Professional Documents
Culture Documents
LAPORAN PENDAHULUAN
disusun guna memenuhi tugas pada Program Pendidikan Profesi Ners (P3N)
Stase Keperawatan Medikal Bedah (KMB)
oleh
Haidar Dwi Pratiwi, S.Kep
NIM 112311101012
berukuran besar). Debu-debu kecil dan kotoran (partikel kecil) yang masih dapat
melewati vibrissa akan melekat pada lapisan lendir dan selanjutnya dikeluarkan
oleh refleks bersin. Jika dalam udara masih terdapart bakteri (partikel sangat
kecil), maka enzim lisozim yang menghancurkannya. Dari rongga hidung, udara
selanjutnya akan mengalir ke faring (Somantri, 2007).
b. Sinus Paranasalis
Sinus paranasalis merupakan daerah yang terbuka pada tulang kepala. Sinus
paranasalis terdiri dari sinus frontalis, sinus ethmoidalis, sinus sphenoidalis, dan
sinus maxilaris. Fungsi sinus yaitu sebagai berikut.
1. membantu menghangatkan dan humidifikasi
2. meringankan berat tulang tengkorak
3. mengatur bunyi suara manusia dengan ruang resonansi.
c. Faring
Faring merupakan pipa berotot yang berbentuk cerobong ( 13 cm) yang
letaknya mulai dari dasar tengkorak sampai persambungan dengan esophagus
pada ketinggian tulang rawan (kartilago) krikoid. Faring digunakan pada saat
Laringofaring
merupakan
bagian
terbawah
faring
yang
berhubungan dengan esofagus dan pita suara (vocal cord) yang berada dalam
trakhea. Laringofaring terletak di bagian depan pada laring, sedangkan
trakhea terdapat di belakang.
d. Laring
Laring sering disebut dengan voice box dibentuk oleh
struktur epitelium-lined yang berhubungan dengan faring (di
atas) dan trakhea (di bawah). Laring terletak di anterior tulang
belakang (vertebrae) ke-4 dan ke-6. Bagian atas dari esofagus
berada di posterior laring. Fungsi utama laring adalah untuk
pembentukan suara, sebagai proteksi jalan nafas bawah dari
benda asing, dan untuk memfasilitasi proses terjadinya batuk.
Laring terdiri atas :
1. Epiglotis: katup kartilago yang menutup dan membuka
selama menelan.
2. Glotis: lubang antara pita suara dan laring.
Gambar 4. Alveolus
b. Paru-paru
Paru-paru terletak pada rongga dada, berbentuk kerucut yang ujungnya
berada diatas tulang iga pertama dan dasarnya berada pada diafragma. Paru-paru
kanan mempunyai tiga lobus sedangkan paru-paru kiri mempunyai dua lobus.
Kelima lobus tersebut dapat terlihat dengan jelas. Setiap paru-paru terbagi lagi
menjadi beberapa sub-bagian menjadi sekitar sepuluh unit terkecil yang disebut
bronchopulmonary segments. Paru-paru kanan dan kiri dipisahkan oleh ruang
Gambar 5. Paru-paru
c. Dada, Diafragma, dan Pleura
Tulang dada (sternum) berfungsi melindungi paru-paru, jantung, dan
pembuluh darah besar. Bagian luar rongga dada terdiri atas 12 pasang tulang iga
(costae). Bagian atas dada pada daerah leher terdapat dua otot tambahan inspirasi
yaitu otot scaleneus dan sternocleidomastoid. Otot scaleneus menaikkan tulang
iga ke-1 dan ke-2 selama inspirasi untuk memperluas rongga dada atas dan
menstabilkan dinding dada, sedangkan otot sternocleidomastoid mengangkat
sternum. Otot parasternal, trapezius, dan pectoralis juga merupakan otot tambahan
inspirasi dan berguna untuk meningkatkan kerja nafas. Di antara tulang iga
terdapat otot interkostal. Otot interkostal eksternus menggerakan tulang iga ke
atas dan ke depan sehingga akan meningkatkan diameter anteroposterior dinding
dada.
Diafragma terletak di bawah rongga dada. Diafragma berbentuk seperti
kubah pada keadaan relaksasi. Pengaturan saraf diafragma (Nervus Phrenicus)
terdapat pada susunan saraf spinal pada tingkat C3 akan menyebabkan gangguan
ventilasi.
Gambar 7. Pleura
d. Sirkulasi Pulmoner
Paru-paru mempunyai dua sumber suplai darah yaitu arteri bronkhialis dan
arteri pulmonalis. Sirkulasi bronkhial menyediakan darah teroksigenasi dari
sirkulasi sistemik dan berfungsi memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan paruparu. Arteri bronkhialis berasal dari aorta torakalis dan berjalan sepanjang dinding
posterior bronkhus. Vena bronkhialis akan mengalirkan darah menuju vena
pulmonalis.Arteri pulmonalis berasal dari ventrikel kanan yang mengalirkan darah
vena ke paru-paru di mana darah tersebut mengambil bagian dalam pertukaran
gas. Jalinan kapiler paru-paru yang halus mengitari dan menutupi alveolus
merupakan kontak yang diperlukan untuk pertukaran gas antara alveolus dan
darah.
B. Konsep TeoriCOPD
1) Pengertian
Penyakit paru-paru obstrutif kronis (PPOK) atau Chronic obstructive
pulmonary diseases (COPD) adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh
hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progresif non-reversibel atau
reversibel parsial. PPOK atau Chronic obstructive pulmonary diseases (COPD)
merupakan istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru
yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran
udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya (Somantri, 2007). PPOK terdiri
dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya. Bronkitis kronik
adalah kelainan saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik berdahak minimal
3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya dua tahun berturut-turut dan tidak
disebabkan penyakit lainnya. Emfisema adalah suatu kelainan anatomis paru yang
ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal, disertai
kerusakan dinding alveoli (PDPI, 2003).
2) Epidemiologi
World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa tahun 2020
prevalensi PPOK akan meningkat. Di Indonesia tidak ditemukan data yang akurat
tentang kekerapan PPOK. Hasil survei penyakit tidak menular oleh Direktorat
Jenderal PPM & PL di 5 Rumah Sakit Propinsi di Indonesia (Jawa Barat, Jawa
Tengah, Jawa Timur, Lampung, dan Sumatera Selatan) pada tahun 2013,
menunjukkan PPOK menempati urutan ke-2 penyumbang angka kesakitan
(morbiditas) (Depkes RI, 2013). Prevalensi terjadinya penyakit ini lebih tinggi
pada laki-laki daripada perempuan dan meningkat dengan bertambahnya usia.
PPOK lebih sering terjadi pada orang yang masih aktif merokok dan bekas
perokok serta meningkat dengan banyak jumlah rokok yang dikonsumsi (GOLD,
2014)
3) Etiologi
Penyakit PPOK menyebabkan obstruksi saluran pernapasan yang bersifat
ireversibel. Gejala yang ditimbulkan pada PPOK biasanya terjadi bersama-sama
dengan gejala primer dari penyebab penyakit ini. Etiologi PPOK yang utama
adalah emfisema, bronkitis kronik, dan faktor resiko lain.
a. Bronkhitis Kronis
Bronkhitis kronis adalah keadaan yang berkaitan dengan produksi mukus
trakheobronkhial yang berlebihan, sehingga menimbulkan batuk yang terjadi
paling sedikit selama tiga bulan dalam waktu satu tahun untuk lebih dari dua
tahun secara berturut-turut(Somantri, 2007). Somantri (2007) menjelaskan bahwa
terdapat 3 jenis penyebab bronkhitis yaitu sebagai berikut.
1. Infeksi stafilokokus, streptokokus, pneumokokus,haemophilus influenzae.
2. Alergi
3. Rangsangan lingkungan misalnya asap pabrik, asap mobil, asap rokok dll
b. Emfisema
Emfisema merupakan gangguan pengembangan paru-paru yang ditandai
oleh
pelebaran
ruang
udara
di
dalam
paru-paru
disertai
destruksi
1. Riwayat merokok
a. Perokok aktif
b. Perokok pasif
c. Bekas perokok
2. Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB) yaitu perkalian jumlah
rata-rata batang rokok dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam tahun
a. Kategori Ringan : 0-200
b. Sedang : 200-600
c. Berat : >600
Sedangkan menurut Mansjoer (2001) Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya
PPOK, yaitu:
1. Kebiasaan merokok
2. Polusi udara
3. Paparan debu, asap, dan gas-gas kimiawi akibat kerja
4. Riwayat infeksi saluran napas
5. Bersifat genetik yaitu defisiensi -1 antitripsin
4) Klasifikasi dan Manifestasi Klinis
Berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan spirometri dapat ditentukan
klasifikasi (derajat) PPOK yaitu sebagai berikut (GOLD, 2014).
Gambar 10. Skala sesak menurut British Medical Research Council (MRC)
5) Patofisiologi
Saluran napas dan paru berfungsi untuk proses respirasi yaitu pengambilan
oksigen untuk keperluan metabolisme dan pengeluaran karbondioksida dan air
sebagai hasil metabolisme. Proses ini terdiri dari tiga tahap, yaitu ventilasi, difusi
dan perfusi. Ventilasi adalah proses masuk dan keluarnya udara dari dalam paru.
Difusi adalah peristiwa pertukaran gas antara alveolus dan pembuluh darah,
sedangkan perfusi adalah distribusi darah yang sudah teroksigenasi. Gangguan
ventilasi terdiri dari gangguan restriksi yaitu gangguan pengembangan paru serta
gangguan obstruksi berupa perlambatan aliran udara di saluran napas. Parameter
yang sering dipakai untuk melihat gangguan restriksi adalah kapasitas vital (KV),
sedangkan untuk gangguan obstruksi digunakan parameter volume ekspirasi paksa
detik pertama (VEP1), dan rasio volume ekspirasi paksa detik pertama terhadap
kapasitas vital paksa (VEP1/KVP) (Sherwood, 2001).
Faktor risiko utama dari PPOK adalah merokok. Komponen-komponen asap
rokok merangsang perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus. Selain itu,
silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta
metaplasia. Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus dan silia ini
mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus
kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari saluran napas. Mukus
berfungsi sebagai tempat persemaian mikroorganisme penyebab infeksi dan
menjadi sangat purulen. Timbul peradangan yang menyebabkan edema jaringan.
Proses ventilasi terutama ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat dari
ekspirasi yang memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental dan
adanya peradangan (GOLD, 2014).
Komponen-komponen asap rokok juga merangsang terjadinya peradangan
kronik pada paru. Mediator-mediator peradangan secara progresif merusak
struktur-struktur penunjang di paru. Akibat hilangnya elastisitas saluran udara dan
kolapsnya alveolus, maka ventilasi berkurang. Saluran udara kolaps terutama pada
ekspirasi karena ekspirasi normal terjadi akibat pengempisan (recoil) paru secara
pasif setelah inspirasi. Dengan demikian, apabila tidak terjadi recoil pasif, maka
udara akan terperangkap di dalam paru dan saluran udara kolaps (GOLD, 2014).
1) >65% = 0 poin
2) 50-64% = 1 poin
3) 36-49% = 2 poin
4) <35% = 3 poin
c. Dyspnea scale [MMRC]
1) MMRC 0= Sesak dalam latihan berat = 0 poin
2) MMRC 1 = Sesak dalam berjalan sedikit menanjak = 0 poin
3) MMRC 2 = sesak ketika berjalan dan harus berhenti karena kehabisan
napas = 1 poin
4) MMRC 3 = sesak ketika berjalan 100 m atau beberapa menit = 2 poin
5) MMRC 4 = tidak bisa keluar rumah; sesak napas terus menerus dalam
pekerjaan sehari-hari = 3 poin
d. Exercise dihitung dari jarak tempuh pasien dalam berjalan selama 6 menit
1) > 350 meter = 0 poin
2) 250 349 meter = 1 poin
3) 150-249 meter = 2 poin
4) < 149 meter = 3 poin
Berdasarkan skor diatas, angka harapan hidup dalam 4 tahun pasien dapat
diketahui dengan menjumlahkan semua poin yang didapat.
a. 0-2 points = 80%
b. 3-4 points = 67%
c. 5-6 points = 57%
d. 7-10 points = 18%
Komplikasi yang dapat muncul pada pasien PPOK yaitu sebagai berikut.
a. Insufisiensi pernapasan
Pasien PPOK dapat mengalami gagal napas kronis secara bertahap ketika
struktur paru mengalami kerusakan secara ireversibel. Gagal nafas terjadi
apabila
penurunan
oksigen
terhadap
karbondioksida
dalam
paru
7) Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien PPOK menurut
Mansjoer et al.(2000) adalah sebagai berikut.
a. Pemeriksaan radiologis
Pada bronkhitis kronik yang perlu diperhatikan yaitu
1. Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-garis yang
paralel, keluar dari hilus menuju apeks paru. Bayangan tersebut adalah
bayangan bronkus yang menebal.
2. Corak paru yang bertambah.
a. Penatalaksanaan umum
Penatalaksanaan umum meliputi pendidikan pada pasien dan keluarga,
menghentikan
merokok
dan
zat-zat
inhalasi
yang
bersifat
iritasi,
yang
menginaktifkan
siklik
AMP.
Pemberian
Mukolitik
Mukolitik diberikan untuk mengurangi produksi dan kekentalan
sputum. Sputum kental pada pasien PPOK terdiri dari derivat
glikoprotein dan derivate lekosit DNA (GOLD, 2014)
Agen antioksidan
Agen antioksidan khususnya N-Acetilsistein telah dilaporkan
mengurangi frekuensi eksaserbasi pada pasien PPOK (GOLD,
2014)
Imunoregulator
Pada sebuah studi penggunaan imuniregulator pada pasien PPOK
dapat menurunkan angka keparahan dan frekuensi eksaserbasi
(GOLD, 2014)
Antitusif
Meskipun batuk merupakan salah satu gejala PPOK yang
merepotkan, tetapi batuk mempunyai peran yang signifikan sebagai
mekanisme protektif. Dengan demikian penggunaan antitusif
secara rutin tidak direkomendasikan pada PPOK stabil (GOLD,
2014)
Vasodilator
Berbagai upayaa pada hipertensi pulmonal telah dilakukan
diantaraanya mengurangi beban ventrikel kanan, meningkatkan
curah jantung, dan meningkatkan perfusi oksigen jaringan.
Hipoksemia
pada
PPOK
terutama
disebabkan
oleh
dimana
pemberian
oksida
nitrat
dapat
2. Pendidikan kesehatan
a.Konservasi energi dan penyederhanaan kerja
Prinsip ini membantu pasien PPOK untuk mempertahankan
aktifitas sehari-hari dan pekerjaannya. Metode kegiatannya
meliputi latihan pernapasan, optimalisasi mekanika tubuh, prioritas
kegiatan dan penggunaan alat bantu (Sharma, 2010).
b.
sambil
bibir
mengencangkan
meningkatkan
otot-otot
tekanan
abdomen
intratrakeal,
Diaphragmatic breathing
Pasien diminta meletakkan satu tangan diatas abdomen (tepat
dibawah iga) dan tangan lainnya ditengah-tengah dada untuk
meningkatkan kesadaran diafragma dan fungsinya dalam
pernapasan. Nafaslah dengan lambat dan dalam melalui
hidung,
biarkan
abdomen
menonjol
sebesar
mungkin.
C. Clinical Pathway
D. Asuhan Keperawatan
1) Pengkajian
a.
Demografi
Penurunan nafsu makan
PPOK banyak terjadi pada usia pertengahan dan sering terjadi pada
jenis kelamin laki-laki. Pekerjaan yang beresiko terkena PPOK yaitu
penambang batu bara, petani, pekerja pabrik.
b. Riwayat penyakit sekarang dan keluhan utama
Batuk merupakan keluhan pertama yang biasanya terjadi pada pasien
PPOK. Batuk bersifat produktif, yang pada awalnya hilang timbul lalu
kemudian berlangsung lama dan sepanjang hari. Batuk disertai dengan
Respon inflamasi
Kerusaka
eksaserbasi akut.
c. Riwayat penyakit dahulu
Emfi
Ketidakefektifan ber
Inspeksi
Terlihat adanya peningkatan usaha dan frekuensi pernafasan serta
penggunaan otot bantu napas. Bentuk dada barrelchest (akibat
udara yang terperangkap), penipisan massa otot, dan pernapasan
dengan bibir dirapatkan. Pernafasan abnormal tidak efektif dan
penggunaan otot-otot bantu nafas (sternokleidomastoideus). Pada
tahap lanjut, dispnea terjadi saat aktivitas bahkan pada aktivitas
kehidupan sehari-hari seprti makan dan mandi. Pengkajian batuk
produktif dengan sputum purulen diserti demam mengindikasikan
adanya tanda pertama infeksi pernafasan.
Palpasi
Pada palpasi, ekspansi meningkat dan taktil biasanya menurun.
Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor
sedangkan diafragma menurun.
Auskultasi
Sering didapatakan adanya bunyi nafas ronkhi dan wheezing
sesuai tingkat beratnya obstruksi pada bronkiolus. Pada pengkajian
lain, didapatkan kadar oksigen yang rendah (hipoksemia) dan
kadar karbondioksida yang tinggi (hiperkapnea) terjadi pada tahap
lanjut penyakit. Pada waktunya, bahkan gerakan ringan sekali pun
seperti seperti membungkuk untuk mengikatkan tali sepatu,
mengakibatkan dispnea dan keletihan (dispnea eksersonial). Paru
yang mengalami emfisematosa tidak berkontraksi saat ekspirasi
dan bronkiolus tidak dikosongkan secara efektif dari sekresi yang
dihasilkannya. Pasien rentan terhadap reaksi imflamasi dan infeksi
akibat pengumpulan sekresi ini. Setelah infeksi terjadi, pasien
mengalami wheezing yang berkepanjangan saat ekspirasi.
B2 (Blood) Kardiovaskuler
Sering didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum. Denyut nadi
takikardi. Tekanan darah biasanya normal. Batas jantung tidak
mengalami pergeseran. Vena jugularis mungkin mengalami distensi
selama ekspirasi. Kepala dan wajah jarang terlihat adanya sianosis.
B3 (Brain) Persyarafan
Kesadaran biasanya compos mentis apabila tidak ada komplikasi
penyakit yang serius.
B4 (Bladder) Perkemihan
Produksi urin biasanya dalam batas normal dan tidak ada keluhan pada
sistem perkemihan, namun perawat perlu memonitori adanya oliguria
yang merupakan salah satu tanda awal dari syok.
B5 (Bowel) Pencernaan
Pasien biasanya mual dan nyeri lambung yang menyebabkan tidak
nafsu makan, kadang disertai penurunan berat badan.
B6 (Bone) Muskuloskeletal
Karena penggunaan otot bantu nafas yang lama,pasien akan terlihat
kelelahan, sering didapatkan intoleransi aktivitas dan gangguan
pemenuhan ADL (Activity Daily Living)
e. Pemeriksaan laboratorium dan penunjang
Pemeriksaan radiologis
Tubular shadows atau farm lines (bronkhitis kronis), gambaran
defisiensi arteri, terjadi over inflasi, pulmonary oligoemia dan
bula (emfisema panlobular dan pink puffer), corakan paru yang
bertambah.
Pemeriksaan faal paru
VEP1 dan KV yang menurun, VR yang bertambah dan KTP yang
normal (bronkhitis kronik). Penurunan VEP1, KV, dan KAEM
(Kecepatan Arum Ekspirasi Maksimal) atau MEFR (Maximal
Expiratory Flow Rate), kenaikan KRF dan VR, sedangkan KTP
2) Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dapat diangkat sesuai dengan pathway adalah
sebagai berikut (NANDA, 2013).
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan bronkokontriksi,
peningkatan produksi sputum, batuk tidak efektif, kelelahan/berkurangnya
tenaga dan infeksi bronkopulmonal.
b. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan napas pendek, mukus,
bronkokontriksi dan iritan jalan napas.
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi
perfusi
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dengan kebutuhan oksigen.
e. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan dispnea, kelamahan, efek samping obat, produksi sputum dan
anoreksia, mual muntah.
f. Defisit perawatan diri berhubungan dengan keletihan sekunder akibat
peningkatan upayapernapasan dan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.
Diagnosa
Ketidakefektifan
bersihan jalan napas
berhubungan dengan
bronkokontriksi,
peningkatan produksi
sputum, batuk tidak
efektif,
kelelahan/berkurangny
a tenaga dan infeksi
bronkopulmonal
Intervensi (NIC)
1
2
3
4
Rasional
Air dapat membantu
mengencerkan dahak
Untuk mempermudah
mengeluarkan sekret
Membantu melebarkan bronkus
Membantu mengeluarkan dahak
Mencegah kekambuhan
khususnya yang disebabkan
oleh asma dan dapat
memperparah kondisi
Mencegah infeksi dan
komplikasi lebih lanjut
Membunuh kuman penyebab
Meningkatkan kekebalan tubuh
N
o
Diagnosa
NOC
Ketidakefektifan pola
a. Respiratory status :
napas berhubungan
Ventilation
dengan napas pendek,
b.
Respiratory status : Airway
mukus, bronkokontriksi
patency
dan iritan jalan napas
c. Vital sign Status
Intervensi (NIC)
7
8
Rasional
1)
2)
3)
4)
5)
N
o
Diagnosa
Intervensi (NIC)
Rasional
pada darah arteri dan
membantu dalam
pencegahan hipoksia
Gangguan pertukaran
gas berhubungan
dengan ketidaksamaan
ventilasi perfusi
Intoleran aktivitas
berhubungan dengan
ketidakseimbangan
NOC
NOC
a. Energy conservation
b. Self Care : ADLs
N
o
Diagnosa
antara suplai dengan
kebutuhan oksigen
Intervensi (NIC)
Rasional
fisik pasien
3. Meningkatkan kemampuan
pasien secara bertahap
4. Mengetahui latihan yang
sesuai dengan kondisi pasien
5. Mencegah hipoksia
6. Membantu pasien untuk
beradaptasi
7. Membantu pasien agar tidak
kelelahan
8. Memaksimalkan dengan
kondisi yang dimiliki pasien
agar pasien dapat mampu
untuk beradaptasi
N
o
Diagnosa
Intervensi (NIC)
Rasional
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
berhubungan dengan
nausea, vomiting akibat
peningkatan asam
lambung
NOC :
Nutritional Status : food and
Fluid Intake
Manajemen nutrisi
1. Kaji status nutrisi pasien
2. Ukur masukan diet harian
dengan jumlah kalori
3. Bantu dan dorong pasien
untuk makan, jelaskan alasan
tipe diet. Beri makan pasien
bila pasien mudah lelah atau
biarkan orang terdekat
membantu pasien.
Pertimbangkan pemilihan
makanan yang disukai.
4. Berikan makanan sedikit tapi
sering
5. Timbang BB tiap hari.
6. Lakukan perawatan mulut,
N
o
Diagnosa
Intervensi (NIC)
berikan penyegar mulut.
Rasional
Evaluasi
Evaluasi keperawatan dilakukan secara sistematis dan periodik setelah pasien
diberikan intervensi dengan berdasarkan pada berdasarkan pengkajian, diagnosa
keperawatan, intervensi keperawatan, dan implementasi keperawatan. Evaluasi
keperawatan ditulis dengan format SOAP dimana:
S (subjektif) yaitu respon pasien setelah dilakukan tindakan keperawatan.
O (objektif) yaitu data pasien yang diperoleh oleh perawat setelah dilakukan
tindakan keperawatan.
A (analisis) yaitu masalah keperawatan pada pasien apakah sudah teratasi,
teratasi sebagian, belum teratasi, atau timbul masalah keperawatan baru
P (planning) yaitu rencana intervensi dihentikan, dilanjutkan, ditambah, atau
dimodifikasi
Discharge Planning
1. Menghindari iritasi. Memakai alat pelindung atau masker jika tempat kerja
klien terkena paparan debu atau bahan kimia yang mengganggu klien.
Menetaplah di dalam ruangan jika kualitas udara di luar buruk.
2. Mencegah infeksi pernafasan. Hindari kerumunan banyak orang terutama
ketika musim influenza dan hindari orang yang terinfeksi saluran nafas atas.
3. Mencari pengobatan jika gejala penyakit tersebut muncul kembali atau keadaan
klien semakin memburuk.
4. Latihan. Klien dapat melakukan latihan nafas dalam dan olahraga-olahraga
sederhana. Olahraga dapat membantu mengurangi masalah pernapasan dan
meningkatkan kesehatan klien.
5. Menganjurkan klien untuk meningkatkan tidur. Menganjurkan klien untuk
latihan relaksasi sebelum tidur untuk meningkatkan kenyamanan tidur klien.
6. Posisi tidur khusus. Klien dapat tidur dengan posisi semi fowler jika
mengalami kesulitan bernafas ketika berbaring. Gunakan busa atau bantal
untuk meninggikan kepala pada saat tidur. Posisi tersebut dapat membantu
memperlancar proses pernafasan.
DAFTAR PUSTAKA
Black, J.M., & Hawk,J.H. 2005. Medical Surgical Nursing Clinical Management
For Continuity of Care. St. Louis: Elsevier
Bulechek, Gloria, Howard K, Joanne M., Cheryl M. 2012. Nursing Interventions
Classification (NIC) Sixth Edition. Elsevier Mosby
Chojnowski, D. 2003. GOLD Standards for Acute Exacerbation in COPD: The
Nurse Practitioner. EBSCO Publishing
Depkes
RI.
2013.
Riset
Kesehatan
Dasar.
www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas
%202013.pdf [14 Mei 2016]
GOLD. 2014. Global Initiative For Chronic Obstructive Lung Disease.
https://fysio.dk/globalassets/documents/fafo/.../gold_report_2014_jan23.pdf
[14 Mei 2016]
Moorhead, Sue,et al. 2012. Nursing Ooutcomes Classification (NOC):
Measurement of Health Outcomes Fifth Edition. Elsivier Mosby.
NANDA. 2014. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2012-2014.
Jakarta: EGC.
PDPI.
2003.
Penyakit
Paru
Obstruktif
Kronik
http://www.klikpdpi.com/konsensus/konsensus-ppok/ppok.pdf
2016]
(PPOK).
[14 Mei
Price, S.A & Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit.
Buku 2 Edisi 6. Jakarta: EGC
Setiadi, 2007. Anatomi dan Fisiologi Manusia. Yogyakarta:Graha Ilmu
Sharma,
et
al.
2010.
Pulmonary
Rehabilitation.
http://emedicine.medscape.com/article/319885-overview [14 Mei 2016]
Sherwood, L. 2001. Sistem Pernapasan: Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem
Edisi 2. Jakarta: EGC
Sloane, Ethel. 2004. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: EGC
Smeltzer, S., & Bare. 2008. Brunner & Suddarths Textbook of Medical Surgical
Nursing. Philadelphia: Lippincott
Somantri, Irman. 2007. Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan Keperawatan Pada
Pasien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika