You are on page 1of 5

Ekualisasi Pajak adalah pemeriksaan tingkat keseimbangan antara satu jenis pajak dengan jenis pajak yang lain

yang
memiliki hubungan antara elemen-elemen laporan suatu jenis pajak yang lain (baik itu sebagian maupun keseluruhan).
Ekualisasi yang dilakukan dalam proses pemeriksaan, antara lain:
1. Ekualisasi SPT Masa PPN dengan Omset penjualan SPT Badan/ OP dan akun-akun yang ada di neraca atau
laporan posisi keuangan.
2. Ekualisasi SPT Masa PPh Pasal 21, 22, 23, 26, dan 4 ayat 2 dengan akun-akun biaya pada laporan laba rugi
dan akun-akun biaya yang dikapitalisasi sebagai aset pada neraca atau laporan posisi keuangan.

Adakalanya penghasilan di laporan keuangan berbeda dengan SPT Tahunan PPh Badan. Tidak semua standar akuntansi
dapat diterapkan untuk kepentingan pajak penghasilan. Sebagai contoh, penghitungan persediaan barang dagangan,
peraturan perpajakan di Indonesia yang berlaku sekarang hanya membolehkan metode FIFO (first in first out) dan metode
rata-rata (average). Jika Wajib Pajak menggunakan metode persesedian LIFO (last in first out) maka nilai persediaan
Wajib Pajak harus dikoreksi. Akan ada perbedaan pengakuan antara fiskal dan komersial.
Wajib Pajak seharusnya membuat ekualisasi antara pos-pos di laporan keuangan komersial dan angka-angka di SPT
Tahunan PPh Badan. Setiap perpedaan angka antara laporan keuangan dengan SPT Tahunan PPh Badan, Wajib Pajak
wajib kudu mempersiapkan alasan-alasan yang rasional dan berdasar. Berdasar maksudnya, bahwa perbedaan tersebut
dikarenakan peraturan perpajakan yang berlaku, baik undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan menteri keuangan
maupun keputusan direktur jenderal pajak.
SPT Tahunan PPh Pasal 21 berfungsi sebagai rekapitulasi dari semua objek-objek PPh Pasal 21. Sedangkan SPT Masa
PPh Pasal 21 seperti laporan keuangan interim, dilihat dari teknis perhitungan pajak, hanya sementara. Tetapi sementara
lebih baik daripada tidak sama sekali. Seandainya tidak membuat SPT Tahunan PPh Pasal 21, tetapi taat melaporkan SPT
Masa PPh Pasal 21, maka SPT Masa tersebut tetap diakui dan Wajib Pajak telah melaksanakan sebagian kewajibannya.
Angka-angka yang dicantumkan dalam SPT Tahunan PPh Pasal 21 harus dapat dijelaskan bersumber dari perkiraan apa
saja. Saat membuat SPT Tahunan PPh Pasal 21 kita harus membuat ekualisasi antara pos-pos biaya di Laporan Laba Rugi
dengan SPT Tahunan PPh Pasal 21. Ekualisasi ini akan sangat bermanfaat. Setidaknya tidak akan terjadi penghitungan
ganda (double accounting) objek PPh Pasal 21. Penghitungan ganda bisa dilakukan oleh Wajib Pajak saat membuat SPT
Tahunan maupun pemeriksa pajak yang tidak mengerti sumber angka di SPT Tahunan PPh Pasal 21. Pemeriksa menduga
objek PPh Pasal 21 belum dilaporkan di SPT Tahunan kemudian menghitung ulang (koreksi positif). Jika terjadi
penghitungan ganda seperti itu tentu merugikan Wajib Pajak sendiri.
Teknik ekualisasi PPh Pasl 21, seperti yang diuraikan diatas, sama dengan PPh Pasal 23. Hanya saja karena PPh Pasal 23
tidak ada SPT Tahunan maka Wajib Pajak tetap harus membuat rekapitulasi SPT Masa. Harus jelas berapa pembayaran
PPh Pasal 23 atas royalti, atas sewa, atas jasa teknik selama setahun. Total pembayaran selama setahun masing-masing
tahun pajak dapat diperinci. Kemudian sandingkan dengan biaya-biaya yang dilaporkan di Laporan Laba Rugi.
Sedangkan untuk Pasal 4 ayat 2, teknik ekualisasinya sama dengan PPh pasal 23 yang berbeda hanya jenis
penghasilannya. Pembayaran yang sudah dikenakan PPh Pasal 23 tidak dapat dikenakan PPh Pasal 4 ayat 2 dan begitu
juga sebaliknya. Oleh karena itu jika dilakukan ekualisasi, maka kita akan dapat mengetahui akun-akun atau pos-pos mana
yang dipotong PPh 23 atau PPh Pasal 4 ayat 2.
Sebagian besar pemeriksa pajak, ketika menerima SPT Masa PPN selalu melihat SPT Masa Desember. Dilihatnya kolom s.d.
bulan ini. Seanda inya angka di kolom tersebut tidak sama dengan angka di SPT Tahunan PPh Badan, maka timbul pertanyaan,
kenapa? Kenapa angkanya berbeda?

Itulah yang harus dijawab dengan cara ekualisasi SPT Masa PPN dengan SPT Tahunan PPh Badan. Angka peredaran
usaha pada SPT Masa PPN harusnya sama dengan angka peredaran usaha yang ada pada SPT Tahunan PPh Badan. Jika
berbeda, ada beberapa macam kemungkinan yang terjadi, antara lain:
1
2
3
4

Beda waktu pelaporan


Beda waktu pengakuan pendapatan
Pemakaian sendiri dan bonus
Selisih kurs

Untuk hasil ekualisasi SPT Tahunan badan antara laporan keuangan komersil dan laporan keuangan fiskal Mengacu
kepada PMK No 02/PMK.03/2010 dijelaskan bahwa biaya promosi tidak dapat dijadikan biaya pengurang apabila Wajib
Pajak yang terhadap produk ataupun penghasilannya sudah dikenakan PPh Final. Oleh karena itu harus dikoreksi sebesar
Rp 5.464.200 di bagian biaya pemasaran.
Sanksi dari kesalahan ini adalah denda bunga sebesar 2% per bulan selama 24 bulan dari saat terutangnya pajak atau
berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak atau tahun pajak (Pasal 8 ayat 2 UU KUP) atau bila sudah dilakukan
pemeriksaan oleh Dirjen Pajak maka sanksi yang dikenakan adalah sanksi kenaikan sebesar 100% dari jumlah kekurangan
pembayaran pajak (Pasal 13 ayat 2 UU
KUP). Saran dari penulis, perusahaan sebaiknya melakukan pembetulan sendiri agar terhindar dari sanksi kenaikan.
Objek PPh Pasal 21 menurut pembiayaan di PPh Badan
Gaji dan Tunjangan
Biaya PPh 21
Total Objek PPh 21 menurut pembiayaan di PPh Badan
Objek PPh Pasal 21 yang dilaporkan pada SPT PPh Pasal

2010
1.612.342.050

2011
889.932.000

2012
1.007.301.750

49.232.700

22.700.000

37.222.550

1.661.574.750

912.632.000

1.044.524.300

21
Penghasilan Bruto Pegawai Tetap

1.436.250.000

Penghasilan Bruto Pegawai Tidak Tetap


Total Objek PPh 21 menurut pembiayaan di SPT PPh 21
Selisih Ekualisasi

804.150.000

869.800.000

176.092.050

85.782.000

1.612.342.050

889.932.000

869.800.000

49.232.700

22.700.000

174.724.300

Cara perhitungan PPh Pasal 21 pada prinsipnya sama dengan cara perhitungan Pajak Penghasilan pada umumnya.
Namun, dalam menghitung Pajak Penghasilan Pasal 21 bagi penerima-penerima penghasilan tertentu wajib pajak dalam
negeri selain pengurangan berupa PTKP, juga diberikan pengurangan-pengurangan penghasilan berupa biaya jabatan.
Selain itu, tarif yang ditetapkan juga bervariasi yaitu tarif sesuai dengan pasal 17 Undang-Undang Pajak Penghasilan atau
tarif yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah atau aturan pelaksanaan lainnya.
Sistem perpajakan yang digunakan untuk pemotongan PPh pasal 21 menggunakan withholding system. Withholding
adalah suatu sistem pemotongan pajak dimana wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang seseorang berada
pada pihak ketiga dan bukan oleh fiskus maupun oleh wajib pajak itu sendiri.
Pihak yang melakukan pemotongan PPh Pasal 21 adalah pihak PT. TBP, selaku pemberi kerja. Dimana besarnya
potongan tergantung pada berapa besarnya penghasilan yang diterima setiap pegawai. Perhitungan pemotongan Pajak
Penghasilan pasal 21 mengacu kepada formulir SPT Masa PPh Pasal 21 formulir 172.
Terdapat selisih sebesar Rp 49.232.700, Rp 22.700.000, dan Rp 37.222.550 untuk tahun 2010, 2011, dan 2012
dikarenakan adanya biaya-biaya yang seharusnya menjadi objek pph 21namun tidak dimasukkan ke dalam objek PPh 21
oleh perusahaan. Sesuai dengan peraturan DirJen Pajak Nomor PER 31/PJ/2009 Jo. PER 57/PJ/2009 Jo. PER 31/
PJ/2012 tentang pedoman teknis dan tata cara pemotongan, penyetoran, dan pelaporan pajak penghasilan pasal 21 dan/
atau pajak penghasilan pasal 26 sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan orang pribadi pasal 5 ayat 2 dijelaskan
bahwa penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 dan/ atau PPh pasal 26 sebagaimana dimaksud pada ayat 1 termasuk pula
penerimaan dalam bentuk natura dan/ atau kenikmatan lainnya dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diberikan
oleh wajib pajak yang dikenakan pajak penghasilan yang bersifat final atau wajib pajak yang dikenakan pajak
penghasilan berdasarkan norma perhitungan khusus (deemed profit) sehingga biaya pph 21 yang ada di laporan laba rugi
perusahaan seharusnya dimasukkan ke dalam penghitungan objek pph 21 di dalam SPT PPh Pasal 21.
Sedangkan selisih sebesar Rp 137.501.750 di tahun 2012 disebabkan karena perusahaan tidak memasukkan gaji upah di
dalam SPT PPh Pasal 21. Sesuai dengan PER 31/PJ/2012 pasal 5 ayat 1 dijelaskan bahwa penghasilan yang dipotong PPh
Pasal 21 adalah penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepaws, berupa upah harian, upah mingguan, upah
satuan, upah borongan atau upah yang dibayarkan secara bulanan.
Oleh karena itu seharusnya perusahaan memasukkan gaji upah ke dalam penghitungan objek PPh 21. Akibat dari
kesalahan ini adalah perusahaan dapat dikenakan sanksi bunga atau kenaikan. Sesuai dengan UU KUP Pasal 8 ayat 1 dan
2 dijelaskan bahwa jika terdapat kekeliruan dalam pengisian SPT maka Wajib Pajak atas kemauan sendiri berhak untuk
melakukan pembetulan SPT nya, dengan syarat adalah : (1) diajukan dalam jangka waktu dua tahun sesudah saat
terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak atau tahun pajak, (2) belum dilakukan tindakan
pemeriksaan, (3) melunasi jumlah pajak yang kurang dibayar beserta bunganya sebesar 2% (dua persen) per bulan,
dihitung sejak saat penyampaian SPT berakhir sampai dengan tanggal pembayaran kekurangan pajak dan akibat
pembetulan tersebut.
Namun apabila perusahaan sudah dilakukan tindakan pemeriksaan maka perusahaan akan diterbitkan SKPKB oleh Dirjen
Pajak lalu dikenakan sanksi kenaikan sesuai dengan UU KUP Pasal 13 ayat 3 sebesar 100% (seratus persen) dari PPh yang
tidak atau kurang dipotong, tidak atau kurang dipungut, tidak atau kurang disetorkan, dan dipotong atau dipungut tetapi
tidak atau kurang disetorkan dan ditambah lagi sanksi bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan paling lama 24 bulan
dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak atau tahun pajak sampai dengan
diterbitkannya SKPKB (pasal 13 ayat 2 UU KUP)
2010

2011

2012

Biaya Pemasaran
Pers/Iklan/Promosi

5.464.200

Seragam Marketing

1.460.000

Cetakan Brosur/Kop/Kartu

4.044.000

1.800.000

Iklan, Pameran
Total Objek PPh 23 setelah diperiksa

9.508.200

1.800.000

Total Objek PPh 23 yang dipotong

4.050.000

1.800.000

Selisih ekualisasi

5.458.200

Pemeliharaan Peralatan & Perlengkapan

4.260.000

3.555.500

2.920.000

Pemeliharaan Gedung

1.538.182

2.715.000

41.993.570

11.478.527

812.000

3.390.000

Total Objek PPh 23 setelah diperiksa

48.603.752

21.139.027

2.920.000

Total Objek PPh 23 yang dipotong


Selisih ekualisasi

47.139.632
1.464.120

21.600.000
(460.973)

2.920.000

Biaya Pemeliharaan dan Reparasi


Pemeliharaan & Reparasi

Pemeliharaan Kendaraan
Pemeliharaan komputer+Network

Untuk PPh Pasal 23 mengacu kepada ketentuan perundang-perundangan perpajakan tentang Pajak Penghasilan Pasal 23,
dimana objek pajak penghasilan pasal 23 antara lain jasa penyediaan tempat dan/ atau waktu dalam media massa, media
luar ruang atau media lain untuk penyampaian informasi dengan kata lain iklan.
Oleh karena itu perusahaan seharusnya memasukkan DPP biaya iklan ke dalam objek pemotongan PPh 23. Akibat dari
kesalahan ini adalah dapat dikenakan sanksi bunga sebesar 2% menurut UU KUP Pasal 8 ayat 2 apabila perusaaan
melakukan pembetulan. Untuk tahun 2011 dan 2012 objek pph 23 perusahaan telah sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Dan untuk rekapitulasi objek pph 23 sehubungan dengan sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta
kecuali sewa tanah atau bangunan sudah sesuai dengan peraturan pajak penghasilan pasal 23 yang berlaku. Untuk
pemotongan DPP PPh Pasal 23 yang lain, perusahaan memasukkan objek tersebut bukan di laporan laba rugi melainkan di
neraca karena masih dalam proyek dalam pelaksanaan sehingga belum diakui sebagai biaya oleh perusahaan namun sudah
dipotong PPh pasal 23 oleh pihak ketiga.
Keterangan

2010

2011

2012

Objek PPh Final menurut Laporan Keuangan


Bunga Deposito

5.063.510

3.647.294

2.350.173

Penghasilan Pengalihan hak atas tanah/ bangunan

6.456.484.000

949.688.273

99.000.000
104.063.510

18.000.000
6.478.131.294

26.666.667
978.705.113

Sewa Atas Tanah/ Bangunan


Total
Objek PPh Final menurut SPT Badan
Bunga Deposito

5.063.510

3.647.294

2.350.173

6.456.484.000

949.688.273

Penghasilan Pengalihan hak atas tanah/ bangunan


Sewa Atas Tanah/ Bangunan
Total

99.000.000

18.000.000

26.666.667

104.063.510

6.478.131.294

978.705.113

Selisih

Salah satu objek Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat 2 adalah penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan
atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan atau bangunan yang berarti
penghasilan dari PT. TBP wajib dikenakan Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat 2 atau PPh Final. Berdasarkan keterangan
yang penulis terima, penghitungan PPh final atas jasa konstruksi dan persewaan atas tanah dan atau bangunan yang
dilakukan oleh PT. TBP secara garis besar dapat dirumuskan sesuai dengan perjanjian yang telah dibuat oleh PT. TBP
dan pihak kedua. Dari perjanjian tersebut timbullah besarnya harga yang sudah disepakati, dimana nilai harga tersebut
akan dikenai PPh Final Pasal 4 ayat 2 atas jasa konstruksi dan atas sewa tanah dan atau bangunan dan pajak ini diakui
pada saat pembayaran atau pada saat dicatatnya hutang tergantung mana yang terlebih dahulu.
Mengacu kepada PP Nomor 51 Tahun 2008 yang sebagaimana telah diubah menjadi PP Nomor 40 Tahun 2009 tentang
pajak penghasilan atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi, perusahaan telah sesuai memotong, melapor, dan
menyetorkan pajak penghasilan pasal 4 ayat 2 sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Karena perusahaan bergerakn di
bidang jasa konstruksi dan developer maka pendapatan yang didapat oleh perusahaan tidak dihitung di dalam SPT
Badan melainkan langsung dikenakan pajak final.
Uraian

PPh Badan

DPP PPN

Peredaran Usaha
Penjualan Lain-Lain

479.587.949
479.587.949

107.003.100
107.003.100

Total

479.587.949

107.003.100

1.595.325.115

Jumlah Objek Pajak Menurut Undang-Undang

479.587.949

1.702.328.215

Jumlah Objek Pajak Menurut Wajib Pajak


Selisih Ekualisasi

479.587.949
-

1.595.325.115
107.003.100

Perbedaan Waktu
Uang Muka Tahun 2009

Uraian

PPh Badan

DPP PPN

Penjualan

7.090.766.399

5.694.663.052

Penjualan Lain-Lain

143.194.611
7.233.961.010

5.694.663.052

Uang Muka Tahun 2011


Jumlah Objek Pajak Menurut Undang-Undang

7.233.961.010

602.498.625
7.289.988.167

Jumlah Objek Pajak Menurut Wajib Pajak

7.233.961.010

7.289.988.167

Peredaran Usaha

Perbedaan Waktu

Selisih Ekualisasi
Uraian

PPh Badan

DPP PPN

Peredaran Usaha
Penjualan
Penjualan Lain-Lain

1.162.752.023
52.829.945
1.215.581.968

Perbedaan Waktu
Uang Muka Tahun 2011
Jumlah Objek Pajak Menurut Undang-Undang
Jumlah Objek Pajak Menurut Wajib Pajak
Selisih Ekualisasi

1.245.498.715
1.245.498.715
-

602.498.625

1.215.581.968
1.215.581.968

1.847.997.340
1.847.997.340

Untuk Analisis Ekualisasi Pajak Pertambahan Nilai mengacu Kepada Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang
Pajak Pertambahan Nilai, terdapat perbedaan yang cukup signifikan di tahun 2010 dan 2012. Hal ini dikarenakan pada
tahun 2010, perusahaan belum mengakui uang muka sebagai pendapatan.
Sedangkan di dalam Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai pasal 11 ayat 2 dijelaskan bahwa dalam hal pembayaran
diterima sebelum penyerahan Barang Kena Pajak atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak atau dalam hal pembayaran
dilakukan sebelum dimulainya pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah
Pabean, saat terutangnya pajak adalah pada saat pembayaran.
Oleh karena itu uang muka disebut sebagai pembayaran sebelum diserahkan Barang Kena Pajak. Begitu juga untuk tahun
2012, selisih antara omset PPh Badan dan PPN dikarenakan adanya pembayaran uang muka yang belum diakui sebagai
pendapatan oleh perusahaan, adanya penghasilan lain-lain yang menjadi objek PPN, adanya pemakaian sendiri, dan beda
waktu pelaporan.

You might also like