You are on page 1of 64

1. Jelaskan Definisi Klasifikasi Etiologi dan Patomekanisme Kejang!

Definisi :
Kejang adalah gerakan otot tonik atau klonik yang involuntar yang merupakan serangan berkala,
disebabkan oleh lepasnya muatan listrik neuron kortikal secara berlebihan. Kejang merupakan
perubahan fungsi otak mendadak dan sementara sebagai mengakibatkan akibat dari aktivitas
neuronal yang abnormal dan pelepasan listrik serebral yang berlebihan. Aktivitas ini bersifat
dapat parsial atau vokal, berasal dari daerah spesifik korteks serebri, atau umum,melibatkan
kedua hemisfer otak. Manifestasi jenis ini bervariasi, tergantung bagian otak yang terkena.
Etiologi :
Menurut WHO pada tahun 2002, etiologi epilepsi adalah:
A. Metabolik
Hypoglikemi
Hipokalsemia
Ketidakseimbangan elektrolit
Hipomagnesimia
Hiperblilirubinemia (kernikterus)
Uremia
Fenilketonuria
Porphyria
B. Infeksi
1. Intrakranial
Meningitis
Ensefalitis
AIDS
Serebral malaria
Rabies
Cysticercosis g
Encephalopathy
2. Ekstrakranial
Febrile convulsion
Pertusis
Imunisasi pertusis
Tetanus
C. Trauma
Trauma lahir
Trauma kepala
Luka dingin ( Cold Injury) pada bayi baru lahir
Hipotermi

D. Anoxia
Asfiksia sewaktu lahir
E. Bahan toksik
Alkohol
Karbon monoksida
Obat-obatan ( penisilin, strychinine)
Plumbum
Organofosfat
F. Space-occupying lesion (SOL)
Hemorrhage
Abses
Tumor
Tuberculoma
Cysticercosis
Toxoplasmosis
G. Gangguan peredaran
Strok
Kelainan vascular
Krisis sel sabit
H. Oedema serebral
Enselopati hipertensif
Eklampsia
I. Kelainan kongenital
Hidrosefalus
Mikrosefali
Tuberous Sclerosis
Neurofibromatosis
Sturge-Webers syndrome
J. Penyakit degeneratif
Niemann-Pick disease
Demensia
Klasifikasi
TIPE KEJANG
Kejang Parsial

Kejang Parsial Sederhana


Kejang Parsial Kompleks
Kejang Parsial dengan Kejang Umum Sekunder

Kejang Primer Umum

Kejang yang Tidak Terklasifikasi

Absens (Petit Mal)


Tonik-klonik
Tonik
Atonik
Myoklonik
Kejang Neonates
Spasme Infantil

A. Kejang Parsial
Kejang parsial berlaku pada sebahagian kecil otak. Jika seseorang itu sadar sewaktu
kejang itu terjadi maka, manifestasi klinisnya adalah sederhana dan jenis kejang ini
diistilah sebagai kejang parsial yang umum. Jika kesadaran pasien terganggu sewaktu
terjadi kejang ini, kejang jenis ini diistilah sebagai kejang parsial yang kompleks, Selain
dua tipe tersebut, terdapat satu lagi sub-kelompok yaitu kejang parsial dengan kejang
umum yang sekunder. Mula-mulanya pada kejang ini terjadi kejang parsial yang hanya
berlaku pada sebahagian kecil otak dan kemudian ia akan menyebar ke bahagian korteks
secara difus.
a) Kejang Parsial yang Sederhana
Kejang jenis ini menyebabkan terjadinya gangguan pada sistem motorik, sensorik,
otonom dan psikik. Kejang jenis ini, biasanya menunjukkan pergerakkan jenis
klonik yaitu pergerakkan fleksi/ekstensi yang berulang pada frekuensi 2-3 Hertz.
Pergerakkan jenis tonik juga dapat berlaku pada kejang jenis ini. Disebabkan
bagian otak yang mengawal pergerakkan tangan adalah berhampiran dengan
pengawalan ekspresi wajah, kejang jenis ini dapat menyebabkan pergerakkan
yang tidak normal pada muka yang berlaku bersamaan dengan pergerakkan
tangan. Selain itu, terdapat gangguan motorik lain yang akan dialami oleh pasien
yang mengalami kejang ini. Pertama adalah Jacksonian March. Pada gangguan
ini, pasien tersebut akan mengalami pergerakan motor yang tidak normal mulai di
jarinya, beberapa saat atau menit kemudian, gangguan motor ini akan menyebar
ke bagian ekstremitas yang lebih luas seperti lengan atas. Ini terjadi akibat
daripada penyebaran aktifitas kejang secara progresif pada bahagian yang luas
pada korteks motorik. Kedua, pasien akan mengalami paresis yang terlokalisasi
( Todds Paresis) selama beberapa menit hingga beberapa jam. Ada keadaan
dimana kejang ini akan berlanjutan selama berjam-jam atau beberapa hari. Ini
dinama sebagai Epilepsia Partialis Continua. Pasien untuk kejang ini dapat
mengalami perubahan pada sensasi somatik seperti umum yang terjadi akibat
gangguan di lobus temporalis dan frontalis akan menyebabkan terjadi gangguan
fungsi kortikal bahagian atas.
b) Kejang Partial yang kompleks

Kejang ini diciri sebagai kejang yang mempunyai aktifitas fokal. Pasien kejang ini
tidak dapat respons secara normal apabila diberi arahan secara verbal atau visual
sewaktu kejang ini terjadi. Pasien juga tidak dapat mengiingati apa yang terjadi
pada fase iktal. Kejang ini sering diawali dengan aura. Pada permulaan fase iktal
pasien ini sering mengalami behavioural arrest atau motionless stare. Sewaktu ini,
pasien tidak dapat mengingati apa yang terjadi. Gejala ini sering diikuti dengan
automatisms, yang berlaku secara diluar kawalan, dan otomatis.Contoh gejala
automatisms adalah pasien akan ternampak seperti mengunyah, menelan ,
menggerakkan bibirnya, pergerakkan tangan seperti mengutip sesuatu, dan
memperlihatkan emosi. Setelah kejang ini terjadi pasien akan berasa bingung.
Transisi daripada kesembuhan total selepas kejang dapat mengambil masa selama
beberapa saat sehingga 1 jam. Pada pemeriksaan, pasien menunjukkan amnesia
anterograde yang melibatkan hemisfer dominan, yang dinama sebagai amnesia
posiktal. EEG pasien yang mempunyai kejang ini sering normal atau
menunjukkan epileptiform spikes, atau sharp waves. Kejang jenis ini sering
bermulanya di lobus temporalis medial atau lobus frontalis inferior. Kejang ini
biasanya dideteksi menggunakan elektroda jenis sphenoidal atau elektroda yang
diletakkan secara bedah. Gejala klinis yang berkaitan dengan kejang ini amat luas
dan dokter perlu berhati-hati sewaktu ingin memberi kesimpulan bahawa episode
perlakuan atipikal pada pasien dengan kejang tipe ini adalah tidak berkaitan
dengan aktivitas kejang ini. Pada situasi jenis ini, bacaan pada EEG yang teliti
adalah amat berguna.
c) Kejang Parsial dengan Kejang Umum
Ini adalah akibat daripada penyebaran aktivitas listrik di hemisfer cerebral otak.
Ini biasanya tonik-klonik. Kejang tipe ini sulit untuk dibedakan dengan kejang
umum tonik klonik. Ia dapat dibedakan dengan menggunakan EEG (Harrison,
2008) parestesia, gangguan penglihatan ( halusinasi atau terlihat cahaya),
gangguan keseimbangan ( sensasi terjatuh atau vertigo), dan gangguan fungsi
otonom.
B. Kejang umum
Secara definisi, kejang umum adalah kejang yang datangnya daripada gangguan yang
terjadi pada kedua belah serebral hemisfer yang terjadi secara serentak.
a) Kejang absens
Kejang ini adalah kehilang kesadaran pada suatu masa yang pendek tanpa
terdapat gangguan postural. Ia biasanya terjadi pada beberapa saat yang diikuti
dengan tanda mata kelopak mata berkelap-kelip atau pergerakkan tangan klonik
yang lemah. Ini biasanya terjadi pada anak kecil dan dapat berlaku 100 dalam satu
hari, Pada EEG, akan menunjukkan gambaran gelombang Spike and wave pada
3Hz (Harrisons, 2008).
b) Kejang Grand Mal
Kejang ini adalah jenis tonik-klonik. Pada fase awal kejang ini, akan terjadi
kontraksi otot yang tonik-klonik. Terdapat juga tanda yang dinama sebagai "Ictal

Cry" yang disebabkan oleh kontraksi secara tonik otot respirasi dan juga larinks.
Ini dapat diikuti dengan gangguan pernafasan yang menyebabkan terjadi sianosis.
Selain itu terjadi peningkatan tonus simpatis. Selain beberapa saat terjadi fase
tonik, ia akan diikuti dengan fase klonik. Selepas fase iktal, diikuti dengan fase
postictal yaitu, ditandai oleh otot pasien akan menjadi flasid, tidak respons,
perembesan air liur meningkat dan bingung. Beberapa jam kemudian, pasien akan
sadar kembali. Pada EEG ketika fase tonik, akan menunjuk gelombang tegangan
volt rendah umum yang meningkat secara progresif yang diikuti dengan
gelombang yang beramplitud tinggi dengan polyspike discharge. Pada fase klonik,
EEG akan menunjuk gelombang amplitud tinggi yang diantara gelombang itu
terdapat slow-wave (spike and wave pattern).
c) Kejang atonik
Kejang ini ditandai oleh kelemahan yang terjadi secara tiba-tiba yang terjadi pada
1-2 saat. Kesadaran sering terganggu. Pada EEG akan menunjukkan gambaran
spike and wave yang umum yang diikuti oleh slow wave.
d) Kejang mioklonik
Terjadi kontraksi otot secara tiba-tiba yang dapat melibatkan seluruh tubuh atau
separuh tubuh, Pada EEG, terdapat gambaran spike and wave yang bilateral dan
sinkron.
Patofisiologi
Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan dari sebuah focus kejang atau
dari jaringan normal yang terganggu akibat suatu keadaan patologik. Aktivitas kejangsebagian
bergantung pada lokasi lepas muatan yang berlebihan tersebut. Lesi diotak tengah,thalamus, dan
korteks serebellum dan batang otak umumnya tidak memicu kejang.Ditingkat membran sel,
focus kejang memperlihatkan bebebrapa fenomena biokimiawi,termasuk yang berikut:
Instabilitas membrane sel saraf, sehingga sel lebih mudah mengalami pengaktifan
Neuron-neuron hipersensitif dengan ambang untuk melepaskan muatan menurun dan
apabilaterpicu akan melepaskanmuatan secara berlebihan.
Kelainan polarisasi (polarisasi berlebihan, hipopolarisasi, atau selang waktu
dalamrepolarisasi) yang disebabkan oleh kelebihan asetil kolin atau defisiensi asam
gama-aminobutirat (GABA)
Ketidakseimbanganion yang mengubah keseimbangan asam-basa atau elektrolit,
yangmengganggu homeostatis kimiawi neuron segingga terjadi kelainan pada
depolarisasi neuron.Gangguan keseimbangan ini menyebabakan peningkatan berlebihan
neurotransmitter eksitatorik atau deplesi neurotransmitter inhibitorik.
Perubahan perubahan metabolic yang terjadi selama dan segera setelah kehang
sebagiandisebabkan oleh meningkatnya kebutuhan energy akibat hiperaktivitas neuron. Selama
kejang,kebutuhan metabolic secara drastis meningkat; lepas muatan listrik sel-sel saraf motorik
dapatmeningkat menjadi 1000 perdetik. Aliran darah otak meningkat, semikian juga respirasi
danglikolisis jaringan. Asetilkolin muncul dicairan serebrospinalis (CSS) selama dan setelah
kejang.Asam glutamate mungkin mengalami deplesi selama aktifitas kejang.Secara umum, tidak
dijumpai kelainan yang nyata pada autopsy. Bukti histopatologik menunjang hipotesis bahwa lesi

lebih bersifat neurokimiawi bukan structural. Belum ada faktor patologik yang secara konsisten
ditemukan. Kelainan fokal pada metabolism kalium danasetilkolin dijumpai diantara kejang.
Focus kejang nampaknya sangat peka terhadap asetilkolinnsuatu neurotransmitter fasilitatorik;
focus-fokus tersebut lambat mengikat dan menyingkirkanasetilkolin

2. Jelaskan Penatalaksanaan Kejang secara Umum!

Penanganan Kejang Secara Umum


Kejang atau seizure adalah kondisi aktivitas elektrik tak terkontrol pada otak yang dapat
menghasilan onvulsi fisik, gejala fisik minor, gangguan pemikiran, atau kombinasi dari
beragam gejala. Kejang umumnya terjadi secara singkat sehingga pada saat berada di tempat

layanan kesehatan, seringkali pasien sedang tidak mengalami kejang. Akan tetapi, ada suatu
kondisi yang disebut sebagai status epileptikus yang membuat kejang masih terjadi saat
pasien sudah berada di layanan kesehatan. SE merupakan suatu kondisi kegawatadaruratan.
Pada kondisi ini, tenaga kesehatan harus segera siap untuk melaukan tatalaksana segera.

Stadium
Stadium I
(0-10 menit)

Penatalaksanaan
Memperbaiki fungsi kardio - respiratorik
Memperbaiki jalan napas, pemberian oksigen, resusitasi

Memasang infus di pembuluh darah besar


Mengambil l50-100 cc darah untuk

laboratorium
Pemberian OAE darurat: diazepam 10-20 mg IV (kecepatan

pemeriksaan

pemberian < 2-5 mg/menit atau per rektal dapat diulang 15

Stadium III
(0-60-90 menit)

menit kemudian
Memasukan 50 cc glukosa 40% dengan atau tanpa thiamin

250 mg IV
Menangani asidosis
Menentukan etiologi
Bila kejang terus berlangsung 30 menit setelah pemberian
diazepam pertama, beri fenitoin IV 15-18 mg / kgBB

Stadium IV

(30-90 menit)

dengan kecepatan 50 mg/menit


Memulai terapi dengan vasopresor bila diperlukan
Mengkoreksi komplikasi
Bila kejang tetap tidak teratasi selama 30-60 menit,
pindahkan pasien ke ICU, beri propofol (2 mg/kgBB bolus
IV, diulang bila perlu) atau tiopental (100-250 mg bolus IV
dalam 20 menit, dilanjutkan dengan bolus 50 mg setiap 2-3
menit), dilanjutkan sampai 12-24 jam setelah bangkitan
klinis atau bangkitan EEG terakhir, lalu dilakukan

tappering-off
Memonitor bangkitan dari EEG, tekanan intrakanial,
memulai pemberian OAE dosis rumatan.

3. Jelaskan Hubungan Riwayat TB dengan terjadinya Kejang dan Jelaskan


Hubungan Penurunan CD4 dengan Kejang!

Hubungan Penurunan CD4+ dan Riwayat TBC terhadap Kejang


Sistem imun adalah pertahanan terhadap infeksi mikroba dan produk toksiknya. Defek
pada komponen sistem imun dapat menimbulkan penyakit berat bahkan fatal yang secara
kolektif disebut penyakit defisiensi imun. Penyakit defisiensi imun dapat dibagi menjadi
kongenital dan didapat. Defisiensi imun kongenital merupakan defek genetik yang meningkatkan
kerentanan terhadap infeksi yang sering sudah bermanifestasi pada bayi dan anak. Sedangkan
defisiensi imun didapat timbul akibat malnutrisi, kanker yang menyebar, pengobatan dengan
imunosupresan, infeksi sel sistem imun yang nampak jelas pada infeksi virus HIV, yang
merupakan sebab AIDS.
Defisiensi imun terdiri atas sejumlah penyakit yang menimbulkan kelainan satu atau
lebih sistem imun. Manifestasi defisiensi imun tergantung dari sebab dan respons. Defisiensi sel
B ditandai oleh infeksi rekuren bakteri dengan kapsel. Defisiensi sel T ditandai oleh infeksi
virus, jamur dan protozoa yang rekuren. Defisiensi fagosit dengan ketidakmampuan untuk
memakan dan mencerna patogen yang biasanya terjadi pada infeksi bakteri yang rekuren.
Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS)
AIDS adalah penyakit yang disebabkan oleh virus yang disebut HIV (Human Immuno
Virus). HIV merupakan virus yang menginfeksi sel CD4+ T yang memiliki reseptor dengan
afinitas tinggi untuk HIV, makrofag dan jenis sel lain. Transmisi virus terjadi melalui cairan
tubuh yang terinfeksi seperti hubungan seksual, homoseksual, penggunaan jarum yang
terkontaminasi, transfusi darah atau produk darah yang mengandung HIV.

Patogenensis
Virus biasanya masuk ke dalam tubuh dengan menginfeksi sel Langerhans di mukosa

vagina yang kemudia bergerak dan bereplikasi di kelenjar getah bening setempat. Virus
kemudian disebarkan melalui viremia yang disertai dengan sindrom dini akut berupa panas,
mialgia dan atralgia. Pejamu memberikan respons seperti terhadap infeksi virus umumnya. Virus
menginfeksi sel CD4+, makrofag dan sel dendritik dalam darah dan organ limfoid. Meskipun
hanya kadar rendah virus diproduksi dalam fase laten, destruksi sel CD4+ berjalan terus dalam

kelenjar limfoid. Akhirnya jumlah sel CD4+ dalam sirkulasi menurun. Hal ini dapat memerlukan
beberapa tahun.

Hubungannya dengan Kejang


Seperti yang kita ketahui, Sel CD4+ merupakan sistem imun spesifik selular yang

berfungsi sebagai pertahanan terhadap bakteri yang hidup intraselular, virus, jamur, parasit dan
keganasan. Pada skenario, ditemukannya Amfetamin positif di dalam urin pasien yang dapat
mengarahkan pasien sebagai pengguna narkotika. Penggunaan narkotika ini bisa disebabkan oleh
berbagai faktor seperti; faktor lingkungan, pendidikan, stres, dan lainnya. Apabila seseorang
menggunakan obat tersebut tanpa adanya indikasi penyakit, dapat diduga pasien terlibat
pergaulan bebas. Pergaulan bebas selain menggunakan amfetamin oral ini, pasien dapat
diperkirakan menggunakan obat-obatan terlarang dengan jarum suntik juga. Penggunaan jarum
suntik bergantian dapat menyebarkan darah penderita HIV kedalam tubuh pasien yang dapat
menyebabkan pasien mengalami infeksi dari virus tersebut. Infeksi ini menyebabkan penurunan
sel CD4+. Salah satu infeksi yang dapat menyebabkan kejang adalah Meningitis Viral.
Sedangkan untuk hubungan riwayat penyakit TBC selama 2 tahun pada pasien dengan
kejang adalah bisa disebabkan oleh komplikasi dari penyakit TBC itu sendiri yang salah satunya
menyerang bagian otakMeningitis Bakteri yang dapat menyebabkan kejang pada pasien.
Namun, hubungan ini belum pasti. Karena kami belum dapat menentukan diagnosis pasti pada
pasienapakah pasien menderita meningitis yang disebabkan oleh virus atau bakteri. Sehingga
harus dilakukannya pemeriksaan penunjang lainnya untuk menyingkirkan diagnosis diferensial.
Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan laboratorium dengan preparat cairan intra
kranial, dilakukan pemeriksaaan mikrobiologi seperti kultur bakteri untuk melihat apakah
penyakit ini disebabkan oleh Bakteri Tuberculosis sp.Bisa juga dilakukan tes ELISA untuk
memastikan apakah pasien menderita HIV positif.

4. Jelaskan Hubungan Penggunaan Narkotik dengan Kejang!

Narkoba adalah zat kimia yang dapat mengubah keadaan psikologi seperti perasaan, pikiran,
suasana hati serta perilaku jika masuk ke dalam tubuh manusia baik dengan cara dimakan,
diminum, dihirup, suntik, intravena, dan lain sebagainya (Kurniawan, 2008).
Narkoba dibagi dalam 3 jenis :
1. Narkotika
2. Psikotropika
3. Zat adiktif lainnya
Narkotika
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis
maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya
rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan,
atau ketagihan yang sangat berat (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 tahun 1997).
Jenis narkotika di bagi atas 3 golongan :
a. Narkotika golongan I : adalah narkotika yang paling berbahaya, daya adiktif sangat tinggi
menyebabkan ketergantunggan. Tidak dapat digunakan untuk kepentingan apapun, kecuali untuk
penelitian atau ilmu pengetahuan. Contoh : ganja, morphine, putauw adalah heroin tidak murni
berupa bubuk.
b. Narkotika golongan II : adalah narkotika yang memilki daya adiktif kuat, tetapi bermanfaat
untuk pengobatan dan penelitian. Contoh : petidin dan turunannya, benzetidin, betametadol.
c. Narkotika golongan III : adalah narkotika yang memiliki daya adiktif ringan, tetapi dapat
bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Contoh : codein dan turunannya.
Psikotropika
Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis, bukan narkotika yang berkhasiat
psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan syaraf pusat yang menyebabkan perubahan

khas pada aktifitas mental dan prilaku, digunakan untuk mengobati gangguan jiwa (UndangUndang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 1997).
Jenis psikotropika dibagi atas 4 golongan :
a. Golongan I : adalah psikotropika dengan daya adiktif yang sangat kuat untuk menyebabkan
ketergantungan, belum diketahui manfaatnya untuk pengobatan, dan sedang diteliti khasiatnya
seperti esktasi (menthylendioxy menthaphetamine dalam bentuk tablet atau kapsul), sabu-sabu
(berbentuk kristal berisi zat menthaphetamin).
b. Golongan II : adalah psikotropika dengan daya aktif yang kuat untuk menyebabkan Sindroma
ketergantungan serta berguna untuk pengobatan dan penelitian. Contoh : ampetamin dan
metapetamin.
c. Golongan III : adalah psikotropika dengan daya adiktif yang sedang berguna untuk pengobatan
dan penelitian. Contoh: lumubal, fleenitrazepam.
d. Golongan IV : adalah psikotropika dengan daya adiktif ringan berguna untuk pengobatan dan
penelitian. Contoh: nitra zepam, diazepam.
Zat Adiktif Lainnya Zat adiktif lainnya adalah zat zat selain narkotika dan psikotropika yang
dapat menimbulkan ketergantungan pada pemakainya, diantaranya adalah :
a) Rokok
b) Kelompok alkohol dan minuman lain yang memabukkan dan menimbulkan ketagihan.
c) Thiner dan zat lainnya, seperti lem kayu, penghapus cair dan aseton, cat, bensin yang bila
dihirup akan dapat memabukkan
Efek Neurologis Amfetamin menimbulkan efek neurologis seperti (Japardi, 2012) :
Gangguan kesadaran Gangguan kesadaran dapat terjadi pada penggunaan Amfetamin. Koma
pada Amfetamin biasanya terjadi setelah kejang. Koma yang terjadi pada pengguna narkotika
dapat dihubungkan dengan:
1. Overdosis, murni (jarang), campuran dengan sedative.

2. Hipoksia, edema paru, aspirasi pneumonia, pneumonia


3. Hipoglikemi
4. Postanoksik enselofati
5. Trauma
6. Kejang
7. Sepsis
Jenis dan Efek yang ditimbulkan oleh Narkoba
1. Ganja/ Mariyuana/ Kanabis Tanaman perdu dengan daun menyerupai daun singkong dan
berbulu halus, jumlah jarinya selalu ganjil, yaitu 5,7,9. Cara penyalahgunaannya adalah dengan
mengeringkan dan dicampur dengan tembakau rokok atau langsung dijadikan rokok lalu dibakar
dan dihisap. bahan yang digunakan dapat berupa daun, biji maupun bunga. Dibeberapa daerah
Indonesia yaitu di Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, pulau Jawa dan lain, akibat dari
menggunakan adalah berpariasi tergantung dari jumlah, jenis cannabis serta waktu cannabis
dipakai. Beberapa efek dapat termasuk euforia, santai, keringanan stres dan rasa sakit, nafsu
makan bertambah, perusakan pada kemampuan bergerak, kebingungan, hilangnya konsentrasi
serta motivasi berkurang.
2. Kokain
Adalah tanaman perdu mirip pohon kopi, buahnya yang matang berwarna merah seperti biji
kopi, kokain merupakan hasil sulinggan dari daun koka yang memiliki zat yang sangat kuat,
yang tumbuh di Amerika Tenggah dan Amerika Selatan. Sedangkan kokain adalah kokain yang
diproses untuk menghilangkan kemurnian dan campurannya sehingga dapat dihisap dalam
bentuk kepingan kecil sebesar kismis. Salah satu bentuk populer dari kokain adalah crac, kokain
menimbulkan risiko tinggi terhadap pengembangan ketergantungan fisik dan fisiologis, prilaku
yang lazim selama dibawah pengaruh kokain dapat termasuk hiperaktif, keriangan, dan
bertenaga, ketajaman perhatian, percaya diri dan kegiatan seksual yang meningkat. Pengguna
juga dapat berprilaku tidak berpendirian tetap, merasa tidak terkalahkan dan menjadi agresif dan
suka bertengkar. Kondisi yang dapat mematikan dapat terjadi dari kepekaan yang tinggi terhadap

kokain atau overdosis secara besar-besaran. Beberapa jam setelah pemakaian terakhir, rasa
pergolakan dan depresi dapat terjadi.
3. Opium
Adalah bunga dengan bentuk dan warna yang sangat indah, dari getah bunga opiun dibuat candu
(opiat), dahulu di Mesir dan Cina digunakan untuk pengobatan, menghilangkan rasa sakit tentara
yang terluka akibat perang dan berburu, opium banyak tumbuh didaerah segi tiga emas
Burma, Kamboja, Thailand dan segitiga emas Asia Tengah, Afganistan, Iran dan Pakistan.
Penggunaan jangka panjang mengakibatkan penurunan dalam kemampuan mental dan fisik, serta
kehilangan nafsu makan dan berat badan.
4. Alkohol
Adalah zat aktif yang terdapat dari berbagai jenis minuman keras. merupakan zat yang
mengandung etanol yang berfungsi memperlambat kerja sistem saraf pusat, memperlambat
refleks motorik, menekan pernafasan, denyut jantung dan mengganggu penalaran dan penilaian.
Meskipun demikian apabila digunakan pada dosis rendah alkohol justru membuat tubuh merasa
segar (bersifat merangsang). Minuman ini terbagi dalam 3 golongan, yaitu a. Golongan A : yaitu
berbagai minuman keras yang mengandung kadar alkohol antara 1% s/d 5%. Contoh minuman
keras adalah : bir, greensand, dan lain-lain b. Golongan B : yaitu berbagai jenis minuman keras
yang mengandung kadar alkohol antara 5% s/d 20 %. Contohnya adalah Anggur malaga, dan
lain-lain. c. Golongan C : yaitu berbagai jenis minuman keras yang mengandung kadar alkohol
antara 29% s/d 50 %. Contoh adalah Brandy, Vodka, Wine, Drum, Champagne, Wiski, dan
lainlain (Partodiharjo, 2008).
5. Amfetamin
Amfetamin pertama dibuat di Jerman pada akhir abad ke-19 tetapi baru dipatenkan pada 1930an. Pada 1940-an amfetamin mulai dipakai sebagai terapeutik untuk berbagai macam kondisi
medis seperti ayan, depresi dan untuk anak yang hiperkinetik. Merupakan zat perangsang sintetik
yang dapat berbentuk tablet, kapsul serta bentuk lainnya yang digunakan untuk kepentingan
medis. Amfetamin tersedia dalam merk-merk umum dalam bentuk dexamphetamin (dexedrine)
dan pemoline (volisal). Efek amfetamin biasanya hilang setelah 3-6 jam dan pemakai dapat

secara tiba-tiba menjadi lelah, suka marah, murung dan tidak bisa konsentrasi, peningkatan
kewaspadaan, peningkatan tenaga dan kegiatan, mengurangi nafsu makan dan kepercayaan diri.
Penggunaan jangka panjang dapat mengakibatkan malnutrisi, kelelahan, depresi dan psikosis.
Kematian yang diakibatkan penggunaan obat perangsang jarang terjadi tetapi lebih mungkin jika
amfetamin disuntikkan. 6. Sedatif Adalah merupakan zat yang dapat mengurangi berfungsinya
sistem syaraf pusat. Dapat menyebabkan koma, bahkan kematian jika melebihi takaran.
7. Ekstasi/ Dolphin/ Black Hear/ Gober/ Circle K. Sering digunakan sebagai alat penghayal tanpa
harus berhalusinasi. tablet ini diproduksi khusus untuk disalahgunakan yaitu untuk mendapatkan
rasa gembira, hilang rasa sedih, tubuh terasa fit dan segar. Dari kasus-kasus yang ada
memperlihatkan bahwa ekstasi dapat memperlemah reaksi daya tahan tubuh, ada pengaruh
terhadap perubahan menstruasi, termasuk ketidak teraturan menstruasi dan jumlah yang lebih
banyak atau amenorhoe (tidak haid). Ekstasi merusak otak dan memperlemah daya ingat. Ekstasi
merusak mekanisme di dalam otak yang mengatur daya belajar dan berpikir dengan cepat.
Terbukti dapat menyebabkan kerusakan jantung dan hati. Pemakai teratur telah mengakui adanya
depresi berat dan telah ada kasus-kasus gangguan kejiwaan
8. Tembakau Merupakan daundaunan pohon tembakau yang dikeringkan dan pada umunya
diproduksi dalam bentuk rokok. Nikotin, terdapat ditembakau, adalah salah satu zat yang paling
adiktif yang dikenal. Nikotin adalah perangsang susunan saraf pusat (SSP) yang mengganggu
keseimbangan neuropemancar. menyebabkan penyempitan pembuluh darah, peningkatan denyut
jantung dan tekanan darah, nafsu makan berkurang, menimbulkan emfisema ringan, sebagian
menghilangkan perasaan cita rasa dan penciuman serta memerihkan paru. Penggunaan tembakau
jangka panjang dapat menyebabkan kerusakan pada paru-paru, jantung dan pembuluh darah, dan
menyebabkan kanker (Partodiharjo, 2008)
Amfetamin
merupakan golongan obat simpatomimetik yang menstimulasi sistem saraf pusat dan menekan
nafsu makan. Amfetamin sebagai obat yang memiliki efek stimulansia, memiliki cara kerja
dengan meningkatkan kadar dopamine di dalam otak. Dopamine adalah zat kimia (atau
neurotransmiter) yang berhubungan dengan kesenangan, pergerakkan, dan perhatian.
Penggunaan Amfetamin dilegalkan untuk beberapa indikasi medis seperti Attention Deficit

Hyperactivity Disorder (ADHD), narkolepsi, dan obesitas (Brenner, 2010). Amfetamin banyak
disalahgunakan untuk meningkatkan performa dan untuk tujuan rekreasional.
Keracunan Amfetamin akan menimbulkan gejala seperti peningkatan atau penurunan kecepatan
detak jantung, mual, muntah, dilatasi pupil, hipertermia, penurunan berat badan yang signifikan,
retardasi psikomotor, stress respiratorik, kejang dan bahkan koma. Sedangkan gejala yang
muncul akibat putus obat adalah kelelahan, mimpi buruk, peningkatan nafsu makan, dan
retardasi psikomotor (Sadock, 2007).
Kejang Pada pengguna Amfetamin, kejang dapat timbul baik pada pemakaian pertama kali
ataupun pada pemakaian kronis, biasanya akibat intoksikasi akut. Kejang dapat berupa kejang
fokal, umum, tonik klonik ataupun status epilepsi. Seluruh kasus kejang pada pemakai
Amfetamin terjadi pada pemakai secara intravena.
Amfetamin merupakan jenis turunan dari amfetamin. Amfetamin dikenal dengan ice, di korea,
glass di filipina, shabu, di jepang. amfetamin merupakan kelompok narkotika yang merupakan
stimulan sistem saraf dengan nama kini methamphetamine hidrochloride, yaitu turunan dari
stimulan saraf amfetamin .
Shabu berbentuk kristal putih mirip vetsin. Rumus kimia amfetamin adalah (S)-Nmethyl-lphenylpropan-2-amine (C10H15N). Shabu termasuk jenis stimulan, yang bekerja merangsang
sistem saraf pusat otak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa amfetamin merupakan jenis zat
turunan amfetamin berbentuk kristal putih mirip vetsin dengan efek stimulan. Cara penggunaan
amfetamin adalah dapat dengan tiga cara. menjabarkan bahwa penggunaan amfetamin dapat
digunakan secara suntikann, inhalasi, dihisap atau dihirup. Dalam bentuk kristal, dibakar dengan
menggunakan kertas alumunium foil dan asapnya dihisap (intra nasal) atau dibakar dengan
menggunakan botol kaca yang dirancang khusus. Dalam bentuk kristal yang dilarutkan, dapat
melalui intravena (Kemenkes, 2010).
Mekanisme kerja amfetamin
Mekanisme kerja amfetamin pada susunan saraf dipengaruhi oleh pelepasan biogenik amine
yaitu dopamin, norepinefrin, atau serotonin atau pelepasan ketiganya dari tempat penyimpanan
pada persinap yang terletak pada akhiran saraf (Japardi, 2002). Pada dopamin didapati bahwa

amfetamin menghambat re uptake dopaminergik dan sinapstosom di hipotalamus dan secara


langsung melepaskan dopamin yang baru disintesa (Japardi, 2002). Pada norepinefrin,
amfetamin memblok re uptake norepinefrin dan juga menyebabkan pelepasan norepinefrin baru,
penambahan atau pengurangan karbon diantara cincin fenil dan nitrogen melemahkan efek
amfetamin pada pelepasan re uptake norepinefrin. Sedangkan pada serotonin, devirat
metamafetamin dengan elektron kuat yang menari penggantian pada cincin fenil akan
mempengaruhi sistim serotoninergik. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa ketiga kerja reseptor
biogenik tersebut saling mempengaruhi satu sama lain. Aktivitas susunan saraf pusat yang terjadi
melalui jaras tersebut dalam otak, masing-masing menimbulkan aktivitas serta kepribadian pada
individu pengguna. Stimulasi pada pusat motorik di daerap media otak depan (medial forebrain)
menyebabkan peningkatan dari kadar norepinefrin dalam sinaps menimbulkan euforia dan
meningkatkan libido. Stimulasi pada ascending reticular activating system menimbulkan
peningkatan aktivitas motorik dan menurunkan rasa lelah. Stimulasis pada sistim dopaminergik
pada otak menimbulkan gejala yang mirip dengan skizofrenia (Japardi, 2002). Kesimpulannya
adalah kerja dari ketiga reseprtor tersebut diatas, dapat menimbulkan euforia, meningkatkan
libido, peningkatan aktivitas motorik, menurunkan rasa lelah dan menimbulkan gejala yang
mirip dengan skizofrenia bagi pengguna amfetamin.

5. Jelaskan Alur Diagnosis pada Skenario!

Anamnesis
Anamnesis dapat dilakukan pada pasien sendiri, keluarga yang mengerti tentang penyakit yang
diderita. Anamnesis dilakukan dengan mengetahui riwayat perjalanan penyakit, misalnya waktu
kejadian, penyakit lain yang diderita, faktor- faktor risiko yang menyertai. Anamnesis penderita
meningitis harus dilakukan dengan cermat meliputi :

Keluhan Utama, menayakan tentang keluhan apa yang dirasakan pasien sampai
membawanya datang ke dokter.
Pada skenario, pasien laki-laki 18 tahun mengalami kejang.
o Bagaimana waktu terjadinya kejang, lamanya, frekuensi, interval antara 2
serangan kejang ?
o Apakah terjadi kejang ulangan dalam 24 jam?
o Bagaimana sifat kejang (sebagian tubuh atau seluruh anggota tubuh)?
o Apakah kejang ini baru pertama kalinya atau sudah pernah sebelumnya (bila
sudah pernah berapa kali (frekuensi per tahun)?
o Bagaimana riwayat kejang sebelumnya, apakah kejang disertai demam atau tidak
disertai demam atau epilepsi ?
Keluhan tambahan: pada skenario, saat pasien dibawa ke rumah sakit pasien juga
mengalami demam dan tidak sadar
o Bagaimana riwayat demam (sejak kapan, berapa suhu tubuhnya, timbul mendadak
atau perlahan, menetap atau naik turun)?
o Apakah terdapat penurunan kesadaran sebelum dan sesudah kejang?
o Adakah gejala lain yang menyertai (merancau, mengigau, mencret,muntah, sesak
nafas)?
o Apakah terdapat riwayat gangguan neurologis (menyingkirkan diagnosis
epilepsi)?
o Apakah terdapat penyakit lain sebelum demam terjadi ? (infeksi saluran napas,
otitis media,gastroenteritis)
Riwayat Penyakit Dahulu, bertujuan untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan
adanya hubungan antara penyakit yang pernah diderita dengan penyakit sekarang.
Pada skenario pasien diketahui mempunyai penyakit TB pada usia 8 tahun.
Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat Pengobatan
o Apakah pasien sudah mendapat pengobatan sebelumnya ?
o Bila telah mendapat pengobatan sebelumnya, kapan berobat, obat yang sudah
diberikan,hasil dari pengobatan tersebut ?
Riwayat Psikososial, ditanyakan tentang kebiasaan-kebiasaan pasien di lingkungan
sehari-harinya.
Pada skenario diketahui pasien menggunakan narkotika

Riwayat Alergi, ditanyakan untuk mengetahui apakah pasien mempunyai alergi tertentu,
apakah makanan, obat, debu atau suhu dingin. Pada skenario karena pasien tidak
sadarkan diri, riwayat alergi pasien bisa dianyakan kepada keluarga yang mengantar.

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan dapat berupa:

Pemeriksaan tanda vital yang berupa tekanan darah, suhu tubuh, frekuensi pernapasan
dan juga nadi. Kemudian dinilai juga tingkat kesadaran pasien.
Pada skenario, diketahui pasien demam dan dalam keadaan tidak sadar.

Pemeriksaan neurologis:
Pada skenario didapatkan tanda rangsang meningeal (+), bila selaput otak meradang,
misalnya pada meningitis, atau di rongga subarakhnoid terdapat benda asing, maka hal ini
dapat merangsang selaput otak dan muncul tanda rangsang meningeal.
1.Pemeriksaan Kaku Kuduk
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif berupa fleksi danrotasi
kepala. Tanda kaku kuduk positif (+) bila didapatkan kekakuan dan tahanan pada
pergerakan fleksi kepala disertai rasa nyeri dan spasme otot. Dagu tidak dapat
disentuhkan ke dada dan juga didapatkan tahanan pada hiperekstensi dan rotasi kepala.
2. Pemeriksaan Tanda Kernig
Pasien berbaring terlentang, tangan diangkat dan dilakukan fleksi pada sendipanggul
kemudian ekstensi tungkai bawah pada sendi lutut sejauh mengkin tanpa rasa nyeri.
Tanda Kernig positif (+) bila ekstensi sendi lutut tidak mencapai sudut 135 (kaki tidak
dapat di ekstensikan sempurna) disertai spasme otot paha biasanya diikuti rasa nyeri.
3. Pemeriksaan Tanda Brudzinski I ( Brudzinski Leher)
Pasien berbaring terlentang dan pemeriksa meletakkan tangan kirinyadibawah kepala dan
tangan kanan diatas dada pasien kemudian dilakukan fleksi kepala dengan cepat kearah
dada sejauh mungkin. Tanda Brudzinski I positif (+) bila pada pemeriksaan terjadi fleksi
involunter pada leher.

4. Pemeriksaan Tanda Brudzinski II ( Brudzinski Kontra Lateral Tungkai)


Pasien berbaring terlentang dan dilakukan fleksi pasif paha pada sendipanggul (seperti
pada pemeriksaan Kernig). Tanda Brudzinski II positif (+) bila pada pemeriksaan terjadi
fleksi involunter pada sendi panggul dan lutut kontralateral.
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Pungsi Lumbal
Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa jumlah sel dan protein cairan
cerebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan adanya peningkatan tekanan intrakranial. Pada
skenario, setelah dilakukan punksi lumbal didapatkan hasil Nonne dan Pandi positif.
2. Pemeriksaan darah
Dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah leukosit, Laju EndapDarah (LED), kadar
glukosa, kadar ureum, elektrolit dan kultur. Pada skenario ditemukan kadar CD4 menurun yang
menandakan imunitas dari pasien tersebut juga mengalami penurunan.
3. Pemeriksaan Urin
Pada skenario diketahui hasil pemeriksaan urin amfetamin positif yang menandakan pasien
menggunakan narkotika jenis amfetamin.
4. Pemeriksaan Radiologis
a. Pada Meningitis Serosa dilakukan foto dada, foto kepala, bila mungkin dilakukan CT Scan.
b. Pada Meningitis Purulenta dilakukan foto kepala (periksa mastoid, sinus paranasal, gigi
geligi) dan foto dada.
Namun pada hasil CT-Scan pasien tidak ditemukan kelainan.
6. Jelaskan Hasil dari Nonne dan Pandi (+) pada Skenario!

Hasil dari nonne dan pandi positif pada skenario

- Merupakan pemeriksaan kimia Liquor Cerebro Spinalis (LCS), tujuannya untuk mengetahui
adanya globulindan albumin pada cairan serebrospinal.
A.

TEST PANDY

Prinsip : reagen pandy memberikan reaksi terhadap protein (albumin dan globulin) dalam
bentuk kekeruhan. Pada keadaan normal tidak terjadi kekeruhan atau kekeruhan yang ringan
seperti kabut.
Alat dan reagen yang dipakai

Tabung serologi (garis tengah 7 mm)

Kertas putih

Reagen Pandy (larutan phenol jenuh dalam air)


Cara pemeriksaan :

Ke dalam tabung serologi dimasukkan 1 ml reagen Pandy

Tambahkan 1 tetes LCS

Kemudian dilihat segera ada tidaknya kekeruhan.


Interprestasi hasil

Negatif : tidak ada kekeruhan

Positif : terlihat kekeruhan yang jelas

+1
: opalescent (kekeruhan ringan seperti kabut)

+2
: keruh

+3
: sangat keruh

+4
: Kekeruhan seperti susu
Nilai normal
: (-) / (+1)
B.

TEST NONNE APELT

Prinsip : reagen Nonne memberikan reaksi terhadap protein globulin dalam bentuk kekeruhan
yang berupa cincin.
Ketebalan cincin berhubungan dengan kadar globulin, makin tinggi kadarnya maka cincin yang
terbentuk makin tebal.
Alat dan reagen yang dipakai :

Tabung serologi (garis tengah 7 mm)

Reagen Nonne (larutan ammonium sulfat jenuh dalam air)


Cara pemeriksaan :

Ke dalam tabung serologi dimasukkan 1 ml reagen Nonne

Tambahkan 1 ml LCS dengan cara pelan-pelan sehingga terbentuk 2 lapisan,


di mana lapisan atas adalah LCS. Diamkan selama 3 menit.

Kemudian dilihat pada perbatasan kedua lapisan dengan latar belakang gelap.

Interprestasi hasil :

Negatif : tidak terbentuk cincin antara kedua lapisan

+1 : cincin yang terbentuk menghilang setelah dikocok (tidak ada bekasnya).

+2 : setelah dikocok terjadi opalesensi

+3 : mengawan setelah dikocok


Normal : (-)
Interpretasi pada scenario (+) :
- Terdapat peningkatan globulin dan atau albumin dalam LCS.
- Terdapat pada keadaan patologis, seperti multipel sklerosis,ensefalitis, poliomielitis dan meningitis

7. Jelaskan Peran Orangtua Lingkungan Ekonomi Pendidikan Pemerintah dan Agama


Terhadap Kasus di Skenario!

NARKOTIKA adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik
sintetis maupun semi sintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran,
hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan
ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongangolongan sebagaimana terlampir dalam
Undang-Undang.
Apakah Penyalahgunaan Narkoba itu? Penyalahgunaan narkoba adalah pemakaian
narkoba di luar indikasi medik, tanpa petunjuk/resep dokter, secara teratur atau berkala sekurangkurangnya selama 1 bulan. Banyak faktor yang dapat menyebabkan seseorang mulai
menyalahgunakan narkoba, sehingga pada akhirnya menyebabkan ketergantungan.
1

FAKTOR KEPRIBADIAN
Beberapa hal yang termasuk di dalam faktor pribadi adalah genetik, biologis, personal,

kesehatan mental dan gaya hidup yang memiliki pengaruh dalam menentukan seorang remaja
terjerumus dalam penyalahgunaan Narkoba maupun dalam permasalahan perilaku.

Kurangnya pengendalian diri.

Orang yang mencoba-coba menyalahgunakan narkoba biasanya memiliki sedikit pengetahuan


tentang narkoba, bahaya yang ditimbulkan, serta aturan hukum yang melarangpenyalahgunaan
narkoba.

Konflik Individu/ emosi yang masih belum stabil.


Orang yang kerap mengalami konflik akan mengalami frustasi. Bagi individu yang tidak
biasa dalam menghadapi penyelesaian masalah cenderung menggunakan narkoba, Karena
berpikir keliru bahwa cemas yang ditimbulkan oleh konflik individu tersebut dapat
dikurangi dengan mengkonsumsi narkoba.

Terbiasa hidup senang/mewah.


Orang yang terbiasa hidup dalam kesenangan kerap berupaya menghindari permasalahan
yang lebih rumit.Biasanya mereka lebih menyukai penyelesaian masalah secara instan,
praktis atau membutuhkan waktu yang singkat. Mereka tidak terbiasa bersikap sabar,
telaten, ulet atau berpikir konstruktif, sehingga akan memilih cara-cara yang simple yang
dapat memberikan kesenangan melalui penyalahgunaan narkoba yang dapat memberikan
rasa euphoria secara berlebihan.

1. FAKTOR KELUARGA

Kurangnya kontrol keluarga.


Orang tua terlalu sibuk sehingga jarang mempunyai waktu mengontrol anggota
keluarga.Anak yang kurang perhatian dari orang tuanya cenderung mencari perhatian dari
luar, biasanya mereka juga mencari "kesibukan" bersama teman-temannya.

Kurangnya penerapan disiplin dan tanggung jawab


Tidak semua penyalahgunaan narkoba yang dilakukan oleh remaja dimulai dari keluarga
yang broken home, semua anak mempunyai potensi yang sama untuk terlibat dalam
penyalahangunaan narkoba. Penerapan disiplin dan tanggung jawab kepada anak akan
mengurang resiko anak terjebak kedalam penyalahgunaan narkoba. Anak yang mempunyai
tanggung

jawab

terhadap

dirinya

dan

orangtua

dan

juga

masyarakat,

akan

mempertimbangkan beberapa hal sebelum mencoba-coba menggunakan narkoba.


2. FAKTOR LINGKUNGAN
Masyarakat yang indvidualis.
Lingkungan yang individualistik dalam kehidupan kota besar cenderung kurang peduli
dengan orang lain, sehingga setiap orang hanya memikirkan permasalahan dirinya tanpa
peduli dengan orang sekitarnya. Biasanya orang-orang seperti ini selalu beranggapan
bahwa yang penting dirinya, saudara atau familinya tidak terlibat narkoba, maka ia tidak
mau ambil pusing karenanya. Akibatnya banyak individu dalam masyarakat kurang peduli
dengan penyalahangunaan narkoba yang semakin meluas di kalangan remaja dan
anakanak.

Pengaruh teman sebaya.


Pengaruh teman atau kelompok juga berperan penting terhadap penggunaan narkoba, hal
ini disebabkan antara lain karena menjadi syarat kemudahan untuk dapat diterima oleh
anggota kelompok. Kelompok atau genk mempunyai kebiasaan perilaku yang sama antar
sesama anggota. Jadi tidak aneh bila kebiasaan berkumpul ini juga mengarahkan perilaku
yang sama untuk mengkonsumsi narkoba bersama pula.

3. FAKTOR PENDIDIKAN
Pendidikan di sekolah
Pendidikan akan bahaya penyalahgunaan narkoba di sekolah-sekolah juga merupakan salah
satu bentuk kampanye anti penyalahgunaan narkoba. Kurangnya pengetahuan yang

dimiliki oleh siswa-siswi akan bahaya narkoba juga dapat memberikan andil terhadap
meluasnya penyalahgunaan narkoba di kalangan pelajar. Remaja yang memiliki guru yang
mampu memotivasi secara positif, belajar dan bersosialisasi dengan baik dalam hal
kesehatan mental akan memiliki daya tahan terhadap penyalahgunaan narkoba.
A. PERAN AGAMA DALAM PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA
Narkoba, Alkohol adalah Haram
Yaa ayyuhal ladziina aamanuu innamal khomru wal maisiru wal anshoobu wal azlaamu
rijsum minamalisy syaithon fajtanibuuhuu la-allakum tuflihun (90) innama yuriidusy
syaithoonu an yuuqia bainakumul adaawata wal baghdhooa fil khomri wal maisiri wa
yashuddakum an dzikrillaahi wa anish sholaati fahal antum muntahuuna Hai orang-orang
yang beriman sesungguhnya minuman keras, berjudi, berkurban untuk berhala dan
mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syeitan.
Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keuntungan (Q.S. AlMaidah :91)
Lebih Baik Mencegah Daripada Mengobati
Yaa ayyuhal ladziina aamanu quu anfusakum wa ahlikum naaro Wahai orang yang
beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari siksa api neraka (Q.S. At-Tahriim :
6)
B. PERAN ORANG TUA
1. Sebagai Pengawas
Untuk menghidari anak dari bahaya narkoba, orangtua juga harus meningkatkan
peranannya sebagai pengawas.Pembatasan (bouderis) sangat membantu untuk membuat anak
merasa aman.Keluarga perlu menyusun peraturan yang jelas. Dengan peraturan rumah yang
jelas, anak akan tahu mana yang boleh dan mana yang tidak boleh dilakukan. Peraturan rumah
tersebut selain harus diketahui juga harus dimengerti sehingga yang melanggar akan dihukum
sesuai kesepakatan.

Setiap anak hendak pergi, orangtua perlu bertanya dengan rincian kemana tujuan, kapan
pulang, dengan siapa mereka pergi dan yang lain-lain yang dirasakan perlu.Kontrol disini untuk
menunjukkan bahwa orangtua punya perhatian khusus kepada anak, dan tidak membiarkan anak
untuk bertindak semuanya sendiri.Yang perlu diingat adalah sekalipun kotrol dijalankan dengan
ketat, tetapi harus selalu berdialog dengan anak dan menerima keberatan-keberatan yang
disampaikan anak.
2. Sebagai Pembimbing
Peranan sebagai pembimbing anak terutama dalam membantu anak mengatasi berbagai
masalah yang dihadapi dan memberikan pilihan-pilihan, saran yang realistis bagi anak.Orang tua
harus dapat membimbing anaknya secara bijaksana dan jangan sampai menekan harga diri anak.
Anak harus dapat mengembangkan kesadaran, bahwa ia adalah seorang pribadi yang berharga,
yang dapat mandiri, dan mampu dengan cara sendiri menghadapi persoalan-persoalannya. Bila si
anak tidak mampu menghadapi persoalan-persoalannya yang susah seperti masalah narkoba,
orangtua harus dapat membantu membahas masalah tersebut dalam bentuk dialog. Dalam hal ini
termasuk bantuan bagi anak untuk mengatasi tekanan dan pengaruh negatif teman sebayanya.
Sehingga si anak akan memiliki pegangan dan dukungan dari orangtuanya.
3. Mengenal dengan baik temantemannya
Orangtua perlu tahu siapa saja teman anaknya; kemana mereka pergi, dan apa saja
kegiatan mereka. Bila anak membawa teman kerumah, bergabunglah dengan mereka. Tanyailah
dimana mereka tinggal, apa saja kegiatan mereka pada waktu luang dan bagaimana kabar
orangtua mereka. Pembiasaan-pembiasaan ini akan membuat anak maupun teman-temannya
menjadi akrab dengan orangtua dan menganggap orangtua sebagai bagian dari kelompok
mereka. Dan tetaplah bangun sampai saat anak pulang pada waktu malam. Dengan cara seperti
ini si anak akan merasa bahwa orangtuanya memperhatikan dan mengetahui semua kegiatan dan
teman-temannya. Ini akan membuat si anak akan berfikir untuk melakukan kesalahan-kesalahan
kepada orangtuanya.
4. Bekerjasama dengan pihak lain

Orangtua juga perlu berkonsultasi dan bekerjasama dengan orang lain, khususnya Guru
Bimbingan Konseling. Sebab berada di sekolah, gurulah yang menjadi pendidik, dan pengawas
anak. Guru adalah sebagai pengganti orangtua di Sekolah. Dari pagi hingga siang anak dalam
pengawasan guru di Sekolah. Guru akan mengetahui anak yang terlibat masalah dan membantu
mereka untuk menyelesaikannya. Guru akan berperan untuk menjadi tempat curhat bagi
anak/siswa yang mempunyai masalah, baik dirumah maupun di tempat lain, dengan begitu guru
bisa mengetahui dan membantu si anak bisa menyelesaikan masalahnya. Agar orangtua tidak
merasa sendiri menghadapi masalahnya dan akan merasa optimis dapat menyelesaikannya. Hal
ini sangat bermanfaat bagi pemantauan anak agar sedini mungkin dapat diketahui gejala-gejala
awal manakala seorang anak terlibat penyalahgunaan narkoba.

C. PERAN TOKOH AGAMA DAN TOKOH MASYARAKAT


Mengajak umat untuk meningkatkan iman dan taqwa.
Mengajak masyarakat sekitarnya untuk meningkatkan

kewaspadaanterhadap

lingkungan terutama warga yang sering datang dilingkungan pemukiman /nongkrong

bersama-sama anak di lingkungantersebut.


Mengajak Masyarakat supaya tidak mengkonsumsi obatsembarangan kecuali dari

dokter.
Mengisi waktu luang para remaja dengan kegiatan yang positif.
Mengembangkan Nilai-nilai moral, agama dan adat istiadat setempat.
Menggalakkan pertemuan-pertemuan warga, untuk memecahkanmasalah yang timbul
di lingkungannya.

D. PERAN PEMERINTAH
Pemerintah perlu peran serta masyarakat dalam upaya mencegah dan memberantas
penyalahgunaan narkoba ini. Berbagai macam metode pencegahan ini terus digalakkan agar
nantinya masyarakat dapat ikut berpartisipasi dalam program pemerintah ini.Metode pencegahan
dan pemberantasan penyalahgunaan narkoba yang paling efektif dan mendasar adalah metode
promotif dan preventif.Upaya yang paling praktis dan nyata adalah represif dan upaya yang
manusiawi adalah kuratif serta rehabilitatif.

Promotif
Program promotif ini kerap disebut juga sebagai program preemtif atau program pembinaan.
Pada program ini yang menjadi sasaran pembinaanya adalah para anggota masyarakat yang
belum memakai atau bahkan belum mengenal narkoba sama sekali. Prinsip yang dijalani oleh
program ini adalah dengan meningkatkan peranan dan kegitanan masyarakat agar kelompok ini
menjadi lebih sejahtera secara nyata sehingga mereka sama sekali tidak akan pernah berpikir
untuk memperoleh kebahagiaan dengan cara menggunakan narkoba.
Bentuk program yang ditawrkan antara lain pelatihan, dialog interaktif dan lainnya pada
kelompok belajar, kelompok olah raga, seni budaya, atau kelompok usaha. Pelaku program yang
sebenarnya paling tepat adalah lembaga-lembaga masyarakat yang difasilitasi dan diawasi oleh
pemerintah.

Preventif
Program promotif ini disebut juga sebagai program pencegahan dimana program ini ditujukan
kepada masyarakat sehat yang sama sekali belum pernah mengenal narkoba agar mereka
mengetahui tentang seluk beluk narkoba sehingga mereka menjadi tidak tertarik untuk
menyalahgunakannya. Program ini selain dilakukan oleh pemerintah, juga sangat efektif apabila

dibantu oleh sebuah instansi dan institusi lain termasuk lembaga-lembaga profesional terkait,
lembaga swadaya masyarakat, perkumpulan, organisasi masyarakat dan lainnya.
Bentuk dan agenda kegiatan dalam program preventif ini:

Kampanye anti penyalahgunaan narkoba


Program pemberian informasi satu arah dari pembicara kepada pendengar tentang bahaya
penyalahgunaan narkoba. Kampanye ini hanya memberikan informasi saja kepada para
pendengarnya, tanpa disertai sesi tanya jawab. Biasanya yang dipaparkan oleh pembicara
hanyalah garis besarnya saja dan bersifat informasi umum.Informasi ini biasa disampaikan oleh
para tokoh asyarakat.Kampanye ini juga dapat dilakukan melalui spanduk poster atau
baliho.Pesan yang ingin disampaikan hanyalah sebatas arahan agar menjauhi penyalahgunan
narkoba tanpa merinci lebih dala mengenai narkoba.

Penyuluhan seluk beluk narkoba


Berbeda dengan kampanye yang hanya bersifat memberikan informasi, pada penyuluhan
ini lebih bersifat dialog yang disertai dengan sesi tanya jawab. Bentuknya bisa berupa seminar
atau ceramah.Tujuan penyuluhan ini adalah untuk mendalami pelbagai masalah tentang narkoba
sehingga masyarakat menjadi lebih tahu karenanya dan menjadi tidak tertarik enggunakannya
selepas mengikuti program ini. Materi dalam program ini biasa disampaikan oleh tenaga
profesional seperti dokter, psikolog, polisi, ahli hukum ataupun sosiolog sesuai dengan tema
penyuluhannya.

Pendidikan dan pelatihan kelompok sebaya


Perlu dilakukan pendidikan dan pelatihan didalam kelompok masyarakat agar upaya
menanggulangi penyalahgunaan narkoba didalam masyarakat ini menjadi lebih efektif. Pada
program ini pengenalan narkoba akan dibahas lebih mendalam yang nantinya akan disertai
dengan simulasi penanggulangan, termasuk latihan pidato, latihan diskusi dan latihan menolong
penderita. Program ini biasa dilakukan dilebaga pendidikan seperti sekolah atau kampus dan
melibatkan narasumber dan pelatih yang bersifat tenaga profesional.Upaya mengawasi dan
mengendalikan produksi dan upaya distribusi narkoba di masyarakat.

Pada program ini sudah menjadi tugas bagi para aparat terkait seperti polisi, Departemen
Kesehatan, Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), Imigrasi, Bea Cukai, Kejaksaan,
Pengadilan dan sebagainya.Tujuannya adalah agar narkoba dan bahan pembuatnya tidak beredar
sembarangan didalam masyarakat.namun melihat keterbatasan julah dan kemampuan petugas,
program ini masih belum dapat berjalan optimal.

Kuratif
Program ini juga dikenal dengan program pengobatan dimana program ini ditujukan
kepada para peakai narkoba.Tujuan dari program ini adalah mebantu mengobati ketergantungan
dan menyembuhkan penyakit sebagai akibat dari pemakaian narkoba, sekaligus menghentikan
peakaian narkoba.Tidak sembarang pihak dapat mengobati pemakai narkoba ini, hanya dokter
yang telah mempelajari narkoba secara khususlah yang diperbolehkan mengobati dan
menyembuhkan pemakai narkoba ini.Pngobatan ini sangat rumit dan dibutuhkan kesabaran dala
menjalaninya.Kunci keberhasilan pengobatan ini adalah kerjasama yang baik antara dokter,
pasien dan keluarganya. Bentuk kegiatan yang yang dilakukan dalam program pengobat ini
adalah:

Penghentian secara langsung.

Pengobatan gangguan kesehatan akibat dari penghentian dan pemakaian narkoba


(detoksifikasi).

Pengobatan terhadap kerusakan organ tubuh akibat pemakaian narkoba.

Pengobatan terhadap penyakit lain yang dapat masuk bersama narkoba seperti HIV/AIDS,
Hepatitis B/C, sifilis dan lainnya.
Pengobatan ini sangat kompleks dan memerlukan biaya yang sangat mahal. Selain itu

tingkat kesembuhan dari pengobatan ini tidaklah besar karena keberhasilan penghentian
penyalahgunaan narkoba ini tergantung ada jenis narkoba yang dipakai, kurun waktu yang
dipakai sewaktu menggunakan narkoba, dosis yang dipakai, kesadaran penderita, sikap keluarga
penderita dan hubungan penderita dengan sindikat pengedar. Selain itu ancaman penyakit lainnya
seperti HIV/AIDS juga ikut mempengaruhi, walaupun bisa sembuh dari ketergantungan narkoba
tapi apabila terjangkit penyakit seperti AIDS tentu juga tidak dapat dikatakan berhasil.

Rehabilitatif

Program ini disebut juga sebagai upaya pemulihan kesehatan jiwa dan raga yang
ditujukan kepada penderita narkoba yang telah lama menjalani program kuratif. Tujuannya agar
ia tidak memakai dan bisa bebas dari penyakit yang ikut menggerogotinya karena bekas
pemakaian narkoba. Kerusakan fisik, kerusakan mental dan penyakit bawaan macam HIV/AIDS
biasanya ikut menghampiri para pemakai narkoba.Itulah sebabnya mengapa pengobatan narkoba
tanpa program rehabilitasi tidaklah bermanfaat. Setelah sembuh masih banyak masalah yang
harus dihadapi oleh bekas pemakai tersebut, yang terburuk adalah para penderita akan merasa
putus asa setelah dirinya tahu telah terjangit penyakit macam HIV/AIDS dan lebih memilih
untuk mengakhiri dirinya sendiri. Cara yang paling banyak dilakukan dalam upaya bunuh diri ini
adalah dengan cara menyuntikkan dosis obat dalam jumlah berlebihan yang mengakibatkan
pemakai mengalami Over Dosis (OD). Cara lain yang biasa digunakan untuk bunuh diri dalah
dengan melompat dari ketinggian, membenturkan kepala ke tembok atau sengaja melempar
dirinya untuk ditbrakkan pada kendaraaan yang sedang lewat. Banyak upaya pemulihan namun
keberhasilannya sendiri sangat bergantung pada sikap profesionalisme lembaga yang menangani
program rehabilitasi ini, kesadaran dan kesungguhan penderita untuk sembuh serta dukungan
kerja sama antara penderita, keluarga dan lembaga.
Masalah yang paling sering timbul dan sulit sekali untuk dihilangkan adalah mencegah
datangnya kembali kambuh (relaps) setelah penderita menjalani pengobatan. Relaps ini
disebabkan oleh keinginan kuat akibat salah satu sifat narkoba yang bernama habitual.Cara yang
paling efektif untuk menangani hal ini adalah dengan melakukan rehabilitasi secara mental dan
fisik.Untuk pemakaipsikotropika biaanya tingkat keberhasilan setlah pengobatan terbilang sering
berhasil, bahkan ada yang bisa sembuh 100%.

8. Jelaskan Farmakodinamik dan Farmakokinetik dari Obat Amfetamin!

FARMAKOLOGI AMFETAMIN
Farmakodinamic
Amfetamin bekerja dengan cara meningkatkan aktivitas neurotransmitter dopamine dan
norepinefrin di dalam otak dan secara spesifik di dalam nukelus accumbens, korteks prefrontal,
dan lokus ceruleus. Amfetamin juga memicu pelepasan beberapa neurotransmitter lainnya
(serotonin, histamine, epinefrin, dll) dari neuron dan juga sintesis neuropeptide (kokain, dan
paptida

amphetamine

regulated

transcript

(CART)).

Dua

jenis

obat

amfetamin,

dextroamphetamine dan levoamphetamine, mengikat target biologic yang sama. Tapi afinitas
ikatannya (potensi) agak sedikit berbeda. Dextroamphetamine dan levoamphetamine merupakan
agonis full yang potensial (senyawa yang mengaktifkan) untuk trace amine-associated reseptor 1
(TAAR 1) dan berinteraksi dengan vesicular monoamine transporter 2 (VMAT 2), dengan
dextroamphetamine merupakan agonis yang lebih potensial terhadap TAAR 1. Sehinga,
dextroamphetamine memberikan stimulasi terhadap SSP dua kali lebih baik daripada
levoamphetamine. Tapi levoamphetamine mempunyai efek sedikit lebih baik terhadap
cardiovascular dan efek perifer. Levoamphetamine memberikan onset yang lama daripada
dextramphetamine. Telah dilaporkan bahwa anak-anak mempunyai respon klinik yang baik
terhadap levoamphetamine.
Jika tidak ada amfetamin, VMAT 2 akan secara normal memindahkan monoamine
(dopamine, histamine, serotonin, norepinefrin) dari cairan intraselular ke dalam vesikel sinaptik.
Ketika amfetamin masuk ke dalam neuron dan berinteraksi dengan VMAT2, transporter akan
membalikkan arah dari transport monoamine, sehingga membebaskan simpanan monoamine di
dalam vesikel sinaptik keluar ke cairan intraselular. Lalu, jika amfetamin mengaktifkan TAAR 1,
reseptornya akan menyebabkan tranporter monoamine yang terikat ke membrane (dopamine
transporter, norepinefrin transporter, atau serotonin transporter) untuk menghentikan transport
molekul ke dalam sel atau bahkan mengeluarkan monoamine keluar sel. Dengan kata lain,
reverse membrane transporter akan mendorong dopamine, norpeinefrin, and serotonin keluar dari
cairan intraselular ke dalam celah sinaptik. Singkatnya, dengan berinteraksi dengan VMAT2 dan
TAAR1, amfetamin melepaskan neurotransmitter dari vesikel sinaptik (efek dari VMAT2) ke
dalam cairan intraselular dimana nantinya naeurotransmiter akan keluar melalui monoamine
transporter (efekdari TAAR1).

Farmakokinetik
Bioavailabilitas oral amfetamin bervariasi tergantung dengan pH gastrointestinal;
amfetamin mudah diabsorpsi di masuk ke dalam tubuh melalui usus, dan bioavailabilitasnya
lebih dari 74% untuk dextroamphetamine. Amfetamin adalah basa lemah dengan pKa 9-10;
ketika pH usus bersifat basa, maka obat akan lebih mudah untuk diserap melalui epitel usus. Jika
pH usus bersifat asam, maka obat akan lebih sulit untuk diserap melalui usus. sekitar 15-40%
amfetamin beredar di aliran darah dengan plasma protein.
Paruh waktu dari amfetamin bervariasi dan berbeda sesuai dengan pH urin. Saat pH urin
normal, paruh waktunya adalah 9-11 jam dan 11-14 jam. Diet asam akan menurunkan paruh
waktu amfetamin menjadi 8-11 jam; dan diet basa akan meningkatkan paruh waktu amfetamin
menjadi 16-31 jam. Amfetamin akan memuncak konsentrasinya di dalam darah setelah 3-7 jam
setelah konsumsi. Amfetamin dieliminasi melalui ginjal, dengan 30-40% diekskresikan dalam
bentuk tidak berubah. Amfetamin di keluarkan dari tubuh secara sempurna setelah 2 hari
konsumsi amfetamin terakhir. Paruh waktu dan durasi efek akan meningkat dengan penggunaan
berulang dan akumulasi dari obat

.
9. Working Diagnosis

MENINGITIS

Definisi Meningitis
Meningitis adalah infeksi cairan otak disertai radang yang mengenai piameter (lapisan
dalam selaput otak) dan arakhnoid serta dalam derajat yang lebih ringan mengenai jaringan otak
dan medula spinalis yang superfisial. Agen penyebab infeksi dapat masuk ke setiap bagian ruang
subaraniodal dan dengan cepat menyebar ke bagian lain.
Meningitis dibagi menjadi dua golongan berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan
otak yaitu meningitis serosa dan meningitis purulenta.Meningitis serosa ditandai dengan jumlah
sel dan protein yang meninggi disertai cairan serebrospinal yang jernih.Penyebab yang paling
sering dijumpai adalah kuman Tuberculosis dan virus.Meningitis purulenta atau meningitis
bakteri adalah meningitis yang bersifat akut dan menghasilkan eksudat berupa pus serta bukan
disebabkan oleh bakteri spesifik maupun virus.Meningitis Meningococcus merupakan meningitis
purulenta yang paling sering terjadi.
Penularan kuman dapat terjadi secara kontak langsung dengan penderita dan droplet infection
yaitu terkena percikan ludah, dahak, ingus, cairan bersin dan cairan tenggorok penderita.Saluran
nafas merupakan port dentree utama pada penularan penyakit ini. Bakteri-bakteri ini disebarkan
pada orang lain melalui pertukaran udara dari pernafasan dan sekresi-sekresi tenggorokan yang
masuk secara hematogen (melalui aliran darah) ke dalam cairan serebrospinal dan
memperbanyak diri didalamnya sehingga menimbulkan peradangan pada selaput otak dan otak.
Infectious Agent Meningitis
Meningitis dapat disebabkan oleh virus, bakteri, riketsia, jamur, cacing dan
protozoa.Penyebab paling sering adalah virus dan bakteri. Meningitis yang disebabkan oleh
bakteri berakibat lebih fatal dibandingkan meningitis penyebab lain karena mekanisme
kerusakan dan gangguan otak yang disebabkan oleh bakteri maupun produk bakteri lebih
berat.Infectious Agent meningitis purulenta mempunyai kecenderungan pada golongan umur
tertentu, yaitu golongan neonatus paling banyak disebabkan oleh E.Coli, S.beta hemolitikus dan
Listeria monositogenes.Golongan umur dibawah 5 tahun (balita) disebabkan oleh H.influenzae,
Meningococcus dan Pneumococcus. Golongan umur 5-20 tahun disebabkan oleh Haemophilus
influenzae, Neisseria meningitidis dan Streptococcus Pneumococcus, dan pada usia dewasa (>20
tahun) disebabkan oleh Meningococcus, Pneumococcus, Stafilocccus, Streptococcus dan

Listeria. Penyebab meningitis serosa yang paling banyak ditemukan adalah kuman Tuberculosis
dan virus.Meningitis yang disebabkan oleh virus mempunyai prognosis yang lebih baik,
cenderung jinak dan bisa sembuh sendiri. Penyebab meningitis virus yang paling sering
ditemukan yaitu Mumpsvirus, Echovirus, dan Coxsackie virus , sedangkan Herpes simplex ,
Herpes zooster, dan enterovirus jarang menjadi penyebab meningitis aseptik(viral).
Anatomi dan Fisiologi Selaput Otak
Otak dan sum-sum tulang belakang diselimuti meningea yang melindungi struktur syaraf
yang halus, membawa pembuluh darah dan sekresi cairan serebrospinal. Meningea terdiri dari
tiga lapis, yaitu:
Lapisan Luar (Durameter)
Durameter merupakan tempat yang tidak kenyal yang membungkus otak, sumsum tulang
belakang, cairan serebrospinal dan pembuluh darah. Durameter terbagi lagi atas durameter
bagian luar yang disebut selaput tulang tengkorak (periosteum) dan durameter bagian dalam
(meningeal) meliputi permukaan tengkorak untuk membentuk falks serebrum, tentorium
serebelum dan diafragma sella.
Lapisan Tengah (Arakhnoid)
Disebut juga selaput otak, merupakan selaput halus yang memisahkan durameter dengan
piameter, membentuk sebuah kantung atau balon berisi cairan otak yang meliputi seluruh
susunan saraf pusat.Ruangan diantara durameter dan arakhnoid disebut ruangan subdural yang
berisi sedikit cairan jernih menyerupai getah bening. Pada ruangan ini terdapat pembuluh darah
arteri dan vena yang menghubungkan sistem otak dengan meningen serta dipenuhi oleh cairan
serebrospinal.
Lapisan Dalam (Piameter)
Lapisan piameter merupakan selaput halus yang kaya akan pembuluh darah kecil yang mensuplai
darah ke otak dalam jumlah yang banyak. Lapisan ini melekat erat dengan jaringan otak dan
mengikuti gyrus dari otak.Ruangan diantara arakhnoid dan piameter disebut sub arakhnoid.Pada
reaksi radang ruangan ini berisi sel radang.Disini mengalir cairan serebrospinalis dari otak ke
sumsum tulang belakang.
Patofisiologi Meningitis

Meningitis pada umumnya sebagai akibat dari penyebaran penyakit di organ atau
jaringan tubuh yang lain. Virus / bakteri menyebar secara hematogen sampai ke selaput otak,
misalnya pada penyakit Faringitis, Tonsilitis, Pneumonia, Bronchopneumonia dan Endokarditis.
Penyebaran bakteri/virus dapat pula secara perkontinuitatum dari peradangan organ atau
jaringan yang ada di dekat selaput otak, misalnya Abses otak, Otitis Media, Mastoiditis,
Trombosis sinus kavernosus dan Sinusitis. Penyebaran kuman bisa juga terjadi akibat trauma
kepala dengan fraktur terbuka atau komplikasi bedah otak.Invasi kuman-kuman ke dalam ruang
subaraknoid menyebabkan reaksi radang pada pia dan araknoid, CSS (Cairan Serebrospinal) dan
sistem ventrikulus.
Mula-mula pembuluh darah meningeal yang kecil dan sedang mengalami hiperemi;
dalam waktu yang sangat singkat terjadi penyebaran sel-sel leukosit polimorfonuklear ke dalam
ruang subarakhnoid, kemudian terbentuk eksudat.Dalam beberapa hari terjadi pembentukan
limfosit dan histiosit dan dalam minggu kedua sel- sel plasma.Eksudat yang terbentuk terdiri dari
dua lapisan, bagian luar mengandung leukosit polimorfonuklear dan fibrin sedangkan di lapisaan
dalam terdapat makrofag.
Proses radang selain pada arteri juga terjadi pada vena-vena di korteks dan dapat
menyebabkan trombosis, infark otak, edema otak dan degenerasi neuron- neuron. Trombosis
serta organisasi eksudat perineural yang fibrino-purulen menyebabkan kelainan nervikraniales.
Pada Meningitis yang disebabkan oleh virus, cairan serebrospinal tampak jernih dibandingkan
Meningitis yang disebabkan oleh bakteri tampak keruh.
Gejala Klinis Meningitis
Meningitis ditandai dengan adanya gejala-gejala seperti panas mendadak, letargi, muntah
dan kejang.Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan cairan serebrospinal (CSS) melalui
pungsi lumbal.
Meningitis karena virus ditandai dengan cairan serebrospinal yang jernih serta rasa sakit
penderita tidak terlalu berat.Pada umumnya, meningitis yang disebabkan oleh Mumpsvirus
ditandai dengan gejala anoreksia dan malaise, kemudian diikuti oleh pembesaran kelenjer parotid

sebelum invasi kuman ke susunan saraf pusat. Pada meningitis yang disebabkan oleh Echovirus
ditandai dengan keluhan sakit kepala, muntah, sakit tenggorok, nyeri otot, demam, dan disertai
dengan timbulnya ruam makopapular yang tidak gatal di daerah wajah, leher, dada, badan, dan
ekstremitas. Gejala yang tampak pada meningitis Coxsackie virus yaitu tampak lesi vasikuler
pada palatum, uvula, tonsil, dan lidah dan pada tahap lanjut timbul keluhan berupa sakit kepala,
muntah, demam, kaku leher, dan nyeri punggung.
Meningitis bakteri biasanya didahului oleh gejala gangguan alat pernafasan dan
gastrointestinal. Meningitis bakteri pada neonatus terjadi secara akut dengan gejala panas tinggi,
mual, muntah, gangguan pernafasan, kejang, nafsu makan berkurang, dehidrasi dan konstipasi,
biasanya selalu ditandai dengan fontanella yang mencembung. Kejang dialami lebih kurang 44
% anak dengan penyebab Haemophilus influenzae, 25 % oleh Streptococcus pneumoniae, 21 %
oleh Streptococcus, dan 10 % oleh infeksi Meningococcus. Pada anak-anak dan dewasa biasanya
dimulai dengan gangguan saluran pernafasan bagian atas, penyakit jugabersifat akut dengan
gejala panas tinggi, nyeri kepala hebat, malaise, nyeri otot dan nyeri punggung.Cairan
serebrospinal tampak kabur, keruh atau purulen.
Meningitis Tuberkulosa terdiri dari tiga stadium, yaitu stadium I atau stadium prodormal
selama 2-3 minggu dengan gejala ringan dan nampak seperti gejala infeksi biasa. Pada anakanak, permulaan penyakit bersifat subakut, sering tanpa demam, muntah-muntah, nafsu makan
berkurang, murung, berat badan turun, mudah tersinggung, cengeng, opstipasi, pola tidur
terganggu dan gangguan kesadaran berupa apatis. Pada orang dewasa terdapat panas yang hilang
timbul, nyeri kepala, konstipasi, kurang nafsu makan, fotofobia, nyeri punggung, halusinasi, dan
sangat gelisah.
Stadium II atau stadium transisi berlangsung selama 1 3 minggu dengan gejala penyakit
lebih berat dimana penderita mengalami nyeri kepala yang hebat dan kadang disertai kejang
terutama pada bayi dan anak-anak.Tanda-tanda rangsangan meningeal mulai nyata, seluruh tubuh
dapat menjadi kaku, terdapat tanda-tanda peningkatan intrakranial, ubun-ubun menonjol dan
muntah lebih hebat.Stadium III atau stadium terminal ditandai dengan kelumpuhan dan
gangguan kesadaran sampai koma.Pada stadium ini penderita dapat meninggal dunia dalam

waktu tiga minggu bila tidak mendapat pengobatan sebagaimana mestinya.


Pemeriksaan Rangsangan Meningeal
a. Pemeriksaan Kaku Kuduk
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif berupa fleksi dan rotasi
kepala.Tanda kaku kuduk positif (+) bila didapatkan kekakuan dan tahanan pada pergerakan
fleksi kepala disertai rasa nyeri dan spasme otot. Dagu tidak dapat disentuhkan ke dada dan juga
didapatkan tahanan pada hiperekstensi dan rotasi kepala.
b. Pemeriksaan Tanda Kernig
Pasien berbaring terlentang, tangan diangkat dan dilakukan fleksi pada sendi panggul
kemudian ekstensi tungkai bawah pada sendi lutut sejauh mengkin tanpa rasa nyeri. Tanda
Kernig positif (+) bila ekstensi sendi lutut tidak mencapai sudut 135 (kaki tidak dapat di
ekstensikan sempurna) disertai spasme otot paha biasanya diikuti rasa nyeri.
c. Pemeriksaan Tanda Brudzinski I ( Brudzinski Leher)
Pasien berbaring terlentang dan pemeriksa meletakkan tangan kirinya dibawah kepala
dan tangan kanan diatas dada pasien kemudian dilakukan fleksi kepala dengan cepat kearah dada
sejauh mungkin. Tanda Brudzinski I positif (+) bila pada pemeriksaan terjadi fleksi involunter
pada leher.
d. Pemeriksaan Tanda Brudzinski II ( Brudzinski Kontra Lateral Tungkai)
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan fleksi pasif paha pada sendi panggul (seperti
pada pemeriksaan Kernig).Tanda Brudzinski II positif (+) bila pada pemeriksaan terjadi fleksi
involunter pada sendi panggul dan lutut kontralateral.
Pemeriksaan Penunjang Meningitis
Pemeriksaan Pungsi Lumbal
Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa jumlah sel dan protein cairan
cerebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan adanya peningkatan tekanan intrakranial.

Pada Meningitis Serosa terdapat tekanan yang bervariasi, cairan jernih, sel darah putih
meningkat, glukosa dan protein normal, kultur (-).

Pada Meningitis Purulenta terdapat tekanan meningkat, cairan keruh, jumlah sel darah putih dan
protein meningkat, glukosa menurun, kultur (+) beberapa jenis bakteri.

Pemeriksaan darah
Dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah leukosit, Laju Endap Darah (LED), kadar
glukosa, kadar ureum, elektrolit dan kultur.
a.

Pada Meningitis Serosa didapatkan peningkatan leukosit saja. Disamping itu, pada Meningitis
Tuberkulosa didapatkan juga peningkatan LED.

b.

Pada Meningitis Purulenta didapatkan peningkatan leukosit.


Pemeriksaan Radiologis

a.

Pada Meningitis Serosa dilakukan foto dada, foto kepala, bila mungkin dilakukan CT Scan.

b.

Pada Meningitis Purulenta dilakukan foto kepala (periksa mastoid, sinus paranasal, gigi geligi)
dan foto dada.
Epidemilogi Meningitis
Distribusi Frekuensi Meningitis
a. Orang/ Manusia
Umur dan daya tahan tubuh sangat mempengaruhi terjadinya meningitis.Penyakit ini lebih
banyak ditemukan pada laki-laki dibandingkan perempuan dan distribusi terlihat lebih nyata
pada bayi.Meningitis purulenta lebih sering terjadi pada bayi dan anak-anak karena sistem
kekebalan tubuh belum terbentuk sempurna.
Puncak insidensi kasus meningitis karena Haemophilus influenzae di negara berkembang adalah
pada anak usia kurang dari 6 bulan, sedangkan di Amerika Serikat terjadi pada anak usia 6-12
bulan. Sebelum tahun 1990 atau sebelum adanya vaksin untuk Haemophilus influenzae tipe b di
Amerika Serikat, kira-kira 12.000 kasus meningitis Hib dilaporkan terjadi pada umur < 5
tahun.Insidens Rate pada usia< 5 tahun sebesar 40-100 per 100.000.Setelah 10 tahun penggunaan
vaksin, Insidens Rate menjadi 2,2 per 100.000.Di Uganda (2001-2002) Insidens Rate meningitis
Hib pada usia< 5 tahun sebesar 88 per 100.000.
b. Tempat
Risiko penularan meningitis umumnya terjadi pada keadaan sosio-ekonomi rendah, lingkungan
yang padat (seperti asrama, kamp-kamp tentara dan jemaah haji), dan penyakit ISPA.Penyakit
meningitis banyak terjadi pada negara yang sedang berkembang dibandingkan pada negara maju.

Insidensi tertinggi terjadi di daerah yang disebut dengan the African Meningitis belt, yang luas
wilayahnya membentang dari Senegal sampai ke Ethiopia meliputi 21 negara. Kejadian penyakit
ini terjadi secara sporadis dengan InsidensRate 1-20 per 100.000 penduduk dan diselingi dengan
KLB besar secara periodik.Di daerah Malawi, Afrika pada tahun 2002 Insidens Rate meningitis
yang disebabkan oleh Haemophilus influenzae 20-40 per 100.000 penduduk.
c. Waktu
Kejadian meningitis lebih sering terjadi pada musim panas dimana kasus- kasus infeksi saluran
pernafasan juga meningkat.Di Eropa dan Amerika utara insidensi infeksi Meningococcus lebih
tinggi pada musim dingin dan musim semi sedangkan di daerah Sub-Sahara puncaknya terjadi
pada musim kering.
Meningitis karena virus berhubungan dengan musim, di Amerika sering terjadi selama musim
panas karena pada saat itu orang lebih sering terpapar agen pengantar virus.Di Amerika Serikat
pada tahun 1981 Insidens Rate meningitis virus sebesar 10,9 per 100.000 Penduduk dan sebagian
besar kasus terjadi pada musim panas.
Determinan Meningitis
a. Host/ Pejamu
Meningitis yang disebabkan oleh Pneumococcus paling sering menyerang bayi di bawah usia
dua tahun.Meningitis yang disebabkan oleh bakteri Pneumokokus 3,4 kali lebih besar pada anak
kulit hitam dibandingkan yang berkulit putih.Meningitis Tuberkulosa dapat terjadi pada setiap
kelompok umur tetapi lebih sering terjadi pada anak-anak usia 6 bulan sampai 5 tahun dan jarang
pada usia di bawah 6 bulan kecuali bila angka kejadian Tuberkulosa paru sangat tinggi. Diagnosa
pada anak-anak ditandai dengan test Mantoux positif dan terjadinya gejala meningitis setelah
beberapa hari mendapat suntikan BCG.
Penelitian yang dilakukan oleh Nofareni(1997-2000) di RSUP H.Adam Malik menemukan odds
ratio anak yang sudah mendapat imunisasi BCG untuk menderita meningitis Tuberculosis
sebesar 0,2.Penelitian yang dilakukan oleh Ainur Rofiq (2000) di Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo (RSCM) mengenai daya lindung vaksin TBC terhadap meningitis Tuberculosis
pada anak menunjukkan penurunan resiko terjadinya meningitis Tb pada anak sebanyak 0,72 kali
bila penderita diberi BCG dibanding dengan penderita yang tidak pernah diberikan BCG.

Meningitis serosa dengan penyebab virus terutama menyerang anak-anak dan dewasa muda (1218 tahun).Meningitis virus dapat terjadi waktu orang menderita campak, Gondongan

(Mumps)

atau penyakit infeksi virus lainnya.Meningitis Mumpsvirus sering terjadi pada kelompok umur 515 tahun dan lebih banyak menyerang laki-laki daripada perempuan.Penelitian yang dilakukan di
Korea (Lee,2005) , menunjukkan resiko laki-laki untuk menderita meningitis dua kali lebih besar
dibanding perempuan.
b. Agent
Penyebab meningitis secara umum adalah bakteri dan virus.Meningitis purulenta paling sering
disebabkan oleh Meningococcus, Pneumococcus dan Haemophilus influenzae sedangkan
meningitis serosa disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosa dan virus.Bakteri Pneumococcus
adalah salah satu penyebab meningitis terparah. Sebanyak 20-30 % pasien meninggal akibat
meningitis hanya dalam waktu 24 jam. Angka kematian terbanyak pada bayi dan orang lanjut
usia.
Meningitis Meningococcus yang sering mewabah di kalangan jemaah haji dan dapat
menyebabkan karier disebabkan oleh Neisseria meningitidis serogrup A,B,C,X,Y,Z dan W 135.
Grup A,B dan C sebagai penyebab 90% dari penderita. Di Eropa dan Amerika Latin, grup B dan
C sebagai penyebab utama sedangkan di Afrika dan Asia penyebabnya adalah grup A.

17

Wabah

meningitis Meningococcus yang terjadi di Arab Saudi selama ibadah haji tahun 2000
menunjukkan bahwa 64% merupakan serogroup W135 dan 36% serogroup A. Hal ini merupakan
wabah meningitis Meningococcus terbesar pertama di dunia yang disebabkan oleh serogroup
W135. Secara epidemiologi serogrup A,B,dan C paling banyak menimbulkan penyakit.
Meningitis karena virus termasuk penyakit yang ringan.Gejalanya mirip sakit flu biasa dan
umumnya penderita dapat sembuh sendiri.Pada waktu terjadi KLB Mumps, virus ini diketahui
sebagai penyebab dari 25 % kasus meningitis aseptik pada orang yang tidak diimunisasi. Virus
Coxsackie grup B merupakan penyebab dari 33 % kasus meningitis aseptik, Echovirus dan
Enterovirus merupakan penyebab dari 50 % kasus.Resiko untuk terkena aseptik meningitis pada
laki-laki 2 kali lebih sering dibanding perempuan.
c. Lingkungan
Faktor Lingkungan (Environment) yang mempengaruhi terjadinya meningitis bakteri yang

disebabkan oleh Haemophilus influenzae tipe b adalah lingkungan dengan kebersihan yang
buruk dan padat dimana terjadi kontak atau hidup serumah dengan penderita infeksi saluran
pernafasan.Risiko penularan meningitisMeningococcus juga meningkat pada lingkungan yang
padat seperti asrama, kamp- kamp tentara dan jemaah haji.Pada umumnya frekuensi
Mycobacterium tuberculosa selalu sebanding dengan frekuensi infeksi Tuberculosa paru.Jadi
dipengaruhi keadaan sosial ekonomi dan kesehatan masyarakat.Penyakit ini kebanyakan terdapat
pada penduduk dengan keadaan sosial ekonomi rendah, lingkungan kumuh dan padat, serta tidak
mendapat imunisasi.
Meningitis karena virus berhubungan dengan musim, di Amerika sering terjadi selama musim
panas karena pada saat itu orang lebih sering terpapar agen pengantar virus.Lebih sering
dijumpai pada anak-anak daripada orang dewasa.Kebanyakan kasus dijumpai setelah infeksi
saluran pernafasan bagian atas.
Prognosis Meningitis
Prognosis meningitis tergantung kepada umur, mikroorganisme spesifik yang menimbulkan
penyakit, banyaknya organisme dalam selaput otak, jenis meningitis dan lama penyakit sebelum
diberikan antibiotik. Penderita usia neonatus, anak-anak dan dewasa tua mempunyai prognosis
yang semakin jelek, yaitu dapat menimbulkan cacat berat dan kematian.
Pengobatan antibiotika yang adekuat dapat menurunkan mortalitas meningitis purulenta, tetapi
50% dari penderita yang selamat akan mengalami sequelle (akibat sisa). Lima puluh persen
meningitis purulenta mengakibatkan kecacatan seperti ketulian, keterlambatan berbicara dan
gangguan perkembangan mental, dan 5 10% penderita mengalami kematian.
Pada meningitis Tuberkulosa, angka kecacatan dan kematian pada umumnya tinggi.Prognosa
jelek pada bayi dan orang tua.Angka kematian meningitis TBC dipengaruhi oleh umur dan pada
stadium berapa penderita mencari pengobatan.Penderita dapat meninggal dalam waktu 6-8
minggu.
Penderita meningitis karena virus biasanya menunjukkan gejala klinis yang lebih
ringan

,penurunan kesadaran jarang ditemukan. Meningitis viral memiliki prognosis yang jauh

lebih baik. Sebagian penderita sembuh dalam 1 2 minggu dan dengan pengobatan yang tepat
penyembuhan total bisa terjadi.

Pencegahan Meningitis
a. Pencegahan Primer
Tujuan pencegahan primer adalah mencegah timbulnya faktor resiko meningitis bagi
individu yang belum mempunyai faktor resiko dengan melaksanakan pola hidup sehat.
Pencegahan dapat dilakukan dengan memberikan imunisasi meningitis pada bayi agar dapat
membentuk kekebalan tubuh. Vaksin yang dapat diberikan seperti Haemophilus influenzae type
b (Hib), Pneumococcal conjugate vaccine (PCV7), Pneumococcal polysaccaharide vaccine
(PPV), Meningococcal conjugate vaccine (MCV4), dan MMR (Measles dan Rubella).Imunisasi
Hib Conjugate vaccine (Hb- OC atau PRP-OMP) dimulai sejak usia 2 bulan dan dapat digunakan
bersamaan dengan jadwal imunisasi lain seperti DPT, Polio dan MMR.Vaksinasi Hib dapat
melindungi bayi dari kemungkinan terkena meningitis Hib hingga 97%. Pemberian imunisasi
vaksin Hib yang telah direkomendasikan oleh WHO, pada bayi 2-6 bulan sebanyak 3 dosis
dengan interval satu bulan, bayi 7-12 bulan di berikan 2 dosisdengan interval waktu satu bulan,
anak 1-5 tahun cukup diberikan satu dosis. Jenis imunisasi ini tidak dianjurkan diberikan pada
bayi di bawah 2 bulan karena dinilai belum dapat membentuk antibodi.
Meningitis Meningococcus dapat dicegah dengan pemberian kemoprofilaksis (antibiotik)
kepada orang yang kontak dekat atau hidup serumah dengan penderita.Vaksin yang dianjurkan
adalah jenis vaksin tetravalen A, C, W135 dan Y.meningitis TBC dapat dicegah dengan
meningkatkan sistem kekebalan tubuh dengan cara memenuhi kebutuhan gizi dan pemberian
imunisasi BCG. Hunian sebaiknya memenuhi syarat kesehatan, seperti tidak over crowded (luas
2
lantai > 4,5 m /orang), ventilasi 10 20% dari luas lantai dan pencahayaan yang cukup.

Pencegahan juga dapat dilakukan dengan

cara mengurangi kontak langsung dengan

penderita dan mengurangi tingkat kepadatan di lingkungan perumahan dan di lingkungan seperti
barak, sekolah, tenda dan kapal.Meningitis juga dapat dicegah dengan cara meningkatkan
personal hygiene seperti mencuci tangan yang bersih sebelum makan dan setelah dari toilet.
b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder bertujuan untuk menemukan penyakit sejak awal, saat masih tanpa

gejala

(asimptomatik)

dan

saat

pengobatan

awal

dapat

menghentikan

perjalanan

penyakit.Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan diagnosis dini dan pengobatan


segera.Deteksi dini juga dapat ditingkatan dengan mendidik petugas kesehatan serta keluarga
untuk mengenali gejala awal meningitis. Dalam mendiagnosa penyakit dapat dilakukan dengan
pemeriksaan fisik, pemeriksaan cairan otak, pemeriksaan laboratorium yang meliputi test darah
dan pemeriksaan X-ray (rontgen) paru .
Selain itu juga dapat dilakukan surveilans ketat terhadap anggota keluarga penderita,
rumah penitipan anak dan kontak dekat lainnya untuk menemukan penderita secara
dini.Penderita juga diberikan pengobatan dengan memberikan antibiotik yang sesuai dengan
jenis penyebab meningitis yaitu :
Meningitis Purulenta
Haemophilus influenzae b : ampisilin, kloramfenikol, setofaksim, seftriakson. Streptococcus
pneumonia : kloramfenikol , sefuroksim, penisilin, seftriakson. Neisseria meningitidies :
penisilin, kloramfenikol, serufoksim dan seftriakson.
Meningitis Tuberkulosa (Meningitis Serosa)
Kombinasi INH, rifampisin, dan pyrazinamide dan pada kasus yang berat dapat ditambahkan
etambutol atau streptomisin. Kortikosteroid berupa prednison digunakan sebagai anti inflamasi
yang dapat menurunkan tekanan intrakranial dan mengobati edema otak.
c. Pencegahan Tertier
Pencegahan tertier merupakan aktifitas klinik yang mencegah kerusakan lanjut atau mengurangi
komplikasi setelah penyakit berhenti. Pada tingkat pencegahan ini bertujuan untuk menurunkan
kelemahan dan kecacatan akibat meningitis, dan membantu penderita untuk melakukan
penyesuaian terhadap kondisi- kondisi yang tidak diobati lagi, dan mengurangi kemungkinan
untuk mengalami dampak neurologis jangka panjang misalnya tuli atau ketidakmampuan
untukbelajar.Fisioterapi dan rehabilitasi juga diberikan untuk mencegah dan mengurangi cacat.

10. Diagnosis Differential 1

ENSEFALITIS
Definisi
Ensefalitis adalah radang jaringan otak yang dapat disebabkan oleh berbagai
mikroorganisme seperti bakteri,virus,parasit,fungus dan riketsia.
Ensefalitis yang mengakibatkan kerusakan otak, dapat menyebabkan atau memperburuk
gejala gangguan perkembangan atau penyakit mental. Dalam beberapa kasus ensefalitis
menyebabkan kematian. Pengobatan ensefalitis harus dimulai sedini mungkin untuk menghindari
dampak serius dan efek seumur hidup. Terapi tergantung pada penyebab peradangan, mungkin
termasuk antibiotik, obat anti-virus, dan obat-obatan anti-inflamasi. Jika hasil kerusakan otak
dari ensefalitis, terapi (seperti terapi fisik atau terapi restorasi kognitif) dapat membantu pasien
setelah kehilangan fungsi.
Epidemiologi
Peradangan otak merupakan penyakit yang jarang. Angka kejadiannya yaitu 0,5 per
100.000 individu. Yang paling banyak menyerang anak-anak, orang tua dan pada orang-orang
dengan sistem imun yang lemah, seperti pada penderita HIV/ AIDS, kanker dan anak gizi buruk.
Di Inggris insidensi ensefalitis pertahun nya mencapai 4 orang per 100.000 penduduk.
Etiologi
Ensefalitis disebabkan oleh:
-

Bakteri : ensefalitis supurativa, ensefalitis siphylis


Virus : virus RNA (parotitis, morbili, rabies, rubella, polio,dll) dan virus DNA (herpes, variola,

vaksinia,dll)
Parasit: malaria serebral, toxoplasmosis, amebiasis, dan sistiserkosis
Fungus : oleh karena candida albicans, aspergillus, fumagatus, mucor mycosis, dll.
Riketsia: riketsiosis serebri.

Klasifikasi
1. a. ENSEFALITIS SUPURATIVA
Bakteri penyebab ensefalitis supurativa adalah : staphylococcus aureus, streptococcus,
E.coli dan M.tuberculosa.
Patogenesis
Peradangan dapat menjalar ke jaringan otak dari otitis media, mastoiditis, sinusitis, atau
dari piema yang berasl dari radang, abses di dalam paru, bronchiektasi, empiema, osteomeylitis
cranium, fraktur terbuka, trauma yang menembus ke dalam otak dan tromboflebitis. Reaksi dini
jaringan otak terhadap kuman yang bersarang adalah edema, kongesti yang disusul dengan
pelunakan dan pembentukan abses. Disekeliling daerah yang meradang berproliferasi jaringan
ikat dan astrosit yang membentuk kapsula. Bila kapsula pecah terbentuklah abses yang masuk
ventrikel.
Manifestasi klinis
Secara umum gejala berupa trias ensefalitis ;
- Demam
- Kejang
- Kesadaran menurun
Bila berkembang menjadi abses serebri akan timbul gejala-gejala infeksi umum, tandatanda meningkatnya tekanan intracranial yaitu : nyeri kepala yang kronik dan progresif,muntah,
penglihatan kabur, kejang, kesadaran menurun, pada pemeriksaan mungkin terdapat edema
papil.Tanda-tanda deficit neurologist tergantung pada lokasi dan luas abses.
b ENSEFALITIS SIPHYLIS
Patogenesis
Disebabkan oleh Treponema pallidum. Infeksi terjadi melalui permukaan tubuh
umumnya sewaktu kontak seksual. Setelah penetrasi melalui epithelium yang terluka, kuman tiba
di sistim limfatik, melalui kelenjar limfe kuman diserap darah sehingga terjadi spiroketemia. Hal
ini berlangsung beberapa waktu hingga menginvasi susunansaraf pusat. Treponema pallidum

akan tersebar diseluruh korteks serebri dan bagian-bagian lain susunan saraf pusat.
Manifestasi klinis
Gejala ensefalitis sifilis terdiri dari dua bagian :
- Gejala-gejala neurologist
Kejang-kejang yang datang dalam serangan-serangan, afasia, apraksia, hemianopsia,
kesadaran mungkin menurun,sering dijumpai pupil Agryll-Robertson,nervus opticus dapat
mengalami atrofi. Pada stadium akhir timbul gangguanan-gangguan motorik yang progresif.
- Gejala-gejala mental
Timbulnya proses dimensia yang progresif, intelgensia yang mundur perlahan-lahan
yang mula-mula tampak pada kurang efektifnya kerja, daya konsentrasi mundur, daya ingat
berkurang, daya pengkajian terganggu.
2

ENSEFALITIS VIRUS
Virus yang dapat menyebabkan radang otak pada manusia :
a. Virus RNA
Paramikso virus : virus parotitis, irus morbili
Rabdovirus

virus rabies

Togavirus

virus rubella flavivirus (virus ensefalitis Jepang B, virus


dengue)

Picornavirus :

enterovirus (virus polio, coxsackie A,B,echovirus)

Arenavirus

virus koriomeningitis limfositoria

b. Virus DNA
Herpes virus :

herpes zoster-varisella, herpes simpleks, sitomegalivirus,


virus Epstein-barr

Poxvirus

variola, vaksinia

Retrovirus

AIDS

Manifestasi klinis
Dimulai dengan demam, nyeri kepala, vertigo, nyeri badan, nausea, kesadaran menurun,
timbul serangan kejang-kejang, kaku kuduk, hemiparesis dan paralysis bulbaris.

3 ENSEFALITIS KARENA PARASIT


a

Malaria serebral
Plasmodium falsifarum penyebab terjadinya malaria serebral. Gangguan utama
terdapat didalam pembuluh darah mengenai parasit. Sel darah merah yang terinfeksi
plasmodium falsifarum akan melekat satu sama lainnya sehingga menimbulkan
penyumbatan-penyumbatan. Hemorrhagic petechia dan nekrosis fokal yang tersebar secara
difus ditemukan pada selaput otak dan jaringan otak.
Gejala-gejala yang timbul : demam tinggi.kesadaran menurun hingga koma. Kelainan
neurologik tergantung pada lokasi kerusakan-kerusakan.

Toxoplasmosis
Toxoplasma gondii pada orang dewasa biasanya tidak menimbulkan gejala-gejala kecuali
dalam keadaan dengan daya imunitas menurun. Didalam tubuh manusia parasit ini dapat
bertahan dalam bentuk kista terutama di otot dan jaringan otak.

Amebiasis
Amuba genus Naegleria dapat masuk ke tubuh melalui hidung ketika berenang di air
yang terinfeksi dan kemudian menimbulkan meningo-encefalitis akut. Gejala-gejalanya
adalah demam akut, nausea, muntah, nyeri kepala, kaku kuduk dan kesadaran menurun.

Sistiserkosis
Cysticercus cellulosae ialah stadium larva taenia. Larva menembus mukosa dan masuk
kedalam pembuluh darah, menyebar ke seluruh badan. Larva dapat tumbuh menjadi
sistiserkus, berbentuk kista di dalam ventrikel dan parenkim otak. Bentuk rasemosanya
tumbuh didalam meninges atau tersebar didalam sisterna. Jaringan akan bereaksi dan
membentuk kapsula disekitarnya. Gejaja-gejala neurologik yang timbul tergantung pada
lokasi kerusakan.

4 ENSEFALITIS KARENA FUNGUS


Fungus yang dapat menyebabkan radang antara lain : candida albicans, Cryptococcus
neoformans,Coccidiodis, Aspergillus, Fumagatus dan Mucor mycosis. Gambaran yang
ditimbulkan infeksi fungus pada sistim saraf pusat ialah meningo-ensefalitis purulenta.
Faktor yang memudahkan timbulnya infeksi adalah daya imunitas yang menurun.

5 RIKETSIOSIS SEREBRI
Riketsia dapat masuk ke dalam tubuh melalui gigitan kutu dan dapat menyebabkan
Ensefalitis. Di dalam dinding pembuluh darah timbul noduli yang terdiri atas sebukan sel-sel
mononuclear, yang terdapat pula disekitar pembuluh darah di dalam jaringan otak. Didalam
pembuluh darah yang terkena akan terjadi trombosis. Gejala-gejalanya ialah nyeri kepala,
demam, mula-mula sukar tidur, kemudian mungkin kesadaran dapat menurun. Gejala-gejala
neurologik menunjukan lesi yang tersebar.

Patofisiologi
Patogenesis dari ensefalitis mirip dengan patogenesis dari viral meningitis, yaitu virus
mencapai Central Nervous System melalui darah (hematogen) dan melalui saraf (neuronal
spread)2. Penyebaran hematogen terjadi karena penyebaran ke otak secara langsung melalui arteri
intraserebral. Penyebaran hematogen tak langsung dapat juga dijumpai, misalnya arteri
meningeal yang terkena radang dahulu. Dari arteri tersebut itu kuman dapat tiba di likuor dan
invasi ke dalam otak dapat terjadi melalui penerobosan dari pia mater.
Selain penyebaran secara hematogen, dapat juga terjadi penyebaran melalui neuron,
misalnya pada encephalitis karena herpes simpleks dan rabies. Pada dua penyakit tersebut, virus
dapat masuk ke neuron sensoris yang menginnervasi port dentry dan bergerak secara retrograd
mengikuti axon-axon menuju ke nukleus dari ganglion sensoris. Akhirnya saraf-saraf tepi dapat
digunakan sebagai jembatan bagi kuman untuk tiba di susunan saraf pusat.
Sesudah virus berada di dalam sitoplasma sel tuan rumah, kapsel virus dihancurkan.
Dalam hal tersebut virus merangsang sitoplasma tuan rumah untuk membuat protein yang
menghancurkan kapsel virus. Setelah itu nucleic acid

virus berkontak langsung dengan

sitoplasma sel tuan rumah. Karena kontak ini sitoplasma dan nukleus sel tuan rumah membuat
nucleic acid yang sejenis dengan nucleic acid virus. Proses ini dinamakan replikasi
Karena proses replikasi berjalan terus, maka sel tuan rumah dapat dihancurkan. Dengan
demikian partikel-partikel viral tersebar ekstraselular. Setelah proses invasi, replikasi dan
penyebaran virus berhasil, timbullah manifestasi-manifestasi toksemia yang kemudian disususl
oleh manifestasli lokalisatorik. Gejala-gejala toksemia terdiri dari sakit kepala, demam, dan

lemas-letih seluruh tubuh. Sedang manifestasi lokalisatorik akibat kerusakan susunan saraf pusat
berupa gannguan sensorik dan motorik (gangguan penglihatan, gangguan berbicara,gannguan
pendengaran dan kelemahan anggota gerak), serta gangguan neurologis yakni peningkatan TIK
yang mengakibatkan nyeri kepala, mual dan muntah sehinga terjadi penurunan berat badan.
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang timbul sangat bervariasi dari ringan sampai berat, dapat berlangsung
akut dan perlahan-lahan. Masa prodromal berlangsung antara 1-4 hari. Pada umumnya pasien
ensefalitis menunjukkan gejala seperti meningitis namun tanpa disertai adanya tanda-tanda
perangsangan meningeal. Perangsangan meningeal dapat dijumpai jika telah melibatkan
meningen, yang disebut sebagai meningoensefalitis, diantaranya berupa :

Nyeri kepala
Demam
Penurunan kesadaran
Pusing, gangguan kognitif, perubahan tingkah laku
Kejang-kejang, yang dapat bersifat umum, fokal, atau twitching saja (kejang di wajah)
Munculnya tanda-tanda gangguan neurologis fokal (afasia, hemiparesia, hemiplegia,
ataksia, paralisis saraf otak) bersamaan dengan demam dan sakit kepala.

Gejala yang terjadi termasuk ditandai dengan tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial
seperti sakit kepala yang hebat, vertigo, mual, kejang, dan gangguan mental. Gejala lain yang
mungkin terjadi yaitu fotofobia, gangguan sensorik, dan kekakuan leher. Namun bedanya dengan
meningitis, pada ensefalitis tidak ditemukan adanya tanda-tanda perangsangan meningeal berupa
kaku kuduk, brudzinski 1 dan 11, ataupun kernig.
E DIAGNOSIS

Anamnesa
Penegakan diagnosa ensefalitis dimulai dengan proses anamnesa secara lengkap
mengenai adanya riwayat terpapar dengan sumber infeksi, status immunisasi gejala klinis
yang diderita, riwayat menderita gejala yang sama sebelumnya serta ada tidak nya faktor
resiko yang menyertai.

Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik dilihat tanda-tanda penyakit sistemik seperti dijumpai adanya
rash, limfeadenopati, meningismus, penurunan kesadaran, peningkatan tekanan intracranial
yang ditandai dengan adanya papil edema, tanda- tanda neurologis fokal seperti kelemahan,
gangguan berbicara, peningkatan tonus otot, dan hiperrefleks ekstensor plantaris.

Pemeriksaan penunjang

Lumbal pungsi
Lumbal pungsi adalah prosedur sering dilakukan di departemen gawat darurat untuk
mendapatkan informasi tentang cairan cerebrospinal (CSF). Meskipun biasanya digunakan untuk
tujuan diagnostik untuk menyingkirkan potensi kondisi yang mengancam jiwa seperti meningitis
bakteri atau perdarahan subarachnoid, pungsi lumbal juga kadang-kadang dilakukan untuk alasan
terapeutik, seperti pengobatan pseudotumor cerebri. Analisis cairan CSF juga dapat membantu
dalam diagnosis berbagai kondisi lain, seperti penyakit demielinasi dan meningitis
carcinomatous. Pungsi lumbal harus dilakukan hanya setelah pemeriksaan neurologis namun
tidak pernah menunda intervensi berpotensi menyelamatkan nyawa seperti antibiotik dan steroid
untuk pasien dengan dicurigai meningitis bakteri.
Indikasi untuk pungsi lumbal kecurigaan diduga meningitis, kecurigaan subarachnoid
hemorrhage, penyakit sistem saraf pusat seperti sindrom Guillain-Barr dan terapi carcinomatous
meningitis, pseudotumor cerebri
Kontraindikasi mutlak untuk pungsi lumbal adalah adanya kulit yang terinfeksi atas situs
entri jarum dan adanya tekanan yang tidak sama antara kompartemen supratentorial dan
infratentorial. Kontraindikasi relatif terhadap pungsi lumbal meliputi peningkatan tekanan
intrakranial ICP, koagulopati, abses otak
Pemeriksaan rutin dari CSF mencakup pengamatan visual warna dan kejelasan dan tes
untuk glukosa, protein, laktat, laktat dehidrogenase, jumlah sel darah merah, jumlah sel darah
putih dengan diferensial, serologi sifilis (tes antibodi menunjukkan sifilis), Gram stain dan

bakteri budaya. Pemeriksaan lebih lanjut mungkin diperlukan tergantung pada hasil tes awal dan
diagnosis dicurigai.
Nilai normal:
-

Tekanan: 70 - 180 mm H20

Tampilan: Jernih, tidak berwarna

CSF total protein: 15 - 60 mg/100 mL

Gamma globulin: 3 - 12% of the total protein

CSF glucose: 50 - 80 mg/100 mL (atau lebih besar dari 2/3 kadar gula dalam darah)

CSF cell count: 0 - 5 sel darah putih (semua mononuclear), dan tiada sel darah merah

Chloride: 110 - 125 mEq/L

Penyakit

Tekanan LCS

Protein

Hitung sel

Glukosa

Meningitis bakteri

sedang-tinggi

> 50 PMN

Rendah

Meningitis virus

sedikit sd normal

limfosit

Normal

Meningitis

sedang

Pleositosis,

Rendah

Glukosa: CSF glukosa biasanya sekitar dua-pertiga dari glukosa plasma puasa. Sebuah tingkat
glukosa di bawah 40 mg / dL adalah signifikan dan terjadi pada meningitis bakteri dan jamur dan
keganasan.
Protein: Tingkat total protein dalam CSF biasanya sangat rendah, dan albumin membuat sampai
sekitar twothirds dari total. Tinggi tingkat yang terlihat dalam berbagai kondisi termasuk

meningitis bakteri dan jamur, multiple sclerosis, tumor, perdarahan subarachnoid, dan tap
traumatis.
Laktat: CSF laktat digunakan terutama untuk membantu membedakan meningitis bakteri dan
jamur, yang menyebabkan laktat yang lebih besar, meningitis virus, tidak ada.
Laktat dehidrogenase: Enzim ini meningkat pada meningitis bakteri dan jamur, keganasan, dan
perdarahan subarachnoid.
Sel darah putih (WBC count): Jumlah sel darah putih dalam CSF sangat rendah, biasanya
memerlukan jumlah pengguna WBC. Peningkatan leukosit dapat terjadi dalam berbagai kondisi
termasuk infeksi (virus, bakteri, jamur, dan parasit), alergi, leukemia, multiple sclerosis,
perdarahan, tekan traumatis, ensefalitis, dan sindrom Guillain-Barr. Perbedaan WBC membantu
untuk membedakan banyak penyebab. Misalnya, infeksi virus biasanya berhubungan dengan
limfosit meningkat, sementara infeksi bakteri dan jamur terkait dengan peningkatan leukosit
polimorfonuklear (neutrofil). Diferensial juga dapat mengungkapkan eosinofil berhubungan
dengan alergi dan shunt ventrikel; makrofag dengan bakteri yang tertelan (menunjukkan
meningitis), sel darah merah (menunjukkan perdarahan), atau lipid (menandakan infark serebral
mungkin); blasts (sel belum matang) yang mengindikasikan leukemia, dan karakteristik sel-sel
ganas dari jaringan asal. Sekitar 50% kanker metastatik yang menyusup sistem saraf pusat dan
sekitar 10% dari tumor sistem saraf pusat akan menumpahkan sel ke dalam CSF.
Sel darah merah (RBC count): Meskipun tidak biasanya ditemukan dalam CSF, sel darah merah
akan muncul setiap kali perdarahan telah terjadi. Merah sel dalam subarachnoid hemorrhage
sinyal CSF, stroke, atau tekan traumatis. Karena sel darah putih dapat masuk CSF dalam
menanggapi infeksi lokal, peradangan, atau perdarahan, jumlah RBC digunakan untuk
memperbaiki jumlah WBC sehingga mencerminkan kondisi selain perdarahan atau tekan
traumatis. Hal ini dilakukan dengan sel darah merah dan jumlah leukosit dalam darah dan CSF.
Rasio sel darah merah dalam CSF ke darah dikalikan dengan jumlah darah WBC. Nilai ini
dikurangi dari CSF WBC count untuk menghilangkan leukosit berasal dari perdarahan atau tap
traumatis.

Gram stain: Pewarnaan Gram dilakukan pada sedimen dari CSF dan positif sekitar setidaknya
60% dari kasus meningitis bakteri. Budaya dilakukan untuk bakteri aerobik dan anaerobik.
Selain itu, noda lainnya (Pewarnaan kultur misalnya untuk Mycobacterium tuberculosis, kultur
jamur dan tes identifikasi cepat [tes untuk antigen bakteri dan jamur]) dapat dilakukan secara
sistematis.
Serologi sifilis: Hal ini melibatkan pengujian untuk antibodi yang menunjukkan neurosifilis.
Antibodi fluorescent treponemal penyerapan (FTA-ABS) tes sering digunakan dan positif pada
orang dengan sifilis aktif dan diobati. Tes ini digunakan bersama dengan tes VDRL untuk
antibodi nontreponema, positif pada paling dengan sifilis aktif, tetapi negatif dalam kasus
dirawat.
Pengukuran kadar klorida dapat membantu dalam mendeteksi adanya meningitis tuberkulosis.
Test Nonne
Percobaan ini juga dikenal dengan nama test Nonne-Apelt atau test Ross- Jones,
menggunakan larutan jenuh amoniumsulfat sebagai reagens (ammonium sulfat 80 gr : aquadest
100 ml : saring sebelum memakainya). Test seperti dilakukan di bawah ini terutama menguji
kadar globulin dalam cairan otak.
Catatan :
Seperti juga test Pandy, test Nonne ini sering dilakukan sebagai bedside test pada waktu
mengambil cairan otak dengan lumbal pungsi. Dalam keadaan normal hasil test ini negative,
artinya : tidak terjadi kekeruhan pada perbatasan. Semakin tinggi kadar globulin semakin tebal
cincin keruh yang terjadi. Laporan hasil test ini sebagai negative atau positif saja. Test Nonne
memakai lebih banyak bahan dari test Pandy, tetapi lebih bermakna dari test Pandy karena dalam
keadaan normal test ini berhasil negative : sama sekali tidak ada kekeruhan pada batas cairan.
Test Pandy
Reagen Pandy, yaitu larutan jenuh fenol dalam air (phenolum liquefactum 10 ml :
aquadest 90 ml : simpan beberapa hari dalam lemari pengeram 37 oC dengan sering dikocokkocok) bereaksi dengan globulin dan dengan albumin.

Catatan :
Test Pandy ini mudah dapat dilakukan pada waktu melaukan punksi dan memang sering
dijalankam demikian sebagai bedside test. Dalam keadaan normal tidak akan terjadi kekeruhan
atau kekeruhan yang sangat ringan berupa kabut halus. Sedemikian tinggi kadar protein, semakin
keruh hasil reaksi ini yang selalu harus segera dinilai setelah pencampuran LCS dengan reagen
ini. Tidak ada kekeruhan atau kekeruhan yang sangat halus berupa kabut menandakan hasil
reaksi yang negatif.
b

Elektroensefalografi
Prosedur pemeriksaan ini merupakan suatu cara untuk mengukur aktivitas gelombang
listrik dari otak. Pemeriksaan ini biasanya digunakan untuk mendiagnosa adanya gangguan
kejang. Gambaran EEG memperlihatkan proses inflamasi difus (aktivitas lambat bilateral). Bila
terdapat tanda klinis fokal yang ditunjang dengan gambaran EEG atau CT scan, dapat dilakukan
biopsi otak di daerah yang bersangkutan. Bila tidak ada tanda klinis fokal, biopsi dapat dilakukan
pada daerah lobus temporalis yang biasanya menjadi predileksi virus Herpes simplex.

Pemeriksaan imaging otak


Diantaranya CT Scan dan MRI yang dapat mendeteksi adanya pembengkakan otak. Jika
pemeriksaan imaging memiliki tanda-tanda dan gejala yang menjurus ke ensefalitis maka lumbal
fungsi harus dilakukan untuk melihat apakah terdapat peningkatan tekanan intrakranial.

Biopsi otak
Biopsi otak jarang dilakukan, kecuali untuk mendiagnosa adanya herpes simpleks
ensefalitis yang jika tidak mungkin dilakukan metode DNA atau CT Scan dan MRI
Pemeriksaan darah
Polymerase Chain Reaction (PCR): pemeriksaan ini merupakan metode yang digunakan untuk
mendeteksi adanya infeksi HSV 1, enterovirus 2, pada susunan saraf pusat.

Penatalaksanaan
Penderita dengan kemungkinan ensefalitis harus dirawat inap sampai menghilangnya
gejala-gejala neurologik. Tujuan penatalaksanaan adalah mempertahankan fungsi organ dengan
mengusahakan jalan nafas tetap terbuka, pemberian makanan enteral atau parenteral, menjaga
keseimbangan cairan dan elektrolit dan koreksi gangguan asam basa darah. Tata laksana yang
dikerjakan sebagai berikut :
- Mengatasi kejang adalah tindakan vital, karena kejang pada ensefalitis biasanya berat. Pemberian
Fenobarbital 5-8 mg/kgBB/24 jam. Jika kejang sering terjadi, perlu diberikan Diazepam (0,10,2 mg/kgBB) IV, dalam bentuk infus selama 3 menit.
- Memperbaiki homeostatis, dengan infus cairan D5 - 1/2 S atau D5 - 1/4 S (tergantung umur) dan
pemberian oksigen.
- Mengurangi edema serebri serta mengurangi akibat yang ditimbulkan oleh anoksia serebri
dengan Deksametason 0,15-1,0 mg/kgBB/hari i.v dibagi dalam 3 dosis.
- Menurunkan tekanan intrakranial yang meninggi dengan Manitol diberikan intravena dengan
dosis 1,5-2,0 g/kgBB selama 30-60 menit. Pemberian dapat diulang setiap 8-12 jam
- Pengobatan kausatif.
Sebelum berhasil menyingkirkan etilogi bakteri, terutama abses otak (ensefalitis
bakterial), maka harus diberikan pengobatan antibiotik parenteral. Pengobatan untuk ensefalitis
karena infeksi virus herpes simplek diberikan Acyclovir intravena, 10 mg/kgbb sampai 30
mg/kgbb per hari selama 10 hari. Jika terjadi toleransi maka diberikan Adenine arabinosa
(vidarabin). Begitu juga ketika terjadi kekambuhan setelah pengobatan dengan Acyclovir.
Dengan pengecualian penggunaan Adenin arabinosid kepada penderita ensefalitis oleh herpes
simpleks, maka pengobatan yang dilakukan bersifat non spesifik dan empiris yang bertujuan
untuk mempertahankan kehidupan serta menopang setiap sistem organ yang terserang.
Efektivitas berbagai cara pengobatan yang dianjurkan belum pernah dinilai secara objektif
- Fisioterapi dan upaya rehabilitatif setelah penderita sembuh.
- Makanan tinggi kalori protein sebagai terapi diet.
- Sesuai klasifikasinya :
1

Ensefalitis supurativa

Ampisillin 4 x 3-4 g per oral selama 10 hari.

Cloramphenicol 4 x 1g/24 jam intra vena selama 10 hari.

Ensefalitis syphilis

Penisillin G 12-24 juta unit/hari dibagi 6 dosis selama 14 hari

Penisillin prokain G 2,4 juta unit/hari intra muskulat + probenesid 4 x 500mg oral selama 14
hari.
Bila alergi penicillin :

Tetrasiklin 4 x 500 mg per oral selama 30 hari

Eritromisin 4 x 500 mg per oral selama 30 hari

Cloramfenicol 4 x 1 g intra vena selama 6 minggu

Seftriaxon 2 g intra vena/intra muscular selama 14 hari.(4,5)


3

Ensefalitis virus

Pengobatan simptomatis
Analgetik dan antipiretik : Asam mefenamat 4 x 500 mg Anticonvulsi :
Phenitoin 50 mg/ml intravena 2 x sehari.

Pengobatan antivirus diberikan pada ensefalitis virus dengan penyebab herpes zoster-varicella.
Asiclovir 10 mg/kgBB intra vena 3 x sehari selama 10 hari atau 200 mg peroral
tiap 4 jam selama 10 hari.
4

Ensefalitis karena parasit

Malaria serebral
Kinin 10 mg/KgBB dalam infuse selama 4 jam, setiap 8 jam hingga tampak
perbaikan.

Toxoplasmosis
Sulfadiasin 100 mg/KgBB per oral selama 1 bulan,
Pirimetasin 1 mg/KgBB per oral selama 1 bulan Spiramisin 3 x 500 mg/hari.

Amebiasis
Rifampicin 8 mg/KgBB/hari. (4)
5

Ensefalitis karena fungus


-

Amfoterisin 0,1- 0,25 g/KgBB/hari intravena 2 hari sekali minimal 6 minggu

Mikonazol 30 mg/KgBB intra vena selama 6 minggu.


6

Riketsiosis serebri

Cloramphenicol 4 x 1 g intra vena selama 10 hari

Tetrasiklin 4x 500 mg per oral selama 10 hari.

Komplikasi
Komplikasi pada ensefalitis berupa retardasi mental, Iritabel, gangguan motorik, epilepsi,
emosi tidak stabil, sulit tidur, halusinasi, enuresis.
Pencegahan
Ensefalitis tidak dapat dicegah kecuali mencegah untuk terkena penyakitnya. Ensefalitis
biasanya terjadi pada anak-anak lebih besar pada yang imunisasinya tidak lengkap. Karena salah
satu pencegahan untuk tidak terkena ensefalitis yaitu dengan imunisasi yang lengkap.
Prognosis
Angka kematian masih tinggi, berkisar antara 35-50%. Dampak-dampak sisa yang
melibatkan susunan saraf pusat dapat melibatkan gangguan kecerdasan, motoris, psikiatris,
epileptik, penglihatan, atau pendengaran. Sistem kardiovaskuler, intraokuler, hati, paru, dan
sistem lain dapat terlibat secara menetap. Pasien yang sembuh tanpa kelainan yang nyata dalam
perkembangan selanjutnya masih mungkin mengalami retardasi mental, gangguan watak, dan
epilepsi.

11. Diagnosis Differential 2

ABSES OTAK
1. Pengertian
Abses otak adalah proses pernanahan yang disertai pembentukan pernanahan
yang terlokalisir diantara jaringan otak, baik itu disertai pembentukan kapsul atau
tidak. Abses otak disebabkan oleh berbagai macam variasi: bakteri, jamur, protozoa
dan bisa berbentuk soliter maupun mulptipel.
2. Patofisiologi
Abses otak dapat terjadi akibat penyebaran perkontinuitatum dari fokus
infeksi di sekitar otak maupun secara hematogen dari tempat yang jauh, atau
secara langsung seperti trauma kepala dan operasi kraniotomi. Abses yang
terjadi oleh penyebaran hematogen dapat pada setiap bagian otak, tetapi paling
sering

pada

pertemuan

substansia

alba

dan

grisea;

sedangkan

yang

perkontinuitatum biasanya berlokasi pada daerah dekat permukaan otak pada


lobus tertentu.
Pada tahap awal AO terjadi reaksi radang yang difus pada jaringan otak
dengan infiltrasi lekosit disertai udem, perlunakan dan kongesti jaringan otak,
kadang-kadang disertai bintik perdarahan. Setelah beberapa hari sampai
beberapa minggu terjadi nekrosis dan pencairan pada pusat lesi sehingga
membentuk suatu rongga abses. Astroglia, fibroblas dan makrofag mengelilingi
jaringan yang nekrotikan. Mula-mula abses tidak berbatas tegas tetapi lama
kelamaan dengan fibrosis yang progresif terbentuk kapsul dengan dinding yang
konsentris. Tebal kapsul antara beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter.
Beberapa ahli membagi perubahan patologi AO dalam 4 stadium yaitu :
1) Stadium serebritis dini (Early Cerebritis)
Terjadi reaksi radang local dengan infiltrasi polymofonuklear leukosit, limfosit dan
plasma sel dengan pergeseran aliran darah tepi, yang dimulai pada hari pertama
dan meningkat pada hari ke 3. Sel-sel radang terdapat pada tunika adventisia dari
pembuluh

darah

dan

mengelilingi

daerah

nekrosis

infeksi.

Peradangan

perivaskular ini disebut cerebritis. Saat ini terjadi edema di sekita otak dan
peningkatan efek massa karena pembesaran abses.
2) Stadium serebritis lanjut (Late Cerebritis)
Saat ini terjadi perubahan histologis yang sangat berarti. Daerah pusat nekrosis
membesar oleh karena peningkatan acellular debris dan pembentukan nanah
karena pelepasan enzim-enzim dari sel radang. Di tepi pusat nekrosis didapati
daerah sel radang, makrofag-makrofag besar dan gambaran fibroblast yang
terpencar. Fibroblast mulai menjadi reticulum yang akan membentuk kapsul
kolagen. Pada fase ini edema otak menyebar maksimal sehingga lesi menjadi
sangat besar.
3) Stadium pembentukan kapsul dini (Early Capsule Formation)
Pusat nekrosis mulai mengecil, makrofag menelan acellular debris dan fibroblast
meningkat dalam pembentukan kapsul. Lapisan fibroblast membentuk anyaman
reticulum mengelilingi pusat nekrosis. Di daerah ventrikel, pembentukan dinding
sangat lambat oleh karena kurangnya vaskularisasi di daerah substansi putih
dibandingkan substansi abu. Pembentukan kapsul yang terlambat di permukaan
tengah memungkinkan abses membesar ke dalam substansi putih. Bila abses
cukup besar, dapat robek ke dalam ventrikel lateralis. Pada pembentukan kapsul,
terlihat daerah anyaman reticulum yang tersebar membentuk kapsul kolagen,
reaksi astrosit di sekitar otak mulai meningkat.
4) Stadium pembentukan kapsul lanjut (Late Capsule Formation)
Pada stadium ini, terjadi perkembangan lengkap abses dengan gambaran
histologis sebagai berikut:
Bentuk pusat nekrosis diisi oleh acellular debris dan sel-sel radang.
Daerah tepi dari sel radang, makrofag, dan fibroblast.
Kapsul kolagen yang tebal.
Lapisan neurovaskular sehubungan dengan serebritis yang berlanjut.

Reaksi astrosit, gliosis, dan edema otak di luar kapsul.


Abses dalam kapsul substansia alba dapat makin membesar dan meluas ke arah
ventrikel sehingga bila terjadi ruptur, dapat menimbulkan meningitis.
Infeksi

jaringan

fasial,

selulitis

orbita,

sinusitis

etmoidalis,

amputasi

meningoensefalokel nasal dan abses apikal dental dapat menyebabkan AO yang


berlokasi pada lobus frontalis. Otitis media, mastoiditis terutama menyebabkan AO
lobus temporalis dan serebelum, sedang abses lobus parietalis biasanya terjadi
secara hematogen.

3. Respon Imunologik pada Abses Otak.


Setelah kuman menerobos permukaan tubuh, kemudian sampai ke susunan
saraf pusat melalui lintasan-lintasan berikut. Kuman yang bersarang di mastoid dapat
menjalar ke otak perkuntinuitatum. Invasi hematogenik melalui arteri intraserebral
merupakan penyebaran ke otak secara langsung.
Ada penjagaan otak khusus terhadap bahaya yang dating melalui lintasan
hematogen, yang dikenal sebagai sawar darah otak atau blood brain barrier. Pada
toksemia dan septicemia, sawar darah otak rusak dan tidak lagi bertindak sebagai
sawar khusus. Infeksi jaringan otak jarang dikarenakan hanya bakterimia saja, oleh
karena jaringan otak yang sehat cukup resisten terhadap infeksi. Kuman yang
dimasukkan ke dalam otak secara langsung pada binatang percobaan ternyata tidak
membangkitkan abses serebri/abses otak, kecuali apabila jumlah kumannya sangat
besar atau sebelum inokulasi intraserebral telah diadakan nekrosis terlebih dahulu.
Walaupun dalam banyak hal sawar darah otak sangat protektif, namun ia menghambat
penetrasi fagosit, antibody dan antibiotik. Jaringan otak tidak memiliki fagosit yang
efektif dan juga tidak memiliki lintasan pembuangan limfatik untuk pemberantasan
infeksi bila hal itu terjadi. Maka berbeda dengan proses infeksi di luar otak, infeksi di
otak cenderung menjadi sangat virulen dan destruktif.

4. Faktor Predisposisi
Penyakit jantung bawaan sianotik dengan pirau kanan ke kiri, terutama pada
anak usia lebih dari 2 tahun, dapat sebagai faktor predisposisi terjadinya abses otak.
Abses otak juga bisa terjadi pada penderita dengan penyakit kronis misalnya: diabetes
mellitus, sarkoidosis, keganasan (leukemia, limfoma maligna). Juga penderita yang
menerima obat imunosupressif untuk jangka waktu yang lama, dan untuk penderita
yang mendapat terapi kortikosteroid atau sitostatik dan penderita AIDS.
5. Gejala klinis
Berdasarkan oleh klinis:
a. Gejala penekanan intrakranial, misalnya: sakit kepala, muntah, pupil
edema.
b. Gejala supprasi intrakranial misalnya: iritabel, drow siness, tanda
meninggal dan penurunan berat badan.
c. Tanda infeksi, misalnya panas tinggi, mengigil, lekositosis
d. Tanda lokal jaringan otak yang terkena, mesalnya: kejang, gangguan
nervus kranial, gangguan pengelihatan, afasia, ataksia, paresis.
6. Diagnosis
Gejala awal abses otak tidak jelas karena tidak spesifik. Pada beberapa kasus,
penderita yang berobat dalam keadaan distress, terus menerus sakit kepala dan
semakin parah, kejang atau defisit neurologik (misalnya otot pada salah satu sisi
bagian tubuh melemah). Dokter harus mengumpulkan riwayat medis dan perjalanan
penyakit penderita serta keluhan-keluhan yang diderita oleh pasien. Harus diketahui
kapan keluhan pertama kali timbul, perjalanan penyakit dan apakah baru-baru ini
pernah mengalami infeksi. Untuk mendiagnosis abses otak dilakukan pemeriksaan
CT scan (computed tomography) atau MRI (magnetic resonance imaging) yang
secara mendetil memperlihatkan gambaran potongan tiap inci jaringan otak. Abses
terlihat sebagai bercak/noktah pada jaringan otak. Kultur darah dan cairan tubuh
lainnya akan menemukan sumber infeksi tersebut. Jika diagnosis masih belum dapat
ditegakkan, maka sampel dari bercak/noktah tersebut diambil dengan jarum halus
yang dilakukan oleh ahli bedah saraf.

Gambar 2.2. Early cerebritis pada CT-Scan (Sumber: http://emedicine.medscape.com)


1. Early cerebritis (hari 1-3): fokal, daerah inflamasi dan edema.
2. Late cerebritis (hari 4-9): daerah inflamasi meluas dan terdapat nekrosis dari zona
central inflamasi.
3. Early capsule stage (hari 10-14): gliosis post infeksi, fibrosis, hipervaskularisasi
pada batas pinggir daerah yang terinfeksi. Pada stadium ini dapat terlihat
gambaran ring enhancement.
4. Late capsule stage (hari >14): terdapat daerah sentral yang hipodens (sentral
abses) yang dikelilingi dengan kontras - ring enhancement (kapsul abses)
7. Pengobatan
Dasar pengobatan penyakit abses otak adalah mengurangi efek masa dan
menghilangkan kuman penyebab. Penatalaksanaan abses otak dapat dibagi menjadi
pengobatan bedah dan konservatif. Untuk menghilangkan penyebab dapat dilakukan
operasi baik aspirasi maupun eksisi dan pemberian antibiotik.
a. Antibiotik
Dengan ditemukannya ct-scan, banyak laporan tentang keberhasilan
pengobatan dengan antibiotik saja atau dengan kombinasi steroid untuk
mengurangi edema. Dikatakan banyak kesulitan dalam pemberian antibiotik,
karen selain harus mampu menembus sawar darah otak, harus juga mampu juga
menembus kapsul bial abses telah berkapsul, mempunyai spektrum yang luas
karena adanya berbagai macam mikroorganisme penyebab abses. Penyuntikan
antibiotik langsung ke dalam abses tidak dianjurkan karena ini dapat

menyebabkan timbulnya fokus epileptikus. Black melaporkan bahwa


cloramfenical, penicilin dan meticilin dapat masuk ke dalam abses.
Ukuran abses penting dalam pengobatan ringan rantibiotik. Rosenblun
melaporkan kesembuhan abses dengan diameter kecil ( rata-rata 1-7 cm),
sedangkan abses yang lebih besar intervensi bedah. Namun demikian abses yang
kesil tidak selalu sembuh bahkan dapat membesar. Bila klinis makin jelek, ct-scan
harus diulang dan bila menunjukkan pembesaran abses harus dilakukan operasi.
Kriteria pasien yang hanya dapat doterapi dengan antibiotik adalah sebagai
berikut:
1)
2)
3)
4)

Diperkirakan operasi akan memperburuk keadaan


Abses multiple terutama yang jaraknya berjauhan satu sama lain
Abses disertai meningitis
Abses lokasinya sulit dicapai dengan operasi atau operasi diperkirakan

akan merusak fungsi vital


5) Abses yang disertai hydrosepalus yang mungkin akan terinfeksi bila
dilakukan operasi
b. Kortikosteroid
Hanya digunakan bila terdapat efek masa yang menyebabkan manifestasi
neurologis lokal dan penurunan kesadaran. Sebaiknya bila terjadi perbaikan
kesadaran status neurologi memungkinkan, maka pemberian steroid harus segera
dihentikan secara berangsur-angsur.
c. Pembedahan
Bisa berupa eksisi atau fungsi aspirasi.
8. Komplikasi
Abses otak menyebabkan kecacatan bahkan kematian. Adapun komplikasinya
adalah:
a. Robeknya kapsul abses ke dalam ventrikel atau ruang subarachnoid
b. Penyumbatan cairan serebrospinal yang menyebabkan hidrosephalus
c. Edema otak
d. Herniasi oleh massa Abses otak
9. Prognosis

Angka kematian yang dihubungkan dengan abses otak secara signifikan


berkurang, dengan perkiraan 5-10% didahului CT-Scan atau MRI dan antibiotic yang
tepat, serta manajemen pembedahan merupakan faktor yang berhubungan dengan
tingginya angka kematian, dan waktu yang mempengaruhi lesi, abses mutipel, kesadaran
koma dan minimnya fasilitas CT-Scan. Angka harapan yang terjadi paling tidak 50% dari
penderita, termasuk hemiparesis, kejang, hidrosefalus, abnormalitas nervus kranialis dan
masalah-masalah pembelajaran lainnya.
Prognosis dari abses otak ini tergantung dari:
a.
b.
c.
d.

Cepatnya diagnosis ditegakkan


Derajat perubahan patologis
Soliter atau multipel
Penanganan yang adekuat.

Dengan alat-alat canggih dewasa ini AO pada stadium dini dapat lebih cepat didiagnosis
sehingga prognosis lebih baik. Prognosis AO soliter lebih baik dan multipel. Defisit fokal dapat
membaik, tetapi kejang dapat menetap pada 50% penderita

You might also like