You are on page 1of 24

PENGKAUSATIFAN DALAM BAHASA JEPANG

ARTIKEL

Oleh

DINI MAULIA
0821215011

PROGRAM STUDI LINGUITIK


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2011

PENGKAUSATIFAN DALAM BAHASA JEPANG

DINI MAULIA
0821215011

ABSTRACT
This research is aimed at finding the constraint of causation in Japanese.
Whereas the problem discussed in this research comprises the causation of
meaning, structure, and logical structure of Japanese within morphological,
syntactic, and lexical levels.
The data used in this research is written one obtained from a Japanese
novel titled Mama Ohanashi Kikasete. The data provision is done under
observational method and its techniques. The analysis of data is done under
distributional methods and its relevant techniques, and the presentation of the data
analysts is conducted under informal, and formal methods, and its techniques.
The causative structure may be formed with both intransitive and transitive
basic verbs, and may be distinguished from the case particle following it.
Morphological causation is mark with sareru, syntactic causation is marked with
lexical form of morau, and lexical causation is mark with jidoushi for intransitive
verb, and tadousi for transitive one.
Keywords: causation, morphological causation, syntactic causation, and lexical
causation

I. PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Bagi pembelajar bahasa Jepang, selanjutnya disngkat dengan bJ,

pemahaman mengenai struktur kausatif sering menjadi salah satu kendala dalam
memahami tata

gramatikal bJ. Hal tersebut karena perbedaan sistem antara bJ

dan bahasa Indonesia dalam merealisasikan struktur kausatif dalam kalimat.


Bentuk kausatif dikenal dengan istilah

shieki dalam bJ.

Kausatif adalah ungkapan yang di dalamnya terdapat sebuah peristiwa


tersebab yang terjadi karena seseorang melakukan sesuatu atau karena terjadinya
sesuatu. Dalam struktur kausatif tersebut, penyebab, penerima sebab dan kejadian
tersebab merupakan unsur yang menjadi syarat utama dalam pembentukan
strukturnya.
Selain dari kurangnya pemahaman mengenai struktur kausatif, bentuk
tipologi bJ yang berbeda dengan bahasa Indonesia juga merupakan faktor yang
menghambat pemahaman pembelajar bJ di Indonesia dalam memahami shieki
struktur kausatif ini. Secara tipologi bahasa, bahasa Jepang yang selanjutnya
disingkat bJ merupakan sistem bahasa yang meletakkan objek pada posisi
sebelum predikat (SOV). Tipologi bJ ini sangat berbeda dengan bahasa Indonesia
yang meletakkan predikat pada posisi seblum objek.
Dalam konsep kausatif terdapat dua aspek penting yang menjadi ciri
pengkausatifan yaitu penyebab dan penerima sebab. Untuk menguraikan makna
kausatif secara jelas dibutuhkan deskripsi yang jelas pula mengenai keadaan yang
mengitari hubungan di antara keduanya. Novel dan alur di dalamnya memiliki
deskripsi yang jelas mengenai hubungan tokoh dalam cerita sehingga sangat
membantu penulis dalam menganalisis makna yang disampaikan. Uraian jelas
mengenai hubungan antara satu tokoh dengan tokoh yang lain yang berperan
utama dalam konsep penyebab dan penerima sebab dalam struktur kausatif
diharapkan dapat mengakumulasi secara terperinci keseluruhan jenis makna
dalam pengkausatifan bJ.

1.2.

Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian


Penelitian ini meliputi analisis struktur kausatif bJ yang digunakan dalam

novel bJ. Penulis membatasi analisis struktur kausatif penelitian ini pada tataran
kausatif morfologis, sintaktis, dan leksikal. Hal tersebut karena setelah dilakukan
pengamatan dari beberapa novel bJ, penulis menemukan hanya ketiga tataran
inilah yang digunakan dalam membentuk struktur kausatif. Novel yang digunakan
dalam sebagai sumber dalam penelitian ini adalah novel bJ yang berjudul Mama
Ohanashi Kikasete. Novel ini dipilih karena di dalamnya sudah tercakup semua
aspek kausatif yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini.
1.3

Rumusan Masalah Penelitian


Pembahasan struktur kausatif bJ dalam tiga tataran merupakan topik yang

menjadi permasalahan dalam penelitian ini. Adapun struktur kausatif yang


dibahas meliputi kausatif sintaktis, morfologis dan leksikal. Berlandaskan hal
tersebut, adapun permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimanakah struktur dan makna yang dihasilkan oleh pengkausatifan
morfologis dalam bJ?
2. Bagaimanakah struktur dan makna yang dihasilkan oleh pengkausatifan
sintaktis dalam bJ?
3. Bagaimanakah struktur dan makna yang dihasilkan oleh pengkausatifan
leksikal dalam bJ?
4. Bagaimanakah struktur logis pengkausatifan bJ?\

II. LANDASAN TEORI


2.1

Tinjauan Pustaka
Teori untuk mendeskripsikan bentuk kausatif tersebut dikemukakan oleh

Talmy (dalam Ackerman:1998), yang mengembangkan sistem dasar dari bentuk


kausatif yang dinyatakan dengan dinamika daya (force dynamics), yaitu teori ini
merupakan deskripsi yang lebih baik daripada teori yang dikemukakan
sebelumnya. Sistem dasar teori ini menyatakan bahwa terdapat dua keberadaan
yang signifikan dalam sebuah struktur kausatif, yaitu: (1) agonist, merupakan
bagian terdepan, dan (2) antagonist adalah bagian terbelakang dan merupakan
elemen pemaksa. Jufrizal (2007:94) mengemukakan bahwa struktur kausatif
morfologis dalam bahasa Minangkabau yang ditandai dengan afiks an (-kan) dan
i, serta gabungan afiks pa-an dan pa-i. Dalam pembahasan dijelaskan mengenai
tiga kelas kata yang dapat membentuk verba kausatif, di antaranya adalah verba
intransitif, adjektiva,dan prakategorial. Yusdi (2008:203) menyinggung beberapa
hal mengenai struktur kausatif dalam bahasa Melayu Klasik. Disebutkan bahwa
terdapat dua buah pemarkah morfologis dalam bahasa Melayu Klasik, yaitu: afiks
kan dan i.
2.2

Landasan Teori
Untuk melakukan penelitian ini, penulis menggunakan beberapa teori di

antaranya Goddard, Comrie, Ackerman untuk menganalisis pengkausatifan bJ


dalam tiga tataran dan Vallin untuk menganalisis struktur logis.

III.
3.1

METODE PENELITIAN

Jenis dan Rancangan Penelitian


Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif.

Penelitian ini dimulai dengan definisi lengkap mengenai objek penelitian beserta
prinsip-prinsip yang berkaitan dengan hal tersebut, kemudian pelaksanaan
penelitian melalui deskripsi akurat berdasar prinsip yang telah dikemukakan dan
hasil penelitiannya berupa studi deskripsi secara terperinci mengenai hasil analisis.
3.2

Populasi dan Sampel


Populasi

penelitian ini adalah keseluruhan kalimat yang di dalamnya

terkandung makna kausatif dalam bJ, baik dalam tataran morfologis, sintakstis,
maupun leksikal yang dipakai di dalam novel bJ, sedangkan sampel dalam
penelitian ini adalah struktur kausatif bJ yang diperoleh dari novel Mama
Ohanashi Kikasete karangan Miyoko Matsutani (2002) yang dianggap peneliti
dapat mewakili populasi pemakaian struktur kausatif dalam bJ.
3.3

Sumber Data
Data dalam penelitian ini menggunakan data tertulis yang diperoleh dari

sumber data berupa novel Jepang Mama Ohanashi Kikasete. Beberapa buku teks
pelajaran bJ juga digunakan sebagai sumber pendukung.
3.4

Metode dan Teknik Penyediaan Data


Pada tahap penyediaan data, penulis menggunakan metode baca, karena

data yang digunakan adalah data tertulis (tulisan). Teknik dasar yang digunakan
adalah teknik baca markah (Sudaryanto, 1993:132). Teknik lanjutan yang
digunakan adalah teknik catat (Sudaryanto, 1993:135).

3.5

Metode dan Teknik Analisis Data


Tahap analisis data pada penelitian ini, menggunakan metode agih beserta

teknik-tekniknya. Teknik yang akan digunakan untuk menganalisis adalah teknik


Bagi Unsur Langsung (BUL) (Sudaryanto, 1993:31). Teknik lanjutan yang
digunakan adalah teknik ubah ujud. Teknik ubah ujud adalah teknik analisis yang
berupa pengubahan wujud atau parafrasa, yang akan menghasilkan tuturan
berbentuk lain (Sudaryanto, 1993:83).
3.6

Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data


Metode yang digunakan dalam penyajian hasil analisis data pada

penelitian ini adalah metode formal dan metode informal.


3.7

Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan tesis ini terdiri dari sembilan bab yang masing-

masingnya terdiri dari beberapa sub bab. Bab I merupakan pendahuluan yang
terdiri dari latar belakang, ruang lingkup dan batasan masalah, rumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, akonsep teoritis, kajian pustaka, kajian teori,
definisi istilah kunci, kerangka teoritis penelitian, Bab II merupakan landasan
teori, yang terdiri dari tinjauan pustaka, landasan teori, definisi dan istilah kunci
dan model konseptual penelitian. Bab III meliputi metode penelitian, yang terdiri
dari jenis dan desain penelitian, populasi dan sampel, sumber data, metode dan
teknik penyediaan data, metode dan teknik analisis data, metode dan teknik
penyediaan hasil analisis data dan sistematika penulisan. Bab IV merupakan
analisis data, yang meliputi pengkausatifan bJ morfologis, sintaktis, leksikal, dan
struktur logis. Bab V merupakan penutup yang terdiri dari simpulan dan saran.

IV.
4.1

ANALISIS DATA

Pengkausatifan Morfologis Bahasa Jepang

Seperti yang telah disebutkan pada bagian bab sebelumnya bahwa bJ memiliki
penanda afiks tersendiri dalam memarkahi struktur kausatifnya. Melalui analisis
data dapat digambarkan bagan perubahan valensi serta struktur pembentuk
kalimat kausatif.
Subjek
Objek
Peny (animata) wa/ga Pen (animata) DATIF ni
Verba -saseru

Subjek
Objek
Peny (animata/non-animata) wa/ga Pen (animata/non-animata)
AKUSATIF o Verba -saseru

Subjek

Subjek klausa II

Objek

Objek klausa I
Objek klausa II

[FN1 Peny (animata) wa/ga {FN2 Pen (animata) DATIF ni klausa 1]


FN3 (animata/non-animata) AKUSATIF o
Verba -saseru klausa 2}

[FN1 Peny (animata) wa/ga {FN2 (animata/non-animata)

AKUSATIF o FN3 Pen (animata) DATIF ni Verba -saseru klausa 1]


klausa 2

Hubungan penyebab dan penerima sebab pada tataran ini, dapat diuraikan
sebagai berikut:
1. Penyebab Animata dan Penerima Sebab Animata
2. Penyebab Animata dan Penerima Sebab Non-Animata
3. Penyebab Non-Animata dan Penerima Sebab Non-Animata
Terdapat tiga hal yang menjadi ciri-ciri bentuk makna yang dihasilkan oleh afiks
saseru, yaitu:
1. Dalam pengkausatifan morfologis bJ, melibatkan unsur paksaan dari pihak
penyebab terhadap pihak penerima sebab. Unsur paksaan tersebut dibagi
atas tiga jenis:
1) merupakan perintah/memerintahkan, dalam hal ini penyebab memberi
perintah dengan mengedepankan keinginnannya tanpa mempertimbangkan
keinginan dari pihak penerima sebab.
2) membuat/menjadikan, makna ini juga menunjukkan terdapatnya
tindakan yang berada di bawah kontrol penyebab tanpa menghiraukan
keinginan penerima sebab.
3) menyuruh, dalam hal ini kadar paksaan sangat minimal, tetapi masih
mengedepankan keinginan dari penyebab, hanya saja dalam struktur ini
penerima sebab tidak terlalu mendapat paksaan ataupun keinginan dari
pihak penyebab.
2. Makna menyarankan, yang mana makna ini mengedepankan keinginaan
penyebab tetapi keputusan tindakan sepenuhnya di bawah keinginan
penerima sebab.

3. Makna mengizinkan atau membiarkan, yang mana makna ini secara


dominan mengedepankan keinginan dari pihak penerima sebab.
4. Adanya usaha yang tidak biasa dalam pembentukan struktur kausatif
morfologis. Pada bagian ini cenderung menunjukkan peristiwa tidak biasa
yang digambarkan afiks saseru melalui pengkausatifan.
4.2 Pengkausatifan Sintaktis Bahasa Jepang
Ciri khas dari pengkausatifan sintaktis adalah terdapatnya dua leksikon
dalam satu struktur kalimat yang salah satu leksikonnya membentuk makna
pengkausatifan terhadap leksikon lainnya. Struktur tataran ini dapat dilihat
dalam bagan berikut:
FN1 Peny (animata) PART wa/ga FN2 Pen (animata) DATIF
ni FN3 AKUSATIF VTrans te morau
FN1 peny PART (animata) wa FN2 pen (animata) DATIF ni
VIntrans te morau
Pembentukan makna dalam pengkausatifan sintaktis bJ memiliki ciri-ciri berikut:
1. Makna menghormati lawan tutur sebagai penerima sebab dalam struktur
pengkausatifan.
2. Verba yang menjadi pengkausatif dalam kalimat merupakan verba yang
menunjukkan keuntungan yang didapat oleh pihak penyebab melalui
struktur kausatif akan memberi beban kepada pihak penerima sebab. Dapat
dikatakan bentuk morau digunakan sebagai penghargaan atas tindakan
yang dilakukan penerima sebab untuk kepentingan yang menguntungkan
dari segi pihak penyebab.

Melalui ciri makna yang dibentuk oleh pengkausatifan sintaktis dapat dilihat
bagaimana budaya Jepang memberlakukan keasantuan melalui struktur bahasa
mereka. Tindakan yang menguntukan dari pihak penyebab kepada penerima sebab,
dipandang dari status sosial penerima sebab dan bentuk tindakan yang diinginkan
menghasilkan bentuk tersendiri dalam sistem pengkausatifan. Itu menunjukkan
bahwa budaya Jepang sangat menghargai pihak yang telah diberi beban oleh
mereka untuk melakukan tidakan yang menguntungkan bagi mereka.
3.2

Pengkausatifan Leksikal Bahasa Jepang


Proses dalam pengkausatifan leksikal melibatkan ketransitifan verba

dalam strukturnya, karena verba transitif tersebut nanti akan berkorespondensi


dengan verba intransitifnya. Adanya korespondensi tersebut menyebabkan
kehadiran verba berpasangan dalam kasus pengkausatifan leksikal. Struktur
pengkausatifan pada tataran ini dapat dikaidahkan sebagai berikut:
FN1 Peny (animata) PART wa/ga FN2 Pen (non animata)
AKUSATIF o VERBA KAUS
FN1 Peny (animata) PART wa/ga FN2 Pen (non animata)
AKUSATIF o VERBA KAUS
FN1 Peny (animata) PART wa/ga FN2 Pen (bagian dari diri
Peny) AKUSATIF o VERBA KAUS

Hubungan penyebab dan penerima sebab pada tataran ini dapat


digambarkan sebagai berikut:
1. Penyebab Animata Terhadap Penerima Sebab Animata
2. Penyebab Animata Terhadap Penerima Non-Animata

10

Shibatani (2002:88) mengungkapkan lexical causative express situations


involving physical manipulation of an object or person (the cause) by the causer.
Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa pengkausatifan leksikal
merupakan struktur kausatif langsung. Penggolongan kepada kausatif langsung
diakibatkan

struktur

kausatif

leksikal

tersebut

yang

secara

seragam

memberlakukan subjek sebagai penyebab dan objek sebagai penerima sebab.


Penerima sebab yang berlaku dalam kausatif leksikal keseluruhannya merupakan
pasien dan penyebabnya adalah agen. Peristiwa tersebab yang terjadi juga
berlangsung dalam satu waktu dan diterangkan dalam satu klausa. Makna yang
dihasilkan dalam struktur ini, dalam bahasa Indonesia dapat disejajarkan dengan
makna membuat. Artinya, penyebab membuat penerima sebab mengalami
keadaan tersebab yang digambarkan oleh leksikal pengkausatif yang menduduki
fungsi predikat.
Perbedaan pengkausatifan leksikal dengan struktur pengkausatifan lainnya
adalah bagaimana makna yang dibentuk langsung oleh verba transitif berpasangan
dengan verba transitif yang terlibat menunjukkan suatu kejadian yang langsung
terjadi. Apabila dibandingkan dengan makna membuat dalam pengkausatifan
morfologis, maka dapat dibedakan dari makna implisit yang dihasilkan. Makna
pengkausatifan leksikal lebih alami dalam menghasilkan makna, sedangkan
pengkausatifan morfoloogis memiliki makna implisist yang dapat diketahui
melalui konteks kalimat. Perbedaan lainnya adalah bagian dari diri penyebab
dapat bertindak sebagai penerima sebab dalam struktur ini, yang dibentuk oleh
struktur akusatif o, sedangkan dalam pengkausatifan morfologis penerima sebab
merupakn hal yang di luar diri penyebab. Non-animata tidak dapat menjadi

11

penyebab dalam struktur ini, karena mekna yang ditunjuk menuntut aktifitas dari
penyebab yang hanya dapat dilakukan oleh penyebab bergolongan animata.
4.3

Struktur Logis Pengkausatifan Bahasa Jepang


Pada subbab ini akan dijelaskan aplikasi dari pembentukan kasus peran

pada beberapa struktur kausatif berdasarkan struktur logisnya. Menurut Imai,


(1998:20) pembentukan kasus peran pada struktur kalimat bJ berdasar struktur
logisnya diuraikan sebagai berikut:
(P) Susunlah kasus nominatif sebagai puncak pragmatik
(A) Susunlan kasus nominatif sebagai argumen inti peran semantik yang lebih
tinggi
(B) Susunlah kasus akusatif sebagai argumen inti peran makro yang lain
(C) Susunlah kasus datif sebagai argumen inti yang lain (argumen inti langsung)
(C) Argumen inti yang lainnya digolongkan kepada posposisi (argumen inti
oblik).
Struktur lapis

dari bentuk pengkausatifan bahasa Jepang dapat digambarkan

melalui beberapa bagan berikut.

12

KALIMAT
KLAUSA
INTI
ARG

FN
Ousama ga

ARG

FN
Oujyo o

NUK

NUK

PRED

PRED

VERB

KAUS

waraw-

ase-

NUK

NUK

ta

INTI
KLAUSA

TNS

KALIMAT
KLAUSA
INTI
ARG

FN
Kaasan ga

ARG

FN

NUK

NUK

PRED

PRED

VERB

KAUS

Onna no ko ni tabe-

saseru

NUK

NUK
INTI
KLAUSA

13

KALIMAT
KLAUSA
INTI
ARG

ARG

ARG

FN

FN

FN

Ousama ga

kerai ni rippana fuku o

NUK

NUK

PRED

PRED

VERB

KAUS

todoke

sasemashi-

NUK

ta

NUK
INTI
KLAUSA

TNS

KALIMAT
KLAUSA
INTI
ARG

FN

ARG

FN

Meruhiooru gaokaasan ni

ARG

FN
pan

NUK

NUK

PRED

PRED

VERB

KAUS

yai-

te morat-

NUK

ta

NUK
INTI
KLAUSA

TNS

14

KALIMAT
KLAUSA
INTI
ARG

FN
Hansu ga

ARG

FN

NUK

NUK

PRED

PRED

VERB

KAUS

kyojintachi ni tome-

te morau

NUK

NUK
INTI
KLAUSA

KALIMAT
KLAUSA
INTI
ARG

ARG

NUK
PRED

FN

FN

Kamisama ga doubutsutachi o

VERB
atsumete

15

4.4.1 Struktur Logis Direktif


Dalam subbab ini akan diuraikan mengenai fungsi posposisi e ke, kara
dari, kara dan ni dari dan sampai sebagai pengkausatif direktif dalam struktur
logis bJ. Pengkausatifan direktif ini digolongkan kepada kasus ablatif, yang
dijelaskan Cook (1989:3) sebagai berikut: the ablative or from case, may denote
separation, source, or agent, and answers the questions whence?from what place.
Dapat disimpulkan analisis pada kasus ablatif meliputi gerak dari dan menuju
suatu lokasi. Analisis struktur logis direktif ini akan menguraikan bagaimana
posposisi menghubungkan antara argumen dan predikat sehingga membentuk
makna kausatif.
4.4.2

Struktur Logis Lokatif


Pengkausatifan lokatif juga digolongkan kepada kasus ablatif. Seperti

yang dikemukakan oleh Cook (1989:3) the locative use of the Latin ablative
includes ablatives of place-where and place-from-which, as well as ablatives of
time-when and time-within-which. Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa kasus
lokatif merujuk pada lokasi keberadaan suatu hal.

16

V. PENUTUP
5.1 Simpulan
Melalui analisis data yang telah dilakukan, adapun beberapa hal yang
menjadi kesimpulan dari hasil penelitian ini yaitu:
1. Pengkausatifan bJ meliputi tiga tataran struktur kausatif yang meliputi
tataran morfologis, sintaktis dan leksikal, yang mana ketiganya memiliki
ciri bentuk tersendiri dan menunjukkan perbedaan dari segi makna.
2. Pengkausatifan morfologis hadir dalam bentuk afiksasi verba dengan
sufiks saseru. Akibat dari pengafiksan tersebut akan terjadi pelesapan
silabel yang berubah menurut penggolongan verba dalam bJ.
3. Struktur pengkausatifan morfologis terdiri dari tiga bentuk, yang berbeda
pada posisi penerima sebab. Seperti pengkausatifan leksikal, morfologis
juga menandai penyebab dengan pentopikalan wa atau nominatif ga. Tiga
bentuk yang berbeda ditandai dengan penggunaan partikel kasus datif,
akusatif dan datif akusatif.
4. Pada struktur datif kausatif morfologis, verba dasar transitif dan intransitif
dapat dapat membentuk kausatif struktur ini. Pada struktur akusatif kedua
verba dasar transitif dan intransitif dapat membentuk struktur tetapi pada
verba transiitif menyebabkan pelesapan salah satu argumen sehungga akan
menghasilkan makna implisit. Pada struktur datif akusatif hanya dibentuk
oleh verba dasar transitif.
5. Makna yang dihasilkan oeh pengkausatifan morfologis adalah makna
menjadikan/membuat,

memaksa,

memerintahkan/

menyuruh,

17

membiarkan/ mengizinkan, yang berbeda dipandang dari segi paksaan


dan keinginan dari penyebab dan penerima sebab.
6. Pengkausatifan

sintaktis

memiliki

bentuk

yang

sama

dengan

pengkausatifan morfologis. Perbedaan keduanya hanya dari nilai


kesopanan yang ditunjukkan oleh penyebab kepada penerima sebab.
7. Struktur pengkausatifan sintaktis ditandai dengan kehadiran verba morau,
yang melekat bersama verba dalam struktur kausatif

kemudian verba

tersebut akan mengalami perubahan silabel dalam bentuk te. Ciri


strukturnya juga ditandai dengan pentopikalan wa atau nominatif ga pada
unsur penyebab, dan partikel kasus ni pada penerima sebab.
8. Makna yang dihasilkan pengkausatifan sintaktis menunjukkan makna
menyuruh, tetapi karena struktur ini menunjukkan tingkat kesopanan
pada penerima sebab, maka kata meminta dapat mewakili terjemahan
struktur te morau ini.
9. Pengkausatifan leksikal memiliki ciri hadir dalam bentuk verba transitif
yang dalam sistem bJ, verba tersebut merupakan verba berpasangan yang
dikenal dengan istilah jidoushu dan tadoushi. Pengkausatif dari kedua
verba tersebut adalah tadoushi verba transitif, yang memiliki pasangan
verba intransitif jidoushi. Pembentukan verba berpasangan tersebut
ditandai adanya modifikasi internal dari morfem replesif.
10. Dalam penggunaannya struktur pengkausatifan sintaktis ditandai dengan
pentopikalan wa atau ga pada unsur penyebab dan partikel kasus o yang
melekat pada unsur penerima sebab.

18

11. Makna yang dihasilkan oleh pengkausatifan leksikal menunjukkan makna


menjadikan, yang mana penyebab bertindak langsung melakukan
tindakan tersebab kepada penerima sebab.
12. Kadar kelangsungan akibat yang diperoleh penerima sebab terhadap
perbuatan yang dilakukan penyebab dari tiga tataran pengkausatifan
tersebut menunjukkan bahwa pengkausatifan leksikal memiliki kadar
kelangsungan tertinggi, kemudian diikuti oleh pengkausatifan morfologis
dan pengkausatifan sintaktis merupakan struktur yang paling rendah kadar
kelangsungannya.
13. Struktur logis pengkausatifan bJ memiliki ciri-ciri berikut:
a. Nominatif disusun sebagai puncak pragmatik.
b. Nominatif disusun sebagai peran makro tertinggi.
c. Nominatif diduduki oleh pelaku.
d. Akusatif disusun sebagai peran makro lainnya.
e. Akustif diduduki oleh pengalami.
f. Datif disusun sebagai argumen inti lainnya (argumen inti langsung
yang tidak termasuk peran makro).
14. Dalam struktur logis, partikel e, ni, kara dan made menghasilkan makna
pengkausatifan.

19

5.2 Saran
Analisis yang dilakukan oleh penulis merupakan analisis pengkausatifan
pada data tertulis. Data ini merupakan bentuk baku dan dianalisis guna
mendapatkan suatu bentuk yang dapat dijadikan pedoman dalam pemahaman
bentuk pengkausatifan bJ. Akibat keterbatasan waktu penelitian, beberapa hal
masih perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengkausatifan bJ ini.

20

DAFTAR PUSTAKA
Acckerman, Farrel dan Gert Webelhuth. 1998. A Theory of Predicates. California:
CSLI Publication.
Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Chino, Naoko. 1996. Japanese Verbs at a Glance. Tokyo: Kodansha International.
Comrie, B. 1989. Language Universals and Linguistic Typology. Oxford: Basil
Blackwell Publisher Limited.
Cook, Walter. A. 1989. Case Grammar Theory. Washington: Georgetown
University Press.
Erizal. 2005. Analisis Kesalahan Gramatikal dalam Karangan Bahasa Jepang
Mahasiswa STBA Harapan Medan. Tesis. Universitas Sumatera Utara.
Goddard, Cliff. 1998. Semantic Analysis: A Practical Introduction. USA: Oxford
University Press.
Harley, Heidi. 2006. On The Causative construction. University Of Arizona.
Imai, Shingo. 1998. Logical Structure and Case Marking in Japanese. Tesis.
Buffalo: State University of new York.
Jufrizal. 2007. Hipotesis Sapir-Whorf dan Struktur Informasi Klausa
Pentopikalan Bahasa Indonesia. Jurnal Linguistika. Universitas Negri
Padang.
______2007. Tipologi Gramatikal Bahasa Indonesia. Padang: UNP Press.
Kuroda, Y. 1965. Causative Form in Japanese. Belanda: Springer.
Kridalaksana, Harimurti. 2008. Kamus Linguistik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
Mahsun. 2005. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Makino, Seiichi dan Michio Tsutsui. 2002. A Dictionary of Basic Japanese
Grammar. Japan: The Japan Times.
Masahiro. 2008. Tata Bahasa Jepang. Penerbit Media Abadi: Yogyakarta.
Matsumoto, Setsuko dan Hoshino Keiko. 1993. Nihongo Nouryoku Shiken. Japan:
Unicom.

21

Matsutani, Miyoko. 2002. Mama Ohanasi Kikasete. Jepang: Shogakukan.


Nida, Eugene A. 1965. Morphology: The Descriptive Analysis of Words. The
University of Michigan Press.
Ogawa, Iwao. 2000. Minna no Nihongo I. Japan: 3A Corporation.
____________2001. Minna no Nihongo II. Japan: 3A Corporation.
Parera, J.D. 2009. Dasar-dasar Analisis Sintaksis. Jakarta: Penerbit erlangga.
Park, Ki-seong. 1993. Korean Causative in Role and Reference Grammar. Tesis.
State University of new York: Buffalo.
Putrayasa, Ida Bagus. 2007. Analisis Kalimat: Fungsi, Kategori dan Peran.
Bandung: Refika Aditama.
Samsuri. 1985. Analisis Bahasa. Jakarta: Erlangga
Shibatani, Masayoshi. 2002. The Grammar of Causation and Interpersonal
Manipulation. Amsterdam: John benjamin Publishing Company.
Song, Jae Jung. 2001. Linguistic Typology: Morphology and Syntax. Longman:
England.
Strauss, Anselm. 1996. Basic of Qualitative Research. London: Sage Publications.
Sudaryanto. 1988. Metode dan Aneka Pengumpulan Data. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
________. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta
Wacana University Press.
Sutedi, Dedi. 2004. Dasar-dasar linguistik Bahasa Jepang. Bandung: HUP.
Seichi, Makino dan Michio Tsutsui. 1997. A dictionary of basic Japanese
grammar. Japan: The Japan Times.
Tallerman, Maggie. 1998. Understanding language Series: Understanding Syntax.
New York: Oxford University Press.
Tjandra, Sheddy Nagara. 2007. Bahasa Jepang: Tata Bunyi, Ortografi, Kosa Kata
& Tipologi (Suatu Tinjauan Historis). Jakarta:Wedatama Widya Sastra.
Tomomatsu, Etsuko dkk. 2007. Donna Toki Donna Tsukau: Nihongo Hyougen
Bunkei Jiten. Japan: Aruku.

22

Tsujimura, Natsuko. 1997. An Introduction to Japanese Linguistics. USA:


Blackwell Publisher.
Van Valin, R. 1999. Generalized Semantic Roles and the Syntax-Semantics
Interface. Cambridge: Cambridge University Press.
____________. 2001. An Introduction to Syntax. Cambridge: Cambridge
University Press.
____________. 2005. Exploring The Syntax-semanrtics Interface. Cambridge:
Cambridge University Press.
Van Valin, R dan La Polla. 1997. Syntax: Structure, Meaning and function.
Cambridge: Cambridge University Press.
Yusdi, Muhammad. 2008. Relasi Gramatikal Bahasa Melayu Klasik dalam
Hikayat Abdullah. Disertasi. Denpasar: Universitas Udayana.
Yusof, Maslida. 2009. Fungsi Frasa Preposisi: Predikatif Lawan Non-Predikatif.
Jurnal. Masyarakat Linguistik Indonesia: Jakarta.

23

You might also like