (Anonim,
1994).

230

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis memusatkan pada


laporan tingkat kebugaran jasmani calon mahasiswa baru Fakultas
Pendidikan Olahraga dan Kesehatan IKIP PGRI Bali tahun 2015.
METODE PENELITIAN
Rancangan Penelitian, Populasi, dan Sampel
Penelitian ini menggunakan rancangan Cross Sectional
Design (Budiarto, 2004). Subjek terdapat 85 orang calan mahasiswa
baru putra FPOK IKIP PGRI Bali. Penelitian ini dilakukan di Lapangan
Kompiang Sujana Denpasar pada Bulan Agustus tahun 2015 pukul
07.30 WITA. Populasi target penelitian adalah calon mahasiswa baru
Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan IKIP PGRI Bali yang
berjumlah 135 orang. Sampel diambil dari populasi yang memenuhi
kriteria inklusi : 1). Calon Mahasiswa Baru Fakultas Pendidikan
Olahraga dan Kesehatan IKIP PGRI Bali, 2). Jenis kelamin laki-laki,
3). Usia 18 23 tahun, 4). Tinggi badan 160 175 tahun. 5). Berat
badan 54 67,5 kg, 6.) Berbadan sehat (tidak ada gangguan fisik), 7).
Bersedia mengikuti tes, serta kriteria eksklusi 1). Riwayat cedera tulang
dan sendi.
Besar sampel dalam penelitian ini dihitung dengan teknik
Quota Sampling (Sutrisno Hadi, 2000) dan didapatkan jumlah sampel
85 orang yang memenuhi kriteria inklusi.
Variabel dan Definisi Operasional Variabel
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah shutle run, push
up, dan lari 2,4 km, sedangkan variabel tergantung adalah pengukuran
tingkat kebugaran jasmani.
Tingkat kebugaran fisik adalah capaian dari kemampuan
seseorang untuk melaksanakan tugas sehari-hari dengan kesungguhan
dan tanggung jawab, tanpa memiliki rasa lelah dan penuh semangat
untuk menikmati penggunaan waktu luang dan menghadapi
kemungkinan berbagai bahaya di masa yang akan datang.
Analisis Data
Data diolah dan dianalisis dengan Deskriptif statistik untuk
menganalisis varian umur, tinggi badan, berat badan, kebugaran fisik,
rerata, SB, minimum, dan maksimum. Pengolahan data
mempergunakan perangkat lunak komputer (Santoso, 2008).
231

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

HASIL PENELITIAN
Tabel 1
Data Karakteristik Subjek Penelitian Tingkat Kebugaran Fisik Calon
Mahasiswa Baru Tahun 2015
Karakteristik
n

Rerata

SB

Maximum

Minimum

Umur (th)

85

19,52

0,81

21,85

18,27

TB (cm)

85

169,2

4,15

174,9

160,9

BB (kg)

85

62,9

3,44

67,3

54,1

Subjek

Tabel 2
Data Minimum, Maksimum, Rerata, dan Standar Deviasi Untuk Lari
Bolak-Balik, Daya Tahan Otot, dan Daya Tahan Kardiovaskular Calon
Mahasiswa Baru Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan IKIP
PGRI Bali
Tahun 2015

Lari Bolak-Balik
Daya Tahan Otot
Daya Tahan
Kardiovaskular
Valid N (listwise)

N
85
85
85

Minimum Maximum
9.94
13.36
16
65
9.20

19.24

Mean
Std. Deviation
10.9576
.62037
36.16
10.040
13.9252

85

Dari data di atas didapatkan bahwa rerata pengukuran shutle


run calon mahasiswa baru FPOK IKIP PGRI Bali sebesar 10,950,62
detik dengan batas maksimum 13,36 detik dan batas minimum 9.94
detik. Sedangkan untuk pengukuran Push Up sebesar 36,1610,04 kali
per menit dengan batas maksimum 65 kali per menit dan batas
minimum 16 kali per manit dan pengukuran lari 2,4 km sebesar

232

2.18193

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

13,922,18 detik dengan batas maksimum 19,24 menit dan batas


minimum 9,20 menit. Apabila ketiga data tersebut kita masukkan ke
dalam norma pengukuran maka kelincahan calon mahasiswa baru
FPOK IKIP PGRI Bali berada pada norma (10,95 = Baik Sekali), untuk
daya tahan otot berada pada norma (36,16 = Kurang), dan untuk daya
tahan kardiovaskular berada pada norma (13,92 = Kurang).

Pengelompokan Hasil dengan Norma

Tabel 3
Pengelompokan Hasil Pengukuran dengan Norma
No.

Materi

Hasil

Norma

1.

Shutle Run

10,95 detik

Baik Sekali

2.

Push Up

36,16 kali/menit

Kurang

3.

Lari 2,4 km

13,92 menit

Kurang

Dari data di atas dapat dilihat hasil shutle run yang terdapat
pada tabel dan dimasukan ke dalam norma maka angka 10,95 detik
berada pada level Baik Sekali. Hasil push up yang terdapat pada tabel
dan dimasukan ke dalam norma maka angka 36,16 kali/menit berada
pada level Kurang. Sedangkan hasil lari 2,4 km yang terdapat pada
tabel dan dimasukan ke dalam norma maka angka 13,92 menit berada
pada level Kurang.

233

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

Grafik Hasil Pengukuran Shutle Run, Push Up, dan Lari 2,4 km

Gambar 5.1
Grafik Hasil Pengukuran Shutle Run, Push Up, dan Lari 2,4 km

Berdasarkan grafik di atas dapat dilihat bahwa pengukuran


shutle run yang dilakukan oleh subjek penelitian (garis berwarna biru)
cenderung memiliki capaian waktu yang sama antar subjek penelitian,
ini dapat dilihat dari tingkat naik turun yang tidak begitu signifikan
antar subjek penelitian. Lain halnya dengan seberan data pengukuran
yang terjadi pada push up (garis warna merah) di mana, pengukuran
yang dilakukan oleh subjek penelitian cenderung berbeda sangat jauh.
Ini dapat dilihat dari garis yang terbentuk antar subjek penelitian
terpantau naik turun terlalu jauh. Berbeda dengan lari 2,4 km (garis
warna hijau) di mana, data antar subjek penelitian rentangannya tidak
terlalu jauh sesuai dengan garis hijau yang terdapat pada grafik.

234

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

SIMPULAN DAN SARAN


Simpulan
Berdasarkan hasil pengukuran yang sudah dilakukan di
lapangan maka dapat ditarik kesimpulan diantaranya : 1). Tingkat
kelincahan calon mahasiswa baru Fakultas Pendidikan Olahraga dan
Kesehatan IKIP PGRI Bali tahun 2015 baik sekali, 2). Tingkat daya
tahan otot calon mahasiswa baru Fakultas Pendidikan Olahraga dan
Kesehatan IKIP PGRI Bali tahun 2015 kurang, dan 3). Tingkat daya
tahan kardiovaskular calon mahasiswa baru Fakultas Pendidikan
Olahraga dan Kesehatan IKIP PGRI Bali tahun 2015 kurang.
Saran
Disarankan kepada para dosen yang mengajar perkuliahan
praktikum di Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan IKIP PGRI
Bali dapat melakukan pelatihan yang menunjang peningkatan
kelincahan, daya tahan otot, dan daya tahan kardiovaskular mahasiswa.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1994. Pedoman Pengukuran Kesegaran Jasmani. Jakarta :
Departemen Kesehatan RI.
Anonim. 2005. Panduan Pada Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pelajar
dan Sekolah Khusus Olahragawan. Jakarta : Kemenpora RI.
Anonim. 2015. Makalah Kesegaran Jasmani : Pengertian, Fungsi,
Komponen,
Alat
Ukur,
available
from
:
http://www.sarjanaku.com/2011/09/kesegaran-jasmani-pengertianfungsi.html, accesed tanggal 12 Juni 2015.
Ardle, William. 1981. Exercise Physiology Energy, Nutrion, and
Human Performance. Philadelpia.
Budiarto, Eko. 2004. Metodologi Penelitian Kedokteran. Jakarta :
Kedokteran EGC

235

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

Darmawan. 2013. Definisi dan Komponen Kebugaran Jasmani,


available from : http://awangawe.blogspot.com/2013/10/definisi-dankomponen-kebugaran-jasmani.html, accesed tanggal 13 Juni 2015.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal
Pembinaan Kesehatan Masyarakat Direktorat Bina Upaya Kesehatan
Puskesmas. 1994. Pedoman Pengukuran Kesegaran Jasmani. Jakarta.
Efendi, Hasyim. 1983. Fisiologi Kerja dan Olahraga Serta Peranan
Tes Kerja (Exercise Test) Untuk Diagnostik. Bandung : Penerbit
Alumni
Hairy, Junusul. 1989. Fisiologi Olahraga. Jakarta.
Juliady. 2012. Fungsi Kesegaran Jasmani, available from :
http://wwwfredyjuliady.blogspot.com/2012/11/fungsi-kesegaranjasmani.html, accesed tanggal 12 Juni 2015.
Kravitz, Len. 1997. Panduan Lengkap dan Bugar Total. Jakarta : Raja
Grafindo Persada.
Mackenzie. 2005. 101 Performance Evaluation Tests. London : Electric
World plc.
Nala. 2011. Prinsip Pelatihan Fisik Olahraga. Denpasar : UNUD.
Pradono, Julianty. 1999. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status
Kesegaran Jasmani Warga Kebon Manggis Jakarta Timur Umur 20-39
Tahun 1998. Jakarta : Buletin Penelitian Kesehatan.
Santoso, S. 2008. Mengatasi Berbagai Masalah Statistik. Jakarta : Alex
Media Komputindo.
Sharkey. 2003. Kebugaran dan Kesehatan. Jakarta : Raja Grafindo
Persada.
Sutrisno Hadi. 2000. Statistik. Yogyakarta : ANDI.

236

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

Syatriadi. 2010. Pengertian Kebugaran Jasmani, available from :


http://candycoffin.blogspot.com/2014/03/pengertian-kebugaranjasmani.html, accesed tanggal 12 Juni 2015.
Yunizar. 2010. Pentingnya Kebugaran Jasmani Bagi Siswa, available
from : http://feriyunizar.blogspot.com/2010/07/pentingnya-kebugaranjasmani-bagi-siswa.html, accesed tanggal 12 Juni 2015.

237

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

PENGARUH AKREDITASI SEKOLAH, KUALIFIKASI


AKADEMIK
GURU DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP PRESTASI
SEKOLAH
DI SMP NEGERI 2 MENGWI KABUPATEN BADUNG

NI PUTU SRIWINDARI
Program Studi Pendidikan Seni Rupa,
Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni, IKIP PGRI Bali
E-mail: Putusriwindari1@gmail.com

Abstract
THE EFFECT OF SCHOOL ACCREDITATION, TEACHERS
ACADEMIC QUALIFICATION AND WORK MOTIVATION TO
THE SCHOOL ACHIEVEMENT IN SMP N 2 MENGWI,
BADUNG

This study aims to examine empirically the effect of school


accreditation, teachers academic qualification and motivation to the
school achievement individually and simultaneously. This study was
designed in a descriptive correlation ex post facto design by using
quantitative research method, such as the teachers perception in SMP
N 2 Mengwi, Badung. The variable in this study is the school
achievement (Y), by using questionnaire as the instrument to collect the
data of independent variables such as the schools accreditation (X1),

238

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

academic qualification of teachers (X2) and work motivation (X3),


with the analysis unit is 43 teachers as a sample.
Quantitative analysis by using multiple linear regressions shows
that (1) there is a significant and positive contribution of the school
accreditation to the school achievement through regression line =
143,532 + 0,196X1 with Fcount = 4,596(p < 0,05) correlation 0,317 with
p < 0,05; contribution10,1%; SE 11,14%; (2) there is a significant and
positive contribution of the teachers academic qualification to the
school achievement through regression line = 109,125 + 0,099X2 with
Fcount = 0,995 (p < 0,05), correlation 0,154 (p < 0,05); contribution
2,4%; SE 2,06%; (3) there is a significant and positive contribution of
the work motivation to the school achievement through regression line
=105,066 + 0,201X3 with Fcount = 2,408(p < 0,05), correlation0,236(p
< 0,05) contribution5,5% SE 3,98%; and (4) there is a significant and
positive contribution of the school accreditation, teachers academic
qualification and work motivation together to the school achievement
through regression line = 136,500 + 0,568X1 + 0,210X2 +
0,198X3dengan Fhitung = 2,702 (p < 0,05); korelasi 0,415 (p < 0,05)
kontribusi 17,2%.
Keywords: school accreditation, teachers academic qualification, work
motivation, school achievement

I . PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan salah satu pranata sosial yang sangat
penting dalam upaya mencerdaskan bangsa bagi terciptanya kehidupan
masyarakat yang maju, demokratis, mandiri, dan sejahtera. Pendidikan
nasional

berfungsi

untuk

mengembangkan

kemampuan

dan

meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia indonesia dalam


rangka mewujudkan tujuan nasional.

239

Pembaharuan pendidikan

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

dilakukan terus-menerus agar mampu menghadapi berbagai tantangan


sesuai perkembangan zaman.
Penyelenggaraan

akreditasi

sebagai

salah

satu

kegiatan

peningkatan mutu di bidang pendidikan, pada hakikatnya ialah agar


penyelenggaraan pendidikan dapat mencapai standar kualitas yang
ditetapkan dan pada gilirannya peserta didik dapat mencapai
keberhasilan baik dalam penguasaan ilmu pengetahuan, keterampilan
maupun dalam pembentukan kepribadian. Sekolah sebagai bagian dari
sistem

pendidikan

nasional

dituntut

untuk

selalu

berupaya

meningkatkan kualitas dalam penyelenggaraan pendidikan, hingga


dapat menghasilkan lulusan yang berkualitas, mampu bersaing serta
mampu

menghadapi

tantangan

zaman.

Oleh

karena

itu,

penyelenggaraan akreditasi sekolah, sebagai upaya pengendalian mutu,


baik melalui sistem penilaian hasil belajar, penerapan kurikulum,
sarana, tenaga kependidikan, maupun melalui pengaturan sistem belajar
mengajar adalah sebagai suatu keharusan.
Sekolah atau lembaga pendidikan secara umum adalah sebuah
masyarakat kecil yang menjadi wahana pengembangan peserta didik
dimana aktivitas di dalamnya adalah proses pelayanan jasa. Peserta
didik datang untuk mendapatkan pelayanan, sementara kepala sekolah,
guru dan tenaga lain adalah para profesional yang terus-menerus
berinovasi memberikan pelayanan yang terbaik untuk kemajuan
sekolah. Kepala sekolah orang yang berperanan penting dalam
mensukseskan program-program sekolah. Kemajuan sekolah akan lebih
penting bila orang memberikan atensinya pada kiprah kepala sekolah
karena kepala sekolah merupakan tokoh sentral pendidikan, kepala
240

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

sekolah sebagai fasilitator bagi pengembangan pendidikan, kepala


sekolah sebagai pelaksana suatu tugas yang sarat dengan harapan dan
pembaruan. Dengan demikian peranan kepala sekolah tidak terlepas
dari fungsi kepala sekolah sebagai administrator dan supervisor
pendidikan.

II. LANDASAN TEORI


2.1 Akreditasi sekolah
Secara terminologi akreditasi didefinisikan sebagai suatu proses
penilaian kualitas dengan menggunakan kriteria baku mutu yang
ditetapkan dan bersifat terbuka. Akreditasi sekolah sebagai suatu proses
penilaian kualitas sekolah, baik sekolah negeri maupun swasta dengan
menggunakan kriteria baku mutu yang ditetapkan oleh pemerintah atau
lembaga akreditasi. Hasil penelitian tersebut selanjutnya dijadikan
dasar untuk memelihara dan meningkatkan kualitas penyelenggaraan
dan pelayanan pendidikan lembaga yang bersangkutan.
Menurut Irfan (2000 : 19), selama ini akreditasi yang dilakukan
cenderung masih berkisar pada bidang-bidang yang bersifat kuantitatif
dan administratif. Dalam visitasi, yang merupakan salah satu komponen
penting dalam kegiatan akreditasi, kondisi riil sekolah hanya dilihat
dari sisi administratif. Hal ini memberikan informasi yang bersifat statis
karena dinamika proses belajar-mengajar itu. Akreditasi yang melalui
berfokus pada sekolah administratif bukan hanya gagal memberikan
informasi komprehensif kepada masyarakat, tetapi juga memberikan
informasi tidak lengkap kepada para ahli pendidikan dan pembina
sekolah. Solusi-solusi yang diajukan pun sering tidak sejalan dengan
241

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

sekolah riil yang dihadapi oleh sekolah. Dalam hal ini, akreditasi harus
mencakup bidang-bidang kualitatif.

2.2 Kualifikasi Akademik Guru


Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan, pasal 23 ayat 1 menyatakan: Pendidik
harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen
pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan
untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Sedangkan pasal 28
ayat 2 menyebutkan: Kualifikasi akademik adalah tingkat pendidikan
minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik yang dibuktikan
dengan ijasah dan/atau sertifikat keahlian yang relevan sesuai ketentuan
perundang-undangan yang berlaku. Sementara pasal 29 ayat 4
mengisyaratkan: Pendidik wajib memiliki

(a) kualifikasi akademik

pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana; (b) latar


belakang pendidikan tinggi dengan program pendidikan yang sesuai
dengan mata pelajaran yang diajarkan; dan (c) sertifikasi profesi guru.

2.3 Motivasi Kerja


Motivasi ialah keseluruhan kondisi intrinsik maupun ekstrinsik
yang menjadi tenaga penggerak bagi seseorang untuk mau dan ingin
melakukan sesuatu. Dengan demikian, motivasi kerja ialah keseluruhan
kondisi intrinsik maupun ekstrinsik yang menjadi tenaga penggerak
sehingga seseorang mau bekerja sesuai dengan harapan. Kondisi itu
misalnya pemenuhan kebutuhan (Buford & Bedeian, 1988), baik
kebutuhan materi maupun non materi (Siagian, 1983). Dengan
242

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

pemenuhan kebutuhan tersebut, akan menimbulkan dorongan yang kuat


menggerakkan individu untuk mencapai tujuan (Zukdi, 1996). Ini
mengandung makna, bahwa semakin besar motivasi kerja guru akan
semakin besar peluangnya untuk mencapai tujuan pendidikan yang
telah ditetapkan.

2.4 Prestasi Sekolah


Prestasi sekolah dapat diartikan sebagai penilaian hasil belajar
dari proses kegiatan belajar mengajar yang dinyatakan dalam bentuk
simbol, angka, huruf maupun kalimat yang dapat mencerminkan hasil
yang sudah dicapai oleh setiap siswa dalam periode selama masih
dalam bangku sekolah sehingga dapat membawa perubahan baik dari
segi kognitif, afektif, dan psikomotorik yang dinyatakan dalam angka
menurut kemampuan siswa dalam mengerjakan tes pelajaran (Sulchan,
1987 : 75).
III. METODE PENELITIAN
3.1. Rancangan Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian ex post facto yang berbentuk
korelasional. Termasuk penelitian ex post facto karena variabel bebas
dalam penelitian ini tidak dikontrol secara langsung dan telah terjadi
atau telah ada sebelumnya atau karena tidak dapat dimanipulasi.
Adapun tergolong penelitian korelasional adalah karena penelitian yang
dilakukan bermaksud mengetahui korelasi antara akreditasi sekolah
dengan prestasi sekolah, korelasi kualifikasi akademik guru dengan
prestasi sekolah, korelasi motivasi kerja dengan prestasi sekolah dan
243

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

secara bersama-sama korelasi antara akreditasi sekolah, kualifikasi


akademik guru, dan motivasi kerja dengan prestasi sekolah di SMP
Negeri 2 Mengwi Kabupaten Badung.
3.2 Populasi dan Sampel Penelitian
Dalam penelitian ini digunakan populasi terhingga, yakni
seluruh anggota populasi menjadi subjek penelitian yang berjumlah 43
orang guru di SMP Negeri 2 Mengwi Kabupaten Badung. Dengan
perkataan lain bahwa populasi yang berjumlah 43 orang guru di SMP
Negeri 2 Mengwi ini ditetapkan sebagai subjek penelitian.
3.3 Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini akan diteliti empat variabel yaitu 3 variabel
bebas dan 1 variabel terikat. Ketiga variabel bebas itu adalah : (1)
variabel akreditasi sekolah, (2) variabel kualifikasi akademik guru, dan
(3) variabel motivasi kerja. Variabel terikatnya adalah prestasi sekolah.
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Hasil Penelitian
Untuk mendapatkan gambaran mengenai karakteristik distribusi
skor dari masing-masing variabel, berikut disajikan skor tertinggi, skor
terendah, harga rerata, simpangan baku varian median, modus,
histogram dan kategori masing-masing variable yng diteliti. Untuk
memudahkan mendiskripsikan masing-masing variable, dibawah ini
disajikan rangkuman statistik deskriptif seperti pada tabel 4.1 di bawah
ini.
244

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

Tabel 4.1 Rangkuman Statistik dari Variabel pengaruh akreditasi


sekolah, kualifikasi akademik guru, motivasi kerja terhadap prestasi
sekolah

Variabel
X1

X2

X3

Mean

125,77

120,56

128,37

115,91

Median

126,00

120,00

127,00

116,00

Modus

136

117

135

100

Standar Deviasi

10,415

10,791

14,373

16,835

Varians

108,468

116,443

206,573

283,420

Rentangan

42

41

46

62

Skor Minimum

104

97

104

88

Skor Maksimum

146

138

150

150

Jumlah

5408

5184

5520

4984

Statistik

V. Simpulan Dan Saran


5.1 Simpulan
Beberapa temuan yang diperoleh dari penelitian ini adalah
sebagai berikut :

245

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

1) Terdapat kontribusi yang positif dan signifikan akreditasi


sekolah terhadap prestasi sekolah di SMP Negeri 2 Mengwi Kabupaten
Badung melalui persamaan garis regresi = 143,532 + 0,196X1
dengan Fhitung = 4,596 (p < 0,05). Variabel akreditasi sekolah
memberikan kontribusi sebesar 10,1% terhadap prestasi sekolah di
SMP Negeri 2 Mengwi Kabupaten Badung.
2) Terdapat kontribusi yang positif dan signifikan kualifikasi
akademik guru terhadap prestasi sekolah di SMP Negeri 2 Mengwi
Kabupaten Badung melalui persamaan garis regresi =109,125 +
0,099X2

dengan Fhitung = 0,995 (p < 0,05). Variabel kualifikasi

akademik guru memberikan kontibusi sebesar 2,4% terhadap prestasi


sekolah di SMP Negeri 2 Mengwi Kabupaten Badung.
3) Terdapat kontribusi yang positif dan signifikan motivasi
kerja terhadap prestasi sekolah di SMP Negeri 2 Mengwi Kabupaten
Badung melalui persamaan garis regresi = 105,066 + 0,201X3
dengan Fhitung = 2,408 (p < 0,05). Variabel motivasi kerja
memberikan kontribusi sebesar 5,5% terhadap prestasi sekolah di SMP
Negeri 2 Mengwi Kabupaten Badung.
5.2 Saran
Penelitian ini menemukan bahwa variabel akreditasi sekolah,
kualifikasi akademik guru, dan motivasi kerja berkontribusi positif dan
signifikan terhadap prestasi sekolah. Artinya, ketiga variabel bebas
tersebut dapat memprediksi keberhasilan prestasi sekolah di SMP

246

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

Negeri 2 Mengwi Kabupaten Badung. Untuk itu, dapat disarankan


beberapa hal
(1)

Bagi peserta didik

Hasil akreditasi akan menumbuhkan rasa percaya diri bahwa mereka


memperoleh pendidikan

yang baik, dan harapannya, sertifikat dari

sekolah yang terakreditasi merupakan bukti bahwa mereka menerima


pendidikan bermutu.
(2)

Bagi Guru

Sebagai informasi dan referensi diri untuk selalu berupaya


meningkatkan mutu di bidang pendidikan, meningkatkan standar
kualifikasi akademik dalam upaya mendukung keberhasilan proses
pembelajaran sejalan dengan peningkatan kompetensi profesional guru
melalui konsep manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah.
(3)
Selalu

Bagi Kepala sekolah

berupaya

meningkatkan

kompotensi

lulusan,

tenaga

kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan


penilaian pendidikan yang harus ditingkatkan secara berencana dan
berkelanjutan. Serta hasil akreditasi diharapkan dapat dijadikan kinerja
warga sekolah, termasuk kinerja bahan informasi untuk pemetaan
indikator kelayakan sekolah selama periode kepemimpinannya. Di
samping itu, hasil akreditasi juga diperlukan kepala sekolah sebagai
bahan masukan untuk penyusunan program serta anggaran pendapatan
dan belanja sekolah.

247

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

(4)

Bagi masyarakat dan khususnya orangtua peserta didik

Hasil akreditasi diharapkan menjadi informasi yang akurat tentang


layanan pendidikan yang ditawarkan oleh setiap sekolah, sehingga
secara sadar dan bertanggung jawab masyarakat dan khususnya
orangtua dapat

membuat keputusan dan pilihan yang tepat dalam

kaitannya dengan pendidikan anaknya sesuai kebutuhan dan


kemampuannya.
(5) Praktisi
Menambah

pengetahuan

dan

pengalaman

peneliti

dalam

pengembangan ilmu manajemen pendidikan, pemahaman tentang


akreditasi khususnya yang menyangkut akreditasi sekolah.
(6) Bagi Pemerintah
Dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun
kebijakan peningkatan mutu pendidikan nasional

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2007. Standar Kompetensi Kepala Sekolah. Yogyakarta:


Pustaka Yustisia.
Balnadi Sutadiputra. 2003. Kompelensi Guru dan Kesehatan Mental.
Bandung: Angkasa.
Brian Tracy. 2006. Manajer Sukses. Jakarta: Pustaka Delapratasa.
Bruce W. Tuckman. 1978. Conducting Educational Research, second
edition. San Diego: Harcoun Brace Jovanovich, Publishers.

248

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

Dedi Supriadi. 2006. Satuan Biaya Pendidikan Dasar dan Menengah.


Bandung: Rosda.

Ditjen Dikdasmen Depdiknas. 2002. Perubahan Pola Manajemen


Pendidikan. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Fattah, Nanang. 1996. Landasan Manajemen Pendidikan. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Gibson, James L 1983. Organisasi dan Manajemen. Terjemahan
Djorban wachid. Jakarta: Eriangga.
John M. Bryson. 1995. Strategic Planning for Public and Nonprofit
Organitation. San Francisco: Jossey-Bass Publishers.
Koontz, H. 1996. Manajemen (terjemahan Antarikso). Jakarta :
Erlangga
Majalah Media Nomor 05/TH XXXVI/Juli 2006.
Maxwell C John. 2001. Mengembangkan Kepemimpinan. Jakarta:
Mitra Media.

Muchlas Samani. 2006. Mengenal Sertiftkasi Guru di Indonesia.


Surabaya: SIC dan Asosiasi Peneliti Pendidikan Indonesia.
Mulyasa, E. 2003. Menjadi Kepala Sekolah Profesional. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.

249

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

Nana Sudjana. 1999. Tuntunan Penyusunan Karya Ilmiah. Bandung:


Sinar Baru Algensinda.
Nurul Zuriah. 2006. Melodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan
Teori. Jakarta: Bumi Aksara.
Pakpahan J. 1997. Pengembangan Sekolah Seutuhnya. Bandung:
PPPGT.
Pakpahan J. 1999. Sumber Daya Unit Produksi. Jakarta: PT.Balai
Pustaka.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor: 12
Tahun 2007 tentang Standar Kompetensi Kepala Sekolah:
Jakarta. Direktorat Jenderal Manajemen.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 16
Tahun 2007 tentang Kualifikasi dan Standar Kompetensi Guru.
Jakarta: Direktorat Jenderal Manajemen.

250

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

KONTRIBUSI KECERDASAN LOGIS MATEMATIS,


KECERDASAN EMOSIONAL DAN MOTIVASI BELAJAR
MATEMATIKA TERHADAP HASIL BELAJAR MAHASISWA
SEMESTER I JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FPMIPA IKIP PGRI BALI
1

I Gusti Agung Ngurah Trisna Jayantikan, S.Pd, M.Pd., 2Edy


Hermawan, S.Pd., S.Kom.
Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA IKIP PGRI Bali
E-mail: agungtrisna68@gmail.com

ABSTRACT
The main purpose of this research was to find out the
contribution logical-mathematical intellegence, emotional intellegence
and mathematical learning motivation toward mathematical result. The
population of this research was the students in first semester of
mathematics education department FMIPA IKIP PGRI Bali which
found 80 students as sample. The sample was determined by simple
random sampling technique. Data was collected by logicalmathematical intellegence test, emotional intellegence questionnaire
and mathematical learning motivation questionnaire, especially for
mathematical result data was collected by using the studentss quiz
result in pengantar dasar matematika subject. Data was analyzed by
path analysis. The result indicate that (1) the direct contribution logicalmathematical intellegence toward mathematical result is 20,43% and
indirect contribution is 1,45%, so the total contribution logicalmathematical toward mathematical result is 21,88%, (2) the direct
contribution emotinal intellegence toward mathematical result is 36%
and indirect contribution is 7,19%, so the total contribution logicalmathematical toward mathematical result is 43,19%, (3) the
contribution mathematical learning motivation toward mathematical
result is 14,59%, (4) the simultan contribution logical mathematical
intellegence, emotional intellegence and mathematical learning
motivation toward mathematical result by 91% and the rest 9% was
determined by other variable.
Key words: logical-mathematical intellegence, emotional intellegence,
mathematical learning motivation and mathematical result
251

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

PENDAHULUAN
Pergeseran paradigma saat ini menuntut adanya perubahan
dalam proses pembelajaran. Pembelajaran sebelumnya yang
menitikberatkan pada penyampaian materi dari pendidik ke peserta
didik kini bergeser ke arah partisipasi aktif dari peserta didik. Beberapa
usaha sudah dilakukan untuk mengakomodasi pergeseran paradigma
ini, namun usaha-usaha tersebut masih menitikberatkan faktor-faktor
eksternal, misalnya fasilitas kampus ataupun perubahan kurikulum. Di
lain pihak, faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa tidak
hanya berasal dari luar diri siswa (eksternal) melainkan juga
dipengaruhui oleh faktor internal. Menurut Clark (dalam Sudjana,
2000) menyatakan bahwa tingkat prestasi belajar siswa lebih
dipengaruhi oleh faktor internal dari diri siswa sendiri dibandingkan
faktor eksternal, dimana 70% prestasi belajar siswa dipengaruhi oleh
diri siswa sendiri dan 30% dipengaruhi oleh lingkungan sekitar siswa.
Faktor internal yang mempengaruhi prestasi belajar siswa meliputi:
bakat, motivasi, kecerdasan, minat serta kondisi fisik dan psikis siswa.
Dalam penelitian ini selanjutnya akan diteliti tentang kecerdasan logis
matematis, kecerdasan emosional dan motivasi belajar.
Kecerdasan dalam hal ini tidak hanya terkait dengan
kemampuan kognitif mahasiswa, namun juga terkait dengan
kemampuan psikomotorik serta kemampuan afektif siswa. Namun
masih banyak ditemukan pandangan tradisional yang memandang
bahwa kecerdasan hanya terkait dengan kemampuan akademik. Yang
artinya bahwa keberhasilan seseorang hanya ditentukan oleh
kemampuan akademik. Bertolak dari ketidaksetujuan akan pandangan
ini Gardner melakukan penelitian untuk membuktikan bahwa seseorang
memiliki lebih dari satu kemampuan untuk dikembangkan. Berdasarkan
hal ini dapat dikatakan bahwa tidak ada mahasiswa yang bodoh, yang
ada adalah mahasiswa yang menonjol dalam satu atau berbagai bidang.
Gardner berpendapat bahwa kecerdasan yang seperti didefinisikan
secara tradisional tidak cukup meliputi kemampuan seseorang yang
tampak, dengan kata lain hal ini tidak mampu menginterpretasikan
kemampuan seseorang secara utuh. Selanjutnya Gardner merumuskan
delapan jenis kecerdasan yang salah satunya adalah kecerdasan logis
matematis (logical-mathematic intellegence). Secara teoritis,
kecerdasan logis matematis didefinisikan sebagai kapasitas seseorang
untuk berpikir secara logis dalam memecahkan kasus atau

252

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

permasalahan dan melakukan perhitungan matematis. Secara jelas


Gardner (1999) mengungkapkan logical-mathematical intellegence
involves the capacity to analyze problem logically, carry out
mathematical operations, and investigate issues scientifically. Yang
berarti bahwa kecerdasan logis matematis terkait dengan kapasitas
seseorang untuk menganalisis suatu masalah secara logis, memecahkan
operasi matematis serta meneliti suatu masalah secara ilmiah.
Kecerdasan lain yang merupakan faktor internal yang
mempengaruhi hasil belajar siswa adalah kecerdasan emosional.
Salovely dan Mayer (dalam Goleman, 2004) mendefinisikan
kecerdasan emosional sebagai suatu kemampuan untuk memantau dan
mengendalikan perasan sendiri maupun orang lain, serta menggunakan
perasaan tersebut untuk memandu pikiran dan tindakan. Setiap individu
pastilah memiliki emosi. Emosi menurut Goleman (2004) adalah
dorongan untuk bertindak, rencana seketika untuk mengatasi masalah
yang yang telah ditanamkan secara berangsur-angsur oleh evolusi.
Dorongan ini selanjutnya merangsang individu untuk melakukan
tindakan tertentu. Dorongan untuk bertindak dapat didefinisikan
sebagai motivasi. Motivasi seorang siswa untuk belajar serta berusaha
untuk memahami suatu konsep disebut motivasi belajar.
Sampai saat ini belum terdapat penelitian yang mengkaji
tentang kontribusi ketiga variabel di atas terhadap hasil belajar
matematika, selain itu hasil penelitian ini nantinya akan sangat berguna
khususnya di bidang psikologi pendidikan. Selain itu juga dapat sebagai
masukan bagi dosen pengampu mata kuliah dalam menentukan metode
maupun model yang tepat untuk diterapkan dalam pembelajarannya.
Pemilihan mahasiswa semester I jurusan Pendidikan Matematika
FPMIPA IKIP PGRI BALI sebagai populasi penelitian didasarkan atas
alasan keterjangkauan dan keterlaksanaan penelitian karena peneliti
sendiri adalah dosen pengajar di jurusan Pendidikan Matematika
FPMIPA IKIP PGRI BALI.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk (1) Untuk menganalisis
dan mendeskripsikan kontribusi kecerdasan logis matematis terhadap
hasil belajar matematika siswa, (2) Untuk mengganalisis dan
mendeskripsikan kontribusi kecerdasan emosional terhadap hasil
belajar matematika siswa, (3) Untuk menganalisis dan mendeskripsikan
kontribusi motivasi belajar terhadap hasil belajar matematika siswa, (4)
Untuk menganalisis dan mendeskripsikan kontribusi kecerdasan logis

253

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

matematis, kecerdasan emosional dan motivasi belajar terhadap hasil


belajar matematika siswa.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian ex-post facto. Rancangan
penelitian ex-post facto adalah rancangan penelitian untuk meneliti
gejala yang sudah terjadi. Pendekatan yang digunakan adalah
pendekatan kuantitatif ditandai dengan adanya analisis statistik dengan
deskriptif korelasional. Teknik deskriptif digunakan untuk
mengungkapkan respon subyek sehingga dapat memberikan gambaran
fakta yang sistematis. Teknik korelasional ini digunakan untuk
menunjukkan derajat hubungan antara variabel kecerdasan logis
matematis, kecerdasan emosional, motivasi belajar matematika dan
hasil belajar mahasiswa.
Pengujian hipotesis dilakukan dengan analisis korelasi,
analisis regresi dan analisis jalur. Analisis korelasi dilakukan untuk
menentukan hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat.
Analisis regresi dilakukan untuk mengetahui kontribusi antar variabel.
Analisis jalur dilakukan untuk menguji besarnya kontribusi yang
ditunjukkan oleh koefisien jalur pada setiap diagram jalur dari
hubungan kausal antara variabel kecerdasan logis matematis,
kecerdasan emosional, motivasi belajar matematika serta hasil belajar.
Kesesuaian model kausal yang diusulkan diuji dengan uji kesesuaian
model untuk menguji apakah model yang diusulkan sesuai atau tidak.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data tentang
kecerdasan logis matematis, kecerdasan emosional, motivasi belajar
matematika dan hasil belajar.
Ringkasan hasil perhitungan data kecerdasan logis matematis,
kecerdasan emosional, motivasi belajar matematika dan hasil belajar
tersaji pada tabel berikut.

254

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

Tabel 1. Ringkasan Hasil Perhitungan Data Penelitian


Descriptive Statistics
N

Range

Minim
um

Maxim
um

Sum

Mea
n

Std.
Deviati
on

Varian
ce

x1

80

36,00

56,00

92,00

6010
,00

75,1
250

8,4003
8

70,56
6

x2

80

38,00

68,00

106,00

7036
,00

87,9
500

9,0398
6

81,71
9

x3

80

38,00

72,00

110,00

7326
,00

91,5
750

9,3087
3

86,65
3

80

38,00

54,00

92,00

5878
,00

73,4
750

9,1055
3

82,91
1

Valid N
(listwis
e)

80

Hasil uji hipotesis dalam penelitian ini menunjukkan bahwa:


pertama, dari hasil analisis jalur didapatkan Yx1 = 0,452, uji
signifikansi terhadap koefisien jalur Yx1 menggunakan uji t dengan
kriteria: jika sig < 0,05 maka H0 ditolak dan Ha diterima yang artinya
signifikan, sebaliknya jika sig > 0,05 maka H0 diterima dan Ha ditolak
yang artinya tidak signifikan. Dari tabel coefficient diperoleh nilai t
sebesar 5,576 dengan sig. = 0,000. Dapat dilihat bahwa nilai sig < 0,05
sehingga H0 ditolak dan Ha diterima yang artinya signifikan. Besarnya
kontribusi langsung kecerdasan logis matematis terhadap hasil belajar
sebesar 20,43%, dimana kontribusi kecerdasan logis matematis
terhadap hasil belajar secara tidak langsung melalui motivasi belajar
matematika sebesar 1,45%, sehingga kontribusi total kecerdasan logis
matematis terhadap hasil belajar adalah sebesar 21,88%.

255

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

Dari hasil ini menunjukkan kecenderungan bahwa Mahasiswa


yang memiliki kemampuan analisis yang baik serta mampu
memecahkan masalah matematika yang bersifat abstrak tidak akan
mengalami kesulitan dalam proses pembelajaran karena konsep
matematika memuat hal-hal yang bersifat abstrak. Harapannya
mahasiswa mampu menguasai konsep yang diajarkan, yang nantinya
akan bermuara pada hasil belajar yang baik.
Berdasarkan hasil uji statistik dan pemaparan secara teoritis,
dapat disimpulkan bahwa terdapat kontribusi yang signifikan
kecerdasan logis matematis terhadap hasil belajar, yaitu sebesar
21,88%.
Kedua, dari hasil analisis jalur didapatkan Yx2 = 0,600, uji
signifikansi terhadap koefisien jalur Yx2 menggunakan uji t dengan
kriteria: jika sig < 0,05 maka H0 ditolak dan Ha diterima yang artinya
signifikan, sebaliknya jika sig > 0,05 maka H0 diterima dan Ha ditolak
yang artinya tidak signifikan. Dari tabel coefficient diperoleh nilai t
sebesar 8,086 dengan sig. = 0,000. Dapat dilihat bahwa nilai sig < 0,05
sehingga H0 ditolak dan Ha diterima yang artinya signifikan. Besarnya
kontribusi langsung kecerdasan emosional terhadap hasil belajar
sebesar 36%, dimana besarnya kontribusi tidak langsung kecerdasan
emosional terhadap hasil belajar sebesar 7,19%. Kontribusi total
kecerdasan emosional terhadap hasil belajar sebesar 43,19%.
Emosi memiliki pengaruh besar terhadap kualitas maupun
kuantitas belajar seorang peserta didik (Meier, 2002). Menurut teori
otak Triune (dalam Khodijah, 2014), otak manusia terdiri dari tiga serta
pemanfaatan seluruh bagian otak dapat membuat belajar lebih cepat,
lebih menarik dan lebih efektif. Dari ketiga bagian otak tersebut, bagian
otak yang memainkan peranan dalam belajar adalah neokorteks, sedang
bagian otak yang memainkan peranan dalam emosi adalah sistem
limbik. Jika siswa mengalami emosi positif, maka sel-sel saraf
mengirimkan rangsangan ke neokorteks yang memungkinkan
terjadinya proses belajar yang baik, sebaliknya jika peserta didik
mengalami emosi negatif maka sel-sel saraf mengirimkan rangsangan
yang memungkinkan peserta didik mempertahankan emosi negatif yang
berakibat proses belajar berjalan lamban atau bahkan tidak berjalan
sama sekali.

256

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

Berdasarkan uji statistik dan pemaparan teoritis, dapat


disimpulkan bahwa terdapat kontribusi yang signifikan kecerdasan
emosional terhadap hasil belajar.
Ketiga, dari hasil analisis jalur didapatkan Yx3 = 0,382, uji
signifikansi terhadap koefisien jalur Yx3 menggunakan uji t dengan
kriteria: jika sig < 0,05 maka H0 ditolak dan Ha diterima yang artinya
signifikan, sebaliknya jika sig > 0,05 maka H0 diterima dan Ha ditolak
yang artinya tidak signifikan. Dari tabel coefficient diperoleh nilai t
sebesar 4,379 dengan sig. = 0,000. Dapat dilihat bahwa nilai sig < 0,05
sehingga H0 ditolak dan Ha diterima yang artinya signifikan. Kontribusi
motivasi belajar matematika terhadap hasil belajar sebesar 14,59%. Hal
ini menunjukkan bahwa motivasi belajar matematika merupakan faktor
internal yang mempengaruhi hasil belajar mahasiswa, sehingga salah
satu upaya untuk meningkatkan hasil belajar mahasiswa adalah dengan
mengembangkan motivasi belajar matematika.
Keempat, hasil uji korelasi untuk menentukan besarnya
hubungan kecerdasan logis matematis, kecerdasan emosional dan
motivasi belajar matematika secara simultan terhadap hasil belajar.
Dari tabel model summary, terlihat bahwa korelasi RX1X2X3Y = 0,954
dan koefisien determinasi R2X1X2X3Y = 0,910. Koefisien korelasi
tersebut signifikan karena dari uji dua sisi (2-tailed) diperoleh nilai sig.
= 0,000 < 0,05 dan uji F diperoleh koefisien F sebesar 257,269 dengan
nilai sig. = 0,000. Nilai signifikan yang diperoleh kurang dari 0,05
sehingga dapat disimpulkan bahwa kecerdasan logis matematis,
kecerdasan emosional dan motivasi belajar matematika berkontribusi
secara simultan dan signifikan sebesar R2X1X2X3Y x 100% = 0,910 x
100% = 91,0% terhadap hasil belajar.
Uji signifikansi koefisien jalur secara simultan ditunjukkan oleh
tabel Anova. Dari tabel tersebut diperoleh nilai F sebesar 257,269
dengan nilai sig. = 0,000. Karena sig. < 0,05 maka H0 ditolak dan Ha
diterima artinya kecerdasan logis matematis, kecerdasan emosional dan
motivasi belajar matematika berkontribusi secara simultan dan
signifikansi terhadap hasil belajar. Jadi dapat disimpulkan bahwa
kecerdasan logis matematis, kecerdasan emosional dan motivasi belajar
matematika berkontribusi secara simultan dan signifikan terhadap hasil
belajar sebesar 91,0%.
Berdasarkan hasil analisis jalur yang terlihat pada tabel
coefficient masing-masing diperoleh nilai: YX1= 0,452 (t = 5,576

257

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

dengan sig. = 0,000), YX2= 0,600 (t = 8,086 dengan sig. = 0,000), YX2
= 0,382 (t = 4,379 dengan sig. = 0,000). Besarnya koefisien determinasi
X1, X2 dan X3 secara simultan terhadap Y sebesar R2X1X2X3Y = 0,910
dan
koefisien
residu

Y 1 - R 2 X1X2X3Y 1 0,910 0,09 0,300 . Hasil perhitungan


koefisien jalur tersaji pada tabel coefficients pada lampiran.Dari
perhitungan koefisien jalur diperoleh persamaan struktural sebagai
berikut. Y =YX1X1 + YX2X2 + YX3X3 +Y = 0,452X1 + 0,600X2 +
0,382X3 +0,300 .
PENUTUP
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis dan pembahasan maka
dapt ditarik kesimpulan sebagai berikut.
Pertama, besarnya koefisien jalur dan koefisien korelasi
kecerdasan logis matematis terhadap hasil belajar berturut-turut sebesar
0,452 dan 0,617. Besarnya kontribusi langsung kecerdasan logis
matematis terhadap hasil belajar sebesar 20,43%, dimana kontribusi
kecerdasan logis matematis terhadap hasil belajar secara tidak langsung
melalui motivasi belajar matematika sebesar 1,45%, sehingga
kontribusi total kecerdasan logis matematis terhadap hasil belajar
adalah sebesar 21,88%. Temuan ini menunjukkan bahwa kecerdasan
logis matematis merupakan faktor internal mempengaruhi hasil belajar
mahasiswa, sehingga untuk meningkatkan hasil belajar mahasiswa
dapat dilakukan dengan meningkatkan kecerdasan logis matematis.
Kedua, besarnya koefisien jalur dan koefisien korelasi
kecerdasann emosional terhadap hasil belajar berturut-turut sebesar
0,600 dan 0,937. Besarnya kontribusi langsung kecerdasan emosional
terhadap hasil belajar sebesar 36%, dimana besarnya kontribusi tidak
langsung kecerdasan emosional terhadap hasil belajar sebesar 7,19%.
Kontribusi total kecerdasan emosional terhadap hasil belajar sebesar
43,19%. Temuan ini menunjukkan bahwa kecerdasan emosional
merupakan faktot internal yang memiliki kontribusi cukup besar
terhadap hasil belajar, sehingga salah satu cara untuk meningkatkan
hasil belajar mahasiswa adalah dengan mengembangkan kecerdasan
emosional mahasiswa.
Ketiga, besarnya koefisien jalur dan koefisien korelasi motivasi
belajar matematika berturut-turut adalah 0,382 dan 0,911. Kontribusi
motivasi belajar matematika terhadap hasil belajar sebesar 14,59%. Hal
258

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

ini menunjukkan bahwa motivasi belajar matematika merupakan faktor


internal yang mempengaruhi hasil belajar mahasiswa, sehingga salah
satu upaya untuk meningkatkan hasil belajar mahasiswa adalah dengan
mengembangkan motivasi belajar matematika.
Keempat, hasil ini menunjukkan bahwa kecerdasan logis
matematis, kecerdasan emosional dan motivasi belajar matematika
berkontribusi secara simultan dan signifikan terhadap hasil belajar
mahasiswa. Dari hasil analisis diperoleh koefisien korelasi sebesar
0,954 yang artinya terdapat hubungan yang sangat kuat dan koefisien
determinasi diperoleh sebesar 0,910 yang artinya kontribusi kecerdasan
logis matematis, kecerdasan emosional dan motivasi belajar
matematika terhadap hasil belajar mahasiswa sebesar 91,0% dan
sisanya 9% ditentukan oleh variabel lain yang tidak diteliti. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa kecerdasan logis matematis,
kecerdasan emosional dan motivasi belajar matematika merupakan
faktor penting yang menentukan hasil belajar mahasiswa, sehingga
untuk meningkatkan hasil belajar mahasiswa dapat dilakukan dengan
mengembangkan kecerdasan logis matematis, kecerdasan emosional
dan motivasi belajar matematika mahasiswa.
Berdasarkan simpulan penelitian yang telah dipaparkan, maka
dapat diajukan beberapa saran guna meningkatkan kualitas
pembelajaran matematika sebagai berikut.
Kepada mahasiswa, Mahasiswa diharapkan semakin sadar
bahwa setiap aspek kecerdasan yang mereka miliki mempengaruhi cara
belajar mereka. Mahasiswa akan cenderung kesulitan dalam belajar
dengan cara yang tidak sesuai dengan kecerdasannya. Oleh karena itu,
mahasiswa cenderung cepat paham jika dibelajarkan atau belajar
dengan cara yang tepat. Untuk mencapai hasil belajar yang maksimal
bergantung dari tingkat pemahaman mahasiswa terhadap suatu konsep,
sehingga tidaklah salah jika pencapaian hasil belajar yang maksimal
ditentukan oleh cara belajar yang tepat.
Kepada peneliti lainnya, Penelitian ini telah dilakukan dengan
maksimal dengan hasil yang maksimal pula, namun peneliti menyadari
masih terdapat kekurangan sehingga perlu dilakukan penelitian lebih
lanjut. Adapun beberapa hal yang dipandang kurang dalam penelitian
ini adalah (1) Model hubungan kausal kecerdasan logis matematis,
kecerdasan emosional dan motivasi belajar matematika terhadap hasil
belajar yang telah diusulkan peneliti bukanlah model yang terbaik. Oleh

259

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

karena itu, peneliti lain yang berminat untuk meneliti kembali


diharapkan mampu mengembangkan model hubungan kausal
kecerdasan logis matematis, kecerdasan emosional dan motivasi belajar
matematika terhadap hasil belajar, (2) Penelitian ini dilaksanakan hanya
terbatas pada mahasiswa semester I jurusan Pendidikan Matematika
Fakultas FPMIPA IKIP PGRI Bali, sehingga sangat diharapkan bagi
penulis lain yang berminat untuk melanjutkan penelitian ini untuk
populasi yang lain.
DAFTAR RUJUKAN
BSNP. 2006. Standar Isi Untuk Pendidikan Dasar dan Menengah.
Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional.
Candiasa, I.M.2010.Statistik Univariat dan Bivariat Disertai Aplikasi
SPSS.Singaraja: Unit Penerbitan Universitas Pendidikan
Ganesha
Gardner.1999.Intellegence Reframed: Multiple Intellegence for the 21st
Century. USA: Basic Books.
Goleman.2004.

Emotional

Intelligence

(Kecerdasan

Emosional,

Mengapa EI Lebih Penting Daripada IQ). Jakarta: PT.


Gramedia Pustaka Utama
Harahap, Mega Erita.2014.Pengaruh Motivasi Belajar Terhadap
Kreativitas Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Ekonomi di
Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Siakhulu Kabupaten
Kampar. Skripsi. Pekanbaru: Universitas Islam Negeri Sultan
Syarif Kasim Riau
Meier, D.2002.The Accelerated Learning Handbook. Bandung: Kaifa.

260

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

Muhibbin, Syah.2011.Psikologi Belajar. Jakarta: Raja Grafindo


Persada
Puja Astawa, I W.2011.Kontribusi Keterampilan Algoritmik dan
Keterampilan

Metakognitif

serta

Apresiasi

Matematika

Terhadap Prestasi Belajar Matematika Siswa SMK di


Kabupaten Karangasem. Tesis.Singaraja:Undiksha
Puspadewi, K. R. 2012. Pengaruh Model Pembelajaran IKRAR
Berorientasi Kearifan Lokal dan Kecerdasan Logis Matematis
terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika (Studi
Kasus

pada

siswa

kelas

SD

No

Banjar

Jawa).Tesis.Singaraja:undiksha
Sardiman, A M.2011. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar.
Jakarta: Raja Grafindo Persada
Slameto.2011.Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya.
Jakarta: Rineka Cipta
Sudjana.2000.Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar
Baru Algesindo.
Susanto, E.(2009).Siswa dan Matematika.Surabaya:Rineka Cipta
Trisna, J.2013.Kontribusi Bakat Numerik, Kecerdasan Spasial dan
Kecerdasan Logis Matematis Terhadap Prestasi Belajar
Matematika Siswa Kelas V SD Negeri di Kabupaten Buleleng.
Tesis.Singaraja:Undiksha

261

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

262

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

263

Nomor 19 Tahun XIII April 2016


ISSN 1907-3232

264

You might also like