Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Suatu perbuatan yang tidak termasuk dalam rumusan delik tidak dapat
dijatuhi pidana. Akan tetapi, hal itu juga tidak berarti bahwa perbuatan yang
tercantum dalam rumusan delik selalu dapat dijatuhi pidana. 1 Salam suatu
ketentuan pidana, pembentuk undang-undang tidak selalu merumuskan
perbuatan yang dapat dipidana saja. Kadang-kadang ditambah dengan
penyebutan keadaaan dimana melakukan perbuatan itu tidak dipidana. Jadi,
pembentuk undang-undang menambahkan alasan-alasan penghapus pidana
pada rumusan delik.2 Alasan penghapus pidana merupakan keadaan khusus
(yang harus dikemukakan tetapi tidak dibuktikan oleh terdakwa) yang jika
dipenuhi menyebabkan meskipun terhadap semua unsur tertulis dari rumusan
delik telah dipenuhi dan dijatuhi pidana. KUHP tidak menjelaskan apa yang
dimaksud dengan alasan penghapus pidana dan perbedaan antara alasan
pembenar dan alasan pemaaf. KUHP hanya menyebutkan hal-hal yang dapat
menghapuskan pidana saja. Pembahasan mengenai hal tersebut berkembang
melalui doktrin dan yurispridensi.3
1 D. Schaffmeister, (et. Al), Hukum Pidana, Citra aditya bakti, Bandung, 2007, hlm. 26
2 D. Schaffmeister, (et. Al), Op.Cit, hlm 28
3 http://wardahcheche.blogspot.co.id/2014/11/penghapusan-pidana.html, diakses pada
senin, 11 april 2016
4 Romli atmasasmita, perbandingan hukum pidana, C.V Mandar maju, Bandung, 2000,
hlm 37
5 Romli atmasasmita, Op. Cit, hlm 39.
sistem hukum civil law adalah adanya gabungan antara perbuatan yang
dilarang dan pelaku yang diancam dengan pidana. Perbuatan oelanggaran
hukum dari pelaku harus memenuhi syarat sebagai berikut:6
1. Bahwa perbuatan tersebut (berbuat atau tidak berbuat) dilakukan oleh
seseorang;
2. Diatur dalam ketentuan undang-undang termasuk lingkup definisi
pelanggaran; dan
3. Bersifat melawan hukum.
Berdasarkan uraian diatas, untuk itu dalam makalah ini akan dibahas
mengenai alasan penghapusan pidana yang berlaku di Indonesia (Civil law),
Inggris dan Amerika (Common law)
.
B. Identifikasi Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan alasan penghapus pidana?
2. Bagaimana mengenai alasan penghapusan pidana di Indonesia?
3. Bagaimana mengenai alasan penghapusan pidana di Inggris dan Amerika?
BAB II
PEMBAHASAN
pemerintah
kemanfaatannya
menganggap
kepada
bahwa atas
masyarakat,
dasar
sebaiknya
utilitas
tidak
atau
diadakan
dia
berbuat
karena
keadaan
terpaksa,
dia
dapat
10 D. Schaffmeister, (et. Al), Hukum Pidana, Citra aditya bakti, Bandung, 2007, hlm 29
sebagai unsur yang harus dituduhkan dan dibutkikan atau adanya keadaan itu
sebagai alasan penghapus pidana.
dan alasan karena umur yang masih muda, sedangkan alasan tidak dapat
dipertanggung-jawabkannya seseorang yang terletak di luar orang itu adalah
keadaaan-keadaan yang dimuat pada Pasal 48 sampai dengan Pasal 51, yaitu
daya paksa, pembelaan terpaksa, melaksanakan perintah UU, dan
melaksanakan perintah jabatan. Di negeri Belanda sejak tahun 1905 tidak Iagi
merupakan alasan penghapus pidana.11
Alasan penghapus pidana berdasarkan ilmu pengetahuan hukum pidana
dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu alasan penghapus pidana yang umum dan
alasan penghapus pidana yang khusus:12
1) Alasan penghapus pidana yang umum merupakan alasan penghapus
pidana yang berlaku untuk tiap-tiap delik pada umumnya sebagaimana
disebut dalam pasal 44, 48 s/d 51 KUHP; sedangkan
2) Alasan penghapus pidana yang khusus, merupakan alasan yang hanya
berlaku untuk delik-delik tertentu saja, seperti misalnya pasal 166 KUHP,
Pasal 221 ayat 2 dan Pasal Pasal 310 ayat (3).
Pasal 166 KUHP menentukan bahwa "Ketentuan-ketentuan pasal 164 dan 165
KUHP tidak berlaku pada orang yang karena pemberitahuan itu mendapat
bahaya untuk dituntut sendiri dst ...........................berarti pasal ini
mengecualikan keadaan sebagaimana ditentukan Pasal 164 (mengetahui ada
permufakatan jahat) dan Pasal 165 (mengetahui ada niat melakukan perbuatan
104, 106-108, dst). Demikian pula ketentuan Pasal 221 ayat 2, yaitu
perbuatan menyimpan orang melakukan kejahatan .
11 Soedarto, Hukum Pidana I, Yayasan Soedarto, Semarang, 1994 hlm. 138.
12 Idem.
sifat
dapat
dipidana
(strafwaardigheiduitsluiten),
namun
pembagian itu tidak banyak dianut. Para penulis hukum pidana lebih banyak
mengikuti pendapat VOS yang membedakan kedalam alasan pembenar
(rechtvaardigingsgronden) dan alasan pemaaf (schulduitsluitingsgronden). 13
a. Tidak mampu bertanggungjwab (pasal 44)
Tidak mampu bertanggung jawab datur pada Pasal 44. Disitu
ditentukan bahwa tidak dapat dipidana seseorang yang melakukan
perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya karena
kurang sempurna akal/jiwanya atau terganggu karena sakit. Mv.T
sebagaimana
telah
disebut
di
muka
menyebutkan
tak
dapat
jenis
penyakit
jiwa
yang
penderitanya
hanya
dapat
sistim
deskriptif
normatif,
artinya
ahli
akan
17 Moeljanto, Asas-asas hukum pidana, Rineka cipta, jakarta 2008, hlm 152
menyatakan
Barangsiapa
melakukan
perbuatan
untuk
secara materiil, yaitu setiap peraturan yang dibuat oleh alat pembentuk
undang-undang yang umum. Dengan demikian tidak hanya UU, tetapi
dalam perundang-undangan Indonesia bisa meliputi Perpu, peraturan
pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Daerah, dan lain sebagainya.
Dalam hubungan ini soalnya adalah apakah perlu bahwa peraturan
perundang-undang itu menentukan kewajiban untuk melakukan suatu
perbuatan sebagai pelaksanaan. Dalam hal ini umumnya cukup, apabila
peraturan itu memberi wewenang untuk kewajiban tersebut, dalam
melaksanakan perundang-undangan ini diberikan suatu kewajiban.
Dengan perkataan lain kewajiban/tugas itu diperintahkan oleh peraturan
undang-undang.25 Bertindak untuk melaksanakan ketentuan undangundang menurut pasal 50 KUHP tidak dipidana.didalam pasal 50 KUHP
berbunyi, barangsiapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan
ketentuan undang undang, tidak dipidana.
f. Melaksanakan Perintah Jabatan (Ambtelijk Bevel)
pasal 51 ayat 1 KUHP berbunyi, Barang siapa melakukan
perbuatan untuk menjalankan perintah jabatan yang diberikan oleh kuasa
yang berhak akan itu, tidak boleh dihukum. Melaksanakan perintah
jabatan hubungan antara perintah jabatan dan dengan pihak yang
diperintah harus mempunyai hubungan hukum yang bersifat berlaku
umum, baik menurut isinya maupun peraturan itu sendiri.26
26 Moeljanto, Asas-asas hukum pidana, Rineka cipta, jakarta 2008, hlm 137
perintah itu adalah sah (ia mengira dengan iktikad baik jujur
hati bahwa perintah itu sah);
2) Perintah itu terletak dalam lingkungan wewenang dari
orang yang diperintah.
Selain karena hal-hal atau keadaan yang diatur di dalam undang-undang
seseorang yang melakukan perbuatan pidana tidak di pidana, diluar undangundang juga terdapat alasa-alasan yang menyebabkan seseorang yang
melakukan perbuatan yang mencocoki lukisan undang-undang tidak dipidana,
misalnya:
a. hak orang tua mendidik anaknya dan hak guru untuk
menertibkan anak-anak didiknya. Hak-hak ini disandarkan pada
hak orang tua untuk mengajar anak/ anak didiknya (tuchtrecht
van de ouders), yang harus dilakukan secara patut dan layak;
b. hak yang timbul dari pekerjaan (beroepsrecht) seorang dokter,
apoteker, bidan dan penyelidik ilmiah (misalnya untuk
vivisectie, yaitu suatu perbuatan yang dilakukan dengan tujuan
untuk memberantas suatu penyakit. Guna mencapai tujuan itu
seringkali dilakukan percobaan- percobaan terhadap hewan.
Perbuatan menyakiti atau menyiksa hewan itu dirumuskan
sebagai perbuatan pidana Pasal 302 KUHP, namun perbuatan ini
tidak dipidana berdasarkan hak yang timbul dari pekerjaan);
c. ijin atau persetujuan dari orang yang dirugikan kepada orang
lain mengenai suatu perbuatan yang dapat dipidana, apabila
dilakukan tanpa ijin atau persetujuan (consent of the victim);
d. mewakili urusan orang lain (zaakwaarneming);
yang
dinyatakan
oleh
terdakwa
itu
terdakwa
tidak
mempunyai
kehendak
bebas
untuk
terdakwa mempunyai
kesempatan
untuk
menghindari
ancaman tersebut.
2) Necessity (Kedaan terpaksa).
Necessity, merupakan tekanan yang terjadi karena keadaan.
Artinya, alasan penghapus pidana ini timbul apabila seseorang
31 Rusmilawati windari , Ibid
32 Rusmilawati windari , Ibid
33 Ibid
dibuktikan adanya intimidasi aktual oleh suami terhadap istri itu. Akan
tetapi, pembelaan ini tidak berlaku untuk
treason, murder,
Sedangkan,
untuk
mabuk
yang
disengaja
(voluntary
hukum.
Pertanggungjawabannya
ditentukan
berdasarkan
dipandang
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Ada beberapa alasan yang dapat dijadikan dasar bagi hakim untuk tidak
menjatuhkan hukuman/pidana kepada (para) pelaku atau terdakwa yang diajukan
ke pengadilan karena telah melakukan suatu tindak pidana. Alasan-alasan
penghapus hukum pidana dalam teori hukum pidana dibedakan menjadi alasasn
pembenaran, pemaaf, dan penghapus penuntutan. Alasan penghapus pidana di
Indoenesia terdiri dari alasan penghapus pidana yang ada dalam undang-undang
seperti Insanity (Pasal 44 KUHP), daya paksa (Overmachet) (Pasal 48),
pembelaan diri (noodweer) (Pasal 49), dan perintah jabatan atau undang-undang
(Pasl 51 ayat (1 dan 2)). Selain itu ada juga alasan penghapus pidana diluar
undang undang seperti tuchtrecht van de ouders, hak yang timbul dari pekerjaan
(beroepsrecht), ijin atau persetujuan (consent of the victim).
Secara umum, hukum pidana Inggris membagi alasan penghapus pidana
menjadi 2 (dua) klasifikasi, yakni:
1. General defences, yaitu alasan penghapus pidana yang berlaku untuk
tindak pidana umum
2. Special defences, yaitu alasan penghapus pidana yang berlaku untuk tindak
pidana tertentu.
Alasan penghapus pidana yang termasuk general defences meliputi :
1. Mistake (kesesatan);
2. Compulsion (paksaan);
3. Intoxication (keracunan/mabuk alkohol);
4. Automatism (gerak reflek);
5. Insanity (ketidakwarasan/gila;
6. Infancy (anak di bawah umur);
7. Consent of victim (persetujuan korban).
Sedangkan,
yang
termasuk
special
defences,
contohnya
yaitu
Daftar Pustaka.
1. Buku.
Bambang Purnomo , azas-azas Hukum Pidana, Ghalia Indonesia,
Jakarta, 2007.
Barda Nawawi Arief, Perbandingan Hukum Pidana, Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2013
D Schaffmeister, (et. Al), Hukum Pidana, Citra aditya bakti, Bandung,
2007.
Moeljanto, Asas-asas hukum pidana, Rineka cipta, jakarta 2008.
Romli atmasasmita, perbandingan hukum pidana, C.V Mandar maju,
Bandung, 2000
Soedarto, Hukum Pidana I, Yayasan Soedarto, Semarang, 1994.
2. Sumber lain
Marcus Priyo Gunarto,
http://wardahcheche.blogspot.co.id/2014/11/penghapusan-pidana.html,
diakses pada selasa, 12 april 2016.
Rusmilawati windari,
http://rose-paper.blogspot.co.id/2007/02/alasan-