You are on page 1of 14

SUMMARY AND CRITICAL REVIEW

A Stakeholder Approach to Corporate Social Responsibility : A Fresh


Perspective into Theory and Practice
Journal of Business Ethics (2008) 82:213-231

Oleh : Dima Jamali

Dosen Pengampu :
Drs. Subekti Djamaluddin, Msi., Ak, CA.

Disusun oleh :
Fendy Wahyu W

(F0313033)

M.Farizan Auzan

(F0313053)

Muhammad Zamroni (F0313065)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS SEBELAS MARET
2015

A. Deskripsi Artikel
1. Judul Artikel
A Stakeholder Approach to Corporate Social Responsibility: A Fresh Perspective into
Theory and Practice. (Pendekatan Pemangku Kepentingan terhadap Tanggung Jawab
Sosial Perusahaan: Sebuah Pandangan Baru Menjadi Teori dan Praktik).
2. Penulis
Dima Jamali
3. Publikasi
Journal of Business Ethics (2008) 82:213231, DOI 10.1007/s10551-007-9572-4,
Springer 2008.
4. Masalah Pokok
Teori Stakeholder
5. Tujuan Penelitian
Untuk menganalisa dan mengetahui kelayakan dari pendekatan stakeholder terhadap
CSR.
B. Summary
CSR (Corporate Social Resposibility), merupakan istilah yang menimbulkan banyak
keambiguan. Terdapat banyak versi untuk mendefinisikan CSR, yaitu dari perspektif ekonomi
yang sempit seperti peningkatan kesejahteraan shareholder atau pemegang saham hingga
legalitas, etik dan Kebijaksanaan tiap tanggung jawab . Variasi tersebut berasal dari berbagai
asumsi dasar mengenai keterkaitan CSR, dari konsep legal dam kewajiban secara ekonomi dan
akuntabilitas terhadap pemegang saham hingga kesistem sosial yang lebih luar dimana
perusahaan tersebut termasuk.
Banyak perbedaan dalam

asumsi

dasar

tersebut

mengakibatkan

skeptisme

berkepanjangan di bidang bisnis dan sosial. Berbagai ahli mengemukakan bahwa CSR memeliki
makna yang samar dan tidak jelas. Clakson juga mengegaskan bahwa masalah fundamental di
bidang bisnis dan sosial merupakan akibat tidak adanya definisi dari Corporate Social
Performance (CSP), Corporate Social Responsibility (CSR1), dan Corporate Social
Responsiveness (CSR2), and kurangnya kesepakatan definisi dari sudut pandang operasional
maupun manajerial. CSP hanya bisa dianalisis lebih efisien dengan menggunakan kerangka
berdasarkan manajemen dari hubungan antara perusahaan dengan
Stakeholder daripada menggunakan model dan methodologi CSR karena Perusahaan mempunyai
hubungan yang complex dengan stakeholder, sehingga lebih baik mengelola hubungan dengan
stakeholder yang lebih spisifik ketimbang secara keseluruhan.

Maka dari itu teori stakeholder mempunyai kelayakan untuk dicoba dalam CSR, karena
meskipun bisnis secara umum akuntable terhadap sosial seacara luas, namun satu organisasi
bisnis hanya bertanggungjawab terhadap beberapa stakeholder saja atau agen tertentu yang
berhubungan dengan perusahaan. Artikel dimulai dari menjelasakan secara singkat dua
konseptualisasi populer dari CSR, selanjutnya mengilustrasikan bagaimana pendekatan
stakeholder terhadap CSR dengan mereviw logika yang melekat dan menjabarkan bagaimana
stakeholder berintregasi dengan studi empiris saat ini. Dalam artikel ini diadaptasi juga kerangka
pemikiran stakeholder the Ethical Performance Scorecard (EPS) yang diajukan oleh Spiller
(2000) untuk menguji pendekataan CSR pada beberapa perusahaan di Libanon dan Suriah yang
dianggap aktif dalam CSR. Hasilnya disajikan dan implikasi relevansinya digambarkan sesuai
dengan kegunaan dari pendekatan stakeholder CSR.

Konseptualisasi Tradisonal CSR


Konseptualiasi 1979/1991 oleh Caroll
Caroll, membagi CSR menjadi empat tipe yaitu : ekonomi, legal, etik, dam
kebijakasanaan.Ekonomi merupakan kategori pertama yang ekonomi secara alami, contohnya
memberikan penghasilan atas investasi kepada para penanam modal, pembuatan lapangan kerja,
pemberian gaji, menemukan suber daya baru, inovasi dan menciptakan produk baru.
Pertanggungjawan legal merupaka bagian kedua dan melibatkan ekspektasi dari
perusahaan untuk patuh dengan dengan menjalankan rules of the game. Dari perspektif ini,
lingkungan sosial mengharapkan organiasi bisnis untuk patuh dalam kerangkan legal hukum
yang disediakan oleh sistem. Hukum, dengan demkikian membatasi tingkah laku bisnis, namun
hal tersebut tidak bsia disebut sebagai etika.
Selanjutnya, etika mengatasi batasan dari hukum tersebut degan menciptakan etos etik
untuk hidup. Namun etik merupakan sesuatu yang samar dan sulit untuk diterapkansecara
konkret dalam bisnis.
Tipe terakhir adalah kebijaksanaan, yanh mana keleluasaan diberikan untuk menentukan
aktivitas secara spesifik sesuai dengan keinginan. Namun hal ini sering disalah artikan dengan
motif pencarian keuntungan sehingga menimbulkan kontroversi. Carol (1991) memberikan
gambaran ulang dengan piramida.
Toal Responsibility
Discretionary Responsibility
Ethical Responsibility
Legal Responsibility
Economic Responsibility

Tanggung jawab Ekonomi merupakan pondasi dasar dan Kebijaksanan merupakan


puncak.
Dari sudut pandang ini ekonomi dan tanggung jawab legal dibutuhkan secara sosial
(wajib), tanggung jawab etik diharapak secara sosial sedangkan philantropis diinginkan secara
sosial. proaktif. Konseptualisasi Carroll 1979 berguna dan tepat waktu, dan mewakili kemajuan
yang signifikan dalam penelitian CSR dengan menentukan jenis atau dimensi tanggung jawab
sosial.

Konseptualiasi Wood 1991


Pada tahun 1991, Wood meninjau kembali model CSP dan memperkenalkan perbaikan
penting dengan identifikasi berbagai jenis tanggung jawab untuk memeriksa isu-isu yang
berkaitan dengan prinsip-prinsip dalam memotivasi perilaku tanggung jawab, proses tanggapan
dan hasil kinerja.
Model yang ditawarkan oleh Wood (1991) merupakan kemajuan yang signifikan dalam
penelitian CSR. Seorang peneliti menggunakan model ini, pertama dia akan mempertimbangkan
prinsip-prinsip yang memotivasi tindakan tanggung jawab sosial sebuah perusahaan di tiga
tingkat analisis: kelembagaan, organisasi dan individu. Responsiveness menurut Wood (1991)
merupakan dimensi tindakan yang diperlukan untuk komponen normatif dan motivasi tanggung
jawab sosial. Isu manajemen memerlukan pendekatan investigatif dari perusahaan untuk
merancang dan memantauan tanggapan terhadap isu-isu sosial tersebut. Hasil dari tindakan
perusahaan ini berkaitan langsung dan jelas dalam penilaian CSP.
Menurut model CSP Wood, hasil tersebut dibagi menjadi tiga jenis: dampak sosial dari
tindakan perusahaan, program yang digunakan perusahaan untuk melaksanakan tanggung jawab
dan kebijakan yang dikembangkan oleh perusahaan untuk menangani isu-isu sosial dan para
pemangku kepentingan. Meskipun Model CSP Wood (1991) mengintegrasikan beberapa
penelitian sebelumnya kedalam model yang koheren untuk menilai kinerja sosial perusahaan,
akan tetapi tidak menurut Waddock (2004). Waddock sepenuhnya mempertimbangkan
signifikansi dampak terhadap stakeholder. Kedua kerangka tersebut tampaknya lebih berorientasi
arah memajukan teori dan penelitian di lapangan daripada mempengaruhi praktek.
Pendekatan Stakeholder terhadap Corporate Social Responsibility (CSR)

Teori stakeholder menawarkan cara baru untuk mengatur pola pikir tentang tanggung
jawab organisasi. Dengan menyarankan bahwa kebutuhan pemegang saham tidak akan terpenuhi
tanpa memenuhi kebutuhan stakeholder lainnya, hal ini akan mengalihkan perhatian perusahaan
dalam pertimbangan memaksimalkan keuntungan secara langsung. Dengan kata lain ketika suatu
perusahaan berusaha untuk menjadikan pemegang saham sebagai perhatian utamanya, maka
keberhasilan tersebut mungkin akan berpengaruh terhadap pemangku kepentingan lainnya
(Foster dan Jonker, 2005; Hawkins, 2006).
Pada akhir-akhir dekade banyak peneliti menggunakan ide-ide dan terminologi
stakeholder. Beberapa penulis juga memang menyukai pendekatan stakeholder ketika menguji
CSR. Dari penilaian mereka terhadap CSR dan CSP dalam konteks sample dari Italian SMEs,
Longo et al. (2005) mengidentifikasi permintaan dari stakeholder kunci mengenai penciptaan
bilai dari suatu bisnis, menghasilkan grid of values. (Tabel II)
Papasolomou et al. (2005) dalam konteks Cypriot Businesses. Alasan mereka untuk
menggunakan pendekatan stakeholder adalah bahwa stakeholder selalu mempengaruhi atau
dipengaruhi oleh organisasi bisnis dan oleh karena itu dapat dilihat sebagai tuntutan tanggung
jawab yang berbeda kepada mereka. Papasolomou mengidentifikasi enam kelompok sebagai
pemangku kepentingan utama termasuk karyawan, pelanggan, investor, pemasok, masyarakat
dan lingkungan dan menggambarkan masing-masing tindakan vis-a-vis CSR yang relevan
terhadap setiap cluster seperti digambarkan pada Tabel III dalam artikel.

Table II
The Grid of Value (Longo, et al 2005)
Expectation
Employees

Divided into value


Health and safety at work
Development of workers skills
Wellbeing and satisfaction of worker
Quality of work
Social equity

Suppliers

Customers

Community

Partnership between ordering company


and supplier
Selection and analysis systems of
suppliers
Product quality
Safety of customer during use of product
Consumer protection
Transparency of consumer product information
Creation of added value to the community
Environmental safety and production

Teori Stakeholder tampaknya juga lebih mudah untuk digunakan dalam mengumpulkan
dan menganalisa data CSR, dibuktikan dengan proliferasi studi empiris yang pada dasarnya telah
terintegrasi dengan pendekatan pemangku kepentingan seperti diuraikan di bagian sebelumnya.
Penelitian ini juga telah menyebabkan delineasi isu stakeholder terkait langkah-langkah dan
dampak serta perbaikan lebih lanjut, yang dapat berfungsi sebagai panduan yang berguna bagi
manajer untuk menjalankan CSR (Davenport, 2000). Bagian berikutnya menyoroti bagaimana
sebenarnya stakeholder CSR approach yang kemudian dianalisis dengan pendekatan - EPS
seperti yang digunakan oleh Spiller (2000) pendekatan ini merupakan pendekatan yang
digunakan untuk mengumpulkan dan menganalisis data CSR dari sampel perusahaan Lebanon
dan Suriah, yang memungkinkan memungkinkan menghasilkan implikasi relevan yang berbeda
relevan sesuai dengan kegunaan pendekatan CSR stakeholder.

Metodologi Penelitian
Metodologi penelitian yang diterapkan tetaplah konsisten sesuai dengan deskripsi atas teori
stakeholder yang lebih meilihat bagaimana cara pandang partisipan apakah organisasi bisnis
telah melakukan hubungan timbal balik kepada para stakeholdernya.

Metodologi ini akan

mendukung referensi kepada 2 konsep utama yang lain dalam teori stakeholder, yakni teori
instrument stakeholder dan teori normative stakeholder. Dalam Kerangka kerja atas 3 cabang
konsep teori stakeholder, hipotesis pada penelitian terkait akan lebih dibawa dan diujikan setelah
dilakukannya penyajian dalam literature konteks tanggungjawab CSR yang secara perlahanlahan mulai ditinggalkan.

Hipotesis I
Perusahaan-perusahaan pada negara berkembang lebih memprioritaskan stakeholdernya
terutama didasarkan pada pertimbangan instrumental.
H1 lebih menjelaskan bahwa manajemen stakeholder dipahami dan didekati secara instrumental
sebagai bentuk implikasi atas lini bawah dan kinerja perusahaan. Perusahaan cenderung setuju
melakukan perhatian yang sistematis kepada manajemen utama stakeholder sebagai bentuk
antisipasi atas ekspektasi keuntungan lini bawah perusahaan. Hal ini sejalan dengan cara
pandang perusahaan untuk memprioritaskan pada stakeholder dan investasinya didasarkan pada
dukungan kekuatan stakeholder, legitimasi, dan kepentingan atau pertimbangan instrumental
tidak langsung (Mitchell et al., 1997).
Hipotesis II
Perusahaan-perusahaan pada negara berkembang memberikan perhatian sistematis pada
cakupan stakeholder yang terbatas.
H2 sangat terkait dengan H1 dan konsisten dengan proses instrumental pada manajemen
stakeholder. Bila dilihat secara terbatas dan pertimbangan rasional yang sempit, perusahaan akan
mengidentifikasi atau memprioritaskan sejumlah kecil stakeholder inti dalam proses manajemen
stakeholder yang berada diantara stakeholder kunci. Hipotesis ini didasarkan atas literature
(Clarkson 1995) yang membedakan antara stakeholder primer dan sekunder serta menyoroti
kecenderungan perusahaan yang lebih berfokus kepada stakeholder primer. Selain itu juga
merefleksikan pada tulisan Carroll dan Buckhholtz (2003) yang telah membuat jarak antara
stakeholder inti, stakeholder strategis, dan stakeholder lingkungan. Ada banyak bukti yang luas
yang mensugestikan bahwa perusahaan menyalurkan upaya manajemen stakeholder disekitaran
stakeholder pokok.
Hipotesis III
Kecenderungan manajemen instrumental stakeholder adalah berimbang atau dinuansakan
dengan sikap normative, terutama bagi komunitas stakeholder itu sendiri.
H3 menggambarkan secara luas di dalam literature yang mengargumentasikan bahwa perusahaan
membutuhkan untuk menegakkan kreibilitas dan legitimasinya sebagai pelaku tanggung jawab

social di dalam lingkungan bersama. Hal ini sejalan dengan argumentasi Wood`s (1991) yang
berisi tentang prinsip legitimasi dan argumentasi David (1960) tentang hokum keras dari
tanggung jawab. H3 lebih didasarkan pada teori yang terintegrasi antara teori kontrak social dan
teori Donaldson 1982 & Donaldson-Dunfee 1994 yang mengasumsikan bahwa terdapat
keberadaan kontrak social yang implisit antara bisnis dan masyarakat, yang menimbulkan suatu
kewajiban bisnis yang tidak langsung bagi masyarakat.
Hipotesis IV
Manajement stakeholder dipengaruhi oleh ikatan relasional pada stakeholder itu sendiri
seperti kekuatan, legitimasi, kepentingan) sama halnya dengan tekanan yang mampu
mereka pengaruhi di dalam perusahaan.
H4

menggambarkan

tentang

sebagian

besar

dari

konten

literature

yang

lebih

mengargumentasikan bahwa manajer akan memprioritaskan klaim stakeholder berdasarkan


kekuatan relative mereka, legitimasi, dan kepentingannya. Hal ini konsisten dan sejalan dengan
teori stakeholder yang diutarakan oleh Mitchell et all yang mengidentifikasikan dan menonjolkan
atas seberapa besar atribut yang telah memberikan kontribusi bagi stakeholder seperti kekuatan,
legitimasi, dan kepentingannya dalam menyatakan klaim stakeholder yang mecolok atas persepsi
manajemen organisasi bisnis. Begitu juga dengan argumentasi Neville et all (2004) yang
menyatakan bahwa kenaikan derajat pada 3 atribut stakeholder tersebut akan menghasilkan
meningkatnya kepentingan stakeholder bagi perusahaan. H4 juga konsisten dengan isu
manajemen dan literature krisis manajemen. Akhirnya H4 juga konsisten dengan teori institusi
yang menekankan bahwa institusi dan stakeholder di dalam lingkungan eksternal perusahaan
akan menempatkan tekanan bagi perusahaan, membentuk respon yang berkisar dari kesesuaian
pasif menuju kompromis yang aktif, tantangan atau strategi manipulasi (Oliver 1991).
Hipotesis V
Perusahaan

multinasional

memiliki

keseimbangan

dalam

proses

manajemen

stakeholdernya, yang menejermahkan suatu perhatian dengan cakupan stakeholder yang


lebih luas.
H5 menggambarkan isi konten literature yang lebih luas yang akan mensugestikan perusahaan
multinasonal untuk mendisfusikan praktik tanggung jawabnya di berbagai negara yang

ditetapkan (Hawkins 2006). Selain itu, hipotesis ini juga lebih mendasarkan pada suatu literature
yang memberikan sugesti suatu pengalaman perusahaan multinasional tentang CSR secara umum
dan manajemen stakeholder secara khusus (Snider et al 2003). Datangnya era globalisasi telah
membawa pengaruh yang luas terutama perusahaan multinasional yang memiliki akses pasar
yang tidak terbatas dengan biaya produksi yang rendah. Mereka juga datang dalam pembahasan
yang panas diantara para stakeholder yang bisa diperkirakan sehingga menjadi lebih pandai
dalam mengidentifikasi & merekonsiliasi berbagai minat stakeholder. Hal ini sering disebutsebut bahwa perusahaan multinasional telah menciptakan usaha yang sistematis dalam menaruh
spectrum pandangan yang luas atas kepercayaan stakeholder dengan lebih mendasarkan pada
apresiasi yang tinggi dan sensitivitas akan resiko serta reaksi yang diasosiasikan dengan aksi
tanggung jawab non social dengan keunggulan kompetitif aras tanggung jawab social
perusahaan.

Sampel Penelitian
Adapun langkah pertama yang diperlukan yakni mengidentifikasikan perusahaan potensial baik
yang berada di Lebanon maupun Syiria dengan ketertarikan pada CSR yang menjadi bagian dari
penelitian. Perusahaan yang dihubungi pertama kali adalah melalui telepon, lalu selanjutnya
adalah dengan mengirimkan surat pembuka secara formal yang menyoroti tentang maksud/tujuan
dilakukannya penelitian dan sejumlah pertanyaan yang dikirimkan kepada perusahaan, dengan
lampiran EPS yang disertakan. Langkah selanjutnya adalah wawancara, dan orang yang diajak
wawancara adalah semua manajer, posisi manajemen puncak dengan masing-masing jabatan
organisasi, seperti kepala PR atau unit komunikasi, manajer pemasaran, dan direktur
pengembangan.
Perusahaan yang diajak wawancara juga berbagai bidang yakni perusahaan perbankan dan jasa
keuangan,

internet/jasa

multimedia,

telekomunikasi,

energy, tembakau,

farmasi,

dan

penjualan/distribusi. Dari target 20 perusahaan yang beroperasi di Lebanon, tercatat 14


perusahaan yang mengkonfirmasi atas partisipasi untuk diteliti pada bulan Maret 2006. Sama
halnya dengan yang berada di Syria, 14 perusahaan yang beroperasi di sana, tercatat 8
perusahaan yang mengkonfirmasi atas keikutsertaan mereka pada akhir bulan Maret 2006.
Menariknya, sampel yang ditentukan terdiri dari perusahaan nasional dan perusahaan

multinasional dan komposisi sampel yang berpotensi menarik untuk diteliti yakni perbandingan
atas luasnya praktik CSR pada perusahaan local (Lebanon & Syria) yang berbeda.
Alat Penelitian Beserta Protokolnya
Menurut Spiller (2000), EPS telah memperluas focus balance scorecard menuju pada kepuasan
pemegang saham dan pelanggan yang mengambil rekening dari stakeholder primer, yang berisi
tentang pegawai, penyuplai, komunitas dan lingkungan. Sementara EPS memberikan perhatian
pada visi & manfaat suatu perusahaan beserta prinsip etikanya, focus utama pada alat diagnose
ini adalah pada praktik timbal balik suatu perusahaan kepda stakeholder utama. Selain itu EPS
juga dapat dipersiapkan pada berbagai ukuran/level penelitian. EPS ini dapat menyederhanakan
informasi rekening publisitas yang tersedia terkait isu timbal balik perusahaan pada stakeholder
utama. Ukuran kuantitas dapat dipertimbangkan dari level donasi yang diungkapkan di dalam
akun perusahaan menuju hasil keuangan yang sama baiknya pada penilaian kualitatif seperti
persepsi stakeholder kepada kinerja perusahaan yang termasuk dalam laporan media, atau
melalui konsultasi tambahan dnegan para stakeholder.

HASIL PENELITIAN
Skor EPS untuk perusahaan yang beroperasi di Lebanon (baik nasional dan internasional) telah
berkisar dari yang terendah dari 40 ke tinggi dari 114, dengan skor rata-rata EPS 73. Tujuan di
sini bukan untuk mempertimbangkan nilai EPS sebagai reflektif dari kinerja sosial keseluruhan,
melainkan untuk mengukur pola manajemen pemegang saham vice versa pemegang saham yang
berbeda. Perusahaan yang beroperasi di Lebanon tampaknya yang paling memperhatikan
pemegang saham tradisional, yaitu karyawan, pelanggan dan pemegang saham masing-masing,
dan hanya perhatian terbatas pada pemegang saham pasif, termasuk masyarakat dan lingkungan.
Ini mungkin karena pemegang saham pasif cenderung kurang mudah diidentifikasi dan kurang
koheren dalam mengartikulasikan tuntutan dan karenanya diturunkan ke prioritas yang lebih
rendah dalam mengembangkan konteks negara.
Hasil untuk sampel Suriah ,skor EPS secara konsisten lebih rendah di semua pemegang saham
kelompok (Tabel VII). Skor EPS tertinggi untuk sampel Suriah adalah 98 dan terendah adalah
30, dengan skor rata-rata EPS 60. Serupa dengan sampel Lebanon, kinerja paling lemah adalah

di dimensi lingkungan, diikuti oleh dimensi masyarakat atau sebaliknya kelompok pemegang
saham. Pertimbangan tertinggi adalah diberikan di sisi lain sebagai pemegang kepentingan
ekonomi, yaitu pelanggan dan karyawan. Hal ini jelas dari kedua tabel bahwa pemegang saham
diberikan perhatian yang sistematis ketika mereka mewakili secara rasional dan / atau motif
ekonomi untuk perusahaan.
Perbandingan penilaian nilai EPS dari Lebanon dan Syria adalah ketika cabang perusahaan
internasional tidak termasuk memiliki kecondongan nilai EPS pada Lebanon, kita
memperhatikan bahwa kinerja CSR dari Lebanon dan Syria dapat dibandingkan ketika Lebanon
memiliki kinerja yang lebih baik pada keorganisasian dan pemegang kepentingan ekonomi tetapi
mempunyai kinerja buruk pada lingkungan. Secara keseluruhan mempunyai perhatian yang
menarik pada negara berkembang.
HIPOTESIS
H1 : Negera berkembang memprioritaskan pemegang sahamnya didasarkan terutama pada
pertimbangan instrumental.
Penelitian tersebut menunjukkan bahwa perusahaan Lebanon dan Suriah memprioritaskan
pemegang saham mereka berdasarkan pertimbangan instrumental yang tercermin dalam skor
EPS yang lebih tinggi dalam kaitannya dengan keorganisasian dan pemegang kepentingan
ekonomi, yaitu karyawan, pelanggan dan pemegang saham masing-masing. Berdasarkan kedua
data tersebut, H1 diterima.
H2 : Perusahaan di negara berkembang memerlukan perhatian sistematis untuk keterbatasan
pemegang saham.
Penelitian tersebut menunjukkan bahwa perusahaan Lebanon dan Suriah terlihat memiliki
perhatian sistematis sesuai untuk sejumlah pemegang saham seperti yang tercermin dalam
diferensial skor EPS yang lebih tinggi dalam kaitannya dengan tiga inti pemegang saham yaitu
karyawan, pelanggan dan pemegang saham masing-masing.
H3 : Manajemen instrumental pemegang saham cenderung seimbang atau sedikit dipengaruhi
oleh rasa normatif, terutama bagi para pemegang saham.

Ada keterbatasan untuk mengukur apakah H3 didukung dengan melihat skor EPS dalam Tabel
VI dan VII. Pengamatan yang relevan dalam hal ini adalah bahwa kelompok pemegang saham
masyarakat telah menerima skor EPS sistematis yang lebih tinggi dari pemegang saham
lingkungan dalam kedua sampel. Tetapi hal ini tidak dapat dijelaskan lebih jauh untuk
mengevaluasi H3 sehingga harus didiskusikan oleh manajer dan karenanya H3 diterima.
H4: Manajemen pemegang saham dipengaruhi oleh hubungan atribut dari pemegang saham
tertentu (kekuasaan, legitimasi, urgensi) serta tekanan mereka dapat mengerahkan perusahaan.
H4 sulit untuk dinilai secara sistematis skor EPS yang diperoleh dan fakta bahwa data yang
diperoleh melalui wawancara dengan manajer tanpa pertimbangan dan perspektif stakeholder.
Meskipun demikian, cukup aman untuk menyimpulkan bahwa manajer mempertimbangkan
karyawan, pelanggan, pemegang saham dan pemegang saham pemasok kelompok diikuti oleh
kelompok pemegang saham masyarakat untuk memegang lebih banyak legitimasi berdasarkan
instrumental dan pertimbangan normatif. Lebih penting dalam konteks temuan tersebut adalah
tekanan terbatas diberikan oleh lembaga dan dilembagakan pemegang saham untuk masalah
lingkungan seperti yang terdeteksi dalam skor EPS terendah dalam kaitannya dengan kelompok
pemegang saham lingkungan di kedua sampel (Tabel VI dan VII). Berdasarkan analisis di atas,
H4 juga diterima
H5 : Perusahaan multinasional memiliki proses manajemen stakeholder yang lebih seimbang,
serta memperhatikan cakupan pemegang saham yang lebih luas.

Temuan dari konteks Lebanon menunjukkan bahwa perusahaan multinasional (MNC) telah
ditransplantasikan dengan rasa tanggung jawab yang kuat, mengingat seperti yang digambarkan
dalam Tabel VI, nilai EPS dari anak perusahaan internasional yang telah dimasukkan dalam
sampel lebih baik daripada teman lokal mereka. Skor EPS yang diperoleh menunjukkan bahwa
perusahaan multinasional dan anak perusahaan mereka membuat upaya sistematis dalam
mengelola spektrum hubungan pemegang saham. Sementara manajemen pemegang saham
perusahaan multinasioanl terlihat mengacu pada motivasi instrumental, milai EPS yang diperoleh
menjelaskan bahwa perusahaan multinasional memiliki proses manajemen pemegang saham
yang lebih seimbang dan perhatian yang lebih luas pada pemegang saham sehingga H5 diterima.

KESIMPULAN
Adanya pengaruh terbaru dari teori stakeholder adalah didasarkan pada keyakinan bahwa
hubungan perusahaan dengan pemegang saham adalah aset penting bahwa manajer harus
mengelola. Sementara CSR bertujuan untuk mendefinisikan apa tanggung jawab yang bisnis
harus memenuhi, konsep pemegang saham membahas masalah bisnis atau harus bertanggung
jawab. Kedua konsep yang erat saling terkait. Namun, sementara konsep CSR masih terdapat
kekurangan tingkat abstraksi, pendekatan pemegang kepentingan menawarkan alternatif praktis
untuk menilai kinerja perusahaan.
Studi empiris di Lebanon dan konteks Suriah telah menunjukkan di sisi lain bagaimana teori
pemegang saham dapat digunakan untuk menggambarkan dan menguji hipotesis baru, dan untuk
mendapatkan wawasan umum pola / motivasi CSR. Kami telah mencatat dalam hal ini
menghormati perekrutan perusahaan terus menerus dengan pemegang kepentingan tradisional
(misalnya, karyawan, pelanggan dan pemegang saham) dan arti-penting dari suatu Pendekatan
manajemen berperan pemangku kepentingan berdasarkan definisi yang sempit / pemahaman
CSR, dengan integrasi beberapa rasa normatif, pemegang kepentingan masyarakat. Kami
memiliki juga mencatat bahwa manajemen pemangku kepentingan adalah dipengaruhi oleh
hubungan atribut pemegaang saham dan tekanan mereka dapat mengerahkan pada perusahaan,
sementara

juga

mencatat

kemampuan

peningkatan

perusahaan

multinasional

dalam

menyeimbangkan lebih luas pemegang kepentingan.


Penelitian membandingkan pola manajemen pemangku kepentingan perusahaan lokal dan
perusahaan internasional atau anak perusahaan sangat informative dan dapat membantu
membangun momentum menuju praktek global yang membaik. Penelitian akhirnya lebih
menerangi pola manajemen pemangku kepentingan dan CSR di negara-negara berkembang juga
sangat banyak diperlukan mengingat kurangnya studi sedemikian.

CRITICAL REVIEW
Pada artikel tersebut yang melakukan penelitian terhadap bagaimana pendekatan atau teori
stakeholder terhadap CSR atau Corporate Social Responsibility serta bagaimana relevansinya
terhadap studi empiris saat ini. Pemilihan sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu

menggunakan komparasi antar dua negara berkembang, yaitu Lebanon dan Syria, dengan
menggunakan 14 perusahaan Lebanon dan 8 perusahaan Syria sudah layak digunakan untuk
mengakomodasi penelitian tersebut. Penggunaan metodologi EPS (Ethical Performance Score)
berguna dalam penelitian tersebut. Pertama, ini bersifat sederhana dan bersifat komprehensif
untuk mengilustrasikan pendekatan stakeholder dengan CSR, EPS dalam hal ini memberikan
sebuah alat yang berharga untuk operasionalisasi pendekatan stakeholder terhadap CSR. Kedua,
memberikan kesempatan untuk mengukur praktik perusahaan stakeholder dan memungkinkan
perbandingan penilaian patokan pola kinerja perusahaan pemegang kepentingan yang relatif
berbeda terhadap perusahaan lain. Hal ini terutama berlaku ketika EPS Skor yang diperoleh yang
dilengkapi dengan diskusi dengan manajer untuk mengukur asumsinya. Sehingga metode EPS
merupakan metode yang banyak berkontribusi untuk memberikan hasil penelitian yang optimal
pada penelitian tersebut

You might also like