Professional Documents
Culture Documents
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
2.1.1 Pengertian
Lanjut usia (Lansia) merupakan salah satu fase kehidupan yang dialami
oleh individu yang berumur panjang. Lansia tidak hanya meliputi aspek biologis,
tetapi juga meliputi psikologis dan sosial. Perubahan yang terjadi pada lansia
dapat disebut sebagai perubahan senses,, dan perubahan senilitas. Perubahan
senesens adalah perubahan-perubahan normal dan fisiologik akibat usia lanjut.
Sedangkan perubahan senelitas adalah perubahan-perubahan patologik permanen
dan disertai dengan semakin memburuknya kondisi badan pada usia lanjut.
Sementara itu, perubahan yang dihadapi lansia pada umumnya adalah pada
bidang klinik, kesehatan jiwa, dan masalah dibidang sosial dan ekonomi. Oleh
karena itu lansia dikelompokkan dengan resiko tinggi dengan masalah fisik dan
mental (Murwani, 2010).
2.1.2 Pengelompokkan lansia
Pengelompokan lansia berdasarkan batasan umur menurut beberapa
pendapat yaitu: (Nugroho, 2000)
1. Menurut organisasi kesehatan dunia, WHO ada 4 tahap yaitu:
a. Usia pertengahan (middle age), adalah kelompok usia 45-59 tahun.
b. Lanjut usia (elderly) antara usia 60-74 tahun
c. Usia tua (old) antara 75-90 tahun
d. Usia sangat tua (very old ) diatas 90 tahun
10
11
1. Perubahan pada sistem kekebalan atau imunologi yaitu tubuh menjadi rentan
terhadap alergi dan penyakit.
2. Konsumsi energi turun secara nyata diikuti dengan menurunnya jumlah
energi yang dikeluarkan tubuh.
3. Air dalam tubuh turun secara signifikan karena bertambahnya sel-sel yang
mati yang diganti oleh lemak maupun jaringan konektif.
4. Sistem pencernaan mulai terganggu, gigi mulai tanggal, kemampuan
mencerna makanan serta penyerapan mulai lamban dan kurang efisien,
gerakan peristaltik usus menurun sehingga sering konstipasi.
5. Perubahan
pada
sistem
metabolik,
yang
mengakibatkan
gangguan
12
yang merupakan akibat dari perubahan fisik, kesehatan umum, tingkat pendidikan,
keturunan dan lingkungan (Nugroho, 2008).
c.
Perubahan Sosial
Nilai seseorang sering diukur melalui produktivitasnya dikaitkan dengan
13
Elektromiogram
(EMG)
yang
mengukur
tonus
otot,
dan
14
Jika siklus bangun tidur seseorang berubah secara bermakna, maka akan
menghasilkan kualitas tidur yang buruk. Sebaliknya dalam siklus tidur-bangun
seperti tertidur pada siang hari (atau sebaliknya) dapat menunjukkan penyakit
yang serius. Kecemasan, kurang istirahat, mudah tersinggung dan gangguan
penilaian adalah gejala umum gangguan siklus tidur
2.2.3 Pengaturan tidur.
Tidur melibatkan suatu urutan keadaan fisiologis yang dipertahankan oleh
integrasi tinggi aktifitas sistem syaraf pusat yang berhubungan dengan perubahan
dalam sistem syaraf peripheral, endokrin, kardiovaskuler, pernafasan dan
muskuler (Poter & Perry, 2006) kontrol dan pengaturan tidur tergantung pada
hubungan antara dua mekanisme serebral yang mengaktivasi secara intermitten
dan menekan pusat otak tertinggi untuk mengontrol tidur dan terjaga.
Adanya peranan aktifitas neurotransmitter seperti sistem serotoninergik,
noradrenergik, kholonergik, histaminergik sangat mempengaruhi sistim RAS
(Reticular Activity System) berlokasi pada batang otak teratas terdiri dari sel
khusus yang mempertahankan kewaspadaan dan terjaga. RAS akan mengeluarkan
katekolamin seperti norepinefrin (Poter & Perry, 2006) RAS akan menerima
stimulus dari sensori visual, auditori, nyeri, taktil, pikiran dan pada saat terbangun
Aktifitas RAS sangat dipengaruhi oleh aktifitas neurotransmitter
15
a. Sistem serotoninergik.
Hasil serotoninergik sangat dipengaruhi oleh hasil metabolisme asam amino
trypthopan. Dengan bertambahnya jumlah trypthopan, maka jumlah serotonin
yang terbentuk juga meningkat akan menyebabkan keadaan mengantuk/tidur. Bila
serotonin dari trypthopan terhambat pembentukannya maka terjadi keadaan tidak
bisa tidur/terjaga. Menurut beberapa peneliti lokasi yang terbanyak sistem
serotoninergik ini terletak pada nukleus raphe dorsalis di batang otak, yang mana
terdapat hubungan aktifitas serotonis di nukleus raphe dorsalis dengan tidur REM.
b. Sistem Adrenergik
Neuron-neuron yang terbanyak mengandung norepineprin terletak dibadan
sel nukleus cereleus di batang otak. Kerusakan sel neuron pada lokus cereleus
sangat mempengaruhi penurunan atau hilangnya REM tidur. Obat-obatan yang
16
17
Tapi untuk seseorang yang memiliki kesulitan untuk tertidur, akan berlangsung
satu jam atau lebih. Tidur dibagi menjadi 2 tipe yaitu:
a. Tipe Rapid Eye Movement (REM)
b. Tipe Non Rapid Eye Movement (NREM)
Fase awal tidur didahului oleh fase NREM yang terdiri dari 4 stadium, lalu
diikuti oleh fase REM. Keadaan tidur normal antara fase NREM dan REM terjadi
secara bergantian antara 4-7 kali siklus semalam. Pola siklus biasanya
berkembang dari tahap 1 menuju ke tahap 4 NREM, diikuti kebalikan tahap 4 ke 3
lalu ke 2, di akhiri dengan periode dari tidur REM.
18
19
20
21
laki terjadi eraksi penis, tonus otot menunjukkan relaksasi yang dalam. Pola tidur
REM berubah sepanjang kehidupan seseorang seperti periode neonatal bahwa
tidur REM mewakili 50% dari waktu total tidur. Periode neonatal ini pada EEGnya masuk ke fase REM tanpa melalui stadium 1 sampai 4. Pada usia 4 bulan pola
berubah sehingga persentasi total tidur REM berkurang sampai 40% hal ini sesuai
dengan kematangan sel-sel otak, kemudian akan masuk keperiode awal tidur yang
didahului oleh fase NREM kemudian fase REM pada dewasa muda dengan
distribusi fase tidur sebagai berikut: NREM (75%) yaitu stadium satu 5%, stadium
dua 45%, stadium tiga 12%, stadium empat 13%, sedangkan stadium REM 25 %.
2.2.5 Tidur pada lansia
Jumlah tidur total tidak berubah sesuai pertambahan usia. Akan tetapi,
kualitas tidur kelihatan menjadi berubah pada kebanyakan lansia (Bliwise,1993)
Episode tidur REM cendrung memendek. Terdapat penurunan yang progresif
pada tahap tidur NREM 3 dan 4. Beberapa lansia hampir tidak memiliki tahap 4
atau tidur yang dalam.
Lansia sering kali melaporkan mengalami kesulitan tidur saat berada ditempat
tidur. Ini terjadi pada 1 dari 3 lansia wanita dan 1 dari 5 lansia pria. Masalah untuk
dapat tertidur juga dikaitkan dengan penyebab yang mudah diatasi seperti
mengkonsumsi kafein atau makanan dalam porsi banyak pada waktu yang
berdekatan dengan waktu tidur (Lankford,1994). Biasanya terjadi peningkatan
pada fase I NREM sehingga lansia mudah terbangun oleh karena: suara, sentuhan,
atau cahaya. REM selama malam hari berubah seiring dengan bertambahnya usia
(Bliwise, 1994) dimana fase REM I terjadi lebih awal selama waktu tidur lansia.
22
Adanya perubahan tidur REM dan pengurangan tahap 3 dan 4 NREM akan
mengganggu efisiensi tidur lansia.
Perubahan pola tidur pada lansia disebabkan perubahan SSP yang
mempengaruhi pengaturan tidur. Kerusakan sensori, umum dengan penuaan,
dapat mengurangi sensitivitas terhadap waktu yang mempertahankan irama
sirkandian (Potter&Perry, 2005)
Tabel 1. Perubahan pola tidur pada usia lanjut
Pola tidur
Laporan subjektif
Lamanya di tempat tidur
Meningkat
Total waktu tidur
Menurun
Ancang-ancang tidur (Sleep latency)
Meningkat
Terjaga setelah dimulai tidur
Meningkat
Tidur singkat pada siang hari
Meningkat
(Daytime naps)
Efisiensi tidur
Menurun
Pantauan objektif
Meningkat
Bervariasi ( Umumnya menurun )
Bervariasi (Umumnya menurun)
Meningkat
Meningkat
Menurun
23
berkualitas adalah jika ia bangun dengan kondisi segar dan bugar. Pola tidur akan
berubah seiring dengan pertambahan usia dan semakin beragamnya pekerjaan atau
aktivitas. Semakin bertambah usia, efisiensi tidur akan semakin berkurang.
Efisiensi tidur diartikan sebagai jumlah waktu tidur berbanding dengan waktu
berbaring ditempat tidur. Kebutuhan tidur lansia semakin menurun karena
dorongan homeostatik untuk tidur pun berkurang (Prasadja, 2009). Tidur tahap IV
sangat penting untuk menjaga kesehatan fisik. Para ahli tentang tidur mengetahui
bahwa tahap IV sangat jelas terlihat menurun pada lansia. Lansia mengalami
penurunan tahap III dan IV waktu NREM, lebih banyak terbangun selama malam
hari dibandingkan tidur, dan lebih banyak tidur selama siang hari. Kebanyakan
lansia yang sehat tidak melaporkan adanya gejala yang terkait dengan perubahan
ini selain tidak dapat tidur dengan cukup atau tidak bisa tidur. Banyak penelitian
menunjukkan bahwa tidur disiang hari dapat mengurangi waktu dan kualitas tidur
di malam hari pada beberapa lansia. Setelah memasuki tahap IV, akan berlanjut
ketidur REM. Tidur REM terjadi beberapa kali dalam siklus tidur dimalam hari
tetapi lebih sering terjadi dipagi hari sekali. Tidur REM membantu melepaskan
ketegangan dan membantu metabolisme system saraf pusat. Kekurangan tidur
REM telah terbukti menyebabkan iritasi dan kecemasan (Stockslager, 2007).
2.2.7 Parameter kualitas tidur
Ada beberapa parameter untuk melihat kualitas tidur seseorang antar lain
Waktu yang dibutuhkan untuk dapat tidur, Total jam tidur, Frekuensi terbangun,
Lama waktu tidur siang hari, Perasaan segar saat bangun pagi, Kepuasan tidur,
24
Kedalaman tidur, serta perasaan ngantuk disiang hari, faktor-faktor tersebut dapat
digunakan sebagai tolak ukur baik tidaknya kualitas tidur seseorang.
Waktu yang dibutuhkan untuk dapat tidur adalah waktu yang dihabiskan
oleh seseorang sejak munculnya keinginan untuk tidur sampai tercapainya tidur
tahap REM (Buyese et al 2000).
Total jam tidur adalah lamanya waktu tidur dikurang dengan lamanya
waktu terbangun saat tidur (Buyese et al 2000). Total jam tidur merupakan jumlah
waktu individu dalam kehidupannya yang digunakan untuk tidur (Uliyah, 2006)
Frekuensi terbangun adalah sering atau tidak nya seseorang terbangun dari
tidurnya yang dapat dipengaruhi oleh lingkungan atau akibat dari keinginan untuk
buang air kecil. Seseorang dewasa muda normal selama tidur malam akan
terbangun sekitar satu sampai dua kali. Terbangun dimalam hari berpengaruh pada
pengurangan total waktu tidur (Buyese et al. 2000)
Lama waktu tidur pada siang hari normalnya kurang dari satu jam pada
orang dewasa. Individu yang kurang tidur pada malam hari akan menambah jam
tidurnya pada siang/sore hari. Individu yang tidur sesuai dengan jumlah tidur pada
tahap perkembangannya akan merasa segar saat bangun dipagi hari refreshing on
awakenings (Musbikin 2005)
Waktu tidur seorang wanita lebih sedikit dibanding seorang pria. Hal ini
disebabkan oleh faktor fisiologis yang selalu terjadi pada seorang wanita termasuk
kehamilan yang menyebabkan wanita kurang puas dalam merasakan tidur yang
nyenyak.
25
26
27
pada traksi dapat mengganggu tidur. Faktor-faktor yang berhubungan pada lansia
yang mengalami penyakit kritis adalah nyeri, stres akut, depresi, gangguan suhu
tubuh, gangguan pernafasan saat tidur, gangguan eleminasi gangguan siklus tidur,
gangguan pergerakan kaki saat tidur, gejala menopause, penyakit parkinson.
Kesemua perubahan fisiologis ini dapat mencetuskan gangguan pola tidur pada
lansia dan diperburuk dengan penyakit terutama jika terdapat demam.
2. Faktor psikologis
Kecemasan tentang masalah pribadi dapat mempengaruhi situasi tidur. Stres
menyebabkan seseorang mencoba untuk tidur, namun selama siklus tidurnya klien
sering terbangun atau terlalu banyak tidur. Stres yang berlanjut dapat
mempengaruhi kebiasaan tidur yang buruk.
b. Faktor External
1. Lingkungan
Lingkungan tempat seorang tidur berpengaruh pada kemampuan untuk
tertidur. Ventilasi yang baik memberikan kenyamanan untuk tidur tenang.
Ukuran, kekerasan dan posisi tempat tidur mempengaruhi kualitas tidur. Tingkat
cahaya, suhu dan suara dapat mempengaruhi kemampuan untuk tidur. Klien ada
yang menyukai tidur dengan lampu yang dimatikan, remang-remang atau tetap
menyala. Suhu yang panas atau dingin menyebabkan klien mengalami
kegelisahan. Beberapa orang menyukai kondisi tenang untuk tidur dan ada yang
menyukai suara untuk membantu tidurnya seperti dengan musik lembut dan
televisi.
28
2. Gaya hidup
Menurut Stockslanger, (2007). kebiasaan mengkonsumsi kafein dan alkohol
mempunyai efek insomnia. Makan dalam porsi besar, berat dan berbumbu pada
makan malam juga menyebabkan makanan sulit dicerna, menghabiskan waktu
yang berlebihan ditempat tidur, tidur siang yang berlebihan, merokok serta
olahraga yang kurang sehingga dapat mengganggu tidur.
3. Pengobatan
Obat tidur seringkali membawa efek samping. Dewasa muda dan dewasa
tengah dapat mengalami ketergantungan obat tidur untuk mengatasi stresor gaya
hidup. Obat tidur golongan hipnotik maupun sedative juga seringkali digunakan
untuk mengontrol atau mengatasi sakit kroniknya. Beberapa obat juga dapat
menimbulkan efek samping penurunan tidur REM
2.2.10 Penatalaksanaan gangguan tidur
Evaluasi terhadap pasien lansia dengan gangguan pola tidur memerlukan
pemeriksaan yang komprehensif dan upaya terintegrasi dari semua tim pelayanan
kesehatan. Unsur-unsur dari riwayat yang lebih rinci memerlukan data dari pasien,
pasien lain, keluarga serta petugas kesehatan sehingga dapat dilakukan intervensi
yang bertujuan untuk memelihara kondisi fungsional pasien. Manipulasi
lingkungan dan penyebab eksternal yang potensial merupakan pendekatan yang
terbaik (Prayitno, 2002).
Penatalaksanaan umum gangguan tidur yaitu dengan penatalaksanaan
farmakologis dan non-farmakologis yang meliputi: pendekatan hubungan antara
29
pasien dan tenaga medis, konseling dan psikoterapi serta Sleep hygiene. (Japardi
2002). Mengobati gejala gangguan tidur, selain dilakukan pengobatan secara
kausal, juga dapat diberikan obat golongan sedatif hipnotik. Pada dasarnya semua
obat yang mempunyai kemampuan hipnotik merupakan penekanan aktifitas dari
RAS di otak. Hal tersebut didapatkan pada berbagai obat yang menekan susunan
syaraf pusat, mulai dari obat anti ansietas dan beberapa obat anti depresan. Selain
itu obat hipnotik juga mempunyai efek kelemahan yang dirasakan efeknya pada
hari berikutnya (long acting) sehingga mengganggu aktifitas sehari-hari. Begitu
pula bila pemakaian obat dalam jangka panjang dapat menimbulkan over dosis
dan ketergantungan obat. Sebelum mempergunakan obat hipnotik, harus terlebih
dahulu ditentukan jenis gangguan tidur misalnya, apakah gangguan pada fase
latensi panjang (NREM) gangguan pendek, bangun terlalu dini, cemas sepanjang
hari kurang tidur pada malam hari, adanya perubahan jadwal kerja/kegiatan atau
akibat gangguan penyakit primernya. Walaupun obat hipnotik tidak ditunjukkan
dalam penggunaan gangguan tidur kronik, tapi dapat dipergunakan hanya untuk
sementara sambil mencari penyebab yang mendasari. Jadi yang terpenting dalam
penggunaan obat hipnotik adalah mengidentifikasi dari masalah gangguan tidur
sedini mungkin tanpa menilai kondisi primernya dan harus berhati-hati pada
pemakaian obat hipnotik untuk jangka panjang akan menyebabkan terselubungnya
kondisi yang mendasarinya serta akan berlanjut tanpa penyelesaian yang
memuaskan (Japardi, 2002)
Pendekatan hubungan antara pasien dengan tenaga medis bertujuan untuk
mencari penyebab dasarnya dan pengobatan yang adekuat untuk mengubah
30
kebiasaan tidur yang jelek serta mencegah komplikasi sekunder yang diakibatkan
oleh penggunaan obat hipnotik, alkohol dan gangguan mental.
Melakukan konseling dan psikoterapi akan sangat membantu pada pasien
dengan gangguan psikiatri (depresi, obsesi, konvulsi) maupun penderita dengan
gangguan tidur kronik. Dengan psikoterapi akan dapat membantu mengatasi
masalah-masalah gangguan tidur yang dihadapi oleh penderita tanpa penggunaan
obat hipnotik.
Tidur sehat yaitu membiasakan diri tidur dan bangun secara regular,
menghindari tidur pada siang hari, tidak mengkonsumsi kafeine pada malam hari
atau menggunakan obat-obat stimulant seperti dekongestan, menghindari makan
pada saat mau tidur, tidak tidur dengan perut kosong, segera bangun dari tidur bila
tidak dapat tidur (15-30 menit), menghindari rasa cemas atau frustasi, membuat
suasana ruang tidur yang sejuk, sepi, aman dan nyaman serta melakukan latihan
atau olahraga (senam) yang ringan secara teratur,
31
dianjurkan oleh para ahli adalah olahraga yang sifatnya aerobik yang dinamis
misalnya jalan kaki, berenang dan senam.
Senam berasal dari bahasa yunani yaitu gymnastic (gymnos) yang berarti
telanjang, dimana pada zaman tersebut orang yang melakukan senam harus
telanjang, dengan maksud agar keleluasaan gerak dan pertumbuhan badan yang
dilatih dapat terpantau (Suroto, 2004). Dalam bahasa Inggris terdapat istilah
exercise atau aerobic yang merupakan suatu aktifitas fisik yang dapat memacu
jantung dan peredaran darah serta pernafasan yang dilakukan dalam jangka waktu
yang cukup lama sehingga menghasilkan perbaikan dan manfaat kepada tubuh.
Senam adalah serangkaian gerak nada yang teratur dan terarah serta
terencana yang dilakukan secara tersendiri atau berkelompok dengan maksud
meningkatkan kemampuan fungsional raga. Senam merupakan bentuk latihanlatihan tubuh dan anggota tubuh untuk mendapatkan:
1. Kekuatan otot. Merupakan kemampuan otot untuk membangkitkan tegangan
atau kekuatan terhadap suatu tahanan.
2. Kelenturan persendian. Merupakan kemampuan untuk bergerak dalam ruang
gerak sendi.
3. Kelincahan gerak. Merupakan kemampuan seseorang untuk dapat berubah
arah posisi tertentu dengan kecepatan.
4. Keseimbangan gerak merupakan kemampuan seseorang mengendalikan
organ-organ syaraf otot dalam mencapai posisi seimbang.
32
5. Daya tahan (Endurance) merupakan keadaan atau kondisi tubuh yang dapat
berlatih untuk waktu yang lama tanpa mengalami kelelahan yang berlebihan
setelah menyelesaikan latihan.
6. Kesegaran jasmani merupakan kemampuan untuk melaksanakan tugas seharihari dengan giat dan dengan penuh kewaspadaan tanpa mengalami kelelahan
yang berarti dan dengan energy yang cukup menikmati waktu senggangnya
dan menghadapi hal-hal yang darurat yang tidak terduga.
7. Stamina. Merupakan kemampuan seseorang untuk bertahan terhadap
kelelahan.
Senam lansia yang dibuat oleh Menteri Negara Pemuda dan Olahraga
(MENPORA) merupakan upaya peningkatan kesegaran jasmani kelompok lansia
yang jumlahnya semakin bertambah. Senam lansia sekarang sudah diberdayakan
diberbagai tempat seperti di panti wredha, posyandu, klinik kesehatan, dan
puskesmas. (Suroto, 2004). Senam lansia merupakan olahraga ringan yang mudah
dilakukan dan tidak memberatkan yang dapat dilakukan lansia (Angriana, 2010).
Olahraga ini akan membantu tubuh tetap segar dan bugar karena senam lansia
mampu melatih tulang tetap kuat, mendorong kerja jantung semakin optimal dan
membantu menghilangkan radikal bebas yang ada dalam tubuh (Angriana, 2010).
Senam lansia disamping mempunyai dampak yang baik bagi organ tubuh juga
dapat berpengaruh dalam peningkatan sistem imunitas setelah melakukan latihan
secara teratur. jadi senam lansia menurut Suroto (2004) dan Angriana (2010)
merupakan suatu bentuk kegiatan olahraga ringan yang dapat diberikan kepada
lansia.
33
34
endokrin, kekuatan dan daya tahan otot, kelenturan otot dan sendi, keseimbangan
dan koordinasi dan proses metabolisme. Secara rohani: memelihara kestabilan
penguasan diri, mengurangi dan menghilangkan stress / ketegangan, mengurangi /
menghilangkan ketergantungan obat, melatih konsentrasi, meningkat kepekaan,
memupuk rasa kebersamaan dan kekeluargaan. Gambar senam tera dapat dilihat
pada lampiran 7.
2.3.3 Manfaat senam lansia
Olahraga dapat memberi beberapa manfaat, yaitu: meningkatkan peredaran
darah, menambah kekuatan otot dan merangsang pernafasan dalam. Selain itu
dengan olahraga dapat membantu pencernaan, menolong ginjal, membantu
kelancaran pembuangan bahan sisa, meningkatkan fungsi jaringan, menjernihkan
dan
melenturkan
kulit,
merangsang
kesegaran
mental,
membantu
35
b. Mendapatkan kesegaran jasmani yang baik yang terdiri dari unsur kekuatan
otot, kelenturan persendian, kelincahan gerak, keluwesan, cardiovascular
fitness dan neuromuscular fitness.
c. Peredaran darah akan lancar dan meningkatkan jumlah volume darah. Selain
itu 20% darah terdapat di otak, sehingga akan terjadi proses indorfin hingga
terbentuk hormon norepinefrin yang dapat menimbulkan rasa gembira, rasa
sakit hilang, adiksi (kecanduan gerak) dan menghilangkan depresi.
d. Merasa berbahagia, senantiasa bergembira, bisa tidur lebih nyenyak, pikiran
tetap segar.
e. Meningkatkan imunitas dalam tubuh manusia setelah latihan teratur.
f. Meningkatkan keseimbangan antara osteoblast dan osteoclast. Apabila senam
terhenti maka pembentukan osteoblast berkurang sehingga pembentukan
tulang berkurang dan dapat berakibat pada pengeroposan tulang.
Senam yang disertai dengan latihan stretching dapat memberi efek otot
yang tetap kenyal karena ditengah-tengah serabut otot ada impuls saraf yang
dinamakan muscle spindle, bila otot diulur (recking) maka muscle spindle akan
bertahan atau mengatur sehingga terjadi tarik-menarik, akibatnya otot menjadi
kenyal. Orang yang melakukan stretching akan menambah cairan sinoval
sehingga persendian akan licin dan mencegah cedera (Suroto, 2004).
36
37
c. Penenangan
Penenangan merupakan periode yang sangat penting dan esensial. Tahap ini
bertujuan:
1. Mengembalikan kodisi tubuh seperti sebelum berlatih dengan melakukan
serangkaian gerakan berupa stretching. Tahapan ini ditandai dengan
menurunnya frekuensi detak jantung, menurunnya suhu tubuh, dan semakin
berkurangnya keringat.
2. Mengembalikan darah ke jantung untuk reoksigenasi sehingga mencegah
genangan darah diotot kaki dan tangan. Lama tahapan ini kira-kira 5 menit
sampai 10 menit.
2.3.6
dilaksanakan dalam zone latihan paling sedikit 15-30 menit (Mariam, 2008).
(Dianingtyas, 2008) melaksanakan latihan senam dapat dilakukan selama 30-45
menit. Waktu pelaksanaan latihan dilakukan paling sedikit tiga kali atau sebanyak
banyaknya lima kali dalam satu minggu. (Mariam, 2008) sedangkan (Dianingtyas,
2008) menjelaskan latihan dapat dilakukan setiap 2 hari sekali selama 2 minggu.
Bila latihan dilakukan diluar gedung sebaiknya di lakukan dipagi hari sebelum
jam 10.00 atau sore hari setelah pukul 15.00 (Mariam, 2008) karena pada saat
tersebut kondisi lingkungan masih cukup optimal dimana matahari tidak tepat
38
berada diatas kepala sehinggga tidak mengganggu proses pengeluaran panas tubuh
dan tidak beresiko menimbulkan cedera (Ariwandi, 2010).
2.3.7
dilakukan tes dan pengukuran yang bertujuan untuk mengukur kebugaran jasmani
lanjut usia. Menurut (Bustami, 2003) sebelum dilakukan tes kebugaran jasmani
ada beberapa syarat yang harus dipatuhi antara lain sebagai berikut:
a. Peserta dalam kondisi sehat berdasarkan hasil pemeriksaan dokter yang
meliputi pemeriksaan tekanan darah, nadi, pernafasan.
b. Malam sebelum pengukuran kebugaran jasmani dilakukan, peserta harus
cukup tidur (6jam).
c. Makan terakhir paling tidak 4 jam sebelum pengukuran kebugaran jasmani
dilakukan.
d. Sebaiknya mengenakan pakaian dan sepatu olahraga.
e. Pelaksanaan pengukuran sebaiknya pada pagi hari.
Orang yang sudah lanjut usia apabila melakukan olahraga tidak boleh
mengalami kelelahan yang berlebihan, bila intensitasnya berlebihan dapat terjadi
sesak napas, nyeri dada, atau pusing berkunang-kunang. Maka kegiatan olahraga
harus segera dihentikan. Intensitas olahraga yang boleh dilakukan oleh lansia
bersifat individual tergantung pada usia, jenis kelamin, usia awal menekuni
olahraga, keteraturan dan kondisi fisik organ-organ tubuhnya.
39
Rumus umum yang dapat digunakan untuk mengetahui batas lansia boleh
melakukan olahraga yaitu dengan menentukan denyut nadi maksimal atau dikenal
sebagai maksimal pulse. Adapun cara pengukurannya dapat dilakukan dengan
meraba serta menghitung denyut pembuluh darah pada nadi brakialis, radialis,
carotis ataupun pada nadi dorsal pedis. Penghitungan dilakukan selama 1 menit.
Ambang yang aman bila aktivitas olahraga hanya mencapai (denyut nadi sub
maksimal) 70%-85% dari denyut nadi maksimal yang disebut sebagai target Zone,
dengan rumus 220-umur. Seorang berumur 70 tahun denyut jantung maksimalnya
adalah 220-70 = 150/menit, ia hanya boleh berolahraga sampai denyut nadi sub
maksimal, dengan perhitungan (220 - 70 ) X 70 % sampai dengan 85%= 105127 kali permenit.
2.4
akan semakin berkurang sehingga tidak tercapai kualitas tidur yang adekuat dan
akan menimbulkan berbagai macam keluhan tidur (Japardi,2002). Berkurangnya
jumlah jam tidur tersebut tidak menjadi suatu masalah jika lansia itu sendiri
merasakan kualitas tidur yang nyenyak karena dengan kualitas tidur yang bagus
meskipun hanya dua jam sudah dapat memulihkan fungsi tubuh dan otak.
(Prayitno, 2002). Gangguan tidur pada lansia juga dapat disebabkan juga oleh
faktor biologis dan faktor psikis. Faktor biologis seperti adanya penyakit tertentu
yang mengakibatkan seseorang tidak dapat tidur dengan baik. Faktor psikis bisa
berupa kecemasan, stres psikologis, ketakutan dan ketegangan emosional
40
(Erliana, 2008). Otot akan mengalami ketegangan ketika lansia mengalami stres
(ketegangan emosional) sehingga mengaktifkan sistem saraf simpatis. Kecepatan
jantung, tekanan darah, dan kecepatan pernapasan meningkat, serta otot menjadi
tegang. Aktifnya saraf simpatis membuat lansia tidak dapat santai atau relaks
sehingga tidak dapat memunculkan rasa kantuk (Erliana, 2008 dan Rahmawati
2013). Dengan berolahraga akan merangsang kelenjar pineal untuk mensekresi
serotonin dan melatonin (berperan dalam mengontrol irama sirkandian,
sekresinya terutama pada malam hari yang berhubungan dengan rasa
mengantuk). Dari hipotalamus rangsangan akan diteruskan ke pituitary untuk
pembentukan beta endorphin dan enkephalin. Efek dari Beta endorphin dan
enkephalin akan menimbulkan suasana rileks dan senang. Dalam kondisi rileks,
lansia akan mudah dalam memenuhi kebutuhan tidurnya. (Sumedi, 2010)
Akibat aktifitas fisik otot tubuh membutuhkan oksigen yang cukup untuk
membakar glukosa menjadi adenosine triphospate (ATP) yang akan diubah
menjadi energi yang dibutuhkan oleh sel-sel tubuh. Ketika glukosa habis, barulah
lemak dibakar. Pada saat glukosa habis dibakar inilah enhorphine mulai muncul.
Jawaban pentingnya melakukan aktivitas olahraga yang teratur untuk membakar
glukosa melalui aktivitas otot yang akan menghasilkan ATP sehingga endorphin
akan muncul dan membawa rasa nyaman, senang, dan bahagia. (Guyton,2007)
Olahraga senam lansia juga merangsang penurunan aktifitas saraf simpatis
dan peningkatan aktifitas saraf para simpatis yang berpengaruh pada penurunan
hormon adrenalin, norepinefrin dan katekolamin serta vasodilatasi pada pembuluh
darah yang mengakibatkan transport oksigen keseluruh tubuh terutama otak lancar
41
sehingga dapat menurunkan tekanan darah dan nadi menjadi normal. Pada kondisi
ini akan meningkatkan relaksasi lansia. Selain itu, sekresi melatonin yang optimal
dan pengaruh beta endorphin dan membantu peningkatan pemenuhan kebutuhan
tidur lansia (Rahayu, 2008). Peningkatan kualitas dan kuantitas pemenuhan
kebutuhan tidur juga akan mempengaruhi tekanan darah dan nadi untuk tetap
dalam batas normal ketika lansia bangun tidur.