Professional Documents
Culture Documents
Oleh :
LELY OKTAVIA
31112142
SYIFA UL ZANNAH
31112164
TORA YOSPANA
31112166
Saat ini, sakarin digunakan dalam bebagai makanan dan minuman bebas
kalori, mulai dari makanan dipanggang, selai, permen karet, buah kalengan, permen,
taburan pencuci mulut, dan saus salad serta produk kosmetik, vitamin, dan farmasi.
Sejarah sakarin atau zat pemanis buatan ditemukan secara tidak sengaja oleh
seorang ahli kimia asal Rusia bernama Constantin Fahlberg (1850-1910). Suatu hari
pada tahun 1879 setelah bekerja seharian di dalam laboratoriumnya, ia lupa untuk
mencuci tangan. Hari itu dia bermain-main dengan bahan campuran arang dan
tembakau dalam rangka meneliti kegunaannya. Saat tiba makan malam di rumah, dia
menyadari bahwa kue rolls yang dia santap sebagai makan malam berasa lebih manis
dan lain dari biasanya. Ditanyakan kepada istrinya apakah dia memberikan gula ke
kuenya, yang dijawab tidak oleh sang istri. Kue-kue rolls tersebut berasa normal
seperti biasa bagi lidah istrinya. Lalu Fahlberg menyadari bahwa rasa manis tersebut
berasal dari tangannya, dan keesokan harinya dia kembali ke laboratoriumnya dan
mulai meneliti lebih lanjut sampai menemukan sakarin.
Sakarin adalah pemanis buatan yang memiliki struktur dasar sulfinida benzoat.
Karena tidak strukturnya berbeda dengan karbohidrat, sakarin tidak menghasilkan
kalori. Sakarin jauh lebih manis dibanding sukrosa, dengan perbandingan rasa manis
kira-kira 400 kali lipat sukrosa. Namun sayangnya dalam konsentrasi sedang sampai
tinggi bersifat meninggalkan aftertaste pahit atau rasa logam. Untuk menghilangkan
rasa ini sakarin dapat dicampurkan dengan siklamat dalam perbandingan 1:10 untuk
siklamat.
Sakarin diperkenalkan pertama kali oleh Fahlberg pada tahun 1879 secara
tidak sengaja dari industri tar batubara. Penggunaannya secara komersial sudah
diterapkan sejak tahun 1884. Namun sakarin baru terkenal oleh masyarakat luas
setelah perang dunia I, di mana sakarin berperan sebagai pemanis alternatif pengganti
gula pasir sulit diperoleh. Sakarin menjadi lebih populer lagi di pasaran pada tahun
1960-an dan 1970-an. Saat itu, sifatnya sebagai pemanis tanpa kalori dan harga
murahnya menjadi faktor penarik utama dalam penggunaan sakarin. Selain itu sakarin
tidak bereaksi dengan bahan makanan, sehingga makanan yang ditambahkan sakarin
tidak mengalami kerusakan. Sifat yang penting untuk industri minuman kaleng atau
kemasan. Karena itulah, sakarin dalam hal ini sering digunakan bersama dengan
aspartame; agar rasa manis dalam minuman tetap bertahan lama. Seperti yang sudah
dibahas sebelumnya, aspartame tidak bertahan lama dalam minuman kemasan.
Sifat fisik sakarin yang cukup dikenal adalah tidak stabil pada pemanasan.
Sakarin yang digunakan dalam industri makanan adalah sakarin sebagai garam
natrium. Hal ini disebabkan sakarin dalam bentuk aslinya yaitu asam, bersifat tidak
larut dalam air. Sakarin juga tidak mengalami proses penguraian gula dan pati yang
menghasilkan asam; sehingga sakarin tidak menyebabkan erosi enamel gigi. Sakarin
merupakan pemanis alternatif untuk penderita diabetes melitus, karena sakarin tidak
diserap lewat sistem pencernaan. Meskipun demikian, sakarin dapat mendorong
sekresi insulin karena rasa manisnya; sehingga gula darah akan turun.
Penggunaan sakarin sempat digunakan secara luas sebagai pemanis dalam
produk makanan kemasan (minuman atau buah kalengan, permen karet, selai, dan
permen), bahan suplemen (vitamin dan sejenisnya), obat-obatan, dan pasta gigi.
Selain itu sakarin juga digunakan sebagai gula di restoran, industri roti, dan bahan
kosmetik.
Keamanan sakarin mulai diteliti sejak lebih dari 100 tahun yang lalu. Ahli
yang pertama kali menentang penggunaan sakarin, karena dianggap merugikan
kesehatan; adalah Harvey Wiley. Menurut beliau, sakarin memang manis seperti gula
pasir biasa, namun karena struktur kimianya yang menyerupai tar batubara; tetap saja
yang dikonsumsi adalah tar batubara yang seharusnya tidak dimakan. Namun
pernyataan terus dibantah keras oleh presiden Amerika Serikat saat itu, Theodore
Roosevelt. Memang sejak pertama diperkenalkan secara luas kepada masyarakat
sampai saat itu, belum ada efek buruk sebagai akibat konsumsi sakarin.
Sejak saat itu, keamanan penggunaan sakarin terus diperdebatkan sampai sekarang.
Adapun bahaya yang ditimbulkan sakarin adalah efek karsinogenik. Pada sebuah
penelitian di tahun 1977, mencit percobaan mengalami kanker empedu setelah
mengkonsumsi sakarin dalam jumlah besar. Penentuan efek serupa pada manusia
lebih sulit, karena sebagian besar produk makanan yang ada saat ini menggunakan
beberapa pemanis buatan sekaligus. Penelitian oleh Weihrauch & Diehl (2004)
menunjukkan bahwa konsumsi kombinasi pemanis buatan dalam jumlah besar (>1.6
gram/hari) meningkatkan risiko kanker empedu sebanyak hanya 1.3 kali lipat pada
manusia. Namun pemanis manakah yang menimbulkan efek ini tidak diketahui.
Setelah beberapa tahun meneliti, sebagian besar ahli akhirnya menyimpulkan bahwa
sakarin tidak bersifat karsinogenik pada manusia.
II. Alat dan Bahan
A. Alat
1. Neraca analitik
2. Pipet volume
3. Pipet tetes
4. Corong pisah
5. Erlenmeyer
6. Corong
7. Buret
8. Statif
9. Klem
B. Bahan
1. Kloroform
2. HCl encer
3. Etanol
4. Sampel (minuman teh manis)
III.
Prosedur
pipet sampel
sebanyak 25 ml,
masukan kedalam
corong pisah
tambahkan HCl
encer sampai pH 2
kemudian ekstraksi
cair-cair dengan
menggunakan
kloroform
residu dilarutkan
dalam etanol
ambil fase
kloroform
kemudian diuapkan
kemudian di cek
kadarnya dengan
menggunakan
spektrofotometri
Uv-Vis
kemudian
ditambahkan
etanol sampai
tanda batas (50
ml)
hitung kadar
sakarin yang
diperoleh
di cek dengan
spektrofotometri
Uv-Vis pada
panjang
gelombang 239,5
nm
0.3
Linear ()
0.2
0.1
0
12 14 16 18 20 22 24 26 28 30
konsentrasi (ppm)
perbandingan rasa manis kira-kira 400 kali lipat sukrosa. Pada bahan makanan,
sakarin memiliki berbagai efek berbahaya yang dapat mengganggu kesehatan jika
penggunaannya diluar batas ADI (Acceptance Daily
selama 15 menit dan didiamkan hingga larutan terpisah menjadi 2 fase. Setelah itu
ambil fase kloroform dan uapkan sampai kering, kristal yang dihasilkan dari hasil
penguapan kemudian diuji secara kualitatif menggunakan FeCl 3 untuk memastikan
apakah pada sampel minuman tersebut mengandung sakarin atau tidak. Berdasarkan
hasil praktikum yang telah dilakukan, didapatkan kristal sebanyak 30 mg.
Penggunaaan pemanis buatan pada minuman cup didasarkan atas alasan
ekonomis, karena tingginya harga gula pasir dibandingkan dengan harga pemanis
buatan, dan juga rasa manis pada pemanis buatan jauh lebih manis dibandingkan gula
pasir. Batas maksimum penggunaan sakarin berdasarkan Badan Ketahanan Pangan
yaitu 30 g/kg.
Dan berdasarkan hasil pengujian secara kualitatif pada sampel minuman cup
Teh Poci menunjukan hasil positif. Setelah diketahui bahwa pada sampel kami
menunjukan hasil positif, maka uji dilakukan dengan pengujian secara kuantitatif
menggunakan spektofotometri UV-Vis pada panjang gelombang 239,5 nm.
Sebelum dilakukan pengujian pada sampel, terlebih dahulu dilakukan pengujian
untuk baku standar. Dan berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan,
didapatkan persamaan y = 0,008x + 0,260. Selanjutnya dilakukan pengujian pada
sampel, sampel hasil penguapan dilarutkan dalam etanol, kemudian di add sampai 50
ml, lalu di cek pada fotometer dengan panjang gelombang 239,5 nm. Berdasarkan
hasil pengujian yang telah dilakukan, didapat absorban sebesar 1,316 yang
menunjukan bahwa sampel terlalu pekat, lalu dilakukan pengenceran sebanyak 2 kali,
setelah diencerkan didapatkan absorban sebesar 0,651
Berdasarkan data yang didapat, kemudian dilakukan perhitungan kadar yang
terdapat pada sampel, dan berdasarkan hasil perhitungan yang telah dilakukan,
didapat kadar sakarin pada sampel minuman cup merk Teh Poci sebesar 16,292%.
VI. Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan, didapatkan kadar sakarin
pada sampel minuman cup merk Teh Poci yang dijajakan dikampus menggunakan
metode spektrofotometri Uv-Vis pada panjang gelombang sebesar 16,292%
DAFTAR PUSTAKA
Saccharin (from Calorie Control Council, Atlanta (GA), United States). Link URL:
www.saccharin.org/facts/sach_broch_final_406.pdf