Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
I.1
Latar Belakang
Penyakit Jantung Koroner (PJK) atau penyakit kardiovaskular saat ini
merupakan salah satu penyebab utama dan pertama kematian di negara maju dan
berkembang, termasuk Indonesia. Pada tahun 2010, secara global penyakit ini
akan menjadi penyebab kematian pertama di negara berkembang, menggantikan
kematian akibat infeksi. Diperkirakan bahwa diseluruh dunia, PJK pada tahun
2020 menjadi pembunuh pertama tersering yakni sebesar 36% dari seluruh
kematian. Di Indonesia dilaporkan PJK (yang dikelompokkan menjadi penyakit
sistem sirkulasi) merupakan penyebab utama dan pertama dari seluruh kematian,
yakni sebesar 26,4%.1
Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah salah satu manifestasi klinis
Penyakit Jantung Koroner (PJK) yang utama dan paling sering mengakibatkan
kematian. SKA, merupakan PJK yang progresif dan pada perjalanan penyakitnya,
sering terjadi perubahan secara tiba-tiba dari keadaan stabil menjadi keadaan tidak
stabil atau akut. Mekanisme terjadinya SKA adalah disebabkan oleh karena proses
pengurangan pasokan oksigen akut atau subakut dari miokard, yang dipicu oleh
adanya robekan plak aterosklerotik dan berkaitan dengan adanya proses inflamasi,
trombosis, vasokonstriksi dan mikroembolisasi.1
Berdasarkan
anamnesis,
pemeriksaan
fisik,
pemeriksaan
I.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis ingin mengetahui definisi,
Tujuan Penulisan
Memahami
definisi,
klasifikasi,
epidemiologi,
faktor
resiko,
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1
Definisi
Sindrom koroner akut adalah gabungan gejala klinik yang menandakan
iskemia miokard akut, yang terdiri dari infark miokard akut dengan elevasi
segmen ST (ST segment elevation myocardial infarction = STEMI), infark
miokard akut tanpa elevasi segmen ST (non ST segment elevation myocardial
infarction = NSTEMI), dan angina pectoris tidak stabil (unstable angina pectoris
= UAP). Ketiga kondisi tersebut berkaitan erat, hanya berbeda dalam derajat
beratnya iskemia dan luasnya jaringan miokardiaum yang mengalami nekrosis.3
UAP dan NSTEMI merupakan suatu kesinambungan dengan kemiripan
patofisiologi dan gambaran klinis. Perbedaan antara angina pectoris tidak stabil (UAP)
dengan infark miokard akut tanpa elevasi segmen ST (NSTEMI) adalah apakah iskemi
yang ditimbulkan cukup berat sehingga dapat menimbulkan kerusakan miokardium,
sehingga adanya marker kerusakan miokardium dapat diperiksa. Bila ditemukan
peningkatan enzim-enzim jantung, maka diagnosis adalah NSTEMI; sedangkan bila
enzim-enzim jantung tidak meninggi, maka diagnosis adalah UA.
Pada UAP dan NSTEMI, pembuluh darah terlibat tidak mengalami oklusi
total sehingga dibutuhkan stabilisasi plak untuk mencegah progresi, thrombosis
dan vasokonstriksi. Penentuan Troponin I/T adalah ciri paling sensitive dan
specifik untuk nekrosis miosit dan penentuan pathogenesis dan alur pengobatan.
UAP dan NSTEMI merupakan ACS yang ditandai oleh ketidakseimbangan
pasokan dan kebutuhan oksigen miokardium.
II.2
Klasifikasi
Berdasarkan
anamnesis,
pemeriksaan
fisik,
pemeriksaan
Epidemiologi
Penyakit jantung koroner terus-menerus menempati urutan pertama di
antara jenis penyakit jantung lainnya dan angka kesakitannya berkisar antara 3036%. Diagnosis NSTEMI lebih sulit untuk ditegakkan dibanding diagnosis
STEMI. Oleh karena itu perkiraan prevalensinya menjadi lebih sulit. Secara
keseluruhan, data menunjukkan bahwa kejadian NSTEMI dan UA tahunan lebih
tinggi daripada STEMI. Perbandingan antara SKA dan NSTEMI telah berubah
seiring waktu, karena laju peningkatan NSTEMI dan UA relatif terhadap STEMI
tanpa penjelasan yang jelas mengenai perubahan ini. Perubahan dalam pola
kejadian NSTEMI dan UA mungkin dapat dihubungkan dengan perubahan dalam
manajemen serta upaya pencegahan penyakit jantung koroner selama 20 tahun
terakhir. Secara keseluruhan, dari berbagai penelitian, didapatkan bahwa kejadian
tahunan dari penerimaan rumah sakit untuk NSTEMI dan UA sekitar 3 per 1000
penduduk.2
II.4 Etiologi & Faktor Resiko
Sindroma koroner akut ditandai oleh adanya ketidakseimbangan antara
pasokan dengan kebutuhan oksigen miokard.
Etiologi SKA antara lain:
1. Penyempitan arteri koroner karena robek/pecahnya thrombus yang ada
pada plak aterosklerosis. Mikroemboli dari agregasi trombosit beserta
komponennya dari plak yang rupture mengakibatkan infark kecil di distal.
2. Obstruksi dinamik karena spasme fokal yang terus-menerus pada segmen
arteri koroner epikardium. Spasme ini disebabkan oleh hiperkontraktilitas
otot polos pembuluh darah dan/atau akibat disfungsi endotel.
3. Penyempitan yang hebat namun bukan karena spasme/thrombus terjadi
pada sejumlah pasien dengan aterosklerosis progresif atau dengan stenosis
ulang setelah intervensi koroner perkutan (PCI).
4. Inflamasi penyempitan arteri, destabilisasi plak, ruptur, trombogenesis.
Makrofag, limfosit T metalloproteinase penipisan dan ruptur plak
5. Keadaan/factor pencetus:
a. kebutuhan oksigen miokard demam, takikardi, tirotoksikosis
b. aliran darah koroner
c. pasokan oksigen miokard anemia, hipoksemia
Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi
1. Usia
Kerentanan yang serius jarang terjadi sebelum usia 40 tahun. Tetapi
hubungan
antara
usia
dan
timbulnya
penyakit
mungkin
hanya
kemungkinan
timbulnya
aterosklerosis
prematur.
dinding
arteri,
sedangkan
glikoprotein
tembakau
dapat
karena lipid tidak larut dalam plasma. Ikatan ini menghasilkan empat kelas
utama lipoprotein, yaitu; kilomikron, VLDL, LDL dan HDL. LDL paling
tinggi kadar kolesterolnya, sedangkan kilomikron dan VLDL kaya akan
trigliserida. Kadar protein tertinggi terdapat pada HDL.
Peningkatan kolesterol LDL dihubungkan dengan meningkatnya resiko
penyakit jantung koroner, sementara kadar HDL yang tinggi berperan
sebagai faktor pelindung penyakit jantung koroner, sebaliknya kadar HDL
yang rendah ternyata bersifat aterogenik.
3. Hipertensi
Peningkatan tekanan darah sistemik meningkatkan resistensi terhadap
pemompaan darah dari ventrikel kiri, akibatnya beban kerja jantung
bertambah.
menguatkan
Sebagai
akibatnya
kontraksi. Akan
terjadi
tetapi
hipertrofi
ventrikel
untuk
kemampuan
ventrikel
untuk
II.4
Patofisiologi
Patogenesis
Mekanisme umum terjadinya SKA adalah ruptur atau erosi lapisan fibrotik
dari plak ateroma arteri koronaria. Hal ini mengawali terjadinya agregasi dan
adhesi platelet, trombosis terlokalisir, vasokonstriksi, dan embolisasi trombus
distal. Keberadaan kandungan lipid yang banyak dan tipisnya lapisan fibrotik,
menyebabkan tingginya resiko ruptur plak arteri koronaria. Pembentukan trombus
dan terjadinya vasokonstriksi yang disebabkan pelepasan serotonin dan
tromboxan A2 oleh platelet mengakibatkan iskemik miokardium yang disebabkan
oleh penurunan aliran darah koroner.
Aterosklerosis adalah bentuk arteriosklerosis dimana terjadi penebalan dan
pengerasan dari dinding pembuluh darah yang disebabkan oleh akumulasi
makrofag yang berisi lemak sehingga menyebabkan terbentuknya lesi yang
disebut plak. Aterosklerosis bukan merupakan kelainan tunggal namun merupakan
proses patologi yang dapat mempengaruhi system vaskuler seluruh tubuh
sehingga dapat menyebabkan sindroma iskemik yang bervariasi dalam manifestasi
klinis dari tingkat keparahan. Hal tersebut merupakan penyebab utama penyakit
arteri koroner.
Oksidasi LDL merupakan langkah terpenting pada atherogenesis.
Inflamasi dengan
inflamasi yang
multiple, sekresi
macrophage-derived degradative enzyme dan apotosis sel pada tepi lesi. Ketika
rupture, terjadi adhesi platelet terhadap jaringan yang terpajan, inisiasi kaskade
pembekuan darah, dan pembentukan thrombus yang sangat cepat. Thrombus
tersebut dapat langsung menyumbat pembuluh darah sehingga terjadi iskemia dan
infark.
Atherosclerotic plaque with
a lipid-rich core and thin
fibrous cap
Shear forces, inflammation,
apoptosis, macrophagederived degradative enzymes
Rupture of plaque
Increased inflammation with
release of multiple cytokines,
platelet activation and
adherence, production of
thrombin and vasoconstrictors
Stable plaque
Stable angina
Trancient
ischemia
Unstable angina
Stunned myocytes
Hibernating myocytes
Myocardial remodeling
Sustained
ischemia
Myocardial
infarction
Myocardial
inflammation
and necrosis
rutur sebelumnya
mempunyai
penyempitan 50 % atau kurang, dan pada 97 % pasien dengan angina tak stabil
mempunyai penyempitan kurang dari 70 %.
Biasanya ruptur terjadi pada tepi plak yang berdekatan dengan intima yang
normal atau pada bahu dari timbunan lemak.Kadang-kadang keretakan timbul
pada dinding plak yang paling lemah karena adanya enzim protease yang
Ketika aliran darah koroner terganggu pada waktu tertentu, dapat terjadi
nekrosis sel miosit. Hal tersebut disebut infark miokard. Gangguan, progresivitas
plak, dan pembentukan klot lebih lanjut yang terjadi pada MI sama halnya seperti
yang terjadi pada sindrom koroner akut yang lainnya. Namun, pada MI
trombusnya lebih labil dan dapat menyumbat pembuluh darah dalam waktu yang
lebih lama, sehingga iskemia miokardial dapat berkembang menjadi nekrosis dan
kematian miosit.Jika thrombus lisis sebelum terjadinya nekrosis jaringan distal
yang komplet, infark yang terjadi hanya melibatkan miokardium yang berada
langsung di bawah endokardium (subendocardial MI).
Jika thrombus menyumbat pembuluh darah secara permanent, maka
infarknya dapat memanjang hingga epikardium sehingga menyebabkan disfungsi
jantung yang parah (transmural MI).Secara klinis, MI transmural harus
diidentifikasi, karena dapat menyebabkan komplikasi yang serius dan harus
mendapat terapi yang segera.
Jejas Selular
Sel jantung dapat bertahan terhadap iskemi hanya dalam waktu 20 menit
sebelum mengalami kematian. Perubahan EKG hanya terlihat pada 30-60 detik
setelah hipoksia.Bahkan jika telah terjadi perubahan metabolisme yang non
fungsional, sel miosit tetap viable jika darah kembali dalam 20 menit.Penelitian
menunjukkan bawa sel miosit dapat beradaptasi terhadap perubahan suplai
oksigen. Proses tersebut dinamakan ischemic preconditioning. Setelah 8-10 detik
penurunan aliran darah, miokardium yang terlibat menjadi sianotik dan lebih
dingin.
Glikolisis anaerob yang terjadi hanya dapat mensuplai 65-70% dari
kebutuhan energi, karena diproduksi ATP yang lebih sedikit daripada metabolisme
aerob. Ion hydrogen dan asam laktat kemudian berakumulasi sehingga terjadi
asidosis, dimana sel miokardium sangat sensitif pada pH yang rendah dan
memiliki sistem buffer yang lemah.
Asidosis menyebabkan miokardium menjadi rentan terhadap kerusakan
lisosom yang mengakibatkan terganggunya fungsi kontraktilitas dan fungsi
konduksi jantung sehingga terjadi gagal jantung. Kekurangan oksigen juga
disertai gangguan elektrolit Na, K, dan Mg. secara normal miokardium berespon
terhadap kadar katekolamin (epinefrin dan norepinefrin/NE) yang bervariasi. Pada
Perubahan Jaringan
Tahapan
setelah
MI
6-12 jam
Pemulihan
Tidak
ada
Proses
18-24 jam
2-4 hari
inflamasi;
pelepasan
enzim
intraseluler
Tampak nekrosis; kuning-coklat Enzim
proteolitik
katekolamin,
dan
lipolisis,
glikogenolisis
meningkatkan
glukosa
miokard
dari
state
Area soft, dengan degenerasi Debris telah dibersihkan;
lemak
di
tengah,
daerah collagen
matrix
anaerobic
laid
berlanjut
tidak
elastis
menggantikan
miokardium yg nekrosis
Perubahan makroskopis pada daerah infark tidak akan terlihat dalam
beberapa jam. Walaupun dalam 30-60 detik terjadi perubahan EKG. Miokardium
yang infark dikelilingi oleh zona jejas hiposia yang dapat berkembang menjadi
nekrosis, kemudian terjadi remodeling atau menjadi normal kembali. Jaringan
jantung yang dikelilingi daerah infark juga mengalami perubahan yang dapat
dikategorikan ke dalam:
1. Myocardial stunning, yaitu kehilangan sementara fungsi kontraktilitas yang
berlangsung selama beberapa jam beberapa hari setelah perfusi kembali
normal.
2. Hibernating myocardium, yaitu jaringan yang mengalami iskemi persisten dan
telah mengalami adaptasi metabolik.
Manifestasi Klinis
Keluhan angina tipikal berupa rasa tertekan/berat daerah retrosternal,
menjalar ke lengan kiri, leher, rahang, area interskapular, bahu, atau epigastrium.
Keluhan ini dapat berlangsung intermiten/beberapa menit atau persisten (>20
menit). Keluhan angina tipikal sering disertai keluhan penyerta seperti diaforesis,
mual/muntah, nyeri abdominal, sesak napas, dan sinkop. 2
Angina bisa rasanya dari nyeri ringan sampai ke paling nyeri dan timbul
keringatan dingin dan perasaan cemas. Kadang kala akan berserta dengan sesak
nafas.
demensia. Walaupun keluhan angina atipikal dapat muncul saat istirahat, keluhan
ini patut dicurigai sebagai angina ekuivalen jika berhubungan dengan aktivitas,
terutama pada pasien dengan riwayat penyakit jantung koroner (PJK). 2
II.6
Diagnosis
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan Fisik
3. Laboratium
4. Foto Dada
5. Pemeriksaan Jantung Non Invasif
- EKG istirehat
- Uji Latihan Jasmani (treadmill)
- Uji latih Jasmani Kombinasi Pencitraan:
- Uji Latih Ekokardiagrafi (Stress Eko)
- Uji Latih Jasmani Scintigrafi Perfusi Miokard
- Uji Latih Jasmani Farmakologik Kombinasi Teknik Imaging
- Ekokardiografi Istirehat
- Monitoring EKG ambulatory
- Teknik non invasif penentuan klasifikasi koroner dan anatomi koroner :
- computed tomography
-Magnetic resonance arteriography
6. Pemerikasaan invasive menentukan anatomi koroner
- arteriografi koroner
- ultrasound intravascular (IVUS)
Setiap pasien dengan nyeri dada perlu dilakukan anamnesis yang teliti,
penentuan faktor risiko, pemeriksaan jasmani dan EKG. Pada pasien dengan
gejala angina pectoris ringan,cukup dilakukan pemeriksaan non-invasif. Bila
pasien dengan keluhan yang berat dan kemungkinan diperlukan tindakan
revaskularisasi, maka tindakan angiografi sudah merupakan indikasi.
Pada keadaan yang meragukan dapat melakukan Treadmill test. Treadmill
test lebih sensitive dan specific dibandingkan dengan EKG isitrahat dan
merupakan tes pilihan untuk mendeteksi pasien yang kemungkinan Angina
Pectoris dan pemeriksaan ini sarannya yang mudah dan biayanya terjangkau.
Pemeriksaan alternatif lain yang dapat dilakukan adalah ekokardiografi
dan teknik non invasive penentuan kalsifikasi koroner dan anatomi koroner,
anamnesis
kita
harus
menanyakan
beberapa
soalan
yang
pasien
punya
riwayat
hipertensi,
diabetes
mellitus,
dislipidemia?
l. Dalam keluarga ada yang mempunyai riwayat penyakit jantung?
Stroke? Mati mendadak?
Diagnosis SKA menjadi lebih kuat jika keluhan tersebut ditemukan pada
pasien dengan karakteristik sebagai berikut :
1. Pria
2. Diketahui mempunyai penyakit aterosklerosis non koroner (penyakit
arteri perifer / karotis)
3.
diabetes mellitus, riwayat PJK dini dalam keluarga, yang diklasifikasi atas
risiko tinggi, risiko sedang, risiko rendah menurut NCEP (National
Cholesterol Education Program)2
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mengidentifikasi faktor pencetus
iskemia, komplikasi iskemia, penyakit penyerta dan menyingkirkan diagnosis
banding. Regurgitasi katup mitral akut, suara jantung tiga (S3), ronkhi basah halus
dan hipotensi hendaknya selalu diperiksa untuk mengidentifikasi komplikasi
iskemia. Ditemukannya tanda-tanda regurgitasi katup mitral akut, hipotensi,
diaphoresis, ronkhi basah halus atau edema
terhadap SKA. 2
Dari pemeriksaan fisik, kita harus mempunyai tanda-tanda yang harus kita
curiga ke arah ACS. Tanda tanda seperti berikut :
1. Tachycardia > 100x/min
2. Tachypnea >24/min.
3. Tampak Cemas
4. Tekanan Darah tinggi > 140/90 atau rendah <100/70.
5. Pulsasi arrhythmia.
6. Kedengaran murmur mungkin adalah komplikasi dari ACS.
Jika pemeriksaan EKG awal tidak menunjukkan kelainan (normal) atau
menunjukkan kelainan yang nondiagnostik sementara angina masih berlangsung,
maka pemeriksaan diulang 10-20 menit kemudian. Jika ulangan EKG tetap
menunjukkan gambaran nondiagnostik sementara keluhan angina sangat sugestif
SKA, maka pasien dipantau selama 12-24 jam. EKG diulang tiap 6 jam dan setiap
terjadi angina berulang.
Infark miokard dengan elevasi segmen ST akut (STEMI) merupakan
indikator kejadian oklusi total pembuluh darah arteri koroner. Diagnosis STEMI
ditegakkan jika terdapat keluhan angina pektoris akut disertai elevasi segmen ST
yang persisten di dua sadapan yang bersebelahan. Diagnosis NSTEMI dan angina
pektoris tidak stabil ditegakkan jika terdapat keluhan angina pektoris akut tanpa
elevasi segmen ST yang persisten di dua sadapan yang bersebelahan. Rekaman
EKG saat presentasi dapat berupa depresi segmen ST, inversi gelombang T,
gelombang T yang datar, gelombang T pseudo-normalisasi, atau bahkan tanpa
perubahan. 2
Sedangkan Angina Pektoris tidak stabil dan NSTEMI dibedakan
berdasarkan kejadian infark miokard yang ditandai dengan peningkatan marka
jantung. Marka jantung yang lazim digunakan adalah Troponin I/T atau CK-MB.
unit
yang
adalah kandidat
terapi reperfusi. Oleh karena itu pasien dengan EKG yang diagnostik untuk
STEMI dapat segera mendapat terapi reperfusi sebelum hasil pemeriksaan marka
jantung tersedia. 2
kardiak nonkoroner
terhadap terjadinya nekrosis miosit, kecuali pada keadaan disfungsi ginjal. Pada
keadaan ini, troponin I mempunyai spesifisitas yang lebih tinggi dari troponin T. 2
Dalam keadaan nekrosis miokard, pemeriksaan CK-MB atau troponin
I/T menunjukkan kadar yang normal dalam 4-6 jam setelah awitan SKA
pemeriksaan hendaknya diulang 8-12 jam setelah awitan angina. Jika awitan
SKA tidak dapat ditentukan dengan jelas, maka pemeriksaan hendaknya diulang
6-12 jam setelah pemeriksaan pertama. Kadar CK-MB yang meningkat dapat
dijumpai pada seseorang dengan kerusakan otot skeletal
(menyebabkan
spesifisitas lebih rendah) dengan waktu paruh yang singkat (48 jam). Mengingat
waktu paruh yang singkat, CK-MB lebih terpilih untuk mendiagnosis ekstensi
infark (infark berulang) maupun infark periprosedural. 2
Peningkatan nilai enzim di atas 2 kali nilai batas atas normal menunjukkan adanya
nekrosis jantung (infark miokard), Enzim jantung sebagai berikut :
CKMB: meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai
puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari. CKMB turut
3-4 hari.
Lactic Dehydrogenase (LDH): meningkat setelah 24-48 jam bila ada
infark miokard, mencapai puncak 3-6 hari dan kembali normal dalam 8-14
hari.
Definitif SKA adalah dengan gejala dan tanda :
Angina tipikal
EKG dengan gambaran elevasi yang diagnostik untuk STEMI, depresi
ST atau inversi T yang diagnostik sebagai keadaan iskemia miokard,
atau LBBB baru / persangkaan baru
Peningkatan marker jantung2
Tabel 2. Tingkat peluang SKA segmen ST non elevasi
Pemeriksaan laboratorium
Data laboratorium di samping marka jantung, yang harus dikumpulkan di
ruang gawat darurat adalah tes darah rutin, GDS, status elektrolit, koagulasi darah,
tes fungsi ginjal, dan panel lipid. Pemeriksaan laboratorium tidak boleh menunda
terapi SKA. 2
Pemeriksaan foto polos dada
Mengingat pasien tidak diperkenankan meninggalkan ruang gawat
darurat untuk tujuan pemeriksaan , maka foto polos dada harus dilakukan di ruang
gawat darurat denan alat portabel. Tujuan pemeriksaan adalah untuk membuat
diagnosis banding, identifikasi komplikasi dan penyakit penyerta torakal2
Pemeriksaan ekokardiografi transtorakal2
Pemeriksaan ekokardiografi transtorakal saat istirahat dapat memberikan
gambaran fungsi ventrikel kiri secara umum dan berguna untuk menentukan
diagnosis banding (stenosis aorta, kardiomiopati hipertrofik, atau diseksi aorta). 2
hingga menengah dan jika pemeriksaan troponin dan EKG tidak meyakinkan. 2
Angiografi koroner memberikan informasi mengenai keberadaan dan
tingkat keparahan PJK, sehingga dianjurkan segera dilakukan untuk tujuan
diagnostik pada pasien dengan resiko tinggi dan diagnosis banding yang tidak
jelas. 2
Penderita penyakit jantung koroner akan kita mengevaluasikan
risiko
mortalitas, ACS yang baru atau recurrent atau butuh revascularisasi yang darurat.
Setiap pasien datang dengan diagnosis ACS harus dilakukan score ini, namanya
TIMI Risk Score
Table: TIMI score di UA dan NSTEMI
Exercise test
Pemeriksaan EKG tidak memberikan data untuk diagnosis angina tak
stabil secara lansung. Tetapi bila tampak adanya gangguan faal ventrikel kiri,
adanya mitral insuffisiensi dan abnormalitas gerakan dinding reginal jantung,
menandakan prognosis kurang baik. Stress ekokardiografi juga dapat membantu
menegakkan adanya iskemi miokardium.
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan troponin T atau I dan pemeriksaan CK-MB telah diterima
sebagai petanda paling penting dalam diagnosis SKA. Menurut European Society
of Cardiology (ESC) dan ACC dianggap adanya mionekrosis bila troponin T atau
I positif dalam 24 jam. Troponin tetap positif sampai 2 minggu.Risiko kematian
bertambah dengan tingkat kenaikan troponin.
CKMB kurang spesifik karena juga ditemukan di otot skeletal, tapi
berguna untuk diagnosis infark akut dan akan meningkat dalam beberapa jam dan
kembali normal dalam 48jam.
Diagnosis dan Gambaran Klinis Infark Miokard Akut Tanpa Elevasi ST
(NSTEMI)
Nyeri dada dengan lokasi khas substernal atau kadangkala epigastrium
dengan ciri khas seperti diperas, diikat, perasaan terbakar, nyeri tumpul, rasa
penuh, berat atau tertekan, menjadi presentasi gejala yang sering ditemukan pada
NSTEMI. Analisis berdasarkan gambaran klinis menunjukkan mereka memiliki
gejala dengan onset baru angina berat / terakselerasi memiliki prognosis lebih baik
berbanding dengan memiliki nyeri pada waktu istirahat.Gejala tidak khas seperti
dispneu, mual, diaforesis, sinkop atau nyeri lengan, epigastrium, bahu atas, atau
leher juga terjadi dalam kelompok yang lebih besar terutama pasien lebih dari 65
tahun.
Elektrokardiogram (ECG)
Gambaran EKG, secara spesifik berupa deviasi segmen ST merupakan hal
penting yang menentukan risiko pada pasien. Pada Thrombolysis in Myocardial
Ischemia Trial (TIMI) III Registry, adanya depresi segmen ST baru sebanyak
0.05mV merupakan predictor outcome yang buruk.Outocme yang buruk
meningkat secara progresif dengan memberatnya depresi segmen ST dan baik
Sifat nyeri: rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat,
makan.
Gejala yang menyertai: mual muntah, sulit bernapas, keringat dingin,
cemas dan lemas.
II.7
Penatalaksanaan
Pasien yang sudah mempunyai tanda-tanda ACS, harus segera ditindak
(ii)
(iii)
3. suplemen oksigen dapat diberikan pada semua pasien SKA dalam 6 jam
pertama tanpa mempertimbangkan saturasi O2 arteri
4. Aspirin 160-320 mg diberikan segera pada semua pasien yang tidak
diketahui intoleransinya terhadap aspirin (Kelas I-A). Aspirin tidak
bersalut lebih terpilih mengingat absorpsi sublingual (di bawah lidah) yang
lebih cepat. 2
5. Penghambat reseptor ADP (adenosine diphosphate) 2
a. Dosis awal ticagrelor yang dianjurkan adalah 180 mg dilanjutkan
Anti Iskemia
1.1.
1.2
Nitrat.
Keuntungan terapi nitrat terletak pada efek dilatasi vena
yang
1.3
sedikit atau tanpa efek pada SA Node atau AV Node. Sebaliknya verapamil dan
diltiazem mempunyai efek terhadap SA Node dan AV Node yang menonjol dan
2.
Antiplatelet
Tabel 6. Jenis dan dosis antiplatelet untuk terapi IMA
3.
Antikogulan.
Terapi antikoagulan harus ditambahkan pada terapi antiplatelet secepat
4.
ACE Inhibitor
ACE Inhibitor berguna dalam mengurangi remodelling dan menurunkan
angka kematian penderita pasca infark miokard yang disertai gangguan fungsi
sistol jantung, dengan atau tanpa gagal jantung klinis. Inhibitor ACE diindikasikan
penggunaannya untuk jangka panjang, kecuali ada indikasi kontra, pada pasien
dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri 40% dan pasien dengan diabetes mellitus,
hipertensi, atau penyakit ginjal kronik (PGK). 2
Tabel 7. Jenis dan dosis inhibitor ACE untuk IMA
6.
Statin
Tanpa melihat nilai awal kolesterol LDL dan tanpa mempertimbangkan
modifikasi diet, statin harus diberikan pada semua penderita UAP / STEMI
termasuk mereka yang telah menjalani revaskularisasi jika tidak terdapat indikasi
kontra. Terapi statin dosis tinggi hendaknya dimulai sebelum pasien keluar rumah
sakit, dengan sasaran terapi untuk mencapai kadar kolesterol LDL < 100 mg/dl. 2
umum,
pasien
yang
memiliki
indikasi
untuk
dilakukan
membutuhkan waktu lebih dari 1,5 jam, reperfusi pilihan adalah fibrinolitik.
Setelah fibrinolitik selesai diberikan, jika memungkinkan pasien dapat dikirim ke
pusat dengan fasilitas IKP. Stenting lebih disarankan dibandingkan angioplasti
balon untuk IKP primer. 2
Bila pasien tidak memiliki kontraindikasi terhadap terapi antiplatelet
dual (dual antiplatelet therapy-DAPT) dan kemungkinan dapat patuh terhadap
pengobatan,
stents (BMS). 2
Farmakoterapi periprosedural
Pasien yang akan menjalani IKP primer sebaiknya mendapatkan terapi
antiplatelet ganda (DAPT) berupa aspirin dan penghambat reseptor ADP sesegera
mungkin sebelum angiografi. 2
Terapi fibrinolitik
Agen yang spesifik terhadap fibrin (tenekteplase, alteplase, reteplase)
lebih disarankan dibandingkan agen-agen yang tidak spesifik terhadap fibrin
(streptokinase). 2
Tabel 8.Kontraindikasi terapi fibrinolitik2,4
melakukan
setelah
fibrinolisis yang berhasil . Waktu optimal angiografi untuk pasien stabil setelah
lisis yang berhasil adalah 3-24 jam. 2
II.8
Komplikasi
Komplikasi STEMI :
a. Disfungsi ventrikular
Setelah STEMI, ventrikel kiri mengalami perubahan dalam bentuk,
ukuran dan ketebalan pada segmen yang mengalami infark dan non infark.
Proses ini disebut remodelling ventricular dan umumnya mendahului
segmen
non
infark,
mengakibatan
penipisan
yang
sepertiga
pasien
dengan
infark
posteroposterior
Prognosis
Mortalitas awal NSTEMI lebih rendah dibandingkan STEMI namun
jangka panjang,
risiko
PENCEGAHAN
Prioritas pencegahan terutama dilakukan pada pasien dengan penyakit
jantung koroner, penyakit arteri perifer dan ateroscklerosis cerebrovascular. Selain
itu, pasien yang tanpa gejala tapi mempunyai risiko tinggi karena banyak factor
risiko dan besarnya risiko dalam 10 tahun bakal dapat penyakit kardiovascular
yang fatal. Peningkatan salah satu komponen factor risiko seperti cholesterol >
320mg/dl, LDL >240 mg/dl, tekanan darah > 180/110mmhg dan pasien diabetes
tipe2 dan tipe 1 dengan mikroalbuminuria. Riwayat keluarga dekat pasien yang
mempunyai penyakit kardiovaskular aterosklerotik atau riwayat mati mendadak.
Semua yang diatas adalah factor factor risiko yang menyebabkan penyakit
jantung koroner.
ACC/AHA merekomendasikan petunjuk untuk untuk pencegahan penyakit
kardiovaskular yang ditentukan dari factor risiko yang ada dengan cara nonfarmakologi maupun farmakologi.
Panduan
pencegahan
primer
penyakit
kardiovaskular
dan
stroke
agak ACS itu tidak berulang lagi. Prevensi sekunder itu sangat diperlukan pada
individu yang pernah atau sudah terbukti menderita ACS, cenderung untuk
mendapat sakit jantung lagi, dan orang yang belum pernah sakit jantung tapi
mempunyai kemungkinanya yang besar.
Tabel :Intervensi Faktor risiko.
Faktor risiko dan Perubahan yang diharapkan
Merokok:
berhenti total. Tidak terpapar pada lingkungan perokok.
Kontrol tekanan darah :
Tujuan TD < 140/90 mmHg; <130/80 mmHg pada gangguan gingal atau gagal
jantung dan diabetes.
Diet :
Tujuan : mengkonsumsi makanan rendah garam dan perbanyak makan sayursayuran dan buah-buahan yang menyehatkan
Pemberian Aspirin :
Tujuan: Aspirin dosis rendah pada penderita dengan risiko tinggi
kardiovaskular
Pengaturan Lipid di Dalam tubuh:
tujuan : LDL C < 160 mg/dl jika factor risiko 1, LDL < 130 mg/dl jika
memiliki 2 faktor risiko dan risiko CHD 20%, atau LDL C < 100 mg/dl untuk
factor risiko 2 faktor risiko dimiliki dan memiliki 10% risiko CHD 20% atau
jika pasien juga terkena diabetes.
Aktivitas fisik :
Tujuan : aktivatas fisik minimal 30 menit atau aktivitas fisik dengan intensitas
sedang setiap hari dalam 1 minggu. Minimal 3-5x dalam seminggu
Pengaturan Berat Badan
Tujuan : mencapai dan mempertahankan berat (BMI 18.5 24.9 kg/m 2) Bila
BMI 25 kg/m2, lingkar pinggang 40 inci pada pria dan 35 inci pada wanita
Pengeloaan Diabetes
Tujuan : GDP (< 126 mg/dl), GDS (< 200 mg/dl) dan HBA1c (<10%)
BAB III
KESIMPULAN
ACS adalah penyakit yang gawat dan harus diidentifikasi dan ditangain
dengan cepat supaya komplikasi yang lebih parah tidak terjadi.Pada fase awal,
ACS itu masih reversible, tapi bila sudah fase lebih lama,infarktidak dapat
dikembali ke otot jantung yang normal.Otot jantung tidak dapat pulih dengan
sendirinya. Selain itu, faktor faktor resiko ACS seperti diabetes mellitus,
hipertensi, dislipidemia, obesitas, merokok dll dapat menyebabkan lapisan endotel
pembuluh darah koroner yang normal akan mengalami kerusakan sehingga
terbentuknya plak pada pembuluh darah koroner dan menyempitnya lumen arteri
koroner, dan mengurangi aliran darah/iskemia miokard. Bila plak aterosklerotik
mengalami rupture akan menyebabkan ACS. Walaupun cara cara diagnosis ACS
bermacam macam, setiap dokter harus mengetahui kemampuan dan
keterbatasan masing masing cara tersebut. Untuk membuat suatu diagnosis yang
menyeluruh tidak selalu membutuhkan semua pemeriksaan tersebut. Pada
penderita, uji latihan jasmani mungkin merupakan pemeriksaan yang sudah
mencukupi tetapi pada penderita lain mungkin diperlukan arterigrafi koroner
tanpa harus sebelumnya menjalani uji latihan jasmani.
Pengobatan ACS ada banyak cara, pengobatan farmakologis, tindakan
intervensi kardiologi dan pembedahan. Tetapi yang paling penting kita harus
evaluasi apa factor risiko yang ada pada penderita dan menghilangkan risiko itu.
Dengan cara modifikasi gaya hidup, mengatasi factor risiko/penyebab agar
progresi penyakit dapat dihambat dan rekurensi ACS diminimalisasikan. Tindakan
PCI maupun bedah pintas jantung (CABG) dikerjakan sesuai dengan indikasi
yang tepat.Dengan kemajuan yang pesat dalam bidang intervensi kardiologi,
sebagian kasus ACS yang dulunya harus dilakukan tindakan bedah jantung,
sekarang ini dapat diatasi dengan PCI.Saat ini tindakan PCI maupun primary PCI
sudah rutin dikerjakan. Pencegahan ACS penting sekali diperhatikan terutama
pada kelompok orang dengan risiko tinggi. Pemeriksaan factor risiko harus
dimulai sejak umur 20 tahun terutama bila ada riwayat keluarga dengan ACS.
Seluruh orang dewasa usia di atas 40 tahun harus mengetahui factor risiko dan
prediksi besarnya risiko ACS dalam 10 tahun dengan tujuan menurunkan factor
risiko sebesar-besarnya. Pasien diabetes atau risiko 10 tahun > 20% dianggap
sama pasien ACS.
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
B.E Backus, dkk. Risk Scores for Patients with Chest Pain: Evaluation in
the Emergency Department.
7.
8.
9.
10.
Kumar P and Clark M, 2006, Clinical Medicine 7th Edition, page 743
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.