Professional Documents
Culture Documents
BAKTERIOLOGI III
BAKTERI PENYEBAB INFEKSI PADA SISTEM
GASTROINTESTINAL
Disusun oleh
Tingkat
: 2A
Kelompok
:1
Anggota Kelompok :
1.
2.
3.
4.
Adi Lesmana
(P27903114001)
Eningtyas Risa Pratiwi (P27903114013)
Mega Surya Sukma Jaya (P27903114022)
Wulan Kurniasih
(P27903114045)
Sistem pencernaan atau sistem gastrointestinal (mulai dari mulut sampai anus)
adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima makanan,
mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap zat gizi ke dalam aliran
darah serta membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau merupakan
sisa proses tersebut dari tubuh. Saluran pencernaan terdiri darimulut, tenggorokan
(faring), kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, rektum, dan anus.
Sistem pencernaan juga meliputi organ-organ yang terletak di luar saluran
pencernaan yaiyu, pankreas, hati, dan kantung empedu.
Adapun proses dalam percernaan sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Ingesti
Pemotongan atau penggilingan
Peristaltis
Digesti
Absorpsi
Egesti
1. Helicobacter pylori
Infeksi ini merupakan penyebab tersering ulkus peptikum dan penyebab
utama adenokarsinoma gaster nonkardiaa. Salah satu penyakit yang disebabkan
oleh H.pylori yaitu Dispepsia adalah keluhan atau kumpulan gejala (sindrom)
yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di epigastrium, mual, muntah,
kembung, cepat kenyang, rasa penuh pada perut, sendawa, regurgitasi dan rasa
panas yang menjalar di dada7.
Definisi dispepsia dibagi dalam 2 definisi, yaitu :
1. Dispepsia organik, bila telah diketahui adanya kelainan organik sebagai
penyebabnya. Sindroma dispepsi organik terdapat kelainan yang nyata
terhadap organ tubuh misalnya tukak (luka) lambung, usus dua belas jari,
radang pankreas, radang empedu.
2. Dispepsia nonorganik atau dispepsia fungsional, atau dispesia nonulkus
(DNU), bila tidak jelas penyebabnya. Dispepsi fungsional tanpa disertai
kelainan atau gangguan struktur organ.
Penyebab dispepsia secara rinci adalah:
1. Menelan udara (aerofagi)
2. Regurgitasi (alir balik, refluks) asam dari lambung
H.pylori. Gastritis atrofi, ulkus duodenum, dan karsinoma lambung lebih banyak
dijumpai pada pasien yang terinfeksi oleh H.pylori yang memproduksi CagA3,5.
Manifestasi klinis
1. Infeksi H.pylori pada anak bersifat asimtomatis4.
2. Sakit perut berulang di daerah epigastrium, mual, dan muntah2,4.
3. Gejala klinis di luar saluran cerna pada anak terinfeksi H.pylori yaitu
anemia defisiensi besi, pusing, dan alergi makanan4,5.
Diagnosis
1. Endoskopi Dan Histopatologi,
2. Kultur Biopsi,
Bila terdapat H.pylori dalam jaringan biopsi akan terjadi perubahan warna
dari kuning ke jingga.
3. Uji Rapid Urea,
4. Serologi,
Diagnosis dapat pula ditegakkan dengan mengukur antibodi dalam darah
pasien, karena sebagian besar pasien yang terinfeksi H.pylori
menunjukkan IgG anti H.pylori dalam darahnya. Respon IgG terhadap
infeksi H.pylori dapat tetap positif sampai 6 bulan setelah eradikasi.
5. Uji Pernafasan Urease,
Uji urease yang sering dipakai adalah campylobacter like organism (CLO)
6. Polymerase Chain Reaction6.
Polymerase chain reaction dapat mendeteksi H.pylori dari spesimen
biopsi, cairan lambung, air liur, plak gigi, dan feses.
Identifikasi Bakteri H.pylori
1. Pewarnaan gram
2. Isolasi pada chocolate agar dan agar darah, pada media agar darah koloni
berukuran 1 mm, berwarna abu-abu,
3. Test oksidase (+)
4. Test katalase (-)
5. Test urease (+)
terjadinya inflamasi akut pada tractus intestinum. Dan endemik di daerah Afrika,
Asia, dan Amerika latin.
Patogenesis
HE (Hectoen Enteri)
Pada HE agar. Koloni hijau kebiruan sampai biru dengan atau tanpa inti
hitam. Umumnya kultur Salmonella membentuk koloni besar, inti hitam
mengkilat dan hampir seluruh koloni berwarna hitam.
XLD Agar
Pada XLD Agar. Koloni merah jambu atau pink tanpa inti hita. Umumnya
koloni Salmonella membentuk koloni besar, inti hitam mengkilat atau
hampir seluruh koloni terlihat berwarna hitam.
DAFTAR PUSTAKA
1. Benaissa M, Babin P, Quellard N, Pezennec L, Cenatiempo Y, Fauchere JL.
Changes in Helicobacter pylori ultrastructure and antigens during conversion
from the bacillary to the coccoid form. Infect Immun 1996; 100: 2331-5.
2. Pattison CP, Combs MJ, Marshall BJ. Helicobacter pylori and peptic ulcer
disease: evolution to revolution. Am J Roentgenol 1997; 168: 1415-20.
3. Peek RM, Blaser MJ. Pathophysiology of Helicobacter pylori: induced
gastritis and peptic ulcer disease. Am J Med 1997; 102: 200-7.
4. Vandenplas Y, Hegar B. Helicobacter pylori infection. Acta Paediatr Sin
1999; 40: 1-8.
5. Staat MA, Moran DK, McQuillan GM, Kaslow RA. A population-based
serologic survey of Helicobacter pylori infection in children and adolescents
in the United States. J Infect Dis 1996; 174: 1120-3.
6. Imrie C, Rowland M, Bourke B, Drumm B. Is Helycobacter pylori infection
in childhood a risk factor for gastric cancer? Pediatrics 2001; 107: 373- 80.
7. William D. Chey. American College of Gastroenterology Guideline on the
Management of Helicobacter pylori Infection. Am J Gastroenterol
2007;102:18081825
8. Jawetz, E., 1995, Mikrobiologi untuk Profesi Kesehatan, edisi 16, 303-306,
EGC, Jakarta
9. Mansjoer A, suprohaita, Wahyu IW, Wiwiek S. 2000, Kapita Selekta
Kedoktera,edisi ketiga, jilid 2, 470-482, Media Aesculapius ; FKUI
10. Jawetz, Melnick, dan Adelberg, Mikrobiologi Kedokteran, edisi 23, EGC;
Jakarta
11. AS, Misnadiarly dan Djajaningrat, Husjain. 2014. Mikrobiologi untuk Klinik
dan Laboratorium. PT Rineka Cipta; Jakarta
12. Bonang G dan Koeswardono E.S. 1979. Mikrobiologi Kedokteran dan Klinik.
Gramedia; Jakarta
10