Professional Documents
Culture Documents
Darah manusia adalah cairan jaringan tubuh. Fungsi utamanya adalah mengangkut
oksigen yang diperlukan oleh sel-sel di seluruh tubuh. Darah juga menyuplai jaringan
tubuh dengan nutrisi, mengangkut zat-zat sisa metabolisme, dan mengandung berbagai bahan
penyusun sistem imun yang bertujuan mempertahankan tubuh dari berbagai penyakit.
Hormon-hormon dari sistem endokrin juga diedarkan melalui darah.Darah manusia
berwarna merah, antara merah terang apabila kaya oksigen sampai merah tua apabila
kekurangan oksigen. Warna merah pada darah disebabkan oleh hemoglobin, protein
pernapasan (respiratoryprotein) yang mengandung besi dalam bentuk heme, yang
merupakan tempat terikatnya molekul-molekul oksigen. Manusia memiliki sistem
peredaran darah tertutup yang berarti darah mengalir dalam pembuluh darah dan
disirkulasikan oleh jantung. Darah dipompa oleh jantung menuju paru-paru untuk melepaskan sisa
metabolisme berupa karbondioksida dan menyerap oksigen melalui pembuluh arteri
pulmonalis, lalu dibawa kembali ke jantung melalui vena pulmonalis. Setelah itu darah
dikirimkan ke seluruh tubuh oleh saluran pembuluh darah aorta. Darah mengedarkan
oksigen ke seluruh tubuh melalui saluran halus darah yang disebut pembuluh kapiler.
Darah kemudian kembali ke jantung melalui pembuluh darah vena cava superior dan
vena cava inferior. Darah juga mengangkut bahan bahan sisa metabolisme, obat-obatan
dan bahan kimia asing ke hati untuk diuraikan dan ke ginjal untuk dibuang sebagai air
seni.
Hemoglobin
dirombak
kemudian
dijadikan
pigmen
Bilirubin
(pigmen empedu).
b. Lekosit(Sel Darah Putih)
Leukosit memiliki nukleus namun tak memiliki hemoglobin. Rentang hidup
lekosit adalah beberapa jam hingga beberapa hari. Leukosit bersifat amuboid atau
tidak memiliki bentuk yang tetap. Orang yang kelebihan leukosit menderita
penyakit leukimia, sedangkan orang yang kekurangan leukosit menderita penyakit
leukopenia. Jumlah lekosit adalah 4.000-11.000.
Leukosit digolongkan menjadi 2 yaitu granulosit dan agranulosit. Ciri dari
granulosit atau lekosit granuler adalah memiliki granula pada sitoplasma. Ada 3
macam granulosit, yaitu netrofil atau polimorf (10-12 m), eosinofil (10-12 m)
dan basofil (8-10 m). Ciri dari agranulosit adalah tidak memiliki granula pada
sitoplasma. Ada 2 macam agranulosit yaitu limfosit (7-15 m) dan monosit (14-19
m).
Leukosit bertanggung jawab terhadap sistem imun tubuh dan bertugas untuk
memusnahkan benda-benda yang dianggap asing dan berbahaya oleh tubuh, misal
virus atau bakteri. Secara rinci, fungsi dari masing-masing jenis lekosit adalah:
1. Netrofil berfungsi melakukan fagositosis (melahap agen penyerang, misalnya
bakteri)
2.Eosinofil
3.Basofil
4.
Limfosit
berfungsi
berfungsi
berfungsi
menghasilkan
menyerang
alergen
menyerang
alergen
antibodi
untuk
melawan
antigen
dan
berbagai
variasi
tingkat
anemia,
granulositopenia,
dan
trombositopenia.2,3
Leukemia adalah suatu keadaan di mana terjadi pertumbuhan yang bersifat
irreversibel dari sel induk dari darah. Pertumbuhan dimulai dari mana sel itu berasal.
Sel-sel tesebut, pada berbagai stadium akan membanjiri aliran darah. Pada kasus
Leukemia (kanker darah), sel darah putih tidak merespon kepada tanda/signal yang
diberikan. Akhirnya produksi yang berlebihan tidak terkontrol (abnormal) akan
keluar dari sumsum tulang dan dapat ditemukan di dalam darah perifer atau darah
tepi. Jumlah sel darah putih yang abnormal ini bila berlebihan dapat mengganggu
fungsi normal sel lainnya, Seseorang dengan kondisi seperti ini (Leukemia) akan
menunjukkan beberapa gejala seperti; mudah terkena penyakit infeksi, anemia dan
perdarahan
3
C. ETIOLOGI
Anemia Aplastik
Masih belum terdapat bukti yang sangat jelas mengapa seseorang dapat
diduga secara potensial menderita keracunan sumsum tulang berat dan sering
terdapat kasus cedera sumsum tulang yang tidak dapat disembuhkan. Oleh
karena itu, penyebab pasti seseorang menderita anemia aplastik juga belum
dapat ditegakkan dengan pasti. Namun terdapat beberapa sumber yang
berpotensi sebagai faktor yang menimbulkan anemia aplastik. Anemia
aplastik dapat diggolongkan menjadi tiga berdasarkan penyebabnya yaitu :
anemia aplastik didapat (acquired aplastic anemia); familial (inherited);
idiopathik (tidak diketahui). Sumber lainnya membagi penyebabnya menjadi
primer (kongenital, idiopatik) dan sekunder (radiasi, obat, penyebab lain).
Berikut ini merupakan penjelasan mengenai ketiga penyebab tersebut:
Anemia Aplastik Didapat (Acquired Aplastic Anemia)
Bahan Kimia.
Berdasarkan pengamatan pada pekerja pabrik sekitar abad ke-20an,
keracunan pada sumsum tulang, benzene juga sering digunakan sebagai
bahan pelarut. Benzene merupakan bahan kimia yang paling berhubungan
dengan anemia aplastik. Meskipun diketahui sebagai penyebab dan sering
digunakan dalam bahan kimia pabrik, sebagai obat, pewarna pakaian, dan
bahan yang mudah meledak. Selain penyebab keracunan sumsum tulang,
benzene juga menyebabkan abnormalitas hematologi yang meliputi anemia
hemolitik, hiperplasia sumsum, metaplasia mieloid, dan akut mielogenous
leukemia. Benzene dapat meracuni tubuh dengan cara dihirup dan dengan
cepat diserap oleh tubuh, namun terkadang benzene juga dapat meresap
melalui membran mukosa dan kulit dengan intensitas yang kecil. Terdapat
juga hubungan antara pengguanaan insektisida menggunakan benzene
dengan anemia aplastik. Chlorinated hydrocarbons dan organophospat
menambah banyaknya kasus anemia aplastik seperti yang dilaporkan 280
kasus dalam literatur. Selain itu DDT(chlorophenothane), lindane, dan
chlordane juga sering digunakan dalam insektisida.1 Trinitrotolune (TNT),
bahan peledak yang digunakan pada perang dunia pertama dan kedua juga
terbukti sebagai salah satu faktor penyebab anemia aplastik fatal. Zat ini
4
meracuni dengan cara dihirup dan diserap melalui kulit. Kasus serupa juga
diamati pada pekerja pabrik mesia di Great Britain dari tahun 1940 sampai
1946.
Obat
Beberapa jenis obat mempunyai asosiasi dengan anemia aplastik, baik itu
mempunyai pengaruh yang kecil hingga pengaruh berat pada penyakit
anemia aplastik. Hubungan yang jelas antara penggunaan obat tertentu
dengan masalah kegagalan sumsum tulang masih dijumpai dalam kasus
yang jarang. Hal ini disebabkan oleh dari beberapa interpretasi laporan
kasus dirancukan dengan kombinasi dalam pemakaian obat. Kiranya,
banyak agen dapat mempengaruhi fungsi sumsum tulang apabila
menggunakan obat dalam dosis tinggi serta tingkat keracunan tidak
mempengaruhi organ lain. Beberapa obat yang dikaitkan sebagai penyebab
anemia aplastik yaitu obat dose dependent (sitostatika, preparat emas), dan
obat dose independent (kloramfenikol, fenilbutason, antikonvulsan,
sulfonamid)
Radiasi
Penyinaran yang bersifat kronis untuk radiasi dosis rendah atau radiasi
lokal dikaitkan dengan meningkat namun lambat dalam perkembangan
anemia aplastik dan akut leukemia. Pasien yang diberikan thorium dioxide
melalui kontras intravena akan menderita sejumlah komplikasi seperti
tumor hati, leukemia akut, dan anemia aplastik kronik. Penyinaran dengan
radiasi dosis besar berasosiasi dengan perkembangan aplasia sumsum
tulang dan sindrom pencernaan.1 Makromolekul besar, khususnya DNA,
dapat dirusak oleh: (a) secara langsung oleh jumlah besar energi sinar yang
dapat memutuskan ikatan kovalen; atau (b) secara tidak langsung melalui
interaksi dengan serangan tingkat tinggi dan molekul kecil reaktif yang
dihasilkan dari ionisasi atau radikal bebas yang terjadi pada larutan. Secara
mitosis jaringan hematopoesis aktif sangat sensitif dengan hampir segala
bentuk radiasi. Sel pada sumsum tulang kemungkinan sangat dipengaruhi
oleh energi tingkat tinggi sinar , yang dimana dapat menembus rongga
perut. Kedua, dengan menyerap partikel dan (tingkat energi yang
5
imatur
dan
mencegah
diferensiasi.Seperti
mutasi
saja
tidak
sel,
yang
mengarah
ke
entitas
klinis
Leukemia.
normal dalam sumsum tulang. Hal ini menyebabkan neutropenia, anemia, dan
trombositopenia.
E. GEJALA KLINIS
Anemia Aplastik
Pada anemia aplastik terdapat pansitopenia sehingga keluhan dan gejala yang
timbul adalah akibat dari pansitopenia tersebut. Hipoplasia eritropoietik akan
menimbulkan anemia dimana timbul gejala-gejala anemia antara lain lemah,
dyspnoe deffort, palpitasi cordis, takikardi, pucat dan lain-lain. Pengurangan
elemen lekopoisis menyebabkan granulositopenia yang akan menyebabkan
penderita menjadi peka terhadap infeksi sehingga mengakibatkan keluhan dan
gejala infeksi baik bersifat lokal maupun bersifat sistemik. Trombositopenia
tentu dapat mengakibatkan pendarahan di kulit, selaput lendir atau
pendarahan di organ-organ. Pada kebanyakan pasien, gejala awal dari anemia
aplastik yang sering dikeluhkan adalah anemia atau pendarahan, walaupun
demam atau infeksi kadang-kadang juga dikeluhkan.
Anemia aplastik mungkin asimtomatik dan ditemukan pada pemeriksaan
rutin. Keluhan yang dapat ditemukan sangat bervariasi. Pada tabel
dibawah ini terlihat bahwa pendarahan, lemah badan dan pusing
merupakan keluhan yang paling sering dikemukakan.
Keluhan Pasien Anemia Aplastik:
Jenis keluhan
Pendarahan
Lemah badan
Pusing
Jantung berdebar
Demam
Nafsu makan berkurang
Pucat
Sesak nafas
Penglihatan kabur
Telinga berdengung
%
83
80
69
36
33
29
26
23
19
13
Pada tabel dibawah ini terlihat bahwa pucat ditemukan pada semua
pasien yang diteliti sedangkan pendarahan ditemukan pada lebih dari
%
100
Pendarahan
63
Kulit
34
Gusi
26
Retina
20
Hidung
Saluran cerna
Vagina
Demam
16
Hepatomegali
Splenomegali
Leukemia
Berbeda dengan anggapan umum selama ini, pada pasien Leukemia
tidak selalu dijumpai leukositosis. Leukositosis terjadi pada sekitar 50%
kasus Leukemia, sedang 15% pasien mempunyai angka leukosit yang normal
dan sekitar 35% mengalami netropenia. Meskipun demikian, sel-sel blast
dalam jumlah yang signifikan di darah tepi akan ditemukan pada 85% kasus
Leukemia. Oleh karena itu sangat penting untuk memeriksa rincian jenis selsel leukosit di darah tepi sebagai pemeriksaan awal, untuk menghindari
kesalahan diagnosis pada orang yang diduga menderita LMA.
Tanda dan gejala utama Leukemia adalah adanya rasa lelah, perdarahan
dan infeksi yang disebabkan oleh sindrom kegagalan sumsum tulang
sebagaimana telah disebutkan di atas. Perdarahan biasanya terjadi dalam
bentuk purpura atau petekia yang sering dijumpai di ekstremitas bawah atau
berupa epistaksis, perdarahan gusi dan retina. Perdarahan yang lebih berat
jarang terjadi kecuali pada kasus yang disertai dengan DIC. Kasus DIC ini
10
pling sering dijumpai pada kasus LMA tipe M3. Infeksi sering terjadi di
tenggorokan, paru-paru, kulit dan daerah peri rektal, sehingga organ-organ
tersebut harus diperiksa secara teliti pada pasien Leukemia dengan demam.
Pada pasien dengan angka leukosit yang sangat tinggi (lebih dari 100
ribu/mm3), sering terjadi leukositosis, yaitu gumpalan leukosit yang
menyumbat aliran pembuluh darah vena maupun arteri. Gejala leukositosis
sangat bervariasi, tergantung lokasi sumbatannya. Gejala yang sering
dijumpai adalah gangguan kesadaran, sesak nafas, nyeri dada dan priapismus.
Infiltrasi sel-sel blast akan menyebabkan tanda/gejala yang bervariasi
tergantung organ yang di infiltrasi. Infiltrasi sel-sel blast di kulit akan
menyebabkan leukemia kutis yaitu berupa benjolan yang tidak berpigmen dan
tanpa rasa sakit, sedang infiltrasi sel-sel blast di jaringan lunak akan
menyebabkan nodul di bawah kulit (kloroma). Infiltrasi sel-sel blast di dalam
tulang akan meninbulkan nyeri tulang yang spontan atau dengan stimulasi
ringan. Pembengkakkan gusi sering dijumpai sebagai manifestasi infiltrasi
sel-sel blast ke dalam gusi. Meskipun jarang, pada Leukemia juga dapat
dijumpai infiltrasi sel-sel blast ke daerah menings dan untuk penegakan
diagnosis diperlukan pemeriksaan sitologi dari cairan serebro spinal yang
diambil melalui prosedur pungsi lumbal.
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSIS
Anemia Aplastik
Untuk menegakkan diagnosis anemia aplastik dan menyingkirkan berbagai
kemungkinan penyakit penyebab pansitopenia sehingga tidak meragukan
hasil diagnosisnya, kita dapat memulainya dengan melakukan anamnesis
seputar keluhan dari pasien, kemudian melakukan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang baik pemeriksaan laboratorium ataupun radiologis.
1. Anamnesis
Dari anamnesis bisa kita dapatkan keluhan pasien mengenai gejalagejala seputar anemia seperti lemah, letih, lesu, pucat, pusing, penglihatan
terganggu, nafsu makan menurun, sesak nafas serta jantung yang berdebar.
Selain gejala anemia bisa kita temukan keluhan seputar infeksi seperti
demam, nyeri badan ataupun adanya riwayat terjadinya perdarahan pada
gusi, hidung, dan dibawah kulit.
11
serta
jumlah
trombosit
yang
kurang
dari
selularitas sumsum tulang kurang dari 25% atau kurang dari 50%
dengan kurang dari 30% sel hematopoiesis terlihat pada sumsum
tulang.
3) Pemeriksaan Flow cytometry dan FISH (Fluoresence In Situ
Hybridization)
Kedua pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan spesifik. Pada
pemeriksaan Flow cytometry, sel-sel darah akan diambil dari sumsum
tulang, tujuannya untuk mengetahui jumlah dan jenis sel-sel yang
terdapat di sumsum tulang. Pada pemeriksaan FISH, secara langsung
akan disinari oleh cahaya pada bagian yang spesifik dari kromosom
atau gen. Tujuannya untuk mengetahui apakah terdapat kelainan genetic
atau tidak
4) Tes fungsi hati dan virus
Tes fungsi hati harus dilakukan untuk mendeteksi hepatitis, tetapi pada
pemeriksaan serologi anemia aplastik post hepatitis kebanyakan sering
negative untuk semua jenis virus hepatitis yang telah diketahui. Onset
dari anemia aplastik terjadi 2-3 bulan setelah episode akut hepatitis dan
kebanyakan sering pada anak laki-laki. Darah harus di tes antibodi
hepatitis A, antibodi hepatitis C, antigen permukaan hepatitis B, dan
virus Epstein-Barr (EBV). Sitomegalovirus dan tes serologi virus
lainnya harus dinilai jika mempertimbangkan dilakukannya BMT (Bone
Marrow Transplantasion). Parvovirus menyebabkan aplasia sel darah
merah namun bukan merupakan anemia aplastik.
5) Level vitamin B-12 dan Folat
Level vitamin B-12 dan Folat harus diukur untuk menyingkirkan
anemia megaloblastik yang mana ketika dalam kondisi berat dapat
menyebabkan pansitopenia
6) Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiologis umumnya tidak dibutuhkan untuk menegakkan
diagnosa anemia aplastik. Survei skletelal khususnya berguna untuk
sindrom kegagalan sumsum tulang yang diturunkan, karena banyak
diantaranya memperlihatkan abnormalitas skeletal
a. Pemeriksaan X-ray rutin dari tulang radius untuk menganalisa
kromosom darah tepi untuk menyingkirkan diagnosis dari anemia
fanconi
14
15
dan
monositopenia
memerlukan
tatalaksana
untuk
16
17
metilprednisolon)
atau
pemberian
dosis
tinggi
siklofosfamid.
a. Pengobatan Suportif
Bila terapat keluhan akibat anemia, diberikan transfusi eritrosit berupa
packed red cells sampai kadar hemoglobin 7-8 g% atau lebih pada
orang tua dan pasien dengan penyakit kardiovaskular.
Resiko pendarahan meningkat bila trombosis kurang dari 20.000/mm 3.
Transfusi trombosit diberikan bila terdapat pendarahan atau kadar
trombosit dibawah 20.000/mm3 sebagai profilaksis. Pada mulanya
diberikan trombosit donor acak. Transfusi trombosit konsentrat
berulang dapat menyebabkan pembentukan zat anti terhadap trombosit
donor. Bila terjadi sensitisasi, donor diganti dengan yang cocok HLAnya (orang tua atau saudara kandung). Pemberian transfusi leukosit
sebagai profilaksis masih kontroversial dan tidak dianjurkan karena
efek samping yang lebih parah daripada manfaatnya. Masa hidup
leukosit yang ditransfusikan sangat pendek.
b. Terapi imunosupresif
Obat-obatan
yang
termasuk
terapi
imunosupresif
adalah
ATG
kelinci.
hematopoietik seperti
Pemberian
faktor-faktor
pertumbuhan
bila
mendapatkan
terapi
imunosupresif
karena
makin
penolakan
sumsum
tulang
donor
(Graft
Versus
19
nutrisi
yang
baik
dan
pendekatan
aspek
psikososial.
sakit.
Penderita dinyatakan remisi komplit apabila tidak ada keluhan dan bebas
gejala leukemia, pada aspirasi sumsum tulang didapat selularitas normal dan
jumlah sel blast < 5% dari sel berinti, hemoglobin > 12 gr/dL tanpa transfusi,
20
jumlah sel leukosit > 3000/l, dengan hitung jenis leukosit normal, jumlah
granulosit > 2000/ l, jumlah trombosit > 100.000/ l, dan pemeriksaan
cairan serebropinal normal.
Permasalahan yang dihadapi pada penanganan pasien leukemia adalah
obat yang mahal, ketersediaan obat yang belum tentu langkap, dan adanya
efek samping, serta perawatan yang lama. Obat untuk leukemia dirasakan
mahal bagi kebanyakan pasien apalagi dimasa krisis sekarang ini, Selain
macam obat yang banyak , juga lamanya pengobatan menambah beban biaya
untuk pengadaan obat. Efek samping sitostatika bermacam-macam seperti
anemia, pedarahan, rambut rontok, granulositopenia (memudahkan terjadinya
infeksi), mual/ muntah, stomatitis, miokarditis dan sebagainya. Penderita
dengan granulositopenia sebaiknya dirawat di ruang isolasi. Untuk mengatasi
kebosanan karena perawatan yang lama perlu disediakan ruang bermain dan
pelayanan psikologis. Penderita yang telah remisi dan selesai pengobatan
kondisinya akan pulih seperti anak sehat. Problem selama pengobatan adalah
terjadinya relap (kambuh). Relaps merupakan pertanda yang kurang baik bagi
penyakitnya.
Pada dasarnya ada 3 tempay relaps :
Intramedular (Sumsum tulang)
Ekstramedular (Susunan saraf pusat, testis, iris)
Intra dan ekstra meduler.
Relaps bisa terjadi pada relaps awal (early relaps) yang terjadi selama
pengobatan atau 6 bulan dalam masa pengobatan dan relaps lambat (late
relapse) yang terjadi lebih dari 6 bulan setelah pengobatan
21
DAFTAR PUSTAKA
1.
Diakses
12/01/2014.
Dari
URL
2.
http://www.cancer.org/cancer/aplasticanemia/
Bakhsi S. Aplastic Anemia, Dalam : Emedicine Article, 2004. Diakses :
3.
4.
5.
6.
83-87.
Linker CA, Aplastic anemia. In: McPhee SJ, Papadakis MA, et al (eds).
Current Medical Diagnosis and Treatment. New York: Lange McGraw Hill,
7.
2007;510-11.
Paquette R, Munker R. Aplastic Anemias. In: Munker R, Hiller E, et al (eds).
Aplastic anemia, dalam Modern Hematology Biology and Clinical Management
8.
22