You are on page 1of 9

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesempurnaan agama islam dapat dilihat dimana syariat islam
diturunkan dalam bentuk yang umum dan mengglobal
permasalahannya. Segala bentuk peraturan aqidah, hukum, dan
syariah tentunya sudah dituangkan kedalam kitab al-Quran sebagai
tuntunan umat islam dalam menjalani kehidupan. Kesempurnaan
ajaran islam telah Allah tuangkan kedalam firman-Nya:


dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat, anak yatim dan
orang miskin, Maka berilah mereka dari harta itu

Dalam masalah Al- Qismah al-Quran memberikan Qawaid


Al-Ammah (kaidah-kaidah umum) agar manusia dapat
mengembangkan berbagai Al- Qismah pembagian yang terjadi
diantara mereka. Diantara pokok pembahasan yang sangat urgen
adalah mengenai pembagian . pembagian menjadi masalah sentral
dalam kehidupan manusia.
B. Rumusan Masalah
1.

Apa dasar Al- Qismah?

2.

Apa macam-macam Al- Qismah?

4.

Apa hukumnya Al- Qismah?

C. Tujuan Penulisan
1.

Dapat Mengetahuai dasar Al- Qismah


2.

Dapat Mengetahuai macam-macam Al- Qismah

4.

Dapat Mengetahuai hukumnya Al- Qismah

1 QS. An-Nisa : 8
1

BAB II
PEMBAHASAN
A.

Pembagian (Al-Qismah)
Dasar bagi pembicaraan dalam al-qismah (pembagian) 2
Allah Swt. berfirman :

Dan jika pada waktu pembagian itu hadir kerabat, anak yatim, dan orang
miskin, maka berilah mereka dari harta itu3
Allah Swt. berfirman :

Dari bagian yang sedikit atau banyak, sebagai bagian yang diwajibkan 4
Dan Rasulullah Saw. bersabda :
.
Setiap rumah yang dibagi pada masa jahiliyah, maka pembagian rumah itu
berdasarkan pembagian masa jahiliyah. Dan setiap rumah yang belum dibagi
hingga mencapai masa Islam, maka pembagian rumah itu berdasarkan
pembagian Islam

B.

Macam-macam Pembagian
Pembagian dibagi menjadi 2 bagian :
1.

Pembagian harta-harta pokok.

2.

Pembagian manfaat harta-harta pokok.

Pembagian harta pokok yang tidak ditakar atau tidak pula ditimbang,
secara garis besar dibagi menjadi 3 macam :
1.

Pembagian undian sesudah dinilai dan dibanding.

2.

Pembagian suka sama suka sesudah dinilai dan dibanding.

3.

Pembagian suka sama suka tanpa dinilai dan disbanding.


Mengenai barang yang ditakar dan ditimbang, pembagiannya

adalah dengan takaran dan timbangan.


Macam-macam harta pokok dibagi menjadi 3 macam :
2 Ensiklopedi Hukum Islam
3 http://infad.usim.edu.my/modules.php?op=modload&name=News&file=article&sid=1874&newlang=mas (di
akses hari kamis tanggal 16-5-2016)
4 Prof. DR. Rachmat Syafe, MA., Fiqih Muamalah, Bandung, Pustaka Setia , 2004, hlm. 21

Barang yang tidak dapat dipindahkan dan tidak pula diubah-ubah, seperti
rumah dan pohon.
Barang yang dapat dipindahkan dan diubah-ubah, dan ini dibagi pula
menjadi dua macam : (a) kadang tidak ditakar dan ditimbang, yakni hewan dan
barang dagangan. (b) dan kadang ditakar dan ditimbang.
C. Hukum (Al qismah)
Fuqaha berselisih pendapat tentang apabila barang tersebut dibagi
kemudian manfaatnya berubah menjai manfaat lain, seperti kamar mandi.
Imam Malik perpendapat bahwa barang tersebut dibagi jika salah seorang
peserikat menuntut demikian. Asyhab juga berpendapat demikian. Inbu Qasim
berpendapat bahwa barang tersebut tidak dibagi. Ini juga merupakan pendapat
Imam Syafii.
Fuqaha yang melarang pembagian beralasan dengan sabda Nabi Saw. :

Tidak ada keraguan dan tidak ada hal-hal yang menyebabkan kerugian 5
Sedang fuqaha yang membolehkan pembagian beralasan dengan Firman Allah
Swt. :

Dari bagian yang sedikit atau banyak, sebagai bagian yang diwajibkan 6
Fuqaha yang tidak mengadakan pembagian antara lain beralasan dengan
hadits Nabi Saw. :


Tidak ada pembagian atas hal waris kecuali apa yang dapat dibagi 7
Kata tadhiyah dalam hadits ini bermakna pemisahan atau pembagian.
Jabir berkata, Tidak ada pembagian diantara mereka.
Imam Malik berpendapat bahwa, jika terdiri dari satu kualitas. Maka
tempat-tempat tersebut dibagi berdasarkan penilaian (taqwim), penyamaran
(tadil), dan undian (sahmah). Imam Malik beralasan bahwa cara pembagian
yang dikemukakann yaitu lebih sedikit kerugian yang ditimbulkannya atas para
serikat dibanding jika melalui pembagian pertempat.

5 http://fiqhmuamalah924.blogspot.com/2011/02/teori-harta.html (di akses hari kamis tanggal 16-5-2016)


6 Ibnu Rusyd, BIDAYATUL MUJHTAHID. Analisa Fiqih para Mujtahid
7 QS. An-Nisa : 8
3

Imam Abu Hanifah dan Imam SyafiI berpendapat bahwa tiap-tiap tempat
justru dibagi sendiri-sendiri.
a)

Syarat Pembagian Tanah


Para pengikut Imam Malik berbeda-beda dalam tiga pendapat apabila

tanah-tanah tersebut berbeda-beda kualitasnya tetapi sama pasarannya


meskipun saling berjauhan tempat,
Namun, pihak lain yang beralasan bahwa tiap-tiap itu memiliki kedudukan
sendiri-sendiri karena masing-masingnya berkaitan dengan syufah.
Berbeda halnya jika tempat-tempat tersebut berbeda-beda kualitasnya,
seperti jika sebagiannya ada rumah padanya, dan sebagian lainya ada kebunkebun atau tanah, maka tidak diperselisihkan lagi bahwa barang-barang
tersebut boleh dikumpulkan dalam pembagian melalui undian.
b)

Syarat Pembagian Kebun


Syarat pembagian kebun-kebun yang berbuah adalah tidak boleh

membagi kebun-kebun tersebut bersama buah-buahnya manakalan buah-buah


tersebut sudah Nampak kebaikannya. Pendapat ini disepakati oleh Madzhab
Maliki. Karena, pembagian seperti itu berarti menjual makanan dengan
makanan di atas pohon, dan ini adalah Muzabanah.
Mengenai pembagian buah sebelum Nampak kebaikannya, dikalangan
pengikut Imam Malik masih diperselisihkan.
Ibnu Qasim berpendapat bahwa pembagian sebelum dilakukan
pembuahan (al-ibbar) tidak boleh sama sekali. Alasannya bahwa cara seperti
itu termasuk bab menjual makanan dengan makanan dengan pelebihan.
Imam Malik tidak membolehkan pembagian sesudah dilakukannya pembuahan
kecuali jika salah satu pihak mengajukan syarat kepada pihak lain mengajukan
syarat kepada pihak yang lain bahwa buah-buah yang terdapat pada
bagiannya termasuk dalam pembagian, sedang buah-buah yang tidak
termasuk dalam bagiannya dibagi bersama. Ia mengemukakan alasan bahwa
pembeli itu dapat mensyaratkan buah-buahan sesudah pembuahan, tetapi
tidak boleh sebelum pembuahan.
c)

Cara Pembagian Melalui Undian


Pembagian melalui undian adalah bagian-bagian tertentu (menurut ilmu

faraid) itu dibagi, diteliti, kemudian dikalikan, yakni pada bagian masing4

masing tedapat pecahan hingga bagian-bagian itu menjadi genap. Tempat dan
tiap-tiap macam tanamannya dinilai, lalu dipersamakan dengan bagian harga
bagian yang terkecil. Karena, boleh jadi satu bagian dari tiga bagian pada
suatu tempat itu dipersamakan dengan nilai semua tanah dan bagianbagiannya pada tempat lain.
Jika pembagian diperlukan dengan cara tersebut dan diadakan pertimbangan
pertimbangan, maka dituliskah di atas kartu-kartu nama para peserta dan
nama-nama arah (yang menunjukan barang). Maka siapa yang namanya
keluar dari satu arah, ia mengambil barang yang ada padanya. Satu pendapat
mengatakan bahwa nama-nama peserta itu dilemparkan ke atas nama-nama
arah. Maka siapa yang namanya keluar pada suatu arah, ia mengambil barang
darinya.
Jika bagiannya lebih banyak dari barang yang terdapat pada arah tersebut,
maka bagian pada arah tersebut dilipatkan sehingga genaplah bagiannya.
Allah Swt, berfirman :

Kemudian ia (Nabi Yunus) ikkut berundi lalu ia termasuk orang-orang yang
kalah dalam undian8
Allah Swt. berfirman :

Padahal engkau (Muhammad) tidak hadir bersama mereka, ketika mereka
melemparkan anak-anak panah mereka (untuk mengundi) siapakah diantara
mereka yang akan memelihara Maryam9
Dari Rasulullah Saw. bersabda :
,
Sesungguhnya seorang lelaki hendak memerdekakan enam orang hamba
sahaya pada saat kematiannya, maka rasulullah Saw. mengadakan undian
diantara mereka. Lalu orang tersebut memerdekakan sepertiga dari hambahamba itu10
d)

Hewan dan Barang Bergerak

8 QS. Ash-Shaffat : 141


9 QS. Ali-Imran : 44
10 HR. Malik
5

Fuqaha telah setujuh mengenai ketidak bolehan pembagian terhadap


hewan dan barang bergerak (al-arudh), karena adanya kerusakan yang
diakibatkannya. Namun, mereka berselisih pendapat apabila kedu perserikat
bersengketa tentang barang atau hewan yang satu, dimana keduanya tidak
suka memakan bersamaan, kemudian salah satunya hendak menjual
bagiannya kepada kawannya.
Imam Malik dan para pengikutnya berpendapat bahwa ia dipaksa atas
pemakain bersama. Jika salah satunya hendak mengambil barang dengan
harga yang ditentukannya, maka ia bisa mengambilnya. Alasanya, bahwa
jika tidak dilakukan pemaksaan, maka akan mendatangkan kerugian, dan ini
termasuk dalam Qiyas Mursal.
Golongan ahiri berpendapat bahwa ia tidak boleh dipaksa atas demikian,
kerena menurut aturan pokok, milik seseorang itu tidak dapat keluar dari
tangannya kecuali berdasarkan dalil dari AlQuran dan As-Sunnah, atau
Ijma.
Berbeda halnya jika barang tersebut lebih dari satu maka fuqaha telah
sependapat bahwa barang-barang tersebut dapat dibagi berdasarkan suka
sama suka. Tetapi mereka berselisih pendapat mengenai pembagian
tersebut berdasarkan pertimbangan dan undian.
Imam Malik dan pengikutnya membolehkan pembagian tersebut pada satu
macam barang. Tetapi Abdul Aziz bin Abu Salamah dan Ibnu Majasyun
melarang.
D.

Hukum Pembagian

Mengenai barang yang ditakar dan ditimbang, fuqaha telah sepakat tentang
tidak bolehnya dilakukan undian padanya kecuali apa yang diceritakan dari
Al-Lakhami.
Mengenai barang yang ditakar, terkadang juga berupa satu shubrah (yakni
pembagian yang ditukar atau ditimbang) atau dua shubrah lebih. Jika terdiri
satu macam, maka pembagiannya terkadang didasarkan atas perimbangan
dengan menggunakan takaran atau timbangan manakah salah satu
perserikat mengajak demikian.
Tidak diperselisihkan lagi mengenai kebolehan pembagian tentang
berdasarkan suka sama suka dengan pelebihan, baik pada makanan ribawi
atau bukan, yakni barang yang tidak boleh terjadi pelebihan padanya. Dan
6

pelebihan itu boleh terjadi dengan timbangan yang diketahui dan yang tidak
diketahui. Sedangkan pembagian yang hanya berdasarkan taksiran saja
tanpa ditakar atau ditimbang, maka tidak boleh.
Mengenai pembagian berdasarkan penelitian atau pelacakan (at-taharri)
salah satu pendapat mengatakan bahwa itu tidak boleh dlakukan untuk
barang yang ditakar, tetapi boleh dilakukan untuk barang yang di timbang.
Penutup
Iqalah menurut bahasa adalah membebaskan, sedangkan menurut istilah
adalah tindakan para pihak berdasarkan kesepakatan bersama untuk
mengakhiri suatu akad yang telah mereka buat dan menghapus akibat
hukum yang timbul sehingga status para pihak kembali seperti sebelu
terjadinya akad yang diputuskan tersebut. Atau dengan kata lain, iqalah
adalah kesepakatan bersama antara dua belah pihak yang berakad untuk
memutuskan akad yang telah mengikat dan menghapus segala akibat
hukum yang ditimbulkan dari suatu akad tertentu.
Tidak diperselisihkan lagi mengenai kebolehan pembagian tentang
berdasarkan suka sama suka dengan pelebihan, baik pada makanan ribawi
atau bukan, yakni barang yang tidak boleh terjadi pelebihan padanya. Dan
pelebihan itu boleh terjadi dengan timbangan yang diketahui dan yang tidak
diketahui. Sedangkan pembagian yang hanya berdasarkan taksiran saja
tanpa ditakar atau ditimbang, maka tidak boleh.

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Al-Qismah adalah memisahkan sebagian dari berbagai macam
bagian yang lain. Qasim atau qussamadalah seseorang yang bertindak
membagi-bagikan berbagai macam perkara di antara sekian banyak
orang, dan kedudukan qasim sama seperti seorang hakim. Syarat alqismah Yaitu islam, baligh, berakal, merdeka, laki-laki, adil, dan pandai
berhitung.
B. SARAN
saya sebagai penulis meyakini bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna. Maka dari itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran
dari pembaca agar lebih baik lagi dalam pembuatan makalah.

You might also like