Professional Documents
Culture Documents
TESIS
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2013
TESIS
NIM 1190161065
PROGRAM MAGISTER
PRORAM STUDI LINGUISTIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2013
i
PROGRAM MAGISTER
PRORAM STUDI LINGUISTIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2013
ii
Lembar Pengesahan
TESIS INI TELAH DISETUJUI
TANGGAL 16 DESEMBER 2013
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Mengetahui
Ketua Program Magister Linguistik
Program Pascasarjana
Universitas Udayana,
Direktur
Program Pascasarjana
Universitas Udayana,
iii
Ketua
Anggota
iv
NIM
: 1190161065
Program Studi
: Linguistik
Judul Tesis
Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas plagiat.
Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya
bersedia menerima sanksi peraturan Mendiknas RI No. 17 Tahun 2010 dan Peraturan
Perundang-undangan yang berlaku.
Puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa
karena atas wara nugraha-Nya penulisan tesis sebagai rangkaian akhir dari seluruh
proses pendidikan program magister ini dapat terselesaikan dengan baik. Penulis juga
menyadari bahwa terselesaikannya tesis ini tidak lepas dari campur tangan berbagai
pihak. Berkenaan dengan hal tersebut, izinkanlah penulis mengucapkan terima kasih
dan penghargaan yang setinggi-tinginya atas bantuan dan dukungan banyak pihak, di
antaranya sebagai berikut.
1.
KEMD;
2.
Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. A.A. Raka
Sudewi, Sp. S(K);
3.
4.
Prof. Drs. Ketut Artawa, M.A., Ph.D., selaku pembimbing I atas segala saran
dan bimbingan yang diberikan kepada penulis;
5.
Dr. Made Sri Satyawati, S.S, M.Hum., selaku pembimbing II atas segala arahan
dan semangat yang diberikan kepada penulis;
6.
Prof. Dr. I Nengah Sudipa, M.A., Prof. Dr. I Ketut Darma Laksana, M.Hum.,
Dr. I Nyoman Sedeng, M.Hum., serta para dosen pada Program Magister
Linguistik yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu;
vi
7.
Ketua Program Studi Sastra Jepang, Ketut Widya Purnawati, S.S., M.Hum. yang
telah meminjamkan banyak buku kepada penulis, serta seluruh dosen pada
Program Studi Sastra Jepang atas dukungan dan nasihat yang diberikan selama
ini;
8.
9.
mengucapkan terima kasih kepada seluruh staf dan pengajar SIKI BALI yang telah
memberikan banyak pemakluman berkaitan dengan jadwal kepada penulis selama
menempuh pendidikan ini.
Penulisan tesis ini juga tidak mungkin tanpa adanya dukungan dari
keluarga dan orang-orang terdekat. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan
terima kasih, yang pertama kepada Jro Mangku Suartana, kakek terbaik yang
memberikan kasih sayang begitu besar serta dukungan yang luar biasa dalam setiap
proses pendidikan yang penulis tempuh hingga saat ini. Demikian pula kepada kedua
orang tua tercinta, bapak I Nyoman Bakti dan Ibu Ni Kadek Nastri atas dukungan
untuk terus berusaha menunjukkan yang terbaik serta doa restu yang selalu
mengiringi setiap langkah penulis. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada adik
vii
Ni Kadek Sri Wilantari yang selalu ada ketika penulis membutuhkan teman berbagi
suka maupun duka.
Kepada sahabat, kakak, pendamping, I Wayan Wardana yang dengan
kesabaran dan pengertiannya selalu menguatkan penulis hingga mampu menuntaskan
seluruh proses pendidikan ini. Terakhir, terima kasih kepada setiap nama yang tidak
dapat penulis cantumkan satu per satu yang selalu memberikan doa dan
dukungannya.
Sebagai manusia biasa, tentunya penulis masih memiliki banyak kekurangan
pengetahuan dan pengalaman berkaitan dengan topik yang diangkat dalam penelitian
ini. Oleh karena itu, penulis akan sangat senang jika menerima kritik maupun saran
yang sifatnya membangun demi penyempurnaan penulisan-penulisan tesis di masa
yang akan datang.
viii
10
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk meneliti klausa relatif bahasa Jepang, di
antaranya unsur yang dapat direlatifkan, strategi perelatifan yang digunakan, peranan
nomina inti dan relasi gramatikal yang diperoleh nomina inti dari klausa relatif
bahasa Jepang. Teori yang dipergunakan adalah Teori Tata Bahasa Leksikal
Fungsional dan Teori Tipologi. Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah
data tertulis yang diambil dari dua buah novel berbahasa Jepang yang memuat
kalimat-kalimat yang sederhana.
Secara umum metode penelitian yang dipergunakan adalah metode kualitatif.
Pengumpulan data dilakukan dengan metode simak. Sementara itu, metode
distribusional dipergunakan untuk analisis data dan metode formal dan informal
dipergunakan untuk penyajian hasil analisis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam kalimat bahasa Jepang posisi
yang dapat direlatifkan, antara lain subjek, objek, oblik, dan posesor. Berkaitan
dengan posisi nomina inti klausa relatif bahasa Jepang termasuk tipe prenominal,
yaitu klausa relatif muncul sebelum nomina inti. Semua unsur dalam kalimat bahasa
Jepang yang dapat direlatifkan menerapkan strategi gap. Namun, dalam beberapa
kasus ditemukan perelatifan tanpa strategi gap. Dalam diagram pohon ada satu unsur
yang kosong. Unsur tersebut adalah NP yang sebenarnya dapat diisi oleh nomina
lain. Struktur fungsional terlihat lengkap karena satu buah nomina menduduki dua
fungsi dalam kalimat. Dalam struktur argumen ada dua buah kelompok argumen
yang dapat digambarkan peran tematiknya.
Nomina inti dapat mengisi posisi yang sama di kedua klausa, tetapi bisa juga
mengisi posisi yang berbeda di tiap-tiap klausa. Relasi gramatikal yang diperoleh
nomina inti dari klausa relatif restriktif dalam bahasa Jepang, antara lain (1) SUBJ
klausa utama sekaligus SUBJ klausa relatif; (2) SUBJ klausa utama sekaligus OBJ
klausa relatif; (3) SUBJ klausa utama sekaligus OBL klausa relatif; (4) OBJ klausa
utama sekaligus OBJ klausa relatif; (5) OBJ klausa utama sekaligus SUBJ klausa
relatif; (6) OBL klausa utama sekaligus SUBJ klausa relatif, dan (7) OBL klausa
utama sekaligus OBL klausa relatif. Sementara itu, relasi gramatikal yang diperoleh
nomina inti klausa relatif non-restriktif, antara lain (1) SUBJ klausa utama sekaligus
SUBJ klausa relatif; (2) OBJ klausa utama sekaligus OBJ klausa relatif; (3) OBJ
klausa utama sekaligus SUBJ klausa relatif, dan (4) OBL klausa utama sekaligus
SUBJ klausa relatif.
Kata kunci : nomina inti, pronomina relatif, klausa relatif, relasi gramatikal,
struktur konstituen, struktur fungsional, struktur argumen.
ix
11
ABSTRACT
12
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM
PRASYARAT GELAR
ii
LEMBAR PENGESAHAN
iii
iv
vi
ABSTRAK
ix
ABSTRACT
DAFTAR ISI
xi
DAFTAR LAMBANG
xv
DAFTAR LAMPIRAN
xviii
8
xi
13
2.2 Konsep
14
2.2.1 Klausa
15
15
15
16
16
2.3.1 TLF
17
27
29
31
31
32
32
33
35
37
4.1 Pengantar
37
37
41
42
4.3.2 Fukujoushi
48
xii
14
50
4.4.1 Refleksifisasi
51
53
54
58
64
5.1 Pengantar
64
64
64
65
65
68
70
72
77
80
82
84
87
89
91
91
xiii
15
98
98
106
6.2.1 Korespondensi
109
111
119
122
7.1 Simpulan
122
7.2 Saran
124
DAFTAR PUSTAKA
125
LAMPIRAN
128
xiv
16
*
[
tidak gramatikal
]
klausa relatif
atau
_____
--------
Adj
adjektiva
Adv
adverbia
AK
akusatif
AP
BIng
bentuk ingin
BKau
bentuk kausatif
BPeng
bentuk pengandaian
BPer
bentuk perintah
xv
17
BPot
bentuk potensial
BSmb
bentuk sambung
COM
complemen
DAT
datif
D(et)
determiner
DP
determiner phrase
GEN
genetif
HOR
bentuk hormat
infleksi
IGF
interogatif
KKin
kala kini
KKinLam
KKinNeg
KLam
kala lampau
KLamNeg
KOP
kopula
18
KRBJ
nomina
NOM
nominatif
Nom
nominalisator
NP
OBJ
objek
OBL
oblik
PAS
pasif
POS
posesor
PP
PRED
predikat
REF
refleksif
StArg
struktur argumen
StFun
struktur fungsional
StKon
struktur konstituen
SUBJ
subjek
xvi
19
TOP
topik
verba
VP
xvii
BAB I
PENDAHULUAN
bentuk lainnya. Akan tetapi, dalam bahasa Indonesia verba tidak berubah ketika
dibubuhi penanda kala, seperti sudah makan, sedang makan, atau akan makan.
Perbedaan lainnya, yaitu setiap konstituen dalam kalimat bahasa Jepang
memiliki pemarkah masing-masing, sedangkan dalam bahasa Indonesia tidak.
Misalnya, konstituen subjek dimarkahi oleh partikel wa atau ga dan konstituen objek
dimarkahi oleh partikel o (wo). Pemarkah bahasa Jepang beragam bentuk dan fungsi
sehingga hal itu menimbulkan kesulitan bagi pembelajar yang berminat menekuni
bahasa Jepang karena sebuah pemarkah sering kali memiliki beberapa fungsi.
Perbedaan struktur dasar memengaruhi konstruksi-konstruksi dasar yang lain,
baik frasa maupun klausa. Untuk menunjukkan struktur dasar kalimat bahasa Jepang
dan pemarkah dalam bahasa Jepang, berikut contoh kalimat dari Miyagawa (1989: 9)
Tanaka san ga Ringo wo taberu Tanaka makan apel yang digambarkan dengan
diagram pohon di bawah ini.
S
NP
Tanaka san (ga)
nama
NP
ringo (wo)
apel
V
taberu
makan
Berkaitan dengan struktur klausa, perbedaan lain antara bahasa Indonesia dan
bahasa Jepang yang menarik adalah dalam konstruksi klausa relatif. Klausa relatif
bahasa Jepang (selanjutnya KRBJ) tidak ditandai dengan konstituen perelatif seperti
halnya dalam bahasa Indonesia. Klausa relatif bahasa Indonesia bisa dikenali dengan
adanya perelatif yang. Misalnya, orang yang duduk di sana adalah Mira. Namun,
dalam bahasa Indonesia nomina inti sering dilesapkan, seperti pada contoh siapa
(orang) yang menjemputmu? Verhaar (1988: 40) menyatakan kondisi tersebut sebagai
headless yang atau perelatif yang tanpa nomina inti. Bahasa lain, seperti bahasa
Inggris juga memiliki pronomina relatif who atau whom, seperti pada contoh the
woman who is sitting over there is Mira. Meskipun bahasa Inggris juga memiliki
kalimat tanpa pronomina relatif, seperti pada contoh the book I put on the shelf,
kasusnya tetap berbeda dengan bahasa Jepang. Falk (2001: 165) menyatakan kondisi
tersebut sebagai empty operator atau pronomina relatifnya hanya dihilangkan.
Ichikawa (2005: 341) memberikan gambaran mengenai KRBJ seperti berikut
ini.
Berikut beberapa contoh klausa relatif dalam bahasa Jepang, dimulai dari
struktur klausa relatif yang sederhana sampai dengan struktur yang lebih kompleks.
1. [asoko de hanashi-te iru]
hito wa
Kobayashi san da.
sana-LOK bicara-KKin
orang-NOM Nama-sapaan KOP-KKin
Orang yang sedang berbicara di sana adalah Kobayashi
2. [Watashi ga itsumo i-tte iru]
mise wa yuumei desu.
saya-NOM selalu datang-KKin toko-TOP terkenal KOP-KKin
Toko yang biasa saya datangi terkenal
3. kore wa [chichi ga kure-ta]
tokei desu.
ini-TOP ayah-NOM beri-KLam jam KOP-KKin
Ini adalah jam yang diberi oleh ayah
4. [Tanaka san ga
kinou depaato de
ka-tta]
CD wo
Nama-sapaan-NOM waktu dep.store-LOK beli-KLam CD-AK
ka-shite
kudasai
pinjamkan-KLam BPer
Tolong pinjamkan CD yang dibeli oleh Tanaka di department store kemarin
5. [Tanaka san no
ka-tta]
CD wo
ka-shite kudasai
Nama-sapaan-GEN beli-KLam CD-AK pinjamkan-BPer
Tolong pinjamkan CD yang dibeli oleh Tanaka
Pada contoh (1), nomina hito orang dijelaskan oleh verba hanashite iru
sedang berbicara yang memiliki bentuk asal hanasu bicara ditambah dengan
keterangan tempat asoko de di sana dan menduduki fungsi subjek. Pada contoh (2)
nomina mise toko dijelaskan oleh adverbial itsumo selalu dan verba itte iru yang
berasal dari verba iku mendatangi. Pada contoh (3) dan (4) terdapat subjek dalam
klausa relatif. Ichikawa (2005: 342) menyatakan subjek dalam klausa relatif
dimarkahi oleh partikel ga dan klausa relatif pada contoh tersebut menduduki fungsi
objek sehingga dimarkahi oleh partikel wo. Kemudian, pada contoh (5) antara subjek
klausa relatif dan predikat dihubungkan oleh no yang merupakan penanda genetif.
Dari beberapa contoh di atas terlihat bahwa bahasa Jepang memiliki
konstruksi klausa relatif yang beragam dan variasi konstituen walaupun bahasa
Jepang tidak memiliki perelatif. Beberapa penelitian mengenai KRBJ sudah
dilakukan, di antaranya oleh Inoue dalam Shibatani yang membahas pronomina
refleksif dalam klausa relatif. McCAWLEY dalam Shibatani juga membahas KRBJ,
tetapi terbatas pada definisi klausa relatif. Kedua penelitian mengenai KRBJ tersebut
dipaparkan lebih jelas dalam kajian pustaka.
dapat memberikan pemahaman yang lebih mendalam mengenai klausa relatif dan
tentu saja memberikan kontribusi bagi peneliti mengenai bahasa Jepang selanjutnya.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, KERANGKA TEORI,
DAN MODEL PENELITIAN
10
unsur-unsur yang muncul dalam klausa relatif dan bagaimana sebuah klausa relatif
dibentuk.
Tsujimura (1997: 263--270) menyatakan bahwa nomina dalam bahasa Jepang
dapat dimodifikasi dengan berbagai cara, misalnya dengan adjektiva, nomina
adjektival, nomina atau kalimat. Berikut beberapa contoh yang ditampilkan oleh
Tsujimura.
1. Taroo ga
omoshiroi hon wo ka-ita
Nama-NOM menarik buku-AK tulis-KLam
Taro menulis buku menarik
2. Ziroo ga
kirei-na hana wo
Sachiko ni oku-tta
Nama-NOM cantik bunga-AK Nama-DAT kirim-KLam
Ziroo mengirim bunga yang cantik untuk Sachiko
3. Hanako ga
tomodachi no uchi wo ka-tta
Nama-NOM teman-GEN rumah-AK beli-KLam
Hanako membeli rumah temannya
4. Satoo sensei ga [gakusei ga ka-ita] ronbun wo yo-nde iru
Nama guru-NOM murid-NOM tulis
laporan-AK baca-KKin
Guru Satoo sedang membaca laporan yang ditulis muridnya
Objek langsung kalimat-kalimat di atas dimodifikasi oleh adjektiva omoshiroi
menarik , kirei na cantik, dan nomina tomodachi teman, sedangkan contoh (4)
dimodifikasi oleh kalimat. Tsujimura menyatakan bahwa modifier yang berupa
kalimat itulah disebut dengan klausa relatif. Nomina yang dimodifikasi oleh klausa
relatif ditunjuk sebagai nomina inti dan pada contoh (4) nomina intinya adalah
ronbun laporan. Tsujimura juga menyatakan bahwa permakah ga dalam klausa
relatif dapat digantikan dengan no tanpa mengubah maknanya. Konversi ga dan no
tidak terbatas untuk NP subjek yang dimarkahi oleh ga. Pemarkah nominatif ga
11
memarkahi subjek kalimat termasuk subjek klausa relatif. Pemarkah ini memang
dapat digantikan dengan no yang merupakan pemarkah genetif jika didasarkan alasan
bahwa klausa relatif ditambah nomina inti menghasilkan sebuah frasa nominal.
Subjek dalam klausa relatif dianggap sebagai posesor dari nomina yang
pemodifikasinya berupa klausa relatif.
Penelitian yang dilakukan oleh Tsujimura ini sudah menjelaskan perbedaan
antara nomina yang dimodifikasi oleh klausa relatif dan selain klausa relatif. Namun,
hal-hal berkaitan dengan klausa relatif yang belum dibahas dalam penelitian Inoue
dan McCAWLEY juga belum dibahas oleh Tsujimura. Oleh karena itu, penelitian ini
masih perlu untuk dilakukan. Penelitian yang dilakukan oleh Tsujimura bisa
dijadikan tolok ukur dalam menentukan klausa relatif sebagai data dalam penelitian
ini.
Partami (2001) meneliti relasi gramatikal dan perelatifan bahasa Buna
menggunakan TLF. Berkaitan dengan klausa relatif, hasil penelitian menunjukkan
klausa relatif bahasa Buna dibedakan atas klausa relatif restriktif dan nonrestriktif.
Berdasarkan posisi inti, klausa relatif bahasa Buna memiliki inti yang terdapat di luar
struktur dengan urutan postnomina. Fungsi-fungsi yang dapat direlatifkan adalah
subjek, objek, dan posesif. Fungsi subjek, objek yang tidak dimarkahi pada verbanya
dapat direlatifkan dengan menerapkan strategi pengosongan (gapping), sedangkan
fungsi objek1 yang dimarkahi pada verbanya dan objek2 dan posesif yang mengisi
fungsi subjek direlatifkan dengan strategi pronominal retensi (retention pronominal).
12
Bahasa Buna memiliki struktur klausa yang sama dengan bahasa Jepang, yaitu
SOV. Namun, KRBJ termasuk tipe prenominal. Memiliki struktur klausa yang sama,
tetapi posisi inti yang berbeda membuat penelitian ini berbeda dari penelitian yang
telah dilakukan oleh Partami. Namun, karena sama-sama menganalisis klausa relatif
dengan menggunakan TLF, penelitian oleh Partami juga dapat dijadikan acuan,
misalnya dalam melihat struktur klausa relatif.
Artawa (2004) membahas perelatifan dalam bahasa Bali. Penelitian ini
menyatakan bahwa dalam bahasa Bali hanya unsur subjek yang dapat direlatifkan.
Unsur lain, seperti oblik dapat direlatifkan apabila sudah dijadikan subjek.
Subjektivisasi ini diikuti dengan perubahan verba misalnya dengan penambahan
sufiks agar kalimat tetap berterima setelah subjek direlatifkan. Strategi perelatifan
yang digunakan adalah verb-coding strategy. Dinyatakan pula bahwa dalam bahasa
Bali ada mekanisme untuk mengembalikan unsur nonsubjek menjadi subjek sehingga
peran lain dalam kalimat dapat direlatifkan. Peran tersebut adalah posesor yang
direlatifkan menggunakan strategi pronomina retensi. Struktur kalimat dan
karakteristik bahasa Bali berbeda dengan bahasa Jepang. Selain itu, bahasa Bali juga
mengenal perelatif, sementara bahasa Jepang tidak. Namun, penelitian ini dapat
dijadikan acuan dalam melihat penerapan strategi perelatifan untuk menentukan unsur
yang dapat direlatifkan.
Partami (2006) dalam penelitiannya yang berjudul Kostruksi Frasa dengan
Kata An dalam Bahasa Bali mengungkapkan bahwa kata an selain muncul di
sepuluh pola frasa nominal, juga berfungsi sebagai pronomina relatif, baik dalam
13
klausa relatif restriktif maupun nonrestriktif. Dalam klausa restriktif terlihat bahwa
an tidak mewatasi konstituen induk, tetapi hanya memberikan keterangan tambahan
sehingga jika klausa relatif dihilangkan pun, tidak akan mengurangi kejelasan
kalimat. Sebaliknya, pada klausa relatif nonrestriktif, an mewatasi konstituen induk
sehingga pelesapan klausa relatif akan mengurangi kejelasan kalimat dan menjadi
tidak gramatikal. Ditemukan pula bahwa klausa relatif bahasa Bali termasuk tipe post
nominal, yaitu berada setelah nomina inti.
Kedua penelitian mengenai klausa relatif yang telah dilakukan oleh Partami
(2001 dan 2006) tersebut sangat relevan dengan penelitian ini dan tentu dapat
dijadikan acuan. Namun, seperti bahasa Indonesia dan bahasa Inggris, bahasa Buna
dan bahasa Bali yang dijadikan objek penelitian juga memiliki perelatif, yaitu na
yang untuk bahasa Buna dan an yang untuk bahasa Bali. Jadi, penelitian
mengenai KRBJ akan berbeda dan menarik, terutama karena tidak adanya perelatif
seperti banyak bahasa lainnya.
Purnawati (2009) melakukan penelitian dengan judul Topik dan Fokus dalam
Bahasa Jepang. Penelitian ini menggunakan teori Tata Bahasa Leksikal Fungsional
(TLF). Hasil penelitian menunjukkan bahwa fungsi gramatikal yang terdapat dalam
bahasa Jepang terdiri atas fungsi subjek, objek, oblik, posesor, komplemen, dan
ajung. Pemarkahan untuk setiap fungsi gramatikal sangat bergantung pada verba dan
konstituen-konstituen yang dimarkahi. Sebuah pemarkah tidak selalu memarkahi
fungsi gramatikal yang sama. Interaksi antara fungsi gramatikal dan topik
menghasilkan subjek topik, objek topik, oblik topik, posesor topik, dan ajung topik.
14
Fungsi gramatikal yang berfungsi sebagai topik tidak selalu terletak di awal kalimat.
Pemarkahan fungsi gramatikal oleh akusatif wo dan nominatif ga akan berubah
menjadi satu pemarkah, yaitu topik wa apabila fungsi gramatikal yang bersangkutan
juga berfungsi sebagai topik. Penelitian ini dapat dijadikan acuan selain karena samasama menggunakan teori TLF sebagai landasan teori, penelitian ini membahas
pemarkah subjek dan topik dalam bahasa Jepang yang juga berperan dalam klausa
relatif.
Satyawati (2009) dalam penelitiannya yang berjudul Valensi dan Relasi
Sintaksis Bahasa Bima juga membahas perelatifan bahasa Bima. Pada penelitian ini
dinyatakan bahwa dalam bahasa Bima yang bisa direlatifkan hanya argumen yang
berfungsi sebagai subjek gramatikal. Argumen yang bisa direlatifkan adalah argumen
yang berada preverbal. Dalam konstruksi yang agennya ditandai dengan pemarkah
OBL a, argumen pasien dapat direlatifkan, sedangkan agen dapat direlatifkan pada
konstruksi yang tidak ditandai dengan a. Meskipun objek penelitian ini berbeda dan
klausa relatif tidak dibahas secara mendalam, penelitian Satyawati ini tetap bisa
dijadikan tolok ukur dalam menentukan klausa relatif.
2.2 Konsep
Ada empat buah konsep yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu konsep
mengenai klausa, klausa relatif, perelatif dan pronomina relatif, dan nomina inti.
15
2.2.1 Klausa
Verhaar (1996 : 162) menyatakan bahwa klausa adalah kalimat yang terdiri
atas hanya satu verba atau frasa verbal, disertai satu konstituen atau lebih yang secara
sintaksis berhubungan dengan verba tersebut. Kroeger (2005: 32) menyatakan klausa
sebagai unit gramatikal terkecil yang dapat menunjukkan proposisi yang lengkap.
16
17
dibandingkan dengan makna dari transformasi sintaktik. Kedua, teori TLF itu
fungsional dan bukan konfigurasional. Fungsi gramatikal, seperti subjek dan objek
tidak didefinisikan dalam hal konfigurasi struktur frasa atau hubungan struktur
argumen. Bresnan (1982) menyatakan bahwa teori TLF memberikan dua level
deskripsi sintaktik untuk setiap kalimat dalam sebuah bahasa, yaitu struktur
konstituen (c-structure/c-str) dan struktur fungsional (fungtional structure/f-str).
Struktur konstituen sudah dikenal sejak teori transformasional. Seperti halnya dengan
banyak teori generatif lainnya, teori mengenai struktur konstituen dalam teori TLF
juga dikenal dengan teori X-bar (teori X) (Falk, 2001: 34). Sementara itu, struktur
fungsional yang menyangkut fungsi gramatikal pertama muncul pada teori generatif,
yaitu Relational Grammar (RG) (Falk, 2001: 57). Selain teori TLF, penelitian ini
juga menggunakan teori lain, yaitu teori tipologi yang dikemukakan oleh Comrie.
18
ADJ
XADJ
Modifier
OBJ OBJ
OBL
TERM
XCOMP
COMP
NON-TERM
OBJ
SEMANTICALLY UNRESTRICTED
OBJ
OBL
SEMANTICALLY RESTRICTED
19
(konstituen) ini memiliki kategori. Falk juga menjelaskan bahwa struktur konstituen
adalah sekelompok kata yang membentuk konstituen atau yang dikenal dengan frasa.
Frasa dapat diidentifikasi dari kemampuannya untuk berada di posisi yang berbedabeda dalam kalimat. Inti frasa adalah kategori N, V, A, dan P yang disebut dengan
NP, VP, AP, dan PP (kategori leksikal). Selain kategori leksikal, ada pula kategori
fungsional. Contoh kategori fungsional, yaitu D(eterminer) yang merupakan inti dari
DP dan NP dalam DP adalah komplemen. Kategori fungsional lainnya, yaitu Infl (I)
yang dalam terminologi tradisional disebut dengan pelengkap (auxiliaries). Seperti
halnya determiner dalam frasa nominal, infl (IP) juga berperilaku seperti inti dengan
VP di posisi komplemen (Falk, 2001: 38--39).
Kroeger (2004: 12) menyatakan bahwa struktur konstituen sebuah kalimat
terdiri atas informasi tentang batasan-batasan argumen, urutan linear, dan kategori
sintaktik. Ketika diagram pohon digunakan untuk menggambarkan struktur
konstituen dari unit gramatikal, kategori sintaktik yang digunakan adalah N (nomina),
A (adjektiva), V (verba), P (preposisi), Det (determiner), Adv (Adverbia), dan Conj
(konjungsi), sedangkan frasa, label yang digunakan adalah NP, AP, VP, PP dan S
(sentence/clause). Selain kategori leksikal, terdapat pula kategori fungsional.
Kategori fungsional yang dimaksud berbeda dengan struktur fungsional. TLF
mengemukakan kategori fungsional C (diproyeksikan sebagai CP), I (diproyeksikan
sebagai IP), dan D (diproyeksikan sebagai DP). Kategori fungsional I adalah posisi
yang diisi oleh verba main finite dan auxiliary verb (Dalrymple, 2001: 53). Diagram
di bawah ini adalah contoh kategori I dalam bahasa Inggris.
20
David is yawning
IP,
NP
VP
David
is
yawning
The boy
IP
DP
NP
VP
David
V
V
D
CP
knows
NP
the
C
C
that
IP
NP
VP
Chris V
N
boy
yawned
Pada banyak bahasa IP berkorespondensi dengan kalimat (S), sedangkan CP
berkorespondensi dengan yang disebut S, kalimat dengan complementizer atau frasa
pengganti di posisi awal kalimat (Dalrymple, 2001: 60).
21
PRED
NUM
DAVID
SG
22
Pada struktur fungsional di atas SUBJ adalah struktur fungsional untuk subjek
kalimat (subjek struktur fungsional) yang diberi label f dan untuk struktur fungsional
kalimat diberi label g. Fitur PRED dalam struktur fungsional adalah fitur yang sangat
penting. PRED tidak hanya mengacu pada predikat (verba). Fitur PRED
menggambarkan
sesuatu
yang
bermakna
dan
nilainya
ditunjukkan
secara
konvensional sebagai sebuah kata (Falk, 2001: 13). Fitur PRED dalam struktur
fungsional untuk kalimat the dinosaur doesnt think that the hamster will give a book
to the mouse dapat dilihat sebagai berikut.
SUBJ
DEF +
PRED dinosaur
TENSE
NEG
PRED
PRES
+
think <SUBJ, COMP>
COMP
SUBJ
DEF +
PRED hamster
TENSE
PRED
FUTURE
give <SUBJ, OBJ, OBLgoal OBJ>
OBJ
OBLgoal
OBJ
DEF +
PRED mouse
23
24
25
26
Comrie, Dixon menuliskan beberapa fungsi argumen bersama yang mungkin, baik
dalam klausa relatif maupun klausa utama, di beberapa bahasa dalam bentuk tabel di
bawah ini.
Contoh Bahasa
Fujian
Jarawara
S, O
Ilocano
S, O
Dyrbal
S, O
Warekena
S, O
Yidin
klausa relatif.
Setiap
bahasa
27
28
relatif mendahului inti. Namun, ada juga tipe ketiga, yaitu tipe internal-head, inti
muncul atau terjadi di dalam klausa relatif dan nomina inti diekspresikan di dalam
klausa relatif. Nomina inti dari klausa relatif sebenarnya memainkan peranan di dua
klausa yang berbeda dalam sebuah konstruksi klausa relatif. Di satu sisi memainkan
peranan di klausa utama dan di sisi lain memainkan peranan di klausa yang
membatasi (restricting clause) dalam pengertian klausa relatif yang merupakan
klausa subordinatif. Secara lintas bahasa nomina inti terlihat dalam bentuk yang
dimodifikasi atau diturunkan, bahkan lebih tepatnya dilesapkan di salah satu klausa.
Selanjutnya Comrie menyatakan bahwa secara variasi tipologi, melihat
bagaimana peranan nomina inti dalam kalimat yang dilekati secara lintas bahasa
adalah salah satu parameter penting. Ada empat tipe dalam parameter yang penting
untuk dilihat, yaitu non-reduction, pronoun-retention, relative-pronoun, dan gap.
Tipe non-reduction berarti nomina inti muncul seutuhnya, tidak diturunkan, dalam
posisi yang normal dan atau dengan pemarkah kasus yang biasa untuk frasa nominal
untuk mengekspresikan fungsi khususnya di dalam klausa. Pada tipe pronounretention nomina inti tersisa dalam embedded sentence (kalimat yang disematkan)
dalam bentuk pronomina. Tipe ini ditemukan pada bahasa Inggris nonstandar,
contohnya dari kalimat I know where the road leads dibentuk sebuah klausa relatif
this is the road that I know where it leads. Pronomina it menunjukkan posisi yang
direlativisasi.
Tipe selanjutnya, yaitu relative-pronoun banyak ditemukan dalam bahasa
negara-negara Eropa meskipun secara khusus bukan tipe lintas bahasa yang ada di
29
dunia. Terdapat pronomina dalam klausa relatif yang menunjukkan nomina inti.
Posisinya yang semula di posisi biasa dipindahkan ke posisi awal. Untuk
menunjukkan peranan nomina inti dalam klausa relatif, harus dipahami bahwa hal
tersebut tidak dapat dilakukan dengan urutan (pronomina pasti di posisi awal) dan
penting untuk menandai pronomina atau setidaknya memiliki tingkat yang sama
seperti frasa nominal dalam klausa utama untuk menunjukkan peranannya. Dalam
bahasa Inggris dibedakan antara nominatif who dan akusatif whom untuk memeroleh
tipe pronomina dalam klausa relatif.
Berkaitan dengan aksesibilitas, Comrie mengemukakan hierarki subjek >
objek langsung > objek tak langsung > oblik > posesor. Artinya, aksesbilitas untuk
formasi klausa relatif, secara intuitif, lebih mudah untuk merelatifkan subjek daripada
merelatifkan posisi lain dan lebih mudah merelatifkan objek langsung daripada
posesor.
30
Metode Kualitatif
Data
Metodologi
1. Struktur Konstituen
1. Tipe KRBJ
2. Struktur Argumen
3. Struktur Fungsional
3. Aksesibilitas
4. Relasi Gramatikal
Hasil
31
BAB III
METODE PENELITIAN
32
digunakan dalam penelitian ini, yaitu dua buah novel berjudul Purezento dan Mata
Aitakute. Novel berjudul Purezento adalah novel setebal 273 halaman yang
mengangkat tema tujuan hidup. Novel ini diterbitkan tahun 2008 dan dikarang oleh
Hoshino Natsu. Novel berikutnya, yaitu Mata Aitakute terdiri atas 250 halaman yang
mengangkat tema persahabatan. Novel ini diterbitkan pada tahun 2006 dan dikarang
oleh Shinka. Kedua novel tersebut ditujukan khususnya untuk anak muda sehingga
menggunakan tata bahasa bahasa Jepang yang sederhana.
Data tambahan yang berupa data lisan juga digunakan sebagai pembanding.
Data tambahan diperoleh melalui beberapa narasumber yang merupakan penutur asli
bahasa Jepang. Narasumber tersebut adalah siswa di sebuah tempat kursus yang
mengajarkan bahasa Indonesia kepada orang asing. Jadi, mereka adalah penutur asli
bahasa Jepang yang tidak menetap di Bali. Data diperoleh melalui pengamatan
selama proses pembelajaran di kelas. Data tersebut khususnya dari siswa yang sudah
mempelajari bahasa Indonesia cukup lama, termasuk mempelajari penggunaan
perelatif yang. Sebelum mengucapkan kalimat bahasa Indonesia biasanya siswa
akan mengawalinya dengan kalimat bahasa Jepang. Dari situlah data lisan KRBJ
diperoleh.
33
sebagai key instrument atau instrumen kunci yang mengumpulkan data berdasarkan
kriteria-kriteria yang dipahami. Selain itu, terdapat pula instrumen tambahan, berupa
daftar kalimat dengan KRBJ untuk membandingkannya dengan data lisan sebagai
data tambahan.
34
35
Suzuki san wa
[okaasan ga__ tsuku-tta]
keeki wo tabe-te imasu.
Nama-sapaan-TOP ibu-NOM __ buat-KLam kue-AK makan-KKin.
Suzuki sedang makan kue yang ibunya buat
(Minna no Nihongo-Bab 22)
Nomina inti pada contoh di atas, yaitu keeki kue sebenarnya adalah
konstituen yang hilang pada klausa relatif. Jika keeki kue dimasukkan ke posisi
yang hilang tersebut, maka klausa relatif akan menjadi kalimat lengkap okaasan ga
keeki wo tsukutta ibu membuat kue dengan keeki kue menempati posisi objek.
36
37
BAB IV
STRUKTUR KALIMAT DAN FUNGSI GRAMATIKAL
DALAM BAHASA JEPANG
4.1 Pengantar
Bahasa Jepang merupakan salah satu bahasa dari sedikit bahasa di dunia yang
memiliki struktur dasar kalimat SOV dan disertai pemarkah untuk setiap
konstituennya. Pemarkah tersebut dalam bahasa Jepang dikenal dengan joushi.
Struktur dasar bahasa Jepang berpengaruh pula pada struktur-struktur dasar lainnya,
baik struktur frasa maupun struktur klausa. Berikut dipaparkan mengenai struktur
dasar frasa dan klausa dalam bahasa Jepang, pemarkah (joushi), serta fungsi
gramatikal yang muncul dalam kalimat bahasa Jepang.
38
nomina michi jalan membentuk sebuah kata baru chika-michi jalan pintas. Contoh
lain nomina hara perut digabung dengan adjektiva itai sakit membentuk sebuah
kata hara-ita sakit perut. Dari contoh tersebut bisa dilihat bahwa kata majemuk
membentuk satu makna baru dari dua buah kata dan dalam prosesnya sering terjadi
pelesapan atau perubahan bunyi pada salah satu kata. Hal tersebut yang membedakan
kata majemuk dengan frasa dalam bahasa Jepang.
Frasa nominal dalam bahasa Jepang menempatkan nomina sesudah kategori
lainnya, yaitu adjektiva. Contoh beserta diagram pohon untuk NP dalam bahasa
Jepang dapat dilihat berikut ini.
(a) Frasa nominal (NP) : takai kaban tas mahal
A
NP
A
takai
kaban
Jika kategori leksikal A pada NP (a) dimodifikasi oleh kategori leksikal
adverbia, misalnya totemo sangat maka akan membentuk frasa baru, yaitu AP (frasa
adjektival) totemo takai sangat mahal. Struktur AP dalam bahasa Jepang
menempatkan adjektiva setelah adverbia. Diagram pohonnya dapat dilihat sebagai
berikut.
(b) Frasa adjektival (AP) : totemo takai kaban tas (yang) sangat mahal
Adv
39
NP
AP
ADV
totemo
kaban
takai
Selain NP dan AP, dalam bahasa Jepang juga ada frasa postposisi (PP) yang
PP
NP
de
depaato
Frasa berikutnya dalam bahasa Jepang, yaitu frasa verbal (VP). Karena
struktur dasar bahasa Jepang SOV, tentu VP menempatkan verba di posisi akhir frasa.
Contohnya sebagai berikut.
(d) Frasa verbal (VP) : takai kaban wo kau membeli tas mahal
A
40
VP
NP
AP
kau
kaban wo
takai
Tsujimura (1996: 173) memberikan aturan urutan frasa sebagai berikut.
a. S
S COMP
b. S
NP VP
41
S
NP
VP
Watashi ga
PP
NP
NP
AP
de
Adv A
depaato
totemo
kau
kaban wo
takai
42
Tsujimura, Koizumi (1993: 182) membagi pemarkah dalam bahasa Jepang menjadi
dua, yaitu kakujoushi dan fukujoushi. Sugimoto dan Iwabuchi (1990: 89) menyebut
kakujoushi sebagai pemarkah kasus. Kakujoushi adalah pemarkah kasus yang
menunjukkan peranan nomina ketika nomina tersebut dikontrol oleh verba. Pemarkah
yang termasuk dalam kakujoushi, antara lain ga, wo/o, ni, kara, to, de, e, made, dan
yori. Fukujoushi adalah pemarkah yang fungsinya menambahkan arti yang ada pada
kakujoushi.
43
pemarkah ga pada contoh (1c) menunjuk objek struktur ergatif. Akiko wa Akiko
(nama orang) dalam kalimat ini menunjukkan kondisi suki da suka.
44
kalimat tersebut tidak memiliki pelaku. Subjek atau pelaku dalam contoh kalimat
tersebut, yaitu watashi saya yang dalam beberapa kalimat bisa dilesapkan.
45
menunjukkan posisi atau lokasi, pada contoh (3b) menunjukkan waktu, pada contoh
(3c) dan (3d) menunjukkan sasaran atau target, pada contoh (3e) menunjukkan
sasaran atau penerima, pada contoh (3f) menunjukkan sasaran yang kemudian
menjadi hasil, dan pada contoh (3g) menunjukkan titik awal tindakan. Contoh (3g)
adalah kalimat pasif sehingga pemarkah ni yang muncul diartikan oleh dalam bahasa
Indonesia.
46
Selain itu, pemarkah kasus kara juga digunakan untuk mengungkapkan alasan seperti
pada contoh (d) dan (e).
47
48
4.3.2 Fukujoushi
Koizumi (1993: 185) menyatakan bahwa yang termasuk ke dalam kelompok
fukujoshi adalah pemarkah wa. Pendapat Koizumi yang tidak memasukkan wa ke
dalam kakujoshi memang lebih dapat diterima. Hal tersebut terjadi karena dalam
banyak kasus wa digunakan bersamaan dengan pemarkah lainnya. Fungsinya hanya
menekankan kata yang sudah dimarkahi oleh pemarkah lain (kakujoushi). Contohnya
bisa dilihat berikut ini.
49
a. Nihon no
wakai hahaoya no naka ni wa
kodomo no you na hito mo imasu
Jepang-GEN muda ibu-GEN dalam-DAT-TOP anak-GEN seperti orang juga adaKKin
Di antara ibu-ibu muda ada juga orang yang seperti anak-anak
(Chuukyuu Kara Manabu: 19)
b. [Onaji mokuhyou ga aru] hito tachi to wa
sugu nakayoku na-reru yo ne
Sama tujuan-NOM ada orang-orang dengan-TOP segera teman jadi-BPot-Kin
Segera ya bisa menjadi teman denga orang yang mempunyai tujuan sama
(Hoshino: 63)
Sebelum menuju ke penjelasan mengenai pemarkah wa, Koizumi memberikan
contoh kalimat berikut.
(10) a. Ima,
ame ga
fu-tte imasu
sekarang hujan-NOM turun-KKin
Sekarang, hujan sedang turun
b. Kinou, Haruko san ga tazune-te kimashita
kemarin, Nama-NOM berkunjung-KLam
Kemarin Haruko datang berkunjung
Pada contoh kalimat (10a) dan (10b) di atas, pemarkah yang digunakan adalah
ga karena termasuk ke dalam kalimat fenomena atau peristiwa yang diamati secara
objektif. Penggunaan ga juga dapat dilihat pada contoh kalimat di bawah ini.
c. Natsuko san ga gakkou wo yasu-nda
Nama-NOM
sekolah-AK libur-KLam
Natsuko libur sekolah
d. kono kuruma wo itsu kara tsuka-tte imasu ka?
ini mobil-AK kapan dari pakai-KKin-IGF
Dari kapan memakai mobil ini?
Pada contoh kalimat (10a) dan (10b), ga tidak dapat digantikan dengan wa.
Sebaliknya, ga pada contoh (10c) dan wo pada contoh (10d) dapat digantikan dengan
50
wa. Pemarkah wa yang dapat menggantikan tersebut dikenal dengan wa topik dan
nomina yang menggunakan wa sebagai pemarkah dianggap mengalami topikalisasi.
51
4.4.1 Refleksifisasi
Dalam bahasa Jepang ada dua pronomina refleksif, yaitu jibun dan jibun
jishin. Berbeda dengan bahasa Inggris yang memiliki pronomina refleksif untuk lakilaki dan perempuan (herself dan himself), pronomina refleksif dalam bahasa Jepang
tidak mengaitkannya dengan hal tersebut. Tsujimura (1996: 230) menyatakan bahwa
kapan pun ditemukan pronomina refleksif jibun dalam kalimat, antesedennya
diidentifikasi sebagai subjek kalimat. Beberapa hal menyangkut pronomina refleksif
dalam bahasa Jepang, antara lain, anteseden untuk jibun harus animate, jibun bisa
muncul di posisi posesor dan anteseden untuk jibun terbatas pada subjek kalimat.
(12) a. Taroo ga
Hanako wo jibun no heya de
koro-shita
Nama-NOM Nama-AK REF-GEN kamar LOK bunuh-KLam
Taroo membunuh Hanako di kamarnya sendiri
Subjek kalimat tersebut adalah Taroo sehingga anteseden dari jibun adalah
Taroo. Tsujimura (1996: 231) juga menyebutkan bahwa jibun bisa mengalami yang
disebut dengan refleksif jarak jauh (long-distance reflexive) dan ketika jibun yang
muncul dalam klausa sematan menemukan antesedennya di klausa utama, orientasi
subjek diperhatikan. Hal tersebut dapat dilihat pada contoh di bawah ini.
b. Taroo ga
Hanako ni [Ziroo ga
jibun wo hihan-shita] to
i-tta
Nama-NOM Nama-DAT [Nama-NOM REF-AK kritik]
COM berkata-KLam
Taroo mengatakan kepada Hanako bahwa Ziroo mengkritik dirinya
Pada contoh kalimat di atas, jibun dapat memiliki dua anteseden. Baik Taroo
maupun Ziroo diidentifikasi sebagai subjek. Taroo adalah subjek dari klausa utama,
sedangkan Ziroo adalah subjek klausa sematan. Oleh karena itu, jumlah anteseden
52
yang mungkin untuk pronomina refleksif sama dengan jumlah subjek yang ada dalam
kalimat. Pada contoh di atas terdapat dua subjek, yaitu subjek klausa utama dan
subjek klausa sematan. Contoh lain yang diberikan untuk melihat bagaimana
refleksifisasi dapat menentukan subjek kalimat dapat dilihat berikut ini.
c. Taroo ga
Hanako ga jibun no guruupu de
ichiban suki da
Nama-NOM Nama-NOM REF-GEN grup
LOK paling suka-KOP-KKin
Taroo paling suka Hanako di antara (anggota lain) di grupnya
d. Taroo ni
jibun no kimochi ga
wakara-nai
Nama-DAT REF-GEN perasaan-NOM mengerti-KKinNeg
Taroo tidak mengerti perasaanya sendiri
Pada contoh (12c) ada dua frasa nominal yang dimarkahi oleh pemarkah kasus
ga, yaitu Taroo dan Hanako. Namun, yang menjadi anteseden dari jibun adalah
Taroo. Hal tersebut disebabkan oleh predikat contoh kalimat (c), yaitu suki suka.
Predikat ini adalah salah satu predikat statif dalam bahasa Jepang yang memang
mengharuskan pola ga (subjek) - ga (objek). Itu berarti bahwa Taroo adalah subjek
kalimat sedangkan Hanako adalah objek. Sementara itu, pada contoh (12d) Taroo
dimarkahi oleh pemarkah kasus datif ni dan kimochi perasaan dimarkahi oleh
pemarkah kasus ga. Pronomina refleksif jibun mengambil Taroo sebagai antesedenya
karena anteseden untuk jibun harus animate. Jadi, tanpa memerhatikan tipe pemarkah
yang melekat pada frasa nominal.
53
54
55
store yang dimarkahi oleh pemarkah datif ni. Pada contoh (14) muncul pula fungsi
gramatikal lainnya, yaitu ajung sono hi hari itu. Menurut Kroeger (2004: 10), ajung
adalah nonargumen yang memberikan kontribusi terhadap makna kalimat secara
keseluruhan, tetapi tidak pernah diperlukan untuk melengkapi makna predikat.
Dengan kata lain, argumen berhubungan erat dengan makna predikat, sedangkan
ajung tidak. Ajung menunjukkan informasi semantik, seperti waktu, cara, atau sikap,
tujuan, dan yang lainnya. Jadi, pada contoh (14) jika sono hi hari itu dihilangkan,
tidak mengurangi makna kalimat karena ajung sifatnya opsional. Contoh oblik lokasi
dalam bahasa Jepang dapat pula dilihat pada contoh di bawah ini.
(15) Shin wa
Shouta to
konbini no
mae de
dara dara to
Nama-TOP Nama dengan konbini-GEN depan LOK berlama-lama
hima wo
tsubu-shite ita
waktu luang-AK mengisi-KKinLam
Shin melewatkan waktu luang dengan berlama-lama di depan kobini bersama
Shouta
(Shinka, 2006:
9)
Pada contoh (15) muncul dua buah oblik. Pertama, oblik komitatif, yaitu Shouta
(nama orang) yang dimarkahi pemarkah kasus komitatif to dan kedua obliklokasi, yaitu
konbini no mae depan convenience store yang dimarkahi oleh de. Dalam bahasa
Jepang objeklokasi dapat dimarkahi oleh ni dan de. Perbedaannya adalah ni diikuti oleh
verba yang tidak menunjukkan aktivitas, seperti verba suwaru duduk pada contoh
(14). Sebaliknya, ketika obliklokasi dimarkahi oleh de, berarti verba yang muncul
menunjukkan aktivitas. Pada contoh (15) verba yang dimaksud, yaitu tsubushite itta
yang merupakan bentuk lampau dari tsubusu melewatkan.
56
(16) Shin wa
Shouta no moto e modo-tte itta
Nama-TOP Nama-GEN asal ke kembali-KKinLam
Shin kembali ke asal Shouta
(Shinka, 2006: 9)
Pada contoh (16) di atas muncul oblikgoal, yaitu moto asal yang dimarkahi
oleh e ke. Pemarkah tujuan e biasanya diikuti oleh verba seperti iku pergi, kuru
datang, kaeru pulang dan beberapa verba lainnya. Oblikgoal pada contoh kalimat
(16) bisa juga dimarkahi oleh ni.
(17) Shin wa
Shouta to
isshoni tabako ni hi wo tsuke-ta
Nama-TOP Nama dengan bersama rokok ke api-AK beri-KLam
Shin bersama-sama dengan Shouta menyalakan api ke rokok
(Shinka, 2006: 9)
Fungsi gramatikal yang muncul pada contoh (17), antara lain subjek,
oblikkomitatif, yaitu Shouta (nama orang) yang dimarkahi oleh to, oblikgoal, yaitu
tabako rokok dan objek, yaitu hi api yang dimarkahi oleh wo.
(18) Shouta wa warai de
Shin ni
hanashi kake-te kita
Nama-TOP tertawa dengan Nama-DAT sapa-KLam
Shouta dengan tertawa menyapa (kepada) Shin
(Shinka, 2006: 9)
Fungsi gramatikal oblik juga muncul pada contoh (18). Oblik instrumen, yaitu
warai tertawa yang dimarkahi oleh de yang dalam contoh (18) berarti dengan.
Selain oblikinstrumen, muncul pula oblikgoal, yaitu Shin (nama orang) yang dimarkahi
oleh ni yang dalam contoh (18) berarti kepada. Contoh oblikinstrumen dalam bahasa
Jepang juga dapat dilihat pada contoh (19) dan (20) berikut ini.
57
(Shinka, 2006 :
13)
Contoh kalimat (21) terdiri atas fungsi gramatikal subjek dan obliksumber, yaitu
byoushitsu kamar pasien yang dimarkahi oleh kara dari.
(22) Shin wa,
gakkou no
sensei ni sonna
asobi bakari yatteru na
Nama-TOP sekolah-GEN guru DAT seperti itu bermain melulu melakukanjangan
to
iwa-rete ita.
bahwa katakan-PAS-KLam
Guru mengatakan kepada Shin (bahwa) jangan bermain melulu
(Shinka, 2006: 83)
58
Fungsi gramatikal yang muncul pada contoh (22), antara lain subjek, oblikagen,
yaitu gakkou no sensei guru sekolah yang dimarkahi oleh ni dan komplemen, yaitu
sonna asobi bakari yatteru na to bahwa jangan bermain melulu.
(23) Anzai san ga watashi ni
iro iro na
koto wo oshie-te kure-ta
Nama-NOM saya kepada bermacam-macam hal-AK ajar-KLam
Anzai mengajarkan bermacam-macam hal kepada saya
(Shinka, 2006: 99)
Pada contoh di atas terdapat oblikpenerima, yaitu watashi saya yang mendapat
bermacam-macam pengetahuan dari kegiatan yang dilakukan oleh Anzai. Dengan
demikian, dari contoh kalimat (14) sampai dengan (23) terlihat bahwa fungsi
gramatikal yang ada dalam bahasa Jepang, antara lain subjek, objek, oblik,
komplemen, dan ajung. Oblik dalam bahasa Jepang, antara lain obliklokasi, oblikkomitatif,
oblikgoal, obliksumber, oblikagen, oblikinstrumen, dan oblikpenerima.
kinou
sushi wo tabe-ta
kemarin sushi-AK makan-KLam
59
60
61
d. *Eita ga
honya
de
ka-tta
manga wo
Nama-NOM toko buku LOK beli-KLam komik-AK
Konstituen pada contoh (25a) sampai dengan (25c) mengalami scrambling,
tetapi tetap dianggap gramatikal. Contoh kalimat (25d) juga mengalami scrambling,
tetapi tidak gramatikal karena menempatkan verba di tengah kalimat.
B. Scrambling tidak berlaku untuk pemarkah kasus. Frasa nominal dan pemarkah
kasus dianggap satu kesatuan sehingga scrambling tidak dapat digunakan untuk
memisahkan frasa nominal dengan pemarkah kasusnya. Hal tersebut dapat dilihat
pada contoh kalimat (a)--(c) berikut ini.
(26) a. Ruka ga
sushi wo tabe-ta
Nama-NOM sushi-AK makan-KLam
Ruka makan sushi
b. Sushi wo Ruka ga
tabe-ta
sushi-AK nama-NOM makan-KLam
Ruka makan sushi
c. *Sushi Ruka ga
-wo tabe-ta
sushi nama-NOM AK makan-Klam
C. Ketika dua frasa nominal atau lebih digabungkan dengan kata to dan, anggota
dari gabungan frasa nominal tersebut tidak dapat mengalami scrambling.
(27) a. Takeru ga sushi to sashimi wo tabe-ta
Nama-NOM sushi dan sashimi-AK makan-KLam
Takeru makan sushi dan sashimi
b. Sushi to sashimi wo Takeru ga tabe-ta
sushi dan sashimi-Ak nama-NOM makan-Klam
Takeru makan sushi dan sashimi
62
c. *Sushi Takeru ga
to sashimi wo tabe-ta
sushi Nama-NOM dan sashimi-AK makan-KLam
D. Kalimat yang seharusnya berada dalam klausa sematan ataupun klausa relatif tidak
bisa dipindahkan ke klausa utama. Scrambling hanya terbatas di dalam klausa.
Contoh berikut menunjukkan hal tersebut.
63
neko wo
kucing-AK
64
BAB V
KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG
5.1 Pengantar
Struktur dasar bahasa Jepang, yaitu SOV juga berpengaruh terhadap struktur
klausa relatif, termasuk posisi nomina inti. Perbedaan lain antara KRBJ dan bahasa
lain, misalnya bahasa Inggris dan bahasa Indonesia adalah tidak adanya perelatif
ataupun pronomina relatif. Meskipun demikian, sama halnya dengan bahasa
Indonesia dan bahasa Inggris, klausa relatif dalam bahasa Jepang terdiri atas klausa
relatif restriktif dan klausa relatif nonrestriktif. Dari data yang terkumpul terlihat
bahwa jumlah klausa relatif restriktif memang lebih banyak, tetapi jumlah klausa
relatif nonrestriktif juga cukup banyak ditemukan.
64
65
struktur SOV cenderung memiliki tipe klausa relatif prenominal. Begitu juga dengan
bahasa Jepang termasuk tipe prenominal, yaitu klausa relatif mendahului inti. Hal ini
sama dengan struktur frasa adjektival bahasa Jepang yang menempatkan adjektiva
sebelum nomina.
Contoh :
Ookii
ie
rumah besar
Besar rumah
Ichikawa (2005 : 341) memberikan gambaran mengenai KRBJ seperti berikut.
66
klausa relatif restriktif dalam bahasa Inggris, the man that I saw yesterday left this
morning. Klausa relatif that I saw yesterday membatasi referen untuk kata the man
dan menunjukkan secara khusus pria mana yang sedang dibicarakan dalam kalimat.
Dalam bahasa Jepang nomina yang mendapat pemodifikasi klausa relatif
restriktif tidak terbatas pada referen animate, tetapi juga inanimate. Nomina yang
dimodifikasi oleh klausa relatif restiktif dalam bahasa Jepang menempati posisi, baik
subjek, objek, posesor, maupun oblik dalam kalimat. Berikut beberapa contoh klausa
relatif restriktif dalam bahasa Jepang.
(32) [Kyoushitsu kara mie-ru]
keshiki wa
sukkari aki ni
kelas
dari terlihat-KKin pemandangan-TOP benar musim gugur-DAT
na-tte ita
jadi- KKinLam
Pemandangan yang terlihat dari kelas benar-benar (sudah) menjadi musim
gugur
(Shinka, 2006: 172)
Contoh (32) termasuk klausa relatif restriktif dan nomina inti yang
dimodifikasi adalah keshiki pemandangan. Tanpa dimodifikasi oleh klausa relatif,
referen yang dimaksud kurang dapat dipahami karena keshiki pemandangan sifatnya
terlalu umum. Oleh karena itu, klausa relatif, yaitu kyoushitsu kara mieru terlihat
dari kelas berfungsi menambahkan informasi untuk keshiki agar referen yang
dimaksud lebih jelas dan mudah dipahami. Contoh klausa relatif restriktif dalam
bahasa Jepang yang lain dapat dilihat pada contoh (33) di bawah ini.
(33) Shin wa
[Yuu no
tsuku-tta] fuku wo
jitto mitsume-te iru
Nama-TOP nama-GEN buat-KLam pakaian-AK terus pandang-KKin
Shin terus memandangi pakaian yang dibuat (oleh) Yuu
67
68
Nomina inti pada contoh (35), yaitu jidouki dianggap belum dapat
memberikan informasi yang jelas tentang referen mana yang sebenarnya dimaksud.
Di Jepang ada banyak sekali jidouki (mesin penjual otomatis) sehingga klausa relatif
diperlukan untuk memberikan informasi tambahan dan untuk membatasi mesin
penjual otomatis mana yang dimaksud dan pada contoh (35) mesin otomatis yang
dimaksud adalah mesin otomatis tempat Shin selalu membeli rokok.
69
dimaksud. Oleh karena itu, klausa relatif pada contoh (36), yaitu sakki made damatte
kite ita (yang) hingga tadi hanya diam mendengar hanya memberikan informasi
tambahan mengenai Yuu. Contoh (37) di bawah ini juga termasuk klausa relatif
nonrestriktif. Berbeda dengan contoh (36) yang nomina intinya berupa nama orang,
nomina inti pada contoh (37) adalah pronomina orang pertama, yaitu watashi saya.
(37) [gakkou kara kae-tte kita] watashi wa yuubin uke ni
te wo
sekolah dari pulang-KLam saya-TOP surat tempat-DAT tangan-AK
ire-ta
masukkan-KLam
(ketika) Saya yang pulang dari sekolah (saya) mengambil surat di tempat surat
(Hoshino, 2008:
27)
Nomina inti watashi saya sudah sangat jelas menunjuk referen yang
dimaksud. Penggunaan saya dalam kalimat tentu menunjukkan pembicara sendiri dan
tentu saja tidak ada dua orang saya. Dengan demikian, klausa relatif pada contoh
(37), yaitu gakkou kara kaette kita pulang dari sekolah juga hanya memberikan
informasi tambahan untuk referen yang sebenarnya sudah teridentifikasi dengan jelas.
(38) [uso wo
i-tte iru] jibun ga
nantonaku
kanashiku na-tta
bohong-AK katakan REF-NOM entah bagaimana sedih-BSmb jadi-KLam
Entah bagaimana diri sendiri yang mengatakan (hal) bohong menjadi sedih
(Hoshino, 2008:
24)
Pada contoh (38), nomina inti berupa pronomina refleksif jibun. Contoh
kalimat ini menunjukkan bahwa pronomina refleksif dalam bahasa Jepang tidak
selalu muncul di posisi yang sama dalam kalimt. Pronomina refleksif dalam bahasa
70
Jepang bahkan dapat menduduki fungsi posesor, seperti pada contoh jibun no ie
rumahnya sendiri. Pendapat Tsujimura mengenai anteseden dari jibun yang
merupakan subjek kalimat memang benar. Namun, pada contoh (38) jibun itu sendiri
berperan sebagai subjek karena tidak ada nomina lain yang menempati posisi
tersebut. Dapat dikatakan bahwa pronomina refleksif jibun pada contoh (38) sama
dengan nomina inti contoh (37), yaitu watashi saya. Hanya penggunaan jibun
dikarenakan subjek yang sebenarnya sudah muncul di kalimat sebelumnya. Klausa
relatif pada contoh (37), yaitu uso wo itte iru (yang) mengatakan (hal) bohong
hanya memberikan informasi tambahan untuk jibun.
(39) (watashi wa) [juku ni kayo-tte iru]
anata wo
mite,
(saya-TOP) les-DAT pulang-pergi-KLam Anda-AK
lihat-BSmb,
sugoku ki ni i-tta
sangat berkenan di hati- KLam
(Saya) sangat senang melihat Anda yang pulang-pergi ke tempat les
(Hoshino,
2008: 50)
Mirip dengan nomina inti pada contoh (37) dan (38), nomina inti pada contoh
(39) berupa pronomina orang kedua, yaitu anata Anda. Sama dengan watashi
Saya, anata Anda juga sudah cukup untuk menunjuk referen yang dimaksud
dalam kalimat. Klausa relatif, yaitu juku ni kayotte iru (yang) pulang-pergi tempat
les hanya memberikan informasi tambahan untuk anata Anda.
71
Strategi perelatifan adalah cara untuk melihat posisi mana dalam kalimat yang
mengalami perelatifan, sedangkan aksesibilitas berkaitan dengan peranan nomina inti
dalam klausa utama. Keenan (1985: 141) dalam Kroeger (2004: 176) mengemukakan
tiga strategi dasar perelatifan, yaitu gap, resumptive pronoun (pronoun retention), dan
relative pronoun. Sementara itu, Comrie (1981: 140) mengemukakan empat
parameter penting dalam pembentukan klausa relatif. Strategi tersebut adalah
nonreduksi, pronomina retensi, pronomina relatif, dan gap.
Tipe nonreduksi berarti nomina inti muncul secara utuh, tidak ada
pengurangan dalam klausa sematan, dalam posisi normal dan/dengan pemarkah kasus
biasa untuk frasa nomina yang digunakan untuk menunjukkan fungsi khusus dalam
sebuah klausa. Tipe berikutnya, yaitu pronomina retensi berarti nomina inti tersisa
pada klausa sematan dalam bentuk pronomina. Comrie memberikan contoh dalam
bahasa Inggris I know where the road leads dibentuk sebuah klausa relatif this is the
road that I know where it leads. Pronomina it menunjukkan posisi yang direlativisasi.
Tipe pronomina relatif berarti ada pronomina dalam klausa relatif yang menunjukkan
inti. Berkaitan dengan susunan kata, pronomina muncul di posisi awal klausa untuk
menunjukkan hubungan gramatikal.
Strategi perelatifan yang terakhir, yaitu gap (pengosongan) berarti ada
konstituen yang hilang dalam klausa relatif. Konstituen yang hilang tersebut dapat
diisi oleh nomina inti. Kroeger (2004: 165) menyatakan bahwa sebuah klausa relatif
mengandung gap berarti nomina inti diinterpretasikan sebagai sesuatu yang mengisi
kekosongan tersebut. Kroeger mengistilahkan hal tersebut sebagai filler-gap relation.
72
Dari keempat strategi yang dikemukakan oleh Comrie tersebut strategi perelatifan
yang ditemukan dalam bahasa Jepang adalah pronomina retensi, nonreduksi dan gap.
Tipe pronomina relatif tidak ditemukan mengingat bahasa Jepang tidak memiliki
perelatif ataupun pronomina relatif.
Berkaitan dengan aksesibilitas, selain hierarki subjek > objek langsung >
objek tak langsung > oblik > posesor, Comrie dan Keenan (1997) dalam Kroeger
(2004: 183) juga mengajukan dua hal umum mengenai batasan hierarki. Pertama,
setiap bahasa yang memiliki klausa relatif dapat merelatifisasi subjek. Kedua, sebuah
strategi perelatifab dalam sebuah bahasa harus diaplikasikan ke semua segmen dalam
hierarki aksesibilitas.
73
a. Klausa relatif :
(Shin wa)
messeeji wo mi-ta
Nama-TOP pesan-AK lihat-KLam
(Shin) melihat pesan
Klausa utama :
b. Shin wa
sugusama byouin ni
muka-tta
Nama-TOP segera
rumah sakit-DAT tuju-KLam
Shin segera menuju rumah sakit
Dengan melihat kedua klausa tesebut akan terlihat bahwa klausa relatif pada
contoh (40) kehilangan satu konstituen untuk menjadikannya sebuah kalimat.
Konstituen tersebut adalah subjek karena verba mita melihat memerlukan tidak
hanya objek yang pada contoh di atas diisi oleh messeeji pesan, tetapi juga
memerlukan subjek (pelaku). Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.
[ ____messeji wo mi-ta]
____pesan-AK lihat-KLam
Shin wa
----------------------Nama-TOP
74
75
buah argumen, yaitu subjek dan objek. Jadi, klausa relatif pada contoh (41) juga
kehilangan satu konstituen, yaitu subjek.
76
(43) Kanojo to
raibu ni
iku no wa
hajimete
da-tta
Dia (pr) dengan langsung-DAT pergi-Nom-TOP pertama kali KOP-KLam
(Ini) pertama kalinya saya pergi dengan dia secara langsung
(Shinka, 2006: 34)
Nominalisator no pada contoh di atas menominalisasi kalimat verbal kanojo
to raibu ni iku pergi dengannya secara langsung sehingga menjadi frasa nominal
dan menempati posisi subjek. Jika dilihat kembali contoh (42), no pada contoh
tersebut bukan pemarkah kasus. Bukan juga sekadar nominalisator seperti pada
contoh (43) karena no pada contoh (42) menempati posisi nomina inti. Bisa dikatakan
bahwa no menggantikan nomina inti dan klausa relatif pada contoh tersebut, yaitu
mukae ni kureta (memberi) jemputan kehilangan satu konstituen, yaitu subjek.
Karena merupakan kalimat langsung, posisi objek diisi oleh pembicara sendiri.
Verba mukae (ru) menjemput memerlukan pelaku animate, yaitu orang.
Dengan kata lain no menggantikan nomina inti orang dalam bentuk pronomina
khusus (selain pronomina yang ada dalam bahasa Jepang). Oleh karena itu, dapat
dikatakan strategi perelatifan yang digunakan pada contoh (42) adalah pronomina
retensi. Dari data yang terkumpul no digunakan sebagian besar untuk menggantikan
nomina inti animate, yaitu orang. Namun, bisa juga dinyatakan bahwa no pada
contoh (42) adalah nominalisator yang berperilaku seperti pronomina relatif
selayaknya who dan which dalam bahasa Inggris atau yang dalam bahasa Indonesia.
Jika pendapat kedua ini digunakan, maka dapat dikatakan bahwa strategi perelatifan
yang digunakan pada contoh (43) adalah pronomina relatif.
77
mitsume-te ita
pandang-KKinLam
(Shinka, 2006: 180)
Pada contoh (44a) klausa relatif yang muncul adalah klausa relatif restriktif
dengan nomina inti, yaitu fuku baju menempati posisi objek. Contoh kalimat
tersebut jika dibagi unsurnya, maka akan terlihat seperti berikut.
a. Klausa relatif :
Yuu no/ga
(fuku wo) tsuku-tta
Nama-GEN/NOM baju-AK buat-KLam
Yuu membuat (baju)
b. Klausa utama :
Shin wa
fuku wo mitsume-te ita
Nama-TOP baju-AK pandang-KKinLam
Shin memandangi baju
78
Shin wa
[Yuu no/ga ___ tsuku-tta]
Nama-TOP Nama-GEN___ buat-KLam
fuku wo -------------------baju-AK
Posisi yang kosong tersebut dapat diisi oleh nomina inti, yaitu fuku baju.
Nomina inti tersebut mengisi posisi objek dalam klausa relatif sehingga dikatakan
sebagai perelatifan objek. Strategi perelatifan yang digunakan adalah strategi gap.
Unsur inti contoh (44) dijelaskan berikut ini untuk memperlihatkan bahwa objek
dalam bahasa Jepang memang dapat direlatifkan.
Shin wa
fuku wo mitsume-te ita
Nama-TOP baju-AK pandang-KKinLam
Shin memandangi baju
(44b) [Shin ga
mitsume-te ita]
fuku wa tomodachi no fuku desu
Nama-NOM pandang-KKinLam baju-TOP teman-GEN baju-KOP-KKin
Baju yang Shin pandangi (adalah) baju kepunyaan teman
Contoh kalimat (44b) menunjukkan bahwa klausa relatif yang dibentuk dari
unsur inti contoh (44a) kehilangan satu konstituen, yaitu objek. Objek tersebut
79
sebenarnya diisi oleh nomina inti yang menduduki fungsi subjek (dimarkahi oleh
pemarkah topik) dalam klausa utama contoh (44b). Sementara itu, subjek klausa
relatif dimarkahi oleh ga.
(45) [Yuu ga
to-tta]
chiketto wa mae kara nibanme no seki da-tta
Nama-NOM ambil-KLam tiket-TOP depan dari kedua-GEN kursi KOP-KLam
Tiket (yang) diambil Yuu adalah kursi kedua dari depan
(Shinka, 2006: 34)
Klausa relatif yang muncul pada contoh (45) juga klausa relatif restriktif.
Berbeda dengan nomina inti pada contoh (44), nomina inti contoh (45), yaitu chiketto
tiket menempati posisi subjek. Verba totta mengambil pada klausa relatif
memerlukan subjek dan objek. Posisi subjek sudah diisi oleh Yuu sehingga konstituen
yang kosong adalah objek. Posisi objek dapat diisi oleh nomin inti chiketto tiket.
[Yuu ga
___to-tta]
Nama-NOM ___ambil-KLam
chiketto wa ------------------------tiket-TOP
Contoh (45) dianggap sebagai perelatifan objek karena nomina inti dapat
menempati posisi tersebut dalam klausa relatif.
(46) [Watashi ga ima kono te ni
mo-tte iru] no wa
kibou no
hikari
Saya-NOM sekarang ini tangan-DAT bawa-KKin-GEN-TOP harapan-GEN cahaya
(Hal) yang saya bawa di tangan ini sekarang adalah cahaya harapan
(Hoshino, 2008: 140)
Contoh (46) mirip dengan contoh (43), yaitu posisi nomina inti diisi oleh no.
Namun, perbedaannya adalah no pada contoh (43) menggantikan nomina konkret
80
animate orang, sedangkan no pada contoh (46) menggantikan sesuatu yang sifatnya
abstrak, yaitu hal yang mengacu kepada kibou no hikari cahaya harapan. Jadi,
contoh (46) juga dapat dikatakan menerapkan strategi perelatifan pronomina retensi.
81
Contoh (47a) tidak benar karena posisi subjek sudah diisi oleh watashi (saya)
meskipun tidak disebutkan dalam kalimat. Contoh (47b) tidak benar karena verba
oboeru ingat hanya memerlukan satu objek yang sudah diisi oleh namae nama.
Selain itu, urutan katanya juga salah. Jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia
namae otoko berarti laki-laki nama. Kalimat akan berterima jika otoko laki-laki
diletakkan sebelum namae nama kemudian dihubungkan dengan pemarkah kasus
genetif no menjadi otoko no namae nama laki-laki. Dalam bahasa Jepang dua buah
nomina harus dihubungkan dengan no sebagai pemarkah genetif yang juga
82
merupakan pemarkah posesor. Jadi, nomina inti menempati posisi posesor, sehingga
dianggap sebagai perelatifan posesor. Jika digambarkan dengan menggunakan
strategi gap, contoh (47) terlihat seperti di bawah ini.
83
b. Klausa utama :
Sekai de,
Shin wa
zetsubou dake wo kanji-te ita
dunia-LOK, Nama-TOP kekecewaan hanya-AK merasa-KKinLam
Di dunia Shin hanya merasakan kekecewaan
84
Contoh (49) juga termasuk klausa relatif restriktif dan verba klausa relatif
sama dengan contoh (48). Dengan menggunakan strategi gap terlihat bahwa nomina
inti, yaitu heya kamar dapat menduduki fungsi yang kosong dalam klausa relatif.
Fungsi tersebut adalah oblik sehingga contoh (49) juga termasuk perelatifan oblik.
85
contoh (50) termasuk klausa relatif restriktif. Jika kedua klausa relatif tersebut
dihilangkan, maka contoh (50) tetap merupakan kalimat utuh.
(watashi wa) juusu to tabako wo motte,
hashi no
benchi ni
suwa-tta
(saya-NOM) jus dan rokok-AK bawa-BSmb, jembatan-GEN bangku-DAT dudukKLam
(Saya) membawa jus dan rokok kemudian duduk di bangku jembatan.
Meskipun ada dua buah nomina inti, hanya satu saja yang masih terlihat
ketika klausa relatif dilesapkan. Dengan kata lain salah satu nomina inti, yaitu
konbini convenient store bukan termasuk unsur inti klausa utama. Hal ini
dikarenakan jika
(50a) [______Yuu to
dea-tta]
______ Nama dengan bertemu-KLam
konbini de --------------------------conv.store-LOK
(50b) [konbini de
_____ka-tta]
juusu to tabako --------------------------conv.store-LOK _____beli-KLam jus dan rokok-AK
Nomina inti pada contoh (50a) dapat menduduki fungsi oblik dalam klausa
relatif sehingga disebut dengan perelatifan oblik. Nomina inti pada contoh (50b)
86
menduduki fungsi objek dalam klausa relatif sehingga termasuk perelatifan objek.
Jadi, pada contoh (50) ada perelatifan oblik dan perelatifan objek. Contoh (50)
menunjukkan bahwa unsur yang ada dalam klausa relatif dapat direlatifkan kembali .
unsur tersebut adalah nomina inti yang tidak termasuk unsur inti klausa utama atau
bisa disebut sebagai perluasan unsur dalam klausa relatif. Pada contoh (50) unsur
OBL yang direlatifkan kembali. Karena bahasa Jepang termasuk tipe prenominal
maka perluasan yang terjadi adalah perluasan ke sebelah kiri.
(51) [Eki no chikaku ni
aru] [konbini ni
sugo-su]
jikan ga
stasiun-GEN dekat-DAT ada conv.store-DAT lewat-KKin waktu-NOM
fue-te ita
bertambah-KKinLam
Waktu yang (saya) lewatkan di convenient store yang ada dekat stasiun
bertambah
(Shinka: 7)
Kedua klausa relatif pada contoh (51) termasuk klausa relatif restriktif. Sama
dengan contoh (50), contoh (51) juga menunjukkan bahwa salah satu unsur dalam
klausa relatif mengalami perelatifan kembali. Hal tersebut dapat dijelaskan dengan
terlebih dahulu melihat unsur inti klausa utama dari contoh (51) di bawah ini.
(watashi wa) jikan ga
fue-te ita
(saya-TOP) waktu-NOM bertambah-KKinLam
Waktu (saya) bertambah
Hanya satu nomina inti, yaitu nomina inti dari klausa relatif pertama (jikan
waktu) yang termasuk unsur inti klausa utama sedangkan nomina inti dari klausa
relatif yang kedua, yaitu konbini convenient store tidak. Jadi, konbini yang juga
merupakan unsur dari klausa relatif pertama mengalami perelatifan kembali sehingga
87
muncul klausa relatif yang kedua. Dengan menggunakan strategi gap tetap terlihat
dua buah nomina inti yang dapat mengisi fungsi kosong dalam dua buah klausa
relatif. Perelatifan yang terjadi adalah perelatifan subjek dan perelatifan objek.
[____eki
____
[(watashi wa)
konbini ni ____ sugo-su]
jikan ----------------------(saya-NOM) conv.store-DAT ____lewat-KKin waktu
88
Klausa relatif di atas kekurangan satu fungsi, yaitu objek karena verba
tsukutte iru membuat memerlukan dua argumen, yaitu subjek dan objek. Fungsi
subjek sudah diisi oleh Sonoko. Namun, tidak keseluruhan nomina inti dapat
menduduki fungsi objek tersebut. Miso shiru no ii nioi bau enak kuah miso tidak
bisa menjadi objek karena yang dibuat oleh Sonoko bukan bau enak, tetapi kuah
miso. Oleh karena itu, hanya miso shiru yang dapat menduduki fungsi objek. Dapat
dikatakan bahwa objek klausa relatif mengalami perluasan ketika menjadi nomina inti
klausa utama.
(53) [Ohiru gohan wo tsuku-tte iru] okaasan no senaka ga
daisuki
desu
makan siang-AK buat-Kkin
ibu-GEN punggung-NOM paling suka-KOPKKin
(Saya) paling suka punggung ibu (yang) sedang membuat makan siang
(Sinka, 2006: 65)
Sama halnya dengan contoh (52), nomina inti pada contoh (53) juga dianggap
mengalami perluasan. Klausa relatif pada contoh (53) kekurangan fungsi subjek dan
dengan mengunakan strategi gap terlihat seperti berikut.
Nomina inti, yaitu okaasan no senaka punggung ibu tidak dapat menduduki
fungsi subjek karena tidak mungkin punggung ibu dapat membuat ohiru gohan
makan siang. Hanya okaasan ibu yang bisa menduduki fungsi subjek. Ketika
89
90
[Musuko ga
iede-shita]
Taroo
Anak laki-laki-NOM melarikan diri-KLam Nama
Taroo (yang) anaknya melarikan diri
Klausa relatif pada contoh di atas sudah merupakan kalimat utuh dan tidak
ada fungsi yang kosong. Nomina inti, yaitu Taroo juga tidak dapat menduduki fungsi
apa pun dalam klausa relatif. Tsujimura menjelaskan bahwa hubungan Taroo dan
musuko anak laki sebagai hubungan kekerabatan, yaitu ayah dan anak. Dalam
bahasa Jepang ditemukan contoh sebagai berikut.
(55) Watashi wa [Shin no
uta-tte iru]
sugata ga suki
saya-TOP Nama-GEN nyanyi-KKin sosok-NOM suka
Saya suka sosok Shin (yang) sedang menyanyi
(Shinka, 2006: 111)
Klausa relatif pada contoh di atas Shin no utatte iru Shin menyanyi.
Pemarkah no pada klausa relatif dapat diganti dengan ga sehingga Shin merupakan
subjek. Verba utatte iru yang merupakan bentuk kini dari utau menyanyi tidak
memerlukan objek karena verba tersebut sudah cukup memberikan informasi kepada
pendengar bahwa seseorang menyanyikan sebuah lagu. Oleh karena itu, nomina inti
91
pada contoh (55), yaitu sugata sosok tidak dapat menduduki fungsi apa pun dalam
klausa relatif. Berdasarkan pernyataan Tsujimura, Shin dan sugata sosok tentu
memiliki hubungan karena sosok yang dimaksud adalah sosok Shin. Namun, jika
dianalisis berdasarkan strategi perelatifan yang dikemukakan oleh Comrie contoh
(55) dapat dikatakan menerapkan strategi nonreduksi. Strategi ini berarti bahwa
nomina inti muncul secara utuh, tidak ada pengurangan dalam klausa sematan, dalam
posisi normal dan/dengan pemarkah kasus biasa untuk frasa nomina yang digunakan
untuk menunjukkan fungsi khusus dalam sebuah klausa.
92
93
fungsi, yaitu subjek. Fungsi tersebut dapat diisi oleh nomina inti dengan menerapkan
strategi gap.
(57) [Yuu ga
to-tta]
chiketto wa mae kara nibanme no seki da-tta
Nama-NOM ambil-KLam tiket-TOP depan dari kedua-GEN kursi KOP-KLam
Tiket (yang) diambil Yuu adalah kursi kedua dari depan
(Shinka, 2006: 34)
Pada contoh di atas nomina inti, yaitu chiketto tiket dimarkahi oleh wa
yang merupakan pemarkah topik. Nomina inti tersebut merupakan subjek klausa
utama yang mengalami topikalisasi. Nomina inti juga dapat mengisi fungsi objek
yang kosong dalam klausa relatif seperti terlihat di bawah ini.
[Yuu ga
____to-tta]
Nama-NOM ____ambil-KLam
chiketto wa ----------------------tiket-TOP
94
95
Shin membuat tim gang dengan teman (yang membantunya) memisahkan daun
(Shinka, 2006: 194)
Berbeda dengan contoh (58), nomina inti pada contoh (59) menduduki fungsi
oblik, yaitu oblikkomitatif. Oblikkomitatif dalam bahasa Jepang dimarkahi oleh to yang
merupakan pemarkah kasus komitatif. Verba klausa relatif, yaitu wakete moratte ita
yang berasal dari verba wakeru memisahkan. Verba ini memerlukan dua buah
argumen, yaitu subjek dan objek. Argumen yang kosong adalah subjek. Posisi
tersebut dapat diisi oleh nomina inti, yaitu nakama teman.
96
di klausa utama. Pada contoh ini nomina inti hanya memiliki satu fungsi gramatikal,
yaitu subjek, baik di klausa utama maupun klausa relatif. Oleh karena itu, pemarkah
wa tidak berubah atau bisa digantikan dengan ga sebagai pemarkah subjek.
(61) Shin wa
[Yuu no
tsuku-tta] fuku wo jitto mitsume-te ita
Nama-TOP Nama-GEN buat-KLam baju-AK terus pandang-KKinLam
Shin terus memandangi baju (yang) dibuat Yuu
(Shinka, 2006: 180)
Contoh di atas sudah dibahas di bagian perelatifan objek bab ini. Nomina inti,
yaitu fuku baju menduduki fungsi objek di klausa utama dan menduduki fungsi
yang sama di klausa relatif. Fungsi objek yang kosong dalam klausa relatif dapat diisi
oleh nomina inti tersebut. Jadi, nomina inti hanya memiliki fungsi gramatikal yang
sama di kedua klausa. Fungsi tersebut adalah objek sehingga pemarkah wo tidak
mengalami perubahan.
Shin wa
[Yuu no/ga _____ tsuku-tta]
Nama-TOP Nama-GEN _____buat-KLam
fuku wo -------------------baju-AK
Satu buah nomina inti memiliki fungsi yang sama di klausa utama dan klausa
relatif juga ditunjukkan oleh contoh berikut ini. Sama dengan contoh sebelumnya,
contoh berikut ini juga sudah digunakan pada bagian perelatifan oblik bab ini.
(62) [Yuu no
i-nai]
sekai de,
Shin wa zetsubou dake wo
Nama-DAT ada-KKinNeg dunia-LOK, Nama-TOP kekecewaan hanya-AK
kanji-te ita
rasa-KKinLam
Shin hanya merasakan kekecewaan di dunia di manaYuu tidak ada
(Shinka, 2006: 170)
97
Nomina inti menduduki fungsi oblik dan dimarkahi oleh de yang merupakan
pemarkah lokatif. Nomina inti tersebut dapat mengisi fungsi yang kosong dalam
klausa relatif, yaitu fungsi oblik (obliklokasi).
[Yuu no
______i-nai]
sekai de, -----------------Nama-GEN_____ ada-KKinNeg dunia-LOK
Jadi, nomina inti pada contoh tersebut menduduki fungsi yang sama di kedua
klausa. Fungsi tersebut adalah oblik, yaitu obliklokasi sehingga pemarkah yang
digunakan tidak berubah.
98
BAB VI
STRUKTUR KONSTITUEN, STRUKTUR FUNGSIONAL,
DAN STRUKTUR ARGUMEN
Bab ini membahas tiga hal penting dalam TLF. Hal tersebut adalah struktur
konstituen, struktur fungsional, dan struktur argumen kalimat bahasa Jepang dengan
klausa relatif di dalamnya.
99
dari AP, V merupakan inti dari VP, dan P merupakan inti dari PP. Frasa yang
memiliki inti dengan kategori yang sama disebut dengan endocentricity.
Selain kategori leksikal, TLF juga mengenal kategori fungsional. Contoh
kategori fungsional, yaitu D(eterminer) yang merupakan inti dari DP dan NP dalam
DP adalah komplemen. Kategori fungsional lainnya, yaitu Infl (I) yang dalam
terminologi tradisional disebut dengan pelengkap (auxiliaries). Infl (IP) berperilaku
seperti inti dengan VP di posisi komplemen (Falk, 2001: 35-39).
Kategori fungsional menekankan
98perbedaan utama antara StKon dalam TLF
dan StKon dalam teori transformasional. Kategori fungsional I dan D dalam TLF
dinyatakan sebagai sebuah kata, bukan sebuah afiks subleksikal (Falk, 2001: 40).
Dalrymple (2001: 60) menyatakan bahwa pada banyak bahasa IP berkorespondensi
dengan kalimat (S), sedangkan CP berkorespondensi dengan yang disebut S, kalimat
dengan complementizer atau frasa pengganti di posisi awal kalimat. Berikut aturan
frasa yang dapat dinyatakan dalam bahasa Jepang berdasarkan teori TLF.
a. I
IP COMP
b. IP
DP I
100
(44) Shin wa
[Yuu no/ga tsuku-tta] fuku wo mitsume-te ita
Nama-TOP Nama-GEN buat-KLam baju-AK pandang-KKinLam
Shin terus memandangi baju (yang) Yuu buat
(Shinka, 2006: 180)
IP
DP
NP
DP
NP
VP
IP
Shin wa
DP
fuku wo
NP
DP
NP
VP
tsukutta
Yuu no/ga
V
mitsumete ita
()
Contoh (44) menggunakan strategi gap sehingga dengan diagram pohon juga
terlihat bahwa ada satu konstituen yang kosong dalam klausa relatif. Konstituen
tersebut sebenarnya diisi oleh nomina yang merupakan inti dari NP yang sama. DP
dalam kalimat bahasa Inggris terdiri atas determiner (a atau the) dan NP. Namun,
101
dalam bahasa Jepang tidak ditemukan determiner sehingga DP hanya terdiri atas NP.
Jadi, NP bukan DP, tetapi NP adalah bagian atau komplemen dari DP.
Dengan menggunakan scrambling yang sudah dibahas pada bab IV, contoh
(44) bisa diubah urutan konstituennya tanpa mengubah arti kalimat. Ada beberapa
kemungkinan,
tetapi
tidak
semua
dianggap
gramatikal.
Berikut
beberapa
tsuku-tta] fuku wo
buat-KLam baju-AK
(44d) * Yuu ga
Shin wa
[tsuku-tta] fuku wo mitsume-te ita
Nama-NOM Nama-TOP buat-KLam baju-AK pandang-KKinLam
Dari keempat kemungkinan urutan kata untuk contoh (44) di atas, hanya satu
kalimat yang dianggap gramatikal. Kalimat (44b) dan (44c) dianggap tidak
gramatikal karena verba tidak dapat mengalami scrambling. Posisi verba dalam
kalimat bahasa Jepang selalu di akhir. Sementara itu, contoh (44d) dianggap tidak
gramatikal karena konstituen dalam klausa sematan pindah ke klausa utama. Hal
tersebut juga salah satu batasan dalam scrambling, yaitu tidak memperbolehkan
konstituen dalam klausa sematan untuk pindah ke klausa utama. Jadi, hanya contoh
(44a) yang dianggap masih gramatikal. Konstituen yang pindah adalah subjek, yaitu
Shin nama orang yang dimarkahi oleh pemarkah topik. Ketika sebuah konstituen
102
NP
IP
DP
NP
DP
NP
VP
Yuu no/ga N
DP
NP
VP
fuku wo
Shin wa
mitsumete ita
tsukutta
(.)
StKon untuk contoh (44) terdiri atas IP, DP, NP, dan VP. Selanjutnya
digambarkan StKon kalimat dalam bahasa Jepang yang di dalamnya terdapat PP.
Berbeda dengan bahasa Inggris ataupun bahasa Indonesia, P dalam P adalah posposisi
karena letaknya sesudah nomina. Contoh yang digunakan belum muncul pada
pembahasan sebelumnya. Masih menggunakan strategi gap, PP yang muncul pada
contoh berikut ini dapat mengisi fungsi subjek yang kosong dalam klausa relatif.
(55a) [Happa wo wake-te mora-tte ita]
nakama to,
Shin wa wo
Daun-AK pisahkan-terima-KKinLam teman dengan, Nama-TOP
gyangu chiimu tsuku-ru
103
gang tim-buat-KKin
Shin membuat tim gang dengan teman (yang membantunya) memisahkan
daun,
(Shinka, 2006: 194)
Posposisi pada contoh di atas adalah to dengan dan nomina yang dilekatinya
menduduki fungsi oblik dalam kalimat. Berikut Stkon untuk contoh (55).
IP
DP
NP
VP
104
PP
Shin wa
DP
IP
DP
VP
P
DP
to
NP
NP
I tomodachi
NP
DP
NP
VP
()
DP
V
tsukuru
Seperti contoh (44), dengan menggunakan scrambling urutan kata yang masih
dianggap gramatikal adalah sebagai berikut beserta StKon-nya.
(55b) Shin wa
[happa wo wake-te mora-tte ita]
nakama to
gyangu
Nama-TOP daun-AK pisahkan-terima-KKinLam teman dengan gang
chiimu wo tsuku-ru
tim-AK
buat-Kkin
Shin membuat tim gang dengan teman (yang membantunya) memisahkan
daun,
IP
DP
NP
VP
PP
Shin wa
DP
IP
DP
N
I tomodachi
VP
P
DP
to
NP
tsukuru
105
NP
DP
NP
VP
()
gyangu chiimu wo
106
kalimat kedua, yaitu I donate to the library, dan kalimat ketiga, yaitu I donate the
university a book to the library. Dari ketiga contoh kalimat tersebut hanya kalimat
pertama yang dianggap gramatikal. Kalimat kedua dianggap tidak gramatikal karena
ada satu argumen yang hilang, sedangkan contoh kalimat ketiga dianggap tidak
gramatikal karena muncul argumen ekstra. Hal tersebut terlihat pula dalam StFun di
bawah ini.
[I]
TENSE
PAST
PRED
OBJ
[a book]
OBLGoal
PCASE
OBLGoal
OBJ
[the library]
[I]
TENSE
PAST
PRED
OBLGoal
OBJ
[the library]
c. StFun yang tidak koheren : *I donated the university a book to the library
107
SUBJ
[I]
TENSE
PAST
PRED
OBJ
[the university]
OBJ2
[a book]
OBLGoal
PCASE OBLGoal
OBJ
[the library]
Ada dua hal yang dapat dinyatakan untuk menjelaskan StFun yang lengkap,
tidak lengkap, dan tidak koheren tersebut. Pertama, menyangkut kelengkapan. StFun
disebut lengkap kalau seluruh argumen yang dinyatakan dalam nilai sebuah PRED
harus digambarkan dalam StFun lokal. Semua fungsi yang memeroleh peran tematik
harus memiliki fitur PRED. Berkaitan dengan koherensi, seluruh fungsi argumen
dalam StFun harus dipilih oleh PRED lokal. Setiap argumen yang memiliki fitur
PRED-nya sendiri harus diberikan peran tematik (Falk, 2001: 63). Fitur PRED dalam
struktur fungsional tidak hanya mengacu pada predikat (verba). Fitur PRED
menggambarkan
sesuatu
yang
bermakna
dan
nilainya
ditunjukkan
secara
konvensional sebagai sebuah kata (Falk, 2001: 13). Berikut adalah StFun untuk
kalimat The hamster will give a falafel to the dinosaur yang sudah mencantumkan
kelengkapan dan koherensi tersebut.
DEF
SUBJ
PRED hamster
NUM SG
108
TENSE
FUT
PRED
OBJ
PRED falafel
NUM SG
PCASE
OBLGoal
OBLGoal
DEF
OBJ
PRED dinosaur
NUM SG
6.2.1 Korespondensi
TLF mengenal hubungan korespondensi antara bagian dalam StKon
danbagian dalam StFun. Contoh bahwa StFun dilisensi oleh StKon terlihat dalam
nilai fitur TENSE yang datang dari I dalam StKon dan nilai PRED muncul dari V
dalam Stkon. Selain itu, atribut SUBJ muncul dari properti yang dimiliki oleh IP,
yaitu DP dan atribut OBJ muncul dari properti VP (Falk, 2001: 66).
Beberapa bagian dari StKon berkorespondensi dengan satu bagian dalam
StFun. Namun, ada pula satu bagian dalam StKon dapat berkorespondesi dengan
seperangkat komponen dalam StFun. Untuk mengatasi hal tersebut, maka diperlukan
yang disebut dengan f-precendence (disimbolkan dengan ). Simbol digunakan
untuk menandai sebuah variabel yang berkorespondensi dengan pasangan sehingga
dituliskan dengan 1, 2, 3, dan seterusnya. Simbol tersebut dapat digunakan, baik
dalam StKon maupun StFun. Contoh korespondensi antara StKon dan StFun dapat
dilihat sebagai berikut.
109
I 7
D 3
I 8
VP 9
D 4
NP 5 will
V 10
DP 11
The
N 6
give
D 12
Hamster
1
7
8
9
10
SUBJ
TENSE
2
3
4
5
6
FUT
DEF
PRED
NUM
PP 16
P 17
DP 18
D 13
NP 14 to
N 15
D 20
falafel
the
+
SG
D 19
NP 21
dinosaur
110
PRED
OBJ
11
12
13
14
15
16
17
DEF
PRED
NUM
SG
PCASE OBLGoal
OBLGoal
OBJ
18
19
20
21
22
DEF
PRED
NUM
+
dinosaur
SG
111
IP 1
(1 SUBJ) = 2
1 = 7
DP = 2
I = 7
=
I 7
=
I 8
will
D 3
=
VP 9
(TENSE) =FUT
=
D 4
=
NP 5
The
(DEF) = +
=
N 6
=
V 10
(OBJ)=
(OBLGoal) =
DP 11
give
(PRED) = <give..>
PP 16
=
D 12
=
P 17
(OBJ)=
DP 18
Hamster
(PRED) = hamster
(NUM) = SG
=
D 13
a
(DEF) = -
=
to
NP 14
=
N 15
=
D 19
=
D 20
=
NP 21
112
falafel
the
N22
dinosaur
(PRED) = dinosaur
(NUM) = SG
113
(tense) yang muncul di kedua klausa tersebut tidak selalu sama. Misalnya, verba di
klausa utama dalam bentuk lampau, tetapi verba di klausa subordinatif dalam bentuk
kini dan contoh-contoh lainnya. Pada contoh kalimat (44) Shin wa [Yuu no/ga
tsukutta] fuku wo mitsumete ita Shin memandangi baju yang dibuat Yuu verba di
klausa utama, yaitu mitsumete ita memandangi dan verba di klausa relatif, yaitu
tsukutta membuat sama-sama dalam bentuk lampau. StFun untuk contoh kalimat
(44) adalah sebagai berikut.
SUBJ
DEF +
PRED Shin
NUM SG
TENSE
PRED
PAST
mitsumete ita <SUBJ, OBJ>
SUBJ
DEF
PRED
NUM
TENSE
PRED
PAST
tsukutta
OBJ
DEF
PRED
NUM
DEF
PRED
NUM
+
fuku
SG
OBJ
+
Yuu
SG
<SUBJ, OBJ>
----
114
maupun klausa relatif, sudah dipilih oleh inti. Fungsi argumen objek dalam klausa
relatif kosong, tetapi dapat diisi oleh argumen objek klausa utama. Jadi, terlihat
bahwa dua buah argumen diambil oleh inti yang sama. Korespondensi antara StKon
dan StFun untuk contoh kalimat (44) dapat dilihat sebagai berikut.
IP 1
DP 2
I 5
NP 3
DP6
I 19
N 4
NP 7
VP 20
IP 8
Shin wa
DP 9
I 12
I 16
N 11 NP 14
VP 17
N 15 tsukutta
()
DEF
fuku wo
NP 10 DP 13
Yuu no/ga
N 18
V 21
mitsumete ita
115
SUBJ
5
19
20
21
TENSE
PRED
6
7
8
12
16
17
18
PRED Shin
NUM SG
PAST
mitsumete ita <SUBJ, OBJ>
9 DEF
SUBJ 10 PRED
11 NUM
TENSE
PRED
OBJ
13
OBJ
14
15
DEF
PRED
NUM
+
Yuu
SG
PAST
tsukutta
DEF
PRED
NUM
<SUBJ, OBJ>
----
+
fuku
SG
=+
(4 PRED) = Shin
(4 NUM) = SG
1= 5
5 = 6
6 = 7
7 = 8
116
(8 SUBJ) = 9
9 = 10
10 = 11
(11 DEF) = +
(11 PRED) = Yuu
(11 NUM) = SG
(12 OBJ) = 13
13 = 14
14 = 15
(15 DEF) = -(15 PRED) = -(15 NUM) = -16 = 17
(17 PRED ) = tsukutta <( 17 SUBJ), (17 OBJ)>
(17 TENSE) = PAST
(6 OBJ) = 18
(18 DEF) = +
(18 PRED) = fuku
(18 NUM ) = SG
5 = 19
19 = 20
20 = 21
(21 PRED) = mitsumete ita <( 21SUBJ), (21 OBJ)>
(21 TENSE) = PAST
Untuk memperjelas hubungan tersebut digunakan metavariabel. Hal tersebut
terlihat seperti berikut ini.
IP 1
117
(SUBJ) =
DP 2
I 5
=
NP3
=
N 4
(OBJ) =
DP6
I 19
NP 7
VP 20
IP 8
N 18
V 21
=
Shin wa
(DEF) = +
=
DP 9
= fuku wo
I 12
mitsumete ita
( PRED) = fuku wo
(NUM) = SG
memandangi
NP 10
DP 13
N 11
NP 14
VP 17
Yuu no/ga
N 15
tsukutta
(NUM) = SG
(DEF) = +
(PRED ) = Yuu nama
(NUM) = SG
(TENSE) = PAST
I 16
()
(TENSE) = PAST
118
Mapping Theory (LMT) yang merupakan representasi argumen sintaktik dari sebuah
predikat. StArg adalah tempat pemetaan antara peran tematik dan fungsi gramatikal
(Falk, 2001: 100). Berbeda dengan pemetaan antara StKon dan StFun, dengan LMT
pemetaan yang terjadi adalah pemetaan dari representasi semantik atau konseptual
sebuah peran tematik (struktur ) ke representasi fungsi gramatikal.
119
kadang-kadang dimulai oleh sebuah elemen yang dikenal dengan instigator. Berikut
adalah StArg dari sebuah verba, yaitu roll dalam kalimat Sisco rolled the ball from
his office.
Roll : [Actor /Instigator]..[Patient/Theme]..[Path]
Dalam struktur klausa relatif, termasuk KRBJ ada dua buah verba yang
merupakan predikat klausa utama dan klausa relatif. Kedua verba tersebut
digambarkan secara terpisah. Berikut adalah struktur dari verba mita (bentuk
lampau dari miru) melihat dan verba mukatta (bentuk lampau dari mukau) menuju
dalam kalimat berikut ini.
(40) [messeeji wo mi-ta]
Shin wa
sugusama byouin ni
muka-tta
pesan-AK lihat-KLam Nama-TOP segera
rumah sakit-DAT tuju-KLam
Shin (yang) melihat pesan langsung menuju rumah sakit
(Shinka, 2006 : 58)
Nomina inti, yaitu Shin nama orang menduduki dua fungsi yang sama di
kedua klausa, yaitu fungsi subjek. Dengan menggunakan strategi gap terlihat bahwa
dalam klausa relatif ada fungsi yang kosong, yaitu subjek dan nomina inti dapat
mengisi fungsi kosong tersebut. Berikut argumen yang diperlukan untuk masingmasing verba dalam klausa relatif dan klausa utama dalam contoh (40).
a. Verba klausa relatif : mita melihat [Actor/Agent], [patient]
b. Verba klausa utama : mukatta menuju [Actor/Theme], [Location]
Berikut adalah pemetaan antara struktur , StFun, dan StArg untuk contoh
(40) di atas.
120
Struktur :
[Actor/Agent][Patient]
[Actor/Theme]..[Location]
Struktur A :
<x, y>
<x,
Struktur F :
SUBJ
TENSE
PRED
SUBJ
OBJ
---------------------PAST
mita <SUBJ, OBJ>
----------------------
TENSE
---------------------PAST
PRED
OBLLok
-----------
---------
y>
121
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1. Simpulan
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan ada beberapa hal yang dapat
disimpulkan. Simpulan ini meliputi tipe klausa relatif beserta posisi nomina inti,
strategi perelatifan beserta relasi gramatikal yang diperoleh nomina inti dan struktur
konstituen, struktur fungsional dan struktur argumen. Hal-hal tersebut dijelaskan
sebagai berikut.
Pertama, berkaitan dengan peranan nomina inti dapat disimpulkan bahwa
sebuah nomina inti dapat mengisi posisi yang sama di kedua klausa, tetapi bisa juga
mengisi posisi yang berbeda di tiap-tiap klausa. Jika sebuah nomina menduduki dua
fungsi yang berbeda di tiap-tiap klausa, maka diikuti pula dengan perubahan
pemarkah. Pemarkah tersebut disesuaikan dengan fungsi yang diduduki sebuah
nomina dalam kalimat bahasa Jepang. Sementara itu, berkaitan dengan posisi nomina
inti KRBJ termasuk tipe prenominal, yaitu klausa relatif muncul sebelum nomina inti.
Hal ini berkaitan dengan struktur frasa nominal bahasa Jepang yang menempatkan
nomina sesudah kategori lainnya. Keduanya dihubungkan karena nomina yang
dimodifikasi oleh klausa relatif juga membentuk sebuah frasa nominal. Secara umum
semua unsur dalam kalimat bahasa Jepang yang dapat direlatifkan menerapkan
strategi gap. Namun, dalam beberapa kasus ditemukan perelatifan tanpa strategi gap.
Selain pendapat Tsujimura yang menyatakan bahwa hubungan semantik dan
122
122
123
peran tematiknya. Kelompok argumen yang pertama merupakan argumen dari verba
klausa relatif dan kelompok argumen kedua merupakan argumen dari verba klausa
utama.
7.2 Saran
Klausa relatif sering sekali muncul, baik dalam bahasa lisan maupun tulisan.
KRBJ yang tidak memiliki pemarkah ataupun pronominal relatif sering menimbulkan
kesulitan bagi pembelajar bahasa Jepang. Mereka khususnya pembelajar yang bahasa
ibunya mengenal adanya pemarkah atau pronomina relatif.
Dalam penelitian ini telah dibahas mengenai strategi gap yang dapat
diterapkan untuk semua unsur yang dapat direlatifkan dalam bahasa Jepang. Strategi
ini nantinya bisa dijadikan acuan untuk lebih mudah dalam memahami KRBJ. Selain
strategi gap penelitian ini menunjukkan ada strategi lain yang dapat digunakan.
Namun, dari data yang terkumpul, hanya sedikit kasus yang tidak menerapkan
strategi gap dalam perelatifan. Oleh karena itu, penelitian mengenai bahasa Jepang,
khususnya KRBJ berikutnya agar menemukan kasus-kasus lain yang tidak
menerapkan strategi gap. Selain itu, karena penelitian ini hanya fokus pada bahasa
Jepang, penelitian mengenai KRBJ berikutnya bisa dilakukan dengan melakukan
perbandingan terhadap bahasa lain. Klausa relatif hanya salah satu dari banyak aspek
dalam bahasa Jepang yang masih bisa dikaji lebih dalam. Semoga penelitian ini
bermanfaat dan dapat memunculkan ide-ide baru berkaitan dengan penelitian bahasa
Jepang selanjutnya.
124
DAFTAR PUSTAKA
Dalrymple, Mary. 2001. Lexical Functional Grammar. Xerox Palo Alto Research
Center: Academic Press.
Dixon, R.M.W. 2010. Basic Linguistic Theory. New York: Oxford University Press.
125
Miyagawa, Shigeru. 1989. Syntax and Sematics: Structure and Case Marking in
Japanese. California: Academic Press.
Moleong, Lexy J. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Nitta, Y. 1997. Nihongo Bunpou Kenkyuu Jousetsu: Nihongo no Kijutsu Bunpou wo
Mezashite. Tokyo: Kuroshio Shuppan.
Noda, Hikishi. 2002. Bunpou Serufu Masutaa Shiriizu1 : Wa to ga. Tokyo: Kuroshio
Shuppan.
126
Partami, Ni Luh. 2001. Relasi Gramatikal dan Perelatifan Bahasa Buna (Tesis).
Denpasar: Program Pascasarjana Universitas Udayana.
Partami, Ni Luh. 2006. Konstruksi Frasa dengan Kata Ane dalam Bahasa Bali.
Jakarta: Pusat Bahasa.
Purnawati, Widya. 2009. Topik dan Fokus dalam Bahasa Jepang (Tesis). Denpasar:
Program Pascasarjana Universitas Udayana.
Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta
Wacana University Press.
127
128
LAMPIRAN I
DATA
[Shin no
bando no menbaa to
na-ru]
5 nin ga
hajimete
Nama-GEN band-GEN anggota dengan jadi-KKin 5 orang-NOM pertama kali
shuuketsu-shita
kumpul-KLam
Lima orang yang akan menjadi anggota band Shin pertama kali berkumpul
(Shinka: 40)
(2)
Kaijou wo
deru to,
[ouen ni kite kure-ta]
minna
tempat pertandingan-AK keluar ketika, dukungan-DAT datang-KLam semua
ga
ma-tte ita
-NOM tunggu-KKinLam
129
(6)
[Hito ni
yaku ni tate-ru] shigoto wa
daisuki
Orang-DAT berguna-KKin pekerjaan-TOP paling suka
(Saya) paling suka dengan pekerjaan yang berguna bagi orang lain
(Hoshino: 52)
(7)
(8)
[Chairoi futto ni
tsusuma-reta]
hon wa,
watashi no mae de
Coklat amplop-DAT bungkus-PAS-KLam buku-TOP, saya-GEN depan-LOK
akera-reru
koto wa naku, watashi wa kou chan no
ie wo
buka-PAS-KKin-Nom-TOP bukan, saya-TOP Nama-GEN rumah-AK
ato ni
shita
130
[Mada ki-tta]
kizu ga
noko-tte ita
Masih potong-KLam luka-NOM tersisa-KKinLam
Tersisa luka yang masih terpotong
(Hoshino: 11)
[Yuu ga
to-tta]
chiketto wa, mae kara ni banme no seki da-tta
Nama-NOM ambil-KLam tiket-TOP, depan dari no.2-GEN kursi KO-KLam
Tiket yang diambil Yuu berada di tempat duduk nomer 2 dari depan
(Shinka: 34)
(2)
Shin ni totte,
[Yuu to sugoshi-ta]
natsu wa
tanoshii
Nama-DAT bagi, Nama dengan lewat-Klam musim panas-TOP menyenangkan
omoide bakari de aru
kenangan hanya KOP-KKin
Bagi Shin, musim panas yang dilewati bersama Yuu semuanya kenangan
menyenangkan
(Shinka: 135)
(3)
(2)
[Shorui ga
tsuma-reta] tsukue ga takusan nara-nde ita
Dokumen-NOM isi-PAS-KLam meja-NOM banyak jejer-KKinLam
131
(2)
[Hajimete mora-tta]
kyuuryou wo nigiri shime-te na-ita
Pertama kali terima-KLam gaji-AK
pegang-BSmb tangis-KLam
Menangis sambil memegang gaji yang diterima pertama kali
(Hoshino: 67)
(2)
(3)
132
kotae-ta
jawab- KLam
Yuu menjawab dengan wajah tersenyum sambil menghusap matanya yang
dibasahi air mata
(Shinka: 123)
muka-tta
tuju-KLam
(3) Futari wa
[disuniirando e muka-u] shihatsu ressha ni nori ko-nda
Dua orang-TOP Disneyland
ke tuju-KKin kereta-DAT
naik-KLam
Keduanya menaiki kereta yang menuju disneyland
(Shinka: 55)
(4) Byoushitsu ni
hairi,
[beddo ni
suwa-tte iru] hitori no
Ruang rawat-DAT masuk-BSmb, tempat tidur-DAT duduk-KKin seorang-GEN
kanja san ni koe o kaketa
pasien-DAT sapa-KLam
Ketika masuk ruang rawat menyapa kepada seorang pasien yang duduk di
tempat tidur (Hoshino: 145)
1.7 Nomina Inti : OBL klausa utama + OBL klausa relatif
(1) Shin wa,
[itsumo tabako wo ka-u]
jidouki ni
muka-tta
Nama-TOP, selalu rokok-AK beli-KKin mesin otomatis-DAT tuju-KLam
Shin menuju mesin penjual otomatis di mana dia biasa membeli rokok
(Shinka: 8)
133
(1)
[Kyoushitsu ni hai-tte ki-ta] Shige san wa, Shin tachi no hou wo mite
Kelas-DAT masuk-KLam Nama-TOP, Nama-dkk-GEN arah-AK lihat-BSmb
nikkori to shita
tersenyum-KLam
Shige yang masuk ke kelas melihat ke arah Shin dan teman-temannya lalu
tersenyum
(Shinka: 24)
(2)
(3)
134
Shin yang baru saja menjadi siswa sekolah menengah ingin uang jajan seperti
biasa
(Shinka: 71)
(4)
Sonna
Shin wo, [istumo chikaku ni iru] Yuu wa
shinpai sou ni
Seperti itu Nama-AK, selalu dekat-DAT ada Nama-TOP khawatir-kelihatan
mi-te ita
lihat-KKinLam
Yuu yang selalu ada di dekatnya terlihat khawatir melihat Shin seperti itu
(Shinka: 74)
(5)
(6)
(7)
(8)
Denwa no
saki ni wa,
[furueru koe de
hana-su]
Telepon-GEN tadi-DAT-TOP, gemetar suara dengan bicara-KKin
Yuu no okaasan ga ita
Nama-GEN ibu-NOM ada-KLam
Di telepon ada ibu Yuu yang berbicara dengan suara gemetar
(Shinka: 137)
(9)
135
136
[Kate ni jiko
manzoku-shite ita] jibun wo, Shin wa
Seenaknya diri sendiri puaskan-KKinLam REF-AK, Nama-TOP
fukaku hansei-shita
dalam-BSmb sesal-KLam
Shin sangat menyesali dirinya yang memuaskan diri seenaknya
(Shinka: 53)
(2)
137
nandaka
shiawase na kibun ni
na-tta
entah kenapa bahagia
perasaan-DAT jadi-KLam
Meskipun begitu, ketika melihat Yuu yang terlihat senang di samping (saya),
entah kenapa (saya) jadi bahagia
(Shinka: 55)
(3)
(4)
(2) [Ima
made benkyou wo shina-katta]
watashi ni wa
Sekarang sampai pelajaran-AK melakukan-KLamNEG saya-DAT-TOP
totemo kitsu-katta
sangat berat-KLam
Sangat berat bagi saya yang tidak belajar sampai sekarang
(Hoshino: 16)
(3) [Kanjou ga korokoro kawa-ru]
jibun ni, okori to kanashimi wo kanjita
Emosi-NOM sering berubah-KKin REF-DAT, marah dan kesedihan-AK rasaKLam
Merasakan kesedihan dan kemarahan pada diri sendiri yang sering berubah
emosi
138
(Hoshino: 83)
LAMPIRAN II
SUMBER DATA
1. Novel
Judul
: Mata Aitakute
Pengarang
: Shinka
Tahun
: 2006
139
2. Novel
Judul
: Purezento
Pengarang
: Hoshino Natsu
Tahun
: 2008
LAMPIRAN III
BIODSATA VERIFIKATOR
Nama
: Yoshino Kawaguchi
Jenis Kelamin
: Perempuan
140
Alamat
Telp
Profesi
Pendidikan
Maret 1979
SD Kainohana
Maret 1982
SMP Shin-Matsudo-Minami
Maret 1985
SMA Ichikawa-Higashi
Maret 1989