Professional Documents
Culture Documents
LAPORAN REFERAT
EPILEPSI
PEMBIMBING :
Dr. Joko Nafianto, SpS
PENYUSUN :
Ayu Wijayanti
1102009049
Page 1
Referat
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa melimpahkan
berkat dan kasihNya dalam kehidupan ini. Dengan penyertaan dan kasih setiaNya
referat ini dapat selesai dikerjakan sebagai tugas kepaniteraan bagian Neurologi,
Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi di RS Polri Raden Said Sukanto.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Joko
Nafianto, SpS sebagai pembimbing, dr. Doddy, dr. Maula, SpS, dr. Marjanti, SpS,
yang selalu memberikan dorongan dan bimbingan hingga referat ini dapat
terselesaikan dengan baik.
Penulis berharap semoga dengan penulisan referat ini, pengetahuan
penulis dalam bidang Neurologi dapat semakin bertambah sebagai bekal dalam
menjalankan profesi untuk menjadi dokter yang berkompeten. Penulis juga
berharap referat ini dapat bermanfaat bagi siapapun yang membacanya. Penulis
sangat menyadari bahwa referat ini masih jauh dari kesempurnaan. Dengan
demikian penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk
perbaikan dalam penulisan berikutnya.
Penulis
Page 2
Referat
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................
DAFTAR ISI..................................................................................................
ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.................................................................................
2.1 Definisi.............................................................................................
2.2 Epidemiologi....................................................................................
2.3 Etiologi.............................................................................................
2.4 Klasifikasi........................................................................................
2.5 Patofisiologi.....................................................................................
10
12
2.7 Diagnosis..........................................................................................
15
2.8 Tatalaksana.......................................................................................
18
34
3.1 Kesimpulan......................................................................................
34
DAFTAR KEPUSTAKAAN.........................................................................
35
Page 3
Referat
BAB I
PENDAHULUAN
Page 1
Referat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. DEFINISI
Epilepsy adalah sebuah kondisi dimana terjadi kejang berulang. Kejang
diartikan sebagai adanya gangguan pelepasan muatan listrik abnormal pada sel
saraf diotak yang menyebabkan gangguan sementara pada fungsi motorik,
sensorik dan mental. Sedangkan serangan atau bangkitan epilepsi yang dikenal
dengan berbagai macam etiologi.
Menurut International League Against Epilepsy (ILAE) dan International
Bureau for Epilepsy (IBE) pada tahun 2005 epilepsi didefinisikan sebagai suatu
kelainan otak yang ditandai oleh adanya faktor predisposisi yang dapat
mencetuskan kejang epileptik, perubahan neurobiologis, kognitif, psikologis dan
adanya konsekuensi sosial yang diakibatkannya. Definisi ini membutuhkan
sedikitnya satu riwayat kejang epilepsi sebelumnya.
Epileptic seizure adalah manifestasi klinis yang serupa dan berulang secara
paroksismal, yang disebabkan oleh hiperaktivitas listrik sekelompok sel saraf di
otak yang spontan dan bukan disebabkan oleh suatu penyakit otak akut
(unprovoked).
2.2. EPIDEMIOLOGI
Pada dasarnya setiap orang dapat mengalami epilepsi. Setiap orang
memiliki otak dengan ambang bangkitan masing-masing apakah lebih tahan atau
kurang tahan terhadap munculnya bangkitan. Selain itu penyebab epilepsi cukup
beragam: cedera otak, keracunan, stroke, infeksi, infestasi parasit, tumor otak.
Epilepsi dapat terjadi pada laki-laki maupun perempuan, umur berapa saja, dan
ras apa saja. Jumlah penderita epilepsi meliputi 1-2% dari populasi. Secara umum
Page 2
Referat
2.3. ETIOLOGI
Epilepsi sebagai gejala klinis bisa bersumber pada banyak penyakit di
otak. Sekitar 70% kasus epilepsi yang tidak diketahui sebabnya dikelompokkan
sebagai epilepsi idiopatik dan 30% yang diketahui sebabnya dikelompokkan
sebagai epilepsi simptomatik, misalnya trauma kepala, infeksi, kongenital, lesi
desak ruang, gangguan peredaran darah otak, toksik dan metabolik. Epilepsi
kriptogenik dianggap sebagai simptomatik tetapi penyebabnya belum diketahui,
misalnya West syndrome dan Lennox Gastaut syndrome.
Bila salah satu orang tua epilepsi (epilepsi idiopatik) maka kemungkinan
4% anaknya epilepsi, sedangkan bila kedua orang tuanya epilepsi maka
kemungkinan anaknya epilepsi menjadi 20%-30%. Beberapa jenis hormon dapat
mempengaruhi serangan epilepsi seperti hormon estrogen, hormon tiroid
(hipotiroid dan hipertiroid) meningkatkan kepekaan terjadinya serangan epilepsi,
sebaliknya hormon progesteron, ACTH, kortikosteroid dan testosteron dapat
menurunkan kepekaan terjadinya serangan epilepsi. Kita ketahui bahwa setiap
wanita di dalam kehidupannya mengalami perubahan keadaan hormon (estrogen
dan progesteron), misalnya dalam masa haid, kehamilan dan menopause.
Perubahan kadar hormon ini dapat mempengaruhi frekuensi serangan epilepsi.
Epilepsi mungkin disebabkan oleh:
Pada bayi penyebab paling sering adalah asfiksi atau hipoksia waktu lahir,
trauma intrakranial waktu lahir, gangguan metabolik, malformasi
kongenital pada otak, atau infeksi.
Page 3
Referat
Faktor pencetus
Faktor-faktor pencetusnya dapat berupa :
a. Kurang tidur
b. Stress emosional
c. Infeksi
d. Obat-obat tertentu
e. Alkohol
Page 4
Referat
f. Perubahan hormonal
g. Terlalu lelah
h. Fotosensitif
2.4. KLASIFIKASI
Klasifikasi menurut Etiologi
1. Epilepsi Primer (Idiopatik)
Epilepsi primer hingga kini tidak ditemukan penyebabnya, tidak
ditemukan kelainan pada jaringan otak diduga bahwa terdapat kelainan
atau gangguan keseimbangan zat kimiawi dan sel-sel saraf pada area
jaringan otak yang abnormal.
2. Epilepsi Sekunder (Simptomatik)
Epilepsi yang diketahui penyebabnya atau akibat adanya kelainan
pada jaringan otak. Kelainan ini dapat disebabkan karena dibawah sejak
lahir atau adanya jaringan parut sebagai akibat kerusakan otak pada waktu
lahir atau pada masa perkembangan anak, cedera kepala (termasuk cedera
selama atau sebelum kelahiran), gangguan metabolisme dan nutrisi
(misalnya hipoglikemi, fenilketonuria (PKU), defisiensi vitamin B6),
faktor-faktor toksik (putus alkohol, uremia), ensefalitis, anoksia, gangguan
sirkulasi, dan neoplasma.
Klasifikasi Umum
1. Kejang parsial
a. Kejang parsial sederhana (kesadaran baik)
.
Page 5
Referat
pada kedua sisi. Contoh yang lain adalah kelemahan dimana dapat berpenagruh
pada saat berbicara. Penderita mungkin bisa atau tidak menyadari gerakan ini.
-
Page 6
Referat
kejang
absence
memperlihatkan
kejang
absence
Page 7
Referat
Page 8
Referat
e. Atonik (Astatik)
Kejang tonik terjadi lebih dari 15 detik. Pada kejang atonik, otot
dengan tiba-tiba kehilangan kekuatannya. Kelopak mata mungkin
tertutup,
kepala
mungkin
menganggukdan
penderita
mungkin
Page 9
Referat
Page 10
Referat
impuls-impuls ke belahan otak yang lain dan dengan demikian akan terlihat
manifestasi kejang umum yang disertai penurunan kesadaran.
(Hidayat,2009)
Otak
neuron
GABA
Menyalurkan dan mengolah aktivitas listrik syaraf
sinaps
neurotransmiter
Pusat Listrik Syaraf
N. Eksidatif
Epileptogen
Depolarisasi belahan hemisfer
kejang
tanpa hilang kesadaran
Substansia retikularis
kejang
penurunan kesadaran
Page 11
Referat
Inti thalamus
2.6.
MANIFESTASI KLINIK
Epilepsi umum :
1. Major :
Grand mal (meliputi 75% kasus epilepsi).
a. Primer
b. Sekunder
Bangkitkan epilesi grand mal ditandai dengan hilang kesadaran dan
bangkitan tonik-tonik. Manifestasi klinik kedua golongan epilepsi grand mal
tersebut sama, perbedaan terletak pada ada tidaknya aura yaitu gejala pendahulu
atau preiktal sebelum serangan kejang-kejang. Pada epilepsi grand mal
simtomatik selalu didahului aura yang memberi manifestasi sesuai dengan letak
fokus epileptogen pada permukaan otak. Aura dapat berupa perasaan tidak enak,
melihat sesuatu, mencium bau-bauan tak enak, mendengar suara gemuruh,
mengecap sesuatu, sakit kepala dan sebagainya.
Bangkitan epilepsi sendiri dimulai dengan hilang kesadaran sehingga
aktivitas penderita terhenti. Kemudian penderita mengalami kejang tonik. otototot berkontraksi sangat hebat, penderita terjatuh, lengan fleksi dan tungkai
ekstensi. Udara paru-paru terdorong keluar dengan deras sehingga terdengar
jeritan yang dinamakan jeritan epilepsi. Kejang tonik ini kemudian disusul dengan
kejang klonik yang seolah-olah mengguncang-guncang dan membanting-banting
tubuh si sakit ke tanah. Kejang tonik-klonik berlangsung 2 - 3 menit.
Page 12
Referat
2. Minor
a. Petit mal.
Epilepsi petit mal yang sering disebut pykno epilepsi ialah epilepsi umum
yang idiopatik. Meliputi kira-kira 3-4% dari kasus epilepsi. Umumnya timbul
pada anak sebelum pubertas (4-5 tahun). Bangkitan berupa kehilangan kesadaran
yang berlangsung tak lebih dari 10 detik. Sikap berdiri atau duduk sering kali
masih dapat dipertahankan Kadang-kadang terlihat gerakan alis, kelopak dan bola
mata. Setelah sadar biasanya penderita dapat melanjutkan aktivitas semula.
Bangkitan dapat berlangsung beberapa ratus kali dalam sehari. Bangkitan petit
mal yang tak ditanggulangi 50% akan menjadi grand mal. Petit mal yang tidak
akan timbul lagi pada usia dewasa dapat diramalkan berdasarkan 4 ciri :
1. Timbul pada usia 4-5 tahun dengan taraf kecerdasan yang normal.
2. Harus murni dan hilang kesadaran hanya beberapa detik.
3. Harus mudah ditanggulangi hanya dengan satu macam obat.
4. Pola EEG khas berupa gelombang runcing dan lambat dengan
frekuensi 3 per detik.
b. Bangkitan mioklonus
Bangkitan berupa gerakan involunter misalnya anggukan kepala, fleksi lengan
yang teijadi berulang-ulang. Bangkitan terjadi demikian cepatnya sehingga sukar
Page 13
Referat
diketahui apakah ada kehilangan kesadaran atau tidak. Bangkitan ini sangat peka
terhadap rangsang sensorik.
c. Bangkitan akinetik
Bangkitan berupa kehilangan kelola sikap tubuh karena menurunnya tonus otot
dengan tiba-tiba dan cepat sehingga penderita jatuh atau mencari pegangan dan
kemudian dapat berdiri kembali. Ketiga jenis bangkitan ini (petit mal, mioklonus
dan akine- tik) dapat terjadi pada seorang penderita dan disebut trias LennoxGastaut.
d. spasme infantile
Jenis epilepsi ini juga dikenal sebagai salaam spasm atau sindroma West. Timbul
pada bayi 3 - 6 bulan dan lebih sering pada anak laki-laki. Penyebab yang pasti
belum diketahui, namun selalu dihubungkan dengan kerusakan otak yang luas
seperti proses degeneratif, gangguan akibat trauma, infeksi dan gangguan
pertumbuhan. Bangkitan dapat berupa gerakan kepala kedepan atau keatas, lengan
ekstensi, tungkai tertarik ke atas, kadang-kadang disertai teriakan atau tangisan,
miosis atau midriasis pupil, sianosis dan berkeringat.
Page 14
Referat
abnormal atau perasaan kehilangan salah satu anggota badan. Aktivitas listrik
pada bangkitan ini dapat menyebar ke neron sekitarnya dan dapat mencapai
korteks motorik sehingga terjadi kejang-kejang.
c) Epilepsi lobus temporalis.
Jarang terlihat pada usia sebelum 10 tahun. Memperlihatkan gejala fokalitas yang
khas sekali. Manifestasi klinik fokalitas ini sangat kompleks karena fokus
epileptogennya terletak di lobus temporalis dan bagian otak ini meliputi kawasan
pengecap, pendengar, penghidu dan kawasan asosiatif antara ketiga indra tersebut
dengan
kawasan
penglihatan.
Manifestasi
yang
kompleks
ini
bersifat
psikomotorik, dan oleh karena itu epilepsi jenis ini dulu disebut epilepsi
psikomotor. Bangkitan psikik berupa halusinasi dan bangkitan motorik lazimnya
berupa automatisme.
Manifestasi klinik ialah sebagai berikut:
1. Kesadaran hilang sejenak.
2. Dalam keadaan hilang kesadaran ini penderita masuk kealam pikiran
antara sadar dan mimpi(twilight state).
3.
Dalam keadaan ini timbul gejala fokalisasi yang terdiri dari halusinasi
dan automatisme yang berlangsung beberapa detik sampai beberapa
jam. Halusinasi dan automatisme yang mungkin timbul :
a. Halusinasi dengan automatisme pengecap.
b. Halusinasi dengan automatisme membaca.
c. Halusinasi dengan automatisme penglihatan, pendengaran atau
perasaan aneh
2.7.
DIAGNOSIS
Page 15
Referat
1. Anamnesis
Anamnesis harus dilakukan secara cermat, rinci dan menyeluruh, karena
pemeriksa hampir tidak pemah menyaksikan serangan yang dialami penderita.
Penjelasan perihal segala sesuatu yang terjadi sebelum, selama dan sesudah
serangan (meliputi gejala dan lamanya serangan) merupakan informasi yang
sangat berarti dan merupakan kunci diagnosis. Anamnesis juga memunculkan
informasi tentang trauma kepala dengan kehilangan kesadaran, meningitis,
ensefalitis, gangguan metabolik, malformasi vaskuler dan obat-obatan tertentu.
Anamnesi (auto dan aloanamnesis), meliputi:
o
Lama serangan
Frekwensi serangan
Faktor pencetus
Page 16
Referat
3. Pemeriksaan penunjang
a. Elektroensefalografi (EEG)
Pemeriksaan EEG harus dilakukan pada semua pasien epilepsi dan merupakan
pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan untuk rnenegakkan
diagnosis epilepsi. Adanya kelainan fokal pada EEG menunjukkan kemungkinan
adanya lesi struktural di otak, sedangkan adanya kelainan umum pada EEG
menunjukkan kemungkinan adanya kelainan genetik atau metabolik. Rekaman
EEG dikatakan abnormal.
1) Asimetris irama dan voltase gelombang pada daerah yang sama di kedua
hemisfer otak.
2) Irama gelombang tidak teratur, irama gelombang lebih lambat disbanding
seharusnya misal gelombang delta.
3) Adanya gelombang yang biasanya tidak terdapat pada anak normal,
misalnya gelombang tajam, paku (spike), paku-ombak, paku majemuk,
dan gelombang lambat yang timbul secara paroksimal. Bentuk epilepsi
tertentu mempunyai gambaran EEG yang khas, misalnya spasme infantile
mempunyai gambaran EEG hipsaritmia, epilepsi petit mal gambaran EEG
nya gelombang paku ombak 3 siklus per detik (3 spd), epilepsi mioklonik
mempunyai gambaran EEG gelombang paku / tajam / lambat dan paku
majemuk yang timbul secara serentak (sinkron).
b. Rekaman video EEG
Rekaman EEG dan video secara simultan pada seorang penderita yang sedang
mengalami serangan dapat meningkatkan ketepatan diagnosis dan lokasi sumber
serangan. Rekaman video EEG memperlihatkan hubungan antara fenomena klinis
dan EEG, serta memberi kesempatan untuk mengulang kembali gambaran klinis
yang ada. Prosedur yang mahal ini sangat bermanfaat untuk penderita yang
penyebabnya belum diketahui secara pasti, serta bermanfaat pula untuk kasus
epilepsi refrakter. Penentuan lokasi fokus epilepsi parsial dengan prosedur ini
sangat diperlukan pada persiapan operasi.
RS Polri Raden Said Sukanto
Page 17
Referat
c. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan yang dikenal dengan istilah neuroimaging bertujuan untuk melihat
struktur otak dan melengkapi data EEG. Bila dibandingkan dengan CT Scan maka
MRI lebih sensitif dan secara anatomik akan tampak lebih rinci. MRI bermanfaat
untuk membandingkan hipokampus kanan dan kiri
2.8.
TATALAKSANA
Page 18
Referat
A. Treat :
1. Jika didapatkan lesi struktural :
a. Tumor otak seperti meningioma, glioma, neoplastik
b. Malformasi arteriovenosa
c. Infeksi seperti abses dan ensefalitis herpetika
2. Tanpa lesi struktural, namun dengan :
a. Riwayat epilepsi pada saudara (bukan pada orang tua)
b. EEG dengan pola epilepsi yang jelas (epileptiform)
c. Riwayat kejang akut (kejang akibat penyakit tertentu atau kejang demam
pada masa kanak-kanak)
d. Riwayat trauma otak atau stroke, infeksi SSP, trauma kepala berat
e. Todds postical paresis
f. Status epileptikus
B. Possibly :
Page 19
Referat
Bangkitan tanpa ada penyebab yang jelas dan tidak ditemukan faktor risiko di atas.
Untuk keadaan seperti ini diperlukan pertimbangan yang matang mengenai
keuntungan dan risiko dari pengobatan obat antiepilepsi. Risiko pengobatan obat
antiepilepsi umumnya rendah, sedangkan akibat dari bangkitan kedua tergantung gaya
hidup pasien.pengobatan mungkin diindikasikan untuk pasien yang akan mengendarai
kendaraan atau pasien yang mempunyai risiko besar atau trauma jika mengalami
bangkitan kedua.
C. Probably not (meskipun terapi jangka pendek mungkin bisa digunakan) :
a. Putusnya alkohol
b. Penyalahgunaan obat
c. Kejang akibat penyakit akut seperti demam tinggi, dehidrasi, hipoglikemik
d. Kejang karena trauma(kejang tunggal dengan segera setelah pukulan di kepala)
e. Sindrom epilepsi benigna spesifik seperti : kejang demam atau epilepsi benigna
dengan spikes sentrotemporal.
f. Kejang karena tidak tidur lama seperti kejang pada pelajar dalam waktu-waktu
ujian
Setelah kejang lebih dua kali atau lebih
Pada umumnya pasien yang mengalami serangan dua kali atau lebih
membutuhkan pengobatan. Kecuali pada serangan-serangan tertentu seperti
kejang akibat putusnya alkohol, penyalahgunaan obat, kejang akibat penyakit akut
seperti demam tinggi, dehidrasi, hipoglikemik, kejang karena trauma (kejang
tunggal dengan segera setelah pukulan di kepala), sindrom epilepsi benigna
spesifik seperti : kejang demam atau epilepsi benigna dengan spikes
sentrotemporal, kejang karena tidak tidur lama seperti kejang pada pelajar dalam
waktu-waktu ujian dan kejang akibat penyebab non epileptik lainnya.
Page 20
Referat
a) Tipe serangan
Tabel 2 modifikasi brodie et al (2005) dan panayiotopoulos (2005)
Tipe serangan
First-line
Second-line/add on
Asam valproat
Tiagabin
Levetiracetam
Vigabatrin
Fenobarbital
Zonisamid
Felbamat
Okskarbazepin
Pregabalin
Pirimidon
Asam valproat
Lamotrigin
Topiramat
Karbamazepine
Okskarbazepin
Levetiracetam
Parsial
simple
& Karbamazepine
kompleks dengan atau
tanpa general sekunder Fenitoin
Lamotrigin
Topiramat
Gabapentin
Tonik klonik
Fenitoin
Zonisamid
Fenobarbital
Pirimidon
Page 21
Referat
Mioklonik
Asam valproat
Topiramat
Lamotrigin
Levetiracetam
Clobazam
Zonisamid
Clonazepam
Fenobarbital
Etosuksimid
Atonik
Lamotrigin
Asam valproat
Levetiracetam
Zonisamid
Felbamat
Topiramat
Tonik
Asam valproat
Clonazepam
Fenitoin
Clobazam
Fenobarbital
Epilepsy
juvenil
Clonazepam
Etosuksimid
Epilepsy
juvenil
Clonazepam
Etosuksimid
b) karakteristik pasien
Dalam pengobatan dengan obat antiepilepsi karakteristik pasien harus
dipertimbangkan secara individu. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah :
efek buruk obat, dosis yang tepat, harga, pola hidup dan usia pasien. Suatu obat
antiepilepsi mungkin efektif pada pasien tertentu namun jika ada kontra indikasi
RS Polri Raden Said Sukanto
Page 22
Referat
atau terjadi reaksi yang tidak bisa ditoleransi maka sebaiknya penggantian obat
dilakukan. Sebagai contoh asam valproat pada wanita, khususnya wanita yang
masih dalam usia subur.
4. Optimalisasi terapi dengan dosis individu
Ketika obat sudah dipilih terapi seharusnya dimulai dari dosis yang paling
rendah yang direkomendasikan dan pelan-pelan dinaikkan dosisnya sampai kejang
terkontrol dengan efek samping obat yang minimal (dapat ditoleransi).
Dosis awal :
Terapi obat antiepilepsi harus diberikan secara bertahap dalam satu bulan
terapi untuk meminimalkan efek samping gastrointestinal dan neurologik yang
biasanya terjadi pada permulaan terapi dengan obat antiepilepsi. Frekuensi efek
samping ini cenderung menurun pada beberapa bulan setelah terapi karena dapat
ditoleransi. Beberapa cara pemberian dosis awal :
Pemberian obat mulai dari dosis subterapetik
Sejumlah obat antiepilepsi memberikan efek samping yang dihubungkan
dengan dosis awal, di antaranya karbamazepin, etosuksimide, felbamate,
lamotrigin, pirimidone, tiagabin, topiramat dan asam valproat. Munculnya ruam
pada penggunaan lamotrigin dihubungkan dengan dosis. Untuk meminimalkan
efek samping pada pemberian awal ini, obat-obat tersebut biasanya diberikan
mulai dengan dosis subterapetik dan dinaikkan secara bertahap sampai beberapa
minggu tercapainya range dosis yang dianjurkan. Jika efek buruk tidak dapat
ditoleransi selama proses titrasi ini, dosis harus kembali pada kadar sebelumnya
yang dapat ditoleransi pasien. Setelah simptom menghilang, proses titrasi dimulai
kembali dengan menaikkan dosis yang lebih kecil.
Pemberian obat mulai dari dosis terapetik
Page 23
Referat
Diagnosis epilepsi
Dosis yang adekuat dan atau lamanya terapi (missal : apakah dosis
terpaksa diberikan dengan kadar maksimal yang dapat ditoleransi?
apakah pengaturan dosis yang diberikan cukup waktu untuk mencapai
kondisi optimal?)
Table 3 dosis obat antiepilepsi untuk dewasa diambil dari Brodie et al (2005)
Obat
Dosis
Dosis
awal
yang
(mg/hari) paling
umum
Dosis
Frekuensi Efek samping
maintenance pemberian
(mg/hari)
(kali/hari)
Page 24
Referat
(mg/hari)
Fenitoin
200
300
100-700
1-2
Karbamazepin 200
600
400-2000
2-4
Okskarbazepin 150-600
900-1800
900-2700
2-3
Lamotrigin
12,5-25
200-400
100-800
1-2
Zonisamid
100
400
400-600
1-2
Somnolen,
anoreksia,
leukopenia
Ethosuximid
500
1000
500-2000
1-2
Felbamat
1200
2400
1800-4800
Topiramat
25-50
200-400
100-100
Faringitis,
konstipasi,
anoreksia
Clobazam
10
20
10-40
1-2
diplopia,
ataksia,
kelelahan,
pusing, batu ginjal,
insomnia,
BB
,
mulut kering, sedasi,
Page 25
Referat
Clonazepam
2-8
1-2
Mengantuk, kebingungan,
kepala, vertigo, sinkop
Fenobarbital
60
120
60-240
1-2
Pirimidon
125
500
250-1500
1-2
Tiagabin
4-10
40
20-60
2-4
Vigabatrin
5001000
3000
2000-4000
1-2
Gabapentin
300-400
2400
1200-4800
Pregabalin
150
300
150-600
2-3
Valproat
500
1000
500-3000
2-3
Levetiracetam 1000
2000-3000 1000-4000
Leukopenia,mulut
kering,
penglihatan
kabur,
mialgia,
penambahan berat, kelelahan
Mual, hepatotoksik
nyeri
Page 26
Referat
5. Penggantian Obat
Penggantian obat antiepilepsi pertama dilakukan jika :
a) Jika serangan terjadi kembali meskipun obat antiepilepsi pertama sudah
diberikan dengan dosis maksimal yang dapat ditoleransi, maka obat
antiepilepsi kedua harus segera dipilih.
Page 27
Referat
b) Jika terjadi reaksi obat pertama baik efek samping, reaksi alergi ataupun
efek merugikan lainnya yang tidak dapat ditoleransi pasien.
Terapi dengan obat yang kedua harus dimulai dengan gambaran sebagai
berikut: pertama, dosis dari obat kedua harus dititrasi sampai pada range dosis
yang direkomendasikan. Obat yang pertama harus diturunkan secara bertahap
selama 1-3 minggu. Setelah obat yang pertama diturunkan, dosis obat kedua
(monoterapi) harus dinaikkan sampai serangan terkontrol atau dengan efek
samping yang minimal. Proses ini harus dilanjutkan sampai monoterapi dengan
dua atau tiga obat primer gagal. Setelah proses tersebut dilakukan baru politerapi
dipertimbangkan.
c) Monoterapi
Monoterapi rupanya sudah menjadi pilihan dalam memulai pengobatan
epilepsi. Berbagai keuntungan diperoleh dengan cara itu, yakni: (1) mudah
dilakukan evaluasi hasil pengobatan, (2) mudah dievaluasi kadar obat dalam
darah, (3) efek samping minimal, (dapat ditoleransi pada 50-80% pasien)
(Pellock, 1995), dan (4) terhindar dari interaksi obat-obat. Dewasa ini terapi obat
pada penderita epilepsi, apapun jenisnya, selalu dimulai dengan obat tunggal.
Pilihan obat ditentukan dengan melihat tipe epilepsi/bangkitan dan obat yang
paling tepat sebagai pilihan pertama. Sekitar 75% kasus yang mendapat obat
tunggal akan mengalami remisi dengan hanya mendapat efek samping minimal.
Akan tetapi sisanya akan tetap mengalami bangkitan dan memerlukan kombinasi
obat (Gram, 1995).
d) Politerapi
Politerapi nampaknya tidak selalu merugikan. Goldsmith & de Biitencourt
(1995) mengatakan bahwa generasi baru OAE yang dapat ditoleransi dengan baik
dan sedikit interaksi, dapat digunakan untuk politerapi. Studi tersebut
menggunakan vigabatrin sebagai terapi tambahan pada 19 kasus epilepsi parsial
refrakter. Pasien-pasien tersebut sebelumnya sudah mendapat terapi rata-rata 1,5
RS Polri Raden Said Sukanto
Page 28
Referat
Page 29
Referat
Hentikan kejang
Page 30
Referat
7. Ketaatan pasien
Penelitian Hakim (2006) menunjukkan bahwa kepatuhan minum obat
menrupakan faktor prediktor untuk tercapainya remisi pada epilepsi, dimana pada
penderita epilepsi yang patuh minum obat terbukti mengalami remisi 6 bulan, 12
bulan dan 24 bulan terus menerus dibanding dengan mereka yang tidak patuh
minum obat. Kriteria kepatuhan minum obat yang dipakai adalah menurut Ley
(1997) cit Hakim (2006) adalah penderita dikatakan patuh minum obat apabila
memenuhi 4 hal berikut : dosis yang diminum sesuai dengan yang dianjurkan,
durasi waktu minum obat doidiantara dosis sesuai yang dianjurkan, jumlah obat
yang diambil pada suatu waktu sesuai yang ditentukan, dan tidak mengganti
dengan obat lain yang tidak dianjurkan.
Berbagai faktor dapat mempengaruhi kepatuhan pasien dalam menjalani
pengobatan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kepatuhan minum obat
pada penderita epilepsi dipengaruhi oleh dukungan keluarga, dukungan dokter,
pengaruh faktor motivasi, adanya efek samping obat, pengobatan monoterapi ,
pengaruh biaya pengobatan serta adanya pengaruh stigma akibat epilepsi (Kyngas,
2001, Buck et al, 1997; cit Lukman,2006).
Pemakaian OAE pada anak
Berdasarkan penilaian neuropsikologik terhadap anak-anak dengan
epilepsi memperlihatkan masalah akademik muncul dari defisiensi kognitif
spesifik dan bukan disfungsi kognitif secara umum. Gangguan kognitif
berhubungan dengan jenis serangan, sindrom epilepsi, faktor etiologi, munculnya
serangan pada usia dini, sering mengalami serangan, fokus epilepsi, dan OAE.
Anak yang menerima politerapi pada umumnya mengalami gangguan kognitif
yang berat dari anak yang menerima monoterapi.
Defisiensi kognitif pada anak dengan epilepsi cukup bervariasi, missal
gangguan memori, penurunan kapasitas untuk memperlihatkan sesuatu,
Page 31
Referat
Page 32
Referat
2. Laksanakan prinsip monoterapi dengan dosis dan kadar dalam serum yang
paling rendah dan efektif untuk melindungi terhadap serangan tonik-klonik
3. Hindari penggunaan valproat atau karmazepin apabila ada riwayat
keluarga tentang efek neural-tube
4. Hindari politerapi, khususnya kombinasi dengan valproat, karbamazepin
dan fenobarbital
5. Pantaulah kadar OAE dalam serum secara teratur dan apabila mungkin
periksalah kadar OAE bebas atau tak terkait
6. Teruskanlah pemberian tambahan folat setiap harinya dan pastikan kadar
folat dalam serum dan eritrosit dalam batas normal selama periode
organogenesis pada trimester pertama
7. Apabila kadar valproat, hindari kadar dalam serum yang tinggi. Bagilah
obat tadi 3-4 kali pemberian setiap harinya
8. Pada kasus-kasus yang diberi valproat atau karbamazepin, tawarkanlah
untuk pemeriksaan alfa fetoprotein pada umur kehamilan 16 minggu dan
pemeriksaan ultrasonografi pada kehamilan 18-19 minggu, untuk mencari
defek neural-tubee Ultrasonografi pada kehamilan 22-24 minggu dapat
mendeteksi sumbing dan kelainan jantung
Terapi operatif
Apabila dengan berbagai jenis OAE dan adjuvant tidak memberikan hasil
sama sekali, maka terapi operatif harus diperimbangkan dalam satu dasawarsa
terakhir, tindakan operatif untuk mempercepat untuk mengatasi epilepsy refrakter
makin banyak dikerjakan. Operasi yang paling aman adalah reseksi lobus
temporalis bagian anterior. Lebih kurang 70-80% penderita yang mengalami
operasi terbebas dari serangan, walaupun diantaranya harus minum obat OAE.
Pendekatan teknik operasi lainnya adalah reseksi korteksi otak, hemisferektomi,
dan reseksi multilobular pada bayi dan pembedahan korpus kalosum.
Penghentian pengobatan
Keputusan untuk menghentikan pengobatan sama pentingnya dengan
memulai pengobatan. Dipihak lain, penderita atau orang tua nya pada umumnya
RS Polri Raden Said Sukanto
Page 33
Referat
menanyakan : berapa lama atau sampai kapan harus minum obat? untuk
memutuskan apakah pengobatan dapat dihentikan atau belum, atau tidak dapat
dihentikan atau menjawab pertanyaan yang diajukan penderita/ orang tuanya tadi
memang tak mudah. Untuk itu perlu memahami diagnosis (termasuk serangannya)
dan prognosis epilepsi.
Jenis serangan dapat pula dipakai untuk memperkirakan tingkat
kekambuhan apabila OAE dihentikan. Tingkat kekambuhan yang paling rendah
adalah jenis serangan absence yang khas. Kemudian berturut-turut makin tinggi
tingkat kekambuhannya adalah klonik atau mioklonik, kejang tonik-klonik primer,
parsial sederhanadan parsial kompleks, serangan yang lebih dari satu jenis, dan
epilepsy Jackson.
Konsep penghentian obat minimal 2 tahun terbebas dari serangan pada
umumnya dapat diterima oleh kalangan praktisi. Penghentian obat dilaksanakan
secara bertahap, disesuaikan dengan keadaan klinis penderita. Dengan demikian
jelas bahwa penghentian OAE memerlukan pertimbangan yang cermat, dan
kepada penderita atau orang tuanya harus diberikan pengertian secukupnya.
Page 34
Referat
BAB III
PENUTUP
RS Polri Raden Said Sukanto
Page 35
Referat
3.1.Kesimpulan
Epilepsi didefinisikan sebagai kumpulan gejala dan tanda-tanda klinis
yang muncul disebabkan gangguan fungsi otak secara intermiten, yang terjadi
akibat lepas muatan listrik abnormal atau berlebihan dari neuron-neuron secara
paroksismal. Manifestasi serangan atau bangkitan epilepsi secara klinis dapat
dicirikan sebagai berikut yaitu gejala yang timbulnya mendadak, hilang spontan
dan cenderung untuk berulang. Bangkitan epilepsi bisa diakibatkan oleh
cederakepala, stroke, tumor otak, infeksi otak, keracunan, atau jugapertumbuhan
jarigan saraf yang tidak normal (neuro develop mental problems), pengaruh
genetik yang mengakibatkan mutasi. Diagnosis epilepsi didasarkan atas
anamnesis dan pemeriksaan klinis dengan hasil pemeriksaan EEG dan radiologis.
Tujuan pengobatan adalah untuk mengatasi kejang dengan dosis optimal terendah.
Penghentian OAE harus tepat cara, waktu, dan indikasi. Efek samping yang
umum dari OAE adalah memperlambat motorik dan perkembangan psikomotor,
kesulitan memperhatikan dan gangguan memori ringan, dan menimbulkan efek
teratogenik (jarang). Apabila terjadi rekurensi setelah pengehentian OAE maka
diberikan OAE dengan dosis maksimal efektif.
Page 36
Referat
DAFTAR KEPUSTAKAAN
1. Guyton AC., Hall JE., Sistem saraf. In : Buku Ajar Fisiologi Kedokteran
(Textbook of Medical Physiology) Edisi 9.Penerbit Buku Kedokteran
EGC.Jakarta. 1996
2. Pinzon R., Dampak Epilepsi Pada Aspek Kehidupan Penyandangnya. SMF
Saraf RSUD Dr. M. Haulussy, Ambon, Indonesia. Cermin Dunia
Kedokteran No. 157, 2007.
3. Epilepsi. Available at : http://www.fkui.org/.
4. Epilepsi. Available at : http://www.medicastore.com/
5. Epilepsi. Buku Ajar Neuropsikiatri Fakultas Kedokteran Unhas. 2004
6. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Epilepsi. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta. 1985
7. Behrman RE., Kliegman RM., Jenson HB., Nelson Textbook of Pediatrics.
Page 37