You are on page 1of 22

ANALISIS ASPEK PANASBUMI

BAB IV
ANALISIS ASPEK PANASBUMI

IV.1 Pendahuluan
Energi panasbumi merupakan sumber panasbumi alami di dalam bumi yang
terperangkap pada kedalaman tertentu dan dapat dimanfaatkan secara ekonomis. Energi
panasbumi merupakan hasil interaksi batuan panas dan air yang mengalir di sekitar dan
dapat diperbaharui. Terdapat beberapa persyaratan terbentuknya sistem panasbumi
yaitu:
1. Adanya sumber panasbumi berupa magma atau sisa panas dari batuan terobosan
2. Persediaan air yang cukup dan terjadi sirkulasi dekat sumber panasbumi agar
terbentuk uap air panas
3. Adanya batuan reservoir, berupa batuan porous yang dapat menyimpan uap air
4. Adanya batuan penudung (caprock) yang dapat menahan hilangnya uap air,
berupa batuan kedap, biasanya batulempung teralterasi
5. Adanya rekahan sebagai media transport uap air panas
6. Adanya fluida panas dengan temperatur 45-240 C

Sistem panasbumi berdasarkan lokasi dan tatanan hidrologinya dibagi menjadi


dua, yaitu (Browne, 1989):
1. Sistem panasbumi relief rendah
Sistem panasbumi ini dicirikan oleh topografi yang relatif rendah yang
memungkinkan fluida panasbumi dari dalam mencapai permukaan, dan keluar sebagai
manifestasi seperti kolam air alkali korida dan endapan sinter silika. Air panas ini
berasal dari air meteorik yang memiliki pH mendekati netral dan biasanya memiliki
salinitas rendah.
2. Sistem panasbumi relief tinggi
Sistem panasbumi ini sangat umum di Indonesia dimana tatanan busur
kepulauan yang memungkinkan terbentuknya morfologi curam dan volkanisme
53
Geologi dan Studi Aspek Panasbumi Sumur KMJ-X, Daerah Kamojang,
Kabupaten Bandung, Jawabarat

ANALISIS ASPEK PANASBUMI

andesitik berpengaruh terhadap hidrologi yang berasosiasi dengan sistem panasbumi.


Air alkali klorida dari dalam sangat jarang mencapai permukaan tanah, maka sebagai
penggantinya, pada sistem panasbumi ini terdapat zona dua fasa dengan ketebalan
beberapa ribu meter yang diekspresikan oleh manifestasi di permukaan seperti fumarol,
steaming ground, dan solfatara. Air meteorik yang berasal dari air hujan yang jatuh
pada lereng yang curam akan tercampur dan mengalami kondensasi dengan gas dan uap
yang naik ke permukaan, membentuk satu atau lebih lapisan kondensat (condensate
layer) pada level yang lebih tinggi daripada air alkali klorida yang berada di dalam.
Fluida kondensat asam ini bisa juga bergerak secara lateral di bawah permukaan dan
keluar sebagai mata air panas asam.

HUJAN

KAWAH
HOT SPRINGS
(Bicarbonate waters)

2 - PHASE
VAPOUR DOMINATED RESERVOIR

ARY
OUND
RED B
INFER

C O N D E N S AT E L AY E R

COLD WATER
INFILTRATION

INFERRED
CONVECTING HOT BRINE
( Na Cl)

HOT WATER

+ + + + +
+ +
+ + + +HOT ROCKS
+
+ + + + + + + + + ++ +
+ + + + + ( HEAT
+
+
SOURCE
+
+
+ )
+ +
+ +
+
+
+
+ + + +
+
+
+
+ + + + + +
+
+
+

Gambar 4.1 Model sistem panasbumi relief tinggi dua fasa (Browne, 1989)

Sistem hidrothermal berdasarkan siklus pembentukannya dibagi menjadi dua


tipe (Ellis dan Mahon,1977), yaitu sistem berputar (cyclic system) dan sistem tersimpan
(storage system).
Sistem berputar (cyclic system), dimulai dari masuknya air (permukaan)
terpanaskan oleh sumber panas di dalam berupa magma lalu muncul kembali ke
permukaan sebagai akibat gravitasi sehingga memungkinkan adanya gejala artesis. Pada
sistem ini terdapat lapisan batuan dengan permeabilitas yang baik sehingga

Geologi dan Studi Aspek Panasbumi Sumur KMJ-X, Daerah Kamojang,


Kabupaten Bandung, Jawabarat

54

ANALISIS ASPEK PANASBUMI

memungkinkan sistem ini terus berputar. Sedangkan pada sistem tersimpan (storage
system), air akan tersimpan dalam akuifer dan terpanaskan di tempat dan tidak
menunjukkan gejala apapun di permukaan. Pada sistem tertutup terdapat lapisan batuan
yang impermeabel sebagai lapisan penutup.
Pembentukan sistem berputar antara lain membutuhkan: 1. formasi batuan yang
memungkinkan air mengalami sirkulasi, 2. sumber panas, 3. ketersediaan air yang
cukup, 4. ketersediaan waktu dan area permukaan untuk pertukaran panas sehingga
memungkinkan air terpanaskan, 5. terdapat jalur air untuk naik ke permukaan.
Berdasarkan aktivitas volkanik, sistem berputar dibagi menjadi: 1. sistem temperatur
tinggi yang berasosiasi dengan volkanisme resen, 2. sistem temperatur tinggi zona nonvolcanic pada aktivitas tektonik Kenozoik, dan 3. sistem air hangat dekat zona aliran
panas normal.
Daerah penelitian memiliki sistem panasbumi berputar (cyclic system) yang
ditandai oleh hadirnya manifestasi permukaan berupa mata air panas sebagai akibat
aktivitas volkanik resen dengan temperatur tinggi.

Kondisi Umum Sumur KMJ-X


Objek penelitian dalam studi khusus mengenai panasbumi diambil dari sumur
KMJ-X pada area panasbumi Kamojang yang terletak pada koordinat X dan Y, berada
pada elevasi 1483 mdpl. Target pemboran adalah struktur sesar normal Kendang yang
diperkirakan berada pada kedalaman 1200-1600 mKU (meter Kedalaman Ukur).
Pemboran sumur KMJ-X berupa pemboran miring sebesar 240, dan total
kedalaman sumur sekitar 1748 mKU atau 1625 mKT (meter Kedalaman Tegak). Dari
hasil pemboran tersebut diperoleh zona hilang sirkulasi total (TLC = Total Loss
Circulation) pada kedalaman 548-554 mKU (akibat rekahan), 914-917 mKU (akibat
rekahan), dan 1206-1611 mKU (akibat sesar Kendang).
Conto batuan hasil pemboran berupa serbuk bor (cutting) dari kedalaman 0
1206 mKU dan batu inti (core) pada kedalaman 1611-1611,6 mKU.

Geologi dan Studi Aspek Panasbumi Sumur KMJ-X, Daerah Kamojang,


Kabupaten Bandung, Jawabarat

55

ANALISIS ASPEK PANASBUMI

IV.2 Analisis Litologi Sumur KMJ-X


Analisis litologi sumur KMJ-X dilakukan secara mikroskopis dan megaskopis.
Analisis mikroskopis dilakukan setiap interval kedalaman 100 mKU, dan analisis
megaskopis dilakukan setiap interval kedalaman 25 m. Data sekunder yang digunakan
yaitu hasil analisis X-Ray Diffractometer, analisis metil biru, dan analisis inklusi fluida.

4.2.1 Satuan Litologi


Dari hasil analisis tersebut diperoleh 5 satuan batuan yang dibagi berdasarkan
ciri litologinya, yaitu: satuan tefra lapili, satuan tuff, satuan andesit, satuan andesitbasaltik, dan satuan breksi andesit. Tiap-tiap satuan batuan mengalami proses alterasi
hidrothermal yang berbeda sebagai akibat dari respon terhadap perubahan temperatur
dan kondisi kimiawi lingkungan.

Satuan Tefra lapili


Satuan ini berada pada kedalaman 0-185 mKU, dicirikan oleh material lepas volkanik
(tefra) berukuran lapili sebagai lapisan penutup berumur resen atau lapisan overburden.

Satuan Tuff
Satuan ini terdiri dari tuff litik dan tuff kristal yang berada pada kedalaman (mKU) 290293, 320-322, 377-398, 1010-1013, 1077-1088, 1202-1206 . Satuan ini dicirikan oleh
kehadiran mineral primer berupa hornblenda, biotit, K-felspar, kuarsa, dan plagioklas.
Mineral sekunder (ubahan) berupa mineral lempung, kuarsa, oksida besi, pirit, klorit,
epidot, dan kalsit. Berdasarkan kehadiran mineral sekunder (ubahan), satuan batuan
andesit ini mengalami proses alterasi hidrothermal yang sebanding dengan zona alterasi
argillik, filik, dan propilitik.

Satuan Andesit
Satuan ini berada pada kedalaman (mKU) 197-225, 302-320, 322-377, 485-530, 647671, 698-728, 725-755, 825-851, 1611-1611.6. Dicirikan oleh kehadiran mineral primer
berupa plagioklas, piroksen, hornblenda, dan sedikit kuarsa. Mineral sekunder (ubahan)
berupa kuarsa, klorit, epidot, serisit, adularia, kalsit, pirit, oksida besi, dan smektit.
Geologi dan Studi Aspek Panasbumi Sumur KMJ-X, Daerah Kamojang,
Kabupaten Bandung, Jawabarat

56

ANALISIS ASPEK PANASBUMI

Berdasarkan kehadiran mineral sekunder (ubahan), satuan batuan andesit ini mengalami
proses alterasi hidrothermal yang sebanding dengan zona alterasi argillik, filik, dan
propilitik.

Satuan Andesit-Basaltik
Satuan ini berada pada kedalaman (mKU) 398-401, 451-454, 557-599, 638-641, 9981010, 1151-1154. Dicirikan oleh kehadiran mineral primer berupa plagioklas dan
mineral opak; mineral sekunder (ubahan) berupa serisit, klorit, kuarsa, pirit, kalsit, dan
oksida besi. Berdasarkan kehadiran mineral sekunder (ubahan), satuan ini mengalami
proses alterasi hidrothermal yang sebanding dengan zona argilik dan filik.

Satuan Breksi Andesit


Satuan ini berada pada kedalaman (mKU) 185-197, 225-290, 293-302, 401-451, 454485, 530-548, 554-557, 599-638, 641-647, 671-698, 728-752, 755-825, 851-914, 917998, 1013-1070, 1088-1151, 1154-1202. Dicirikan oleh kehadiran mineral primer
berupa plagioklas, dan mineral opak; mineral sekunder (ubahan) berupa kuarsa, epidot,
klorit, serisit, kalsit, pirit, oksida besi, anhidrit, smekit. Satuan ini mengalami proses
alterasi hidrothermal yang sebanding dengan zona argilik, filik, dan propilitik.

4.2.2 Metode X-Ray Diffractometer


Metode X-RD (X-Ray Diffractometer) merupakan salah satu cara untuk
menentukan komposisi mineral berukuran sangat halus (<2 mikrometer) yang tidak
dapat dilihat dengan mikroskop polarisasi. Metode ini bekerja berdasarkan perpendaran
elastis sinar-X yang akan menghasilkan perpindahan (displacement) tiap unit sel dan
menjadi penciri mineral tertentu.
Analisis pada sumur KMJ-X dilakukan pada tiga conto serbuk bor, yaitu pada
kedalaman (mKU) 770, 1091-1094, dan 1199-1202. Analisis dilakukan melalui tiga
cara, yaitu: 1. secara menyeluruh (bulk analysis) untuk mendapatkan semua jenis
mineral, 2. pada kondisi kering (air dried), dan 3. ditambah glikol (glycolated). Cara
kedua dan ketiga ditujukan untuk mendapatkan mineral tertentu seperti mineral
lempung yang sensitif terhadap pengaruh temperatur ataupun proses kimia. Hasil
Geologi dan Studi Aspek Panasbumi Sumur KMJ-X, Daerah Kamojang,
Kabupaten Bandung, Jawabarat

57

ANALISIS ASPEK PANASBUMI

analisis berupa grafik posisi derajat dua theta terhadap intensitas dan menunjukkan
bacaan nilai refleksi tiap-tiap mineral (grafik terlampir).
Hasil analisis pada serbuk bor sumur KMJ-X

Pada kedalaman 770 mKU, mineral yang hadir yaitu: kuarsa, smektit (hadir pada
kondisi air dried dan glycolated).

Pada kedalaman 1091-1094 mKU, mineral yang hadir yaitu: kuarsa, klorit, anhidrit,
kalsit, smektit (hadir pada kondisi air dried dan glycolated).

Pada kedalaman 1199-1202 mKU, mineral yang hadir yaitu: kuarsa, klorit, kalsit,
pirit, illit (hadir pada kondisi air dried).

4.2.3 Metode Larutan Metil Biru


Metode ini dilakukan untuk mengetahui kehadiran mineral lempung
bertemperatur rendah (smektit) dengan cara lebih sederhana melalui reaksi kimia
dengan menggunakan larutan kimia metil biru. Metode ini dilakukan pada 10 conto
serbuk bor sumur KMJ-X pada interval kedalaman 700 1205 mKU.
Hasil analisis disajikan dalam bentuk grafik persentase kehadiran mineral
smektit terhadap kedalaman yang menunjukkan kehadiran smektit yang sangat
bervariasi (grafik terlampir). Persentase smektit pada litologi sumur KMJ-X mengalami
penurunan yang mencolok, yaitu 3.5-2.25 % pada kedalaman 1000-1050 mKU menjadi
1.6-0.65% pada kedalaman 1067-1205 mKU. Penurunan nilai tersebut menunjukkan
kedalaman 700 hingga 1050 mKU, litologi sumur KMJ-X memiliki tipe ubahan yang
sebanding dengan zona Argilik yang didominasi oleh mineral lempung (smektit) dan
berperan sebagai zona penudung (clay cap).

IV.3 Alterasi Hidrothermal


4.3.1 Teori Dasar
Alterasi hidrothermal merupakan suatu proses interaksi fluida dan batuan yang
berhubungan dengan respon mineral, tekstur, dan kimiawi batuan sebagai akibat dari
perubahan temperatur dan kondisi kimiawi lingkungan melalui kehadiran air panas, uap,
atau gas (Henley & Ellis, 1983, op. cit., Wohletz & Heiken, 1992). Proses alterasi
Geologi dan Studi Aspek Panasbumi Sumur KMJ-X, Daerah Kamojang,
Kabupaten Bandung, Jawabarat

58

ANALISIS ASPEK PANASBUMI

hidrothermal meliputi proses penggantian (replacement) mineral, pelarutan (leaching),


dan pengendapan mineral secara langsung yang mengisi urat ataupun rongga (vug).
Pada proses ini, tipe dan intensitas alterasi hidrothermal yang sedang berlangsung dapat
merefleksikan lingkungan baru bagi batuan reservoir.
Faktor-faktor utama yang mempengaruhi alterasi hidrothermal (Browne, 1989)
yaitu:
1. Temperatur dan perbedaan temperatur antara host rock dan fluida yang hadir
2. Komposisi kimiawi fluida
3. Konsentrasi fluida hidrohermal
4. Komposisi host rock
5. Kinetika reaksi atau tingkat alterasi/ pengendapan mineral
6. Lamanya (durasi) interaksi antara fluida dan batuan
7. Permeabilitas
Terdapat dua tipe alterasi hidrothermal yang mempengarui tipe fluida pada
sistem panasbumi volkanik, yaitu tipe asam sulfat dan tipe adularia-serisit (Henley &
Ellis, 1983, dan Heald, et. al., 1987, op. cit., Wohletz & Heiken, 1992). Daerah
penelitian memiliki tipe alterasi adularia-serisit yang terbentuk pada kondisi rezim
aliran tinggi pada level lebih dalam dan lebih dekat dengan sumber panas yang dicirikan
oleh kondisi pH netral dan tipe air alkali klorida. Sedangkan tipe asam sulfat biasanya
berada pada bagian paling atas tubuh gunungapi atau sepanjang rekahan rim kaldera
purba Pangkalan.
Stabilitas mineral hidrothermal dinyatakan dalam fungsi temperatur terhadap pH
fluida, dimana konsentrasi dan rasio unsur fluida serta tekanan dianggap konstan
(Gambar 4.2). Corbett dan Leach (1998) membagi kelompok mineral berdasarkan tipe
alterasinya menjadi enam grup mineral sebagai berikut:

Grup Silika
Merupakan grup mineral yang paling stabil pada fluida dengan pH rendah
(biasanya <2) yang biasanya berasosiasi dengan sedikit fasa titanium-iron, seperti
rutile. Dibawah kondisi asam yang ekstrim, opaline silika, kristobalit, dan tridimit
akan bertemu di permukaan di atas level sistem hidrothermal klorida, atau pada
temperatur <1000C (Leach, et. al., 1985). Pada pH fluida yang lebih tinggi, silika

Geologi dan Studi Aspek Panasbumi Sumur KMJ-X, Daerah Kamojang,


Kabupaten Bandung, Jawabarat

59

ANALISIS ASPEK PANASBUMI

amorf akan terbentuk pada temperatur <1000C. Kuarsa hampir selalu hadir pada
temperatur lebih tinggi, sedangkan kalsedon hadir pada temperatur menengah (1002000C), khususnya pada kondisi pengendapa relatif cepat. Perbedaan tipe fasa silika
dipengaruhi kinetika pengendapannya, contohnya silika amorf yang terbentuk pada
temperatur >2000C pada lingkungan pengendapan cepat.

Grup Alunit
Pada kondisi fluida dengan pH >2, mineral alunit akan terbentuk bersama
mineral silika pada kisaran temperatur yang panjang (Stoffregen, 1987, op. cit.,
Leach, 1994). Kehadiran alunit berasosiasi dengan andalusit pada temperatur tinggi
(biasanya

>350-4000C).

Lingkungan

pembentukan

mineral

alunit

dibagi

berdasarkan bentuk kristalnya (Rye, et. al., 1992, op. cit., Leach, 1994), yaitu: 1.
steam-heated alunite, 2. supergene alunite, 3. magmatic alunite, dan 4. magmatic
vein/ breccia alunite.

Grup Kaolin
Mineral pada grup kaolin akan terbentuk pada kondisi fluida dengan pH sekitar
4, dan akan hadir bersamaan dengan mineral grup alunit pada kondisi fluida transisi
(pH sekitar 3-4). Berdasarkan penelitian pada sistem geothermal di Filipina (Leach,
et. al., 1985), diperoleh zonasi pembentukan mineal grup kaolin yang terbentuk
seiring dengan peningkatan kedalaman dan temperatur. Kaolin terbentuk pada
kedalaman dangkal pada temperatur rendah (<150-2500C), dan pirofilit terbentuk
pada kedalaman dan temperatur lebih besar (<200-2500C). Dickite terbentuk pada
zona transisi antara level pembentukan kaolin dan pirofilit. Diaspor hadir bersama
alunit dan/ atau fasa grup kaolin, umumnya hadir pada zona silisifikasi.

Grup Illit
Mineral dari grup illit akan terbentuk pada kondisi fluida dengan pH 5-6, dan
akan hadir bersamaan dengan mineral grup kaolin pada pH 4-5, tergantung dari
temperatur dan salinitas fluida. Smektit hadir pada temperatur rendah (<100-1500C),
illit-smektit hadir pada temperatur 100-2000C, illit pada temperatur 200-2500C, dan
muskovit pada temperatur >2500C. Serisit yang merupakan muskovit halus (finegrained muscovite) dapat berisi mineral illit, dan bertemu pada level transisi antara
illit dan kristal muskovit yang lebih kasar. Mineral smektit yang hadir pada mineral

Geologi dan Studi Aspek Panasbumi Sumur KMJ-X, Daerah Kamojang,


Kabupaten Bandung, Jawabarat

60

ANALISIS ASPEK PANASBUMI

lempung illit-smektit akan menurun secara progresif seiring dengan peningkatan


temperatur sampai melebihi sekitar 100-2000C. Kristalinitas mineral illlit dan serisit
akan meningkat seiring peningkatan temperatur, dan dapat diketahui dari hasil
analisis X-RD.

Grup Klorit
Mineral klorit-karbonat dominan hadir pada kondisi fluida mendekati netral, dan
akan hadir bersama mineal grup illit pada kondisi fluida dengan pH 5-6. Interlayer
klorit-smektit hadir pada temperatur rendah, dan berubah menjadi klorit pada
temperatur lebih tinggi.

Grup Kalk-Silikat
Mineral grup kalk-silikat terbentuk pada kondisi fluida dengan pH netral-alkalin.
Zeolit-klorit-karbonat terbentuk pada kondisi dingin, dan pembentukan epidot yang
diikuti amfibol sekunder (aktinolit) terbentuk secara progresif pada temperatur lebih
tinggi. Zeolit merupakan mineral yang sensitif terhadap temperatur, dan hydrous
zeolite hadir mendominasi pada kondisi dingin (<150-2000C), sedangkan hydrated
zeolite seperti laumontit (150-2000C) dan wairakit (200-3000C) hadir secara
progresif pada level lebih dalam dan temperatur lebih tinggi pada sistem
hidrothermal. Mineral epidot hadir sebagai butiran awal kristal pada temperatur
sekitar 180-2200C, dan mengkristal lebih sempurna pada temperatur lebih tinggi
(>220-2500C).

Amfibol

sekunder

(biasanya

aktinolit)

hadir

pada

sistem

hidrothermal aktif dan stabil pada temperatur >280-3000C. Biotit hadir


mendominasi pada tubuh intrusi porfiri. Pada sistem aktif, biotit sekunder tumbuh
pada temperatur >300-3250C.

Pembagian zona alterasi hidrothermal dilakukan untuk menentukan tipe alterasi


pada tiap-tiap grup mineral. Corbett dan Leach (1998) membagi zona alterasi menjadi
lima zona, yaitu: zona argilik lanjut (advanced argillik), argilik (argilic), filik (phyllic),
propilitik (propylitic), dan potasik (potassic).

Zona Argilik Lanjut


Terdiri dari mineral yang terbentuk pada kondisi pH rendah (<4) (contohnya:
grup mineral silika dan alunit) dan hadir melimpah bersama grup mineral alunit dan

Geologi dan Studi Aspek Panasbumi Sumur KMJ-X, Daerah Kamojang,


Kabupaten Bandung, Jawabarat

61

ANALISIS ASPEK PANASBUMI

kaolinit. Zona ini memiliki variasi temperatur tinggi rendah, dan mencakup
ubahan sulfida tinggi (high sulphidation) dan ubahan asam sulfat.

Zona Argilik
Terdiri dari mineral yang terbentuk pada kondisi pH sekitar 4-6 dan temperatur
rendah (>200-2500C). Zona ini dicirikan oleh kehadiran mineral kaolin dan smektit
yang melimpah, serta mineral illit/ illit-smektit yang kadang hadir, dan klorit yang
kadang hadir.

Zona Filik
Mineral pada zona filik terbentuk pada kondisi pH sekitar 4-6 dan temperatur
lebih tinggi (>200-2500C). Zona ini dicirikan oleh kehadiran mineral serisit (atau
muskovit), dan pada temperatur tinggi kadang hadir pirofilit-andalusit, dan kadang
hadir mineral klorit.

Zona Propilitik
Mineral pada zona propilitik terbentuk pada kondisi fluida dengan pH netralalkalin dan temperatur rendah-tinggi. Pada temperatur rendah (<200-2500C) disebut
sebagai zona sub-propilitik, dicirikan oleh

kehadiran mineral zeolit yang

menggantikan epidot. Pada temperatur lebih tinggi (>280-3000C) disebut sebagai


zona propilitik dalam (inner proyllitic zone), dicirikan oleh kehadiran mineral
amfibol sekunder (biasanya aktinolit). Sedangkan mineral yang umumnya hadir
pada semua zona propilitik yaitu albit atau K-felspar sekunder.

Zona Potasik
Mineral pada zona potasik terbentuk pada kondisi fluida dengan pH netralalkalin dan temperatur tinggi (>300-3500C). Zona ini dicirikan oleh kehadiran
mineral biotit, K-felspar, magnetit, aktinolit, klinopiroksen. Pada kondisi yang
sama, mineralogi skarn dapat terbentuk jika batuan asal (host rock) berupa sedimen
karbonatan yang akan membentuk zona mineral kalk-silikat seperti garnet,
klinopiroksen, dan tremolit.

Geologi dan Studi Aspek Panasbumi Sumur KMJ-X, Daerah Kamojang,


Kabupaten Bandung, Jawabarat

62

ANALISIS ASPEK PANASBUMI

Gambar 4.2 Mineral alterasi yang umumnya hadir pada sistem hidrothermal (Corbett dan Leach,
1998)

4.3.2 Intensitas Alterasi


Derajat alterasi (alteration rank) digunakan sebagai indikasi empiris dari
temperatur dan permeabilitas di lapangan gunungapi yang dapat ditunjukkan melalui
studi kehadiran mineral sekunder. Intensitas merupakan istilah objektif yang ditujukan

Geologi dan Studi Aspek Panasbumi Sumur KMJ-X, Daerah Kamojang,


Kabupaten Bandung, Jawabarat

63

ANALISIS ASPEK PANASBUMI

bagi batuan yang telah mengalami alterasi (perubahan) dan dapat diukur secara
kuantitatif (Browne, 1989). Intensitas alterasi dapat dilihat berdasarkan perhitungan
rasio persentase mineral sekunder (SM) terhadap total mineral (TM) pada tiap
kedalaman (tabel 4.2).
Intensitas Alterasi

Kondisi Batuan

0.01-0.25

Massadasar/ matriks atau fenokris/ fragmen telah terubah

(lemah)
0.25-0.50

Massadasar/ matriks dan fenokris/ fragmen telah terubah tapi

(sedang)

tekstur asalnya masih ada

0.50-0.75

Massadasar/ matriks dan fenokris/ fragmen telah terubah tapi

(kuat)

tekstur asal dan bentuk kristalnya masih dapat terlihat

0.75-1

Massadasar/ matriks dan fenokris/ fragmen seluruhnya telah

(sangat kuat)

terubah dan sulit untuk dibedakan


Tabel 4.1 Intensitas alterasi (Browne, 1989)

4.3.3 Alterasi Hidrothermal di Daerah Penelitian


Berdasarkan kumpulan mineral sekunder yang hadir pada tiap kedalaman,
daerah penelitian pada sumur KMJ-X terdiri dari zona kuarsa-epidot-klorit, zona
kuarsa-serisit-kalsit, dan zona kaolin-smektit-kuarsa. Mengacu pada Corbett dan Leach
(1998), zona kumpulan mineral sekunder tersebut sebanding dengan zona propilitik,
filik, dan argilik (Gambar 4.2).

Zona Kuarsa-Epidot-Klorit
Zona kuarsa-epidot-klorit hadir pada interval kedalaman 1100-1611,6 mKU
sebagai ubahan pada litologi berupa andesit, breksi andesit, andesit-basaltik, dan tuff.
Mengacu pada Corbett dan Leach (1998), zona ini sebanding dengan zona alterasi
propilitik. Zona ini dicirikan oleh kehadiran mineral kuarsa yang melimpah, epidot, dan
klorit, sedangkan mineral lain yang hadir sedikit berupa adularia.

Geologi dan Studi Aspek Panasbumi Sumur KMJ-X, Daerah Kamojang,


Kabupaten Bandung, Jawabarat

64

ANALISIS ASPEK PANASBUMI

Mineral kuarsa hadir pada zona ini dan semakin bertambah seiring
bertambahnya kedalaman. Kuarsa terbentuk pada kondisi fluida dengan pH netral, pada
temperatur sekitar 150-3300C. Kuarsa hadir mengisi rekahan sebagai urat dan sebagai
ubahan pada massadasar.
Epidot hadir mulai kedalaman 1100 mKU dan dijadikan sebagai batas dari zona
ini. Epidot terbentuk pada kondisi fluida dengan pH netral pada temperatur 230-3000C.
Epidot hadir sebagai ubahan pada massadasar berupa penggantian (replacement)
mineral plagioklas, dan sebagian kecil hadir mengisi rekahan sebagai urat bersama
kuarsa dan adularia. Kehadiran epidot pada massadasar (pada interval kedalaman 11001611,6 mKU) kemungkinan sebagai akibat interaksi fluida hidrothermal berupa uap
panas dengan batuan asal. Sedangkan kehadiran epidot yang mengisi rekahan (pada
inteval kedalaman 1611-1611,6 mKU), kemungkinan akibat hadirnya fluida
hidrothermal berupa larutan panas yang langsung mengisi rekahan dan mengalami
presipitasi mineral. Kehadiran epidot pada massadasar ini menjadi penciri hadirnya fasa
uap dengan temperatur tinggi pada interval kedalaman 110-1611,6 mKU yang juga
berperan sebagai zona reservoir dalam sistem panasbumi sumur KMJ-X.
Klorit terbentuk pada kondisi fluida dengan pH netral dan temperatur >1200C,
hadir pada interval kedalaman 1100-1202 mKU. Klorit hadir sebagai ubahan pada
massadasar berupa replacement mineral plagioklas. Sebagian klorit juga hadir mengisi
rongga dan mengalami presipitasi.
Adularia hadir sedikit pada interval kedalaman 1611-1611,6 mKU, mengsisi
rekahan sebagai urat bersama kuarsa, dan epidot. Adularia terbentuk pada kondisi fluida
dengan pH mendekati netral-alkalin dan temperatur >1800C. Kehadiran adularia dapat
dijadikan sebagai indikator masuknya sistem panasbumi pada level boiling zone, dan
kehadirannya mengisi rekahan berasosiasi dengan permeabilitas yang baik.

Zona Kuarsa-Serisit-Kalsit
Zona kuarsa-serisit-kalsit hadir pada interval kedalaman 1000-1100 mKU
sebagai ubahan pada litologi berupa andesit-basaltik, breksi andesit, dan tuff. Mengacu
pada Corbett dan leach (1998), zona ini sebanding dengan zona alterasi filik. Zona ini

Geologi dan Studi Aspek Panasbumi Sumur KMJ-X, Daerah Kamojang,


Kabupaten Bandung, Jawabarat

65

ANALISIS ASPEK PANASBUMI

dicirikan oleh kehadiran mineral kuarsa dan serisit yang dominan, kalsit, serta sedikit
mineral illit yang hanya dapat diidentifikasi melalui analisis X-RD.
Mineral kuarsa hadir paling banyak pada zona ini atau disebut juga mengalami
silisifikasi. Kuarsa hadir baik sebagai pengisi rekahan sebagai urat, maupun sebagai
replacement massadasar plagioklas.
Serisit terbentuk pada kondisi fluida dengan pH mendekati netral-asam dan
temperatur >2600C. Serisit hadir sebagai ubahan pada massadasar plagioklas dan juga
pada fenokris mineral primer.
Kalsit dapat terbentuk pada berbagai rentang temperatur, pada kondisi fluida
dengan pH netral. Kalsit hadir sebagai ubahan menggantikan plagioklas.

Zona Kaolin-Smektit-Kuarsa
Zona kaolin-smektit-kuarsa hadir pada interval kedalaman 185-1000 mKU
sebagai ubahan pada litologi berupa andeit, andesit-basaltik, breksi andesit, dan tuff.
Mengacu pada Corbett dan leach (1998), zona ini sebanding dengan zona alterasi
argilik. Zona ini dicirikan oleh kehadiran mineral lempung yang dominan berupa kaolin
dan smektit, serta kuarsa yang hadir semakin bertambah seiring bertambahnya
kedalaman
Kaolin terbentuk pada kondisi fluida dengan pH 4 dan temperatur <150-2500C.
Mineral kaolin dan smektit yang termasuk ke dalam grup illit-kaolin hadir bersamaan
dan dapat ditemukan secara megaskopis (berupa mineral lempung berwarna putih) dan
melalui hasil analisis X-RD. Mineral lempung ini hanya dapat hadir pada kedalaman
yang relatif dangkal, karena semakin bertambahnya kedalaman dan temperatur maka
mineral lempung tersebut akan berubah menjadi illit dan/ atau serisit yang hadir pada
zona alterasi sebanding zona filik.

Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan berbagai metode, diperoleh


nilai persentase mineral sekunder yang bervariasi pada sumur KMJ-X dan menunjukkan
intensitas lemah sampai sangat kuat (tabel 4.2).

Geologi dan Studi Aspek Panasbumi Sumur KMJ-X, Daerah Kamojang,


Kabupaten Bandung, Jawabarat

66

ANALISIS ASPEK PANASBUMI

KEDALAMAN

LITOLOGI

PERSENTASE

(mKU)

INTENSITAS ALTERASI

SM / TM

300

Breksi Andesit

5-9

Lemah

400

Andesit-Basaltik

8-18

Lemah

500

Andesit

14-20

Lemah

600

Breksi Andesit

10-15

Lemah

700

Andesit

15-18

Lemah

800

Breksi Andesit

22-55

Lemah-Kuat

900

Breksi Andesit

22-55

Lemah-Kuat

1000

Andesit-Basaltik

20-24

Lemah

1100

Breksi Andesit

15-20

Lemah

1200

Breksi Andesit

28-81

Sedang-Sangat Kuat

1600

Andesit

5-50

Lemah-Sedang

Tabel 4.2 Persentase mineral ubahan sumur KMJ-X (hasil analisis mikroskopis dan
megaskopis)

IV.4 Temperatur Sumur KMJ-X


Penentuan temperatur bawah permukaan diperoleh dari kisaran temperatur
pembentukan mineral sekunder, data inklusi fluida untuk menentukan temperatur uap
dalam zona reservoir, dan pengukuran temperatur sumur pada kondisi mulai memanas
(heating up).

4.4.1 Kisaran Temperatur Zona Alterasi


Kehadiran mineral sekunder pada tiap zona alterasi dapat dijadikan dasar
penentuan temperatur purba saat pembentukan batuan. Kisaran temperatur zona alterasi
ditentukan berdasarkan temperatur pembentukan mineral spesifik yang memberikan
kisaran yang pendek.

Zona Kuarsa-Epidot-Klorit
Berdasarkan kehadiran mineral sekundernya, zona ini memberikan kisaran
temperatur pembentukan yang ditunjukkan oleh mineral spesifik berupa epidot yang
terbentuk pada temperatur >200-3000C.
Geologi dan Studi Aspek Panasbumi Sumur KMJ-X, Daerah Kamojang,
Kabupaten Bandung, Jawabarat

67

ANALISIS ASPEK PANASBUMI

Tabel 4.3 Temperatur pembentukan mineral sekunder (Morrison, 1995)

Zona Kuarsa-Serisit-Kalsit
Berdasarkan kehadiran mineral sekundernya, zona ini memberikan kisaran
temperatur pembentukan yang ditunjukkan oleh mineral spesifik berupa serisit yang
terbentuk pada temperatur >2600C.

Tabel 4.4 Temperatur pembentukan mineral sekunder (Morrison, 1995)

Zona Kaolin-Smektit-Kuarsa
Berdasarkan kehadiran mineral sekundernya, zona ini memberikan kisaran
temperatur pembentukan yang ditunjukkan oleh mineral spesifik berupa kaolin dan
smektit yang terbentuk pada temperatur <100-2500C.

Tabel 4.5 Temperatur pembentukan mineral sekunder (Morrison, 1995)

4.4.2 Analisis Inklusi Fluida


Tujuan dilakukannya analisis inklusi fluida yaitu:

Determinasi temperatur fasa pengendapan mineral sekunder

Determinasi salinitas fluida (mineralisasi dan ubahan)

Determinasi pola/kecenderungan temperatur dan salinitas dalam ruang dan waktu

Geologi dan Studi Aspek Panasbumi Sumur KMJ-X, Daerah Kamojang,


Kabupaten Bandung, Jawabarat

68

ANALISIS ASPEK PANASBUMI

Pemodelan proses-proses fisis seperti boiling, dilusi, percampuran, conductive


cooling yang berhubungan dengan mineralisasi

Pemodelan hidrologi purba (paleo-hydrological model) dari sistem mineralisasi

Membantu dalam interpretasi kedalaman erosi, kehadiran sesar dan gejala tektonik
lainnya yang berpengaruh

Pembuatan

paragenesa mineral. Analisis inklusi fluida digunakan untuk

menentukan temperatur pembentukan fluida yang terperangkap dalam mineral yang


dianggap sebagai temperatur pembentukan mineral tersebut.
Inklusi fluida terjadi sebagai akibat kerusakan di dalam kristal yang terjadi
selama pembentukan maupun setelahnya yang terisi fluida baik dalam fasa gas maupun
cair. Gelembung gas didalam kebanyakan inklusi fluida terbentuk akibat perbedaan
koefisien penyusutan dari cairan dan mineral yang mengelilinginya selama masa
pendinginan dari suhu yang lebih tinggi pada saat terjadinya inklusi (Tt: temperature of
trapping) dan temperatur pada saat dilakukan observasi. Dengan teknik pemanasan,
gelembung gas tersebut akan hilang apabila mencapai suhu tertentu yaitu suhu saat
menghilangnya gelembung yang disebut sebagai suhu homogenisasi (Th: temperature
of homogenization) yang dianggap sebagai Tt. Suatu teknik pendinginan dapat
dilakukan terhadap inklusi cair sampai terjadinya fasa padat (Tf: temperature of
freezing), dilanjutkan dengan pemanasan kembali sampai seluruh es mencair dan
mencapai suhu peleburan (Tm: temperature of melting). Hasil pengukuran Tm dari
inklusi fluida memberikan informasi mengenai salinitas saat pembentukan mineral
tempat fluida tersebut terperangkap. Dengan diketahuinya Th, Tf, dan Tm maka akan
didapat banyak informasi dari lingkungan fisik dan maupun kimiawi di dalam kristal
induknya. Mineral yang dapat dianalisis antara lain kuarsa, anhidrit, karbonat, sfalerit,
barit, fluorit, dan adularia.
Analisis inklusi fluida sumur KMJ- X dilakukan pada satu conto serbuk bor
(cutting) pada interval kedalaman 1064-1067 mKU dan dua conto batu inti (core) pada
kedalaman 1611.5 mKU. Pada kedua conto batu inti tidak dijumpai inklusi fluida baik
pada urat maupun batuan induk (host rock), sedangkan pada conto serbuk bor terdapat
inklusi fluida pada urat kuarsa, terdistribusi sangat jarang, dan berukuran sangat halus
(<3 mikrometer). Hasil analisis disajikan dalam bentuk histogram temperatur terhadap
Geologi dan Studi Aspek Panasbumi Sumur KMJ-X, Daerah Kamojang,
Kabupaten Bandung, Jawabarat

69

ANALISIS ASPEK PANASBUMI

frekuensi (histogram terlampir). Inklusi fluida disusun oleh satu fasa baik uap maupun
air dengan Th sebesar 2250C dan nilail salinitas 4.1% wt NaCL.

4.4.3. Pengukuran Temperatur Sumur


Pemantauan dan pengukuran temperatur sumur KMJ-X dilakukan setelah
pemboran (pada kondisi heating up) dan pemantauan dilakukan selama 46 hari sampai
kisaran temperatur menunjukkan nilai yang relatif stabil (Gambar 4.3). Pemantauan
dilakukan secara berkala setelah 1 hari, 3 hari, 6 hari, 10 hari, 15 hari, 22 hari, dan 46
hari. Dari data pemantauan temperatur (1-22 hari) diperoleh grafik yang menunjukkan
peningkatan temperatur rata-rata 25-2200C pada kedalaman 0-1100 mKU. Kemudian
temperatur konstan pada kedalaman 1100-1400 mKU, dan penurunan temperatur terjadi
secara tiba-tiba setelah kedalaman 1400 mKU. Hasil pemantauan mulai 1 sampai 22
hari inilah yang digunakan sebagai penunjuk hadirnya zona reservoir yang berisi uap
pada interval kedalaman >1100 mKU. Sedangkan pada pemantauan setelah 46 hari
diperoleh grafik yang relatif konstan mulai kedalaman 200 sampai 1700 mKU sehingga
tidak dapat digunakan sebagai acuan dalam pembagian zonasi untuk sistem panasbumi.
Berdasarkan kehadiran mineral sekunder (ubahan) pada tiap-tiap zona, diperoleh
perbandingan antara temperatur pembentukan mineral sekunder yang menunjukkan
temperatur purba dan

temperatur pengukuran sumur KMJ-X yang menunjukkan

kondisi temperatur saat ini (Gambar 4.3). Pada kedalaman >1100 mKU, temperatur
purba dicirikan oleh kehadiran mineral epidot dengan kisaran temperatur pembentukan
>200-3000C, sedangkan pada saat pengukuran temperatur sumur diperoleh nilai 2202300C. Pada kedalaman 1000-1100 mKU, temperatur purba dicirikan oleh kehadiran
mineral serisit dengan kisaran temperatur pembentukan >2500C, sedangkan pada saat
pengukuran temperatur sumur diperoleh nilai 100-1500C. Pada kedalaman 180-1000
mKU, temperatur purba dicirikan oleh kehadiran mineral kaolin dan smektit dengan
kisaran temperatur pembentukan <100-2500C, sedangkan pada saat pengukuran
temperatur sumur diperoleh nilai 40-1000C. Dari hasil perbandingan temperatur tersebut
diperoleh nilai penurunan temperatur yang lebih rendah pada saat pengukuran sumur
daripada temperatur purba saat pembentukan mineral sekunder tersebut. Hal ini
menunjukkan kondisi sumber panas yang mulai mendingin.
Geologi dan Studi Aspek Panasbumi Sumur KMJ-X, Daerah Kamojang,
Kabupaten Bandung, Jawabarat

70

ANALISIS ASPEK PANASBUMI

Gambar 4.3 Perbandingan temperatur purba dan temperatur pengukuran sumur KMJ-X

IV.5 Sistem Panasbumi


Berdasarkan beberapa persyaratan terbentuknya sistem panasbumi, maka sumur
KMJ-X dibagi menjadi zona overburden, zona penudung (cap rock/ clay cap) dan zona
reservoir pada interval kedalaman 0-1611,6 mKU. Pembagian tiap zona berdasarkan
kehadiran mineral sekunder sebagai indikator tipe alterasi hidrothermal yang juga
berperan dalam penentuan zona dalam sistem panasbumi.

Zona Overburden
Zona ini berada pada kedalaman 0-185 mKU, terdiri dari tefra berukuran lapili.
Zona ini hanya berupa lapisan penutup antara bidang permukaan sumur dengan zona
penudung. Intensitas alterasi tergolong lemah dan berdasarkan pengamatan megaskopis
pada zona ini hanya terjadi proses ubahan berupa pelapukan yang memberikan warna
kekuningan sampai coklat pada serbuk bor. Zona overburden menunjukkan kisaran
temperatur 22-340C.

Geologi dan Studi Aspek Panasbumi Sumur KMJ-X, Daerah Kamojang,


Kabupaten Bandung, Jawabarat

71

ANALISIS ASPEK PANASBUMI

Zona penudung (cap rock)


Merupakan suatu lapisan impermeabel yang memiliki kemampuan menahan uap
panas di dalam reservoir. Untuk zona ini dibutuhkan lapisan batuan yang didominasi
oleh mineral lempung. Pada sumur KMJ-X, zona penudung hadir pada kedalaman 1851100 mKU dengan litologi berupa tuff, andesit, andesit-basaltik, dan breksi andesit.
Intensitas alterasi lemah-kuat, dan zona alterasi kaolin-smektit-kuarsa atau sebanding
dengan zona ubahan argilik. Zona penudung menunjukkan kisaran temperatur 252200C.

Zona Reservoir
Zona ini merupakan tempat tersimpannya uap panas dan dijadikan sebagai target
pemboran sumur panasbumi. Zona reservoir panasbumi dibagi menjadi zona dominasi
uap dan zona dominasi air yang dicirikan oleh kehadiran air dan uapnya. Sumur KMJ-X
memiliki reservoir yang didominasi oleh uap, dicirikan oleh grafik pengukuran
temperatur sumur yang menunjukkan pola konstan pada temperatur maksimum
pembentukan uap atau pada kedalaman >1100 mKU. Zona ini dicirikan oleh kehadiran
mineral bertemperatur tinggi seperti epidot pada zona ubahan kuarsa-epidot-klorit
dengan intensitas alterasi lemah-sangat kuat. Mineral epidot yang hadir pada
massadasar dijadikan sebagai penciri hadirnya uap yang membawa larutan pembentuk
mineral tersebut.
Secara umum daerah penelitian (area panasbumi Kamojang) memiliki sistem
panasbumi dimana kondisi reservoir didominasi oleh uap. Sistem panasbumi dominasi
uap dicirikan oleh kehadiran uap lebih dari 85%. Sistem ini biasanya hadir pada kondisi
yang memiliki aliran panas sangat tinggi tetapi recharge air yang rendah. Gas-gas dekat
permukaan pada reservoir dominasi uap mengalami kondensasi membentuk asam yang
melarutkan batuan di sekitar area mata air. Manifestasi yang hadir pada sistem
panasbumi dominasi uap dicirikan oleh batuan yang mengalami pelarutan, mata air
dengan komposisi asam-sulfat, dan tidak hadirnya air klorida. Mata air dengan pH<6
(asam) hadir diiringi oleh mudspots, geysers, dan fumarol. Manifestasi permukaan di
area panasbumi Kamojang hadir di sebelah Timur laut daerah penelitian (di luar daerah
penelitian) sedangkan pada sumur KMJ-X tidak ditemukan manifestasi permukaan.
Geologi dan Studi Aspek Panasbumi Sumur KMJ-X, Daerah Kamojang,
Kabupaten Bandung, Jawabarat

72

ANALISIS ASPEK PANASBUMI

Sumur KMJ-X memiliki sistem reservoir panasbumi dominasi uap yang


dicirikan oleh grafik temperatur sumur yang mengalami kondisi puncak (suhu tertinggi)
mulai kedalaman 1100 mKU dan temperatur konstan pada 220-2280C. Temperatur ini
menunjukkan temperatur maksimal pada kondisi uap sehingga memberikan nilai yang
konstan pada kedalaman >1100mKU.

IV.6 Simpulan

Daerah penelitian terletak pada sistem panasbumi relief tinggi yang memiliki sistem
dua fasa (Browne, 1989). Berdasarkan siklus pembentukkannya (Ellis dan Mahon,
1977) daerah penelitian memiliki sistem berputar (cyclic system) bertemperatur
tinggi yang berasosiasi dengan volkanisme resen.

Sumur KMJ-X yang menjadi objek studi khusus dibagi menjadi 5 satuan batuan,
yaitu: satuan tefra lapili, satuan tuff, satuan andesit, satuan andesit-basaltik, dan
satuan breksi andesit.

Zona alterasi pada litologi sumur KMJ-X (Corbett dan Leach, 1998) tediri dari zona
kuarsa-epidot-klorit, kuarsa-serisit-kalsit, dan kaolin-smektit-kuarsa; atau sebanding
dengan zona propilitik, filik, dan argilik.

Sumur KMJ-X dibagi menjadi zona overburden pada kedalaman 0-185 mKU, zona
penudung pada kedalaman 185-1100 mKU (tipe ubahan argilik dan filik), dan zona
reservoir pada kedalaman >1100 mKU (tipe ubahan propilitik).

Hasil perbandingan temperatur purba yang dicirikan oleh temperatur pembentukan


mineral sekunder dengan temperatur sumur, menunjukkan kondisi sumber panas
yang mulai mendingin.

Sumur KMJ-X memiliki sistem reservoir dominasi uap, dicirikan oleh grafik
temperatur sumur yang menunjukkan pola konstan pada temperatur maksimum
pembentukan uap (2280C). Secara petrografi juga dicirikan oleh kehadiran mineral
epidot yang hadir sebagai ubahan pada sebagian massadasar pada zona reservoir dan
sebagai penciri temperatur tinggi, sedangkan adularia sebagai penciri zona didih
(boiling zone) atau indikator permeabilitas reservoir yang baik.

Geologi dan Studi Aspek Panasbumi Sumur KMJ-X, Daerah Kamojang,


Kabupaten Bandung, Jawabarat

73

ANALISIS ASPEK PANASBUMI

Gambar 4.4 Kolom analisis aspek panasbumi sumur KMJ-X

Geologi Dan Studi Aspek Panasbumi Sumur KMJ-X, daerah Kamojang, kabupaten bandung, Jawabarat

74

You might also like