You are on page 1of 160

1

TESIS

KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

NI LUH GEDE TRISNA DEWI

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2013

TESIS

KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

NI LUH GEDE TRISNA DEWI

NIM 1190161065

PROGRAM MAGISTER
PRORAM STUDI LINGUISTIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2013
i

KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

Tesis untuk Memeroleh Gelar Magister


Pada Program Magister, Program Studi Linguistik
Program Pascasarjana Universitas Udayana

NI LUH GEDE TRISNA DEWI


NIM 1190161065

PROGRAM MAGISTER
PRORAM STUDI LINGUISTIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2013
ii

Lembar Pengesahan
TESIS INI TELAH DISETUJUI
TANGGAL 16 DESEMBER 2013

Pembimbing I,

Pembimbing II,

Prof. Drs. Ketut Artawa, M.A., Ph.D.


NIP 19561024 1983031002

Dr. Made Sri Satyawati, S.S., M.Hum.


NIP 19710318 199403 2001

Mengetahui
Ketua Program Magister Linguistik
Program Pascasarjana
Universitas Udayana,

Direktur
Program Pascasarjana
Universitas Udayana,

Prof. Dr. I Nyoman Suparwa, M.Hum.


NIP 19620310 1985031005

Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp. S(K)


NIP 19590215 198510 2001

iii

Tesis Ini Telah Diuji pada


Tanggal 16 Desember 2013
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor
Universitas Udayana, No.: 3407/UN14.4/HK/2013 Tanggal 16 Desember
2013

Ketua
Anggota

: Prof. Drs. Ketut Artawa, M.A., Ph.D.


:

1. Dr. Made Sri Satyawati, S.S, M.Hum.


2. Prof. Dr. I Nengah Sudipa, M.A.
3. Prof. Dr. I Ketut Darma Laksana, M.Hum.
4. Dr. I Nyoman Sedeng, M.Hum.

iv

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :


Nama

: Ni Luh Gede Trisna Dewi, S.S.

NIM

: 1190161065

Program Studi

: Linguistik

Judul Tesis

: Klausa Relatif Bahasa Jepang

Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas plagiat.
Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya
bersedia menerima sanksi peraturan Mendiknas RI No. 17 Tahun 2010 dan Peraturan
Perundang-undangan yang berlaku.

Denpasar, 16 Desember 2013


Yang membuat pernyataan,

Ni Luh Gede Trisna Dewi

Ucapan Terima Kasih

Puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa
karena atas wara nugraha-Nya penulisan tesis sebagai rangkaian akhir dari seluruh
proses pendidikan program magister ini dapat terselesaikan dengan baik. Penulis juga
menyadari bahwa terselesaikannya tesis ini tidak lepas dari campur tangan berbagai
pihak. Berkenaan dengan hal tersebut, izinkanlah penulis mengucapkan terima kasih
dan penghargaan yang setinggi-tinginya atas bantuan dan dukungan banyak pihak, di
antaranya sebagai berikut.
1.

Rektor Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp. PD

KEMD;
2.

Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. A.A. Raka
Sudewi, Sp. S(K);

3.

Ketua Program Magister Linguistik, Prof. Dr. I Nyoman Suparwa, M.Hum.;

4.

Prof. Drs. Ketut Artawa, M.A., Ph.D., selaku pembimbing I atas segala saran
dan bimbingan yang diberikan kepada penulis;

5.

Dr. Made Sri Satyawati, S.S, M.Hum., selaku pembimbing II atas segala arahan
dan semangat yang diberikan kepada penulis;

6.

Prof. Dr. I Nengah Sudipa, M.A., Prof. Dr. I Ketut Darma Laksana, M.Hum.,
Dr. I Nyoman Sedeng, M.Hum., serta para dosen pada Program Magister
Linguistik yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu;
vi

7.

Ketua Program Studi Sastra Jepang, Ketut Widya Purnawati, S.S., M.Hum. yang
telah meminjamkan banyak buku kepada penulis, serta seluruh dosen pada
Program Studi Sastra Jepang atas dukungan dan nasihat yang diberikan selama
ini;

8.

Seluruh staf pada sekretariat dan perpustakaan Program Magister Linguistik


Universitas Udayana dan Fakultas Sastra Universitas Udayana yang telah
memberikan banyak bantuan selama penulis menempuh pendidikan ini.

9.

Rekan-rekan karyasiswa Program Magister Linguistik Universitas Udayana


angkatan 2011 atas kebersamaan, semangat dan kerja samanya selama ini.
Motivasi dari rekan-rekan sangat berperan dalam menyelesaikan pendidikan ini.
Selain pihak-pihak yang telah disebutkan di atas, penulis juga ingin

mengucapkan terima kasih kepada seluruh staf dan pengajar SIKI BALI yang telah
memberikan banyak pemakluman berkaitan dengan jadwal kepada penulis selama
menempuh pendidikan ini.
Penulisan tesis ini juga tidak mungkin tanpa adanya dukungan dari
keluarga dan orang-orang terdekat. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan
terima kasih, yang pertama kepada Jro Mangku Suartana, kakek terbaik yang
memberikan kasih sayang begitu besar serta dukungan yang luar biasa dalam setiap
proses pendidikan yang penulis tempuh hingga saat ini. Demikian pula kepada kedua
orang tua tercinta, bapak I Nyoman Bakti dan Ibu Ni Kadek Nastri atas dukungan
untuk terus berusaha menunjukkan yang terbaik serta doa restu yang selalu
mengiringi setiap langkah penulis. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada adik
vii

Ni Kadek Sri Wilantari yang selalu ada ketika penulis membutuhkan teman berbagi
suka maupun duka.
Kepada sahabat, kakak, pendamping, I Wayan Wardana yang dengan
kesabaran dan pengertiannya selalu menguatkan penulis hingga mampu menuntaskan
seluruh proses pendidikan ini. Terakhir, terima kasih kepada setiap nama yang tidak
dapat penulis cantumkan satu per satu yang selalu memberikan doa dan
dukungannya.
Sebagai manusia biasa, tentunya penulis masih memiliki banyak kekurangan
pengetahuan dan pengalaman berkaitan dengan topik yang diangkat dalam penelitian
ini. Oleh karena itu, penulis akan sangat senang jika menerima kritik maupun saran
yang sifatnya membangun demi penyempurnaan penulisan-penulisan tesis di masa
yang akan datang.

Denpasar, Desember 2013


Penulis,

Ni Luh Gede Trisna Dewi

viii

10

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk meneliti klausa relatif bahasa Jepang, di
antaranya unsur yang dapat direlatifkan, strategi perelatifan yang digunakan, peranan
nomina inti dan relasi gramatikal yang diperoleh nomina inti dari klausa relatif
bahasa Jepang. Teori yang dipergunakan adalah Teori Tata Bahasa Leksikal
Fungsional dan Teori Tipologi. Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah
data tertulis yang diambil dari dua buah novel berbahasa Jepang yang memuat
kalimat-kalimat yang sederhana.
Secara umum metode penelitian yang dipergunakan adalah metode kualitatif.
Pengumpulan data dilakukan dengan metode simak. Sementara itu, metode
distribusional dipergunakan untuk analisis data dan metode formal dan informal
dipergunakan untuk penyajian hasil analisis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam kalimat bahasa Jepang posisi
yang dapat direlatifkan, antara lain subjek, objek, oblik, dan posesor. Berkaitan
dengan posisi nomina inti klausa relatif bahasa Jepang termasuk tipe prenominal,
yaitu klausa relatif muncul sebelum nomina inti. Semua unsur dalam kalimat bahasa
Jepang yang dapat direlatifkan menerapkan strategi gap. Namun, dalam beberapa
kasus ditemukan perelatifan tanpa strategi gap. Dalam diagram pohon ada satu unsur
yang kosong. Unsur tersebut adalah NP yang sebenarnya dapat diisi oleh nomina
lain. Struktur fungsional terlihat lengkap karena satu buah nomina menduduki dua
fungsi dalam kalimat. Dalam struktur argumen ada dua buah kelompok argumen
yang dapat digambarkan peran tematiknya.
Nomina inti dapat mengisi posisi yang sama di kedua klausa, tetapi bisa juga
mengisi posisi yang berbeda di tiap-tiap klausa. Relasi gramatikal yang diperoleh
nomina inti dari klausa relatif restriktif dalam bahasa Jepang, antara lain (1) SUBJ
klausa utama sekaligus SUBJ klausa relatif; (2) SUBJ klausa utama sekaligus OBJ
klausa relatif; (3) SUBJ klausa utama sekaligus OBL klausa relatif; (4) OBJ klausa
utama sekaligus OBJ klausa relatif; (5) OBJ klausa utama sekaligus SUBJ klausa
relatif; (6) OBL klausa utama sekaligus SUBJ klausa relatif, dan (7) OBL klausa
utama sekaligus OBL klausa relatif. Sementara itu, relasi gramatikal yang diperoleh
nomina inti klausa relatif non-restriktif, antara lain (1) SUBJ klausa utama sekaligus
SUBJ klausa relatif; (2) OBJ klausa utama sekaligus OBJ klausa relatif; (3) OBJ
klausa utama sekaligus SUBJ klausa relatif, dan (4) OBL klausa utama sekaligus
SUBJ klausa relatif.
Kata kunci : nomina inti, pronomina relatif, klausa relatif, relasi gramatikal,
struktur konstituen, struktur fungsional, struktur argumen.

ix

11

ABSTRACT

This research aims at searching Japanese relative clause, relativised element,


relativization strategies, the role of core noun and grammatical relation accepted by
core noun. Theory used in this research is Lexical Functional Grammar and Typology
Theory. The data is taken from Japanese language novel which contain simple
sentences.
Qualitative method is commonly used in this research. Observation method
was used as a data collecting method, while distributional method was conducted for
data analysis. The result of data analysis was then presented with formal and informal
methods.
There are several points discussed in this research. Japanese language has two
types of relative clauses, they are restrictive and non-restrictive. However, based on
the data obtained, there are more numbers of restrictive relative clauses. Based on the
position of the core noun, Japanese relative clauses belong to prenominal type, which
is the relative clause appearing before the core noun. In relation with relativization
strategies, Japanese relative clauses use gap strategy. However, in some cases, this
strategy cannot be applied. Relativization can be applied for subject, object, oblique,
and possessor. From those elements, the relativization of subject is found the most.
On tree diagram there is one empty function which can actually be filled by another
noun. Japanese relative clause has complete functional structure. There are two
groups of arguments on argument structure that its thematic role can be described.
Core noun is able to fill the same position in two clauses or two different
positions in each clause. Grammatical relation accepted by core noun from restrictive
Japanese relative clause are (1) SUBJ of main clause is SUBJ of relative clause; (2)
SUBJ of main clause is OBJ of relative clause; (3)SUBJ of main clause is OBL of
relative clause; (4) OBJ of main clause is OBJ of relative clause; (5) OBJ of main
clause is SUBJ of relative clause; (6) OBL of main clause is SUBJ of relative clasue;
(7) OBL of main clause is OBL of relative clause. Grammatical relation accepted by
nonrestrictive Japanese relative clause are (1) SUBJ of main clause is SUBJ of
relative clause; (2) OBJ of main clause is OBJ of relative clause; (3) OBJ of main
clause is SUBJ of relative clause and (4) OBL of main clause is SUBJ of relative
clause.
Keywords : core noun, relative pronoun, relative clause, grammatical
relation, constituent structure, functional structure, argument structure.

12

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM

PRASYARAT GELAR

ii

LEMBAR PENGESAHAN

iii

PENETAPAN PANITIA PENGUJI

iv

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

UCAPAN TERIMA KASIH

vi

ABSTRAK

ix

ABSTRACT

DAFTAR ISI

xi

DAFTAR LAMBANG

xv

DAFTAR LAMPIRAN

xviii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................1


1.1 Latar Belakang

1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan Penelitian

1.4 Manfaat Penelitian

1.5 Ruang Lingkup

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, KERANGKA TEORI, DAN MODEL


PENELITIAN

2.1 Kajian Pustaka

8
xi

13

2.2 Konsep

14

2.2.1 Klausa

15

2.2.2 Klausa Relatif

15

2.2.3 Nomina Inti (Head)

15

2.2.4 Perelatif dan Pronomina Relatif

16

2.3 Landasan Teori

16

2.3.1 TLF

17

2.3.2 Teori Tipologi

27

2.4 Model Penelitian

29

BAB III METODE PENELITIAN

31

3.1 Jenis dan Sumber Data

31

3.2 Instrumen Penelitian

32

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

32

3.4 Metode dan Teknik Analisi Data

33

3.5 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data

35

BAB IV STRUKTUR KALIMAT DAN FUNGSI GRAMATIKAL DALAM


BAHASA JEPANG

37

4.1 Pengantar

37

4.2 Struktur Frasa

37

4.3 Pemarkah dalam Bahasa Jepang

41

4.3.1 Kakujoushi (Pemarkah Kasus)

42

4.3.2 Fukujoushi

48
xii

14

4.4 Penentuan Subjek Kalimat

50

4.4.1 Refleksifisasi

51

4.4.2 Honorifikasi Subjek

53

4.5 Fungsi Gramatikal

54

4.6 Urutan Kata dan Scrambling

58

BAB V KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

64

5.1 Pengantar

64

5.2 Klausa Relatif Bahasa Jepang

64

5.2.1 Posisi Nomina Inti

64

5.2.2 Jenis-Jenis Klausa Bahasa Jepang

65

5.2.2.1 Klausa Relatif Restriktif

65

5.2.2.2 Klausa Relatif Nonrestriktif

68

5.2.3 Strategi Perelatifan dan Aksesibilitas

70

5.2.3.1 Perelatifan Subjek

72

5.2.3.2 Perelatifan Objek

77

5.2.3.3 Perelatifan Posesor

80

5.2.3.4 Perelatifan Oblik

82

5.2.4 Perluasan Unsur Klausa Relatif

84

5.2.5 Perluasan Nomina Inti

87

5.2.5 Perelatifan Tanpa Strategi gap

89

5.3 Peranan Nomina Inti

91

5.4 Relasi Gramatikal

91
xiii

15

BAB VI STRUKTUR KONSTITUEN, STRUKTUR FUNGSIONAL, DAN


STRUKTUR ARGUMEN

98

6.1 Struktur Konstituen (StKon)

98

6.2 Struktur Fungsional (StFun)

106

6.2.1 Korespondensi

109

6.2.2 Deskripsi Fungsional

111

6.3 Struktur Argumen (StArg)

119

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN

122

7.1 Simpulan

122

7.2 Saran

124

DAFTAR PUSTAKA

125

LAMPIRAN

128

xiv

16

DAFTAR LAMBANG DAN SINGKATAN

*
[

tidak gramatikal
]

klausa relatif

atau

_____

posisi yang kosong

--------

lanjutan kalimat (tidak tercantum)


satu nomina mengisi dua buah fungsi

Adj

adjektiva

Adv

adverbia

AK

akusatif

AP

adjectival phrase (frasa adjektival)

BIng

bentuk ingin

BKau

bentuk kausatif

BPeng

bentuk pengandaian

BPer

bentuk perintah

xv

17

BPot

bentuk potensial

BSmb

bentuk sambung

COM

complemen

DAT

datif

D(et)

determiner

DP

determiner phrase

GEN

genetif

HOR

bentuk hormat

infleksi

IGF

interogatif

KKin

kala kini

KKinLam

kala kini lampau

KKinNeg

kala kini negatif

KLam

kala lampau

KLamNeg

kala lampau negatif

KOP

kopula

18

KRBJ

klausa relatif bahasa Jepang

nomina

NOM

nominatif

Nom

nominalisator

NP

noun phrase (frasa nominal)

OBJ

objek

OBL

oblik

PAS

pasif

POS

posesor

PP

postposition phrase (frasa posposisi)

PRED

predikat

REF

refleksif

StArg

struktur argumen

StFun

struktur fungsional

StKon

struktur konstituen

SUBJ

subjek

xvi

19

TOP

topik

verba

VP

verb phrase (frasa verbal)

xvii

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Karakteristik yang berbeda antara bahasa-bahasa di dunia merupakan objek
kajian yang menarik bagi para linguis. Karakteristik tersebut umumnya berkaitan
dengan struktur kalimat, ada tidaknya pemarkah dalam sebuah bahasa, atau kajian
terhadap peranan verba dalam sebuah kalimat. Unsur-unsur dalam sebuah bahasa,
baik kata, frasa, maupun klausa bisa dikaji dari berbagai sudut dengan berbagai
pendekatan yang ada.
Bahasa Jepang adalah bahasa yang memiliki beberapa perbedaan karakteristik
dengan bahasa Indonesia. Secara tipologi keduanya termasuk bahasa aglutinatif,
tetapi jika dilihat dalam struktur kalimat, kedua bahasa tersebut memperlihatkan
perbedaan. Struktur dasar kalimat bahasa Indonesia SVO, sedangkan struktur dasar
kalimat bahasa Jepang adalah SOV. Seperti halnya bahasa-bahasa lain, verba sebagai
predikat dalam bahasa Jepang memiliki peranan sangat penting dalam kalimat karena
verba merupakan komponen utama pembentukan sebuah klausa. Verba sebagai
predikat menentukan jumlah argumen. Selain itu, umumnya beberapa bahasa
melekatkan atau mengubah bentuk verba ketika mengungkapkan hal-hal, seperti
aspek dan kala. Dengan kata lain, aspek sebuah kalimat dapat diketahui dari bentuk
verbanya. Misalnya, dalam bahasa Jepang verba taberu makan menjadi tabete iru
sedang makan, tabemasen tidak makan, tabemashita sudah makan, dan bentuk-

bentuk lainnya. Akan tetapi, dalam bahasa Indonesia verba tidak berubah ketika
dibubuhi penanda kala, seperti sudah makan, sedang makan, atau akan makan.
Perbedaan lainnya, yaitu setiap konstituen dalam kalimat bahasa Jepang
memiliki pemarkah masing-masing, sedangkan dalam bahasa Indonesia tidak.
Misalnya, konstituen subjek dimarkahi oleh partikel wa atau ga dan konstituen objek
dimarkahi oleh partikel o (wo). Pemarkah bahasa Jepang beragam bentuk dan fungsi
sehingga hal itu menimbulkan kesulitan bagi pembelajar yang berminat menekuni
bahasa Jepang karena sebuah pemarkah sering kali memiliki beberapa fungsi.
Perbedaan struktur dasar memengaruhi konstruksi-konstruksi dasar yang lain,
baik frasa maupun klausa. Untuk menunjukkan struktur dasar kalimat bahasa Jepang
dan pemarkah dalam bahasa Jepang, berikut contoh kalimat dari Miyagawa (1989: 9)
Tanaka san ga Ringo wo taberu Tanaka makan apel yang digambarkan dengan
diagram pohon di bawah ini.
S

NP
Tanaka san (ga)
nama

NP
ringo (wo)
apel

V
taberu
makan

Berkaitan dengan struktur klausa, perbedaan lain antara bahasa Indonesia dan
bahasa Jepang yang menarik adalah dalam konstruksi klausa relatif. Klausa relatif
bahasa Jepang (selanjutnya KRBJ) tidak ditandai dengan konstituen perelatif seperti
halnya dalam bahasa Indonesia. Klausa relatif bahasa Indonesia bisa dikenali dengan

adanya perelatif yang. Misalnya, orang yang duduk di sana adalah Mira. Namun,
dalam bahasa Indonesia nomina inti sering dilesapkan, seperti pada contoh siapa
(orang) yang menjemputmu? Verhaar (1988: 40) menyatakan kondisi tersebut sebagai
headless yang atau perelatif yang tanpa nomina inti. Bahasa lain, seperti bahasa
Inggris juga memiliki pronomina relatif who atau whom, seperti pada contoh the
woman who is sitting over there is Mira. Meskipun bahasa Inggris juga memiliki
kalimat tanpa pronomina relatif, seperti pada contoh the book I put on the shelf,
kasusnya tetap berbeda dengan bahasa Jepang. Falk (2001: 165) menyatakan kondisi
tersebut sebagai empty operator atau pronomina relatifnya hanya dihilangkan.
Ichikawa (2005: 341) memberikan gambaran mengenai KRBJ seperti berikut
ini.

Meishi Shuushoku Setsu (Klausa relatif)

Shuushoku meishi (Nomina inti)

Berikut beberapa contoh klausa relatif dalam bahasa Jepang, dimulai dari
struktur klausa relatif yang sederhana sampai dengan struktur yang lebih kompleks.
1. [asoko de hanashi-te iru]
hito wa
Kobayashi san da.
sana-LOK bicara-KKin
orang-NOM Nama-sapaan KOP-KKin
Orang yang sedang berbicara di sana adalah Kobayashi
2. [Watashi ga itsumo i-tte iru]
mise wa yuumei desu.
saya-NOM selalu datang-KKin toko-TOP terkenal KOP-KKin
Toko yang biasa saya datangi terkenal
3. kore wa [chichi ga kure-ta]
tokei desu.
ini-TOP ayah-NOM beri-KLam jam KOP-KKin
Ini adalah jam yang diberi oleh ayah

4. [Tanaka san ga
kinou depaato de
ka-tta]
CD wo
Nama-sapaan-NOM waktu dep.store-LOK beli-KLam CD-AK
ka-shite
kudasai
pinjamkan-KLam BPer
Tolong pinjamkan CD yang dibeli oleh Tanaka di department store kemarin
5. [Tanaka san no
ka-tta]
CD wo
ka-shite kudasai
Nama-sapaan-GEN beli-KLam CD-AK pinjamkan-BPer
Tolong pinjamkan CD yang dibeli oleh Tanaka
Pada contoh (1), nomina hito orang dijelaskan oleh verba hanashite iru
sedang berbicara yang memiliki bentuk asal hanasu bicara ditambah dengan
keterangan tempat asoko de di sana dan menduduki fungsi subjek. Pada contoh (2)
nomina mise toko dijelaskan oleh adverbial itsumo selalu dan verba itte iru yang
berasal dari verba iku mendatangi. Pada contoh (3) dan (4) terdapat subjek dalam
klausa relatif. Ichikawa (2005: 342) menyatakan subjek dalam klausa relatif
dimarkahi oleh partikel ga dan klausa relatif pada contoh tersebut menduduki fungsi
objek sehingga dimarkahi oleh partikel wo. Kemudian, pada contoh (5) antara subjek
klausa relatif dan predikat dihubungkan oleh no yang merupakan penanda genetif.
Dari beberapa contoh di atas terlihat bahwa bahasa Jepang memiliki
konstruksi klausa relatif yang beragam dan variasi konstituen walaupun bahasa
Jepang tidak memiliki perelatif. Beberapa penelitian mengenai KRBJ sudah
dilakukan, di antaranya oleh Inoue dalam Shibatani yang membahas pronomina
refleksif dalam klausa relatif. McCAWLEY dalam Shibatani juga membahas KRBJ,
tetapi terbatas pada definisi klausa relatif. Kedua penelitian mengenai KRBJ tersebut
dipaparkan lebih jelas dalam kajian pustaka.

Dari beberapa penelitian mengenai KRBJ yang sudah dilakukan, belum


ditemukan penelitian tentang hal-hal penting lain berkaitan dengan klausa relatif,
seperti peranan nomina inti atau relasi gramatikal yang diperoleh nomina inti dari
klausa relatif. Dengan demikian, penelitian tentang hal-hal tersebut merupakan hal
yang penting untuk dilakukan. Selain itu, mengingat seringnya penggunaan klausa
relatif dalam kalimat bahasa Jepang dan melihat beberapa perbedaan antara KRBJ
dengan bahasa Indonesia ataupun bahasa Inggris tersebut, penelitian ini memang
perlu dilakukan untuk melihat karakteristik KRBJ secara lebih mendalam.
Penelitian ini menggunakan teori Tata Bahasa Leksikal Fungsional (TLF) dan
teori mengenai tipologi yang dikemukakan oleh Comrie. Menurut teori TLF fungsi
yang dihadirkan oleh pronomina relatif adalah sebagai TOPIK. Pernyataan tersebut
menjadi menarik jika mengingat bahasa Jepang yang tidak memiliki pronomina
relatif. Teori ini digunakan untuk menganalisis struktur konstituen, struktur
fungsional, dan struktur argumen KRBJ.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas terdapat tiga masalah yang akan dibahas
dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut.
1. Bagaimana peranan nomina inti dalam KRBJ?
2. Bagaimana relasi gramatikal yang diperoleh nomina inti dari KRBJ?
3. Bagaimana struktur konstituen, struktur fungsional, dan struktur argumen KRBJ?

1.3 Tujuan Penelitian


Penelitian ini memiliki tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umumnya
adalah untuk mendapat deskripsi mengenai klausa relatif dalam bahasa Jepang
dengan menerapkan teori Tata Bahasa Leksikal Fungsional (TLF). Kemudian,
berdasarkan rumusan masalah, penelitian ini memiliki tiga tujuan khusus, yaitu
sebagai berikut.
1. Menganalisis peranan nomina inti dalam KRBJ.
2. Menganalisis relasi gramatikal yang diperoleh nomina inti dari KRBJ.
3. Menganalisis struktur konstituen, struktur fungsional, dan struktur argumen KRBJ.

1.4 Manfaat Penelitian


Manfaat penelitian ini dilihat secara teoretis dan praktis.
1.4.1 Manfaat Teoretis
Sejauh ini belum ditemukan penelitian, khususnya di Indonesia mengenai
KRBJ dengan pendekatan TLF. Jadi, secara teoretis penelitian ini bermanfaat bagi
perkembangan penelitian terhadap linguistik, khususnya linguistik bahasa Jepang di
Indonesia.

1.4.2 Manfaat Praktis


Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan tambahan pengetahuan, baik bagi
pengajar maupun pembelajar, dalam proses pembelajaran dan pengajaran bahasa
Jepang, khususnya mengenai klausa relatif. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan

dapat memberikan pemahaman yang lebih mendalam mengenai klausa relatif dan
tentu saja memberikan kontribusi bagi peneliti mengenai bahasa Jepang selanjutnya.

1.5 Ruang Lingkup


Ruang lingkup penelitian ini disesuaikan dengan rumusan masalah. Sebelum
masuk ke pembahasan mengenai klausa relatif bahasa Jepang, terlebih dahulu dibahas
mengenai struktur kalimat dan fungsi gramatikal dalam bahasa Jepang. Dibahas pula
pemarkah dalam bahasa Jepang untuk mengetahui fungsi-fungsinya dalam kalimat.
Pembahasan KRBJ dimulai dengan menganalisis peranan nomina inti dalam KRBJ.
Namun, sebelumnya dianalisis unsur atau konstituen dalam kalimat yang dapat
direlatifkan dan strategi perelatifan yang digunakan. Selanjutnya, dianalisis hubungan
gramatikal yang diperoleh nomina inti dari KRBJ. Penelitian dilanjutkan dengan
menganalisis struktur konstituen KRBJ, dimulai dari struktur yang sederhana ke
struktur yang kompleks. Terakhir, penelitian menganalisis struktur fungsional KRBJ
dan strukutur argumen KRBJ sehingga terlihat peran semantis apa saja yang dimiliki
oleh konstituen dalam klausa relatif.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, KERANGKA TEORI,
DAN MODEL PENELITIAN

2.1 Kajian Pustaka


Kajian pustaka merupakan kajian terhadap tulisan-tulisan yang berkaitan
dengan penelitian yang dilakukan. Fungsi kajian pustaka adalah untuk mengetahui
kedudukan penelitian di dalam dunia keilmuan berkenaan dengan topik atau masalah
yang diteliti (Chaer, 2007: 26). Dari beberapa pustaka yang dikaji diketahui bahwa
sudah ada penelitian tentang KRBJ. Selain itu, dipaparkan pula beberapa penelitian di
luar bahasa Jepang yang berkaitan dan dapat dijadikan acuan bagi penelitian ini.
Inoue (1976: 137) membahas KRBJ dalam tulisannya mengenai refleksifisasi
yang menggunakan pendekatan interpretif. Inoue menuliskan bahwa dalam konteks
tertentu KRBJ memiliki hubungan antara refleksif dan frasa nominal. Contohnya :
Yamada sensei wa [ jibun no ie ga
yake-ta]
gakusei o atsume-ta
Nama-guru-NOM REF-GEN rumah-NOM bakar-KLam murid-AK kumpul-KLam
Guru Yamada mengumpulkan murid yang rumahnya terbakar
Penelitian ini terfokus pada penggunaan pronomina refleksif dalam bahasa
Jepang. Pronomina refleksif dibahas dengan sangat lengkap termasuk yang muncul
dalam klausa relatif. Dinyatakan bahwa pronomina refleksif dapat menduduki fungsi
subjek maupun objek dalam klausa relatif. Pembahasan mengenai KRBJ dalam
penelitian ini memang tidak dilakukan secara mendalam, tetapi tetap dapat dijadikan
8

acuan untuk melihat hubungan pronomina refleksif dengan antesedennya, khususnya


dalam kalimat dengan klausa relatif.
McCAWLEY (1976: 295) membahas KRBJ berdasarkan penelitian mengenai
klausa relatif yang dilakukan sebelumnya oleh Kuno. McCAWLEY menyatakan
beberapa hal, antara lain KRBJ, baik klausa relatif restriktif maupun nonrestriktif
terdiri atas kalimat yang dipotong, khususnya kalimat yang kekurangan NP yang
direlatifkan dan pemarkah kasus untuk NP tersebut. Klausa relatif mendahului frasa
nominal (NP) yang dimodifikasinya. Perhatikan contoh berikut.
a. Yamada-san ga
saru wo
ka-tte iru
Nama-sapaan-NOM monyet-AK pelihara-KKin
Yamada memelihara monyet
b. [Yamada san ga
ka-tte iru]
saru
Nama-sapaan-NOM pelihara-Kkin monyet
Monyet yang Yamada pelihara
c. [saru wo
ka-tte iru]
Yamada
monyet-AK pelihara-KKin Nama
Yamada yang memelihara monyet
McCAWLEY juga menyatakan bahwa topik frasa nominal diakhiri oleh
partikel wa dan di beberapa kondisi pronomina dapat muncul dalam klausa relatif.
Pemaparan contoh klausa relatif cukup memberikan gambaran bagaimana sebuah
klausa relatif dibentuk dalam bahasa Jepang. Namun, hal-hal lain menyangkut klausa
relatif, misalnya strategi perelatifan dan relasi gramatikal yang diperoleh nomina inti
dari klausa relatif belum dibahas oleh McCAWLEY. Oleh karena itu, hal-hal tersebut
masih perlu dipaparkan dalam penelitian ini. Hal-hal yang sudah dibahas dalam
penelitian McCAWLEY ini tetap dapat dijadikan referensi, misalnya mengenai

10

unsur-unsur yang muncul dalam klausa relatif dan bagaimana sebuah klausa relatif
dibentuk.
Tsujimura (1997: 263--270) menyatakan bahwa nomina dalam bahasa Jepang
dapat dimodifikasi dengan berbagai cara, misalnya dengan adjektiva, nomina
adjektival, nomina atau kalimat. Berikut beberapa contoh yang ditampilkan oleh
Tsujimura.
1. Taroo ga
omoshiroi hon wo ka-ita
Nama-NOM menarik buku-AK tulis-KLam
Taro menulis buku menarik
2. Ziroo ga
kirei-na hana wo
Sachiko ni oku-tta
Nama-NOM cantik bunga-AK Nama-DAT kirim-KLam
Ziroo mengirim bunga yang cantik untuk Sachiko
3. Hanako ga
tomodachi no uchi wo ka-tta
Nama-NOM teman-GEN rumah-AK beli-KLam
Hanako membeli rumah temannya
4. Satoo sensei ga [gakusei ga ka-ita] ronbun wo yo-nde iru
Nama guru-NOM murid-NOM tulis
laporan-AK baca-KKin
Guru Satoo sedang membaca laporan yang ditulis muridnya
Objek langsung kalimat-kalimat di atas dimodifikasi oleh adjektiva omoshiroi
menarik , kirei na cantik, dan nomina tomodachi teman, sedangkan contoh (4)
dimodifikasi oleh kalimat. Tsujimura menyatakan bahwa modifier yang berupa
kalimat itulah disebut dengan klausa relatif. Nomina yang dimodifikasi oleh klausa
relatif ditunjuk sebagai nomina inti dan pada contoh (4) nomina intinya adalah
ronbun laporan. Tsujimura juga menyatakan bahwa permakah ga dalam klausa
relatif dapat digantikan dengan no tanpa mengubah maknanya. Konversi ga dan no
tidak terbatas untuk NP subjek yang dimarkahi oleh ga. Pemarkah nominatif ga

11

memarkahi subjek kalimat termasuk subjek klausa relatif. Pemarkah ini memang
dapat digantikan dengan no yang merupakan pemarkah genetif jika didasarkan alasan
bahwa klausa relatif ditambah nomina inti menghasilkan sebuah frasa nominal.
Subjek dalam klausa relatif dianggap sebagai posesor dari nomina yang
pemodifikasinya berupa klausa relatif.
Penelitian yang dilakukan oleh Tsujimura ini sudah menjelaskan perbedaan
antara nomina yang dimodifikasi oleh klausa relatif dan selain klausa relatif. Namun,
hal-hal berkaitan dengan klausa relatif yang belum dibahas dalam penelitian Inoue
dan McCAWLEY juga belum dibahas oleh Tsujimura. Oleh karena itu, penelitian ini
masih perlu untuk dilakukan. Penelitian yang dilakukan oleh Tsujimura bisa
dijadikan tolok ukur dalam menentukan klausa relatif sebagai data dalam penelitian
ini.
Partami (2001) meneliti relasi gramatikal dan perelatifan bahasa Buna
menggunakan TLF. Berkaitan dengan klausa relatif, hasil penelitian menunjukkan
klausa relatif bahasa Buna dibedakan atas klausa relatif restriktif dan nonrestriktif.
Berdasarkan posisi inti, klausa relatif bahasa Buna memiliki inti yang terdapat di luar
struktur dengan urutan postnomina. Fungsi-fungsi yang dapat direlatifkan adalah
subjek, objek, dan posesif. Fungsi subjek, objek yang tidak dimarkahi pada verbanya
dapat direlatifkan dengan menerapkan strategi pengosongan (gapping), sedangkan
fungsi objek1 yang dimarkahi pada verbanya dan objek2 dan posesif yang mengisi
fungsi subjek direlatifkan dengan strategi pronominal retensi (retention pronominal).

12

Bahasa Buna memiliki struktur klausa yang sama dengan bahasa Jepang, yaitu
SOV. Namun, KRBJ termasuk tipe prenominal. Memiliki struktur klausa yang sama,
tetapi posisi inti yang berbeda membuat penelitian ini berbeda dari penelitian yang
telah dilakukan oleh Partami. Namun, karena sama-sama menganalisis klausa relatif
dengan menggunakan TLF, penelitian oleh Partami juga dapat dijadikan acuan,
misalnya dalam melihat struktur klausa relatif.
Artawa (2004) membahas perelatifan dalam bahasa Bali. Penelitian ini
menyatakan bahwa dalam bahasa Bali hanya unsur subjek yang dapat direlatifkan.
Unsur lain, seperti oblik dapat direlatifkan apabila sudah dijadikan subjek.
Subjektivisasi ini diikuti dengan perubahan verba misalnya dengan penambahan
sufiks agar kalimat tetap berterima setelah subjek direlatifkan. Strategi perelatifan
yang digunakan adalah verb-coding strategy. Dinyatakan pula bahwa dalam bahasa
Bali ada mekanisme untuk mengembalikan unsur nonsubjek menjadi subjek sehingga
peran lain dalam kalimat dapat direlatifkan. Peran tersebut adalah posesor yang
direlatifkan menggunakan strategi pronomina retensi. Struktur kalimat dan
karakteristik bahasa Bali berbeda dengan bahasa Jepang. Selain itu, bahasa Bali juga
mengenal perelatif, sementara bahasa Jepang tidak. Namun, penelitian ini dapat
dijadikan acuan dalam melihat penerapan strategi perelatifan untuk menentukan unsur
yang dapat direlatifkan.
Partami (2006) dalam penelitiannya yang berjudul Kostruksi Frasa dengan
Kata An dalam Bahasa Bali mengungkapkan bahwa kata an selain muncul di
sepuluh pola frasa nominal, juga berfungsi sebagai pronomina relatif, baik dalam

13

klausa relatif restriktif maupun nonrestriktif. Dalam klausa restriktif terlihat bahwa
an tidak mewatasi konstituen induk, tetapi hanya memberikan keterangan tambahan
sehingga jika klausa relatif dihilangkan pun, tidak akan mengurangi kejelasan
kalimat. Sebaliknya, pada klausa relatif nonrestriktif, an mewatasi konstituen induk
sehingga pelesapan klausa relatif akan mengurangi kejelasan kalimat dan menjadi
tidak gramatikal. Ditemukan pula bahwa klausa relatif bahasa Bali termasuk tipe post
nominal, yaitu berada setelah nomina inti.
Kedua penelitian mengenai klausa relatif yang telah dilakukan oleh Partami
(2001 dan 2006) tersebut sangat relevan dengan penelitian ini dan tentu dapat
dijadikan acuan. Namun, seperti bahasa Indonesia dan bahasa Inggris, bahasa Buna
dan bahasa Bali yang dijadikan objek penelitian juga memiliki perelatif, yaitu na
yang untuk bahasa Buna dan an yang untuk bahasa Bali. Jadi, penelitian
mengenai KRBJ akan berbeda dan menarik, terutama karena tidak adanya perelatif
seperti banyak bahasa lainnya.
Purnawati (2009) melakukan penelitian dengan judul Topik dan Fokus dalam
Bahasa Jepang. Penelitian ini menggunakan teori Tata Bahasa Leksikal Fungsional
(TLF). Hasil penelitian menunjukkan bahwa fungsi gramatikal yang terdapat dalam
bahasa Jepang terdiri atas fungsi subjek, objek, oblik, posesor, komplemen, dan
ajung. Pemarkahan untuk setiap fungsi gramatikal sangat bergantung pada verba dan
konstituen-konstituen yang dimarkahi. Sebuah pemarkah tidak selalu memarkahi
fungsi gramatikal yang sama. Interaksi antara fungsi gramatikal dan topik
menghasilkan subjek topik, objek topik, oblik topik, posesor topik, dan ajung topik.

14

Fungsi gramatikal yang berfungsi sebagai topik tidak selalu terletak di awal kalimat.
Pemarkahan fungsi gramatikal oleh akusatif wo dan nominatif ga akan berubah
menjadi satu pemarkah, yaitu topik wa apabila fungsi gramatikal yang bersangkutan
juga berfungsi sebagai topik. Penelitian ini dapat dijadikan acuan selain karena samasama menggunakan teori TLF sebagai landasan teori, penelitian ini membahas
pemarkah subjek dan topik dalam bahasa Jepang yang juga berperan dalam klausa
relatif.
Satyawati (2009) dalam penelitiannya yang berjudul Valensi dan Relasi
Sintaksis Bahasa Bima juga membahas perelatifan bahasa Bima. Pada penelitian ini
dinyatakan bahwa dalam bahasa Bima yang bisa direlatifkan hanya argumen yang
berfungsi sebagai subjek gramatikal. Argumen yang bisa direlatifkan adalah argumen
yang berada preverbal. Dalam konstruksi yang agennya ditandai dengan pemarkah
OBL a, argumen pasien dapat direlatifkan, sedangkan agen dapat direlatifkan pada
konstruksi yang tidak ditandai dengan a. Meskipun objek penelitian ini berbeda dan
klausa relatif tidak dibahas secara mendalam, penelitian Satyawati ini tetap bisa
dijadikan tolok ukur dalam menentukan klausa relatif.

2.2 Konsep
Ada empat buah konsep yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu konsep
mengenai klausa, klausa relatif, perelatif dan pronomina relatif, dan nomina inti.

15

2.2.1 Klausa
Verhaar (1996 : 162) menyatakan bahwa klausa adalah kalimat yang terdiri
atas hanya satu verba atau frasa verbal, disertai satu konstituen atau lebih yang secara
sintaksis berhubungan dengan verba tersebut. Kroeger (2005: 32) menyatakan klausa
sebagai unit gramatikal terkecil yang dapat menunjukkan proposisi yang lengkap.

2.2.2 Klausa Relatif


Lapoliwa (1990: 47) dalam tulisannya membahas klausa pewatasan dalam
bahasa Indonesia. Jika dilihat dari contohnya, klausa pewatasan merupakan nama lain
dari klausa relatif. Klausa pewatasan adalah klausa subordinatif yang kehadirannya
berfungsi mewatasi atau mempertegas makna kata atau frasa yang diikutinya.
Givon (1990: 645) menyatakan bahwa klausa relatif adalah klausa
subordinatif yang disematkan sebagai pemodifikasi nomina di dalam frasa nominal.
Klausa relatif digunakan ketika pembicara menganggap bahwa identitas referen dapat
diakses oleh pendengar, tetapi tidak diakses dengan mudah.

2.2.3 Nomina Inti (Head)


Lapoliwa (1990: 49) menyatakan nomina inti (head) adalah nomina atau frasa
nominal yang diwatasi oleh klausa relatif. Sementara itu, Verhaar (1996: 328)
menyatakan bahwa nomina inti dengan klausa relatif sebagai atribut adalah anteseden
dari klausa relatif.

16

2.2.4 Perelatif dan Pronomina Relatif


Ada perbedaan antara perelatif (relativizer) dan pronomina relatif. Kroeger
(2004: 178) menjelaskan bahwa pronomina relatif adalah salah satu tipe pronomina
khusus, sedangkan perelatif (relativizer) tidak. Pronomina relatif bergantung pada
beberapa fitur berkaitan dengan nomina inti, seperti gender, jumlah , dan yang
lainnya.

2.3 Landasan Teori


Penelitian ini menggunakan teori Lexical Functional Grammar (LFG) atau
teori Tata Bahasa Leksikal Fungsional (TLF). LFG atau TLF adalah teori yang
muncul berdasarkan penolakan terhadap beberapa asumsi dalam sintaksis
transformasional. Namun, tetap merupakan bagian dari tata bahasa generatif, tepatnya
TLF adalah pendekatan alternatif untuk teori transformasional. TLF berkembang
pada akhir tahun 1970-an dan dikembangkan oleh Kaplan dan Bresnan. Menurut teori
ini, leksikon memiliki peran utama, sedangkan kata fungsional dalam teori ini
mengacu pada fungsi gramatikal, seperti subjek dan objek (Falk, 2001: 2--7).
Dalrymple (2001) menyatakan bahwa teori TLF adalah teori linguistik nontransformasional yang menganggap bahwa bahasa paling tepat dipaparkan dengan
struktur sejajar yang menggambarkan segi berbeda dari organisasi dan informasi
linguistik. Teori TLF memiliki dua dimensi penting yang membedakannya dengan
teori lain. Pertama, teori ini menyangkut leksikal dan bukan transformasional, yaitu
berpusat pada hubungan antara diathesis verbal yang berbeda dalam leksikon

17

dibandingkan dengan makna dari transformasi sintaktik. Kedua, teori TLF itu
fungsional dan bukan konfigurasional. Fungsi gramatikal, seperti subjek dan objek
tidak didefinisikan dalam hal konfigurasi struktur frasa atau hubungan struktur
argumen. Bresnan (1982) menyatakan bahwa teori TLF memberikan dua level
deskripsi sintaktik untuk setiap kalimat dalam sebuah bahasa, yaitu struktur
konstituen (c-structure/c-str) dan struktur fungsional (fungtional structure/f-str).
Struktur konstituen sudah dikenal sejak teori transformasional. Seperti halnya dengan
banyak teori generatif lainnya, teori mengenai struktur konstituen dalam teori TLF
juga dikenal dengan teori X-bar (teori X) (Falk, 2001: 34). Sementara itu, struktur
fungsional yang menyangkut fungsi gramatikal pertama muncul pada teori generatif,
yaitu Relational Grammar (RG) (Falk, 2001: 57). Selain teori TLF, penelitian ini
juga menggunakan teori lain, yaitu teori tipologi yang dikemukakan oleh Comrie.

2.3.1 Teori Tata Bahasa Leksikal Fungsional (TLF)


2.3.1.1 Fungsi Gramatikal
Menurut teori TLF, fungsi gramatikal adalah elemen representasi sintaktik.
Pada level ini, representasi tidak berupa struktur pohon, tetapi berupa fitur dan
elemen yang memiliki fungsi spesifik. Representasi itulah yang disebut dengan
struktur fungsional (f-structure) (Falk, 2001: 10--11).
Dalrymple (2001) menyatakan bahwa fungsi gramatikal yang dikemukakan
oleh teori TLF adalah sebagai berikut.
SUBJect, OBJect, OBJ, COMP, XCOMP, OBLique, ADJunct, XADJunct

18

Label OBJ dan OBLique menggambarkan hubungan yang ditunjukkan oleh


peran semantik yang dengan tanda menunjukkan peran semantik yang dihubungkan
oleh argumen. Misalnya, OBJTHEME adalah anggota dari kelompok yang secara
tematik dibatasi oleh OBJ. Fungsi gramatikal dapat diklasifikasikan dengan
beberapa cara. Fungsi gramatikal yang dapat dikuasai, seperti SUBJ, OBJ, OBJ,
COMP, XCOMP, dan OBL dapat disubkategorikan oleh predikat, sedangkan ADJ
dan XADJ tidak dapat disubkategorikan. Fungsi-fungsi gramatikal tersebut
dikelompokkan lagi berdasarkan beberapa hal, antara lain sebagai berikut.
a. Governable Grammtical Function and Modifier
SUBJ OBJ XCOMP COMP OBJ OBL

ADJ

Governable Grammtical Function

XADJ

Modifier

b. Term and Non-term


SUBJ

OBJ OBJ

OBL

TERM

XCOMP

COMP

NON-TERM

c. Semantically Restricted and Unrestricted Function


SUBJ

OBJ

SEMANTICALLY UNRESTRICTED

OBJ

OBL

SEMANTICALLY RESTRICTED

2.3.1.2 Struktur Konstituen/ c-structure


Falk (2001: 33--35) menyatakan bahwa struktur konstituen adalah organisasi
kata-kata yang membentuk kalimat menjadi unit yang lebih besar, di mana setiap unit

19

(konstituen) ini memiliki kategori. Falk juga menjelaskan bahwa struktur konstituen
adalah sekelompok kata yang membentuk konstituen atau yang dikenal dengan frasa.
Frasa dapat diidentifikasi dari kemampuannya untuk berada di posisi yang berbedabeda dalam kalimat. Inti frasa adalah kategori N, V, A, dan P yang disebut dengan
NP, VP, AP, dan PP (kategori leksikal). Selain kategori leksikal, ada pula kategori
fungsional. Contoh kategori fungsional, yaitu D(eterminer) yang merupakan inti dari
DP dan NP dalam DP adalah komplemen. Kategori fungsional lainnya, yaitu Infl (I)
yang dalam terminologi tradisional disebut dengan pelengkap (auxiliaries). Seperti
halnya determiner dalam frasa nominal, infl (IP) juga berperilaku seperti inti dengan
VP di posisi komplemen (Falk, 2001: 38--39).
Kroeger (2004: 12) menyatakan bahwa struktur konstituen sebuah kalimat
terdiri atas informasi tentang batasan-batasan argumen, urutan linear, dan kategori
sintaktik. Ketika diagram pohon digunakan untuk menggambarkan struktur
konstituen dari unit gramatikal, kategori sintaktik yang digunakan adalah N (nomina),
A (adjektiva), V (verba), P (preposisi), Det (determiner), Adv (Adverbia), dan Conj
(konjungsi), sedangkan frasa, label yang digunakan adalah NP, AP, VP, PP dan S
(sentence/clause). Selain kategori leksikal, terdapat pula kategori fungsional.
Kategori fungsional yang dimaksud berbeda dengan struktur fungsional. TLF
mengemukakan kategori fungsional C (diproyeksikan sebagai CP), I (diproyeksikan
sebagai IP), dan D (diproyeksikan sebagai DP). Kategori fungsional I adalah posisi
yang diisi oleh verba main finite dan auxiliary verb (Dalrymple, 2001: 53). Diagram
di bawah ini adalah contoh kategori I dalam bahasa Inggris.

20

David is yawning
IP,
NP

VP

David

is

yawning

Dalam bahasa Inggris kategori fungsional C diisi oleh complementizer, yaitu


that dan D diisi oleh determiner. Diagram di bawah ini menggambarkan posisi
keduanya.
David knows that Chris yawned

The boy

IP

DP

NP

VP

David

V
V

D
CP

knows

NP

the

C
C

that

IP
NP

VP

Chris V

N
boy

yawned
Pada banyak bahasa IP berkorespondensi dengan kalimat (S), sedangkan CP
berkorespondensi dengan yang disebut S, kalimat dengan complementizer atau frasa
pengganti di posisi awal kalimat (Dalrymple, 2001: 60).

21

2.3.1.3 Struktur Fungsional/ f-structure


Struktur fungsional adalah organisasi sintaktik fungsional yang abstrak dari
kalimat, dikenal dari deskripsi tata bahasa tradisional. Struktur fungsional
merepresentasikan struktur argumen-predikat dan hubungan fungsional subjek dan
objek (Dalrymple, 2001: 7). Falk (2001: 11) menyatakan bahwa struktur fungsional
adalah gambaran fungsi gramatikal. Konsep yang penting di balik struktur fungsional
adalah fungsi gramatikal. Fungsi gramatikal (fungsi argumen) tersebut, antara lain,
SUBJ (subjek), OBJ (objek), OBJ2 (objek kedua), dan OBL (oblique). Fungsi
tambahannya antara lain POSS (possessor) yang digunakan untuk argumen tertentu
dari nomina, COMP (complement). Ada pula fungsi nonargumen, seperti ADJ
(adjunct), FOKUS dan TOPIC (Falk, 2001: 57--58). Contoh struktur fungsional
sederhana untuk David dikemukakan oleh Dalrymple (2001: 31) sebagai berikut.

PRED
NUM

DAVID
SG

Untuk kalimat David yawned, struktur fungsionalnya adalah sebagai berikut.

PRED YAWN <SUBJ>


TENSE PAST
PRED DAVID
SUBJ f
NUM SG

22

Pada struktur fungsional di atas SUBJ adalah struktur fungsional untuk subjek
kalimat (subjek struktur fungsional) yang diberi label f dan untuk struktur fungsional
kalimat diberi label g. Fitur PRED dalam struktur fungsional adalah fitur yang sangat
penting. PRED tidak hanya mengacu pada predikat (verba). Fitur PRED
menggambarkan

sesuatu

yang

bermakna

dan

nilainya

ditunjukkan

secara

konvensional sebagai sebuah kata (Falk, 2001: 13). Fitur PRED dalam struktur
fungsional untuk kalimat the dinosaur doesnt think that the hamster will give a book
to the mouse dapat dilihat sebagai berikut.

SUBJ

DEF +
PRED dinosaur

TENSE
NEG
PRED

PRES
+
think <SUBJ, COMP>

COMP

SUBJ

DEF +
PRED hamster

TENSE
PRED

FUTURE
give <SUBJ, OBJ, OBLgoal OBJ>

OBJ

DEF PRED book

OBLgoal

OBJ

DEF +
PRED mouse

23

2.3.1.4 Struktur Argumen


Berkaitan dengan label untuk penyebutan peran semantis dalam sebuah
kalimat, Kroeger (2004: 9) menyebutkan bahwa tidak ada satu kelompok penyebutan
yang disetujui oleh semua linguis. Penyebutan peran semantis dalam penelitian ini
akan mengikuti penyebutan yang diajukan oleh Kroeger, yaitu sebagai berikut.
a. AGENT : penyebab atau pemrakarsa sebuah kejadian
b. RECIPIENT : animate yang memeroleh sesuatu.
c. EXPERIENCER : animate yang merasakan sebuah rangsangan atau menunjuk pada
proses mental dan emosi.
d. BENEFICIARY: animate yang memeroleh keuntungan dari tindakan yang dilakukan.
e. INSTRUMENT : benda yang digunakan oleh agen untuk melakukan sebuah tindakan.
f. THEME : sesuatu yang mengalami perubahan lokasi atau milik atau sesuatu yang
lokasinya ditetapkan.
g. PATIENT : sesuatu yang dikenai verba.
h. STIMULUS : objek persepsi, kognisi atau emosi, sesuatu yang dilihat, didengar,
diketahui, diingat, dicintai, dan lain-lain.
i. LOCATION : tempat sebuah kejadian.
j. ACCOMPANIMENT : sesuatu yang menemani atau yang dihubungkan dengan
tindakan.
Informasi semantik lain, seperti waktu, tujuan, dan lainnya tidak termasuk
dalam peran argumen karena elemen-elemen tersebut hampir selalu diekspresikan
sebagai ADJUNCTS dibandingkan dengan argumen.

24

2.3.1.5 Klausa Relatif


Kroeger (2004 : 165) menyatakan bahwa konstruksi klausa relatif adalah frasa
nominal yang berisikan pemodifikasi klausa. Contohnya dalam bahasa Inggris sebuah
frasa nominal terdiri atas determiner (the), nomina inti (woman), dan klausa yang
memodifikasi (I love), ditandai dengan relativizer atau perelatif (that).
[ The woman [that I love]]NP is moving to Argentina.
Kroeger menyatakan bahwa properti yang menarik dalam konstruksi klausa
relatif adalah nomina inti mengacu pada dua hubungan gramatikal pada waktu yang
bersamaan. Contohnya woman adalah subjek dari predikat moving, tetapi juga
diinterpretasikan menjadi objek dari love di klausa yang memodifikasi. Hubungan
gramatikal yang diperoleh nomina inti dari klausa yang memodifikasi mengarah pada
relativized function.
Teori mengenai klausa relatif dalam TLF yang dikemukakan oleh Kroeger
tersebut belum cukup dijadikan landasan untuk menjawab rumusan masalah dalam
penelitian ini. TLF kurang memaparkan secara terperinci mengenai klausa relatif
sehingga diperlukan pemaparan lain mengenai klausa relatif. Dixon (2010: 314)
memaparkan mengenai konstruksi klausa relatif ke dalam beberapa poin, antara lain
sebagai berikut.
a. Konstruksi terdiri atas dua klausa, yaitu klausa utama dan klausa relatif. Konstruksi
tersebut membentuk satu kalimat yang terdiri atas satu unit intonasi.
b. Kedua klausa harus berbagi argumen yang dapat disebut sebagai argumen bersama.
Jadi, argumen klausa utama juga merupakan argumen dalam klausa relatif.

25

c. Fungsi klausa relatif adalah sebagai pemodifikasi sintaktik argumen bersama di


klausa utama. Pada level semantik akan disediakan informasi tentang argumen
bersama. Ketika fokus pada referen dalam argumen bersama maka merupakan
klausa restriktif, sedangkan jika menambahkan informasi tentang argumen yang
sebenarnya sudah jelas, maka termasuk klausa relatif nonrestriktif.
d. Klausa relatif harus memiliki struktur dasar klausa, yaitu meliputi predikat dan
argumen inti yang diperlukan oleh predikat tersebut.
Dixon (2010: 318) menyebutkan bahwa menyangkut argumen bersama, ada
sejumlah kemungkinan untuk inti dari frasa nominal, antara lain :
a. nomina secara umum;
b. nomina khusus, seperti nama orang atau tempat;
c. demonstratif;
d. generic term, seperti one dalam bahasa Inggris;
e. pronominal.
Pada setiap bahasa perlu diperhatikan tipe inti yang menjadi argumen bersama
dalam konstruksi klausa relatif. Bahasa yang hanya memiliki tipe klausa relatif
restriktif tidak bisa memiliki nomina khusus atau pronomina tunggal sebagai argumen
bersama (Dixon, 2010: 319).
Terkait dengan fungsi sintaktik argumen bersama dalam konstruksi klausa
relatif, Dixon (2010: 320321) menyatakan bahwa kadang-kadang argumen bersama
memiliki fungsi di tiap-tiap klausa, tetapi di banyak bahasa terbatas satu atau kedua
klausa. Berdasarkan hierarki aksesibilitas yang dikemukakan oleh Keenan dan

26

Comrie, Dixon menuliskan beberapa fungsi argumen bersama yang mungkin, baik
dalam klausa relatif maupun klausa utama, di beberapa bahasa dalam bentuk tabel di
bawah ini.

Fungsi yang mungkin dimiliki oleh argumen bersama


Pada Klausa
Utama
Fungsi periferal dan
inti
Fungsi periferal dan
inti
Fungsi periferal dan
inti
Fungsi lokatif, datif,
instrumental
Lokatif,
instrumental, S, O
S,O

Pada Klausa Relatif

Contoh Bahasa

Fungsi peripheral dan


inti
S, A, O

Fujian
Jarawara

S, O

Ilocano

S, O

Dyrbal

S, O

Warekena

S, O

Yidin

2.3.2.1 Penanda Klausa Relatif


Ada beberapa cara untuk menandai

klausa relatif.

Setiap

bahasa

mengombinasikan beberapa dari cara tersebut.


a. Dengan intonasi luar melewati konstruksi klausa relatif.
b. Dengan posisi klausa relatif di dalam klausa utama.
c. Dengan prosodi, seperti tekanan, nada.
d. Dengan infleksi pada verba klausa relatif.
e. Dengan penanda klausa relatif, secara umum berupa klitik atau kata gramatikal
pendek.
f. Dengan pronomina relatif.

27

2.3.2 Teori Tipologi


Comrie (1981: 131139) menyatakan terdapat dua jenis tipe klausa relatif,
yaitu klausa relatif restriktif (klausa yang sifatnya membatasi) dan klausa relatif nonrestriktif (klausa relatif yang sifatnya tidak membatasi). Contoh klausa relatif
restriktif dalam bahasa Inggris, yaitu that I saw yesterday dalam kalimat the man that
I saw yesterday left this morning. Klausa tersebut membatasi referen yang potensial
untuk kata the man. Pembicara menganggap bahwa kalimat the man left this morning
tidak memberikan informasi yang cukup kepada pendengar untuk mengidentifikasi
the man (pendengar mungkin saja harus bertanya which man?). Jadi, keterangan
tambahan that I saw yesterday ditambahkan untuk menunjukkan secara khusus pria
mana yang sedang dibicarakan dalam kalimat.
Klausa relatif nonrestriktif, misalnya pada contoh the man, who had arrived
yesterday, left this morning atau Fred, who had arrived yesterday, left this morning.
Kalimat ini menunjukkan pembicara menganggap bahwa pendengar dapat
mengidentifikasi pria mana yang sedang dibicarakan, sedangkan pada contoh kedua
pendengar sudah paham bahwa Fred yang dibicarakan dalam kalimat sehingga klausa
relatif dalam kalimat tersebut memberikan sedikit informasi tentang sesuatu yang
sudah teridentifikasi dan tidak untuk mengidentifikasi sesuatu yang sudah
dibicarakan.
Comrie juga menyatakan jika dilihat dari urutan katanya, ada dua tipe klausa
relatif, yaitu tipe postnominal dan tipe prenominal. Tipe postnominal, klausa relatif
mengikuti intinya (seperti dalam bahasa Inggris), sedangkan tipe prenominal, klausa

28

relatif mendahului inti. Namun, ada juga tipe ketiga, yaitu tipe internal-head, inti
muncul atau terjadi di dalam klausa relatif dan nomina inti diekspresikan di dalam
klausa relatif. Nomina inti dari klausa relatif sebenarnya memainkan peranan di dua
klausa yang berbeda dalam sebuah konstruksi klausa relatif. Di satu sisi memainkan
peranan di klausa utama dan di sisi lain memainkan peranan di klausa yang
membatasi (restricting clause) dalam pengertian klausa relatif yang merupakan
klausa subordinatif. Secara lintas bahasa nomina inti terlihat dalam bentuk yang
dimodifikasi atau diturunkan, bahkan lebih tepatnya dilesapkan di salah satu klausa.
Selanjutnya Comrie menyatakan bahwa secara variasi tipologi, melihat
bagaimana peranan nomina inti dalam kalimat yang dilekati secara lintas bahasa
adalah salah satu parameter penting. Ada empat tipe dalam parameter yang penting
untuk dilihat, yaitu non-reduction, pronoun-retention, relative-pronoun, dan gap.
Tipe non-reduction berarti nomina inti muncul seutuhnya, tidak diturunkan, dalam
posisi yang normal dan atau dengan pemarkah kasus yang biasa untuk frasa nominal
untuk mengekspresikan fungsi khususnya di dalam klausa. Pada tipe pronounretention nomina inti tersisa dalam embedded sentence (kalimat yang disematkan)
dalam bentuk pronomina. Tipe ini ditemukan pada bahasa Inggris nonstandar,
contohnya dari kalimat I know where the road leads dibentuk sebuah klausa relatif
this is the road that I know where it leads. Pronomina it menunjukkan posisi yang
direlativisasi.
Tipe selanjutnya, yaitu relative-pronoun banyak ditemukan dalam bahasa
negara-negara Eropa meskipun secara khusus bukan tipe lintas bahasa yang ada di

29

dunia. Terdapat pronomina dalam klausa relatif yang menunjukkan nomina inti.
Posisinya yang semula di posisi biasa dipindahkan ke posisi awal. Untuk
menunjukkan peranan nomina inti dalam klausa relatif, harus dipahami bahwa hal
tersebut tidak dapat dilakukan dengan urutan (pronomina pasti di posisi awal) dan
penting untuk menandai pronomina atau setidaknya memiliki tingkat yang sama
seperti frasa nominal dalam klausa utama untuk menunjukkan peranannya. Dalam
bahasa Inggris dibedakan antara nominatif who dan akusatif whom untuk memeroleh
tipe pronomina dalam klausa relatif.
Berkaitan dengan aksesibilitas, Comrie mengemukakan hierarki subjek >
objek langsung > objek tak langsung > oblik > posesor. Artinya, aksesbilitas untuk
formasi klausa relatif, secara intuitif, lebih mudah untuk merelatifkan subjek daripada
merelatifkan posisi lain dan lebih mudah merelatifkan objek langsung daripada
posesor.

2.4 Model Penelitian


Model penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut. Tanda menyatakan
hubungan langsung. Berdasarkan model penelitian berikut, dapat dijelaskan bahwa
penelitian mengenai KRBJ menggunakan dua buah teori, yaitu TLF untuk
menganalisis struktur konstituen, struktur argumen, dan struktur fungsional KRBJ,
sedangkan teori berikutnya, yaitu teori tipologi yang dikemukakan oleh Comrie.
Teori ini digunakan untuk menganalisis tipe KRBJ, peranan inti, dan aksesibilitas.
Selain itu, penelitian ini juga menggunakan teori tambahan mengenai klausa relatif

30

yang dikemukakan oleh Dixon. Data dianalisis dengan menggunakan metode


kualitatif sehingga kemudian diperoleh hasil sebagai jawaban dari rumusan masalah.

Metode Kualitatif

Data

Teori Tata Bahasa


Leksikal Fungsional

Metodologi

Teori Tipologi &


Teori oleh Dixon

1. Struktur Konstituen

1. Tipe KRBJ

2. Struktur Argumen

2. Peranan Nomina inti

3. Struktur Fungsional

3. Aksesibilitas
4. Relasi Gramatikal

Hasil

31

BAB III
METODE PENELITIAN

Secara umum penelitian mengenai klausa relatif dalam bahasa Jepang


termasuk penelitian yang bersifat deskriptif kualitatif. Kajian kualitatif pada dasarnya
dilakukan untuk menemukan pengetahuan baru atau merumuskan teori baru
berdasarkan data yang dikumpulkan. Kajian dimulai dengan merumuskan masalah,
merumuskan fokus kajian, dilanjutkan dengan pengumpulan data oleh peneliti sendiri
sebagai instrumennya (Chaer, 2007: 11). Metode kualitatif juga didefinisikan sebagai
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau
lisan dari orang-orang atau perilaku yang dapat diamati (Bogdan dan Taylor dalam
Moleong, 2010: 4). Berikut akan dipaparkan mengenai sumber data, instrumen
penelitian, metode dan teknik pengumpulan data, metode dan teknik analisis serta
metode dan teknik penyajian hasil analisis.

3.1 Sumber data


Jenis sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data tertulis.
Setelah mengadakan pengamatan awal terlihat bahwa penggunaan klausa relatif
dalam bahasa lisan bisa dikatakan sama dengan klausa relatif yang muncul dalam
bahasa tertulis. Dengan pertimbangan untuk mengefektifkan waktu penelitian, data
tertulis dijadikan sebagai data utama. Selain itu, data tertulis digunakan untuk
mempermudah proses pengumpulan data. Ada dua buah sumber data tertulis yang
31

32

digunakan dalam penelitian ini, yaitu dua buah novel berjudul Purezento dan Mata
Aitakute. Novel berjudul Purezento adalah novel setebal 273 halaman yang
mengangkat tema tujuan hidup. Novel ini diterbitkan tahun 2008 dan dikarang oleh
Hoshino Natsu. Novel berikutnya, yaitu Mata Aitakute terdiri atas 250 halaman yang
mengangkat tema persahabatan. Novel ini diterbitkan pada tahun 2006 dan dikarang
oleh Shinka. Kedua novel tersebut ditujukan khususnya untuk anak muda sehingga
menggunakan tata bahasa bahasa Jepang yang sederhana.
Data tambahan yang berupa data lisan juga digunakan sebagai pembanding.
Data tambahan diperoleh melalui beberapa narasumber yang merupakan penutur asli
bahasa Jepang. Narasumber tersebut adalah siswa di sebuah tempat kursus yang
mengajarkan bahasa Indonesia kepada orang asing. Jadi, mereka adalah penutur asli
bahasa Jepang yang tidak menetap di Bali. Data diperoleh melalui pengamatan
selama proses pembelajaran di kelas. Data tersebut khususnya dari siswa yang sudah
mempelajari bahasa Indonesia cukup lama, termasuk mempelajari penggunaan
perelatif yang. Sebelum mengucapkan kalimat bahasa Indonesia biasanya siswa
akan mengawalinya dengan kalimat bahasa Jepang. Dari situlah data lisan KRBJ
diperoleh.

3.2 Instrumen Penelitian


Pada penelitian kualitatif, peneliti memiliki kedudukan khusus, yaitu sebagai
perencana, pelaksana pengumpulan data, analis, penafsir data, serta pelapor hasil
penelitiannya (Moleong, 2010: 168). Kedudukan peneliti tersebut menjadikan peneliti

33

sebagai key instrument atau instrumen kunci yang mengumpulkan data berdasarkan
kriteria-kriteria yang dipahami. Selain itu, terdapat pula instrumen tambahan, berupa
daftar kalimat dengan KRBJ untuk membandingkannya dengan data lisan sebagai
data tambahan.

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data


Secara umum metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah
metode kepustakaan. Disebut metode kepustakaan karena data utama diperoleh tanpa
terjun ke lapangan, tetapi melalui sumber tertulis berupa novel. Proses selanjutnya
adalah melakukan pencatatan data. Data yang telah dicatat kemudian diseleksi
berdasarkan kesesuaiannya dengan penelitian ini, kemudian data dikelompokkan.
Pertama, kelompok data klausa relatif restriktif dan kedua, kelompok data klausa
relatif nonrestriktif. Kelompok data yang termasuk klausa relatif restriktif kemudian
dikelompokkan lagi, misalnya, klausa relatif restriktif yang nomina intinya
menduduki fungsi subjek, klausa relatif restriktif yang nomina intinya menduduki
fungsi objek, klausa relatif restriktif yang nomina intinya menduduki fungsi oblik dan
klausa relatif restriktif yang nomina intinya menduduki fungsi posesor. Begitu juga
dengan data klausa relatif nonrestriktif. Pengelompokkan ini bertujuan untuk
mempermudah dalam penganalisisan data.

34

3.4 Metode dan Teknik Analisis Data


Metode yang digunakan untuk analisis data dalam penelitian ini adalah
metode agih atau metode distribusional. Menurut Sudaryanto (1993 :31), metode agih
memiliki teknik dasar, yaitu teknik bagi unsur langsung. Teknik ini digunakan untuk
membagi suatu konstruksi menjadi beberapa bagian atau unsur. Bagian-bagian atau
unsur-unsur tersebut dipandang sebagai bagian atau unsur yang langsung membentuk
konstruksi yang dimaksud. Teknik ini digunakan untuk membagi antara unsur inti
klausa utama dan klausa relatif.
Contoh :
Suzuki san wa
[okaasan ga tsuku-tta]
keeki o tabe-te imasu.
Nama-sapaan-TOP ibu-NOM buat-KLam kue-AK makan-KKin.
Suzuki sedang makan kue yang ibunya buat
(Minna no Nihongo-Bab 22)
Dengan menggunakan teknik bagi unsur langsung kalimat di atas dapat dibagi
menjadi dua bagian atau unsur, yaitu Suzuki san wa tabete imasu Suzuki sedang
makan dan klausa relatif okaasan ga tsukutta keeki kue buatan ibunya. Selain
teknik dasar, penelitian ini juga menggunakan tiga teknik lanjutan dari metode agih,
yaitu teknik lesap, teknik perluas, dan teknik balik. Teknik lesap digunakan untuk
melesapkan klausa relatif sehingga terlihat unsur inti klausa utama. Teknik ini
digunakan ketika membahas data yang memiliki struktur kompleks, misalnya data
yang mengandung dua buah klausa relatif. Tujuannya untuk memperlihatkan unsur
inti klausa utama sekaligus memperlihatkan nomina inti dari klausa relatif.

35

Teknik perluas digunakan untuk mengetes kegramatikalan sebuah kalimat


setelah salah satu unsurnya direlatifkan. Hal tersebut nantinya akan menunjukkan
unsur yang sebenarnya dapat direlatifkan. Berikutnya, teknik balik digunakan untuk
memindahkan konstituen dalam kalimat, khususnya nomina inti ke posisi yang
kosong dalam klausa relatif. Dengan menggunakan teknik ini akan terlihat kategori
konstituen yang direlatifkan. Teknik ini digunakan ketika membahas strategi
perelatifan.
Contoh :

Suzuki san wa
[okaasan ga__ tsuku-tta]
keeki wo tabe-te imasu.
Nama-sapaan-TOP ibu-NOM __ buat-KLam kue-AK makan-KKin.
Suzuki sedang makan kue yang ibunya buat
(Minna no Nihongo-Bab 22)
Nomina inti pada contoh di atas, yaitu keeki kue sebenarnya adalah
konstituen yang hilang pada klausa relatif. Jika keeki kue dimasukkan ke posisi
yang hilang tersebut, maka klausa relatif akan menjadi kalimat lengkap okaasan ga
keeki wo tsukutta ibu membuat kue dengan keeki kue menempati posisi objek.

3.5 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data


Terdapat dua macam metode penyajian hasil analisis data, yaitu metode
formal dan informal. Penelitian ini menggunakan kedua metode tersebut. Metode
formal adalah metode penyajian hasil analisis dengan menggunakan kaidah. Kaidah
itu dapat berbentuk rumus, bagan, tabel, dan gambar. Sebaliknya, metode informal

36

adalah metode penyajian hasil analisis dengan menggunakan kata-kata biasa


(Sudaryanto, 1993: 145). Metode formal dalam penelitian ini salah satu diantaranya
digunakan untuk menggambarkan struktur konstituen KRBJ dengan menggunakan
diagram pohon, sedangkan metode informal digunakan untuk memberikan deskripsi
mengenai klausa relatif berdasarkan rumusan masalah.

37

BAB IV
STRUKTUR KALIMAT DAN FUNGSI GRAMATIKAL
DALAM BAHASA JEPANG

4.1 Pengantar
Bahasa Jepang merupakan salah satu bahasa dari sedikit bahasa di dunia yang
memiliki struktur dasar kalimat SOV dan disertai pemarkah untuk setiap
konstituennya. Pemarkah tersebut dalam bahasa Jepang dikenal dengan joushi.
Struktur dasar bahasa Jepang berpengaruh pula pada struktur-struktur dasar lainnya,
baik struktur frasa maupun struktur klausa. Berikut dipaparkan mengenai struktur
dasar frasa dan klausa dalam bahasa Jepang, pemarkah (joushi), serta fungsi
gramatikal yang muncul dalam kalimat bahasa Jepang.

4.2 Struktur Frasa


Seperti halnya bahasa lain di dunia, bahasa Jepang juga memiliki konstituen
yang dibentuk dari kategori leksikal, yaitu nomina, verba, adjektiva, dan adposisi.
Kategori leksikal tersebut dapat digabung dengan kategori leksikal lainnya dan
kemudian membentuk unit yang lebih besar yang disebut dengan kategori frasal
(Tsujimura, 1996: 162). Tsujimura juga menjelaskan tentang kata majemuk dalam
bahasa Jepang untuk membedakannya dengan frasa. Pemajemukan dalam bahasa
Jepang bisa dilakukan dengan menggabungkan satu kategori dengan kategori yang
sama atau dengan kategori yang berbeda. Contohnya, adjektiva chikai dekat dengan
37

38

nomina michi jalan membentuk sebuah kata baru chika-michi jalan pintas. Contoh
lain nomina hara perut digabung dengan adjektiva itai sakit membentuk sebuah
kata hara-ita sakit perut. Dari contoh tersebut bisa dilihat bahwa kata majemuk
membentuk satu makna baru dari dua buah kata dan dalam prosesnya sering terjadi
pelesapan atau perubahan bunyi pada salah satu kata. Hal tersebut yang membedakan
kata majemuk dengan frasa dalam bahasa Jepang.
Frasa nominal dalam bahasa Jepang menempatkan nomina sesudah kategori
lainnya, yaitu adjektiva. Contoh beserta diagram pohon untuk NP dalam bahasa
Jepang dapat dilihat berikut ini.
(a) Frasa nominal (NP) : takai kaban tas mahal
A

NP
A

takai

kaban
Jika kategori leksikal A pada NP (a) dimodifikasi oleh kategori leksikal

adverbia, misalnya totemo sangat maka akan membentuk frasa baru, yaitu AP (frasa
adjektival) totemo takai sangat mahal. Struktur AP dalam bahasa Jepang
menempatkan adjektiva setelah adverbia. Diagram pohonnya dapat dilihat sebagai
berikut.
(b) Frasa adjektival (AP) : totemo takai kaban tas (yang) sangat mahal
Adv

39

NP

AP

ADV

totemo

kaban

takai
Selain NP dan AP, dalam bahasa Jepang juga ada frasa postposisi (PP) yang

menempatkan postposisi setelah nomina. Contohnya dapat dilihat di bawah ini.


(c) Frasa postposisi (PP) : depaato de di department store
N

PP
NP

de

depaato
Frasa berikutnya dalam bahasa Jepang, yaitu frasa verbal (VP). Karena
struktur dasar bahasa Jepang SOV, tentu VP menempatkan verba di posisi akhir frasa.
Contohnya sebagai berikut.
(d) Frasa verbal (VP) : takai kaban wo kau membeli tas mahal
A

40

VP

NP

AP

kau

kaban wo

takai
Tsujimura (1996: 173) memberikan aturan urutan frasa sebagai berikut.
a. S

S COMP

b. S

NP VP

c. NP (S) (NP) (AP) N


d. VP (PP) (NP) (PP) (NP) (S)V
d. PP NP P
Dengan menggabungkan contoh NP, AP, PP, dan VP di atas kemudian
menambahkan NP lain sebagai subjek, misalnya watashi ga saya, akan tersusun
kalimat watashi ga depaato de totemo takai kaban wo kau saya (akan) membeli tas
(yang) sangat mahal di department store. Jika digambarkan dalam diagram pohon
dengan melihat aturan urutan frasa yang dikemukakan oleh Tsujimura, maka diagram
pohon untuk kalimat tersebut sebagai berikut.

41

S
NP

VP

Watashi ga

PP

NP

NP

AP

de

Adv A

depaato

totemo

kau

kaban wo

takai

4.3 Pemarkah dalam Bahasa Jepang (Joushi)


Bahasa Jepang yang termasuk bahasa aglutinatif memiliki cukup banyak
pemarkah untuk konstituen dalam kalimat. Pemarkah tersebut ada yang berfungsi
hanya untuk memarkahi konstituen dalam kalimat tanpa memiliki arti, ada pula
pemarkah yang memiliki arti. Tsujimura (1996: 165) menyatakan bahwa pemarkah
yang hanya berfungsi untuk menunjukkan fungsi gramatikal yang diikutinya disebut
dengan pemarkah kasus. Sementara itu, pemarkah yang memiliki makna spesifik
disebut dengan posposisi. Tsujimura menyebutkan bahwa yang termasuk pemarkah
kasus, antara lain nominatif ga, akusatif wo, datif ni, genetif no, dan tambahannya
adalah pemarkah topik wa. Ga dianggap sebagai pemarkah kasus nominatif karena
fungsi utamanya adalah memarkahi nomina sebagai subjek. Berbeda dengan

42

Tsujimura, Koizumi (1993: 182) membagi pemarkah dalam bahasa Jepang menjadi
dua, yaitu kakujoushi dan fukujoushi. Sugimoto dan Iwabuchi (1990: 89) menyebut
kakujoushi sebagai pemarkah kasus. Kakujoushi adalah pemarkah kasus yang
menunjukkan peranan nomina ketika nomina tersebut dikontrol oleh verba. Pemarkah
yang termasuk dalam kakujoushi, antara lain ga, wo/o, ni, kara, to, de, e, made, dan
yori. Fukujoushi adalah pemarkah yang fungsinya menambahkan arti yang ada pada
kakujoushi.

4.3.1 Kakujoushi (Pemarkah Kasus)


Pemarkah dalam bahasa Jepang bisa memiliki fungsi atau arti yang berbeda di
kalimat yang berbeda. Begitu pula dengan kakujoushi (pemarkah kasus). Berikut
contoh penggunaan tiap-tiap kakujoushi dalam bahasa Jepang.
A. Pemarkah kasus nominatif ga. Contohnya bisa dilihat di bawah ini.
(1) a. Kodomo ga wara-tta
anak-NOM tertawa-KLam
Anak (itu) tertawa
b. Mawari ga shizuka da
sekitar-NOM sepi KOP-KKin
Lingkungan sekitar sepi
c. Akiko wa niku ga
suki da
Nama-TOP daging-NOM suka KOP-KKin
Akiko suka daging
Pemarkah ga pada contoh (1a) menunjuk pelaku, yaitu kodomo anak untuk
verba waratta tertawa. Pemarkah ga pada contoh (1b) menunjuk objek struktur
wajah mawari sekitar dengan predikatnya yang berupa adjektiva shizuka sepi dan

43

pemarkah ga pada contoh (1c) menunjuk objek struktur ergatif. Akiko wa Akiko
(nama orang) dalam kalimat ini menunjukkan kondisi suki da suka.

B. Pemarkah kasus akusatif wo


Pemarkah ini menunjukkan tujuan dari tindakan ataupun titik awal. Contoh
penggunaan pemarkah wo, antara lain sebagai berikut.
(2) a. Otto ga
tsuma wo nagu-tta
suami-NOM istri-AK pukul-KLam
Suami memukul istri
b. Nihonjin wa
shizen wo ai-suru
orang Jepang-TOP alam-AK cinta-KKin
Orang Jepang mencintai alam
c. Gyouretsu ga hashi wo
wata-tta
parade-NOM jembatan-AK seberang-KLam
Parade menyebrangi jembatan
d. (watashi wa) asa hayaku ni ie wo
de-ta
saya-TOP pagi cepat-DAT rumah-AK keluar-KLam
Pagi-pagi keluar rumah
Pemarkah wo untuk tsuma istri pada contoh (2a) menunjukkan tujuan dari
tindakan nagutta memukul yang pelakunya adalah otto suami, sedangkan pada
contoh (2b), pemarkah wo untuk shizen alam menunjukkan objek emosi atau
perasaan dari verba aisuru mencintai yang subjeknya adalah Nihonjin orang
Jepang. Selanjutnya pada contoh (2c) pemarkah wo menunjukkan rute dari kegiatan,
yaitu watatta menyeberangi dan pada contoh (2d) pemarkah wo menunjukkan titik
awal. Pada contoh (2d) tidak ada subjek gramatikal, tetapi bukan berarti contoh

44

kalimat tersebut tidak memiliki pelaku. Subjek atau pelaku dalam contoh kalimat
tersebut, yaitu watashi saya yang dalam beberapa kalimat bisa dilesapkan.

C. Pemarkah kasus datif ni


(3) a. Tokyo ni
ani ga
iru
Tokyo-DAT kakak laki-laki-NOM ada-KKin
Kakak laki-laki ada di Tokyo
b. Gogo 2ji ni
kaigi ga
hajima-tta
sore 2 jam-DAT rapat-NOM mulai-KLam
Pada jam 2 rapat mulai
c. Kesa
Tokyo ni
tsu-ita
tadi pagi Tokyo-DAT tiba-KLam
Tadi pagi tiba di Tokyo
d. Akiko wa
hanashi ni muchuu da-tta
Nama-TOP cerita-DAT asyik
KOP-Lam
Akiko keasyikan dengan cerita
e. Haruko wa okaasan ni tegami wo da-shita
Nama-TOP ibu-DAT surat-AK kirim-KLam
Haruko mengirim surat untuk ibunya
f. Gogo kara kaze ni
na-tta
sore dari angin-DAT jadi-KLam
Angin (berembus) sejak sore
g. Tsuma wa otto ni
nagura-reta
istri-TOP suami-DAT pukul-PAS-KLam
Istri dipukul oleh suami
Pemarkah datif ni memang pemarkah yang penggunaannya lebih banyak
dibandingkan dengan pemarkah kasus (kakujoushi) lainnya dalam bahasa Jepang.
Dari contoh di atas terlihat bahwa pemarkah ni digunakan dalam kalimat yang
berbeda-beda dengan fungsi yang berbeda pula. Pada contoh (3a) pemarkah ni

45

menunjukkan posisi atau lokasi, pada contoh (3b) menunjukkan waktu, pada contoh
(3c) dan (3d) menunjukkan sasaran atau target, pada contoh (3e) menunjukkan
sasaran atau penerima, pada contoh (3f) menunjukkan sasaran yang kemudian
menjadi hasil, dan pada contoh (3g) menunjukkan titik awal tindakan. Contoh (3g)
adalah kalimat pasif sehingga pemarkah ni yang muncul diartikan oleh dalam bahasa
Indonesia.

D. Pemarkah kasus ablatif kara


(4) a. Fune wa Yokohama kara shuppatsu-shita
kapal-TOP Yokohama dari berangkat-KLam
Kapal berangkat dari Yokohama
b. Kashu wa
Haruko kara hana wo mora-tta
penyanyi-TOP Nama dari bunga-AK terima-KLam
Penyanyi menerima bunga dari Haruko
c. Kaigi wa
asa no
10 ji kara hajima-tta
rapat-NOM pagi-GEN 10 jam dari mulai-KLam
Rapat mulai dari jam 10 pagi
d. Yuujin wa byoki kara shippai-shita
teman-TOP sakit karena gagal-KLam
Teman gagal karena sakit
e. Wisukii wa
komugi kara tsukura-reru
whiskey-TOP gandum dari buat-PAS-KKin
Whiskey dibuat dari gandum
Seperti halnya dengan pemarkah kasus lainnya, kara juga memarkahi
konstituen berbeda dalam kalimat yang berbeda. Pada contoh (a) menyatakan titik
awal, pada contoh (b) menyatakan sumber, pada contoh (c) menyatakan titik awal.

46

Selain itu, pemarkah kasus kara juga digunakan untuk mengungkapkan alasan seperti
pada contoh (d) dan (e).

E. Pemarkah kasus instrumental de


(5) a. Kouen ga
koukaidou de
okonawa-reta
Kuliah-NOM auditorium LOK mengadakan-PAS-KLam
Kuliah diadakan di auditorium
b. Hashi de
gohan wo tabe-ru
Sumpit dengan nasi-AK makan-KKin
Makan nasi dengan sumpit
c. Kami de
origami wo tsuku-tta
Kertas dengan origami-AK buat-KLam
Membuat origami dengan kertas
Pemarkah kasus lain, yaitu de juga memiliki beberapa fungsi dalam kalimat
yang berbeda, antara lain menunjukkan lokasi seperti contoh (5a), menunjukkan alat
seperti contoh (5b), dan menunjukkan bahan seperti contoh (5c). Dari contoh yang
ada, diketahui bahwa pemarkah kasus kara pada contoh (4e) menyatakan bahan yang
digunakan untuk membuat sesuatu, tetapi bahan tersebut sudah tidak terlihat lagi pada
benda yang sudah jadi, sedangkan pemarkah kasus de menunjukkan bahan yang
masih terlihat ketika sudah menjadi sesuatu. Pada contoh (5c) benda yang dimaksud
adalah origami (seni melipat kertas di Jepang) dengan bahan kertas. Kertas itu masih
dapat dilihat meskipun sudah dijadikan bermacam-macam bentuk.

47

F. Pemarkah kasus allatif e


Pemarkah e hanya memiliki satu fungsi, yaitu menyatakan tujuan, seperti pada
contoh di bawah ini.
(6) a. Ashita Nara e i-ku
Besok Nara ke pergi-KKin
besok pergi ke Nara
b. Higashi e 30 kiro i-tta
Barat ke 30 km pergi-KLam
pergi 30 km ke barat
G. Pemarkah kasus komitatif to
Pemarkah kasus komitatif to adalah pemarkah yang menunjukkan dengan
(orang). Dapat dilihat pada contoh di bawah ini.
(7) a. Kouen de koibito to
a-tta
taman di pacar dengan bertemu-KLam
Bertemu dengan pacar di taman
b. Koibito to
kouen wo aru-ita
Pacar dengan taman-AK jalan-KLam
Berjalan di taman dengan pacar
c. Haruko wa Akiko to
onaji toshi da
Nama-TOP Nama dengan sama umur KOP-KKin
Haruko seumuran dengan Akiko
Pada contoh (7a) dan (7b), to menunjukkan pasangan, sedangkan pada contoh
(7c) menunjukkan kesamaan.

H. Pemarkah kasus penunjuk batasan made


(8) a. Shinkansen wa Hakata made nobi-ta
Shinkansen-TOP Hakata sampai memanjang-KLam

48

Shinkansen memanjang sampai hakata


b. Gogo no 5ji made ma-tte mi-ta
sore-GEN 5 jam sampai tunggu coba-KLam
Coba menunggu sampai jam 5 sore
Pemarkah kasus made digunakan menunjukkan batasan, baik itu batasan
waktu maupun batasan tempat.

I. Pemarkah kasus komparatif dan waktu yori


(9) a. Haruko wa Natsuko yori
wakai
Nama-TOP Nama daripada muda
Haruko lebih muda daripada Natsuko
b. Shi gatsu tsuitachi
yori sakura matsuri ga
hajima-ru
empat bulan tanggal satu pada sakura festival-NOM mulai-KKin
Festival sakura akan mulai tanggal satu bulan empat
Pada contoh (9a) yori menunjukkan perbandingan, dalam hal ini antara
Haruko dan Natsuko, sedangkan pada contoh (9b) menunjukkan waktu.

4.3.2 Fukujoushi
Koizumi (1993: 185) menyatakan bahwa yang termasuk ke dalam kelompok
fukujoshi adalah pemarkah wa. Pendapat Koizumi yang tidak memasukkan wa ke
dalam kakujoshi memang lebih dapat diterima. Hal tersebut terjadi karena dalam
banyak kasus wa digunakan bersamaan dengan pemarkah lainnya. Fungsinya hanya
menekankan kata yang sudah dimarkahi oleh pemarkah lain (kakujoushi). Contohnya
bisa dilihat berikut ini.

49

a. Nihon no
wakai hahaoya no naka ni wa
kodomo no you na hito mo imasu
Jepang-GEN muda ibu-GEN dalam-DAT-TOP anak-GEN seperti orang juga adaKKin
Di antara ibu-ibu muda ada juga orang yang seperti anak-anak
(Chuukyuu Kara Manabu: 19)
b. [Onaji mokuhyou ga aru] hito tachi to wa
sugu nakayoku na-reru yo ne
Sama tujuan-NOM ada orang-orang dengan-TOP segera teman jadi-BPot-Kin
Segera ya bisa menjadi teman denga orang yang mempunyai tujuan sama
(Hoshino: 63)
Sebelum menuju ke penjelasan mengenai pemarkah wa, Koizumi memberikan
contoh kalimat berikut.
(10) a. Ima,
ame ga
fu-tte imasu
sekarang hujan-NOM turun-KKin
Sekarang, hujan sedang turun
b. Kinou, Haruko san ga tazune-te kimashita
kemarin, Nama-NOM berkunjung-KLam
Kemarin Haruko datang berkunjung
Pada contoh kalimat (10a) dan (10b) di atas, pemarkah yang digunakan adalah
ga karena termasuk ke dalam kalimat fenomena atau peristiwa yang diamati secara
objektif. Penggunaan ga juga dapat dilihat pada contoh kalimat di bawah ini.
c. Natsuko san ga gakkou wo yasu-nda
Nama-NOM
sekolah-AK libur-KLam
Natsuko libur sekolah
d. kono kuruma wo itsu kara tsuka-tte imasu ka?
ini mobil-AK kapan dari pakai-KKin-IGF
Dari kapan memakai mobil ini?
Pada contoh kalimat (10a) dan (10b), ga tidak dapat digantikan dengan wa.
Sebaliknya, ga pada contoh (10c) dan wo pada contoh (10d) dapat digantikan dengan

50

wa. Pemarkah wa yang dapat menggantikan tersebut dikenal dengan wa topik dan
nomina yang menggunakan wa sebagai pemarkah dianggap mengalami topikalisasi.

4.4 Penentuan Subjek Kalimat


Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa pemarkah kasus nominatif
dalam bahasa Jepang adalah ga. Namun, munculnya ga setelah konstituen dalam
kalimat tidak selalu bisa dijadikan patokan bahwa konstituen yang dalam hal ini
berupa NP adalah subjek kalimat. Hal ini terjadi karena dalam bahasa Jepang bisa
saja muncul dua pemarkah ga yang memarkahi dua NP dalam satu kalimat.
Contohnya dapat dilihat sebagai berikut.
(11) Ano hito ga
eigo
ga
suki desu.
itu orang-NOM bahasa Inggris-NOM suka-KOP-KKin
Orang itu suka bahasa Inggris
Contoh kalimat di atas tidak bisa dinyatakan memiliki dua buah subjek hanya
karena ada dua pemarkah kasus nominatif. Predikat kalimat tersebut adalah suki yang
memang memerlukan pemarkah nominatif ga sama halnya dengan verba statif
lainnya dalam bahasa Jepang. Namun, pembaca atau pembicara bisa saja langsung
berpikir bahwa subjek kalimat tersebut adalah ano hito orang itu, bukan eigo
bahasa Inggris karena subjek untuk suki suka harus animate. Tsujimura (1996:
228) memberikan beberapa cara untuk menentukan subjek kalimat dalam bahasa
Jepang, antara lain dengan refleksifisasi dan honorifikasi subjek.

51

4.4.1 Refleksifisasi
Dalam bahasa Jepang ada dua pronomina refleksif, yaitu jibun dan jibun
jishin. Berbeda dengan bahasa Inggris yang memiliki pronomina refleksif untuk lakilaki dan perempuan (herself dan himself), pronomina refleksif dalam bahasa Jepang
tidak mengaitkannya dengan hal tersebut. Tsujimura (1996: 230) menyatakan bahwa
kapan pun ditemukan pronomina refleksif jibun dalam kalimat, antesedennya
diidentifikasi sebagai subjek kalimat. Beberapa hal menyangkut pronomina refleksif
dalam bahasa Jepang, antara lain, anteseden untuk jibun harus animate, jibun bisa
muncul di posisi posesor dan anteseden untuk jibun terbatas pada subjek kalimat.
(12) a. Taroo ga
Hanako wo jibun no heya de
koro-shita
Nama-NOM Nama-AK REF-GEN kamar LOK bunuh-KLam
Taroo membunuh Hanako di kamarnya sendiri
Subjek kalimat tersebut adalah Taroo sehingga anteseden dari jibun adalah
Taroo. Tsujimura (1996: 231) juga menyebutkan bahwa jibun bisa mengalami yang
disebut dengan refleksif jarak jauh (long-distance reflexive) dan ketika jibun yang
muncul dalam klausa sematan menemukan antesedennya di klausa utama, orientasi
subjek diperhatikan. Hal tersebut dapat dilihat pada contoh di bawah ini.
b. Taroo ga
Hanako ni [Ziroo ga
jibun wo hihan-shita] to
i-tta
Nama-NOM Nama-DAT [Nama-NOM REF-AK kritik]
COM berkata-KLam
Taroo mengatakan kepada Hanako bahwa Ziroo mengkritik dirinya
Pada contoh kalimat di atas, jibun dapat memiliki dua anteseden. Baik Taroo
maupun Ziroo diidentifikasi sebagai subjek. Taroo adalah subjek dari klausa utama,
sedangkan Ziroo adalah subjek klausa sematan. Oleh karena itu, jumlah anteseden

52

yang mungkin untuk pronomina refleksif sama dengan jumlah subjek yang ada dalam
kalimat. Pada contoh di atas terdapat dua subjek, yaitu subjek klausa utama dan
subjek klausa sematan. Contoh lain yang diberikan untuk melihat bagaimana
refleksifisasi dapat menentukan subjek kalimat dapat dilihat berikut ini.
c. Taroo ga
Hanako ga jibun no guruupu de
ichiban suki da
Nama-NOM Nama-NOM REF-GEN grup
LOK paling suka-KOP-KKin
Taroo paling suka Hanako di antara (anggota lain) di grupnya
d. Taroo ni
jibun no kimochi ga
wakara-nai
Nama-DAT REF-GEN perasaan-NOM mengerti-KKinNeg
Taroo tidak mengerti perasaanya sendiri
Pada contoh (12c) ada dua frasa nominal yang dimarkahi oleh pemarkah kasus
ga, yaitu Taroo dan Hanako. Namun, yang menjadi anteseden dari jibun adalah
Taroo. Hal tersebut disebabkan oleh predikat contoh kalimat (c), yaitu suki suka.
Predikat ini adalah salah satu predikat statif dalam bahasa Jepang yang memang
mengharuskan pola ga (subjek) - ga (objek). Itu berarti bahwa Taroo adalah subjek
kalimat sedangkan Hanako adalah objek. Sementara itu, pada contoh (12d) Taroo
dimarkahi oleh pemarkah kasus datif ni dan kimochi perasaan dimarkahi oleh
pemarkah kasus ga. Pronomina refleksif jibun mengambil Taroo sebagai antesedenya
karena anteseden untuk jibun harus animate. Jadi, tanpa memerhatikan tipe pemarkah
yang melekat pada frasa nominal.

53

4.4.2 Honorifikasi Subjek


Honorifikasi subjek berkaitan dengan bahasa Jepang yang memiliki tiga level
ujaran, yaitu futsuu (biasa), teinei (sopan), dan keigo (halus). Sebuah ujaran dalam
bahasa Jepang dapat diidentifikasi tingkat kehalusannya dari bentuk verba yang
digunakan. Hal ini pula yang dijadikan acuan oleh Tsujimura (1996: 231) untuk
menentukan subjek dalam kalimat bahasa Jepang.
(13) a. Yamada sensei ga
gakusei no hon wo o-yomi-ni na-tte iru
Nama guru-NOM
murid-GEN buku-AK baca-KKin-HOR
Guru Yamada membaca buku murid
Ketika membaca kalimat di atas, pembaca bisa dengan mudah mengenali yang
mana subjek kalimat, terlebih adanya pemarkah kasus ga. Namun, mengingat
pemarkah kasus ga tidak selalu bisa dijadikan acuan, pembaca bisa melihat bentuk
verba yang digunakan. Verba o-yomi-ni natte iru adalah bentuk halus dari yomu
membaca yang digunakan untuk menyatakan kegiatan seseorang yang dihormati.
Dalam kalimat di atas, orang tersebut adalah Yamada sensei guru Yamada.
Meskipun kalimat di atas diubah, melihat bentuk verba yang digunakan subjek
kalimat tetap sama. Hal tersebut dapat dilihat pada contoh di bawah ini.
b. Yamada sensei ni gakusei no kimochi ga
o-wakari-ni nara-nai
Nama guru-DAT murid-GEN perasaan-NOM mengerti-HOR-KKinNeg
Perasaan murid dimengerti oleh Guru Yamada
Contoh kalimat di atas menunjukkan kembali bahwa konstituen yang
dimarkahi oleh ga tidak selalu subjek kalimat. Bentuk verba o-wakari-ni naranai
adalah bentuk halus dari verba wakaru mengerti yang dalam contoh di atas
digunakan karena menghormati pelaku tindakan dalam kalimat tersebut, yaitu Guru

54

Yamada. Jadi, terlihat bahwa honorifikasi subjek memainkan peran untuk


mengidentifikasi subjek dalam bahasa Jepang. Subjek pada contoh (b) merupakan
subjek konstruksi pasif yang memang dimarkahi oleh pemarkah datif ni dan di
terjemahkan oleh dalam bahasa Indonesia. Contoh di atas menunjukkan bahwa dalam
bahasa Jepang ni tidak hanya berfungsi sebagai pemarkah datif, tetapi juga
memarkahi subjek kalimat pasif.

4.5 Fungsi Gramatikal


Fungsi gramatikal yang paling umum dikenal, antara lain subjek dan objek.
Namun, TLF mengemukakan fungsi gramatikal yang ada, antara lain SUBJect,
OBJect, OBJ, COMP, XCOMP, OBLique, ADJunct, XADJunct. Dari fungsi
gramatikal tersebut, yang termasuk argumen adalah subjek, objek, dan oblik.
Sementara ajung dan komplemen adalah nonargumen (Dalrymple, 2001 : 9). Dalam
bahasa Jepang juga ditemukan fungsi gramatikal subjek, objek (obj1 dan obj2), oblik,
komplemen, dan ajung. Di bawah ini adalah contoh fungsi gramatikal yang muncul
dalam bahasa Jepang.
(14) Shin wa
sono hi, konbini no
mae ni
suwa-tte imashita
Nama TOP itu hari, konbini GEN depan DAT duduk-KKinLam
Shin hari itu duduk di depan konbini (convenience store)
(Shinka, 2006: 7)
Pada contoh kalimat di atas, muncul wa yang menunjukkan bahwa nomina
yang ada sebelumnya, yaitu Shin (nama orang) mengalami topikalisasi. Selain itu,
dalam kalimat tersebut terdapat obliklokasi, yaitu konbini no mae depan convenience

55

store yang dimarkahi oleh pemarkah datif ni. Pada contoh (14) muncul pula fungsi
gramatikal lainnya, yaitu ajung sono hi hari itu. Menurut Kroeger (2004: 10), ajung
adalah nonargumen yang memberikan kontribusi terhadap makna kalimat secara
keseluruhan, tetapi tidak pernah diperlukan untuk melengkapi makna predikat.
Dengan kata lain, argumen berhubungan erat dengan makna predikat, sedangkan
ajung tidak. Ajung menunjukkan informasi semantik, seperti waktu, cara, atau sikap,
tujuan, dan yang lainnya. Jadi, pada contoh (14) jika sono hi hari itu dihilangkan,
tidak mengurangi makna kalimat karena ajung sifatnya opsional. Contoh oblik lokasi
dalam bahasa Jepang dapat pula dilihat pada contoh di bawah ini.
(15) Shin wa
Shouta to
konbini no
mae de
dara dara to
Nama-TOP Nama dengan konbini-GEN depan LOK berlama-lama
hima wo
tsubu-shite ita
waktu luang-AK mengisi-KKinLam
Shin melewatkan waktu luang dengan berlama-lama di depan kobini bersama
Shouta
(Shinka, 2006:
9)
Pada contoh (15) muncul dua buah oblik. Pertama, oblik komitatif, yaitu Shouta
(nama orang) yang dimarkahi pemarkah kasus komitatif to dan kedua obliklokasi, yaitu
konbini no mae depan convenience store yang dimarkahi oleh de. Dalam bahasa
Jepang objeklokasi dapat dimarkahi oleh ni dan de. Perbedaannya adalah ni diikuti oleh
verba yang tidak menunjukkan aktivitas, seperti verba suwaru duduk pada contoh
(14). Sebaliknya, ketika obliklokasi dimarkahi oleh de, berarti verba yang muncul
menunjukkan aktivitas. Pada contoh (15) verba yang dimaksud, yaitu tsubushite itta
yang merupakan bentuk lampau dari tsubusu melewatkan.

56

(16) Shin wa
Shouta no moto e modo-tte itta
Nama-TOP Nama-GEN asal ke kembali-KKinLam
Shin kembali ke asal Shouta
(Shinka, 2006: 9)
Pada contoh (16) di atas muncul oblikgoal, yaitu moto asal yang dimarkahi
oleh e ke. Pemarkah tujuan e biasanya diikuti oleh verba seperti iku pergi, kuru
datang, kaeru pulang dan beberapa verba lainnya. Oblikgoal pada contoh kalimat
(16) bisa juga dimarkahi oleh ni.
(17) Shin wa
Shouta to
isshoni tabako ni hi wo tsuke-ta
Nama-TOP Nama dengan bersama rokok ke api-AK beri-KLam
Shin bersama-sama dengan Shouta menyalakan api ke rokok
(Shinka, 2006: 9)
Fungsi gramatikal yang muncul pada contoh (17), antara lain subjek,
oblikkomitatif, yaitu Shouta (nama orang) yang dimarkahi oleh to, oblikgoal, yaitu
tabako rokok dan objek, yaitu hi api yang dimarkahi oleh wo.
(18) Shouta wa warai de
Shin ni
hanashi kake-te kita
Nama-TOP tertawa dengan Nama-DAT sapa-KLam
Shouta dengan tertawa menyapa (kepada) Shin
(Shinka, 2006: 9)
Fungsi gramatikal oblik juga muncul pada contoh (18). Oblik instrumen, yaitu
warai tertawa yang dimarkahi oleh de yang dalam contoh (18) berarti dengan.
Selain oblikinstrumen, muncul pula oblikgoal, yaitu Shin (nama orang) yang dimarkahi
oleh ni yang dalam contoh (18) berarti kepada. Contoh oblikinstrumen dalam bahasa
Jepang juga dapat dilihat pada contoh (19) dan (20) berikut ini.

57

(19) San nin


no warai koe
de heya ga
atata-ku
na-ru
tiga orang-GEN tertawa suara dengan kamar-NOM hangat-BSmb jadi-KKin
Kamar menjadi hangat dengan suara tawa ketiga orang (itu)
(Hoshino, 2008 :34)
(20) Gakkou wa, ie
kara kuruma de
nijuuppun
kaka-ru
sekolah-TOP rumah dari mobil dengan dua puluh menit perlu-KKin
(ke) Sekolah perlu dua puluh menit dengan mobil dari rumah
(Hoshino, 2008 :34)
Pada contoh (19) dan (20) di atas pemarkah yang muncul adalah de yang
menyatakan dengan untuk menunjukkan oblikinstrumen. Tidak hanya instrumen yang
berupa benda seperti pada contoh (20), tetapi juga sesuatu yang muncul dari tubuh
manusia, seperti pada contoh (19).
(21) Okaasan wa byoushitsu kara de-te itte shimatta
Ibu
TOP kamar pasien dari keluar-KLam
Ibu keluar dari kamar pasien

(Shinka, 2006 :

13)
Contoh kalimat (21) terdiri atas fungsi gramatikal subjek dan obliksumber, yaitu
byoushitsu kamar pasien yang dimarkahi oleh kara dari.
(22) Shin wa,
gakkou no
sensei ni sonna
asobi bakari yatteru na
Nama-TOP sekolah-GEN guru DAT seperti itu bermain melulu melakukanjangan
to
iwa-rete ita.
bahwa katakan-PAS-KLam
Guru mengatakan kepada Shin (bahwa) jangan bermain melulu
(Shinka, 2006: 83)

58

Fungsi gramatikal yang muncul pada contoh (22), antara lain subjek, oblikagen,
yaitu gakkou no sensei guru sekolah yang dimarkahi oleh ni dan komplemen, yaitu
sonna asobi bakari yatteru na to bahwa jangan bermain melulu.
(23) Anzai san ga watashi ni
iro iro na
koto wo oshie-te kure-ta
Nama-NOM saya kepada bermacam-macam hal-AK ajar-KLam
Anzai mengajarkan bermacam-macam hal kepada saya
(Shinka, 2006: 99)
Pada contoh di atas terdapat oblikpenerima, yaitu watashi saya yang mendapat
bermacam-macam pengetahuan dari kegiatan yang dilakukan oleh Anzai. Dengan
demikian, dari contoh kalimat (14) sampai dengan (23) terlihat bahwa fungsi
gramatikal yang ada dalam bahasa Jepang, antara lain subjek, objek, oblik,
komplemen, dan ajung. Oblik dalam bahasa Jepang, antara lain obliklokasi, oblikkomitatif,
oblikgoal, obliksumber, oblikagen, oblikinstrumen, dan oblikpenerima.

4.6 Urutan Kata dan Scrambling


Tsujimura (1996: 185) menyatakan bahwa bahasa Jepang memiliki urutan
kata di antara konstituen sebuah kalimat lebih bebas jika dibandingkan dengan bahasa
Inggris. Secara umum, selain posisi verba di akhir kalimat, susunan konstituen lain
dapat diacak. Di bawah ini beberapa contoh kalimat yang memiliki arti sama, tetapi
memiliki sususan yang berbeda di tiap-tiap kalimat.
(24) a. Kinou Taroo ga
Ginza de
sushi wo tabe-ta
kemarin Nama-NOM Ginza LOK sushi-AK makan-KLam
Kemarin Taroo makan sushi di Ginza
b. Taroo ga
Ginza de
Nama-NOM Ginza LOK

kinou
sushi wo tabe-ta
kemarin sushi-AK makan-KLam

59

Kemarin Taroo makan sushi di Ginza


c. Kinou sushi wo Taroo ga
Ginza de tabe-ta
kemarin sushi-AK Nama-NOM Ginza LOK makan-KLam
Kemarin Taroo makan sushi di Ginza
d. Sushi wo kinou Taroo ga
Ginza de tabe-ta
sushi-AK kemarin Nama-NOM Ginza LOK makan-KLam
Kemarin Taroo makan sushi di Ginza
e. Kinou Ginza de sushi wo Taroo ga
tabe-ta
kemarin Ginza LOK sushi-AK Nama-NOM makan-KLam
Kemarin Taroo makan sushi di Ginza
Contoh kalimat (24a) sampai dengan (24e) memiliki arti yang sama, yaitu
Kemarin Taroo makan sushi di Ginza. Namun, urutan konstituen tiap-tiap kalimat,
kecuali verba berbeda. Tipe kalimat yang konstituennya tidak dalam urutan kanonikal
subjek-objek disebut dengan kalimat scrambled dan fenomena yang ditunjukkan
disebut dengan scrambling (Tsujimura, 1996: 186). Dengan kata lain scrambling
adalah proses pembentukan kalimat dengan urutan yang tidak kanonikal (bukan
urutan S-O-V dalam bahasa Jepang).
Peranan pemarkah sangat penting dalam bahasa Jepang yang memiliki urutan
konstituen relatif acak. Pemarkah kasus ga secara umum menunjukkan frasa nominal
yang dilekatinya adalah subjek atau pemarkah kasus wo yang menunjukkan bahwa
frasa nominal yang dilekatinya adalah objek. Begitu juga pemarkah lainnya dengan
fungsinya masing-masing. Jadi, pemarkah kasus bekerja dengan fungsi yang spesifik,
yaitu menunjukkan peran dari frasa yang diikutinya dalam kalimat.

4.6.1 Batasan dalam Scrambling

60

Scrambling digunakan untuk menyusun kembali urutan konstituen sebuah


kalimat dan pemarkah kasus berfungsi untuk mengidentifikasi fungsi frasa nominal
yang diikutinya. Namun, tetap ada batasan dalam scrambling. Tsujimura (1996: 205)
memaparkan lima batasan yang harus diperhatikan dalam fenomena scrambling.
A. Semua konstituen dalam kalimat dapat mengalami scrambling, kecuali verba.
Posisi verba dalam kalimat bahasa Jepang tetap di akhir. Pendapat Tsujimura ini
berhubungan dengan struktur dasar kalimat bahasa Jepang, yaitu SOV yang
menempatkan verba di akhir kalimat. Selain itu, jika mengingat peranan penting
sebuah verba dalam kalimat, tentu posisinya dalam kalimat harus mengikuti aturan
yang ada. Berbeda dengan bahasa yang struktur dasarnya menempatkan verba di
tengah kalimat, seperti bahasa Indonesia. Verba dalam bahasa Indonesia,
khususnya verba intransitif bisa diletakkan sebelum atau sesudah konstituen lain
dalam kalimat. Misalnya, kalimat saya bekerja di Jakarta dan di Jakarta saya
bekerja. Verba mengalami scrambling, tetapi kedua kalimat itu dianggap
gramatikal. Berkaitan dengan batasan scrambling yang pertama, perhatikan contoh
di bawah ini.
(25) a. Eita ga
honya
de manga wo ka-tta
Nama-NOM toko buku LOK komik-AK beli-KLam
Eita membeli komik di toko buku
b. Eita ga
manga wo honya
de
ka-tta
Nama-NOM komik-AK toko buku LOK beli-KLam
Eita membeli komik di toko buku
c. Manga wo honya
de
Eita ga
ka-tta
komik-AK toko buku LOK Nama-NOM beli-KLam
Eita membeli komik di toko buku

61

d. *Eita ga
honya
de
ka-tta
manga wo
Nama-NOM toko buku LOK beli-KLam komik-AK
Konstituen pada contoh (25a) sampai dengan (25c) mengalami scrambling,
tetapi tetap dianggap gramatikal. Contoh kalimat (25d) juga mengalami scrambling,
tetapi tidak gramatikal karena menempatkan verba di tengah kalimat.

B. Scrambling tidak berlaku untuk pemarkah kasus. Frasa nominal dan pemarkah
kasus dianggap satu kesatuan sehingga scrambling tidak dapat digunakan untuk
memisahkan frasa nominal dengan pemarkah kasusnya. Hal tersebut dapat dilihat
pada contoh kalimat (a)--(c) berikut ini.
(26) a. Ruka ga
sushi wo tabe-ta
Nama-NOM sushi-AK makan-KLam
Ruka makan sushi
b. Sushi wo Ruka ga
tabe-ta
sushi-AK nama-NOM makan-KLam
Ruka makan sushi
c. *Sushi Ruka ga
-wo tabe-ta
sushi nama-NOM AK makan-Klam
C. Ketika dua frasa nominal atau lebih digabungkan dengan kata to dan, anggota
dari gabungan frasa nominal tersebut tidak dapat mengalami scrambling.
(27) a. Takeru ga sushi to sashimi wo tabe-ta
Nama-NOM sushi dan sashimi-AK makan-KLam
Takeru makan sushi dan sashimi
b. Sushi to sashimi wo Takeru ga tabe-ta
sushi dan sashimi-Ak nama-NOM makan-Klam
Takeru makan sushi dan sashimi

62

c. *Sushi Takeru ga
to sashimi wo tabe-ta
sushi Nama-NOM dan sashimi-AK makan-KLam
D. Kalimat yang seharusnya berada dalam klausa sematan ataupun klausa relatif tidak
bisa dipindahkan ke klausa utama. Scrambling hanya terbatas di dalam klausa.
Contoh berikut menunjukkan hal tersebut.

(28) a. Takeru ga ashita [kyonen Amerika de


a-tta]
hito to
Nama-NOM besok tahun lalu Amerika LOK bertemu-KLam orang dengan
kekkon suru
nikah-KKin
Takeru besok akan menikah dengan orang yang ditemuinya di Amerika
b. *Takeru ga kyonen ashita [Amerika de a-tta]
hito
to
Nama-NOM tahun lalu besok Amerika LOK bertemu-KLam orang dengan
kekkon suru
nikah-KKin
(29) a. Takeru ga
[Ruka ga
gakkou de tsuku-tta] sushi wo tabe-ta
Nama-NOM nama-NOM sekolah di buat-KLam sushi-Ak makan-KLam
Takeru makan sushi yang dibuat Ruka di sekolah
b. *Ruka ga
Takeru ga [gakkou de tsuku-tta] shushi wo tabe-ta
Nama-NOM nama-NOM sekolah di buat-KLam sushi-AK makan-KLam
Contoh kalimat (28b) dan (29b) dianggap tidak gramatikal karena kyonen
(28b) dan Ruka ga (29b) yang merupakan bagian dari klausa sematan keluar ke
klausa utama. Kyonen dan Ruka ga menjelaskan kejadian dalam klausa sematan
sehingga tidak dapat mengalami

scrambling keluar klausa (long-distance

scrambling). Namun, dalam beberapa kasus, long-distance scrambling bisa diterima.


Contohnya dapat dilihat di bawah ini.

63

(30) a. Takeru ga [Hanako ga imoutou ni neko wo age-ta]


to
Nama-NOM nama-NOM adik-DAT kucing-AK beri-KLam COMP
i-tta
berkata-KLam
Takeru berkata bahwa Hanako memberi adiknya kucing
b. Neko wo Taroo ga
[Hanako ga imoutou ni age-ta] to
kucing-AK Nama-NOM nama-NOM adik-DAT beri-KLam COMP
i-tta
berkata-KLam
Takeru berkata bahwa Hanako memberi adiknya kucing
E. Scrambling hanya mengizinkan perpindahan sebelah kiri. Meskipun dalam
beberapa kasus long-distance scrambling diizinkan seperti contoh di atas,
perpindahan objek, yaitu neko wo hanya boleh ke sebelah kiri. Jika perpindahan
tersebut ke sebelah kanan, maka kalimat dianggap tidak gramatikal.
(31) *Taroo ga
[Hanako ga imoutou ni age-ta]
to
nama-NOM nama-NOM adik-DAT beri-KLam COMP
i-tta
berkata-KLam

neko wo
kucing-AK

64

BAB V
KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

5.1 Pengantar
Struktur dasar bahasa Jepang, yaitu SOV juga berpengaruh terhadap struktur
klausa relatif, termasuk posisi nomina inti. Perbedaan lain antara KRBJ dan bahasa
lain, misalnya bahasa Inggris dan bahasa Indonesia adalah tidak adanya perelatif
ataupun pronomina relatif. Meskipun demikian, sama halnya dengan bahasa
Indonesia dan bahasa Inggris, klausa relatif dalam bahasa Jepang terdiri atas klausa
relatif restriktif dan klausa relatif nonrestriktif. Dari data yang terkumpul terlihat
bahwa jumlah klausa relatif restriktif memang lebih banyak, tetapi jumlah klausa
relatif nonrestriktif juga cukup banyak ditemukan.

5.2 Klausa Relatif Bahasa Jepang


5.2.1 Posisi Nomina Inti
Berkaitan dengan posisi nomina inti dari klausa relatif, Comrie (1981: 137)
membagi klausa relatif menjadi tiga tipe, yaitu tipe postnominal (klausa relatif
mengikuti inti), tipe prenominal (klausa relatif mendahului inti), dan tipe internalhead (nomina inti diekspresikan di dalam klausa relatif). Bahasa yang memiliki

64

65

struktur SOV cenderung memiliki tipe klausa relatif prenominal. Begitu juga dengan
bahasa Jepang termasuk tipe prenominal, yaitu klausa relatif mendahului inti. Hal ini
sama dengan struktur frasa adjektival bahasa Jepang yang menempatkan adjektiva
sebelum nomina.
Contoh :
Ookii

ie

rumah besar

Besar rumah
Ichikawa (2005 : 341) memberikan gambaran mengenai KRBJ seperti berikut.

Meishi Shuushoku Setsu (Klausa relatif)

Shuushoku meishi (Nomina inti)

5.2.2 Jenis-jenis Klausa Relatif Bahasa Jepang


Comrie membagi klausa relatif menjadi dua, yaitu klausa relatif restriktif dan
nonrestriktif. Klausa relatif restriktif bersifat membatasi referen yang diacu atau
digunakan ketika nomina inti tidak memberikan informasi yang cukup kepada
pendengar. Sementara itu, klausa relatif nonrestriktif tidak bersifat membatasi karena
hanya memberikan informasi tambahan terhadap referen atau nomina yang
sebenarnya sudah dapat diidentifikasi oleh pendengar.

5.2.2.1 Klausa Relatif Restriktif


Klausa relatif jenis ini lebih banyak ditemukan dalam bahasa Jepang atau
mungkin juga dalam bahasa-bahasa lain. Comrie (1981: 131) memberikan contoh

66

klausa relatif restriktif dalam bahasa Inggris, the man that I saw yesterday left this
morning. Klausa relatif that I saw yesterday membatasi referen untuk kata the man
dan menunjukkan secara khusus pria mana yang sedang dibicarakan dalam kalimat.
Dalam bahasa Jepang nomina yang mendapat pemodifikasi klausa relatif
restriktif tidak terbatas pada referen animate, tetapi juga inanimate. Nomina yang
dimodifikasi oleh klausa relatif restiktif dalam bahasa Jepang menempati posisi, baik
subjek, objek, posesor, maupun oblik dalam kalimat. Berikut beberapa contoh klausa
relatif restriktif dalam bahasa Jepang.
(32) [Kyoushitsu kara mie-ru]
keshiki wa
sukkari aki ni
kelas
dari terlihat-KKin pemandangan-TOP benar musim gugur-DAT
na-tte ita
jadi- KKinLam
Pemandangan yang terlihat dari kelas benar-benar (sudah) menjadi musim
gugur
(Shinka, 2006: 172)
Contoh (32) termasuk klausa relatif restriktif dan nomina inti yang
dimodifikasi adalah keshiki pemandangan. Tanpa dimodifikasi oleh klausa relatif,
referen yang dimaksud kurang dapat dipahami karena keshiki pemandangan sifatnya
terlalu umum. Oleh karena itu, klausa relatif, yaitu kyoushitsu kara mieru terlihat
dari kelas berfungsi menambahkan informasi untuk keshiki agar referen yang
dimaksud lebih jelas dan mudah dipahami. Contoh klausa relatif restriktif dalam
bahasa Jepang yang lain dapat dilihat pada contoh (33) di bawah ini.
(33) Shin wa
[Yuu no
tsuku-tta] fuku wo
jitto mitsume-te iru
Nama-TOP nama-GEN buat-KLam pakaian-AK terus pandang-KKin
Shin terus memandangi pakaian yang dibuat (oleh) Yuu

67

(Shinka, 2006: 187)


Nomina inti untuk contoh (33) adalah fuku pakaian. Pakaian masih terlalu
umum untuk dapat dipahami oleh pendengar. Tanpa adanya klausa relatif yang
memodifikasi nomina inti, mungkin akan muncul pertanyaan pakaian apa? atau
pakaian siapa? Terlebih lagi ada bermacam-macam jenis pakaian, sehingga nomina
tersebut perlu dijelaskan lagi untuk memberikan pemahaman terhadap pendengar.
(34) Shin wa
[jibun wo niramitsuke-ru] onna no
ko ni
muka-tta
Nama-TOP self-AK pandang-KKin perempuan-GEN anak-DAT tuju-KLam
Shin menuju ke (arah) anak perempuan yang memandangi dirinya
(Shinka, 2006: 9)
Klausa relatif restriktif pada contoh (34) memodifikasi nomina inti, yaitu
onna no ko anak perempuan. Nomina inti onna no ko anak perempuan perlu
dijelaskan karena bisa saja dalam sebuah situasi ada beberapa anak perempuan
sehingga klausa relatif diperlukan untuk memberikan batasan referen mana atau anak
perempuan mana yang sebenarnya dimaksud. Muncul pronomina refleksif dalam
klausa relatif pada contoh (34).
Sesuai dengan yang dinyatakan oleh Tsujimura (1996: 230) bahwa kapan pun
ditemukan pronomina refleksif jibun dalam kalimat, antesedennya diidentifikasi
sebagai subjek kalimat. Karena subjek kalimat adalah Shin, maka anteseden untuk
jibun pada contoh (34) adalah Shin.
(35) Shin wa
[itsumo tabako wo ka-u]
jidouki ni
muka-tta
Nama-TOP selalu rokok-AK beli-KKin mesin otomatis-DAT tuju-KLam
Shin menuju mesin otomatis di mana (dia) selalu membeli rokok
(Shinka, 2006: 8)

68

Nomina inti pada contoh (35), yaitu jidouki dianggap belum dapat
memberikan informasi yang jelas tentang referen mana yang sebenarnya dimaksud.
Di Jepang ada banyak sekali jidouki (mesin penjual otomatis) sehingga klausa relatif
diperlukan untuk memberikan informasi tambahan dan untuk membatasi mesin
penjual otomatis mana yang dimaksud dan pada contoh (35) mesin otomatis yang
dimaksud adalah mesin otomatis tempat Shin selalu membeli rokok.

5.2.2.2 Klausa Relatif NonRestriktif


Comrie (1981: 132) memberikan contoh klausa relatif nonrestriktif dalam
bahasa Inggris, yaitu Fred, who had arrived yesterday, left this morning. Klausa
relatif dalam kalimat tersebut, yaitu who had arrived yesterday yang tiba kemarin
memberikan informasi tentang sesuatu yang sudah teridentifikasi, yaitu Fred. Dalam
bahasa Jepang klausa relatif jenis ini cukup banyak ditemukan. Dari data yang
terkumpul untuk penelitian ini, nomina yang dimodifikasi dengan klausa relatif
nonrestriktif menduduki fungsi subjek, objek, dan oblik dalam kalimat.
(36) [Sakki made damatte ki-ite ita]
Yuu ga
tachi aga-tta
tadi sampai diam-dengar-KKinLam Nama-NOM berdiri-KLam
Yuu yang hingga tadi hanya diam mendengar (akhirnya) berdiri
(Shinka, 2006: 131)
Contoh (36) mirip dengan contoh yang dikemukakan oleh Comrie. Nomina
inti, yaitu Yuu (nama orang) sudah memberikan informasi yang sangat jelas dan
pembicara menganggap bahwa pendengar sudah paham mengenai referen mana yang

69

dimaksud. Oleh karena itu, klausa relatif pada contoh (36), yaitu sakki made damatte
kite ita (yang) hingga tadi hanya diam mendengar hanya memberikan informasi
tambahan mengenai Yuu. Contoh (37) di bawah ini juga termasuk klausa relatif
nonrestriktif. Berbeda dengan contoh (36) yang nomina intinya berupa nama orang,
nomina inti pada contoh (37) adalah pronomina orang pertama, yaitu watashi saya.
(37) [gakkou kara kae-tte kita] watashi wa yuubin uke ni
te wo
sekolah dari pulang-KLam saya-TOP surat tempat-DAT tangan-AK
ire-ta
masukkan-KLam
(ketika) Saya yang pulang dari sekolah (saya) mengambil surat di tempat surat
(Hoshino, 2008:
27)
Nomina inti watashi saya sudah sangat jelas menunjuk referen yang
dimaksud. Penggunaan saya dalam kalimat tentu menunjukkan pembicara sendiri dan
tentu saja tidak ada dua orang saya. Dengan demikian, klausa relatif pada contoh
(37), yaitu gakkou kara kaette kita pulang dari sekolah juga hanya memberikan
informasi tambahan untuk referen yang sebenarnya sudah teridentifikasi dengan jelas.
(38) [uso wo
i-tte iru] jibun ga
nantonaku
kanashiku na-tta
bohong-AK katakan REF-NOM entah bagaimana sedih-BSmb jadi-KLam
Entah bagaimana diri sendiri yang mengatakan (hal) bohong menjadi sedih
(Hoshino, 2008:
24)
Pada contoh (38), nomina inti berupa pronomina refleksif jibun. Contoh
kalimat ini menunjukkan bahwa pronomina refleksif dalam bahasa Jepang tidak
selalu muncul di posisi yang sama dalam kalimt. Pronomina refleksif dalam bahasa

70

Jepang bahkan dapat menduduki fungsi posesor, seperti pada contoh jibun no ie
rumahnya sendiri. Pendapat Tsujimura mengenai anteseden dari jibun yang
merupakan subjek kalimat memang benar. Namun, pada contoh (38) jibun itu sendiri
berperan sebagai subjek karena tidak ada nomina lain yang menempati posisi
tersebut. Dapat dikatakan bahwa pronomina refleksif jibun pada contoh (38) sama
dengan nomina inti contoh (37), yaitu watashi saya. Hanya penggunaan jibun
dikarenakan subjek yang sebenarnya sudah muncul di kalimat sebelumnya. Klausa
relatif pada contoh (37), yaitu uso wo itte iru (yang) mengatakan (hal) bohong
hanya memberikan informasi tambahan untuk jibun.
(39) (watashi wa) [juku ni kayo-tte iru]
anata wo
mite,
(saya-TOP) les-DAT pulang-pergi-KLam Anda-AK
lihat-BSmb,
sugoku ki ni i-tta
sangat berkenan di hati- KLam
(Saya) sangat senang melihat Anda yang pulang-pergi ke tempat les
(Hoshino,
2008: 50)
Mirip dengan nomina inti pada contoh (37) dan (38), nomina inti pada contoh
(39) berupa pronomina orang kedua, yaitu anata Anda. Sama dengan watashi
Saya, anata Anda juga sudah cukup untuk menunjuk referen yang dimaksud
dalam kalimat. Klausa relatif, yaitu juku ni kayotte iru (yang) pulang-pergi tempat
les hanya memberikan informasi tambahan untuk anata Anda.

5.2.3 Strategi Perelatifan dan Aksesibilitas

71

Strategi perelatifan adalah cara untuk melihat posisi mana dalam kalimat yang
mengalami perelatifan, sedangkan aksesibilitas berkaitan dengan peranan nomina inti
dalam klausa utama. Keenan (1985: 141) dalam Kroeger (2004: 176) mengemukakan
tiga strategi dasar perelatifan, yaitu gap, resumptive pronoun (pronoun retention), dan
relative pronoun. Sementara itu, Comrie (1981: 140) mengemukakan empat
parameter penting dalam pembentukan klausa relatif. Strategi tersebut adalah
nonreduksi, pronomina retensi, pronomina relatif, dan gap.
Tipe nonreduksi berarti nomina inti muncul secara utuh, tidak ada
pengurangan dalam klausa sematan, dalam posisi normal dan/dengan pemarkah kasus
biasa untuk frasa nomina yang digunakan untuk menunjukkan fungsi khusus dalam
sebuah klausa. Tipe berikutnya, yaitu pronomina retensi berarti nomina inti tersisa
pada klausa sematan dalam bentuk pronomina. Comrie memberikan contoh dalam
bahasa Inggris I know where the road leads dibentuk sebuah klausa relatif this is the
road that I know where it leads. Pronomina it menunjukkan posisi yang direlativisasi.
Tipe pronomina relatif berarti ada pronomina dalam klausa relatif yang menunjukkan
inti. Berkaitan dengan susunan kata, pronomina muncul di posisi awal klausa untuk
menunjukkan hubungan gramatikal.
Strategi perelatifan yang terakhir, yaitu gap (pengosongan) berarti ada
konstituen yang hilang dalam klausa relatif. Konstituen yang hilang tersebut dapat
diisi oleh nomina inti. Kroeger (2004: 165) menyatakan bahwa sebuah klausa relatif
mengandung gap berarti nomina inti diinterpretasikan sebagai sesuatu yang mengisi
kekosongan tersebut. Kroeger mengistilahkan hal tersebut sebagai filler-gap relation.

72

Dari keempat strategi yang dikemukakan oleh Comrie tersebut strategi perelatifan
yang ditemukan dalam bahasa Jepang adalah pronomina retensi, nonreduksi dan gap.
Tipe pronomina relatif tidak ditemukan mengingat bahasa Jepang tidak memiliki
perelatif ataupun pronomina relatif.
Berkaitan dengan aksesibilitas, selain hierarki subjek > objek langsung >
objek tak langsung > oblik > posesor, Comrie dan Keenan (1997) dalam Kroeger
(2004: 183) juga mengajukan dua hal umum mengenai batasan hierarki. Pertama,
setiap bahasa yang memiliki klausa relatif dapat merelatifisasi subjek. Kedua, sebuah
strategi perelatifab dalam sebuah bahasa harus diaplikasikan ke semua segmen dalam
hierarki aksesibilitas.

5.2.3.1 Perelatifan Subjek


Berikut dijelaskan beberapa contoh untuk menunjukkan perelatifan subjek
dalam bahasa Jepang beserta strategi perelatifan yang digunakan.
(40) [messeeji wo mi-ta]
Shin wa
sugusama byouin ni
muka-tta
pesan-AK lihat-KLam Nama-TOP segera rumah sakit-DAT tuju-KLam
Shin (yang) melihat pesan langsung menuju rumah sakit
(Shinka, 2006 : 58)
Klausa relatif pada contoh (40) termasuk klausa relatif nonrestriktif karena
nomina inti, yaitu Shin nama orang sudah teridentifikasi dengan jelas. Seperti
contoh kalimat dengan klausa relatif pada umumnya, contoh (40) juga terdiri atas dua
buah klausa, yaitu klausa utama dan klausa relatif. Kedua klausa tersebut dapat dilihat
berikut ini.

73

a. Klausa relatif :
(Shin wa)
messeeji wo mi-ta
Nama-TOP pesan-AK lihat-KLam
(Shin) melihat pesan
Klausa utama :
b. Shin wa
sugusama byouin ni
muka-tta
Nama-TOP segera
rumah sakit-DAT tuju-KLam
Shin segera menuju rumah sakit
Dengan melihat kedua klausa tesebut akan terlihat bahwa klausa relatif pada
contoh (40) kehilangan satu konstituen untuk menjadikannya sebuah kalimat.
Konstituen tersebut adalah subjek karena verba mita melihat memerlukan tidak
hanya objek yang pada contoh di atas diisi oleh messeeji pesan, tetapi juga
memerlukan subjek (pelaku). Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.

[ ____messeji wo mi-ta]
____pesan-AK lihat-KLam

Shin wa
----------------------Nama-TOP

Dengan menggunakan strategi gap dapat dijelaskan bahwa konstituen yang


kosong sebenarnya diisi oleh Shin sehingga menjadi Shin wa messeji wo mita Shin
melihat pesan. Karena konstituen yang hilang adalah subjek dan nomina inti pada
klausa utama yang mengisi posisi tersebut, maka disebut sebagai perelatifan subjek.
Dengan menggunakan strategi yang sama konstituen lain, yaitu objek pada contoh
(40) juga dapat direlatifkan hanya makna kalimat menjadi tidak berterima.
40 (b) *[Shin ga
mi-ta]
messeeji wa sugusama byouin ni
muka-tta
Nama-TOP lihat-KLam pesan-AK segera
rumah sakit-DAT tuju-KLam
Pesan (yang) dilihat Shin langsung menuju rumah sakit

74

Nomina inti, yaitu messeeji pesan direlatifkan setelah dijadikan subjek


kalimat dengan dimarkahi oleh pemarkah topik wa. Sementara itu, subjek klausa
relatif dimarkahi oleh pemarkah nominatif ga. Contoh ini menunjukkan bahwa dalam
satu kalimat ada lebih dari satu konstituen yang dapat direlatifkan, tetapi hanya satu
konstituen yang membuat makna kalimat berterima. Contoh lain perelatifan subjek
dalam bahasa Jepang juga dapat dilihat pada contoh berikut ini.
(41) [senmon kamoku wo oshie-te kure-ta] sensei ga hitori
zutsu hana-su
keahlian bidang-AK ajar-KLam
guru-NOM satu orang per bicara-KKin
Guru (yang) mengajarkan bidang keahlian satu per satu bicara
(Hoshino, 2008: 44)
Berbeda dengan contoh (40), klausa relatif pada contoh (41) termasuk klausa
relatif restriktif. Nomina inti, yaitu guru belum cukup memberikan informasi kepada
pendengar. Tanpa adanya klausa relatif tentu akan timbul kebingungan guru mana
yang dimaksud. Berikut adalah klausa relatif dan klausa utama dari contoh (41).
a. Klausa relatif :
(Sensei ga) senmon kamoku wo oshie-te kure-ta
guru-NOM keahlian bidang-AK ajar-KLam
(guru) mengajarkan bidang keahlian
b. Klausa utama:
Sensei ga hitori
zutsu hana-su
guru-NOM satu orang per bicara-KKin
guru satu per satu berbicara
Klausa relatif terdiri dari objek, yaitu senmon kamoku bidang keahlian dan
verba oshiete kureta (memberi) pengajaran. Sama halnya dengan verba mita
melihat pada contoh (40), verba oshiete kureta mengajarkan juga memerlukan dua

75

buah argumen, yaitu subjek dan objek. Jadi, klausa relatif pada contoh (41) juga
kehilangan satu konstituen, yaitu subjek.

[___senmon kamoku wo oshie-te kure-ta] sensei ga --------------------___keahlian bidang-AK ajar-KLam


guru-NOM
Posisi subjek tersebut dapat diisi oleh sensei guru, sehingga contoh (41) juga
termasuk perelatifan subjek dalam bahasa Jepang.
(42) [Mukae ni
kure-ta] no wa,
rihabiri no
Fukui sensei da-tta
jemput-DAT beri-KLam-GEN-TOP, rehabilitasi-GEN Fukui Guru-KOP-KLam
(Orang) yang menjemput adalah Guru Fukui dari pusat rehabilitasi
(Hoshino, 2008: 114)
Tsujimura (1996: 264) menyatakan bahwa dalam bahasa Jepang tidak ada
kata yang dapat dikatakan mirip dengan kata which atau who sebagai pronomina
relatif dalam bahasa Inggris. Dari data mengenai klausa relatif yang terkumpul untuk
penelitian ini memang tidak ditemukan satu kata yang bisa dikatakan mirip
penggunaanya dengan pronomina relatif which, who dalam bahasa Inggris atau
perelatif yang dalam bahasa Indonesia. Namun, pada contoh (42) muncul no pada
posisi nomina inti. Tidak ada kata benda dalam bahasa Jepang yang dinyatakan
sebagai no. Dalam bahasa Jepang no adalah salah satu pemarkah kasus yang memiliki
beberapa fungsi dalam kalimat. Pembahasan no sebagai pemarkah kasus sudah
dilakukan pada bab keempat penelitian ini. Selain itu, no juga merupakan salah satu
nominalisator kalimat verbal dalam bahasa Jepang. Seperti pada contoh (43) berikut
ini.

76

(43) Kanojo to
raibu ni
iku no wa
hajimete
da-tta
Dia (pr) dengan langsung-DAT pergi-Nom-TOP pertama kali KOP-KLam
(Ini) pertama kalinya saya pergi dengan dia secara langsung
(Shinka, 2006: 34)
Nominalisator no pada contoh di atas menominalisasi kalimat verbal kanojo
to raibu ni iku pergi dengannya secara langsung sehingga menjadi frasa nominal
dan menempati posisi subjek. Jika dilihat kembali contoh (42), no pada contoh
tersebut bukan pemarkah kasus. Bukan juga sekadar nominalisator seperti pada
contoh (43) karena no pada contoh (42) menempati posisi nomina inti. Bisa dikatakan
bahwa no menggantikan nomina inti dan klausa relatif pada contoh tersebut, yaitu
mukae ni kureta (memberi) jemputan kehilangan satu konstituen, yaitu subjek.
Karena merupakan kalimat langsung, posisi objek diisi oleh pembicara sendiri.
Verba mukae (ru) menjemput memerlukan pelaku animate, yaitu orang.
Dengan kata lain no menggantikan nomina inti orang dalam bentuk pronomina
khusus (selain pronomina yang ada dalam bahasa Jepang). Oleh karena itu, dapat
dikatakan strategi perelatifan yang digunakan pada contoh (42) adalah pronomina
retensi. Dari data yang terkumpul no digunakan sebagian besar untuk menggantikan
nomina inti animate, yaitu orang. Namun, bisa juga dinyatakan bahwa no pada
contoh (42) adalah nominalisator yang berperilaku seperti pronomina relatif
selayaknya who dan which dalam bahasa Inggris atau yang dalam bahasa Indonesia.
Jika pendapat kedua ini digunakan, maka dapat dikatakan bahwa strategi perelatifan
yang digunakan pada contoh (43) adalah pronomina relatif.

77

Mengingat beberapa literatur menyatakan bahwa bahasa Jepang tidak


mengenal perelatif apapun, maka pendapat pertama lebih tepat digunakan untuk
menjelaskan contoh (42).

5.2.3.2 Perelatifan Objek


Jika sebelumnya adalah perelatifan subjek, beberapa contoh berikut
memperlihatkan perelatifan objek dalam bahasa Jepang. Objek dalam bahasa Jepang
juga direlatifkan dengan menggunakan strategi gap. Namun, ditemukan pula
penerapan strategi lain.
(44a) Shin wa
[Yuu no
tsuku-tta] fuku wo
Nama-TOP Nama-GEN buat-KLam baju-AK
Shin terus memandangi baju (yang) Yuu buat

mitsume-te ita
pandang-KKinLam
(Shinka, 2006: 180)

Pada contoh (44a) klausa relatif yang muncul adalah klausa relatif restriktif
dengan nomina inti, yaitu fuku baju menempati posisi objek. Contoh kalimat
tersebut jika dibagi unsurnya, maka akan terlihat seperti berikut.
a. Klausa relatif :
Yuu no/ga
(fuku wo) tsuku-tta
Nama-GEN/NOM baju-AK buat-KLam
Yuu membuat (baju)
b. Klausa utama :
Shin wa
fuku wo mitsume-te ita
Nama-TOP baju-AK pandang-KKinLam
Shin memandangi baju

78

Klausa relatif, yaitu Yuu no tsukutta Yuu membuat kehilangan satu


konstituen. Hal tersebut disebabkan oleh verba tsukutta membuat memerlukan dua
buah argumen, yaitu subjek dan objek. Posisi subjek sudah diisi oleh Yuu. Mengingat
kembali apa yang dinyatakan oleh Tsujimura (1996: 264) bahwa ketika klausa relatif
terdiri atas frasa nominal yang dimarkahi oleh no, maka no tersebut dapat diganti
dengan ga sebagai pemarkah kasus nominatif begitu juga sebaliknya. Jadi, klausa
relatif pada contoh (44) dapat dituliskan Yuu ga tsukutta Yuu membuat. Klausa
relatif tersebut kekurangan objek sehingga terlihat seperti di bawah ini.

Shin wa
[Yuu no/ga ___ tsuku-tta]
Nama-TOP Nama-GEN___ buat-KLam

fuku wo -------------------baju-AK

Posisi yang kosong tersebut dapat diisi oleh nomina inti, yaitu fuku baju.
Nomina inti tersebut mengisi posisi objek dalam klausa relatif sehingga dikatakan
sebagai perelatifan objek. Strategi perelatifan yang digunakan adalah strategi gap.
Unsur inti contoh (44) dijelaskan berikut ini untuk memperlihatkan bahwa objek
dalam bahasa Jepang memang dapat direlatifkan.
Shin wa
fuku wo mitsume-te ita
Nama-TOP baju-AK pandang-KKinLam
Shin memandangi baju
(44b) [Shin ga
mitsume-te ita]
fuku wa tomodachi no fuku desu
Nama-NOM pandang-KKinLam baju-TOP teman-GEN baju-KOP-KKin
Baju yang Shin pandangi (adalah) baju kepunyaan teman
Contoh kalimat (44b) menunjukkan bahwa klausa relatif yang dibentuk dari
unsur inti contoh (44a) kehilangan satu konstituen, yaitu objek. Objek tersebut

79

sebenarnya diisi oleh nomina inti yang menduduki fungsi subjek (dimarkahi oleh
pemarkah topik) dalam klausa utama contoh (44b). Sementara itu, subjek klausa
relatif dimarkahi oleh ga.

(45) [Yuu ga
to-tta]
chiketto wa mae kara nibanme no seki da-tta
Nama-NOM ambil-KLam tiket-TOP depan dari kedua-GEN kursi KOP-KLam
Tiket (yang) diambil Yuu adalah kursi kedua dari depan
(Shinka, 2006: 34)
Klausa relatif yang muncul pada contoh (45) juga klausa relatif restriktif.
Berbeda dengan nomina inti pada contoh (44), nomina inti contoh (45), yaitu chiketto
tiket menempati posisi subjek. Verba totta mengambil pada klausa relatif
memerlukan subjek dan objek. Posisi subjek sudah diisi oleh Yuu sehingga konstituen
yang kosong adalah objek. Posisi objek dapat diisi oleh nomin inti chiketto tiket.

[Yuu ga
___to-tta]
Nama-NOM ___ambil-KLam

chiketto wa ------------------------tiket-TOP

Contoh (45) dianggap sebagai perelatifan objek karena nomina inti dapat
menempati posisi tersebut dalam klausa relatif.
(46) [Watashi ga ima kono te ni
mo-tte iru] no wa
kibou no
hikari
Saya-NOM sekarang ini tangan-DAT bawa-KKin-GEN-TOP harapan-GEN cahaya
(Hal) yang saya bawa di tangan ini sekarang adalah cahaya harapan
(Hoshino, 2008: 140)
Contoh (46) mirip dengan contoh (43), yaitu posisi nomina inti diisi oleh no.
Namun, perbedaannya adalah no pada contoh (43) menggantikan nomina konkret

80

animate orang, sedangkan no pada contoh (46) menggantikan sesuatu yang sifatnya
abstrak, yaitu hal yang mengacu kepada kibou no hikari cahaya harapan. Jadi,
contoh (46) juga dapat dikatakan menerapkan strategi perelatifan pronomina retensi.

5.2.3.3 Perelatifan Posesor


Dari data yang terkumpul perelatifan posesor tidak banyak ditemukan. Berikut
contoh yang menunjukkan perelatifan posesor dalam bahasa Jepang.
(47) Gakkou ni
narehajime-ta
koro, [mada namae wo oboe-te inai]
sekolah-DAT terbiasa-mulai-KLam waktu, belum nama-AK ingat-KKinNeg
otoko ni
hanashi kakera-reta
laki-laki-DAT sapa-PAS-KLam
Ketika sudah mulai terbiasa di sekolah, (saya) disapa oleh laki-laki (yang)
namanya belum saya ingat
(Hoshino, 2008: 65)
Perelatifan posesor dalam bahasa Jepang juga menerapkan strategi gap. Unsur
inti contoh (47) adalah gakkou ni narehajimeta koro, otoko ni hanashi kakerareta
waktu mulai terbiasa di sekolah, (saya) disapa oleh laki-laki. Verba klausa relatif
pada contoh (47), yaitu oboete inai tidak mengingat sudah memiliki argumen yang
diperlukan. Argumen yang diperlukan tersebut adalah subjek yang diisi oleh (saya)
dan objek yang diisi oleh namae nama.
a. Klausa Relatif :
(watashi wa) mada namae wo oboe-te inai
(saya-TOP) belum nama-AK ingat-KKinNeg
(saya) belum ingat nama
b. Klausa Utama :

81

(watashi wa) gakkou ni


narehajime-ta
koro otoko ni
(saya-TOP) sekolah-DAT terbiasa-mulai-KLam waktu, laki-laki-DAT
hanashi kakera-reta
sapa-PAS-KLam
Ketika sudah mulai terbiasa di sekolah, (saya) disapa oleh laki-laki
Subjek klausa utama memang tidak disebutkan, tetapi pendengar akan
langsung paham bahwa saya lah yang menempati posisi tersebut karena merupakan
kalimat langsung. Subjek klausa utama dan subjek klausa relatif sama sehingga
nomina inti, yaitu otoko laki-laki tidak bisa menempati posisi subjek dan objek.
(47a) *[otoko wa
mada namae wo oboe-te inai]
laki-laki-TOP belum nama-AK ingat-KKinNeg
Laki-laki belum ingat nama

(47b) *[(watashi) wa mada namae otoko wo


oboe-te inai]
(saya)-TOP belum nama laki-laki-AK ingat-KKinNeg
Saya belum ingat laki-laki nama

Contoh (47a) tidak benar karena posisi subjek sudah diisi oleh watashi (saya)
meskipun tidak disebutkan dalam kalimat. Contoh (47b) tidak benar karena verba
oboeru ingat hanya memerlukan satu objek yang sudah diisi oleh namae nama.
Selain itu, urutan katanya juga salah. Jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia
namae otoko berarti laki-laki nama. Kalimat akan berterima jika otoko laki-laki
diletakkan sebelum namae nama kemudian dihubungkan dengan pemarkah kasus
genetif no menjadi otoko no namae nama laki-laki. Dalam bahasa Jepang dua buah
nomina harus dihubungkan dengan no sebagai pemarkah genetif yang juga

82

merupakan pemarkah posesor. Jadi, nomina inti menempati posisi posesor, sehingga
dianggap sebagai perelatifan posesor. Jika digambarkan dengan menggunakan
strategi gap, contoh (47) terlihat seperti di bawah ini.

-------------- [(watashi wa) mada ___namae wo oboe-te inai]


otoko ni -------------(saya-TOP) belum ___Nama-AK ingat-KKinNeg laki-laki-DAT

5.2.3.4 Perelatifan Oblik


(48) [Yuu no
i-nai]
sekai de,
Shin wa
zetsubou
Nama-GEN ada-KKinNeg dunia-LOK, Nama-TOP kekecewaan
dake wo kanji-te ita
hanya-AK merasa-KKinLam
Shin hanya merasakan kekecewaan di dunia di mana Yuu tidak ada
(Shinka, 2006: 170)
Comrie mengajukan hierarki subjek > objek langsung > objek tak langsung >
oblik > posesor yang untuk formasi klausa relatif, secara intuitif lebih mudah untuk
merelatifkan subjek daripada merelatifkan posisi lain dan lebih mudah merelatifkan
objek langsung daripada oblik dan seterusnya. Data yang terkumpul menunjukkan
bahwa dalam bahasa Jepang ditemukan pula perelatifan oblik dengan menggunakan
strategi gap seperti contoh (48) yang termasuk klausa relatif restriktif. Sebelum
melihat penerapan strategi gap dalam merelatifkan oblik, berikut diperlihatkan
terlebih dahulu klausa relatif dan klausa utama yang membentuk contoh (48).
a. Klausa Relatif :
Yuu no/ga
(sekai de) i-nai
Nama-GEN/NOM (dunia-LOK) ada-KKinNeg
Yuu tidak ada (di dunia)

83

b. Klausa utama :
Sekai de,
Shin wa
zetsubou dake wo kanji-te ita
dunia-LOK, Nama-TOP kekecewaan hanya-AK merasa-KKinLam
Di dunia Shin hanya merasakan kekecewaan

(48). [Yuu no ______i-nai]


sekai de, ------------------------Nama-GEN _____ada-KKinNeg dunia-LOK
Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya jika subjek klausa relatif
dimarkahi oleh no, maka bisa digantikan dengan ga sebagai penanda subjek sehingga
Yuu dalam klausa relatif tersebut menduduki posisi subjek. Verba klausa relatif, yaitu
inai yang merupakan bentuk negatif dari iru ada adalah salah satu verba statif
bahasa Jepang. Verba tersebut hanya memerlukan satu argumen, yaitu subjek yang
sudah diisi oleh Yuu. Nomina inti, yaitu sekai dunia dapat mengisi posisi oblik
dalam klausa relatif dan dimarkahi oleh ni sebagai pemarkah lokatif sehingga disebut
sebagai perelatifan oblik. Jika diterjemahkan, klausa Yuu ga sekai ni inai menjadi
Yuu tidak ada di dunia. Pemarkah de untuk nomina inti berubah menjadi ni ketika
ada dalam klausa relatif. Hal itu terjadi karena dalam bahasa Jepang pemarkah lokatif
ni digunakan untuk verba yang tidak menyatakan aktifitas aktif seperti verba iru
ada.
(49) Watashi wa [Manami san ga i-ru]
heya ni
i-ku
saya-TOP Nama-NOM ada-KKin kamar-DAT pergi-KKin
Saya pergi ke kamar di mana ada Manami (di sana)
(Hoshino, 2008: 32)

84

Contoh (49) juga termasuk klausa relatif restriktif dan verba klausa relatif
sama dengan contoh (48). Dengan menggunakan strategi gap terlihat bahwa nomina
inti, yaitu heya kamar dapat menduduki fungsi yang kosong dalam klausa relatif.
Fungsi tersebut adalah oblik sehingga contoh (49) juga termasuk perelatifan oblik.

Watashi wa [Manami san ga________i-ru]


heya ni ------------saya-TOP Nama-NOM ________ada-KKin kamar-DAT
Pemarkah ni pada nomina inti juga digunakan ketika mengisi fungsi oblik
dalam klausa relatif. Pemarkah ni setelah nomina inti dapat digantikan dengan
pemarkah e ke karena verba iku pergi juga memakai pemarkah tersebut.

5.2.4 Perluasan Unsur dalam Klausa Relatif


(50) [Yuu to
dea-tta]
[konbini de
ka-tta]
juusu to tabako wo,
Nama dengan bertemu-KLam conv.store LOK beli-KLam jus dan rokok-AK,
mo-tte,
hashi
no
benchi ni
suwa-tta
bawa-BSmb jembatan-GEN bangku DAT duduk-KLam
(Saya) membawa jus dan rokok yang (saya) beli di conv.store di mana saya
bertemu dengan Yuu dan (kemudian) duduk di bangku jembatan
(Shinka, 2006: 9)
Pada contoh (50) ada dua buah klausa relatif dalam satu kalimat yang
memodifikasi dua buah nomina inti. Klausa relatif yang pertama, yaitu Yuu to deatta
bertemu dengan Yuu. Nomina inti klausa relatif yang pertama adalah konbini
convenience store. Nomina inti tersebut sekaligus bagian dari klausa relatif yang
kedua, yaitu konbini de katta membeli di convenience store. Nomina inti klausa
relatif yang kedua, yaitu juusu to tabako jus dan rokok. Kedua klausa relatif pada

85

contoh (50) termasuk klausa relatif restriktif. Jika kedua klausa relatif tersebut
dihilangkan, maka contoh (50) tetap merupakan kalimat utuh.
(watashi wa) juusu to tabako wo motte,
hashi no
benchi ni
suwa-tta
(saya-NOM) jus dan rokok-AK bawa-BSmb, jembatan-GEN bangku-DAT dudukKLam
(Saya) membawa jus dan rokok kemudian duduk di bangku jembatan.
Meskipun ada dua buah nomina inti, hanya satu saja yang masih terlihat
ketika klausa relatif dilesapkan. Dengan kata lain salah satu nomina inti, yaitu
konbini convenient store bukan termasuk unsur inti klausa utama. Hal ini
dikarenakan jika

konbini convenient store dianggap sebagai unsur inti klausa

utama, makna klausa menjadi tidak berterima.


*(watashi wa) konbini de juusu to tabako wo motte,
hashi no
(saya-NOM) conv.store jus dan rokok-AK bawa-BSmb, jembatan-GEN
benchi ni
suwa-tta
bangku- DAT duduk-KLam
(Saya) membawa jus dan rokok di conv.store kemudian duduk di bangku jembatan
Namun, dengan menggunakan strategi gap tetap terlihat ada dua buah nomina
inti dan ada fungsi yang kosong di tiap-tiap klausa relatif. Fungsi yang kosong
tersebut bisa diisi oleh nomina inti.

(50a) [______Yuu to
dea-tta]
______ Nama dengan bertemu-KLam

konbini de --------------------------conv.store-LOK

(50b) [konbini de
_____ka-tta]
juusu to tabako --------------------------conv.store-LOK _____beli-KLam jus dan rokok-AK
Nomina inti pada contoh (50a) dapat menduduki fungsi oblik dalam klausa
relatif sehingga disebut dengan perelatifan oblik. Nomina inti pada contoh (50b)

86

menduduki fungsi objek dalam klausa relatif sehingga termasuk perelatifan objek.
Jadi, pada contoh (50) ada perelatifan oblik dan perelatifan objek. Contoh (50)
menunjukkan bahwa unsur yang ada dalam klausa relatif dapat direlatifkan kembali .
unsur tersebut adalah nomina inti yang tidak termasuk unsur inti klausa utama atau
bisa disebut sebagai perluasan unsur dalam klausa relatif. Pada contoh (50) unsur
OBL yang direlatifkan kembali. Karena bahasa Jepang termasuk tipe prenominal
maka perluasan yang terjadi adalah perluasan ke sebelah kiri.
(51) [Eki no chikaku ni
aru] [konbini ni
sugo-su]
jikan ga
stasiun-GEN dekat-DAT ada conv.store-DAT lewat-KKin waktu-NOM
fue-te ita
bertambah-KKinLam
Waktu yang (saya) lewatkan di convenient store yang ada dekat stasiun
bertambah
(Shinka: 7)
Kedua klausa relatif pada contoh (51) termasuk klausa relatif restriktif. Sama
dengan contoh (50), contoh (51) juga menunjukkan bahwa salah satu unsur dalam
klausa relatif mengalami perelatifan kembali. Hal tersebut dapat dijelaskan dengan
terlebih dahulu melihat unsur inti klausa utama dari contoh (51) di bawah ini.
(watashi wa) jikan ga
fue-te ita
(saya-TOP) waktu-NOM bertambah-KKinLam
Waktu (saya) bertambah
Hanya satu nomina inti, yaitu nomina inti dari klausa relatif pertama (jikan
waktu) yang termasuk unsur inti klausa utama sedangkan nomina inti dari klausa
relatif yang kedua, yaitu konbini convenient store tidak. Jadi, konbini yang juga
merupakan unsur dari klausa relatif pertama mengalami perelatifan kembali sehingga

87

muncul klausa relatif yang kedua. Dengan menggunakan strategi gap tetap terlihat
dua buah nomina inti yang dapat mengisi fungsi kosong dalam dua buah klausa
relatif. Perelatifan yang terjadi adalah perelatifan subjek dan perelatifan objek.

[____eki
____

no chikaku ni aru] konbini ---------------------------stasiun-GEN dekat-DAT ada conv.store

[(watashi wa)
konbini ni ____ sugo-su]
jikan ----------------------(saya-NOM) conv.store-DAT ____lewat-KKin waktu

5.2.5 Perluasan Nomina Inti


Subbab ini membahas beberapa contoh klausa relatif yang nomina intinya
mengalami perluasan. Setelah mengalami perluasan, nomina inti tersebut berubah
menjadi posesor. Berikut beberapa contoh yang menunjukkan hal tersebut.
(52) Daidokoro kara wa [Sonoko san ga tsuku-tte iru] miso shiru no
ii
dapur
dari-TOP Nama-NOM buat-KKin
miso kuah-GEN bagus
nioi ga
suru
aroma-NOM melakukan-KKin
Dari dapur tercium aroma enak kuah miso (yang) sedang dibuat Sonoko
(Sinka, 2006: 54)
Contoh (52) termasuk klausa relatif restriktif dan nomina intinya adalah miso
shiru no ii nioi bau enak kuah miso. Dengan menggunakan strategi gap dapat
digambarkan sebagai berikut.

88

---------------- [Sonoko san ga _____tsukutte iru]


Nama-NOM _____buat-KKin

miso shiru *no ii nioi ------------miso kuah-GEN bagus aroma

Klausa relatif di atas kekurangan satu fungsi, yaitu objek karena verba
tsukutte iru membuat memerlukan dua argumen, yaitu subjek dan objek. Fungsi
subjek sudah diisi oleh Sonoko. Namun, tidak keseluruhan nomina inti dapat
menduduki fungsi objek tersebut. Miso shiru no ii nioi bau enak kuah miso tidak
bisa menjadi objek karena yang dibuat oleh Sonoko bukan bau enak, tetapi kuah
miso. Oleh karena itu, hanya miso shiru yang dapat menduduki fungsi objek. Dapat
dikatakan bahwa objek klausa relatif mengalami perluasan ketika menjadi nomina inti
klausa utama.
(53) [Ohiru gohan wo tsuku-tte iru] okaasan no senaka ga
daisuki
desu
makan siang-AK buat-Kkin
ibu-GEN punggung-NOM paling suka-KOPKKin
(Saya) paling suka punggung ibu (yang) sedang membuat makan siang
(Sinka, 2006: 65)
Sama halnya dengan contoh (52), nomina inti pada contoh (53) juga dianggap
mengalami perluasan. Klausa relatif pada contoh (53) kekurangan fungsi subjek dan
dengan mengunakan strategi gap terlihat seperti berikut.

[______Ohiru gohan wo tsuku-tte iru]


______makan siang-AK buat-KKin

okaasan *no senaka ----------------ibu-GEN


punggung-NOM

Nomina inti, yaitu okaasan no senaka punggung ibu tidak dapat menduduki
fungsi subjek karena tidak mungkin punggung ibu dapat membuat ohiru gohan
makan siang. Hanya okaasan ibu yang bisa menduduki fungsi subjek. Ketika

89

menjadi nomina inti okaasan ibu mengalami perluasan dengan ditambahkannya


senaka punggung dan okaasan ibu sebagai posesor. Hal yang serupa juga terlihat
pada contoh (54) di bawah ini.
(54) [Kouchan ga su-nde iru]
heya no
soto ni, sentaku mono ga
Nama-NOM tinggal-KKin kamar-GEN luar-DAT, cucian-NOM
ho-shite a-tta
jemur-KLam
Cucian dijemur di luar kamar (yang) ditinggali Kouchan
(Hoshino, 2008: 24)
Klausa relatif pada contoh (54) kekurangan satu argumen yang diperlukan
oleh verba sunde iru tinggal, yaitu fungsi oblik. Nomina inti, yaitu heya no soto ni
di luar kamar tidak bisa mengisi fungsi tersebut.

[Kouchan ga _____su-nde iru]


heya *no
soto ni, -------------------------------Nama-NOM _____tinggal-KKin kamar-GEN luar-DAT
Kouchan tinggal di kamar bukan di luar kamar sehingga hanya heya kamar
yang dapat menduduki fungsi oblik tersebut. Heya juga mengalami perluasan dengan
munculnya soto ni di luar dan menjadi posesor.

5.2.6 Perelatifan Tanpa Strategi Gap


Tidak semua klausa relatif dalam bahasa Jepang menerapkan strategi gap.
Comrie (1981: 141) menyatakan bahwa bahasa yang digunakan sebagai contoh
memiliki lebih dari satu konstruksi klausa relatif. Misalnya tipe gap dan tipe
pronominal retensi yang muncul dalam bahasa Persia.

90

Dari data yang terkumpul, beberapa data KRBJ memperlihatkan bahwa


strategi perelatifan gap tidak berlaku untuk semua klausa relatif. Hal tersebut juga
dinyatakan oleh Tsujimura (1996: 268). Tsujimura menyatakan bahwa hubungan
semantik dan pragmatik dapat digunakan menganalisis hubungan klausa relatif
dengan nomina intinya. Berikut salah satu contoh yang dikemukakan oleh Kitagawa
(1982) dalam Tsujimura (1996: 267).

[Musuko ga
iede-shita]
Taroo
Anak laki-laki-NOM melarikan diri-KLam Nama
Taroo (yang) anaknya melarikan diri
Klausa relatif pada contoh di atas sudah merupakan kalimat utuh dan tidak
ada fungsi yang kosong. Nomina inti, yaitu Taroo juga tidak dapat menduduki fungsi
apa pun dalam klausa relatif. Tsujimura menjelaskan bahwa hubungan Taroo dan
musuko anak laki sebagai hubungan kekerabatan, yaitu ayah dan anak. Dalam
bahasa Jepang ditemukan contoh sebagai berikut.
(55) Watashi wa [Shin no
uta-tte iru]
sugata ga suki
saya-TOP Nama-GEN nyanyi-KKin sosok-NOM suka
Saya suka sosok Shin (yang) sedang menyanyi
(Shinka, 2006: 111)
Klausa relatif pada contoh di atas Shin no utatte iru Shin menyanyi.
Pemarkah no pada klausa relatif dapat diganti dengan ga sehingga Shin merupakan
subjek. Verba utatte iru yang merupakan bentuk kini dari utau menyanyi tidak
memerlukan objek karena verba tersebut sudah cukup memberikan informasi kepada
pendengar bahwa seseorang menyanyikan sebuah lagu. Oleh karena itu, nomina inti

91

pada contoh (55), yaitu sugata sosok tidak dapat menduduki fungsi apa pun dalam
klausa relatif. Berdasarkan pernyataan Tsujimura, Shin dan sugata sosok tentu
memiliki hubungan karena sosok yang dimaksud adalah sosok Shin. Namun, jika
dianalisis berdasarkan strategi perelatifan yang dikemukakan oleh Comrie contoh
(55) dapat dikatakan menerapkan strategi nonreduksi. Strategi ini berarti bahwa
nomina inti muncul secara utuh, tidak ada pengurangan dalam klausa sematan, dalam
posisi normal dan/dengan pemarkah kasus biasa untuk frasa nomina yang digunakan
untuk menunjukkan fungsi khusus dalam sebuah klausa.

5.3 Peranan Nomina Inti


Di awal sudah disebutkan bahwa berdasarkan posisi nomina inti, KRBJ
termasuk tipe prenominal. Klausa relatif muncul sebelum atau di sebelah kiri nomina
inti. Dalam KRBJ nomina inti dapat menduduki fungsi yang sama di klausa utama
dan klausa relatif. Misalnya sebuah nomina menduduki fungsi subjek di klausa utama
sekaligus subjek di klausa relatif. Namun, ada pula nomina inti yang memiliki fungsi
berbeda di klausa utama dan di klausa relatif. Sebuah nomina memiliki fungsi subjek
dalam klausa utama, tetapi menduduki fungsi objek dalam klausa relatif. Begitu juga
sebaliknya.
Mengingat bahasa Jepang memiliki pemarkah untuk tiap-tiap fungsi dalam
kalimat, perubahan fungsi juga mengakibatkan perubahan pemarkah. Misalnya
sebuah nomina yang menduduki fungsi subjek dalam klausa utama dimarkahi oleh
pemarkah nominatif ga dan ketika menduduki fungsi objek dalam klausa relatif

92

pemarkah ga tersebut berubah menjadi wo yang merupakan pemarkah akusatif dalam


bahasa Jepang. Begitu juga dengan fungsi lainnya.

5.4 Relasi Gramatikal


Relasi gramatikal menyangkut fungsi gramatikal. Fungsi gramatikal (fungsi
argumen) tersebut, antara lain SUBJ (subjek), OBJ (objek), OBJ2 (objek kedua), dan
OBL (oblik). Fungsi tambahannya antara lain POS (posesor) yang digunakan untuk
argumen tertentu dari nomina (Falk, 2001: 57--58). Comrie menyatakan bahwa
nomina inti dari klausa relatif sebenarnya memainkan peranan di dua klausa yang
berbeda dalam sebuah konstruksi klausa relatif. Di satu sisi memainkan peranan di
klausa utama dan di sisi lain memainkan peranan di klausa yang membatasi
(restricting clause) dalam pengertian klausa relatif yang merupakan klausa
subordinatif. Berikut beberapa contoh yang menunjukkan relasi gramatikal yang
diacu oleh nomina inti dalam bahasa Jepang. Sebagian contoh sudah muncul di bab
sebelumnya.
(56) [Soto de tomodachi ni kakoma-rete iru]
Shin wo
mi-tara
luar-LOK teman-DAT kelilingi-PAS-KKin Nama-AK lihat-BPeng
sugoku tooi sonzai na ki ga-shita
sangat jauh kehadiran rasa-KLam
Kalau melihat Shin (yang) sedang dikelilingi temannya, (saya) merasa
kehadirannya sangat jauh
(Shinka, 2006 : 52)
Nomina inti pada contoh di atas adalah Shin nama orang. Karena dimarkahi
oleh wo, nomina inti tersebut menduduki fungsi objek di klausa utama. Klausa relatif
soto de tomodachi ni kakomarete iru dikelilingi oleh teman di luar kehilangan satu

93

fungsi, yaitu subjek. Fungsi tersebut dapat diisi oleh nomina inti dengan menerapkan
strategi gap.

[____soto de tomodachi ni kakoma-rete iru] Shin wo ---------------------____luar-LOK teman-DAT kelilingi-PAS-KKin Nama-AK


Jadi, nomina inti pada contoh di atas merupakan objek klausa utama sekaligus
subjek klausa relatif. Pemarkah wo sebagai pemarkah akusatif kemudian berubah
menjadi ga sebagai pemarkah nominatif.

(57) [Yuu ga
to-tta]
chiketto wa mae kara nibanme no seki da-tta
Nama-NOM ambil-KLam tiket-TOP depan dari kedua-GEN kursi KOP-KLam
Tiket (yang) diambil Yuu adalah kursi kedua dari depan
(Shinka, 2006: 34)
Pada contoh di atas nomina inti, yaitu chiketto tiket dimarkahi oleh wa
yang merupakan pemarkah topik. Nomina inti tersebut merupakan subjek klausa
utama yang mengalami topikalisasi. Nomina inti juga dapat mengisi fungsi objek
yang kosong dalam klausa relatif seperti terlihat di bawah ini.

[Yuu ga
____to-tta]
Nama-NOM ____ambil-KLam

chiketto wa ----------------------tiket-TOP

Contoh di atas menunjukkan bahwa nomina inti merupakan subjek klausa


utama sekaligus objek klausa relatif. Pemarkah topik wa untuk chiketto di klausa
utama berubah menjadi pemarkah wo untuk chiketto yang menduduki fungsi objek
dalam klausa relatif.

94

(58) [Watashi ga i-tte ita]


juku wa
kaigo
shisetsu mo
saya-NOM pergi-KKinLam tempat les-TOP pemeliharaan sarana juga
unei-shite ita
kelola-KKinLam
Tempat les (yang) saya datangi juga mengelola sarana pemeliharaan
(Hoshino, 2008: 49)
Nomina inti pada contoh di atas adalah juku tempat les. Nomina inti tersebut
dimarkahi oleh pemarkah topik wa yang juga menunjukkan subjek klausa utama. Jika
melihat klausa relatif pada contoh di atas maka akan terlihat ada fungsi yang hilang
atau kosong, yaitu fungsi oblik. Verba klausa relatif, yaitu itte ita yang merupakan
bentuk lampau dari iku pergi memerlukan dua buah argumen. Argumen tersebut,
yaitu subjek dan oblik (obliklokasi). Fungsi subjek sudah diisi oleh watashi saya.

[Watashi ga ____ i-tte ita]


juku wa ----------------------------saya-NOM ____ pergi-KKinLam tempat les-TOP
Fungsi oblik yang kosong dalam klausa relatif tersebut dapat diisi oleh
nomina inti, yaitu juku tempat les. Karena merupakan objek lokasi dengan verba iku
pergi, pemarkah wa untuk juku sebagai subjek klausa utama berubah menjadi ni
atau e. Penggunaan kedua pemarkah ini sudah dibahas pada bab IV penelitian ini.
Contoh di atas menunjukkan bahwa nomina inti merupakan subjek klausa utama dan
sekaligus oblik klausa relatif.
(59) [Happa wo wake-te mora-tte ita]
nakama to,
Shin wa
daun-AK pisahkan-terima-KKinLam teman dengan, Nama-TOP
gyangu chiimu wo tsukuru
gang tim-AK buat-KKin

95

Shin membuat tim gang dengan teman (yang membantunya) memisahkan daun
(Shinka, 2006: 194)
Berbeda dengan contoh (58), nomina inti pada contoh (59) menduduki fungsi
oblik, yaitu oblikkomitatif. Oblikkomitatif dalam bahasa Jepang dimarkahi oleh to yang
merupakan pemarkah kasus komitatif. Verba klausa relatif, yaitu wakete moratte ita
yang berasal dari verba wakeru memisahkan. Verba ini memerlukan dua buah
argumen, yaitu subjek dan objek. Argumen yang kosong adalah subjek. Posisi
tersebut dapat diisi oleh nomina inti, yaitu nakama teman.

[____happa wo wake-te moratte ita]


nakama to, -------------------------____daun-AK pisahkan-terima-KKinLam teman dengan
Jadi, nomina inti pada contoh di atas merupakan oblik klausa utama sekaligus
subjek klausa relatif. Subjek klausa utama sudah diisi oleh Shin nama orang. Ada
pula nomina inti yang memiliki fungsi sama, baik di klausa utama maupun klausa
relatif. Contohnya dapat dilihat berikut ini.
(60) [Kyoushitsu ni hai-tte kita] Shige san wa, Shin-tachi no
hou wo mi-te
ita
kelas-DAT
masuk-KLam Nama-TOP, Nama-jamak-GEN arah-AK lihatKKinLam
Shige (yang) masuk ke kelas melihat ke arah Shin dan temannya
(Shinka, 2006: 24)

[____kyoushitsu ni hai-tte kita] Shige san wa, ----------------------____kelas-DAT masuk-KLam Nama-TOP


Klausa relatif pada contoh di atas kehilangan satu fungsi, yaitu subjek. Fungsi
tersebut dapat diisi oleh Shige san nama orang yang juga menduduki fungsi subjek

96

di klausa utama. Pada contoh ini nomina inti hanya memiliki satu fungsi gramatikal,
yaitu subjek, baik di klausa utama maupun klausa relatif. Oleh karena itu, pemarkah
wa tidak berubah atau bisa digantikan dengan ga sebagai pemarkah subjek.
(61) Shin wa
[Yuu no
tsuku-tta] fuku wo jitto mitsume-te ita
Nama-TOP Nama-GEN buat-KLam baju-AK terus pandang-KKinLam
Shin terus memandangi baju (yang) dibuat Yuu
(Shinka, 2006: 180)
Contoh di atas sudah dibahas di bagian perelatifan objek bab ini. Nomina inti,
yaitu fuku baju menduduki fungsi objek di klausa utama dan menduduki fungsi
yang sama di klausa relatif. Fungsi objek yang kosong dalam klausa relatif dapat diisi
oleh nomina inti tersebut. Jadi, nomina inti hanya memiliki fungsi gramatikal yang
sama di kedua klausa. Fungsi tersebut adalah objek sehingga pemarkah wo tidak
mengalami perubahan.

Shin wa
[Yuu no/ga _____ tsuku-tta]
Nama-TOP Nama-GEN _____buat-KLam

fuku wo -------------------baju-AK

Satu buah nomina inti memiliki fungsi yang sama di klausa utama dan klausa
relatif juga ditunjukkan oleh contoh berikut ini. Sama dengan contoh sebelumnya,
contoh berikut ini juga sudah digunakan pada bagian perelatifan oblik bab ini.
(62) [Yuu no
i-nai]
sekai de,
Shin wa zetsubou dake wo
Nama-DAT ada-KKinNeg dunia-LOK, Nama-TOP kekecewaan hanya-AK
kanji-te ita
rasa-KKinLam
Shin hanya merasakan kekecewaan di dunia di manaYuu tidak ada
(Shinka, 2006: 170)

97

Nomina inti menduduki fungsi oblik dan dimarkahi oleh de yang merupakan
pemarkah lokatif. Nomina inti tersebut dapat mengisi fungsi yang kosong dalam
klausa relatif, yaitu fungsi oblik (obliklokasi).

[Yuu no
______i-nai]
sekai de, -----------------Nama-GEN_____ ada-KKinNeg dunia-LOK
Jadi, nomina inti pada contoh tersebut menduduki fungsi yang sama di kedua
klausa. Fungsi tersebut adalah oblik, yaitu obliklokasi sehingga pemarkah yang
digunakan tidak berubah.

98

BAB VI
STRUKTUR KONSTITUEN, STRUKTUR FUNGSIONAL,
DAN STRUKTUR ARGUMEN

Bab ini membahas tiga hal penting dalam TLF. Hal tersebut adalah struktur
konstituen, struktur fungsional, dan struktur argumen kalimat bahasa Jepang dengan
klausa relatif di dalamnya.

6.1 Struktur Konstituen


Struktur konstituen/ c-structure (StKon) sudah dikenal sejak linguistik
transformasional. Selain kesamaan, ada pula perbedaan antara StKon dalam TLF dan
StKon dalam teori transformasional. Persamaannya adalah TLF juga menggunakan
teori X-bar, tetapi TLF tidak mengharuskan StKon untuk memuat seluruh properti
sintaktik dari sebuah konstituen. Hal penting di balik Stkon adalah frasa dan kategori
leksikal adalah inti dari frasa tersebut. N merupakan inti dari NP, A merupakan inti

99

dari AP, V merupakan inti dari VP, dan P merupakan inti dari PP. Frasa yang
memiliki inti dengan kategori yang sama disebut dengan endocentricity.
Selain kategori leksikal, TLF juga mengenal kategori fungsional. Contoh
kategori fungsional, yaitu D(eterminer) yang merupakan inti dari DP dan NP dalam
DP adalah komplemen. Kategori fungsional lainnya, yaitu Infl (I) yang dalam
terminologi tradisional disebut dengan pelengkap (auxiliaries). Infl (IP) berperilaku
seperti inti dengan VP di posisi komplemen (Falk, 2001: 35-39).
Kategori fungsional menekankan
98perbedaan utama antara StKon dalam TLF
dan StKon dalam teori transformasional. Kategori fungsional I dan D dalam TLF
dinyatakan sebagai sebuah kata, bukan sebuah afiks subleksikal (Falk, 2001: 40).
Dalrymple (2001: 60) menyatakan bahwa pada banyak bahasa IP berkorespondensi
dengan kalimat (S), sedangkan CP berkorespondensi dengan yang disebut S, kalimat
dengan complementizer atau frasa pengganti di posisi awal kalimat. Berikut aturan
frasa yang dapat dinyatakan dalam bahasa Jepang berdasarkan teori TLF.
a. I

IP COMP

b. IP

DP I

c. DP (IP) (NP) (AP) N


d. VP (PP) (DP) (PP) (DP) (I) V
d. PP DP P
Berikut digambarkan StKon kalimat bahasa Jepang dengan klausa relatif
sebagai modifier NP. Contoh yang digunakan adalah contoh (44) yang muncul pada
bab sebelumnya.

100

(44) Shin wa
[Yuu no/ga tsuku-tta] fuku wo mitsume-te ita
Nama-TOP Nama-GEN buat-KLam baju-AK pandang-KKinLam
Shin terus memandangi baju (yang) Yuu buat
(Shinka, 2006: 180)

IP
DP

NP

DP

NP

VP

IP
Shin wa

DP

fuku wo

NP

DP

NP

VP

tsukutta

Yuu no/ga

V
mitsumete ita

()
Contoh (44) menggunakan strategi gap sehingga dengan diagram pohon juga
terlihat bahwa ada satu konstituen yang kosong dalam klausa relatif. Konstituen
tersebut sebenarnya diisi oleh nomina yang merupakan inti dari NP yang sama. DP
dalam kalimat bahasa Inggris terdiri atas determiner (a atau the) dan NP. Namun,

101

dalam bahasa Jepang tidak ditemukan determiner sehingga DP hanya terdiri atas NP.
Jadi, NP bukan DP, tetapi NP adalah bagian atau komplemen dari DP.
Dengan menggunakan scrambling yang sudah dibahas pada bab IV, contoh
(44) bisa diubah urutan konstituennya tanpa mengubah arti kalimat. Ada beberapa
kemungkinan,

tetapi

tidak

semua

dianggap

gramatikal.

Berikut

beberapa

kemungkinan urutan konstituen untuk contoh (44).


(44a) [Yuu no/ga
tsuku-tta] fuku wo Shin wa
mitsume-te ita
Nama-GEN/NOM buat-KLam baju-AK Nama-TOP pandang-KkinLam
Shin memandangi baju yang Yuu buat
(44b) * Shin wa
[Yuu no/ga
tsuku-tta] mitsume-te ita fuku wo
Nama-TOP Nama-GEN/NOM buat-KLam pandang-KKinLam baju-AK
(44c) * Shin wa
mitsume-te ita
[Yuu no/ga
Nama-TOP pandang-KKinLam Nama-GEN/NOM

tsuku-tta] fuku wo
buat-KLam baju-AK

(44d) * Yuu ga
Shin wa
[tsuku-tta] fuku wo mitsume-te ita
Nama-NOM Nama-TOP buat-KLam baju-AK pandang-KKinLam
Dari keempat kemungkinan urutan kata untuk contoh (44) di atas, hanya satu
kalimat yang dianggap gramatikal. Kalimat (44b) dan (44c) dianggap tidak
gramatikal karena verba tidak dapat mengalami scrambling. Posisi verba dalam
kalimat bahasa Jepang selalu di akhir. Sementara itu, contoh (44d) dianggap tidak
gramatikal karena konstituen dalam klausa sematan pindah ke klausa utama. Hal
tersebut juga salah satu batasan dalam scrambling, yaitu tidak memperbolehkan
konstituen dalam klausa sematan untuk pindah ke klausa utama. Jadi, hanya contoh
(44a) yang dianggap masih gramatikal. Konstituen yang pindah adalah subjek, yaitu
Shin nama orang yang dimarkahi oleh pemarkah topik. Ketika sebuah konstituen

102

dalam kalimat bahasa Jepang mengalami perpindahan, pemarkah memainkan


peranannya sehingga tetap terlihat fungsi apa yang dimiliki dalam kalimat. Stkon
untuk (44a) dapat dilihat sebagai berikut.
(44a) [Yuu no/ga
tsuku-tta] fuku wo Shin wa
jitto mitsume-te ita
Nama-GEN/NOM buat-KLam baju-AK Nama-TOP terus pandang-KKinLam
Baju yang dibuat Yuu, Shin terus memandangnya
IP
DP

NP
IP
DP

NP

DP

NP

VP

Yuu no/ga N

DP

NP

VP

fuku wo

Shin wa

mitsumete ita

tsukutta

(.)
StKon untuk contoh (44) terdiri atas IP, DP, NP, dan VP. Selanjutnya
digambarkan StKon kalimat dalam bahasa Jepang yang di dalamnya terdapat PP.
Berbeda dengan bahasa Inggris ataupun bahasa Indonesia, P dalam P adalah posposisi
karena letaknya sesudah nomina. Contoh yang digunakan belum muncul pada
pembahasan sebelumnya. Masih menggunakan strategi gap, PP yang muncul pada
contoh berikut ini dapat mengisi fungsi subjek yang kosong dalam klausa relatif.
(55a) [Happa wo wake-te mora-tte ita]
nakama to,
Shin wa wo
Daun-AK pisahkan-terima-KKinLam teman dengan, Nama-TOP
gyangu chiimu tsuku-ru

103

gang tim-buat-KKin
Shin membuat tim gang dengan teman (yang membantunya) memisahkan
daun,
(Shinka, 2006: 194)
Posposisi pada contoh di atas adalah to dengan dan nomina yang dilekatinya
menduduki fungsi oblik dalam kalimat. Berikut Stkon untuk contoh (55).

IP
DP

NP

VP

104

PP

Shin wa

DP
IP

DP

VP
P

DP

to

NP

NP

I tomodachi

NP

DP

NP

VP

()

DP

V
tsukuru

Shin wa gyangu chiimu wo

Happa wo wakete moratte ita

Seperti contoh (44), dengan menggunakan scrambling urutan kata yang masih
dianggap gramatikal adalah sebagai berikut beserta StKon-nya.
(55b) Shin wa
[happa wo wake-te mora-tte ita]
nakama to
gyangu
Nama-TOP daun-AK pisahkan-terima-KKinLam teman dengan gang
chiimu wo tsuku-ru
tim-AK
buat-Kkin
Shin membuat tim gang dengan teman (yang membantunya) memisahkan
daun,
IP
DP

NP

VP

PP

Shin wa

DP
IP

DP

N
I tomodachi

VP
P

DP

to

NP

tsukuru

105

NP

DP

NP

VP

()

gyangu chiimu wo

Happa wo wakete moratte ita

6.2 Struktur Fungsional


Sebelumnya sudah dijelaskan bahwa konsep penting di balik struktur
fungsional (selanjutnya StFun) adalah fungsi gramatikal. Fungsi gramatikal yang
paling dasar adalah fungsi argumen (subjek, objek, dan oblik). Sementara itu, fungsi
nonargumen, antara lain ajung, fokus, dan topik. Dalam StFun ada pula beberapa
batasan. Batasan tersebut merupakan pengertian dari hubungan antara fungsi argumen
yang ditetapkan dalam bentuk leksikal sebuah inti dan fungsi argumen yang muncul
sebagai atribut dalam StFun.
Sebuah StFun yang seluruh fungsi argumennya dipilih oleh inti dianggap
StFun yang lengkap dan sebaliknya jika satu (atau lebih) kehilangan satu argumen,
maka dianggap tidak lengkap. Selain itu, jika seluruh fungsi argumen yang muncul
sebagai atribut sebuah StFun dipilih oleh inti dan cocok dalam struktur argumen,
maka dianggap koheren (Falk, 2001: 60--61).
Di bawah ini adalah StFun yang lengkap, tidak lengkap, dan tidak koheren
dari tiga buah contoh kalimat. Kalimat pertama, yaitu I donate a book to the library

106

kalimat kedua, yaitu I donate to the library, dan kalimat ketiga, yaitu I donate the
university a book to the library. Dari ketiga contoh kalimat tersebut hanya kalimat
pertama yang dianggap gramatikal. Kalimat kedua dianggap tidak gramatikal karena
ada satu argumen yang hilang, sedangkan contoh kalimat ketiga dianggap tidak
gramatikal karena muncul argumen ekstra. Hal tersebut terlihat pula dalam StFun di
bawah ini.

a. StFun yang lengkap (gramatikal) : I donated a book to the library


SUBJ

[I]

TENSE

PAST

PRED

donate <SUBJ, OBJ, OBLGoal OBJ>

OBJ

[a book]

OBLGoal

PCASE

OBLGoal

OBJ

[the library]

b. StFun yang tidak lengkap : *I donated to the library


SUBJ

[I]

TENSE

PAST

PRED

donate <SUBJ, OBJ, OBLGoal OBJ>


PCASE OBLGoal

OBLGoal

OBJ

[the library]

c. StFun yang tidak koheren : *I donated the university a book to the library

107

SUBJ

[I]

TENSE

PAST

PRED

donate <SUBJ, OBJ, OBLGoal OBJ>

OBJ

[the university]

OBJ2

[a book]

OBLGoal

PCASE OBLGoal
OBJ

[the library]

Ada dua hal yang dapat dinyatakan untuk menjelaskan StFun yang lengkap,
tidak lengkap, dan tidak koheren tersebut. Pertama, menyangkut kelengkapan. StFun
disebut lengkap kalau seluruh argumen yang dinyatakan dalam nilai sebuah PRED
harus digambarkan dalam StFun lokal. Semua fungsi yang memeroleh peran tematik
harus memiliki fitur PRED. Berkaitan dengan koherensi, seluruh fungsi argumen
dalam StFun harus dipilih oleh PRED lokal. Setiap argumen yang memiliki fitur
PRED-nya sendiri harus diberikan peran tematik (Falk, 2001: 63). Fitur PRED dalam
struktur fungsional tidak hanya mengacu pada predikat (verba). Fitur PRED
menggambarkan

sesuatu

yang

bermakna

dan

nilainya

ditunjukkan

secara

konvensional sebagai sebuah kata (Falk, 2001: 13). Berikut adalah StFun untuk
kalimat The hamster will give a falafel to the dinosaur yang sudah mencantumkan
kelengkapan dan koherensi tersebut.
DEF
SUBJ

PRED hamster
NUM SG

108

TENSE

FUT

PRED

give <SUBJ, OBJ, OBLGoal, OBJ>


DEF

OBJ

PRED falafel
NUM SG
PCASE

OBLGoal

OBLGoal

DEF
OBJ

PRED dinosaur
NUM SG

6.2.1 Korespondensi
TLF mengenal hubungan korespondensi antara bagian dalam StKon
danbagian dalam StFun. Contoh bahwa StFun dilisensi oleh StKon terlihat dalam
nilai fitur TENSE yang datang dari I dalam StKon dan nilai PRED muncul dari V
dalam Stkon. Selain itu, atribut SUBJ muncul dari properti yang dimiliki oleh IP,
yaitu DP dan atribut OBJ muncul dari properti VP (Falk, 2001: 66).
Beberapa bagian dari StKon berkorespondensi dengan satu bagian dalam
StFun. Namun, ada pula satu bagian dalam StKon dapat berkorespondesi dengan
seperangkat komponen dalam StFun. Untuk mengatasi hal tersebut, maka diperlukan
yang disebut dengan f-precendence (disimbolkan dengan ). Simbol digunakan
untuk menandai sebuah variabel yang berkorespondensi dengan pasangan sehingga
dituliskan dengan 1, 2, 3, dan seterusnya. Simbol tersebut dapat digunakan, baik
dalam StKon maupun StFun. Contoh korespondensi antara StKon dan StFun dapat
dilihat sebagai berikut.

109

The hamster will give a falafel to the dinosaur


IP 1
DP 2

I 7

D 3

I 8

VP 9

D 4

NP 5 will

V 10

DP 11

The

N 6

give

D 12

Hamster

1
7
8
9
10

SUBJ

TENSE

2
3
4
5
6
FUT

DEF
PRED
NUM

PP 16
P 17

DP 18

D 13

NP 14 to

N 15

D 20

falafel

the

+
SG

D 19
NP 21
dinosaur

110

PRED

give <SUBJ, OBJ, OBLGoal OBJ>

OBJ

11
12
13
14
15
16
17

DEF
PRED
NUM

SG

PCASE OBLGoal

OBLGoal
OBJ

18
19
20
21
22

DEF
PRED
NUM

+
dinosaur
SG

6.2.2 Deskripsi Fungsional dan Anotasi Fungsional


Deskripsi fungsional adalah istilah pemetaan antara StKon dan StFun.
Contohnya, 1 dan 7 merupakan StFun yang sama atau dengan kata lain
korespondensi konstituen 1 dan 7 dengan StFun adalah sama. Hal ini dapat
dirumuskan dengan persamaan fungsional (functional equation). Contoh persamaan
fungsional untuk contoh kalimat sebelumnya bisa dilihat sebagai berikut.
a. 1 = 7
b. (1SUBJ) = 2
2 = 3
3 = 4
(4 DEF) = +
Jika dirumuskan secara keseluruhan, maka deskripsi fungsionalnya akan
sangat panjang. (1SUBJ) = 2 menunjukkan bahwa 2 adalah DP yang merupakan
anak dari IP yang digambarkan dengan 1 dan begitu seterusnya. Contohnya diagram
untuk anak dari IP berikut ini.

111

IP 1
(1 SUBJ) = 2

1 = 7

DP = 2

I = 7

Untuk memperjelas hubungan ini dapat dilakukan dengan mengganti variabel


yang sebenarnya (1 , 2,..) dengan variabel untuk variabel yang disebut dengan
metavariabel. Tanda untuk ibu dan tanda untuk anak (Falk, 2001: 70--71).
Contohnya sebagai berikut.
IP 1
(SUBJ) =
DP 2

=
I 7

=
I 8
will

D 3

=
VP 9

(TENSE) =FUT

=
D 4

=
NP 5

The
(DEF) = +

=
N 6

=
V 10

(OBJ)=

(OBLGoal) =

DP 11

give
(PRED) = <give..>

PP 16

=
D 12

=
P 17

(OBJ)=

DP 18

Hamster
(PRED) = hamster
(NUM) = SG

=
D 13
a
(DEF) = -

=
to
NP 14
=
N 15

=
D 19
=
D 20

=
NP 21

112

falafel

the

N22

(PRED) =falafel (DEF) = +


(NUM) = SG

dinosaur
(PRED) = dinosaur
(NUM) = SG

Berikutnya adalah pembahasan mengenai StFun kalimat dengan klausa relatif


dalam bahasa Jepang. Namun, perlu dibahas terlebih dahulu mengenai fitur TENSE
dalam bahasa Jepang. Sutedi (2003: 79--85) menyatakan bahwa dalam bahasa Jepang
kala (tense) dan aspek sangat

sulit dibedakan karena keduanya sama-sama

mengungkapkan kejadian lampau (selesai), sedang (masih berlangsung), dan akan


(belum dilakukan). Bahasa Jepang hanya menggunakan dua bentuk verba, yaitu
bentuk lampau dan bentuk akan. Verba bentuk lampau mencakup bentuk sopan
-mashita dan -masendeshita dan verba bentuk biasa, yaitu bentuk -ta dan bentuk
nakatta. Bentuk akan mencakup bentuk sopan masu dan masen serta bentuk te
iru. Sementara itu, ada tiga kala (tense) dalam bahasa Jepang, yaitu kala lampau yang
ditandai dengan verba bentuk ta (bentuk sopan mashita), kala mendatang yang
ditandai dengan verba bentuk ru atau bentuk kamus (bentuk sopan masu), dan kala
kini yang ditandai oleh dua buah bentuk verba, yaitu bentuk ru (-masu) dan bentuk
te iru.
Bahasa Jepang juga mengenal kalimat majemuk yang terdiri atar kalimat inti
(induk kalimat atau klausa utama) dan anak kalimat (klausa subordinatif). Kala

113

(tense) yang muncul di kedua klausa tersebut tidak selalu sama. Misalnya, verba di
klausa utama dalam bentuk lampau, tetapi verba di klausa subordinatif dalam bentuk
kini dan contoh-contoh lainnya. Pada contoh kalimat (44) Shin wa [Yuu no/ga
tsukutta] fuku wo mitsumete ita Shin memandangi baju yang dibuat Yuu verba di
klausa utama, yaitu mitsumete ita memandangi dan verba di klausa relatif, yaitu
tsukutta membuat sama-sama dalam bentuk lampau. StFun untuk contoh kalimat
(44) adalah sebagai berikut.

SUBJ

DEF +
PRED Shin
NUM SG

TENSE
PRED

PAST
mitsumete ita <SUBJ, OBJ>
SUBJ

DEF
PRED
NUM

TENSE
PRED

PAST
tsukutta

OBJ

DEF
PRED
NUM

DEF
PRED
NUM

+
fuku
SG

OBJ

+
Yuu
SG
<SUBJ, OBJ>
----

StFun di atas menunjukkan bahwa contoh kalimat (44) gramatikal dan


StFunnya juga lengkap karena seluruh fungsi argumen, baik dalam klausa utama

114

maupun klausa relatif, sudah dipilih oleh inti. Fungsi argumen objek dalam klausa
relatif kosong, tetapi dapat diisi oleh argumen objek klausa utama. Jadi, terlihat
bahwa dua buah argumen diambil oleh inti yang sama. Korespondensi antara StKon
dan StFun untuk contoh kalimat (44) dapat dilihat sebagai berikut.
IP 1
DP 2

I 5

NP 3

DP6

I 19

N 4

NP 7

VP 20

IP 8
Shin wa

DP 9

I 12
I 16

N 11 NP 14

VP 17

N 15 tsukutta
()

DEF

fuku wo

NP 10 DP 13

Yuu no/ga

N 18

V 21
mitsumete ita

115

SUBJ

5
19
20
21

TENSE
PRED
6
7
8
12
16
17
18

PRED Shin
NUM SG
PAST
mitsumete ita <SUBJ, OBJ>
9 DEF
SUBJ 10 PRED
11 NUM

TENSE
PRED

OBJ

13

OBJ

14
15

DEF
PRED
NUM

+
Yuu
SG

PAST
tsukutta
DEF
PRED
NUM

<SUBJ, OBJ>
----

+
fuku
SG

Berikutnya korespondensi di atas digambarkan menggunakan persamaan


fungsional, seperti yang terlihat di bawah ini.
(1 SUBJ) = 2
2 = 3
3 = 4
(4 DEF)

=+

(4 PRED) = Shin
(4 NUM) = SG
1= 5
5 = 6
6 = 7
7 = 8

116

(8 SUBJ) = 9
9 = 10
10 = 11
(11 DEF) = +
(11 PRED) = Yuu
(11 NUM) = SG
(12 OBJ) = 13
13 = 14
14 = 15
(15 DEF) = -(15 PRED) = -(15 NUM) = -16 = 17
(17 PRED ) = tsukutta <( 17 SUBJ), (17 OBJ)>
(17 TENSE) = PAST
(6 OBJ) = 18
(18 DEF) = +
(18 PRED) = fuku
(18 NUM ) = SG
5 = 19
19 = 20
20 = 21
(21 PRED) = mitsumete ita <( 21SUBJ), (21 OBJ)>
(21 TENSE) = PAST
Untuk memperjelas hubungan tersebut digunakan metavariabel. Hal tersebut
terlihat seperti berikut ini.
IP 1

117

(SUBJ) =

DP 2

I 5

=
NP3
=
N 4

(OBJ) =

DP6

I 19

NP 7

VP 20

IP 8

N 18

V 21

=
Shin wa
(DEF) = +

=
DP 9

= fuku wo

I 12

mitsumete ita

(PRED ) = Shin nama

( PRED) = fuku wo
(NUM) = SG

( PRED) = mitsumete ita

memandangi

NP 10

DP 13

N 11

NP 14

VP 17

Yuu no/ga

N 15

tsukutta

(NUM) = SG

(DEF) = +
(PRED ) = Yuu nama
(NUM) = SG

(TENSE) = PAST

I 16

( PRED) = tsukutta membuat

()

(TENSE) = PAST

118

6.3 Struktur Argumen


Struktur argumen (selanjutnya StArg)

adalah ide dasar di balik Lexical

Mapping Theory (LMT) yang merupakan representasi argumen sintaktik dari sebuah
predikat. StArg adalah tempat pemetaan antara peran tematik dan fungsi gramatikal
(Falk, 2001: 100). Berbeda dengan pemetaan antara StKon dan StFun, dengan LMT
pemetaan yang terjadi adalah pemetaan dari representasi semantik atau konseptual
sebuah peran tematik (struktur ) ke representasi fungsi gramatikal.

6.3.1 Lexical Mapping Theory (LMT)


LMT adalah teori tentang realisasi sintaktik dari argumen sebuah predikat.
Argumen dapat diidentifikasi berdasarkan peran dalam makna sebuah predikat atau
yang disebut dengan peran tematik. Peran tematik adalah label (agent, patient, theme,
source, dan lain-lain)

yang digunakan untuk karakteristik yang tidak tepat dari

sebuah peran konseptual (Falk, 2001: 101).


Menurut Jackendoff ada dua buah aspek tentang bagaimana cara
mengonseptualkan makna verba. Konsep yang pertama adalah sebuah aksi yang
menyertakan suatu tindakan dan yang dikenai tindakan tersebut (actor dan patient/
undergoer). Undergoer dikenai oleh yang disebut dengan beneficiary. Konsep yang
lain adalah konsep yang didasarkan atas keleluasaan, yaitu mengonseptualkan sebuah
elemen dalam hal lokasi atau perpindahan, baik secara fisik maupun tempat atau
ruang yang abstrak (misal : waktu). Sesuatu yang pindah atau dikenai lokasi dikenal
dengan theme dan tempat sepanjang perpindahan disebut dengan path. Perpindahan

119

kadang-kadang dimulai oleh sebuah elemen yang dikenal dengan instigator. Berikut
adalah StArg dari sebuah verba, yaitu roll dalam kalimat Sisco rolled the ball from
his office.
Roll : [Actor /Instigator]..[Patient/Theme]..[Path]
Dalam struktur klausa relatif, termasuk KRBJ ada dua buah verba yang
merupakan predikat klausa utama dan klausa relatif. Kedua verba tersebut
digambarkan secara terpisah. Berikut adalah struktur dari verba mita (bentuk
lampau dari miru) melihat dan verba mukatta (bentuk lampau dari mukau) menuju
dalam kalimat berikut ini.
(40) [messeeji wo mi-ta]
Shin wa
sugusama byouin ni
muka-tta
pesan-AK lihat-KLam Nama-TOP segera
rumah sakit-DAT tuju-KLam
Shin (yang) melihat pesan langsung menuju rumah sakit
(Shinka, 2006 : 58)
Nomina inti, yaitu Shin nama orang menduduki dua fungsi yang sama di
kedua klausa, yaitu fungsi subjek. Dengan menggunakan strategi gap terlihat bahwa
dalam klausa relatif ada fungsi yang kosong, yaitu subjek dan nomina inti dapat
mengisi fungsi kosong tersebut. Berikut argumen yang diperlukan untuk masingmasing verba dalam klausa relatif dan klausa utama dalam contoh (40).
a. Verba klausa relatif : mita melihat [Actor/Agent], [patient]
b. Verba klausa utama : mukatta menuju [Actor/Theme], [Location]
Berikut adalah pemetaan antara struktur , StFun, dan StArg untuk contoh
(40) di atas.

120

Struktur :

[Actor/Agent][Patient]

[Actor/Theme]..[Location]

Struktur A :

<x, y>

<x,

Struktur F :
SUBJ
TENSE
PRED
SUBJ

OBJ

---------------------PAST
mita <SUBJ, OBJ>
----------------------

TENSE

---------------------PAST

PRED

mukatta <SUBJ, OBL>

OBLLok

-----------

---------

y>

121

BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN

7.1. Simpulan
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan ada beberapa hal yang dapat
disimpulkan. Simpulan ini meliputi tipe klausa relatif beserta posisi nomina inti,
strategi perelatifan beserta relasi gramatikal yang diperoleh nomina inti dan struktur
konstituen, struktur fungsional dan struktur argumen. Hal-hal tersebut dijelaskan
sebagai berikut.
Pertama, berkaitan dengan peranan nomina inti dapat disimpulkan bahwa
sebuah nomina inti dapat mengisi posisi yang sama di kedua klausa, tetapi bisa juga
mengisi posisi yang berbeda di tiap-tiap klausa. Jika sebuah nomina menduduki dua
fungsi yang berbeda di tiap-tiap klausa, maka diikuti pula dengan perubahan
pemarkah. Pemarkah tersebut disesuaikan dengan fungsi yang diduduki sebuah
nomina dalam kalimat bahasa Jepang. Sementara itu, berkaitan dengan posisi nomina
inti KRBJ termasuk tipe prenominal, yaitu klausa relatif muncul sebelum nomina inti.
Hal ini berkaitan dengan struktur frasa nominal bahasa Jepang yang menempatkan
nomina sesudah kategori lainnya. Keduanya dihubungkan karena nomina yang
dimodifikasi oleh klausa relatif juga membentuk sebuah frasa nominal. Secara umum
semua unsur dalam kalimat bahasa Jepang yang dapat direlatifkan menerapkan
strategi gap. Namun, dalam beberapa kasus ditemukan perelatifan tanpa strategi gap.
Selain pendapat Tsujimura yang menyatakan bahwa hubungan semantik dan
122

122

pragmatik dapat digunakan untuk menganalisis hubungan klausa relatif dengan


intinya, data dalam penelitian ini menunjukkan strategi perelatifan lain, yaitu
pronominal retensi muncul dalam KRBJ. Perelatifan dengan strategi gap dalam
bahasa Jepang tidak mengakibatkan perubahan bentuk verba.
Kedua, relasi gramatikal yang diperoleh nomina inti dari klausa relatif
restriktif dalam bahasa Jepang, antara lain (1) SUBJ klausa utama sekaligus SUBJ
klausa relatif; (2) SUBJ klausa utama sekaligus OBJ klausa relatif; (3) SUBJ klausa
utama sekaligus OBL klausa relatif; (4) OBJ klausa utama sekaligus OBJ klausa
relatif; (5) OBJ klausa utama sekaligus SUBJ klausa relatif; (6) OBL klausa utama
sekaligus SUBJ klausa relatif, dan (7) OBL klausa utama sekaligus OBL klausa
relatif. Sementara itu, relasi gramatikal yang diperoleh nomina inti klausa relatif nonrestriktif, antara lain (1) SUBJ klausa utama sekaligus SUBJ klausa relatif; (2) OBJ
klausa utama sekaligus OBJ klausa relatif; (3) OBJ klausa utama sekaligus SUBJ
klausa relatif, dan (4) OBL klausa utama sekaligus SUBJ klausa relatif.
Ketiga, berkaitan dengan StKon terlihat bahwa dalam diagram pohon ada satu
unsur yang kosong. Unsur tersebut adalah NP yang sebenarnya ditempati oleh
nomina lain. Hal tersebut digambarkan dengan garis putus-putus untuk menunjukkan
hubungan keduanya. Sementara itu, StFun dari data yang dianalisis terlihat lengkap
karena satu buah nomina menduduki dua fungsi atau mengisi dua buah argumen
dalam kalimat. Dengan kata lain, seluruh argumen dinyatakan dalam nilai sebuah
PRED. Hal tersebut merupakan syarat sebuah StFun dapat dikatakan lengkap.
Berkaitan dengan StArg, ada dua buah kelompok argumen yang dapat digambarkan

123

peran tematiknya. Kelompok argumen yang pertama merupakan argumen dari verba
klausa relatif dan kelompok argumen kedua merupakan argumen dari verba klausa
utama.

7.2 Saran
Klausa relatif sering sekali muncul, baik dalam bahasa lisan maupun tulisan.
KRBJ yang tidak memiliki pemarkah ataupun pronominal relatif sering menimbulkan
kesulitan bagi pembelajar bahasa Jepang. Mereka khususnya pembelajar yang bahasa
ibunya mengenal adanya pemarkah atau pronomina relatif.
Dalam penelitian ini telah dibahas mengenai strategi gap yang dapat
diterapkan untuk semua unsur yang dapat direlatifkan dalam bahasa Jepang. Strategi
ini nantinya bisa dijadikan acuan untuk lebih mudah dalam memahami KRBJ. Selain
strategi gap penelitian ini menunjukkan ada strategi lain yang dapat digunakan.
Namun, dari data yang terkumpul, hanya sedikit kasus yang tidak menerapkan
strategi gap dalam perelatifan. Oleh karena itu, penelitian mengenai bahasa Jepang,
khususnya KRBJ berikutnya agar menemukan kasus-kasus lain yang tidak
menerapkan strategi gap. Selain itu, karena penelitian ini hanya fokus pada bahasa
Jepang, penelitian mengenai KRBJ berikutnya bisa dilakukan dengan melakukan
perbandingan terhadap bahasa lain. Klausa relatif hanya salah satu dari banyak aspek
dalam bahasa Jepang yang masih bisa dikaji lebih dalam. Semoga penelitian ini
bermanfaat dan dapat memunculkan ide-ide baru berkaitan dengan penelitian bahasa
Jepang selanjutnya.

124

DAFTAR PUSTAKA

Arka, I Wayan. 2003. Balinese Morphosyntax: A Lexical Functional Approach.


Australia: Pacific Linguistics.
Artawa, K. 2004. Balinese Language: A Typological Description. Denpasar: CV Bali
Media Adhikarsa.
Bresnan, Joan. 1982. The Mental Representation of Grammatical Relation. London:
The MIT Press.
Chaer, Abdul. 2007. Kajian Bahasa Struktrur Internal, Pemakaian, dan Pemelajaran.
Jakarta: Rineka Cipta.

Comrie, B. 1981. Language Universals and Linguistic Typology: Syntax and


Morphplogy. England: Basil Blackwell Publisher Limited.

Dalrymple, Mary. 2001. Lexical Functional Grammar. Xerox Palo Alto Research
Center: Academic Press.

Dixon, R.M.W. 2010. Basic Linguistic Theory. New York: Oxford University Press.

Falk, Y.N. 2001. Lexical Functional Grammar: An Introduction to Parallel


Constraint-Based Syntax. California: CSLI Publication.

Givon, T. 1990. Sintax: A Functional-Typological Introduction. Amsterdam: John


Benjamins Publishing Company

Ichikawa, Yasuko. 2005. Saishou Nihongo Bunpou To Oshiekata No Pointo. Japan:


3A Corporation.

125

Kesuma, T.M.J. 2007. Pengantar (Metode) Penelitian Bahasa. Yogyakarta:


Carasvatibooks.

Koizumi, Tamotsu. 2002. Nihongo Kyoushi No Tame No Gengogaku Nyuumon.


Tokyo: Taishuukan Shoten.

Kroeger, P.R. 2004. Analyzing Syntax: A Lexical Functional Approach. Cambridge:


Cambridge University Press.

Kroeger, P.R. 2005. Analyzing Grammar An Introduction. Cambridge: Cambridge


University Press.

Lapoliwa, Hans. 1990. Klausa Pemerlengkap dalam Bahasa Indonesia. Yogyakarta:


Kanisus.

Matsuda, Hiroshi. 2009. Chuukyuu Kara Manabu. Japan: Kenkyuusha.

Miyagawa, Shigeru. 1989. Syntax and Sematics: Structure and Case Marking in
Japanese. California: Academic Press.
Moleong, Lexy J. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Nitta, Y. 1997. Nihongo Bunpou Kenkyuu Jousetsu: Nihongo no Kijutsu Bunpou wo
Mezashite. Tokyo: Kuroshio Shuppan.

Noda, Hikishi. 2002. Bunpou Serufu Masutaa Shiriizu1 : Wa to ga. Tokyo: Kuroshio
Shuppan.

126

Partami, Ni Luh. 2001. Relasi Gramatikal dan Perelatifan Bahasa Buna (Tesis).
Denpasar: Program Pascasarjana Universitas Udayana.

Partami, Ni Luh. 2006. Konstruksi Frasa dengan Kata Ane dalam Bahasa Bali.
Jakarta: Pusat Bahasa.

Purnawati, Widya. 2009. Topik dan Fokus dalam Bahasa Jepang (Tesis). Denpasar:
Program Pascasarjana Universitas Udayana.

Sedeng, I Nyoman. 2010. Morfosintaksis Bahasa Bali Dialek Sembiran. Denpasar:


Udayana University Press.

Satyawati, Sri. 2009. Valensi dan Relasi Gramatikal Sintaksis Bahasa


Bima (Disertasi). Denpasar: Program Pascasarjana Universitas Udayana.

Shibatani, Masayoshi. 1976. Syntax and Semantics: Japanese Generative Grammar.


New Nork: Academic Press.

Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta
Wacana University Press.

Sudjianto dan Dahidi, A. 2004. Pengantar Linguistik Bahasa Jepang. Jakarta.


Kesaint Blanc.
Sugimoto, T dan Iwabuchi, M. 1990. Nihongogaku Jiten. Tokyo: Sakurakaedesha.

Sutedi, Dedi. 2003. Dasar-Dasar Linguistik Bahasa Jepang. Bandung: Humaniora


Utama Press.

127

Tsujimura, Natsuko. 1997. An Introduction to Japanese Linguistics. Australia:


Blackweel.

Tsutsui, Michio dan Seiichi Makino. 1986. A Dictionary of Basic Japanese


Grammar. Japan: The Japan Times.

Verhaar, J.W.M dkk. 1988. Towards A Description of Contemporary Indonesian:


Preliminary Studies Part III. Jakarta: NUSA

Verhaar, J.W.M. 1996. Asas-Asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada


University Press.

128

LAMPIRAN I
DATA

1. KLAUSA RELATIF RESTRIKTIF


1.1 Nomina Inti : SUBJ klausa utama + SUBJ klausa relatif
(1)

[Shin no
bando no menbaa to
na-ru]
5 nin ga
hajimete
Nama-GEN band-GEN anggota dengan jadi-KKin 5 orang-NOM pertama kali
shuuketsu-shita
kumpul-KLam
Lima orang yang akan menjadi anggota band Shin pertama kali berkumpul
(Shinka: 40)

(2)

Kaijou wo
deru to,
[ouen ni kite kure-ta]
minna
tempat pertandingan-AK keluar ketika, dukungan-DAT datang-KLam semua
ga
ma-tte ita
-NOM tunggu-KKinLam

129

Ketika keluar tempat pertandingan, semua yang datang mendukung sedang


menunggu
(Shinka: 109)
(3)

[Shin wo shinpai shite kite kure-ru] nakama wa, minna Shin no


yami
Nama-Ak khawatir-BSmb-Kin
teman-TOP, semua Nama-GEN-sedihno bubun wo shiranakatta
GEN bagian
tahu-KLamNeg
Teman yang menghawatirkan Shi, semuanya tidak tahu bagian sedih lain (dari)
Shin
(Shinka: 221)

(4) Ano toki [jibun to


onaji kyouguu ni iru] hito ga
i-tara
Itu waktu REF dengan sama keadaan-DAT ada orang-NOM ada-BPeng
tasuke-tai
bantu-BIng
Waktu itu ingin menolong jika ada orang yang ada dalam keadaan yang sama
dengan diri sendiri
(Hoshino: 38)
(5)

Haruko chan ga hanashi oeru to


[naite iru] seito ga
takusan i-ta
Nama-NOM
bicara selesai waktu tangis-KKin murid-NOM banyak adaKLam
Ketika Haruko selesai bicara banyak murid yang menangis
(Hoshino: 43)

(6)

[Hito ni
yaku ni tate-ru] shigoto wa
daisuki
Orang-DAT berguna-KKin pekerjaan-TOP paling suka
(Saya) paling suka dengan pekerjaan yang berguna bagi orang lain
(Hoshino: 52)

(7)

[Onaji mokuhyou wo mo-tsu]


hitotachi ga
na-ku
Sama tujuan-AK
bawa-KKin orang-orang-NOM ada-KKinNeg-BSmb
na-ttara,
kanashii koto
jadi-BPeng sedih-Nom
Sedih kalau tidak ada orang-orang yang tidak punya tujuan yang sama
(Hoshino: 69)

(8)

[Chairoi futto ni
tsusuma-reta]
hon wa,
watashi no mae de
Coklat amplop-DAT bungkus-PAS-KLam buku-TOP, saya-GEN depan-LOK
akera-reru
koto wa naku, watashi wa kou chan no
ie wo
buka-PAS-KKin-Nom-TOP bukan, saya-TOP Nama-GEN rumah-AK
ato ni
shita

130

nanti- DAT melakukan-KLam


Buku yang dibungkus dengan amplop cokelat tidak dibuka depan saya, tetapi
di rumah Kou chan nanti
(Hoshino: 87)
(9)

[Mada ki-tta]
kizu ga
noko-tte ita
Masih potong-KLam luka-NOM tersisa-KKinLam
Tersisa luka yang masih terpotong
(Hoshino: 11)

1.2 Nomina Inti : SUBJ klausa utama + OBJ klausa relatif


(1)

[Yuu ga
to-tta]
chiketto wa, mae kara ni banme no seki da-tta
Nama-NOM ambil-KLam tiket-TOP, depan dari no.2-GEN kursi KO-KLam
Tiket yang diambil Yuu berada di tempat duduk nomer 2 dari depan
(Shinka: 34)

(2)

Shin ni totte,
[Yuu to sugoshi-ta]
natsu wa
tanoshii
Nama-DAT bagi, Nama dengan lewat-Klam musim panas-TOP menyenangkan
omoide bakari de aru
kenangan hanya KOP-KKin
Bagi Shin, musim panas yang dilewati bersama Yuu semuanya kenangan
menyenangkan
(Shinka: 135)

(3)

[Manami san ga tsuku-ru] gohan wa sugoku oishii


Nama-NOM
buat-KKin nasi-TOP sangat enak
Nasi yang dibuat oleh Manami sangat enak
(Hoshino: 35)

1.3 Nomina inti : SUBJ klausa utama + OBL klausa relatif


(1)

[Watashi ga i-tte ita]


juku wa,
kaigo shisetsu mo unei shi-te ita
Saya-NOM pergi-KKinLam tempat les-TOP, perawatan juga atur-KKinLa
Tempat les yang saya datangi juga mengatur tempat perawatan
(Hoshino: 49)

(2)

[Shorui ga
tsuma-reta] tsukue ga takusan nara-nde ita
Dokumen-NOM isi-PAS-KLam meja-NOM banyak jejer-KKinLam

131

Berjejer banyak meja yang berisi


dokumen
(Hoshino: 49)
(3)

[Dare mo suwa-tte inai]


tsukue ga fue-te itta
Siapa juga duduk-KKinLamNeg meja-NOM tambah-KKinLam
Meja yang tidak ditempati oleh siapapun semakin
banyak
(Hoshino: 68)

1.4 Nomina Inti : OBJ klausa utama + OBJ klausa relatif


(1)

Sono toki, [kangoshi ga i-tta]


kotoba wo omoida-su
Itu waktu, perawat-NOM berkata-KLam kata-AK ingat-KKin
Waktu itu, teringat kata-kata yang diucapkan perawat
(Hoshino: 112)

(2)

[Hajimete mora-tta]
kyuuryou wo nigiri shime-te na-ita
Pertama kali terima-KLam gaji-AK
pegang-BSmb tangis-KLam
Menangis sambil memegang gaji yang diterima pertama kali
(Hoshino: 67)

1.5 Nomina Inti : OBJ klausa utama + SUBJ klausa relatif


(1)

[Shiroi teeburu ni o-ite aru] kyappu wo te ni to-tta


Putih meja-DAT taruh-KKin cup-AK ambil-KLam
(Saya) mengambil cup yang terletak di meja putih
(Hoshino: 139)

(2)

[Taiin suru] kanja san wo egao de


okuru dake janai
Keluar RS
pasien-AK senyum dengan antar hanya KOP-KKinNeg
Tidak cuma mengantarkan dengan senyum pasien yang keluar rumah sakit
(Hoshino: 168)

(3)

[Koko ni iru] kanja san wo wakari-tai


to iu kimochi wa
Sini-DAT ada pasien-AK mengerti-Bing COM perasaan-TOP
totemo tsuyo-katta
sangat kuat- KLam
Perasaan ingin mengerti pasien yang ada disini sangat kuat
(Hoshino: 145)

(4) Yuu wa,


[namida de hare-ta]
me wo kosuri-nagara egao de
Nama-TOP air mata-LOK basah-KLam mata-AK husap
senyum dengan

132

kotae-ta
jawab- KLam
Yuu menjawab dengan wajah tersenyum sambil menghusap matanya yang
dibasahi air mata
(Shinka: 123)

1.6 Nomina Inti : OBL klausa utama + SUBJ klausa relatif


(1) [Eki no chikaku ni
aru] konbini ni
sugo-su
jikan ga
Stasiun-GEN dekat-DAT ada conv.store-DAT lewat-KKin waktu-NOM
fue-te ita
bertambah-KKinLam
Waktu yang dilewatkan di convenient store yang ada dekat stasiun semakin
banyak
(Shinka: 7)
(2) Shin wa
[jibun wo niramitsuke-ru]
onna no ko ni
Nama-TOP REF-AK
pandang-KKin perempuan-DAT
Shin menuju ke anak perempuan yang memandanginya
(Shinka: 9)

muka-tta
tuju-KLam

(3) Futari wa
[disuniirando e muka-u] shihatsu ressha ni nori ko-nda
Dua orang-TOP Disneyland
ke tuju-KKin kereta-DAT
naik-KLam
Keduanya menaiki kereta yang menuju disneyland
(Shinka: 55)
(4) Byoushitsu ni
hairi,
[beddo ni
suwa-tte iru] hitori no
Ruang rawat-DAT masuk-BSmb, tempat tidur-DAT duduk-KKin seorang-GEN
kanja san ni koe o kaketa
pasien-DAT sapa-KLam
Ketika masuk ruang rawat menyapa kepada seorang pasien yang duduk di
tempat tidur (Hoshino: 145)
1.7 Nomina Inti : OBL klausa utama + OBL klausa relatif
(1) Shin wa,
[itsumo tabako wo ka-u]
jidouki ni
muka-tta
Nama-TOP, selalu rokok-AK beli-KKin mesin otomatis-DAT tuju-KLam
Shin menuju mesin penjual otomatis di mana dia biasa membeli rokok
(Shinka: 8)

133

(2) [Yuu no i-nai]


sekai de,
Shin wa
zetsubou dake wo
Nama-GEB ada-KKinNeg dunia-LOK, Nama-TOP kekecewaan hanya-AK
Kanji-te ita
Merasa-KKinLam
Di dunia di mana Yuu tidak ada, Shin hanya merasakan kekecewaan
(Shinka: 170)
(3) [Juuken bango ga
ka-ite aru] tsukue ni suwa-tta
Ujian masuk nomer-NOM tulis-KKin meja-DAT duduk-KLam
Duduk di meja yang tertuliskan nomer ujian
(Hoshino: 20)
(4) [Onaji mokuhyou ga aru] hito tachi to wa
sugu nakayoku na-reru yo ne
Sama tujuan-NOM ada
orang-orang dengan-TOP segera teman jadi-BPot
Segera ya bisa menjadi teman denga orang yang mempunyai tujuan sama
(Hoshino: 63)
2. KLAUSA RELATIF NONRESTRIKTIF
2.1 Nomina Inti : SUBJ klausa utama + SUBJ klausa relatif

(1)

[Kyoushitsu ni hai-tte ki-ta] Shige san wa, Shin tachi no hou wo mite
Kelas-DAT masuk-KLam Nama-TOP, Nama-dkk-GEN arah-AK lihat-BSmb
nikkori to shita
tersenyum-KLam
Shige yang masuk ke kelas melihat ke arah Shin dan teman-temannya lalu
tersenyum
(Shinka: 24)

(2)

[Nakama kara misutera-reta]


Shin wa,
iku michi wo sentaku-shita
Teman
dari jauhkan-PAS-KLam Nama-TOP, pergi jalan-AK pilih-KLam
Shin yang dijauhkan dari temannya memilih jalan ke mana dia (akan) pergi
(Shinka: 71)

(3)

Sore demo, [chuugakusei na-tta bakari no] Shin wa fuutsuu ni


Itu meskipun, SMP
jadi-baru saja-GEN Nama-TOP biasa-DAT
asobu kane ga hoshi-katta
main uang-NOM ingin-KLam

134

Shin yang baru saja menjadi siswa sekolah menengah ingin uang jajan seperti
biasa
(Shinka: 71)
(4)

Sonna
Shin wo, [istumo chikaku ni iru] Yuu wa
shinpai sou ni
Seperti itu Nama-AK, selalu dekat-DAT ada Nama-TOP khawatir-kelihatan
mi-te ita
lihat-KKinLam
Yuu yang selalu ada di dekatnya terlihat khawatir melihat Shin seperti itu
(Shinka: 74)

(5)

[Sude ni shinro ga kima-tte ita]


Shin wa,
Yuu wo disuniirando
Sudah tujuan-NOM putuskan-KKinLam Nama-TOP, Nama-AK Disneylandni
saso-tta
DAT ajak-KLam
Shin yang sudah memutuskan tujuan mengajak Yuu ke disneyland
(Shinka: 118)

(6)

[Juuken mo owa-tte ita]


Shin wa,
totemo yuttari to shita
Ujian masuk juga selesai-KKinLam Nama-TOP, sangat santai
jikan wo sugo-shite ita
waktu-AK lewat-KKinLam
Shin yang sudah menyelesaikan ujian masuk melewatkan waktu dengan sangat
santai
(Shinka: 121)

(7)

[Soto ni de-te kita]


Yuu wa,
odoroita kao wo shite ita
Luar-DAT keluar-KKinLam Nama-TOP, terkejut muka-AK melakukanKKinLam
Yuu yang keluar menunjukkan wajah terkejut
(Shinka: 129)

(8)

Denwa no
saki ni wa,
[furueru koe de
hana-su]
Telepon-GEN tadi-DAT-TOP, gemetar suara dengan bicara-KKin
Yuu no okaasan ga ita
Nama-GEN ibu-NOM ada-KLam
Di telepon ada ibu Yuu yang berbicara dengan suara gemetar
(Shinka: 137)

(9)

[Chanto aruke-te iru]


jibun ga iya
de tamarana-katta
Dengan baik jalan-BPot-KKin REF-NOM tidak nyaman-sangat-KLam
Diri sendiri yang dapat berjalan dengan baik merasa sangat tidak nyaman
(Hoshino: 11)

135

(10) [Chuugakkou ni itte inai]


watashi ni totte wa, gakkou wa konnan da
SMP-DAT pergi-KKinNeg saya bagi-TOP, sekolah-TOP menyusahkan-KOP
Bagi saya yang tidak menempuh pendidikan menengah, sekolah itu
menyusahkan
(Hoshino: 17)
(11) [Gakkou kara kae-tte ki-ta] watashi wa, yuubinuke ni te wo ire-ta
Sekolah dari pulang-KLam saya-TOP, kotak surat-DAT tangan-AK masukkan
Ketika saya pulang dari sekolah, (saya) mengambil surat di kotak surat
(Hoshino: 27)
(12) [Yorokonde kure-ru]
okaasan no kotoba ga, koe ga,
totemo
(saya) bahagia-memberi-KKin ibu-GEN kata-NOM, suara-NOM, sangat
ureshikute
namida guzunde shimasu
senang-BSmb air mata buat-KKin
(saya) senang dengan kata-kata dan suara ibu yang membahagiakan dan
membuat air mata bahagia
(Hoshino: 35)
(13) [Kyou ikase-te kure-ru] Anzai san wa, koko de genkan wo
ake,
Hari ini pergi-BKau-KKin Nama-TOP, sini-LOK pintu masuk-AK buka-BSmb
oogoe de sake-bu
suara besar dengan teriak-KKin
Anzai yang membiarkan pergi hari ini berteriak dengan suara besar dan
membuka pintu masuk
(Hoshino: 52)
(14) [Oko-tte ita]
otousan ga shizuka ni kuchi wo aita
Marah-KKinLam ayah-NOM sepi-DAT mulut-AK buka-KLam
Ayah yang marah membuka mulutnya dengan tenang
(Hoshino: 80)
(16) [Origami wo chigiru]
Kawamigi san wa odayaka na kao wo shite ita
Origami-AK robek-KKin Nama-TOP
tenang
wajah-AK
melakukan-KKinLam
Kawagimi yang merobek origami menunjukkan wajah tenang
(Hoshino: 90)
(17) [Beddo no
hashi ni suwa-tta] Akita san wa mado no
soto wo
Tempat tidur-GEN kursi-DAT duduk-KLam Nama-TOP jendela-GEN luar-AK
mi-te ita
lihat-KKinLam

136

Akita yang duduk di kursi tempat tidur melihat ke luar jendela


(Hoshino: 149)
(18) [Ima
yankii kara bandoman ni na-tta]
Shin da ga,
shougakusei
Sekarang gang dari anak band-DAT jadi-KLam Nama-KOP-NOM, SD
jidai wa
zenkoku
no
taikai
mo sanka-shita
zaman-TOP seluruh negri-GEN kompetisi juga ikut-KLam
Shin yang menjadi anak band dan anggota gang tetapi pada zaman sekolah
dasar ia mengikuti kompetisi ke seluruh negeri
(Shinka: 61)
(19) [Okane wo da-shite kure-ta] ryoushin wa
gakkari-suru
Uang-AK keluarkan-KLam orang tua (sendiri)-TOP kecewa-KKin
Orang tua(sendiri) yang mengeluarkan uang merasa kecewa
(Hoshino: 26)

2.2 Nomina Inti : OBJ klausa utama + OBJ klausa relatif


(1) [Ima
made kizu tsuke-te ki-ta] ryoushin wo
mata kizu tsuke-ru
Sekarang sampai luka memberi-KLam orang tua (sendiri)-AK lagi luka memberKKin
(Aku) melukai lagi orang tua (ku sendiri) yang (sering aku) lukai sampai saat
ini (Hoshino: 83)

2.3 Nomina Inti : OBJ klausa utama + SUBJ klausa relatif


(1)

[Kate ni jiko
manzoku-shite ita] jibun wo, Shin wa
Seenaknya diri sendiri puaskan-KKinLam REF-AK, Nama-TOP
fukaku hansei-shita
dalam-BSmb sesal-KLam
Shin sangat menyesali dirinya yang memuaskan diri seenaknya
(Shinka: 53)

(2)

Sore demo, [tonari de


tanoshisou ni shite iru] Yuu wo mi-te iru to,
Itu meskipun, samping-LOK senang-seperti-KKin Nama-AK lihat-KKin waktu

137

nandaka
shiawase na kibun ni
na-tta
entah kenapa bahagia
perasaan-DAT jadi-KLam
Meskipun begitu, ketika melihat Yuu yang terlihat senang di samping (saya),
entah kenapa (saya) jadi bahagia
(Shinka: 55)
(3)

(4)

[Juku ni kayo-tte ki-e iru]


anata wo mite,
sugoku ki ni haitta
Tempat les-DAT pulang-pergi-KKin Anda lihat-BSmb, sangat kena di hatiKLam
Sangat senang melihat anda yang pulang-pergi ke tempat les,
(Hoshino: 50)
Shin jishin, [mada jibun no shiranai]
Yuu wo mitome-ta
Nama-REF, masih REF-GEN tahu-KKinNeg Nama temukan-KLam
Shin menemukan Yuu yang belum tahu dirinya
sendiri
(Shinka: 180)

2.4 Nomina Inti : OBL klausa utama + SUBJ klausa relatif


(1) [kobami wo tsuzuke-te ita]
Shin ni,
raibu no
Musik-AK penolakan-AK lanjut-KKinLam Nama-DAT, langsung-GEN
hakuryoku wa nanika wo uttae-te ita
semangat-TOP sesuatu-AK nyanyi-BPot-KKinLam
Shin yang melanjutkan penolakannya bisa menyanyikan sesuatu dengan
bersemangat
(Shinka: 206)

(2) [Ima
made benkyou wo shina-katta]
watashi ni wa
Sekarang sampai pelajaran-AK melakukan-KLamNEG saya-DAT-TOP
totemo kitsu-katta
sangat berat-KLam
Sangat berat bagi saya yang tidak belajar sampai sekarang
(Hoshino: 16)
(3) [Kanjou ga korokoro kawa-ru]
jibun ni, okori to kanashimi wo kanjita
Emosi-NOM sering berubah-KKin REF-DAT, marah dan kesedihan-AK rasaKLam
Merasakan kesedihan dan kemarahan pada diri sendiri yang sering berubah
emosi

138

(Hoshino: 83)

LAMPIRAN II
SUMBER DATA
1. Novel
Judul

: Mata Aitakute

Pengarang

: Shinka

Tahun

: 2006

139

2. Novel
Judul

: Purezento

Pengarang

: Hoshino Natsu

Tahun

: 2008

LAMPIRAN III
BIODSATA VERIFIKATOR

Nama

: Yoshino Kawaguchi

Tempat / tgl. Lahir

: Chiba-ken Jepang / 24 Juni 1966

Jenis Kelamin

: Perempuan

140

Alamat

: Jl. Badak Agung No.2 Renon Denpasar Bali

Telp

: 081 338 061 703

Profesi

: Pengajar bahasa Jepang SIKI BALI

Pendidikan

Maret 1979

SD Kainohana

Maret 1982

SMP Shin-Matsudo-Minami

Maret 1985

SMA Ichikawa-Higashi

Maret 1989

Universitas Shukutoku Jurusan kesejahteraan sosial

You might also like