Professional Documents
Culture Documents
com
MORFOLOGI
Dosen Pembina:
Dr. Nani Sunarni, M. A.
Tugas UAS
Disusun oleh:
Teguh Santoso
180120140008
Universitas Padjajaran
Program Pasca Sarjana
Fakultas Ilmu Budaya
Konsentrasi Bidang Ilmu Linguistik Jepang
2014
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
dari bahasa asing (selain bahasa Cina). Jumlah huruf Hiragana dan Katakana masing-masing
46 huruf dan dikembangkan dengan menambahkan tanda tertentu sehingga dapat membentuk
bunyi lainnya yang jumlahnya masing-masing menjadi 56 bunyi. Huruf-huruf tersebut
berbentuk suku kata, sehingga bunyi total bahasa Jepang kurang lebih hanya 102 suku kata.
Huruf Kanji berasal dari Cina, yang jumlahnya cukup banyak. Huruf Kanji yaitu huruf yang
merupakan lambang, ada yang berdiri sendiri,ada juga yang digabung dengan huruf Kanji
lainnya atau diikuti dengan huruf Hiragana. Huruf Kanji dalam bahasa Jepang ada dua
macam cara membacanya, yaitu: (1) ala Jepang (kun-yomi) dan (2) ala Cina (on-yomi).
Sedangkan huruf terakhir adalah Romaji atau huruf Alfabet (latin). (Sutedi, 2003 : 7-9).
1.3 Morfologi
Morfologi adalah cabang linguistik yang mengidentifikasi satuan-satuan dasar bahasa
sebagai satuan gramatikal. Istilah morfologi dalam bahasa Jepang disebut keitairon.
Morfologi adalah ilmu yang mengkaji tentang kata dan pembentukannya. Koizumi (1993: 89)
mengatakan: Ketairon wa gokei no bunseki ga chusin
to naru. Morfologi adalah suatu bidang ilmu yang meneliti pembentukan kata.
Morfologi mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta pengaruh perubahan-perubahan
bentuk kata terhadap golongan dan arti kata. Atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa
morfologi mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta fungsi perubahan-perubahan bentuk kata
itu, baik fungsi gramatik maupun fungsi semantik. (http://id.wikipedia.org/wiki/linguistik).
Kata Morfologi berasal dari kata morphologie. Kata morphologie berasal dari bahasa
Yunani morphe yang digabungkan dengan logos. Morphe berarti bentuk dan dan logos berarti
ilmu. Bunyi [o] yang terdapat diantara morphed an logos ialah bunyi yang biasa muncul
diantara dua kata yang digabungkan. Jadi, berdasarkan makna unsur-unsur pembentukannya
itu, kata morfologi berarti ilmu tentang bentuk.
Dalam kaitannya dengan kebahasaan, yang dipelajari dalam morfologi ialah bentuk kata.
Selain itu, perubahan bentuk kata dan makna (arti) yang muncul serta perubahan kelas kata
yang disebabkan perubahan bentuk kata itu, juga menjadi objek pembicaraan dalam morfologi.
Dengan kata lain, secara struktural objek pembicaraan dalam morfologi adalah morfem pada
tingkat terendah dan kata pada tingkat tertinggi.
Itulah sebabnya, dikatakan bahwa morfologi adalah ilmu yang mempelajari seluk beluk
kata (struktur kata) serta pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap makna (arti)
dan kelas kata.
1.3.1 Morfem
Morfem adalah unsur-unsur terkecil yang memiliki makna dalam tutur suatu bahasa
(Hookett dalam Sutawijaya, dkk.). Kalau dihubungkan dengan konsep satuan gramatik, maka
unsur yang dimaksud oleh Hockett itu, tergolong ke dalam satuan gramatik yang paling kecil.
Morfem, dapat juga dikatakan unsur terkecil dari pembentukan kata dan disesuaikan dengan
aturan suatu bahasa. Pada bahasa Indonesia morfem dapat berbentuk imbuhan. Misalnya kata
praduga memiliki dua morfem yaitu /pra/ dan /duga/. Kata duga merupakan kata dasar
penambahan
morfem
/pra/
menyebabkan
perubahan
arti
pada
kata
duga.
(http://id.wikipedia.org/wiki/linguistik).
Berdasarkan konsep-konsep di atas di atas dapat dikatakan bahwa morfem adalah satuan
gramatik yang terkecil yang mempunyai makna, baik makna leksikal maupun makna
gramatikal. Kata memperbesar misalnya, dapat kita potong sebagai berikut:
mem-perbesar
per-besar
Jika besar dipotong lagi, maka be- dan sar masing-masing tidak mempunyai makna.
Bentuk seperti mem-, per-, dan besar disebut morfem. Morfem yang dapat berdiri sendiri,
seperti besar, dinamakan morfem bebas, sedangkan yang melekat pada bentuk lain, seperti
mem- dan per-, dinamakan morfem terikat. Contoh memperbesar di atas adalah satu kata yang
terdiri atas tiga morfem, yakni dua morfem terikat mem- dan per- serta satu morfem bebas,
besar.
bapak//wartawan
ibu//guru
Morfem yang tak bermakna leksikal dapat berupa morfem imbuhan, seperti {ber-}, {ter-},
dan {se-}. morfem-morfem tersebut baru bermakna jika berada dalam pemakaian. Contoh:
{bersepatu} berarti memakai sepatu.
5. Morfem Utuh dan Morfem Terbelah
Morfem utuh merupakan morfem-morfem yang unsur-unsurnya bersambungan secara
langsung. Contoh: {makan}, {tidur}, dan {pergi}.
Morfem terbelah morfem-morfem yang tidak tergantung menjadi satu keutuhan. morfemmorfem itu terbelah oleh morfem yang lain. Contoh: {kehabisan} dan {berlarian} terdapat
imbuhan ke-an atau {ke.an} dan imbuhan ber-an atau {ber.an}. contoh lain adalah
morfem{gerigi} dan {gemetar}. Masing-masing morfem memilki morf /g..igi/ dan /g..etar/.
Jadi, ciri terbelahnya terletak pada morfnya, tidak terletak pada morfemnya itu sendiri.
morfem itu direalisasikan menjadi morf terbelah jika mendapatkan sisipan, yakni morfem
sisipan {-er-} pada morfem {gigi} dan sisipan {-em-} pada morfem {getar}.
6. Morfem Monofonemis dan Morfem Polifonemis
Morfem monofonemis merupakan morfem yang terdiri dari satu fonem. Dalam bahasa
Indonesia pada dapat dilihat pada morfem {-i} kata datangi atau morfem{a} dalam bahasa
Inggris pada seperti pada kata asystematic.
Morfem polifonemis merupakan morfem yang terdiri dari dua, tiga, dan empat fonem.
Contoh, dalam bahasa Inggris morfem {un-} berarti tidak dan dalam bahasa Indonesia
morfem {se-} berarti satu, sama.
7. Morfem Aditif, Morfem Replasif, dan Morfem Substraktif
Morfem aditif adalah morfem yang ditambah atau ditambahkan. kata-kata yang mengalami
afiksasi, seperti yang terdapat pada contoh-contoh berikut merupakan kata-kata yang
terbentuk dari morfem aditif itu.
mengaji
2. childhood
berbaju
houses
Morfem replasif merupakan morfem yang bersifat penggantian. dalam bahasa Inggris,
misalnya, terdapat morfem penggantian yang menandai jamak. Contoh: {fut} {fi:t}.
Morfem substraktif adalah morfem yang alomorfnya terbentuk dari hasil pengurangan
terhadap unsur (fonem) yang terdapat morf yang lain. Biasanya terdapat dalam bahasa
Perancis.
Proses morfologis bahasa Jepang adalah apabila dua buah morfem disatukan,
mengakibatkan terjadinya penyesuaian diantara kedua morfem tersebut. Proses tersebut
terjadi dengan cara fukaatau penambahan, kejoatau penghapusan,
jufukuatau penambahan dan zero setsujiatau imbuhan kosong.
Sedangkan morfem adalah potongan terkecil dari kata yang memiliki arti. Potongan kata atau
morfem tersebut ada yang dapat berdiri sendiri dan ada yang tidak atau berbentuk terikat pada
morfem lain.
Koizumi membagi morfem menjadi empat macam, yaitu
a. Morfem Dasar ()
Morfem dasar adalah bagian kata yang menjadi kata dasar dari perpaduan dua buah
morfem atau lebih dalam proses morfologis.
b. Morfem Terikat ()
Morfem terikat adalah morfem yang ditambah untuk merubah arti atau makna kata dasar.
Morfem ini tidak memiliki arti apabila berdiri sendiri
c. Morfem Berubah ()
Morfem berubah adalah morfem yang bunyinya berubah apabila digabungkan dengan
morfem lain dalam pembentukan kata, baik morfem dasar maupun morfem terikat
berubah bunyinya apabila diikatkan satu sama lain.
d. Morfem Bebas ()
Morfem bebas adalah morfem yang tidak berubah bunyi walaupun ada proses
morfologis.
Proses morfologis verba bahasa Jepang terdapat rumusan sebagai berikut:
10
I.
Keduanya morfem bebas, yaitu baik morfem dasarnya maupun morfem terikatnya
adalah bebas.
Contoh
+ /tabe-/ + /-nai/
II.
III.
Dalam morfologi verba bahasa Jepang, terdapat gokan dan gobi. Koizumi (1993: 95)
mengatakan gokan adalah morfem yang maknanya terpisah dengan jelas. Sutedi (2003:43)
menambahkan bahwa gokan adalah morfem yang menunjukan makna aslinya.
Sedangkan gobi menurut Sutedi (2003 :43) adalah morfem yang menunjukan makna
gramatikalnya. Morfem terikat dalam bahasa Jepang disebut dengan jodoshiarti
kanjinya dalam bahasa Indonesia adalah kata Bantu verba. Karena tidak memenuhi ciri
sebuah kata yaitu berdiri sendiri dan mempunyai arti sendiri, maka lebih cocok disebut
dengan morfem pembentuk verba. Morfem ini berfungsi untuk memberi makna atau arti pada
dasar verba. Sutedi (2003: 42) mencontohkan verba /kaku/ terdiri dari dua bagian, yaitu /kak/ yang tidak mengalami perubahan disebut dengan gokan atau akar kata, dan bagian belakang
/-u/ yang mengalami perubahan disebut dengan goki
Para linguis yang sehari-hari bergelut dengan kata ini, hingga dewasa ini, kiranya tidak
pernah mempunyai kesamaan pendapat mengenai konsep apa yang di sebut dengan kata itu.
11
Satu masalah lagi mengenai kata ini adalah mengenai kata sebagai satuan gramatikal.
Menurut verhaar (1978) bentuk-bentuk kata bahasa Indonesia, misalnya: mengajar, di ajar,
kauajar, terjar, dan ajarlah bukanlah lima buah kata yang berbeda, melainkan varian dari
sebuah kata yang sama. Tetapi bentuk-bentuk, mengajar, pengajar, pengajaran, dan ajarlah
adalah lima kata yang berlainan.
Kata adalah satuan terkecil dari kalimat yang dapat berdiri sendiri dan mempunyai makna.
Kata-kata yang terbentuk dari gabungan huruf atau morfem baru kita akui sebagai kata bila
bentuk itu sudah mempunyai makna.
Kata ialah morfem atau kombinasi morfem yang oleh bahasawan dianggap sebagai satuan
terkecil yang dapat diujarkan sebagai bentuk yang bebas. (Kridalaksana). Perhatikan kata-kata
di bawah ini.
1. Mobil
2. Rumah
3. Sepeda
Ketiga kata yang kita ambil secara acak itu kita akui sebagai kata karena setiap kata
mempunyai makna. Kita pasti akan meragukan, bahkan memastikan bahwa adepes, libma,
ninggib, haklab bukan kata dari bahasa Indonesia karena tidak mempunyai makna.
Dari segi bentuknya kata dapat dibedakan atas dua macam, yaitu (1) kata yang bermofem
tunggal, dan (2) kata yang bermorfem banyak. Kata yang bermorfem tunggal disebut juga
kata dasar atau kata yang tidak berimbuhan. Kata dasar pada umumnya berpotensi untuk
dikembangkan menjadi kata turunan atau kata berimbuhan. Perhatikan perubahan kata dasar
menjadi kata turunan dalam tabel di bawah ini.
12
Kata terbentuk dari morfem atau morfem-morfem. Terbentuknya kata dari morfemmorfem itu melalui suatu proses yang disebut proses morfologik atau morfemik. Jadi, proses
morfologi adalah proses terbentuknya kata dari morfem-morfem. Pada umumnya dikenal
delapan proses morfologik, yaitu:
1. Derivasi
Derivasi adalah proses morfologis yang menghasilkan kata-kata yang makna
leksikalnya berbeda dari kata pangkal pembentuknya. Yaitu afiksasi yang
menurunkan kata atau unsur leksikal yang lain dari kata atau unsur leksikal tertentu.
Derivasi menghasilkan kata baru dari suatu kata dasar, yang kadang-kadang
mengubah kelas kata seperti perubahan noun menjadi verb
2. Afiksasi
Dalam proses ini leksem berubah menjadi kata kompleks. Dengan kata lain, afiksasi
adalah proses pembubuhan afiks pada sebuah dasar atau bentuk dasar. Proses ini
dapat bersifat inflektif dan dapat pula derivatif. Dilihat pada posisi melekatnya pada
bentuk dasar biasanya dibedakan adanya prefiks, infiks, sufiks, konfiks, interfiks, dan
transfiks. Di samping itu masih ada istilah ambifiks dan sirkumfiks.
Proses afiksasi dapat dibagi menjadi lima, yaitu
a. Prefiks
Prefiks dalam bahasa jepang disebut dengan settouji. Koizumi (1993 : 95)
mengatakan settouji atau prefiks yaitu imbuhan yang ditambahkan di depan
kata dasar atau gokan. Bahasa Jepang memiliki ragam hormat yang disebut
dengan keigo. Keigo adalah kata-kata yang sesuai digunakan pada suatu
pembicaraan untuk menunjukan rasa hormat kepada lawan bicara pernyataan
bentuk hormat ditentukan oleh pilihan kosa kata dan sangat terbatas oleh
pembentukan kata dngan proses prefiksasi, seperti prefiks /o-/ dan /go-/
13
b. Sufiks
Sufiks dalambahasa Jepang disebut dengan setsubiji. Koizumi (1993:95)
mengatakan setsubiji atau akhiran yaitu imbuhan yang ditambahkan
dibelakang kata dasar. Sebagian imbuhan dalam bahasa Jepang adalah
berbentuk sufiks.
c. Infiks
Dalam bahasa Jepang infiks disebut dengan setsuchuji. Koizumi (1993 : 95)
mengatakan setsuchuji adalah imbuhan yang disisipkan ke dalam atau ke
tengah akar kata atau gokan.
d. Kombinasi Afik
Kombinasi afiks adalah kombinasi dari dua afiks atau lebih yang dilekatkan
pada dasar kata, oleh karena verba bahasa Jepang adalah polimorfemik, maka
proses afiksasi dengan kombinasi afiks pada proses kedua akan melekat pada
morfem jadian.
e. Partikel Afiks
Partikel afiks ialah satuan terkecil yang diletakan pada penanda akhir dan
dasar kata. Partikel berfungsi menegaskan kata yang ada di depannya.
3. Reduplikasi
Dalam proses ini leksem berubah menjadi kata kompleks dengan beberapa macam
proses pengulangan terhadap bentuk dasar , baik secara keseluruhan, sebagian
(parsial), maupun dengan perubahan buyi. Oleh karena itu, lazim dibedakan adanya
reduplikasi penuh, seperti meja-meja (dari dasar meja), reduplikasi sebagian, seperti
lelaki (dari dasar laki), dan reduplikasi dengan perubahan bunyi, seperti bolak-balik
(dari dasar balik). Selain itu, ada juga yang dinamakan dengan reduplikasi semu,
14
seperti mondar-mandir, yaitu sejenis bentuk kata yang tampaknya sebagai hasil
reduplikasi, tetapi tidak jelas bentuk dasarnya yang diulang.
4. Komposisi
Dalam proses ini dua leksem atau lebih berpadu dan outputnya adalah paduan leksem
atau kompositum dalam tingkat morfologi atau kata majemuk dalam tingkat sintaksis.
Komposisi terdapat dalam banyak bahasa. Dalam bahasa Indonesia, misalnya lalu
lintas, daya juang, dan rumah sakit.
Menurut Koizumi (1993:109) komposisi adalah merupakan penggabungan beberapa
morfem yang terbagi atas berbagai variasi.
5. Perubahan vokal
Dalam proses ini terjadi perubahan vokal-vokal pada kata, seperti kata dalam bahasa
Inggris foot---feet dan mouse---mice.
Makro Linguistik
Tougoron (Sintaksis)
Imiron (Makna)
Keitairon (Morfologi )
Onseigaku
(Fonetik-Fonologi)
morfologi
On-inron
(Semantik)
Goyouron
(Pragmatik )
15
Tipologi morfologis yang menghasilkan tiga tipe bahasa, yaitu bahasa isolatif, bahasa
aglutinatif, dan bahasa fleksi.
2. Bahasa isolatif, yaitu bahasa yang dalam menyatakan hubungan gramatikalnya
dinyatakan dan bergantung pada urutan kata, sedangkan bentuk katanya tidak
mengalami perubahan bentuk kata secara morfologis melainkan perubahan yang ada
hanya karena perbedaan nada. Dan kata-katanya sering terdiri dari satu morfem
3. Bahasa aglutinatif, yaitu bahasa yang kata-katanya dapat dibagi dalam morfemmorfem tanpa kesulitan. Juga hubungan gramatikalnya dah struktur katanya
dinyatakan dengan kombinasi unsur-unsur bahasa secara bebas. Dalam tipe ini,
pembentukan kata dapat dilakukan dengan afiksasi (pembentukan kata melalui
pengimbuhan), komposisi (pembentukan kata melalui pemajemukan), dan reduplikasi
(pembentukan kata melalui pengulangan).
4. Bahasa fleksi, yaitu bahasa yang hubungan gramatikalnya tidak dinyatakan dengan
urutan kata, tetapi dinyatakan dengan infleksi. Bahasa yang bertipe fleksi struktur
katanya terbentuk oleh perubahan bentuk kata. Ada dua macam perubahan bentuk
kata dalam bahasa tipe ini, yaitu dengan deklinasi dan konjugasi. Deklinasi adalah
perubahan bentuk kata yang disebabkan oleh jenis, jumlah, dan kasus. Konjugasi
adalah perubahan bentuk kata yang disebabkan oleh perubahan persona, jumlah, dan
kala.
b) Renyoukei
(bentuk MASU), bentuk sambung (bentuk TE) dan bentuk lampau (bentuk TA).
c) Shuushikei () yaitu vera bentuk kamus atau yang digunakan di akhir kalimat.
d) Rentaikei () yaitu verba (bentuk kamus) yanf digunakan sebagai modifikator.
e) Kateikei () yaitu perubahan verba ke dalam bentuk pengandaian (bentuk BA).
f) Meireikei () yaitu perubahan verba ke dalam bentuk perintah.
Berikut ini adalah tabel perubahan verba dalam penggunaan berbagai konjugasi :
Verba
Arti
Mizenkei
Kateikei
Meireikei
Menulis
Ka-kanai
Ka-kimasu
Ka-ku
Ka-ku
Ka-keba
Ka-ke
Ka-kou
Ka-ite
Ka-kereru
Ka-ita
Ka-ku
Ka-seru
II
Taberu
Makan
Ta-benai
Ta-bemasu
Ta-beru
Ta-beru
Ta-bereba
Ta-be
Ta-beyou
Ta-bete
Ta-
Ta-beta
berareru
Ta-besaseru
17
III
Ku-ru
Datang
Ko-nai
Ki-masu
Ku-ru
Ku-ru
Ko-reba
Ko-i
Ko-you
Ki-te
Ko-reru
Ki-ta
Ko-saseru
Dari tabel di atas, bisa diketahui bahwa adanya perbedaan pembatas morfem dalam
setiap bentuknya karena menggunakan dua jenis huruf yang berbeda (kanji dan hiragana).
Jika analisis morfemnya mengacu pada penggunaan huruf Jepang merupakan suatu silabis
atau suku kata, lain halnya dengan mengacu pada huruf Alfabet.
Machida dan Momiyama dalam Sutedi (2003: 50) berpendapat bahwa analisis
morfem jika mengacu pada huruf alphabet akan semakin jelas. Huruf alphabet yang
dimaksud yaitu menggunakan system Jepang (nihon-shiki) atau system kunrei, bukan
mengacu kepada system Hepburn.
Dari jenis-jenis perubahan di atas , shuushikei dan rentaikei kedua-duanya merupakan
verba bentuk kamus, yaitu bentuk yang tercantum dalam kamus. Perbedaannya shuushikei
digunakan diakhir kalimat atau sebagai predikat, sedangkan rentaikei berfungsi untuk
menerangkan nomina yang mengikutinya (sutedi 2003: 48- 49). Perubahan verba ke dalam
bentuk TE dan TA yang mengalami proses `onbin' <euphony>, onbin adalah perubahan
fonem atau bunyi karena pengaruh bunyi yang mengapitnya. Untuk verba kelompok I bisa
diklasifikasikan seperti berikut.(Sutedi 2003:53-54)
a.
Sokuonbin () yaku terjadi pada ren-youkei (bentuk MASU) dari verba yang
morfem keduanya berupa suku kata {i, ri, ti} serta {ki}. Atau jika bermula dari
18
I-onbin() yajtu terjadi pada ren-youkei (bentuk MASU) dari verba yang
morfem ke duanya berupa suku kata {ki, gi} menjadi {ite, ide}. Atau jika bermula
dari verba bentuk kamus, setiap verba yang berakhiran bunyi/huruf KU, GU (,
) berubah menjadi ITE, IDE ().
c.
Hatsuonbin terjadi pada ren-youkei (bentuk MASU) dari verba yang morfem ke
duanya berupa suku kata { mi, ni, bi} menjadi {nde}. Atau jika bermula dari verba
bentuk kamus, setiap verba yang berakhiran bunyi/huruf MU, NU, BU (
) berubah menjadi NDE ().
20
1. Haseigo
Kata yang terbentuk dari penggabungan naiyou-keitaiso dengan setsuji disebut haseigo
kata jadian. Proses pembentukannya bisa dalam bentuk settouji+morfem isi atau morfem
isi+setsubiji. Awalan { o-, go-, su-, ma-, ka-, suQ-} bias digolongkan ke
dalam settouji. Sedangkan akhiran {sa, -mi, -teki, -suru} termasuk ke dalam
setsubiji. Misalnya: o+nomina = o-kuruma: mobil (sopan), go+nomina = go-kazoku:
keluarga (sopan), su+nomina = su-ashi: kaki telanjang, ma+nomina = ma-gokoro: setulus
hati, ka+adjektiva= ka-guroi: hitam pekat. Contoh akhiran termasuk dalam setsubiji, antara
lain: gokan dari adjektiva+sa = samusa : dinginnya, gokan dari adjektiva+mi= amami:
manisnya, nomina verba+suru= benkyou suru : belajar, nomina+teki = keizaiteki: ekonomis.
2. Fukugougo/goseigo
Kata yang terbentuk sebagai hasil penggabungan beberapa morfem isi disebut dengan
fukugougo atau gokeisei kata majemuk. Misalnya:
a. Dua buah morfem isi nomina+nomina ama-gasa : payung hujan, hon-dana rak buku
b. Morfem isi+setsuji: nomina+verba =higaeri pulang hari itu, verba+nomina =
tabemono makanan; verba+verba =verba: toridasu mengambil, verba+verba =
nomina: ikikaeri pulang-pergi
3. Karikomi/shouryaku
Merupakan akronim yang berupa suku kata (silabis) dari kosakata aslinya. Misalnya:
terebishon = terebi : televise
4. Toujigo
21
Merupakan singkatan huruf pertama yang dituangkan dalam huruf Alfabet. Misalnya:
Nippon Housou Kyoukai = NHK : radio TV Jepang.
Kata yang mengalami perubahan bentuk dalam bahasa Jepang disebut yougen, sedangkan
kata yang tidak mengalami perubahan bentuk disebut taigen.
-intonasi
- penempatan atau letak
Perubahan karena intonasi contohnya:
1. Pukul besi artinya pukul yang terbuat dari besi.
2. Pukul besi itu artinya besi itu disuruh pukul.
Perubahan penempatan atau letak contohnya:
1)
2)
c. Kata
Kata adalah satuan bahasa yang memiliki satu pengertian atau, kata adalah deretan
huruf yang diapit oleh dua sepasi dan mempunyai satu arti. Contohnya : spidol, sikat,
penghapus.
Dalam bahasa Jepang, pembentukan kata (word-formation ) meliputi dua kajian, yaitu
1. Gokouzo; yaitu: menganalisis kata secara internal
2. Gokeisei atau zougohou; mengkaji kata secara internal juga secara diakronik sampai
kajian etimologi kata tersebut.
Kata terdiri dari beberapa bagian, yaitu
1. Dasar Kata (Base- Goki)
Dalam bahasa Jepang menurut (Sunarni dan Johana:12-13) dasar kata (goki)
merupakan salah satu unsur pembentuk kata yang menunjukkan bagian yang tersisa
setelah semuanya dipisahkan dari imbuhan. Berikut contoh goki dalam bahasa Jepang:
Dasar Kata (Goki)
Kata Turunan
Asal Kata
hanasa
hanasareru
hanasu
berbicara
Kaka
kakareru
Kaku
23
menulis
Sebagai perbandingan dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris dasar kata merupakan
morfem yang dapat diperluas dengan dibubuhi afiks.
Contoh: juang dalam berjuang (satu dasar), bark dalam disembarkation
2. Akar Kata (Root-Gokon)
Akar kata disebut pula root atau radical. Beberapa linguis ada pula yang menyebut akar
kata ini sama dengan dasar kata (base). Akar kata merupakan unsur yang menjadi dasar
pembentukan kata. Contoh: sawayaka segar, hanayaka meriah/berbunga-bunga
3. Pangkal Kata (Stem-Gokan)
Kridalaksana (1999:153) menyebutkan bahwa pangkal kata dapat berupa morfem yang
bergabung dengan afiks.
Contoh: olah pangkal dari mengolah, tani pangkal dari bertani, unqualifi(y) pangkal dari
unqualified, refreshment pangkal dari refresthments, kak- pangkal dari kaku menulis, tabepangkal dari tabemasu makan
Dalam bahasa Jepang, pangkal kata (gokan) merupakan salah satu unsur pembentuk kata
yang merupakan bagian yang tersisa setelah dipisahkan dari afiks impleksional.
Kata
stem
afiks impleksi
afiks
hanashimasu
hanas-
-i-
masu
tog-
-i-
masu
berbicara
togimasu
Mengasah
Pangkal kata dalam tabel diatas dapat disebut pula kihon gokan (stem dasar). Selain itu,
terdapat pula pangkal kata yang memiliki konjugasi khusus yang disebut dengan onbin gokan
(stem asimilasi). Onbin gokan terdiri dari 3 jenis yaitu;
24
a.
I onbin; adalah perubahan bunyi yang terjadi di akhir atau di tengah suatu kata
berdasarkan kesesuaian nasal yang berdasarkan suatu syarat.
b.
Soku onbin; adalah proses asimilasi bunyi yang disebabkan oleh pertemuan silabel
ru, u menghadapi fonem /t/
c.
Hatsu onbin; adalah proses asimilasi bunyi yang disebabkan oleh pertemuan
silabel nu, menghadapi fonem /d/
Jenis Onbin
Verba Prakategorial
Contoh
i-onbin
Kaku menulis
Kai (-ta)
Soku onbin
Tsukuru membuat
Tsukutta
Nomu minum
noN(-da)
noN(-de)
noN(-dara)
Yobu memanggil
yoN(-da)
yoN(-de)
yoN(-dara)
Shinu mati
shiN(-da)
shiN(-de)
shiN(-dara)
Hatsu onbin
kai(-te)
tsukutte
Gokan+ setsuji
Contoh:
tabe+ masu = tabemasu makan
nomi + masu = nomimasu minum
d.
Frase
25
Frase adalah penggabungan dua buah bentuk atau lebih yang membentuk
kelompok kata dan tidak menimbulkan pengertian baru.
Contohnya : kaki meja
e.
Klausa
Klausa adalah kelompok kata yang hanya mengandung satu predikat
Klausa diklasifikasikan atas:
1. Klausa bebas contohnya Ayah pergi ke kantor.
2. Klausa terikat contohnya ibu memarahi anak itu.
f.
Kalimat
Kalimat adalah satuan bahasa yang secara relatif dapat berdiri sendiri, yang
mempunyai pola intonasi akhir dan yang terdiri dari klausa.
Kalimat dapat dibedakan menjadi tiga yaitu:
1. Kalimat tunggal adalah kalimat yang terdiri dari satu klausa bebas tanpa klausa
terikat.
Contohnya: Saya makan
Dia minum
2. Kalimat bersusun adalah kalimat yang terdiri dari satu klausa bebas dan sekurang
kurangnya satu klausa terikat.
Contohnya: Saya bangun sebelum ayam berkokok.
Dia pergi sebelum kami bangun.
3. Kalimat majemuk adalah kalimat yang terdiri dari beberapa klausa bebas.
Contohnya : Saya mengambil sebuah buku dari lemari, kemudian saya
membacanya sampai tamat.
g.
Wacana
26
Wacana diartikan sebagai organisasi bahasa yang lebih luas dari kalimat atau
klausa dan oleh karna itu dapat juga sebagai satuan linguistik yang lebih besar
misalnya percakapan lisan atau naskah tertulis.
Contonya :
Jalan adalah urat nadi perekonomian, hampir seluruh aktivitas perekonomian
ditentukan oleh keberadaan infrastuktur jalan. Semakin mulus jalan yang
ada, semakin lancar pula jalanya perekonomian.
Contoh:
yama+aruki(u) yamaaruki: jalan-jalan di gunung
Korelasi kedua unsur pembentuk kata majemuk tersebut memiliki hubungan secara
sintaksis, yaitu dengan partikel kasus seperti contoh berikut:
a. Shukaku (nominatif) yang memiliki struktur
N
ga
Vsuru
Contoh:
Higure : matahari terbenam
Hi ga kure(ru)
Matahari terbenam
b. Taikaku (objektif) yang memiliki struktur
N
Vssuru (transitif)
27
Contoh:
Sukimi : melihat bulan
Suki o mi(ru)
bulan melihat
c. Gukaku (instrumental) yang memiliki struktur
de
Vsuru
Contoh:
Pengaki: penulisan dengan pulpen
Pen
de
kaki(u)
Bolpen
dengan
menulis
ni
Vsuru
Contoh:
Satogaeri: pulang kampung
Sato
ni
kaeri(u)
Kampung halaman
ke
pulang
de/ni
Vsuru
28
Contoh:
Toukyousodachi:...yang dibesarkan di Tokyo
Toukyou
ni
sodachi(tsu)
kara
Vsuru
Contoh:
Parigaeri: pulang dari Paris
Pari
kara
kaeri(u)
Paris
dari
pulang
to
Vsuru
Contoh:
Kinjozukiai: bertetangga
Kinjo
to
tsukiai(u)
Tetangga
bergaul
Contoh:
Doroboyobawari: mendapat sebutan pencuri
Dorobo
Pencuri
i.
to
yobawari
disebut
29
yorimo/to kurabete/ni
Vsuru
Contoh:
Otokomasari: perempuan yang tingkah lakunya seperti laki-laki
Otoko
yorimo
masari
Laki-laki
j.
lebih dari
no tame ni/de
Vsuru
Contoh:
Amayadori : berlindung karena hujan
Ame
de
yadori(u)
Hujan
karena
berteduh
Vsuru
Contoh:
Minamimuki: menghadap ke selatan
e
Minami
muki
Selatan
ke arah
menghadap
l.
made
Vsuru
30
Contoh
Sokobie: dingin sampai ke kaki
Soko
made
bie (hieru)
Dasar
terasa dingin
Vsuru
Contoh:
Mamakoatsukai : diperlakukan sebagai anak tiri
mamako
toshite
atsukai
anak tiri
sebagai
perlakuan
31
Dari penggabungan kedua morfem tersebut, fonem /i/ dari kata tsuki berubah
menjadi fonem /u/ sehingga /tsuki/ = /tsuku/. Perubahan fonem vokal /i/ ini
mengalami proses morfofonemik, yaitu fonem /i/ menjadi /u/.
c. Fonem vokal /u/ = /u/
Pada pemajemukan fonem vokal /u/ tidak mengalami perubahan, baik diawal
maupun diakhir kata.
d. Fonem vokal /e/ =/a/
Contoh: /ame/+/kasa/ = amagasa: payung hujan. Kata /ame/ berubah menjadi
fonem /a/, sehingga menjadi /ama/. Perubahan fonem vokal /e/ ini mengalami
proses morfofonemik, yaitu: fonem /e/ menjadi /a/.
e. Fonem vokal /o/ = /a/
Contoh: /shiro + /ito = shiraito: benang putih. Dari penggabungan kedua
morfem tersebut, fonem /o/ dari kata /shiro/ berubah menjadi fonem /a/
sehingga menjadi shira. Perubahan fonem vokal /o/ ini mengalami proses
morfofonemik, yaitu: fonem /o/ menjadi /a/.
Perdebatan para ahli dan peneliti bahasa mengenai penggunaan istilah suku kata
dalam bahasa Jepang terjadi karena adanya dua aliran ilmu bahasa pada bahasa Jepang.
Sebagian besar dari pengguna bahasa Jepang, khususnya masyarakat asli Jepang tidak
begitu mempedulikan pendapat mengenai penggunaan istilah suku kata dalam bahasa
Jepang. Umumnya, istilah tersebut muncul pada pembelajaran mengenai struktur kata di
dalam fonologi bahasa Jepang. Akan tetapi, pembelajaran mengenai istilah ini akan
memperdalam pengetahuan mengenai bahasa Jepang secara detail.
Perbedaan pendapat dari dua aliran ilmu bahasa di Jepang meliputi:
a. Kokugogaku (Ilmu bahasa Jepang Tradisional)
32
b. Gengogaku (Ilmu bahasa Jepang Masa Kini) mengenai istilah untuk satuan ucapan
terkecil, atau yang biasa disebut suku kata, disebabkan adanya konsep yang berlainan
mengenai cara pengucapan sebuah kata dalam bahasa Jepang.
Memiliki tradisi khas Jepang dalam penyusunan kata pada bahasa Jepang yang
terlepas dari ilmu bahasa Barat, termasuk gramatika yang sudah ada sejak zaman Edo.
Sementara, Gengogaku mengadaptasi konsep bahasa dari Barat yang diterapkan pada bahasa
Jepang mulai dari gramatika, fonologi, morfologi, dan sintaksis. Namun, ada sedikit
perbedaan dalam struktur kata bahasa jepang dengan bahasa lain
Pada umumnya kata dalam bahasa Inggris maupun Indonesia mengenal adanya Syllable
sebagai satuan ucapan terkecil dalam pengucapan sebuah kata. Akan tetapi, bahasa Jepang
menggunakan Mora sebagai satuan ucapan terkecil dalam sebuah kata. Namun, ada pendapat
lain mengenai penggunaan Haku yang dianggap sebagai satuan ucapan terkecil yang dipakai
dalam bahasa Jepang. Beberapa hasil penelitian dari peneliti bahasa dan ahli bahasa
menyimpulkan buah pemikiran mereka mengenai satuan ucapan terkecil atau suku kata yang
ada pada bahasa Jepang dengan konsep yang berbeda-beda
Penelitian mengenai Suku kata yang dipakai dalam bahasa Jepang terus berlanjut
hingga kini. Ada yang beranggapan bahasa Jepang yang termasuk ke dalam Pitch-accent.
Language menggunakan Mora sebagai satuan ucapan terkecil. Ada yang berpendapat bahasa
Jepang menggunakan Haku sebagai satuan ucapan terkecilnya. Pendapat lain dari beberapa
ahli bahasa menggunakan istilah Onsetsu, atau yang dalam bahasa Inggris disebut sebagai
Syllable, sebagai satuan ucapan terkecil dalam sebuah kata pada bahasa Jepang.
Perdebatan para ahli dan peneliti bahasa mengenai penggunaan istilah suku kata
dalam bahasa Jepang terjadi karena adanya dua aliran ilmu bahasa pada bahasa Jepang.
Sebagian besar dari pengguna bahasa Jepang, khususnya masyarakat asli Jepang tidak begitu
mempedulikan pendapat mengenai penggunaan istilah suku kata dalam bahasa Jepang.
33
Umumnya, istilah tersebut muncul pada pembelajaran mengenai struktur kata di dalam
fonologi bahasa Jepang. Akan tetapi, pembelajaran mengenai istilah ini akan memperdalam
pengetahuan mengenai bahasa Jepang secara detail.
34
BAB II
KATEGORI GRAMATIKA NOMINA
35
Pembahasan mengenai pembentukan kata dalam bahasa Jepang khususnya pada kelas
kata adjektiva (keiyoushi) memiliki suatu fenomena kebahasaan dalam proses pembentukan
katanya. Hal ini dapat dilihat dari contoh pembentukan kelas kata adjektiva melalui proses
morfologis atau proses pengimbuhan (setsuji). Misalnya kelas kata nomina (meishi) yang jika
ditambahkan sufiks/akhiran PPOI yang memiliki makna menjadi seperti yang
berfungsisebagai sufiks pembentuk kata sifat akan mengubah kelas kata nomina (meishi)
menjadi pembentukan kelas kelas kata adjektiva (keiyoushi). Contohnya:
onna = = perempuan
(onna + ppoi)
(onnappoi = keperempuan)
Uraian diatas sebagai salah satu contoh dari suatu masalah fenomena kebahasan pada proses
pembentukan kata bahasa Jepang (gokeisei) khususnya pada kelas kata adjektiva (keiyoushi).
Bagaimanapun dalam suatu proses pembentukan kata dalam bahasa Jepang memiliki suatu
aturan tertentu.
2.2 Tenses
Kala atau tenses dalam bahasa jepang disebut dengan (jisei) atau (tensu)
adalah kategori gramatikal yang menyatakan waktu terjadinya suatu oeristiwa atau
berlangsungnya suatu aktifitas dengan bertitik tolak dari waktu saat kalimat tersebut
diucapkan.Kala merupakan salah satu kategori semantik fungsional verba terkait waktu. Kala
dalam bahasa Jepang disebut dengan Jisei atau tensu. Dalam bahasa Ingris disebut dengan
tenses.
36
Kala dalam kategori gramatika verba yang dinyatakan dengan perbedaan gramatika
dengan melihat waktu pengerjaan kegiatan dan saat pengucapan kalimat (ujaran). Dengan
kata lain, kala adalah bentuk verba untk menyatakan hubungan waktu. Kala menunjukkan
apakah suatu kegiatan itu dilakukan di masa lalu, sekarang atau akan datang. Kala pun
menunjukkan apakah kegiatan itu sudah, sedang, atau akan, atau akan selesai dikerjakan, atau
masih dikerjakan dalam waktu tertentu (Sunarni 2010:119).
1. Pembagian Kala
Waktu terjadinya peristiwa atau aktifitas tersebut ada tiga :
a. Waktu sebelumnya yang telah berlalu (kako)
b. Waktu saat berbicara (hatsuwaji)
c. Waktu yang akan datang (mirai)
2. Fungsi Kala
Kala berfungsi untuk menegaskan kegiatan verba yang dilakukan, menunjukkan waktu
keadaan/tindakan yang diungkapkan oleh verba pada saat penuturan.
Dalam bahasa Jepang,untuk menyatakan kala lampau-sekarang-mendatang
(, , kako-genzai-mirai) hanya digunakan dua bentuk verba saja :
a. Bentuk akan
b. Bentuk lampau
Verba bentuk lampau di dalamnya mencakup bentuk halus, yakni bentuk MASHITA dan
MASENDESHITA. Verba bentuk biasa, yakni bentuk TA dan NAKATTA. Verba bentuk
akan di dalamnya mencakup bentuk kamus (RU), NAI, dan bentuk halusnya seperti bentuk
MASU dan MASEN, bahkan bentuk TE IRU pun termasuk ke dalam kategori ini. Jadi,
berdasarkan pada bentuk verbanya, kala dalam bahasa Jepang hanya ada dua macam, yakni
kala lampau (kako) dan kala bukan lampau (hikako)
37
39
Verba bentuk TE + IRU adalah verba yang menyatakan suatu aktivitas yang ada batas
akhirnya, seperti: (taberu) (nomu) (yomu) (kaku), dan
sebagainya.
Dalam anak kalimat, kala lampau tidak selalu dinyatakan dengan verba bentuk lampau,
atau sebaliknya kala akan tidak selalu dinyatakan dengan verba bentuk akan.
Contoh :
1.
Nihon e iku toki, kamera o katta.
2.
Nihon e itta toki, kamera o katta.
3.
Nihon e iku toki, kamera o kau.
4.
Nihon e itta toki, kamera o kau.
Pada contoh 1 dan 3, kamera dibeli sebelum berangkat ke Jepang, sedangkan pada
contoh 2 dan 4, kamera dibeli setelah berangkat di Jepangai g atau di Jepang. Perbdaan pada
keempat contoh diatas, dapat diperjelas dengan gambar di bawah sebagai berikut.
(1) Kala lampau:
40
waktu atau jangka perbuatan atau keadaan; biasanya dibedakan antara kala
41
Bentuk kala dari verba yang menyatakan perbuatan akan berlangsung dalam waktu
mendatang akan.
d. Kala perfektum
Kala yang menunjukan perbuatan terjadi pada waktu lampau dalam hubungannya
dengan kini.
e. Kala perfektum mendatang
Kata yang menunjukan perbuatan mendatang
f. Kala Pluperfektum
Kala yang menunjukan perbuatan yang terjadi sebelum masa lampau.
Tenses atau
kala
menunjukkan titik
waktu
suatu
keadaan/perbuatan dimana
keadaan/perbuatan tersebut telah atau belum selesai pada titik waktu sekarang. (Inoue ,
1976:160). Sedangkan menurut Kindaichi (1976: 60), tenses/kala adalah hubungan waktu
yang terdapat pada kata kerja. Hal ini ditinjau apakah si pembicara berbicara sesuai atau
sebelum kejadian atau tepat dengan waktu kejadian.
Contoh:
Morfem [ru] pada kalimat berikut:
Tarou ga jobun o honyaku shiteru darou ne.
Taro sedang menterjemah kata sambutan.
Tenses/kala dibagi menjadi 3 macam, yaitu:
a. Kakojisei Kala lampau
Contoh:
42
43
b. Kata kerja yang mempunyai ciri semantis (+keadaan) (-kontinyu) dengan morfem [te iru]
Contoh:
Kono akanbou wa chichi oya ni yoku nite iru.
Anak bayi ini mirip sekali dengan ayahnya
Kalimat diatas menyatakan suatu keadaan (joutaisou).
c. Kata kerja yang mempunyai ciri semantis (+perbuatan) (+kontinyu) (+sempurna) dengan
semua morfem berupa kata bantu kata kerja.
Contoh:
Chichi ga kusabana o uete iru
Ayah menanam bunga
Kalimat diatas menyatakan keadaan sedang berlangsung (shinkosou) dan menyatakan
keadaan akibat (kekkajoutaisou), misalnya:
Tarou ga heya o katazukete shimatta.
Taro sudah mengatur kamar
Kalimat diatas menyatakan keadaan yang telah dilakukan dan selesai dengan
sempurna (kanketsusou) dan dapat menyatakan keadaan yang nyata (jitsugensou). Kata
kerja yang tergolong dalam kelompok ini antara lain: yomu membaca, tsukuru
membuat, ueru menanam, kiru memotong, dll.
d. Kata kerja yang mempunyai ciri semantis (+perbuatan) (+kontinyu) (-sempurna) hampir
sama dengan kelompok c diatas
44
Contoh:
Yuki ga futte iru
Salju sedang turun
Kalimat diatas menyatakan shinkosou (sedang berlangsung) dan kekkajoutaisou
(keadaan yang berakibat) . Kata kerja yang tergolong dalam kelompok ini antara lain:
tooru melewati, odoru menari, hataraku bekerja, matsu menunggu, dll
e. Kata kerja yang mempunyai ciri semantis (+perbuatan) (-kontinyu) dengan morfem [te
iru]
Contoh:
Hanako wa arudake no sara o tsugi tsugi ni watte iru.
Hanako terus memecahkan piring yang ada.
Kalimat diatas menyatakan hanpukusou (keadaan berulang-ulang). Kalimat lain yang
menyatakan kekkajoutaisou contohnya:
Tarou wa kekkon shite iru.
Taro sudah menikah
Kata kerja yang tergolong kelompok ini diantaranya: shinu mati, mageru belok, toru
mengambil, dll
f. Kata kerja yang memiliki ciri semantis (-perbuatan) (+kontinyu), (+subjektif) dengan
morfem [ru] pada subjek orang pertama/dengan morfem [te iru] pada subjek orang ketiga.
Contoh:
45
2.3 Aspek
Menurut Chaer (2007: 259), aspek atau aspektualitas adalah cara untuk memandang
pembentukan waktu secara internal di dalam suatu situasi, keadaan, kejadian atau proses.
Aspek sering dibandingkan dan erat kaitannya dengan kala/tense. Kala merupakan kategori
gramatikal yang menyatakan tentang waktu untuk menegaskan kegiatan verba yang
dilakukan, misalnya: dengan dibubuhi kata kinou kemarin, kyou hari ini, atau ashita
besok. Aspek hanya menerangkan kegiatan yang dilakukan tersebut tanpa dikaitkan oleh
waktu. Namun, pembahasan mengenai aspek sangat sedikit dibandingkan dengan kala. Hal
ini dikarenakan dibandingkan dengan kala, aspek memiliki banyak jenis.
Aspek dalam bahasa Jepang disebut asupekuto atau sou. Menurut Katou,
dkk (1989:146) aspek adalah:
Hanashite ga settei shita wadai no jiten ni oite, wadai no kotogara ga hajimaru kaidan ni
47
aru noka, hajimatte keizoku shite iru kaidan ni aru noka, owatta kaidan ni aru noka to
itta, kotogara no hataraki no kaidan o arawasu bunpouteki hanchuu o asupekto to iu.
Aspek adalah kategori gramatikal yang menunjukkan apakah topik pembicaraan baru
akan dimulai, sudah dimulai dan berlanjut atau sudah berakhir, dilihat dari titik waktu
pembicaraan.
Aspek menurut Sutedi (2003: 86) adalah kategori gramatikal dalam verba yang
menyatakan kondisi suatu perbuatan atau kejadian apakah baru dimulai, sedang berlangsung,
sudah selesai atau berulang-ulang.
Menurut Kindaichi (1976: 60) , Aspek adalah keadaan dari berlangsungnya suatu
perbuatan.
Dan aspek tidak memakai kyougusei sifat keadaan. Misalnya : kata benda
kotoshi : tahun ini, kinou: kemarin, dll, dalam kata kerja misalnya: kuru: datang, yaru :
melakukan, iku : pergi , dll. Aspek merupakan sifat kedudukan dari keadaan atau perbuatan
yang ditunjukkan oleh predikat. (Inoue, 1976: 6). Aspek merupakan subkategori semantik
fungsional yang mempelajari bermacam-macam sifat unsur waktu internal situasi (peristiwa,
proses, atau keadaan), yang secara lingual (bahasa) terkandung dalam semantik verba. Terdiri
dari dua, yaitu :
(1). Aspek Perfektif
Aspek yang menggambarkan perbuatan selesai. Ditandai dengan morfem terikat
~te
shimatta.
Contoh : Kemarin film ini telah selesai ditonton
(2). Aspek Imperfektif
Aspek yang menggambarkan perbuatan yang belum selesai. Ditandai morfem terikat ~ta,
~da dan ~te iru.
Contoh : - kemarin film ini telah ditonton
48
49
~ageru,
~kakeru, ~kakaru,
50
a. ... Te iru ()
1. Menyatakan aktivitas/kejadian yang sedang berlangsung
Contoh:
51
52
Contoh:
Omae tachi wa itsuka ni shinu koto o kangaete ikite iku beki da.
53
Kamu semua semestinya (terus) hidup dengan memikirkan bahwa suatu saat
akan mati.
e. ...Te Shimau ()
1. Menyatakan aktivitas/kejadian yang dilangsungkan sampai tuntas
Contoh:
54
Mada, yaranai.
Mada, *yaranakatta.
2.
Kinou, *yaranai.
Kinou, yaranakatta.
55
Pada contoh (1) berhubungan dengan aspek, sedangkan contoh (2) merupakan
kala bentuk lampau. Pada contoh (1) ditanya dengan Sudah mengerjakan PR?, hal ini tidak
berhubungan dengan kala (lampau, sedang, atau akan), sehingga ada dua jawaban yang
memungkinkan yaitu : yaranai atau yatte inai yang kedua-duanya menyatakan arti belum
dikerjakan. Lain halnya dengan pertanyaan (2), dengan diberikan ruang lingkup waktu, yaitu
kata kinou (kemarin), maka jawabannya hanya satu yaitu: yaranakatta (tidak mengerjakan)
dalam bentuk lampau.
Aspek sering dibandingkan dan erat kaitannya dengan kala/tense. Kala merupakan
kategori gramatikal yang menyatakan tentang waktu untuk menegaskan kegiatan verba yang
dilakukan, misalnya: dengan dibubuhi kata kinou kemarin, kyou hari ini, atau ashita
besok. Aspek hanya menerangkan kegiatan yang dilakukan tersebut tanpa dikaitkan oleh
waktu. Namun, pembahasan mengenai aspek sangat sedikit dibandingkan dengan kala. Hal
ini dikarenakan dibandingkan dengan kala, aspek memiliki banyak jenis.
Menurut Kindaichi (1989:66), pembagian aspek hyougen ada dua macam, yaitu:
1. Joutaisou no asupekuto (aspek yang berdasarkan keadaan)
2. Dousasou no asupekuto (aspek yang berdasarkan aktivitas)
Berdasarkan jenisnya, joutaisou no asupekuto atau aspek yang berdasarkan keadaan
dibagi menjadi 7 macam, yaitu: ~te iru, ~te aru, ~te oku, ~tsutsuaru, ~te kuru, ~te iku, dan
~te tsudzukeru.
Sedangkan dousasou no asupekuto atau aspek yang berdasarkan aktifitas, ada 8
macam, yaitu: ~kakeru, ~kakaru, ~hajimeru, ~dasu, ~owaru/oeru, ~tsukusu, ~kiru, ~te
shimau
56
Aspek ~teiru termasuk dalam joutaisou no asupekuto, dan diklasifikasikan makna dan
cara pemakaiannya menjadi 5 jenis, yaitu:
1. Dousa /Saiyou no Keizoku (aktivitas atau kejadian yang sedang berlangsung)
Contoh:
Ki ga taorete iru
Pohon dalam keadaan tumbang
3. Joutai no Keizoku (keadaan yang terjadi secara alami)
Contoh:
57
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
59
berjalanlah.
(3) Dia memukuli pencuri itu.
Selain itu, dalam bahasa Indonesia ada juga aspek yang sudah dinyatakan secara
inferen oleh tipe verbanya. Misalnya, verba mengiris seperti dalam kalimat (4) dan
verba memukul seperti dalam kalimat (5) sudah menyatakan aspek momentan,
perbuatan berlangsung sebentar.
(1) Ibu mengiris bawang itu
(2) Dia memukul adiknya
2.4 Modalitas
Modalitas merupakan salah satu fenomena kesemestaan bahasa. (Alwi, 1992). Hal ini
berarti setiap bahasa di dunia, mempunyai modalitas, yakni penggambaran sikap pembicara
terhadap apa yang dikemukakan dalam tuturannya. Modalitas dalam bahasa Indonesia
meliputi: ingin, berkeinginan, mengingini, menghendaki, dan mendambakan. Sedangkan
modalitas dalam bahasa Jepang meliputi bentuk verba tai, hoshii, te hoshii, te moraitai, te
itadakitai, dan mai. Pemodifikasian bentuk tai dan hoshii menjadi ~tagatte imasu dan hoshii
rashii.
Contoh:
a. Watashi wa kamera o kaitai desu
Saya ingin membeli kamera.
b. Kare wa kamera o kaitagatte imasu
Dia ingin membeli kamera
c. Watashi wa kamera ga hoshii desu.
60
Modarity to wa, genjitsu to no kakawarini okeru, hatsuwa doki no hanashite no
tachiba karashita, gen omoto jidai mo taisuru haoku no shi hou, oyobi, sorerani tsuite
no hanashite no hatsuwa-dentatsu tekitaidou no ari hou no arawashi
wakenikakawaru bunpouteki hyougen de aru.
Modalitas adalah cara pandang terhadap keadaan tertentu dan ungkapan tata bahasa
berdasarkan sikap si penutur dalam berkomunikasi.
Sedangkan menurut Masuoka (1989:104) menggolongkan modalitas kedalam
beberapa jenis:
(1). Kakugen
Modalitas yang digunakan untuk menyatakan sesuatu yang dianggap pasti atas keyakinan
pembicara. Biasa diungkapkan dengan kalimat pernyataan.
Contoh : Manusia adalah mahluk yang akan mati.
(2). Meirei
Modalitas yang digunakan untuk memerintah lawan bicara agar melakukan sesuatu.
61
63
2.5 Kesantunan
Kesantunan dalam bahasa, misalnya dalam bahasa Indonesia sangat dipengaruhi oleh
strategi interaktif ketika bertindak tutur karena bahasa Indonesia bukanlah bahasa yang
memiliki tingkat tutur secara ketat dengan menerapkan subsistem honorifiks pada tataran
leksikal, morfologis, dan sintaktis seperti dalam bahasa Jepang. Kesantunan dalam
penggunaan bahasa Jepang adalah pilihan bahasa otomatis dan wajib karena konsep
kesantunan
ditempatkan
sebagai
bentuk
pengacuan
sosial.
Wakimae
merupakan
65
2.7 Voice
Setiap bahasa yang ada di dunia ini pasti memiliki perbedaan tersendiri jika dibandingkan
dengan bahasa-bahasa yang lainnya. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari segi struktur
(sintaksis), makna (semantik), pembentukan kata (morfologi), dan sebagainya. Hal ini selalu
menimbulkan kesulitan bagi seseorang dalam proses mempelajari bahasa asing sebagai
bahasa keduanya. Salah satunya yaitu tentang diatesis (voice) yang jenisnya berbeda-beda
dalam setiap bahasa.
Yang dimaksud diatesis (voice) yaitu sebuah kategori gramatikal yang menunjukkan
hubungan antara subjek atau agen atau pelaku dengan perbuatan yang dilakukannya. Dari
perbuatan atau peristiwa yang dilakukan itulah dapat diketahui apakah subjek gramatikalnya
dikenai pekerjaan atau menderita akibat perbuatan tersebut. Dalam Sunarni dan Johana,
(2009: 131-132) diatesis terbagi menjadi tiga, yaitu diatesis aktif [] (noudoutai),
diatesis pasif [] (judoutai), dan diatesis resiprokal [] (sougotai).
a. Diatesis aktif
b. Diatesis Pasif
c. Diatesis resiprokal
66
tautan gramatik dalam kalimat. Dapat terjadi dalam kategori gramatik, seperti jumlah, kasus,
jenis dan pelaku.
Penguasaan disebut government. Government atau reaction atau disebut pula syntactic
regiment adalah alat sintaksis. Dengan alat ini bentuk infleksi kata tertentu ditentukan
(dikuasai) oleh kata lain dalam satu konstruksi. Dengan demikian, kata yang harus dikuasai
haruslah mempunyai kasus, modus atau gramatik tertentu. Dalam bahasa Jepang satu kata
mengharuskan kesesuaian kata atau partikel yang mengikutinya. Misalnya, verba
mengharuskan kesesuaian dengan partikelnya.
Contoh : Verba yang menghendaki munculnya partikel .
67
Dalam bahasa Indonesia dikenal empat macam diatesis, yaitu diatesis aktif, diatesis pasif,
diatesis refleksif, dan diatesis resiprokal. Jika subjeknya melakukan perbuatan (pelaku)
diatesis aktif, sedangkan jika subjeknya menjadi sasaran perbuatan tersebut (penderita)
disebut diatesis pasif. Diatesis refleksif adalah diatesis yang secara semantis hanya
melibatkan satu pihak yang berperan ganda, yaitu sebagai pelaku juga penderita. Diatesis
resiprokal adalah diatesis yang secara semantis melibatkan dua argumen yang sama-sama
bertindak sebagai pelaku juga penderita. (Sudaryanto,, dkk., 1991).
Menurut Ioiri (2001), dalam gramatikal bahasa Jepang tradisional pada umumnya diatesis
hanya terpusat dalam empat jenis, yaitu diatesis aktif (noudoutai), diatesis pasif (judoutai),
diatesis kausatif (sieki), dan aksi memberi-menerima (jujudou). Sedangkan menurut Muraki,
terdapat 11 macam diatesis yaitu:
1. Noudoutai (Diatesis aktif)
2. Judoutai (Diatesis pasif)
3. Shieki (Kausatif)
4. Kanou (Potensial)
5. Jihatsu (Spontaneus)
6. Taiou-jitadou (Transitif-intransitif)
7. Saiki (Refleksif)
8. Sougouteki nadousa-sayou (Resiprokal)
9. Jujudou (Aksi memberi-menerima)
10. Shite aru (Verba TE+ARU)
11. Shite oku (Verba TE+OKU)
Dari 11 macam diatesis diatas, dalam konteks tertentu beberapa diatesis bahasa
Jepang dapat dipadankan hanya kedalam satu jenis diatesis saja, yaitu diatesis pasif.
69
Diatesis bahasa Indonesia dinyatakan dengan 4 jenis konstruksi yaitu: konstruksi verba
di-, konstruksi verba ter-, konstruksi verba zero, dan konstruksi verba ke-an.
Misalnya:
1. Gakusei ga sensei ni homete morau.
Siswa dipuji oleh guru.
2. Yama no ue kara michi ga miemasu.
Dari atas gunung terlihat/kelihatan kota.
3. Koukan ni michi no chizu ga hatte arimasu.
Di pos polisi tertempel peta kota.
4. Watashi wa imouto ni okashi o tsukutte moraimashita.
Saya dibuatkan kue oleh adik perempuan saya.
70
BAB III
KATEGORI GRAMATIKA
71
Meishi to wa hinshi no hitotsu. Mono ya meishou de, jiritsugo de, katsuyou ga nai go.
Meishi merupakan salah satu jenis kata dan merupakan kata-kata yang dapat berdiri sendiri
namun tidak dapat mengalami perubahan dan berfungsi untuk menyatakan nama benda.
Berdasarkan dua teori tentang meishi di atas dapat disimpulkan bahwa meishi adalah salah
satu jenis kata yang berfungsi untuk menyatakan orang, benda dan lain-lain, serta dapat
menjadi subjek maupun objek dari keadaan yang digambarkan dalam suatu kalimat. Jadi,
yang dimaksud nomina adalah kata-kata yang mengacu pada suatu hal atau kejadian. Selain
itu, nomina juga merupakan kata yang digunakan untuk menunjukkan keterangan waktu
dan keterangan tempat.
72
( /ninshoudaimeishi),
sedangkan kata-kata yang dipakai untuk menunjukkan benda, barang, perkara, arah, dan
tempat disebut prenomina penunjuk (/shijidaimeishi).
Contoh:
a. Sebagai pengganti orang, misalnya: watashi saya, anata anda, kamu, kare dia
laki-laki, kanojo dia perempuan
b. Sebagai penunjuk benda, misalnya: kore ini, sore itu dekat, are itu jauh dore
yang mana
c. Sebagai penunjuk tempat, misalnya: soko disini, soko disitu, asoko disana, doko
dimana
73
d. Sebagai penunjuk arah, misalnya: kochira disini, achira disana, sochira disitu,
dochira dimana
4. Kata Bilangan (/Suushimeishi)
Adalah nomina yang digunakan untuk menunjukkan urutan dan jumlah.
Contoh:
a. Sebagai penunjuk urutan, misalnya: niban nomor dua, ichijikan satu jam, yonka
pelajaran keempat
b. Sebagai penunjuk jumlah, misalnya: hitotsu satu buah (menerangkan benda seperti
telur, buah, dan lainnya), ippon satu batang (untuk benda yang pipih atau panjang),
sansatsu tiga buah (untuk buku dan sejenisnya), ippiki satu ekor (untuk binatang
kecil, seperti kucing), ichimai satu lembar (untuk benda tipis, seperti perangko dan
sejenisnya), ikken satu buah (untuk benda berupa bangunan, rumah), hitori satu
orang (untuk manusia, orang)
Meishi (kata benda) memiliki ciri-ciri seperti berikut :
1. Meishi (nomina) termasuk kelas kata yang berdiri sendiri (jiritsugo) dan tidak
mengenal konjugasi atau deklinasi. Kata-kata yang termasuk kelompok nomina tidak
mengalami perubahan misalnya kedalam bentuk lampau, bentuk negatif, dan
sebagainya. Ciri yang pertama ini membedakan meishi dengan dooshi, keyooshi,
keiyoodooshi, dan jodooshi. Keempat kelas kata yang disebutkan terakhir termasuk
kelas kata yang mengalami konjugasi/deklinasi.
2. Meishi dapat menjadi subjek, objek, predikat dan adverbia, sehingga secara langsung
dapat diikuti jooshi (partikel) atau jidooshi (verba bantu). Nomina yang diikuti joshi
dan nomina yang diikuti jodooshi itu dapat membentuk sebuah bunsetsu.
3. Meishi bila diikuti jooshi (partikel) wa, ga, mo kosa, dake, atau sae dapat menjadi
subjek atau tema dalam suatu kalimat.
74
Contoh:
a.
Densha ga kimashita.
b.
Chikyuu wa marui.
c.
Sensei mo shusseki saremasu.
d.
Watashi koso shitsurei shimashita.
e.
Kare dake kimashita.
f.
Ame sae futte kita.
4. Meishi bila diikuti jooshi (partikel) yo, diikuti jodooshi (verba bantu) da, desu rashii,
dan diikuti jooshi (partikel) no + verba bantu yooda dapat menjadi predikat.
Contoh:
a.
Sore wa watashi no hon yo.
b.
Kore wa sakura da
c.
Chichi wa ongakuka desu.
d.
Kyoo wa hontoo ni haru rashii
75
e.
Sono keshiki wa e no yooda.
5. Meishi bila diikuti partikel o dapat menjadi objek Misalnya:
a.
Terebi o mimasu. Ringo o tabemasu. Piano o hikimasu.
6. Meishi bila diikuti partikel o, ni e, to, yori, kara, atau de dapat menjadi keterangan
(adverbia).
Contoh :.
a.
Sora o tobu
b.
Yama ni noboru
c.
Ane to dekakeru
d.
Kuuki yori karui
e.
Jakaruta kara kimashita
f.
Byooki de yasumu
7. Ada juga meishi yang berfungsi sebagai adverbia tanpa diikuti partikel.
Contoh:
a.
Chichi wa maiasa sanpo suru, Kinoo kaji ga atta.
76
Sekai no heiwa
b.
Nihon no rekishi
Menurut Sudjianto (1995: 35) meishi dibagi menjadi 5 jenis diantaranya adalah
sebagai berikut:
A. Futsuu meishi adalah kata yang menyatakan suatu benda/perkara. Dalam jenis meishi ini
terdapat kata-kata sebagai berikut:
a. Gutaiteki na mono (nomina konkret) misalnya: uchi (rumah), gakkou (sekolah), ki
(pohon), umi (laut), kuni (negara), hito (orang) dan lain-lain
b. Chuushouteki na mono (nomina abstrak) misalnya: Shiawase (kebahagiaan), seishin
(jiwa), kimochi (perasaan), kioku (ingatan), heiwa (perdamaian) dan lain-lain
c. Ichi ya hougaku wo shimesu mono (nomina yang menyatakan letak/posisi/kedudukan
dan arah/jurusan) misalnya: Migi (kanan), higashi (timur)
d. Settogo ya setsubigo no tsuita mono (nomina yang disisipi prefiks dan suffiks)
misalnya: Gohan (nasi), okane (uang), manatsu (pertengahan musim) dan lain-lain
e. Fukugou meishi/ fukugou go (nomina majemuk) misalnya: Asa + hi = asahi (matahari
pagi) Chika + michi = chikamichi (jalan pintas/terdekat)
f. Hofukugouka no hinshi kara tenjita mono (nomina yang berasal dari kelas kata lain)
misalnya: Verba hikaru = hikari (sinar/cahaya) Adjektiva-i samui = samusa
(dinginnya) Adjektiva-na majimeda , majimesa (rajinnya).
B. Koyuu meishi
77
adalah nomina yang menyatakan nama suatu benda, nama orang, nama tempat, buku dan
lain-lain Misalnya : Fuji san (gunung Fuji), Nagaragawa (sungai Nagara), Asahi
shinbunsha (perusahaan surat kabar), Tokyo (kota Tokyo), Monyoushuu (nama buku:
Monyoushuu), Taiheiyou (lautan pasifik)
C. Suushi
adalah nomina yang menyatakan jumlah, bilangan, urutan/kuantitas. Kata-kata yang
termasuk sushi antara lain:
a. Suuryou no meishi (nomina yang menyatakan jumlah/kuantitas)
1. Hansuushi (numeria pokok) misalnya: Ichi, ni, san, hitotsu, futatsu, yotsu dan lainlain
2. Hansuushi + josuushi (numeria pokok + kata bantu bilangan) misalnya: Ichiban
(nomor satu), daisan (ketiga), daigokaime (yang kelima kalinya), dan lain-lain
D. Daimeishi adalah nomina yang menunjukkan orang, benda, tempat/arah. Daimeishi juga
dipakai untuk menggantikan nama-nama yang ditunjukkan. Dalam bahasa Indonesia
disebut dengan pronominal
a. Ninshou daimeishi
Adalah kata-kata yang dipakai untuk menunjukkan orang (pronomina persona).
Ninshou daimeishi (pronomina persona terdiri dari:
1. Jishou, yaitu pronominal persona yang digunakan untuk menunjukkan diri sendiri.
Misalnya: watashi, ore, dan ware
2. Taishou, yaitu pronominal persona yang dipergunakan untuk menunjukkan orang
yang menjadi pokok pembicaraan selain persona kesatu dan persona kedua .
Misalnya: kono kata, sono kata, ano kata
b.
Shiji daimeishi
Adalah kata-kata yang dipakai untuk menunjukkan benda, barang, perkara, arah dan
78
Murakami (1986: 24 dalam Dahidi: 2004) membagi kata tango dalam bahasa Jepang
menjadi dua kelompok besar, yaitu jiritsugo dan fuzokugo. Kelas kata yang dengan
sendirinya dapat menjadi bunsetsu seperti meishi nomina, dooshi verba, keiyoshi adjektiva
atau ada juga yang menyebutnya i-keisyooshi adjektiva-i, keiyoodoshi atau ada juga yang
menyebutnya na-keiyooshi, adjektiva-na, fukushi adverbia, rentaishi, prenomina, setsuzokushi,
konjungsi, dan kandooshi interjeksi, itu semua termasuk kelompok jiritsugo, sedangkan kelas
kata yang dengan sendirinya tidak dapat menjadi bunsetsu seperti kelas kata joshi partikel,
dan jodooshi verba bantu termasuk kelompok fuzokugo. Yang dimaksud dengan jiritsugo
adalah kelompok kata yang dapat berdiri sendiri dan mempunyai makna, sedangkan fuzokugo
adalah kelompok kata yang tidak dapat berdiri sendiri. Artinya, ia baru bermakna dan
berfungsi apabila bergabung dengan kata lain. Istilah jiritsugo hampir sama dengan istilah
morfem bebas dalam bahasa Indonesia, dan fuzokugo mirip dengan istilah morfem terikat.
3.2 Kategori Gramatikal Verba
Karakteristik Bahasa Jepang yang berkaitan dengan kosakata dibagi menjadi 3
jenis yaitu wago, kango, dan gairaigo, sedangkan berdasarkan gramatikanya dibagi
menjadi 10 kelompok kelas kata, yaitu doushi verba, i-keiyoshi ajektiva-i, nakeiyoushi ajektiva-na, meishi nomina, fukushi adverbia, reintaishi prenomina,
setsuzokushi konjungsi, kandooshi interjeksi, jodooshi verba bantu, dan joshi partikel.
Verba atau doushi adalah salah satu kelas kata (hinshi bunrui) yang
predikat
berperan sebagai
Doushi ha, gengoteki imi ni oite undou wo arawashite, bun no jutsugo tonaru koto wo
daiichi no ninmu to shi, sono koto to musubitsuite, gokei wo henka saseru tango no
guruupu de aru. Soshite, sono shotokuchou no naka de, undou wo arawasu koto to
jutsugo ni naru koto ga yori kihonteki dearu.
80
Verba atau doushi adalah kelas kata yang menyatakan gerakan dalam arti leksikal ,
berperan utama sebagai predikat dalam kalimat serta mengubah bentuk kata. Di
antara berbagai keistimewaannya, menyatakan gerakan dan berperan sebagai
predikat adalah hal yang paling mendasar.
Dari 10 kelompok kelas kata diatas doushi merupakan kata yang sering digunakan di
dalam Bahasa Jepang. Menurut Masuoka (1993:12) doushi dibagi menjadi 3 jenis yaitu 1)
doutaidoushi joutaidoushi, 2) jidoushi tadoushi, 3) ishidoushi muishidoushi.
Doutaidoushi adalah kata kerja yang menunjukkan suatu gerakan seperti aruku, taoreru, dan
lain-lain, sedangkan joutaidoushi adalah kata kerja yang menunjukkan suatu keadaan
dan kepunyaan seperti aru, iru. Tadoushi adalah kata kerja yang menggunakan pelengkap
seperti meishi + partikel wo, sedangkan jidoushi tidak menggunakannya. Ishidoushi dan
muishidoushi yaitu kata kerja yang menunjukkan ada atau tidaknya kemauan dan biasanya
berhubungan dengan gerak orang. Kesulitan yang dirasakan oleh pemelajar Bahasa Jepang
dalam menggunakan doushi yaitu karena ada beberapa doushi di dalam sebuah kalimat yang
mempunyai arti yang sama seperti morau dan kureru.
Ichikawa (2000:2) menyebutkan bahwa doushi (verba) adalah kelas kata (hinshi) yang
berfungsi sebagai predikat, letaknya sejajar atau setara dengan voice, tense, aspek, dan
mood. Sehubungan dengan hal tersebut, Ichikawa membagi kelas kata sebagai berikut.
Dengan demikian, kita dapat melihat bahwa doushi termasuk ke dalam jutsugo yang
dalam bahasa Indonesia berarti predikat.
Menurut Kindaichi, predikat kata kerja dibagi menjadi dua kelompok yaitu:
1. Joutaisou ()
Dalam bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai kata kerja keadaan.
2. Dousasou ()
Dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai kata kerja perbuatan.
Kindaichi juga membagi kata kerja (doushi) menjadi empat macam berdasarkan bisa
81
dan lain-lain.
2. Keizoku Doushi ()
Adalah kata kerja yang menunjukkan suatu perbuatan yang berlangsung
secara berkelanjutan. Dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menadi kata kerja
berkelanjutan atau kontinuatif. Bentuk kata kerja ini dapat dirubah menjadi bentuk
dan menyatakan suatu keadaan yang tengah berlangsung. Contohnya:
-
dan lain-lain.
dan lain-lain.
3. Shunkan Doushi ()
Adalah kata kerja yang menunjukkan perbuatan yang selesai dalam sesaat.
Dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai kata kerja sesaat. Bentuk kata kerja
ini dapat dirubah menjadi bentuk dan menunjukkan hasil setelah
82
Contohnya:
dan lain-lain.
4. Daiyonshu no Doushi ()
Dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai kata kerja tipe empat.
Bentuk kata kerja ini menunjukkan keadaan ruang dan berfungsi untuk menunjukkan
suatu kondisi. Memiliki bentuk
Contohnya:
dan lain-lain.
Sama halnya dengan Sudjianto (2007:149) yang menyebutkan bahwa doushi dipakai
untuk menyatakan aktivitas, keberadaan, atau keadaan sesuatu. Dalam bentuk kamus, doushi
selalu diakhiri dengan vokal /u/ dan memiliki bentuk perintah. Doushi juga dapat mengalami
perubahan dan dapat menjadi predikat bahkan dengan sendirinya memiliki potensi untuk
menjadi sebuah kalimat. Dari beberapa penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa doushi
berperan utama sebagai predikat dalam kalimat, menyatakan gerakan dalam arti leksikal,
serta dapat dipakai untuk menyatakan keberadaan, aktivitas, dan keadaan sesuatu.
Klasifikasi doushi dalam bahasa Jepang bisa dikatakan bervariasi tergantung dasar
pemikirannya. Doushi bisa diklasifikasikan berdasarkan hubungan keaspekannya, makna
gramatikal maupun yang lainnya.
Dedi Sutedi (2003:93) menyatakan bahwa jika dilihat dari hubungan keaspekannya, verba
atau doushi dapat dibagi menjadi empat macam yaitu shunkan doushi, keizoku doushi, joutai
doushi, dan daiyonshu no doushi. Shunkan doushi disebut juga henka doushi dan keizoku
83
doushi disebut juga dousa doushi. Shunkan doushi yaitu verba yang menyatakan suatu
aktivitas atau kejadian, mengakibatkan terjadinya suatu perubahan dalam waktu singkat,
contohnya shinu mati, kekkon suru menikah dan okiru bangun. Verba jenis ini
mengandung suatu perubahan yang terjadi dalam tempo singkat atau sesaat sehingga verba
ini tidak digunakan untuk suatu kebiasaan seseorang atau perbuatan yang dilakukan
berulang-ulang.
Keizoku Doushi yaitu verba yang menyatakan suatu aktivitas atau kejadian yang
memerlukan waktu tertentu , dan pada setiap bagian waktu tersebut terjadi suatu perubahan.
Sehingga waktu kapan dimulai dan kapan berakhirnya aktivitas atau kejaidan tersebut akan
terlihat jelas, contohnya kaku menulis, hashiru berlari, yomu membaca.
Joutai doushi, yaitu verba yang menyatakan keadaan sesuatu , jika dilihat dari titik waktu
tertentu, sama sekali tidak akan terlihat terjadinya suatu perubahan, contohnya aru atau iru
ada, dekiru bisa, iru perlu, kakeru bisa menulis. Sama halnya dengan Sutedi, Machino
(2012) juga mengklasifikasikan doushi berdasarkan aspek.
Doushi berdasarkan aspek dibagi menjadi joutai doushi dan dousa doushi. Dousa doushi
terdiri dari shunkan doushi dan keizoku doushi. Namun Machino membagi shunkan doushi
menjadi 2 tipe yaitu tipe pengulangan atau hanpukukei dan tipe mendekat atau sekkinkei.
Hanpukukei contohnya mabataki suru berkedip, bakuhatsu suru meledak, dan unazuku
mengangguk. Sekkinkei contohnya ochiru jatuh, wasureru lupa, dan kusaru
membusuk.
Daiyonshu doushi, yaitu verba yang menyatakan keadaan sesuatu secara khusus, dan
selalu dinyatakan dalam bentuk sedang (TE IRU). Pada verba ini pun jika dilihat dari titik
waktu tertentu , tidak akan terjadi suatu perubahan, karena memang sudah menjadi suatu
kondisi yang tetap, contohnya sugureru unggul, niru mirip dan sobieru menjulang tinggi.
Berbeda dengan Sutedi dan Machino, Yamaura (1987:2) menyatakan bahwa doushi
84
Definisi
Verba yang tidak menggunakan partikel
Ada
Contoh:
Verba yang menggunakan partikel
Doa ga akimasu.
wo yang menunjukkan objek.
Pintu terbuka.
Contoh:
Ciri
yang berpasangan
bentuknya
sama
dengan
jidoushi.
85
Muishi doushi
Contoh:
Verba yang menunjukkan perbuatan yang terjadi di luar kehendak
Watashi wa terebi wo mimasu.
manusia. Contoh:
Saya menonton televisi.
Atsui toki ni nodo ga kawakimasu.
Ketika panas terasa haus.
Ada empat macam: subjeknya selain makhluk hidup, menunjukkan
Dousa doushi-henka doushi dan joutai doushi
fenomena alam, menunjukkan fenomena yang ada pada tubuh
manusia, dan menunjukkan fenomena kejiwaan
Verba
Dousa doushi
Gerakan
ada
Henka doushi
Joutai doushi
ada
tidak ada
perubahan keadaan
keadaan yang statis
di
masa
datang
masa
datang
keadaan sekarang
fungsi
dan
arti
tadoushi
adalah
melakukan
pekerjaan
atau
86
Tadoushi no baai wa [wo] o tori, jidoshi no baai wa [ga] o toru no ga futsuu da
ga, dochira ga tadoushi de, dochira ga jibun ka o kubetsu suru no ga gaikokujin
ni hijou ni muzukashii.
Memang sesuatu hal yang umum dalam menyertakan partikel o
dalam kalimat tadoushi dan menyertakan partikel ga dalam kalimat
jidoushi. Namun, sangat sulit bagi orang asing untuk membedakan
mana kalimat tadoushi dan mana kalimat jidoushi.
Oleh karena itu, jidoushi dan tadoushi harus benar-benar dimengerti dan
dipelajari dengan seksama agar lebih mudah membedakan dan mengaplikasikan
jidoushi dan tadoushi di dalam kehidupan sehari-hari.
bersangkutan dengan nomina atau frase nominal yang referennya atau acuannya telah
ditentukan atau dianggap sama-sama diketahui oleh pembicara dan pendengar dalam situasi
komunikasi. Takrif atau disebut pula ketakrifan dalam bahasa Inggris disebut definiteness.
87
Bagian yang takrif biasanya mengandung hal tersebut, sedangkan sebagiannya atau berupa
nama diri. Dalam bahasa Indonesia contohnya:
1. Ia tinggal di rumah (tak takrif)
2. Ia tinggal di sebuah rumah (tak takrif)
3. Ia tinggal di rumah Amin (takrif)
4. Ia tinggal di rumah itu (takrif)
Dalam bahasa Jepang tei (takrif) adalah ko no tairitsu gainen ni motozoku bunpou
hanchuu no hitotsu (Tanaka, 1987:151) salah satu kategori gramatika berdasarkan konsep
yang berlawanan dari referensinya. Dari kedua pendapat tersebut terdapat titik singgung,
yaitu yang disebut dengan ketakrifan adalah persamaan konsep dari pembicara (penulis) dan
mitra wicara (pembaca) terhadap referensnya.
Contoh:
1. Utouto to shite me ga sameru to onna wa itsu no manika, tonari no jiisn to hanashi o
hajimete iru. (Koizumi, 1999: 112) (takrif)
Begitu terjaga dari kantukku entah sejak kapan perempuan itu mulai berbicara
dengan kakek-kakek yang ada disebelahnya.
2. Utouto toshite me ga sameru to onna ga itsu no manika, tonari no jiisan to hanashi o
hajimete iru (modifikasi Koizumi, 1999: 112) (tak takrif)
Begitu terjaga dari kantukku entah sejak kapan perempuan itu mulai berbicara
dengan kakek-kakek yang ada di sebelahnya
88
Di
dalam
Tata
Bahasa
Bahasa
Indonesia
(2000:
43-44)
dikatakan
bahwa
pengacuan/referensi adalah hubungan antara satuan bahasa dan maujud yang meliputi benda
atau hal yang berada di dunia yang diacu oleh satuan bahasa itu. Jika frase nomina yang
mengacu pada kekhususan yang terindentifikasi maka itu merupakan pengacuan yang takrif.
Sedangkan menurut Kindaichi (1978:1315) takrif atau ketakrifan adalah:
[the] [le]
[der]
Tei kanshi no hitotsu meishi no mae ni tsuke, shiji ya gentei o shimesu, Eigo no the,
Furansu go no le, Doitsu go no der nado.
Artikel takrif yang menempel di depan salah satu nomina, dan merupakan kata yang
membatasi dan menunjukkan, dalam bahasa Inggris the, bahasa Perancis le, bahasa
Jerman der dan lain-lain.
Dalam buku Kyouiku Jiten:202) dijelaskan bahwa kopula da/desu juga dapat menjadi
pemarkah takrif yang bersifat penentu/penunjuk (shitei no jodoshi).
Contoh:
1. Tanaka san wa gakusei da.
Tanaka adalah seorang murid.
Kemudian menurut Kunihiro (227-229) ketakrifan dalam bahasa Jepang terbentuk dengan
pemakaian ko, so a (kono, sono, ano) untuk mengacu pada sesuatu dan juga dapat terbentuk
dari kasus kepemilikan pronomina (daimeishi no shoyu kaku).
89
Kata bilangan atau numeralia secara semantis juga mengacu kepada pengungkap
kuantitas. Frase nomina yang menggunakan kata bilangan sebagai unsur pembentuknya dapat
mempengaruhi takrif dan tak takrif sebuah tuturan. Dalam kata bilangan ada pengertian
takrif , misalnya:
1. Koko ni mikan ga futatsu arimasu
Disini ada dua buah jeruk.
II.
Kazu/suu jumlah
Numeralia (jumlah) atau kata bilangan adalah kata yang dipakai untuk menghitung
banyaknya maujud (orang, binatang atau barang) dan konsep. (Alwi, 1998: 275). Pada
dasarnya dalam bahasa Indonesia ada tiga macam numeralia, yaitu:
I.
Numeralia Pokok
Adalah bilangan dasar yang menjadi sumber dari bilangan-bilangan yang lain.
Numeralia pokok juga disebut numeralia kardinal. Numeralia pokok terbagi menjadi 6
macam, yaitu:
c. 2 = dua
1000 = seribu
d. 3 = tiga
e. 4 = empat
f. 5 = lima
ekamatra
satu dimensi
b. Dwi dua
dwiwarna
dua warna
c. Tri tiga
triwulan
tiga bulan
d. Catur empat
caturwulan
empat bulan
e. Panca lima
pancasila
lima sila
f.
g.
sepuluh perlombaan
3. Numeralia Ukuran
Dalam bahasa Indonesia mengenal pula beberapa nomina yang menyatakan ukuran,
baik yang berkaitan dengan berat, panjang-pendek, maupun jumlah. Misalnya, lusin,
kodi, meter, liter, atau gram.
II.
Numeralia Tingkat
Numeralia tingkat hampir sama dengan numeralia kolektif yang dibentuk dengan
menambahkan ke, bedanya terletak bagaimana cara penggunaannya. Kalau numeralia
kolektif, numeralia ini diletakkan di di muka nomina yang diterangkan sedangkan
numeralia tingkat, ia diletakkan di belakang belakang nomina yang diterangkan.
Contoh:
91
a.
Kolektif
Tingkat
b.
Ketiga pemain
pemain ketiga
c.
d.
*kesatu suara
suara kesatu
e.
*pertama suara
suara pertama
Pada numeralia kolektif, tidak ada bentuk kesatu atau pertama, sedangkan pada numeralia
tingkat ada.
III.
Numeralia Pecahan
Tiap bilangan pokok dapat dipecah menjadi bagian yang lebih kecil yang dinamakan
numeralia pecahan. Cara membentuk numeralia ini adalah dengan memakai kata perdiantara bilangan pembagi dan penyebut. Dalam bentuk huruf, per-ditempelkan pada
bilangan yang mengikutinya. Dalam bentuk angka, dipakai garis yang memisahkan
kedua bilangan itu.
Contoh:
1/2= seperdua, setengah, separuh
1/10 = sepersepuluh
7/16= tujuh perenam belas, dst
Jumlah pada dasarnya merujuk pada nomina. Dalam bahasa Jepang kehadiran sufiks-tachi
dalam kodomotachi anak-anak, onnatachi kaum perempuan dan sufiks-ra dalam karera
mereka (laki-laki) banyak, atau kanojora mereka (perempuan) banyak, shokun anda
sekalian, shokoku berbagai negara menunjukkan bahwa sesuatu yang dilekati tersebut
92
tidak satu, melainkan lebih dari satu jamak. Dalam bahasa Jepang jumlah selain ditandai
secara gramatikal dapat pula ditandai secara leksikal, yaitu dengan kehadiran satuan lingual
yang bersifat leksikal yang berupa numeralia.
Contoh:
1. Kyoushitsu ni gakusei ga sannin imasu
Di kelas ada tiga orang mahasiswa
2. Sannin no gakusei wa kyoushitsu ni imasu
Tiga orang mahasiswa ada di kelas
3. Gakusei wa minna mou soroimashita
Mahasiswa semuanya sudah terkumpul
4. Zenin mo kite imasu
Semuanya telah datang
5. Subete wa anata ni makasemasu
Semuanya saya serahkan kepada anda
Penunjuk jumlah pada kalimat (1) dan (2) berupa numerialia. Tetapi secara struktur dalam
kalimat (1) numerialia tersebut muncul setelah nomina sebelum predikat. Sedangkan dalam
kalimat (2) muncul di awal sebagai keterangan dari mahasiswa. Jumlah dalam kalimat (3)
ditandai oleh nomina sedangkan dalam kalimat (4) ditandai oleh prefiks zen yang memiliki,
dan kalimat (5) ditandai oleh adverbia. Penandaan-penandaan jumlah kalimat (3), (4), dan (5)
tersebut semuanya memiliki makna seluruh.
Selain itu, satuan lingual yang menunjukkan jumlah yang bersifat leksikal yang lain dapat
ditandai pula dengan kata sapaan minnasama hadirin dalam kalimat minasama ohayou
gozaimasu hadirin selamat pagi.
Penandaan jumlah selain satuan lingual yang bersifat leksikal maupun gramatikal, juga
dapat ditemui pula dalam proses morfemis yaitu dalam reduplikasi, seperti kata yama
93
gunung diulang menjadi yamayama gunung-gunung, hito orang diulang menjadi hitobito
orang-orang, dst.
94
perbedaa bahasa yang buka hanya terletak pada perbedaan suara, pemakaian gramatika,
pemilihan kata, tetapi juga pada cara penyampaian.
Ada dua hal yang dianggap andil dalam pembentukan perbedaan ini, yang pertama,
masalah hubungan sosil. Perkawinan dan bermain yang sejenis pada masa anak-anak dan
kemudian berlanjut sampai pershabatan dewasa akan melahirkan kelompok laki-laki dan
perempuan yang mempunyai sub-budaya sendiri. Pada masing-masing sub-budaya tersebut
juga mempunyai pola-pola dan gaya bahasa yang hanya cocok untuk kelompok mereka.
Masalah akan timbul manakala kedunya ingin berkomunikasi. Kedua, adalah hal yang
berkaitan dengan faktor biologis dan sosialisasi. Sebagai contoh, anak laki-laki dilarang main
dengan bunga karena bunga melambangkan suatu yang lembut, dan lembut itu adalah
perempuan. Sebaliknya perempuan dilarang pakai celana, main bola, pedang-pedangan,
karena permainan itu milik anak laki-laki dan bila ada anak perempuan yang tetap bermain, ia
akan dijuluki perempuan tomboy.
Dalam bahasa Jepang, kategori gramatikal terkait sei jenis dapat dikelompokkan
menjadi dua, yaitu jenis yang terkait secara alamiah (shizensei) dan jenis yang terkait secara
gramatikal (bunpousei). Jenis yang disebutkan pertama banyak ditemukan berkategori
nomina secara leksikal, seperti chichi bapak, otousan bapak, kare dia laki-laki, kanojo
dia perempuan, haha ibu dan okaasan ibu.
Jenis secara gramatikal (bunpousei) ditemukan dalam verba yang berkolerasi dengan
nominanya. Dalam bahasa Jepang secara gramatikal nomina dapat dikelompokkan menjadi
nomina hidup dan nomina mati. Eksistensi kedua nomina ini ditandai oleh verba eksistensi
iru ada, dan aru ada.
Contoh :
95
1.
4.
Takushi ga iru
Ada taksi
5.
Takushi ga aru
Ada taksi
6.
Kalimat (1) keberadaan neko kucing ditandai oleh verba iru ada untuk benda hidup,
sedangkan keberadaan furui mono barang kuno dalam kalimat (2) ditandai oleh verba aru
ada untuk benda mati. Keberadaan dalam kalimat (3) ditandai oleh kedua verba eksistensi
tersebut. Verba eksistensi iru ada dalam kaliamt (3) sama dengan kalimat (1), sedangkan
aru ada dalam kalimat tersebut menunjukkan makna posesif.
Begitu pula dalam kalimat (4) dan (5). Iru ada dalam kalimat (4) menunjuk keberadaan
untuk sopir taksi sedangkan aru ada dalam kalimat (5) menunjuk pada taksi yang masih
berada di tempat parkir di perusahaan atau sudah rusak ada dipinggir jalan.
96
Dan iru ada dalam kalimat (6) pun bukan menunjuk pada kereta api, tetapi merujuk
pada masinis atau merujuk ke kereta terakhir yang masih beroperasi.
Dalam bahasa Jepang, ikhwal jenis selain hal di atas dapat ditemukan pula dalam bentuk
perbedaan penggunaan partikel akhir dalam tuturan laki-laki dan perempuan.
Contoh:
1. Hen da aneh
2. Hen da na aneh
3. Hen da wa aneh
4. Hen yo aneh
5. Iku ze pergi
6. Iku zo pergi
7.
Iku na pergi
8. Iku wa pergi
Kalimat (2), (5), (6), dan (7) merupakan tuturan laki-laki, sedangkan (3), (4), dan (8)
tuturan dari perempuan.
III.
Kaku kasus
Kasus merupakan kategori gramatikal dari nomina, frasa nominal, pronomina yang
memperlihatkan hubungannya dengan kata lain dalam kontruksi sintaksis. Yang dimaksud
dengan kata lain adalah verba (selanjutnya ditulis V) yang berfungsi sebagai predikat
(selanjutnya ditulis P) dalam sebuah kalimat yang memiliki valensi atau hubungan yang
bersumber dari V dan dapat dilihat dalam wujud peran. Peran secara semantis dapat berupa
agentif, objektif, benefaktif, dan lain-lain. Lebih sederhananya, kasus dapat dikatakan bahwa
nomina (N) melakukan apa yang dinyatakan (V) dan apa akibat dari hasil perbuatan N
97
tersebut. Adanya valensi antara nomina dan verba tersebut bervalensi pula pada partikelnya.
Partikel ini ini disebut partikel kasus. Dalam bahasa Jepang, kasus ditandai oleh partikel.
Dalam kalimat bahasa Jepang, nomina memiliki valensi dengan verba yang mengikutinya.
Macam-macam kasus dalam bahasa Jepang
a. Kasus Lokasional
Adalah kasus yang menandai makna lokasi atau tempat pada nomina. Jenis-jenis
kasus lokasional antara lain:
1. Kasus lokasional tipe satu
Nomina (tempat)
o (partikel kasus)
V (gerak-alih)
Contoh:
Ano hito wa michi o wataru
Orang itu menyeberang jalan
Seitotachi wa koen o hashiru
Para siswa berlari di taman
Kasus tipe satu nomina diduduki oleh tempat bervalensi dengan verba yang bermakna
gerak-alih (idou doushi). Partikel o wajib digunakan karena bermakna tempat yang dilalui
(tsuuka suru basho). Verba wataru, hashiru, aruku, oyogu dan tobu menunjukkan adanya
gerakan dari satu tempat ke tempat lain.
2. Kasus lokasional tipe dua
Nomina dalam kasus ini berupa nomina yang bermakna tempat atau kendaraan. Nomina
ini bervalensi dengan verba yang bersifat menjauh dari nomina tersebut. Antara nomina dan
verba tersebut bervalensi pula dengan partikel o dan partikel kasus ini bermakna berpisah
atau menjauh dari objek (hanareru taishou).
Nomina (tempat, kendaraan)
Contoh:
Fune wa minato o hanareru
Kapal menjauh dari pelabuhan
Joukyaku wa basu o oriru
Para penumpang turun dari bus
3. Kasus lokasional tipe tiga
Kasus tipe ini ditandai dengan nomina (tempat) yang bervalensi dengan verba statis.
Nomina dan verba statis ini bervalensi dengan partikel ni di yang menunjukkan eksistensi
sesuatu. Verba statis yang menunjukkan keberadaan atau eksistensi suatu benda yaitu iru
dan aru ada
Tempat ni
Nomina ga
V (statis)
Contoh;
Toshokan ni gakuseitachi ga imasu
Di perpustakaan ada mahasiswa
Kouen ni hana ga arimasu
Di taman ada bunga
4. Kasus lokasional tipe empat
Tempat
de
V(dinamis)
Contoh:
Gakusei wa kyoushitsu de benkyou suru
Mahasiswa belajar di kelas
Chichi wa ousetsuma de shinbun o yonde iru
99
Contoh:
Watashi wa obaasan no ie de yasumi o sugosu
Saya menghabiskan waktu liburan di rumah nenek
Tsumaranai jinsei o ikiru
Menjalani kehidupan yang membosankan
c. Kasus yang berkolerasi dengan arah
Menunjukkan korelasi antara nomina yang ditandai dengan nomina yang menunjukkan
arah dengan verba. Dalam bahasa Jepang, kasus ini dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
1.
menunjukkan arah. Nomina ini bervalensi dengan verba yang digerakkan oleh indra
penglihatan untuk menunjuk suatu pandangan dan arah, seperti muku menghadap, miru
melihat. Nomina dan verba ini bervalesi dengan partikel kasus o yang memiliki mkna
arah.
Nomina (arah) o
V(menuju arah)
Contoh:
Ue o muku
100
Menengadah
Shita o muite kudasai
Silakan menghadap ke bawah
Mae no hyou o mite kudasai
Perhatikan (melihat) ke depan
2. Kasus yang berkolerasi dengan arah pergerakan (idou no houkou)
Menunjukkan korelasi antara nomina yang menunjukkan tempat atau arah. Nomina
ini bervalensi dengan verba mukau menuju, kuru datang. Verba-verba ini
menunjukkan adanya perpindahan dari suatu gerakan untuk menuju suatu tempat atau
arah. Nomina dan verba ini bervalensi dengan partikel kasus o yang memiliki makna
arah pergerakan (idou no houkou) dari suatu aktifitas atau gerakan.
Nomina(tempat/arah)
ni
Contoh:
Jakaruta ni mukau
Menuju jakarta
Watashi no hou ni kuru
Datang ke arah saya
Watashi ni tsikazuite kita
Mendekat ke saya
Kanojo wa omawarisan ni chikayotte itta
Dia mendekat ke arah polisi
d. Kasus yang menyatakan ketibaan
Kasus ini terdapat dua jenis, pertama ditandai oleh nomina yang berupa tempat yang
bervalensi dengan verba gerak alih (idou doushi), seperti iku pergi dan kuru pulang.
Nomina (tempat)
ni
V(gerak-alih)
101
Nomina dan verba ini bervalensi dengan partikel kasus ni di yang menunjukkan titik
terminatif (touchakuten).
Contoh:
Nihon ni ikimasu
Pergi ke Jepang
Ie ni kite kudasai
Datanglah ke rumah
Kedua, kasus yang menyatakan ketibaan yang lain ditandai dengan nomina yang
menyatakan tempat yang bervalensi dengan verba yang menunjukkan ketibaan (touchakuten).
Nomina dan verba ini bervalensi dengan partikel kasus e ke.
Nomina (tempat)
V(ketibaan/terminatif)
Contoh:
Argo Wilis densha wa maiasa Yogyakarta e yoji ni tsuku
Kereta api Argo Wilis setiap pagi tiba di Yogya pada pukul 4.00
e. Kasus datif
Merupakan kasus yang menandai bahwa nomina adalah penerima suatu perbuatan. Kasus
ini ditandai oleh nomina yang menunjukkan manusia. Dan nomina ini bervalensi dengan
verba beri-terima. Nomina dan verba ini bervalensi dengan partikel kasus ni kepada.
N/penerima suatu perbuatan
ni
Objek
V(beri-terima)
Contoh:
Imouto ni hon o ageru
Memberikan buku kepada adik perempuan
102
ni
Contoh:
Ima kare wa chichioya ni natta.
Sekarang, Ia telah menjadi ayah
Shingou ga aka ni kawaru
Lampu lalu lintas berubah menjadi merah
Senzai o tsukatte, yunifoomu wa masshiro ni kawatta.
Dengan menggunakan sabun, baju seragam ini berubah menjadi putih sekali
Kasus translatif yang kedua ditandai dengan valensi nomina terhadap verba yang
menyatakan perubahan terhadap nomina. Valensi ini ditandai oleh partikel kasus kara dari,
yaitu dari kondisi sebelumnya menjadi kondisi hasil (sesudahnya).
103
ni
Contoh:
Shingou ga aka kara ao ni kawaru
Lampu lalu lintas berubah warna merah menjadi warna hijau
Shatsu wa chairo kara masshiro ni kawatta
Baju berubah dari warna coklat menjadi warna putih
Gakusei kara kaishain ni natta
Dari mahasiswa menjadi pegawai perusahaan
g. Kasus yang menyatakan sumber
Adalah kasus yang menyatakan sumber pada nomina. Nomina pada kasus ini ditandai
oleh nomina yang berupa orang. Nomina ini bervalensi dengan verba. Nomina dan verba ini
bervalensi pada partikel kasus yang menandai sumber (dedokoro), yaitu ni dari .
Nomina(orang/sumber)
ni
V(sumber/asal)
Contoh:
Watashi wa chichi ni maitsuki okane o morau
Saya setiap bulan menerima uang dari ayah
Sensei ni sono nyuusu o kikimashita
Telah mendengar berita itu dari bapak guru
h. Kasus yang berkolerasi dengan waktu
Kasus ini ditandai dengan nomina yang diduduki oleh waktu. Nomina ini bervalensi
dengan verba yang menyatakan suatu peristiwa yang terjadi dalam suatu waktu. Nomina dan
verba tersebut bervalensi pula dengan partikel kasus ni pada.
Nomina (waktu)
ni
V(dinamis)
104
Contoh:
Watashi wa mainichi goji ni okiru
Setiap pagi saya bangun pada pukul lima
Nihon no gakusei wa Soekarno Hatta no kuukou de hachiji ni tsuku yotei desu
Mahasiswa Jepang rencananya akan tiba di Bandara Soekarno Hatta pada
pukul 08.00.
i.
Kasus perbandingan
Kasus perbandingan pertama ditandai oleh nomina yang bermakna jumlah. Nomina ini
bervalensi dengan verba dinamis. Nomina dan verba ini bervalensi dengan partikel niyang
bermakna perbandingan.
Nomina (jumlah)
ni
perbandingan Vdinamis
Contoh:
Watashi wa futsuka ni ichido sentaku shimasu
Saya mencuci pakaian dua hri sekali
Haha wa ikkagetsu ni ikkai inaka e kaeru
Ibu saya satu kali dalam sebulan pulang ke kampung halaman
Kasus perbandingan berikutnya menyatakan perbandingan pada nomina. Nomina dalam
kasus ini ditandai oleh nomina yang berupa tempat, hal, benda sebagai pembanding. Nomina
ini bervalensi dengan adjektiva yang bermakna bandingan. Nomina dan adjektiva ini
bervalensi dengan partikel kasus yori daripada.
Nomina (yang dibandingkan)
wa
N (pembanding)
yori
Adjektiva
Contoh:
Jakaruta wa Bandon yori nigiyaka desu
105
Kasus bahan
Kasus ini memperhatikan hubungan antara nomina yang bermakna bahan bervalensi
dengan verba yang menyatakan verba proses. Nomina dan verba ini bervalensi dengan
partikel kasus de dari dan atau kara dari yang memiliki makna bahan. Partikel kasus de
dari menunjukkan bahan yang yang dinyatakan nomina sebagai bahan tersebut mengalami
perubahan sehingga tidak terlihat bahan dasarnya.
O
Contoh:
Nendo de osara o tsukuru
Membuat piring dari tanah liat
Kecap wa daizu kara tsukutta.
Kecap terbuat dari kacang kedelai
k. Kasus instrumental
Merupakan kasus yang menandai alat pada nomina atau dengan kata lain nomina dalam
kasus ini ditandai oleh nomina yang menyatakan alat. Nomina ini bervalensi dengan verba
dinamis. Nomina dan verba ini pun bervalensi dengan partikel kasusu de dengan alat.
Alat de
Contoh:
Pasokon de ronbun o kaku
Menulis tugas akhir dengan menggunakan komputer
106
Kasus sebab
Kasus ini adalah kasus yang menandai penyebab yang ditandai oleh nomina yang
bervalensi dengan verba. Nomina dan verba ini bervalensi dengan partikel kasus de sebab.
Nomina
de
topik
ga
Contoh:
Ooyuki de densha ga tomaru
Kereta berhenti karena salju yang lebat
Tsunami de Aceh ga tsubureta
Aceh hancur karena tsunami
Kaze de hashi ga kuzureta
Jembatan ambruk karena angin
m. Kasus limit
Adalah kasus yang menandai limit yang dinyatakan oleh nomina. Nomina dalam kasus ini
ditandai oleh nomina yang berupa masa (kikan). Nomina ini bervalensi dengan verba yang
memiliki makna semantis ketuntasan seperti oeru selesai, shiageru selesai/tuntas. Nomina
dan verba dalam kasus ini bervalensi dengan partikel kasus de yang menyatakan limit.
n. Kasus konklusi
Adalah kasus yang menandai konklusi yang dinyatakan oleh nomina. Nomina dalam
kasus ini ditandai oleh nomina yang berupa kapasitas (ryou). Nomina ini bervalensi dengan
107
verba dinamis. Nomina dan verbanya pun bervalensi dengan partikel kasus de menunjukkan
jumlah batas.
Jumlah de
V(dinamis)
Contoh:
Hitori de yuushoku o taberu
Makan malam sendirian
Minna de kaigai ryokou o shita
Wisata ke luar negeri dengan semuanya
o. Kasus isi
Adalah kasus yang menandai isi yang dinyatakan oleh nomina. Nomina dalam kasus ini
ditandai oleh nomina yang berupa isi suatu hal (naiyou). Nomina ini bervalensi dengan verba
dinamis. Dan diantara keduanya pun bervalensi dengan partikel kasus de menunjukkan isi
atau materi.
Nomina (isi/materi)
de
nomina (sumber)
V(dinamis)
Contoh:
Shingaku no koto de sensei ni soudan suru
Berdiskusi dengan dosen perihal melanjutkan sekolah
Miai no koto de oya ni soudan shita
Berdiskusi tentang pernikahan dengan orang tua.
p. Kasus komitatif
Adalah kasus yang menandai makna menemani yang dinyatakan oleh nomina. Nomina
dalam kasus ini ditandai oleh nomina yang bervalensi dengan partikel kasus to dengan yang
menunjukkan seseorang atau sesuatu yang menemani.
108
to
V (dinamis)
Contoh:
Wanchan to mori ni hairimashita.
Masuk ke hutan bersama anjing
Kazoku to kaigai ryokou o shita
Berwisata ke luar negeri bersama keluarga
q. Kasus yang menyatakan persamaan atau perbedaan
Adalah kasus yang menandai makna adanya persamaan atau perbedaan yang dinyatakan
oleh nomina. Nomina dalam kasus ini ditandai oleh nomina yang berupa orang, binatang, dan
atau sesuatu yang dibandingkan. Nomina ini bervalensi dengan verba yang menyatakan
persamaan atau perbedaan. Nomina dan verba dalam kasus ini bervalensi dengan partikel
kasus to dengan yang menunjukkan persamaan atau perbedaan.
Nomina (pembeda)
to
V (persamaan/perbedaan)
Contoh:
Otousan to nite iru
Mirip dengan bapak
Kono ko wa otousan to kao ga chigau
Anak ini wajahnya berbeda dengan wajah ayahnya
r. Kasus dasar penilaian/bahan pertimbangan
Adalah kasus yang menandai makna dasar penilaian/bahan pertimbangan yang
dinyatakan oleh nomina. Nomina dalam kasus ini ditandai oleh nomina yang berupa sesuatu
yang dapat menjadi bahan penilaian atau pertimbangan. Nomina ini bervalensi dengan verba
yang menyatakan pertimbangan atau penilaian pula. Nomina dan verba dalam kasus ini
bervalensi dengan partikel kasus kara dari yang disebutkan nomina.
Nomina (yang menjadi bahan pertimbangan) kara V (yang bermakna penilaian)
109
Contoh:
Chousa no kekka kara kangaeru to kondo mo mata oojishin ga okoru to
omowareru
Kalau dipikir berdasarkan hasil pemeriksaan, nanti juga akan terjadi gempa
besar
Kare no seikaku mite, sono youna koto wa shinai to omou
Dilihat dari sifatnya, saya kira ia tidak akan melakukan hal seperti itu.
s. Kasus penyebab tidak langsung
Merupakan kasus yang menyatakan tidak langsung pada nomina. Nomina dalam kasus ini
ditandai oleh nomina yang berupa penyebab. Nomina ini bervalensi dengan verba yang
menunjukkan akibat. Nomina dan verbanya juga bervalensi dengan kasus kara karena.
kara
V (menunjukkan akibat)
Contoh:
Hi no fushimatsu kara kaji ni naru
Karena kealfaan terhadap api (kompor), terjadi kebakaran.
Tojimari no futsui kara dorobou ni hairarete shimatta
Karena tidak hati-hati dalam menutup pintu dan jendela, rumah kami
kemasukan maling.
t. Kasus titik muncul/awal dan titik ketibaan
Adalah kasus yang menandai makna munculnya atau awalnya sesuatu pada nomina.
Kasus ini merupakan kasus yang menandai makna ketibaan pada nomina. Nomina dalam
kasus ini diduduki oleh tempat dan waktu. Nomina tempat bervalensi dengan gerak alih,
sedangkan nomina waktu bervalensi dengan verba dinamis. Nomina dan verba ini bervalensi
dengan partikel kara yang memiliki makna dari.
110
Nomina (tempat)
kara
N (tempat) made
V (gerak alih)
Nomina (waktu)
kara
N (waktu) made
V (dinamis)
Contoh:
Ie kara eki made aruku
Berjalan dari rumah sampai stasiun
Geshuku kara dekakeru
Pergi dari tempat kost
111
BAB 1V
PETA KONSEP
4.1 Peta Konsep 1
onseigaku
on-in-ron
keitairon
tougoron
goyouron
imiron
shakaigengogaku
112
Meliputi
Unsur-unsur
Kata
Keitaiso
Katsuyoukei
Hinshi
morfem
Pembentuk kata
Tanjungo/kata tunggal
Jiyuu keitaiso
morfem bebas
Gokan/stem
Konjyugasi
Tidak mengalami
perubahan
Mengalami
perubahan
Proses Morfemis
Mizenkei
Goseigo/kata gabung
Setsuji /afiks
Renyoukei
Kousoku
keitaiso
Morfem
terikat
Doushi
Shuushikei
meishi
Keiyoush
i
Rentaikei
Daimeishi
Kateikei
Suushi
Meireikei
Fukushi
Setsuzokus
hi
Kandoushi
Joshi
113
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta : Rineka Cipta.
Verhaar, J. W. M. 2004. Asas Asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gajah Mada University
Press.
Koizumi, Tamotsu. 1993. Nihongo Kyooshi no Tame no Gengogaku Nyuumon.
Linguistik Bagi Para Calon Guru Bahasa Jepang. Tokyo: Taishukan Shoten.
Sudjianto & Ahmad Dahidi. 2004. Linguistik Bahasa Jepang, Jakarta: Oriental- Kesaint
Blanc
....................... 2004. Pengantar Linguistik Bahasa Jepang. Bekasi: Kesaint Blanc
Sudaryanto dkk. 1991. Diatesis Bahasa. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Alwi, H. 1992. Modalitas Dalam Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Kanisius
Sudjianto. 1999. Gramatika Bahasa Jepang Modern. Jakarta: Kesaint Blanc
Kindaichi, H. 1976. Nihongo Doushi no Asupekuto. Toukyou:Mugishobo
Inoue, K. 1976. Henkei Bunpo to Nihongo Ue. Toukyou: Taishuukan
Sutedi, Dedi. 2003. Dasar-Dasar Linguistik Bahasa Jepang. Bandung: Humaniora Utama
Press.
Kushartanti, dkk. 2005. Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Linguistik. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama
Kridalaksana, Harimurti . 2007. Kelas Kata Dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia pustaka.
Matsumura, Yamaguchi. 1998. Kokugo Jiten. Tokyo: Obunsha
Alwi, Hasan dkk. 1998. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (Edisi Ketiga). Jakarta: Balai Pustaka
Kridalaksana, Harimurti. 1993. Kamus Linguistik . Edisi Ketiga.Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
Fakih, Mansoer. 2001. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Munjin. 2014. Ekspresi Bahasa dan Gender Sebuah Kajian Sosolinguistk.
(online).(www.wordpress.com. Diunduh, tanggal 16 Nopember 2014)
http://id.wikipedia.org/wiki/linguistik
Sunarni, Nani dan Jonjon Johana. 2010. Morfologi Bahasa Jepang: Sebuah Pengantar.
Bandung: Sastra Unpad Press.
114