Professional Documents
Culture Documents
mengakibatkan
timbulnya
korban
jiwa
manusia,
kerusakan
Umumnya,
gerakan
massa
melanda
daerah
perbukitan
dan
dan
penafsiran
struktur
geologi,
pengambilan
sampel
batuan,
membuat catatan pada buku lapangan dan plotting data geologi hasil pengukuran
ke atas peta topografi (peta dasar), serta pembuatan profil yang ditunjang dengan
analisa data sekunder yang berupa parameter-parameter pengontrol dan pemicu
terjadinya
gerakan
massa.
Pengamatan
dan
pengukuran
parameter
yang
bersangkutan dengan gerakan massa, antara lain: pengukuran tinggi dan lebar
longsoran, pengamatan arah longsoran, pengamatan asosiasi longsor dengan
sekitarnya, pengukuran kemiringan bidang longsoran, pengukuran panjang dan
lebar rekahan, serta pengamatan kondisi lereng. Hasil dari pengukuran penampang
stratigrafi
dan
pengukuran
struktur
geologi
dapat
menginterpretasi
tektonostratigrafi yang terjadi pada objek utama yang dijadikan penelitian yaitu
suatu singkapan batuan dari formasi tertentu yang berada pada suatu area
Batuan adalah massa yang keras, kuat dan utuh yang belum mengalami
transportasi dari tempat aslinya.
Tabel 1.1.Tabel yang menunjukkan klasifikasi gerakan tanah berdasarkan jenis gerakan dan jenis
materialnya.
Jenis Gerakan
Jenis Material
Soil
Tanah
Jatuhan
Rebahan
Longsora
n
Jatuhan
Batuan
Rebahan
Batuan
Soil
dengan
tekstur
kasar
Jatuhan
Puing
Rebahan
Puing
Soil
dengan
tekstur
halus
Jatuhan
Tanah
Rebahan
Tanah
Longsoran
Batuan
Longsoran
Puing
Longsoran
Tanah
Aliran
Batuan
Sebaran
Batuan
Aliran
Puing
Sebaran
Puing
Aliran
Tanah
Sebarang
Tanah
Batuan
Dasar
Transla
si
Rotasi
Aliran
Sebaran
A. Rebahan (topple) adalah terpisahnya batuan atau tanah dari lereng curam
yang kemudian ambruk dan terguling ke depan atau searah lereng.
Rebahan
terjadi
akibat
gravitasi
bumi,
retakan
pada
batuan
dan
perlapisan batuan. Rebahan ini umumnya terjadi pada massa batuan atau
tanah
yang
vertikal
yang
kemudian
terguling
dan
rebah
menjadi
horizontal. Penyebab dan pemicu dari rebahan ini pada dasarnya sama
dengan jatuhan. Berdasarkan material yang bergerak dengan mekanisme
rebahan, gerakan tanah jenis ini di bagi menjadi rebahan batuan (rock
topple), rebahan puing (debris topple), dan jatuhan tanah (earth topple).
B. Jatuhan (fall) adalah terpisahnya batuan atau tanah dari lereng curam
yang kemudian terjatuh bebas atau menggelinding di sepanjang lereng.
Jatuhan terjadi akibat adanya retakan atau bidang perlapisan batuan yang
dipicu oleh gravitasi bumi, getaran misalnya gempa, pelapukan mekanik
atau adanya erosi sungai. Jatuhan terjadi ketika material dalam kondisi
kering atau dengan kata lain tidak ada peran air sebagai factor
pemicunya. Berdasarkan material yang bergerak dengan mekasime
jatuhan, gerakan tanah jenis ini di bagi menjadi jatuhan batuan (rock
fall), jatuhan puing (debris fall), dan jatuhan tanah (earth fall).
avalanche dapat
E. Aliran (flow) adalah gerakan material geologi pada permukaan bumi yang
berlangsung singkat yang menyerupai aliran cair yang pekat. Gerakan
tanah dengan mekanisme aliran ini dibagi menjadi beberapa jenis
berdasarkan material yang terangkut. Jenis-jenis gerakan aliran yang
berdasarkan materialnya ini berbeda dengan jenis gerakan sebelumnya.
Aliran
batuan
adalah
pergerakan
batuan
dasar
yang
juga
ikut
batuan
dan
material
organik
yang
jenuh
dengan
air.
tanah/batuan
yang
lunak,
yang
terbebani
oleh
massa
Ciri-ciri di lapangan yang dapat menjadi indikasi jenis gerakan massa ini
antara lain adalah miringnya tumbuhan dan tiang listrik.
Gambar 1.1. Jenis gerakan massa topple (A), fall (B), avalanche (C), slide (D), flow (E),
lateral spreading (F), dan creep (G) (mengacu klasifikasi Varnes (1978) dalam Highland dan
Bobrowsky (2008)
Faktor geologi
a.1. Litologi
Karakteristik batuan contohnya seperti struktur, tekstur, dan komposisi
mineral. Tekstur pada batuan sedimen antara lain; ukuran butir, derajat
pembundaran, derajat pemilahan, dan hubungan antar butir. Batuan beku
memiliki tekstur juga, antara lain: derajat kristalisasi, granularitas, dan kemas.
tersebut.
tiga
hal
tersebut
menentukan
kekuatan,
permeabilitas,
kerentanan terhadap pelapukan kimia maupun fisika dan faktor lain yang
mengganggu kestabilan lereng.
a.2. Struktur pada batuan dan soil
Struktur yang mempengaruhi kestabilan lereng antara lain: sikuen dan jenis
perlapisan, perubahan litologi, bidang perlapisan, kekar, sesar, dan lipatan.
Kondisi struktur batuann berbanding lurus dengan kerentanan terhadap resiko
bencana. Semakin besar jumlah struktur yang berkembang, semakin besar
pula resiko terjadi bencana.
b.
Faktor Geomorfologi
Faktor pendukung utama dalam memprediksi terjadinya gerakan massa adalah
sejarah kejadian yang ada. Faktor pendukung lain yaitu: kecuraman lereng
yang berhubungan dengan material pembentuk lereng, dan faktor lereng, atau
arah muka lereng dan lengkungan lereng. Tingkat kemiringan lereng dilihat
dari aspek persentase kemiringan lereng menurut klasifikasi Van Zuidam
(1983). Pola pengaliran juga dapat menjadi faktor pendukung. Pola pengaliran
yang cenderung rapat, menunjukkan tingkat pelapukan batuan yang intensif,
sehingga dapat menambah tingkat kerawanan.
c.
d.
Vegetasi
pemilihan vegetasi lereng juga dapat berakibat fatal. Apabila massa vegetasi
melebihi daya dukung lereng, maka dapat memperbesar potensi terjadinya
gerakan massa.
Berdasarkan faktor-faktor tersebut, maka kriteria kelas kerawanan longsor
menurut Subagio (2008) yaitu :
Tabel 1.2. Kriteria Kelas Kerawanan Longsor
No
Kerawanan
Tidak
Rawan
Rawan
Sangat Rawan
Kriteria
a)
b)
c)
d)
a)
b)
c)
d)
a)
b)
c)
d)
e)
peta dasar yang sesuai dengan Pedoman Umum Pengkajian Resiko Bencana oleh
Badan Nasional Penanggulanan Bencana (BNPB). Metode pembobotan dan metode
tampalan
ini
merupakan
metode
semi-kuantitatif
yaitu
terdapat
penilaian
bernilai
16o-45o
dan
kelerengan
curam
bernilai
>45 o.
Kelerengan
Faktor hidrologi yang menjadi pertimbangan adalah curah hujan. Curah hujan
yang diamati adalah trend-nya dan intensitas hujan dari tahun ke tahun. Trend atau
perkembangan dari waktu ke waktu curah hujan ini akan digunakan untuk
memprediksi curah hujan yang akan datang. Jika curah hujan meningkat maka
akan meningkatkan potensi gerakan tanah dan sebaliknya bila curah hujan
menurun maka akan menurunakan potensi gerakan tanah. Selain itu, intensitas
curah hujan juga diperhatikan apakan tergolong curah hujan rendah, curah hujan
sedang atau pun curah hujan tinggi.
Faktor hidrologi yang lain ialah adanya alur liar atau channel pada lereng
bukit yang berupa torehan yang meyerupai sungai jika dialiri air. Alur liar ini akan
membelah lereng dan membentuk undakan-undakan dengan kelerengan yang lebih
curam dari kelerengan bukit itu sendiri. Hal ini menyebabkan berubahnya stabilitas
lereng yang dapat meningkatkan potensi gerakan tanah. Semakin tinggi kehadiran
dari alur liar ini maka akan semakin mengganggu kestabilan lereng, sehingga
semakin meningkatkan potensi gerakan tanah.
Tabel 1.3.Tabel pembobotan berdasarkan faktor-faktor bahaya gerakan tanah untuk Tingkat Bahaya
Gerakan Tanah
Tingkat
Bahaya
Gerakan
Tanah
Tingkat
Bahaya
Rendah (Skor
1)
Tingkat
Bahaya
Menengah
(Skor 2)
Tingkat
Bahaya Tinggi
(Skor 3)
Kelerengan
0 - 15
16 - 45
> 45
Tebal Soil
0 - 3 meter
4 - 6 meter
> 6 meter
Arah
Kemiringan
Lapisan
Berlawanan
atau Tegak
Lurus
Menyerong
Searah
Curah Hujan
Rendah
Menengah
Tinggi
Kerapatan
Alur Liar
Jarang
Menengah
Tinggi
Skor
Skor
Skor
Skor
total
total
total
total
5
6-8
9-11
12-15
=
=
=
=
Sangat Rendah
Rendah
Menengah
Bahaya
dibanding
dengan
daerah
permukiman.
Dengan
kata
lain,
daerah
permukiman yang terpapar dengan potensi gerakan tanah yang tinggi akan
memiliki tingkat kerawanan yang tinggi.
Tabel 1.4.Tabel pembobotan berdasarkan tata guna lahan untuk Tingkat Kerentanan Gerakan Tanah
Tingkat
Kerentanan
Gerakan
Tanah
Lahan
Terbuka
Hijau
Perkebunan
dan
Persawahan
Perumahan
Paparan
Terhadap
Manusia
Sangat Rendah
Rendah
Menengah
Permukiman
Tinggi
.
Faktor-faktor bahaya gerakan tanah seperti kelerengan dan tebal soil akan
disajikan dalam bentuk peta, seperti Peta Kelerengan, Peta Ketebalan Soil, dan lainlain. Masing-masing peta tersebut memiliki tingkat bahaya yaitu tingkat bahaya
rendah, tingkat bahaya menengah dan tingkat bahaya tinggi, yang ditentukan
berdasarkan pembobotan yang sebelumnya dibahas. Peta-peta tersebut kemudian
akan ditampalkan untuk menentukan zonasi dari bahaya gerakan tanah pada suatu
daerah yang menghasilkan Peta Bahaya Gerakan Tanah.
Tata guna lahan daerah penelitian juga akan dibuat menjadi Peta Kerentanan
Gerakan Tanah yang menunjukkan tingkat paparan manusia terhadap bahaya
gerakan tanah. Peta Bahaya Gerakan Tanah dan Peta Kerentanan Gerakan Tanah
selanjutnya juga akan ditampalkan lagi untuk akhirnya mendapatkan Peta
Kerawanan Gerakan Tanah. Untuk Peta Kerawanan Gerakan Tanah, terdapat 4
tingkatan kerawanan berdasarkan hasil pembobotannya, yaitu Kerawanan Sangat
Rendah, Kerawanan Rendah, Kerawanan Menengah, Kerawanan Tinggi.
Tingkat
Kerawan
an
Gerakan
Tanah
Tingkat
Kerentana
n Sangat
Rendah
Tingkat
Kerentana
n Rendah
Tingkat
Kerentana
n
Menengah
Tingkat
Kerentana
n Tinggi
Tingkat
Bahaya
Sangat
Rendah
Kerawana
n Sangat
Rendah
Kerawana
n Sangat
Rendah
Kerawanan
Rendah
Kerawanan
Menengah
Tingkat
Bahaya
Rendah
Kerawana
n Sangat
Rendah
Kerawanan
Rendah
Kerawanan
Rendah
Kerawanan
Menengah
Tingkat
Bahaya
Menenga
h
Kerawanan
Rendah
Kerawanan
Rendah
Kerawanan
Menengah
Kerawanan
Tinggi
Tingkat
Bahaya
Tinggi
Kerawanan
Menengah
Kerawanan
Menengah
Kerawanan
Tinggi
Kerawanan
Tinggi
Stratigrafi
Indonesia
1996.
Penentuan
lokasi
singkapan
dengan
Berdasarkan hasil survey yang telah dilakukan di lapangan dan analisa dari peta
yang diperoleh dari Peta Garis RBI Bakosurtanal Bandung. Skala peta 1 : 25.000
diperoleh data ketinggian lokasi jalan, data sungai, data jaringan trasportasi dan
data batas administrasi. Lokasi Jalan dapat dilihat pada Lampiran Peta
Administrasi. Wilayah jalan berada di sisi perbukitan gunung api tersier berupa
lava dan breksi dengan kemiringan bukit antara 40% hingga 60%, dengan
elevasi sekitar 2 7 m di atas permukaan laut dan merupakan daerah perbukitan
dan pesisir. Keberadaan jalan yang berada di wilayah sisi bukit seharusnya
relatif aman terhadap pencemaran lingkungan, namun harus tetap diperhatikan
arah aliran air permukaan dan arah aliran air tanah. Arah aliran limpasan
permukaan dan air tanah diperkirakan ke arah barat menuju laut. Penentuan
jenis dan konstruksi bangunan dan sarana pendukung lokasi jalan harus
diusahakan untuk tidak menjadi sumber pencemar baik air permukaan ataupun
air tanah bagi wilayah disekitarnya terutama pada daerah dekat pemukiman.
Sungai yang dijumpai disekitar wilayah jalan merupakan sungai yang sumbernya
berasal dari timur yang mengalirkan air ke arah barat. Pada beberapa tempat
dijumpai sungai buatan yang dibuat oleh warga untuk saluran drainase air
limpasan permukaan di saat hujan. Potensi bencana banjir di wilayah jalan cukup
tinggi karena jaraknya dekat dengan laut yang perbedaan elevasinya sekitar 4-7
m karena minimnya drainase yang ada di sekitar jalan Penggunaan lahan di
sekitar wilayah penelitian adalah kawasan desa nelayan, perdagangan dan
pemukiman.
Lokasi Pengamatan BM 1
Kondisi eksisting Titik pengamatan Bm 1 Koordinat 11841'19.432"E
831'46.699"S Lokasi ini berada di sebelah seltan titik pengamatan Bm 2.
Terlihat bekas aktivitas penambangan urug yang menghasilkan tebing tambang
yang cukup curam yang letaknya sekitar 10 m dari badan jalan. Batuan ini
termasuk ke dalam formasi Batuan gunungapi (Tmv) dan terdapat rumah warga.
Berdasarkan penuturan warga, lokasi ini tidak pernah terjadi longsor namun
potensi bencana banjir cukup tinggi.
Tabel skoring Bm 1
Parameter
Kerapatan Alur liar
Besar Kelerengan
Arah kemiringan lapisan
Tebal soil
Curah Hujan
Total
Potensi bencana
Skor
Rendah (1)
70-80 (3)
Menyudut (2)
< 1 m (1)
Rendah (1)
8 (Rendah)
Banjir, Longsor,
Lokasi Pengamatan BM 2
Kondisi eksisting Titik pengamatan Bm 2 Koordinat 11840'57.949"E
831'30.515"S Lokasi ini berada di sebelah seltan titik pengamatan Bm 3.
Terlihat bekas aktivitas penambangan urug yang menghasilkan tebing tambang
yang cukup curam yang letaknya sekitar 10 m dari badan jalan. Batuan ini
termasuk ke dalam formasi Batuan gunungapi (Tmv) dengan retakan yang cukup
intensif
Parameter
Kerapatan Alur liar
Besar Kelerengan
Arah kemiringan lapisan
Tebal soil
Curah Hujan
Total
Potensi bencana
Skor
Sedang (2)
70-80 (3)
Menyudut arah lereng (2)
< 1 m (1)
Rendah (1)
9 (Menengah)
Rockfall, Longsor, Topple
Lokasi Pengamatan BM 3
Kondisi eksisting Titik pengamatan Bm 3 Koordinat 11840'39.447"E
831'13.543"S
Lokasi Pengamatan BM 4
Skor
Sedang (2)
70-80 (3)
Berlawanan arah lereng (1)
< 1 m (1)
Rendah (1)
8 (Rendah)
Banjir, Longsor, Topple
Tabel skoring Bm 4
Parameter
Kerapatan Alur liar
Besar Kelerengan
Arah kemiringan lapisan
Tebal soil
Curah Hujan
Total
Potensi bencana
Skor
Rendah (1)
70-80 (3)
Berlawanan arah lereng (1)
< 1 m (1)
Rendah (1)
7 (Rendah)
Rockfall, Topple
Lokasi Pengamatan BM 5
Kondisi eksisting Titik pengamatan Bm 5 Koordinat 11841'18.066"E
831'1.62"S. Lokasi ini berada di sebelah selatan titik pengamatan Bm 6 Terlihat
bekas aktivitas penambangan urug yang menghasilkan tebing tambang yang
cukup curam yang letaknya sekitar 4 m dari badan jalan. Batuan ini termasuk ke
dalam formasi Batuan gunungapi (Tmv) dengan litologi berupa breksi dan lava.
Parameter
Kerapatan Alur liar
Besar Kelerengan
Arah kemiringan lapisan
Tebal soil
Curah Hujan
Total
Potensi bencana
Skor
Sedang (2)
70-80 (3)
Menyudut arah lereng (2)
< 1 m (1)
Rendah (1)
9 (Sedang)
Rockfall, Topple
Lokasi Pengamatan BM 6
Kondisi eksisting Titik pengamatan Bm 6 Koordinat 11842'24.379"E
830'15.37"S.
Skor
Sedang (2)
70-80 (3)
Menyudut arah lereng (2)
< 1 m (1)
Rendah (1)
9 (Sedang)
Rockfall, Topple
Lokasi Pengamatan BM 7
Kondisi eksisting Titik pengamatan Bm 7 Koordinat
11842'38.8"E
830'1.821"S. Lokasi ini berada di sebelah selatan dari titik nol yang berada di
dekat dekat batas kota. Terlihat bekas aktivitas penambangan urug yang
menghasilkan tebing tambang yang cukup curam yang letaknya sekitar 4 m dari
badan jalan.
Parameter
Kerapatan Alur liar
Besar Kelerengan
Arah kemiringan lapisan
Tebal soil
Curah Hujan
Skor
Tinggi (3)
70-80 (3)
Menyudut arah lereng (2)
1 m (1)
Rendah (1)
Total
Potensi bencana
10 (Sedang)
Banjir,Flow, Longsor
Skor
rendah (3)
50-60 (2)
Menyudut arah lereng (2)
1 m (1)
Rendah (1)
9 (Sedang)
Flow, Longsor
Rekomendasi
1. Mengurangi tingkat keterjalan lereng yang dekat
pemukiman dengan
melakukan pemotongan (cut and fill) pada lereng yang terjal dan dibuat
terasering.
2. Pembuatan bangunan penahan, jangkar (anchor) dan pilling pada daerah
yang mempunyai tingkat kerawanan sedang.
3. Melakukan reklamasi terhadap area bekas tambang dengan kelerengan yang
terjal dengan cara melakukan pemotongan (cut and fill) dan pembuatan
drainase yang tepat
4. Memberikan tanda daerah rawan longsor di beberapa titik rawan
5. Penghijauan dengan tanaman yang sistem perakarannya dalam dan jarak
tanam yang tepat (khusus untuk lereng curam, dengan kemiringan lebih
dari 40 derajat atau sekitar 80% sebaiknya tanaman tidak terlalu rapat
serta diseling-selingi dengan tanaman yang lebih pendek dan ringan , di
bagian dasar ditanam rumput).
6.