You are on page 1of 17

ETIKA BISNIS

Etika Perilaku Kontribusi Filsuf

Kelompok 2:
Putu Sukma Handayani

1491662020 / 1

Komang Gunayanti Ariani

1491662021 / 2

Ni Made Sinta Pradnyani

1491662022 / 3

Ni Wayan Lady Andini

1491662028 / 9

PROGRAM MAGISTER AKUNTANSI


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
TAHUN 2016
ETIKA PERILAKU KONTRIBUSI FILSUF

Seorang filsuf telah didedikasikan untuk mempelajari etika perilaku selama ribuan tahun.
Ide-ide, konsep dan prinsip mereka yang telah berkembang lama itu dikenal sebagai batu ujian
penting untuk penilaian perusahaan dan kegiatan personal. Direksi, eksekutif dan akuntan
profesional memerlukan kesadaran diri mengenai parameter-parameter etis dan nantinya perlu
membangun perilaku etis ke dalam budaya organisasi mereka. Mengingat sifat individu yang
beragam dan tantangan global yang mereka hadapi, itu tidak lagi dijadikan alasan untuk
meninggalkan prinsip-prinsip etika perilaku. Organisasi harus memilih untuk mempekerjakan
individu yang sadar etis dan harus memberikan mereka pemahaman tentang prinsip-prinsip etika
dalam setiap tindakan. Kontribusi filsuf yang dibahas dalam bab ini bermanfaat untuk menjadi
dasar bagi direktur dan akuntan profesional untuk membuat rencana serta keputusan etis.
Etika merupakan salah satu cabang dari ilmu filosofi yang menginvestigasi pertimbangan
normatif tentang apakah suatu perilaku itu benar atau apa yang seharusnya dilakukan. Kebutuhan
akan etika muncul dari keinginan untuk menghindari masalah pada kehidupan nyata. Dilema
etika muncul ketika norma-norma dan nilai-nilai berada dalam suatu konflik, dan terdapat
alternatif tindakan yang tersedia. Ini berarti bahwa pengambil keputusan harus membuat pilihan.
Tidak seperti kebanyakan keputusan bisnis lain yang memiliki kriteria pengambilan keputusan
yang jelas, dilema etika tidak ada standar obyektifnya. Oleh karena itu kita perlu menggunakan
kode moral yang subjektif. Teori etika dalam bab ini menjelaskan bagaimana memahami,
melaksanakan dan bertindak sesuai dengan kode moral mengenai perilaku bisnis yang tepat.
ETIKA DAN KODE MORAL
Ensiklopedia filsafat mendefinisikan etika dalam tiga cara, yaitu
1

Pola umum atau cara hidup

Seperangkat aturan perilaku atau kode moral

Pertanyaan tentang cara hidup dan aturan perilaku

Dalam arti pertama kita berbicara tentang etika kepercayaan Budha atau Kristen, kedua, kita
berbicara etika profesi dan perilaku yang tidak etis. Ketiga, etika adalah cabang filsafat yang
sering diberikan nama khusus metaetik. Hal yang akan dibahas bukan tentang keyakinan agama
yang dijalani dengan cara yang diyakininya tepat untuk mencapai beragam tujuan kehidupan atau
membahas tentang metaetik yang merupakan teori tentang etika, melainkan akan membahas
bagaimana mempelajari kode moral yang berhubungan dengan perilaku bisnis. Moralitas dan
kode moral didefinisikan dalam ensiklopedia filsafat yang mengandung empat karakteristik:
2

keyakinan tentang sifat manusia;

keyakinan tentang cita-cita, tentang apa yang baik atau yang diinginkan atau layak untuk
kepentingannya;

aturan mengenai apa yang seharusnya dilakukan dan apa yang tidak;

motif yang membuat kita cenderung untuk memilih jalan yang benar atau jalan yang
salah.

Masing-masing dari keempat aspek ini akan dieksplorasi menggunakan empat teori etika
utama yang digunakan oleh orang-orang dalam membuat keputusan etis pada lingkungan bisnis,
yaitu utilitarianisme, deontologi, keadilan dan etika moralitas. Masing-masing teori
menempatkan penekanan yang berbeda pada empat karakteristik, misalnya utilitarianisme
menekankan pentingnya aturan mengejar apa yang baik atau diinginkan, sedangkan deontologi
meneliti motif dari pembuat keputusan etis. Meskipun masing-masing teori menekankan aspek
yang berbeda dari kode moral, mereka semua memiliki banyak cara-cara umum, terutama
penekanan terhadap apa yang harus dan tidak harus dilakukan. Tapi seperti kata Rawls, tidak ada
teori yang lengkap dan kita harus toleran terhadap berbagai kelemahan dan kekurangan teori
tersebut. Tujuan dari penggunaan teori-teori ini adalah untuk membantu dalam pengambilan
keputusan etis. Kebanyakan orang tahu perbedaan antara benar atau salah. Dilema etika jarang
melibatkan pemilihan antara dua alternatif yang mencolok. Sebaliknya, dilema etika biasanya
muncul karena tidak ada pilihan yang sepenuhnya benar.
ETIKA DAN BISNIS
Archie Carrol yang merupakan seorang pengamat membahas tentang etika bisnis yang
layak secara ekonomi. Jika bisnis itu tidak menguntungkan, maka pebisnis akan mundur dari
bisnis dan bertanya serta berdebat tentang perilaku bisnis yang tepat. Akibatnya, tujuan utama
perusahaan melakukan bisnis adalah untuk mendapatkan keuntungan. Padahal, tujuan dasar dari
bisnis adalah menyediakan barang dan jasa secara efektif dan efisien.
Tiga penjelasan yang paling umum, mengapa orang harus beretika karena didasarkan
pada pandangan tentang agama, hubungan kita dengan orang lain, dan persepsi kita tentang diri
kita sendiri. Seperti yang telah disebutkan, salah satu definisi etika adalah bagaimana kita harus
menjalani hidup ini berdasarkan prinsip-prinsip kepercayaan yang dianut. Tradisi yunani
mengajarkan bahwa sebaiknya perlakukan orang lain sebagaimana anda ingin diperlakukan,
3

jangan mengucapkan sesuatu yang bohong, dan kasihilah sesama seperti mengasihi diri anda
sendiri.
Beberapa orang percaya bahwa etika tidak ada hubungannya dengan agama. Di dalamnya
terdapat hubungan dengan orang lain, yang ditunjukkan melalui cinta, simpati, kebaikan dan
sejenisnya. Manusia adalah mahluk sosial yang hidup dengan orang lain dalam bermasyarakat.
Kita mengalami ikatan emosional yang kuat dengan orang lain melalui tindakan kasih dan
pengorbanan diri. Beberapa orang lagi masih percaya bahwa kita berperilaku etis karena
kepentingan diri kita sendiri. Aspek fundamental dari manusia adalah ketertarikannya pada diri
sendiri. Meskipun kita hidup dengan orang lain dalam masyarakat, masing-masing dari kita
menjalani hidup yang unik tergantung pada pribadi kita sendiri. Namun ada yang berbeda antara
kepentingan diri dan egois. Keegoisan hanya menyangkut individu dan menempatkan kebutuhan
dan kepentingan individu di atas kepentingan orang lain. Kepentingan diri sendiri di sisi lain,
adalah berkonsentrasi pada diri sendiri.
KEPENTINGAN DIRI DAN EKONOMI
Konsep kepentingan diri sendiri memiliki tradisi yang panjang dalam filsafat empiris
Inggris untuk menjelaskan harmoni sosial dan kerjasama ekonomi yang baik. Thomas Hobbes
(1588-1679) berpendapat bahwa kepentingan diri memotivasi orang untuk membentuk
masyarakat sipil yang damai. Ia menulis setelah perang sipil Inggris (1642-1651), ia
menganalisis faktor-faktor yang berkontribusi terhadap masyarakat yang stabil dan keadaan yang
menyebabkan orang-orang perang. Ia mulai dengan pengamatan bahwa orang memiliki beberapa
keinginan alami, yaitu keinginan untuk bertahan.
Dari perspektif masyarakat sipil ini, dapat dilihat sebagai kontrak sukarela antara
individu-individu, di mana terdapat beberapa kebebasan individu dan hak-hak yang diberikan
dalam pertukaran untuk perdamaian dan pertahanan diri. Adam Smith (1723-1790) berpendapat
bahwa kepentingan diri mengarah ke kerjasama ekonomi. Fitur utama pada model ekonomi
Smith adalah pertama bahwa perekonomian merupakan kegiatan sosial dalam hal keuangan.
Perusahaan menyediakan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat. Penjual dan pembeli
bekerja untuk tujuan yang sama, memuaskan kebutuhan mereka dengan harga yang disetujui
bersama. Kedua, pasar yang kompetitif, tidak bersaing. Perdagangan itu tergantung pada
kejujuran dalam melakukan aktivitas, menghormati kontrak dan saling gotong royong.

Persaingan yang sehat juga berarti bahwa perusahaan berusaha untuk beroperasi seefisien dan
seefektif mungkin untuk memaksimalkan keuntungan jangka panjang. Akhirnya, etika
membatasi oportunisme ekonomi. Etika membuat keegoisan dan keserakahan yang tak terkendali
menjadi berkurang.
ETIKA, BISNIS DAN HUKUM
Schwartz dan Carrol berpendapat bahwa bisnis, etika dan hukum dapat dilihat sebagai
tiga lingkaran berpotongan di diagram Venn, seperti yang terlihat pada gambar dibawah.

BISNIS

1
4
HUKUM

5
ETIKA

Diagram tersebut dibagi menjadi 7 area. Area 1 merupakan aspek kegiatan usaha yang
tidak tercakup oleh hukum atau etika. Area 2 terdapat hukum yang tidak ada hubungannya
dengan etika atau bisnis. Area 3 merupakan larangan etika yang tidak menyangkut bisnis dan
tidak melanggar hukum. Area 4 merupakan pusat aturan dan peraturan bahwa perusahaan harus
mengikuti undang-undang yang disahkan oleh pemerintah, badan pengatur, asosiasi profesi , dan
sejenisnya. Terdapat area yang tumpang tindih antara hukum dan etika yaitu area 6. Area 5
merupakan tumpang tindih antara kegiatan bisnis dan norma-norma etika. Area 7 merupakan
persimpangan hukum, etika, dan bisnis, biasanya hanya menjadi masalah jika hukum
mengatakan satu hal, sementara etika mengatakan sebaliknya.
TEORI UTAMA ETIKA BERGUNA DALAM MENYELESAIKAN DILEMA ETIKA
Teleologi: Utilitarianisme & Konsekuensialisme Analisis Pengaruh
5

Teleologi berasal dari kata Yunani, yaitu telos yang berarti tujuan, konsekuensi, hasil, dan
sebagainya. Teori teleologis mempelajari perilaku etis dalam hal hasil atau konsekuensi dari
keputusan etis. Teleologi berhubungan dengan banyak hasil yang berorientasi pada orang-orang
bisnis karena berfokus pada dampak pengambilan keputusan, mengevaluasi keputusan yang baik
atau buruk, diterima atau tidak dapat diterima dalam hal konsekuensi dari keputusan tersebut.
Investor menilai investasi yang baik atau buruk, bermanfaat atau tidak, berdasarkan
pengembalian yang diharapkan. Jika pengembalian yang sebenarnya berada di bawah ekspektasi
investor, maka dianggap sebagai keputusan investasi yang buruk, sedangkan jika pengembalian
lebih besar dari yang diharapkan, itu dianggap sebagai keputusan investasi yang baik atau
berharga. Pengambilan keputusan etis mengikuti pola yang sama. Dengan cara yang sama bahwa
kebaikan dan keburukan investasi dinilai berdasarkan hasil keputusan keuangan, sedangkan
kebaikan atau keburukan etika didasarkan pada suatu konsekuensi dari keputusan etis. Keputusan
etis yang benar atau salah karena mereka menyebabkan hasil positif atau negatif.
Utilitarianisme mendefinisikan baik dan jahat dalam hal konsekuensi non etis dari
kenikmatan dan rasa sakit. Tindakan etis yang benar adalah salah satu yang akan menghasilkan
jumlah terbesar dari kesenangan atau paling sedikit rasa sakit. Ini adalah teori yang sangat
sederhana. Tujuan hidup adalah untuk menjadi bahagia dan semua hal-hal yang mempromosikan
kebahagiaan yang etis baik karena mereka cenderung menghasilkan kesenangan atau mengurangi
rasa sakit dan penderitaan. Untuk utilitarian, kesenangan dan rasa sakit digambarkan baik fisik
dan mental. Bagi utilitarian, satu-satunya hal berharga adalah memiliki pengalaman yang
menyenangkan, dan pengalaman ini baik hanya karena mereka menyenangkan.
Mill (1806-1873) menunjukkan bahwa kesenangan dan rasa sakit memiliki aspek
kuantitatif dan kualitatif. Bentham (1748-1832) mengembangkan kalkulus kesenangan dan rasa
sakit berdasarkan intensitas, durasi, kepastian, kedekatan, fekunditas, kemurnian, dan luasnya.
Mill menambahkan bahwa sifat dari kesenangan atau rasa sakit juga penting. Beberapa
kesenangan yang lebih diinginkan daripada yang lain memerlukan usaha yang layak untuk
mencapainya. Seorang atlet, misalnya, berlatih setiap hari untuk bersaing di Olimpiade. Pelatihan
mungkin sangat menyakitkan, tapi atlet terus berfokus pada hadiah, yaitu pemenang akan
mendapatkan emas. Hal ini menggambarkan bahwa kenikmatan kuantitatif berdiri di podium
melebihi jalan kuantitatif yang melelahkan untuk menjadi juara Olimpiade.

Hedonisme berfokus pada individu, dan mempunyai pengaruh terbesar dari pencapaian
kesenangan atau kebahagiaan pribadi. Epicurus (341-270 SM) berpendapat bahwa tujuan hidup
tercapai jika kesenangan terus berlangsung, hidup di mana rasa sakit yang diterima hanya jika
mereka hal itu menyebabkan kesenangan yang lebih besar, dan kesenangan ditolak jika mereka
menyebabkan rasa sakit yang lebih besar. Utilitarianisme, di sisi lain, mengukur kesenangan dan
rasa sakit tidak pada tingkat individu, melainkan pada tingkat masyarakat. Kesenangan pembuat
keputusan serta semua orang yang mungkin bisa terpengaruh oleh keputusan perlu
dipertimbangkan. Kebahagiaan yang membentuk standar utilitarian adalah apa yang benar dalam
perilaku, bukan kebahagiaan agen sendiri, tetapi dari semua pihak. Seorang CEO yang berbicara
bahwa dewan direksi memberikan CEO bonus $ 100,000,000 mungkin memiliki kebahagiaan
besar yang berasal dari bonus, tetapi jika ia tidak mempertimbangkan dampak bonus yang
mungkin didapat pada semua karyawan lain di perusahaannya, termasuk kelompok eksekutif
lainnya, dan masyarakat secara keseluruhan, maka ia mengabaikan aspek etika keputusannya.
Bila menggunakan utilitarianisme, pembuat keputusan harus mengambil perseptif luas
tentang siapa yang ditujukan dalam keputusan tersebut, karena mungkin saja masyarakat akan
terpengaruh oleh keputusan tersebut. Kegagalan untuk melakukannya bisa sangat mahal untuk
sebuah perusahaan. Aspek kunci utilitarianisme yaitu:
a. Etika dinilai berdasarkan konsekuensi non etis.
b. Keputusan etis harus berorientasi pada peningkatan kebahagiaan dan/atau mengurangi
rasa sakit, di mana kebahagiaan dan rasa sakit dapat berupa fisik atau psikologis.
c. Kebahagiaan dan rasa sakit berhubungan dengan semua masyarakat dan bukan hanya
untuk kebahagiaan pribadi atau rasa sakit dari pengambil keputusan.
d. Pembuat keputusan etis harus memihak dan tidak memberikan bobot ekstra untuk
perasaan pribadi ketika menghitung keseluruhan konsekuensi yang mungkin terjadi
akibat keputusan yang dibuat.
a

Tindakan dan Peraturan Utilitarianisme


Seiring waktu, utilitarianisme telah berkembang di sepanjang dua jalur utama, yang

disebut tindakan utilitarianisme dan aturan utilitarianisme. Tindakan utilitarianisme kadangkadang disebut sebagai konsekuensialisme, di mana dianggap sebagai tindakan untuk menjadi
etis yang baik atau benar jika mungkin akan menghasilkan keseimbangan kebaikan yang lebih
besar daripada kejahatan. Aturan utilitarianisme, di sisi lain, mengatakan bahwa kita harus
7

mengikuti aturan yang mungkin akan menghasilkan keseimbangan yang lebih besar dari
kebaikan atas kejahatan dan menghindari aturan yang mungkin akan menghasilkan sebaliknya.
Anggapan tersebut adalah mungkin, karena pada prinsipnya digunakan untuk menghitung
kesenangan bersih atau rasa sakit yang terkait dengan keputusan. Mill mengemukakan
"kebenaran aritmatika berlaku untuk penilaian kebahagiaan, karena dapat terukur kuantitas
lainnya. Pengembalian investasi dapat diukur; begitu juga kebahagiaan.
Aturan utilitarianisme sedikit sederhana. Ia mengakui bahwa pengambilan keputusan
manusia sering dipandu oleh aturan. Sebagai contoh, kebanyakan orang percaya bahwa lebih
baik untuk mengatakan kebenaran daripada berbohong. Meskipun pengecualian diakui,
penyampaian kebenaran adalah standar perilaku etis manusia normal. Jadi, prinsip untuk aturan
utilitarian adalah: Ikuti aturan yang cenderung memberikan pengaruh terbesar dalam tingkat
kesenangan atas rasa sakit untuk jumlah terbesar dari orang-orang yang mungkin akan
terpengaruh oleh tindakan. Pengungkapan kebenaran biasanya menghasilkan kesenangan
terbesar bagi kebanyakan orang. Demikian pula, laporan keuangan yang handal yang akurat
sangat berguna bagi investor dan kreditur dalam membuat keputusan investasi dan kredit.
b Means & Ends
Prinsip menjelaskan jumlah terbesar dari kebahagiaan untuk jumlah terbesar orang tidak
berarti bahwa tujuan akan membenarkan cara. Pendukung utama dari filsafat politik ini adalah
Niccolo Machiavelli (1469-1527), yang menulis Prince untuk Lorenzo Medici tentang cara
untuk mempertahankan kekuasaan politik. Di dalamnya ia menyarankan bahwa "dalam tindakan
manusia, dan terutama dari pangeran, dari yang tidak membandingkan, pada akhirnya berarti
membenarkan." Negara, sebagai kekuatan berdaulat dapat melakukan apa pun keinginan, dan
sang pangeran, sebagai penguasa negara, dapat menggunakan strategi politik untuk
mempertahankan kekuasaan. Machiavelli menjelaskan bahwa bermuka dua, dalih, dan penipuan
adalah alat yang dapat diterima untuk seorang pangeran untuk mempertahankan kontrol atas
saingannya. Jelas, ini adalah teori politik, dan hal ini bukan teori etika.
Sayangnya, "tujuan dengan menghalalkan cara" sering diambil di luar konteks, dan salah
digunakan sebagai teori etika. Di tahun 2001 pada film Swordfish, Gabriel yang dimainkan oleh
John Trvolta, menunjukkan sikap untuk Stanley, yang diperankan oleh Hugh Jackman: "Inilah
skenario. Anda memiliki kekuatan untuk menyembuhkan semua penyakit di dunia tetapi harga
untuk ini adalah bahwa Anda harus membunuh anak tak berdosa, Apakah bisa anda membunuh

anak itu, Stanley?". Keputusan tersebut disebut tidak etis karena menyinggung hak dari satu atau
lebih individu, tetapi dengan pertanyaan seperti ini, Gabriel berusaha untuk memberikan
pembenaran etis pernyataan politik. Dia mencoba untuk mempengaruhi Stanley dengan
mengatakan bahwa tindakan ini dibenarkan karena lebih disebut sebagai satu pengorbanan.
Namun, aturan utilitarian akan mengatakan bahwa ada beberapa jenis tindakan yang
jelas-jelas benar dan salah terlepas dari konsekuensinya sebagai baik atau buruk. Polusi dan
produk berbahaya tidak meningkatkan keseluruhan kesejahteraan masyarakat jangka panjang
dalam jangka panjang. Pembunuhan anak-anak yang tidak bersalah, ekstraksi penghasilan
tambahan yang berlebihan oleh CEO oportunistik dan direksi yang mengabaikan kode
perusahaan mereka tidak pernah berperilaku etis yang benar, terlepas dari konsekuensinya.
Setiap tindakan ini salah karena tindakan tersebut memiliki efek negatif yang nyata pada
kebahagiaan masyarakat umum secara keseluruhan. Prinsip politik bertujuan untuk
membenarkan sarana dan tujuan etis yang setara, serta tidak membenarkan adanya isu dimana
hanya ada satu sarana untuk mencapai akhir.
Akhirnya sering menghalalkan segala cara dengan menyiratkan bahwa hanya ada satu
sarana untuk mencapai akhir atau jika ada berbagai cara untuk mencapai akhir, maka semua
sarana yang etis setara. Tapi ini tidak terjadi. Ada berbagai cara temporal memanipulasi
kebangkrutan, salah satunya adalah untuk memperbuat penipuan laporan keuangan. Tapi ada
alternatif lain, termasuk mengatur keuangan. Meskipun mengatur keuangan dan penipuan dapat
menyebabkan ujung yang sama, dua cara yang etis sangat berbeda. Yang satu adalah etis benar
dan yang lainnya tidak. Ini adalah tugas dari manajer untuk dapat melihat perbedaan ini, dan
kemudian menggunakan imajinasi moralnya untuk mengidentifikasi alternatif untuk mencapai
tujuan yang sama.
Beberapa orang menyalahgunakan utilitarianisme dengan mengatakan bahwa tujuan akan
membenarkan cara. Tapi ini adalah sebuah aplikasi yang tidak pantas dari teori etika. Untuk
utilitarian, pada akhirnya tidak pernah menghalalkan cara. Sebaliknya, agen moral harus
mempertimbangkan konsekuensi keputusan dalam hal membuat kebahagiaan, atau dalam hal
membuat aturan yang apabila diikuti berkemungkinan akan menghasilkan kebahagiaan untuk
semua.
c

Kelemahan dalam Utilitarianisme

1. Utilitarianisme mengandaikan bahwa hal-hal seperti kebahagiaan, utilitas, kesenangan,


sakit dan penderitaan bisa diukur dengan uang. Akuntan sangat pandai mengukur
transaksi ekonomi, karena mereka mempunyai uang sebagai standar pengukuran yang
seragam. Namun, tidak ada pengukuran umum untuk kebahagiaan.
2. Masalah distribusi dan integritas terhadap kebahagiaan. Prinsip utilitarian adalah untuk
menghasilkan sebanyak mungkin kebahagiaan itu kepada sebanyak mungkin orang.
Haruskah CEO menaikkan sedikit upah tapi merata kepada semua karyawan, yang akan
membuat mereka sedikit lebih bahagia atau dengan menggandakan gaji dari tim
manajemen puncak?
3. Hak-hak minoritas dapat dilanggar dalam utilitarianisme. Dalam demokrasi, kehendak
mayoritas menjadi aturan pada hari pemilihan. Orang merasa nyaman dengan hal ini
karena orang-orang yang kalah dalam satu pemilu selalu memiliki kesempatan dengan
partai mereka untuk mengikuti pemilihan di pemilu berikutnya. Hal ini tidak sesederhana
dengan pengambilan keputusan etis.
4. Masalah ruang lingkup. Seberapa banyak orang yang harus disertakan? Contohnya
pemanasan global dan polusi. Kebahagiaan jangka pendek generasi sekarang bisa
berimbas pada penderitaan generasi mendatang. Hal ini telah digambarkan Al Gorce
dalam buku dan videonya Inconvenient Truth, dimana ia menunjukkan bagaimana polusi
menyebabkan pemanasan global dan bahwa kita mencapai titik dimana peremajaan
lingkungan kita mungkin tidak dapat dilakukan.
5. Utilitarianisme mengabaikan motivasi dan hanya berfokus pada konsekuensi. Hal ini
membuat banyak orang tidak puas. Perhatikan contoh sebelumnya dua eksekutif yang
curang mengeluarkan satu set laporan keuangan. Motivasi dari dua eksekutif sangat
berbeda. Banyak orang akan menganggap bahwa mereka memiliki derajat kesalahan
etika yang berbeda, dengan eksekutif berbasis bonus bertindak lebih buruk daripada
altruis sesat. Namun, utilitarianisme akan menilai keduanya sama, dimana terdapat
tindakan etis yang tidak benar karena konsekuensi dari keputusan mereka adalah sama,
yaitu penipuan laporan keuangan.
Etika Deontologis Motivasi untuk Perilaku
Deontologi mengevaluasi etika perilaku berdasarkan motivasi pembuat keputusan.
Menurut deontologis, suatu tindakan bisa benar dan etis bahkan jika tidak menghasilkan hasil
yang baik atas kejahatan bagi pengambil keputusan atau masyarakat secara keseluruhan. Ini

membuatnya menjadi pelengkap untuk utilitarianisme karena tindakan yang memenuhi kedua
teori dapat dikatakan memiliki peluang bagus untuk etika.
Immanuel Kant (1724-1804) memberikan artikulasi yang jelas dari teori ini dalam
Goundwork of the Methaphysicsof Moral. Bagi Kant, satu-satunya baik tanpa pengecualian
hanyalah iktikad baik, iktikad ini mengikuti alasan apa yang menentukan tanpa mempedulikan
konsekuensinya pada diri sendiri.
Kant mengembangkan dua hukum untuk menilai etika, antara lain:
1. Imperatif Kategoris (Categorical Imperative)
Saya seharusnya tidak pernah bertindak kecuali saya juga bisa membuat maksim saya
menjadi hukum universal. Hal tersebut merupakan prinsip tertinggi moralitas. Ada 2 aspek
dari Imperatif Kategoris, pertama, Kant menganggap bahwa hukum memerlukan suatu
kewajiban. Jadi setiap tindakan etika yang wajib dilakukan oleh seseorang harus sesuai
dengan hukum atau maksim etika. Kedua, adalah tindakan benar secara etika jika pepatah
tersebut dapat diuniversalkan secara konsisten. Kant menggunakan contoh melanggar janji.
Asumsikan bahwa anda ingin mengingkari janji. Jika anda melakukannya, maka anda
membuat aturan yang bisa diikuti oleh orang lain. Tetapi jika orang lain mengikuti aturan itu
maka anda dapat mengambil keuntungan dari mereka ketika anda melanggar janji mereka
kepada anda. Jadi, itu akan menjadi tidak logis untuk mengatakan bahwa semua orang harus
2.

menepati janji mereka kecuali Anda


Imperatif Praktis (Practical Imperative)
Berlakulah dengan cara yang sama dengan Anda memperlakukan kemanusiaan, baik dalam
diri anda sendiri atau pada pribadi lainnya, tidak sesederhana cara, tetapi selalu pada saat
yang sama dengan tujuan akhir. Untuk Kant, hukum memiliki aplikasi universal, dan
hukum moral berlaku tanpa membedakan untuk semua orang. Ini berarti bahwa setiap orang
harus diperlakukan sama di bawah hukum moral. Imperatif praktis tidak menyarankan
bahwa anda tidak dapat menggunakan orang, tetapi hanya jika anda memperlakukan mereka
berarti anda harus memperlakukan mereka secara bersamaan sebagai tujuan.

Kelemahan dalam Deontologi


Sama seperti teori etika lainnya, deontologi memiliki masalah dan kelemahan. Masalah
mendasar adalah bahwa imperatif kategoris tidak memberikan panduan yang jelas untuk
menentukan mana yang benar dan mana yang salah jika dua atau lebih hukum moral mengalami
konflik dan hanya satu yang dapat diikuti. Hukum moral mana yang diikuti? Dalam hal ini
11

mungkin utilitarianisme menjadi teori yang lebih baik karena dapat mengevaluasi alternatif
berdasarkan konsekuensinya. Sayangnya, dengan deontologi, konsekuensi menjadi tidak relevan.
Satu-satunya hal yang penting adalah niat dari pembuat keputusan dan kepatuhan para pengambil
keputusan untuk mematuhi imperatif kategoris seraya memperlakukan orang sebagai tujuan
bukan sebagai sarana untuk mencapai tujuan.
Imperatif kategoris menetapkan standar yang sangat tinggi. Bagi banyak orang, itu adalah
etika yang sangat sulit diikuti. Perusahaan telah diboikot pelanggan karena mempekerjakan
tenaga kerja dengan upah yang rendah (sweatshop), pekerja di bawah umur (anak-anak), gagal
untuk memberikan upah hidup , atau untuk mengalihdayakan (outsourcing) menuju rezim
represif. Merek pakaian Kathie Lee Gifford yang dijual oleh Wal-Mart mengalami konsekuensi
serius pada tahun 1996 ketika diketahui bahwa produk-produknya diproduksi oleh tenaga kerja
yang dibayar dengan upah yang rendah. Begitu juga dengan Nike. Untuk hidup ideal, Kantian
berarti mengakui bahwa kita semua adalah bagian dari suatu komunitas moral yang
menempatkan tugas di atas kebahagiaan dan kesejahteraan ekonomi. Bisnis mungkin sangat baik
jika lebih banyak manajer mau mengikuti tugas etika mereka dan mengikutinya hanya karena
tugas-tugas itu merupakan tugas etika mereka. Namun demikian, mengikuti tugas seseorang
dapat mengakibatkan kosekuensi yang merugikan seperti alokasi sumber daya yang tidak adil.
Dengan demikian banyak yang berpendapat bahwa bukan berfokus pada konsekuensi, niat atau
motivasi, etika harus didasarkan pada prinsip keadilan dan kewajaran.
Keadilan dan Kewajaran Memeriksa Keseimbangan
Filsuf Inggris, David Hume (1771-1776) berpendapat bahwa kebutuhan akan keadilan
terjadi karena dua alasan, yaitu orang tidak selalu bermanfaat dan terdapat sumber daya yang
langka. Ini adalah makna keadilan untuk memberikan atau mengalokasikan manfaat dan beban
berdasarkan alasan rasional. Hume percaya bahwa masyarakat terbentuk melalui kepentingan
pribadi. Oleh karena kita tidak mandiri, kita perlu bekerja sama dengan orang lain untuk
kelangsungan hidup dan kesejahteraan bersama (yaitu untuk mendapatkan dukungan para
pemangku kepentingan). Namun demikian mengingat adanya keterbatasan sumber daya dan
fakta bahwa beberapa (orang) bisa mendapatkan keuntungan dengan merugikan orang lain, perlu
ada mekanisme untuk pembagian manfaat dan beban masyarakat dengan adil. Ada juga dua

aspek keadilan yatu keadilan prosedural

(proses untuk menentukan alokasi) dan keadilan

distributif (alokasi yang sebenarnya).


a. Keadilan Prosedural
Keadilan prosedural berfokus pada bagaimana keadilan diberikan. Aspek utama dari
sistem hukum yang adil adalah bahwa prosedurnya adil dan transparan. Blind justice (keadilan
tidak pandang bulu) dimana semua diperlakukan secara adil di hadapan hukum. Kedua belah
pihak mengajukan klaim dan alasan mereka, dan hakim memutuskan. Hal ini berarti bahwa
setiap orang diperlakukan sama di depan hukum dan bahwa aturan-aturan yang memihak
diterapkan secara sama. Preferensi tidak diberikan kepada satu orang berdasarkan karakteristik
fisik (etnis, jenis kelamin, tinggi badan, atau warna rambut) maupun status sosial atau ekonomi
(hukum diterapkan dengan cara yang sama untuk orang kaya dan miskin).
Bagaimana hal ini berlaku untuk etika bisnis? Dalam lingkungan bisnis, keadilan
prosedural biasanya tidak menjadi masalah penting. Sebagian besar organisasi memiliki prosedur
operasi standar yang jelas dipahami oleh semua karyawan. Prosedur mungkin benar atau salah,
tetapi karena prosedur tersebut merupakan standar, biasanya diterapkan secara konsisten. Dengan
demikian, sebagian karyawan bersedia untuk membawa kasus mereka ke ombudsman atau
pejabat senior atau bahkan subkomite dewan direksi dan membiarkan orang atau komite
mengatur masalah ini. Begitu keputusan diambil, atau kebijakan baru dibuat, sebagian besar
karyawan bersedia mematuhinya karena mereka merasa bahwa posisi alternatif mereka telah
mendapat pemeriksaan yang adil.
b. Keadilan Distributif
Aristoteles (384-322 SM) dapat dikatakan orang pertama yang mengemukakan pendapat
bahwa suatu hal yang setara harus diperlakukan sama dan suatu hal yang tidak setara harus
diperlakukan berbeda sesuai dengan proporsi perbedaan relevan di antara mereka. Kemudian
hal inilah yang merupakan keadilan yang proporsional; yang tidak adil adalah yang melanggar
proporsi tersebut. Dengan anggapan bahwa semua orang adalah sama. Namun ketika seseorang
ingin mengatakan bahwa dua orang tidak sama maka pembuktiannya adalah dengan
menunjukkan bahwa dalam situasi tersebut mereka tidak setara yang didasarkan pada kriteria
yang relevan. Contohnya, calon karyawan memakai kursi roda tetapi dinyatakan mampu
melaksanakan tugas normal. Apakah tidak etis (adil) jika tidak mempekerjakan calon karywan
13

itu apakah lebih etis untuk memberikan akses kursi roda ke tempat kerja. Contoh lain adalah
upah yang sama untuk pekerjaan yang sama. Setelah bertahun-tahun terjadi diskriminasi secara
terang-terangan, undang-undang upah yang setara kini telah menjamin bahwa pria maupun
wanita dibayar dengan upah yang sama untuk pekerjaan yang sama. Sebaliknya, apabila mereka
tidak benar-benar memiliki kriteria yang sama, maka mereka tidak harus diperlakukan sama.
Perbedaan upah hanya diperbolehkan jika mereka didasarkan pada perbedaan nyata seperti
pelatihan dan pengalaman, pendidikan, serta tingkat tanggung jawab yang berbeda. Seorang
pengacara baru tidak dibayar sebanyak partner senior yang lebih berpengalaman dalam
perusahaan. Meskipun mereka memiliki pelatihan formal sekolah hukum yang sama, mitra yang
lebih tua memiliki pengalaman yang lebih aik dan ebih banyak untuk dijadikan bekal serta
seharusnya mampu membuat keputusan lebih cepat, lebih baik, dan yang lebih akurat daripada
junior yan
Kriteria utama untuk menentukan distribusi yang adil yaitu dari kebutuhan, kesetaraan
aritmatika, dan prestasi. Sistem pajak di negara maju sebagian besar didasarkan pada kebutuhan.
Keadilan distributif berbasis kebutuhan bukan merupakan hal yang umum dalam lingkungan
bisnis. Namun dalam proses anggaran sebuah perusahaan hal tersebut dianggap wajar, dimana
harus didasarkan pada alokasi wajar sumber daya langka agar tidak ada risiko yang menghambat
motivasi dari para eksekutif dan karyawan pada disenfranchised unit.
Kesetaraan aritmatika dalam lingkungan bisnis dapat dianggap dilanggar ketika sebuah
perusahaan memiliki dua kelas saham yang mempunyai hak yang sama dengan pembagian
dividen, namun memiliki hak suara yang tidak sama, sehingga terjadi ketidaksetaraan hak untuk
mengendalikan hak aliran kas dua kelas saham tersebut. Banyak perusahaan di Jerman, Kanada,
Italia, Korea, dan Brasil memiliki saham kelas ganda, dimana hak aliran kas tidak memiliki hak
Kontrol yang sama. Di Kanada, misalnya, saham kelas A biasanya memiliki sepuluh suara dan
saham kelas B hanya memiliki satu suara. Dengan cara ini, pemegang saham dapat memiliki
sekitar 54% dari hak kontorl melalui kepemilikan saham kelas A, sementara hanya 14% hak arus
kas berdasarkan jumlah saham kelas A dan B yang beredar. Pemegang saham sejenis kelas A
tersebut disebut pemegang saham pengendali minoritas, dan secara tidak adil mengambil
keuntungan dari para pemegang saham lainnya.
Metode lain dalam distribusi dapat dilihat berdasarkan prestasi. Hal ini berarti bahwa
apabila salah satu individu berkontribusi lebih banyak pada suatu proyek, maka individu tersebut

harus menerima sebagian besar manfaat dari individu tersebut. Contohnya antara lain adalah
upah berdasarkan prestasi dan pemegang saham preferen. Dalam contoh upah berdasarkan
prestasi, karyawan yang berkontribusi lebih banyak untuk kesejahteraan perusahaan harus
mendapat bagian misalnya dalam bentuk bonus. Sayangnya, rencana berdasarkan prestasi
tersebut mendorong direktur, para eksekutif, dan karyawan untuk memalsukan peningkatan laba
bersih agar mendapatkan bonus.
c. Keadilan sebagai Kewajaran
Salah satu masalah yang mungkin dapat terjadi dalam distribusi keadilan adalah bahwa
alokasi mungkin dapat tidak merata. Filsuf Amerika John Rawls (1921-2002) mencoba
mengatasi permasalahan ini dengan mengembangkan teori keadilan sebagai suatu kesetaraan.
Dalam The Theory of Justice, ia mmengemukakan sebuah argumen yang didasarkan pada posisi
klasik kepentingan pribadi dan kemandirian. Prinsip-prinsip yang menentukan alokasi yang
merata di antara para anggota masyarakat adalah prinsip-prinsip keadilan. Prinsip keadilan yang
saya ambil untuk didefinisikan, kemudiansesuai dengan prinsip-prinsip yang berguna dalam
menetapkan hak dan kewajiban serta dalam menentukan pembagian keuntungan sosial yang
sesuai (John Rawls, 1971).
Rawls berpendapat bahwa pada kondisi awal perkiraan orang akan menyetujui dua
prinsip, yaitu bahwa harus ada kesetaraan dalam pengalihan hak-hak dasar dan kewajiban serta
bahwa kesetaraan sosial dan ekonomi harus bermanfaat bagi anggota masyarakat yang kurang
mampu (Prinsip perbedaan Difference Principle) dan bahwa akses ke ketidaksetaraan ini harus
terbuka untuk semua orang (fair equality of opportunity). Dalam hal ini Rawls tidak sependapat
dengan ulilitarianisme karena prinsip tersebut memungkinkan menghitung dan menganggap
bahwa situasi yang tidak adil dapat diterima.
Etika Kebajikan Analisis Kebajikan yang Diharapkan
Aristoteles (384-322 SM) dalam The Nicomachean Ethics menyatakan bahwa tujuan
hidup adalah kebahagian yang didalamnya terdapat kegiatan jiwa (activity of soul). Kita dapat
mewujudkan tujuan kita untuk memperoleh kebahagiaan dengan menjalani kehidupan yang
didasarkan pada suatu alasan. Kebajikan adalah karakter dari jiwa yang ditunjukkan dalam suatu
tindakan sukarela, dimana tindakan tersebut didasarkan pada musyawarah. Namun, Aristoteles
juga merasa bahwa terdapat kebutuhan adanya pendidikan etika sehingga orang akan tahu
15

tindakan apa yang baik dilakukan. Aristoteles mengemukakan bahwa kita dapat memahami dan
mengidentifikasi kabajikan dengan mendasarkan karakteristik manusia pada tiga hal, dua hal
diantaranya adalah menjadi jahat dan baik. Menurutnya kebajikan adalah golden mean, yaitu
celah diantara posisi ekstrem yang akan bervariasi tergantung dari keadaan.
Etika moralitas lebih berfokus pada karakter moral dari pembuat keputusan daripada pada
konsekuensi tindakan (utilitarianisme) atau motivasi dari pembuat keputusan (dentologi). Hal ini
mengadopsi pendekatan yang lebih menyeluruh untuk memahami etika perilaku manusia. Dalam
hal ini mengakui bahwa terdapat banyak aspek dari kepribadian kita. Terdapat berbagai segi
keperibadian kita dan perilaku yang kita lakukan masuk akal dan konsisten. Meskipun kita
semua melakukan kebajikan dalam hal yang sama, namun intensitas kebajikan yang dilakukan
dapat berbeda, meskipun dalam situasi yang sama. Dalam lingkungan bisnis, etika kebajikan
mengabaikan gagasan bahwa eksekutif memiliki dua sudut pandang, satu sudut pandang yang
mewakili nilai-nilai pribadi dan yang lainnya mewakili nilai-nilai perusahaan, dan eksekutif
hanya dapat menggunakan satu pandangan pada satu waktu.
Kelemahan Etika Kebajikan
Etika kebajikan dalam penerapannya memiliki dua kelemahan yaitu kebajikan seperti apa
yang seharusnya dimiliki oleh seorang pebisnis dan bahaimana kebajikan tersebut dilaksanakan
dalam dunia kerja. Kunci dari kebajikan/keutamaan dalam bisnis adalah integritas. Integritas
melibatkan sifat jujur dan terhormat. Hal ini berarti setiap tindakan dalam perusahaan haruslah
konsisten dengan prinsip-prinsipnya. Hal ini ditunjukkan dengan tindakan yang tidak
mengorbankan nilai-nilai inti bahkan ketika ada tekanan yang kuat untuk melakukannya.
Contohnya adalah pertimbangan kasus pengumpulan dana oleh organisasi nirlaba. Mereka tidak
menerima sumbangan dari individu dan organisasi yang memiliki nilai-nilai yang bertentangan
dengan nilai-nilai inti perusahaan mereka.
Tingkat individu, permasalahan mengenai etika kebajikan adalah bahwa individu
cenderung tidak dapat menyusun suatu daftar dari kebajikan yang akan dilakukannya. Selain itu,
kebajikan mungkin hanya akan terjadi pada satu waktu tertentu. Seorang akuntan publik
mungkin membutuhkan keberanian saat menceritakan pada CEO perusahaan yang diauditnya
bahwa kebijakan akuntansi yang digunakan dalam perusahaan tersebut tidak mengakibatkan
penyajian laporan keuangan perusahaannya menjadi wajar. Seorang CEO harus memiliki
kejujuran dan kebenaran saat menyampaikan bahwa akan terjadi pengurangan jumlah karyawan

pada karyawan perusahaan dan orang-orang yang hidup dalam masyarakat yang akan
terpengaruh oleh penutupan perusahaan tersebut. Dalam hal ini banyak hal dalam daftar yang
mungkin saling berkontradiksi dalam keadaan tertentu.
IMAJINASI MORAL
Mahasiswa dari sekolah bisnis dilatih untuk menjadi seorang manajer bisnis yang
diharapkan dapat membuat keputusan dalam situasi yang sulit. Manajer harus kreatif dan
memiliki inovasi dalam mencari solusi sehingga dapat membantu memecahkan berbagai masalah
dalam praktik bisnis. Mereka juga harus memiliki tingkat kreatifitas yang sama ketika
menangani masalah etika. Para manajer harus menggunakan imajinasi moral mereka untuk
mementukan alternatif etika agar memberikan keuntungan yang sama dalam berbagai alternatif
etika. Hal ini berarti, keputusan yang diambil oleh seorang manajer harus memberikan dampak
yang baik bagi individu, perusahaan dan masyarakat.

17

You might also like