You are on page 1of 46

1

Laporan Kasus

Sectio Caesarea a/i PEB + HELLP Syndrome


Pada Kelahiran Prematur
Laporan Kasus ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik Senior di SMF Obstetri dan Ginekologi
RSU Dr. Pirngadi Medan

Disusun oleh:
Mey Merry Sidauruk.

110100270

Phoon Yong Hoy

110100469

Pembimbing
dr. Christoffel L. Tobing, M.Ked(OG), Sp.OG(K)
Mentor
dr. Isnayu

SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RSU DR. PIRNGADI
MEDAN
2016

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Preeklampsia sampai saat ini masih merupakan the disease of theories,
penelitian telah begitu banyak dilakukan namun angka kejadian preeklampsia
tetap tinggi dan mengakibatkan angka morbiditas dan mortilitas maternal yang
tinggi baik diseluruh dunia maupun di Indonesia.1 Preeklamsia didefinisikan
sebagai gangguan luas kerusakan endotel pembuluh darah dan vasospasme yang
terjadi setelah usia kehamilan 20 minggu dan dapat juga dijumpai pada akhir 4-6
minggu post partum. Hal ini secara klinis didefinisikan adanya hipertensi dan
proteinuria, dengan atau tanpa edema patologis.2
Di seluruh dunia preeklamsi menyebabkan 50.000 76.000 kematian
maternal dan 900.000 kematian perianal setiap tahunnya. 3 Hal ini terjadi pada 35% dari kehamilan dan merupakan penyebab utama kematian ibu, terutama di
negara-negara berkembang.4 Angka kejadian di Indonesia bervariasi di beberapa
rumah sakit di Indonesia yaitu diantaranya 5 9 % dan meningkat sebesar 40 %
selama beberapa tahun terakhir ini di seluruh dunia. Di Indonesia masih
merupakan penyebab kematian nomer dua tertinggi setelah perdarahan.5
Hipertensi dalam kehamilan merupakan 5-15% penyulit kehamilan dan
merupakan salah satu dari tiga penyebab tertinggi mortalitas dan morbiditas ibu
bersalin. Di Indonesia mortalitas dan morbiditas hipertensi dalam kehamilan juga
masih cukup tinggi. Hal ini masih disebabkan selain oleh etiologi tidak jelas, juga
oleh perawatan dalam persalinan oleh petugas non-medik dan sistem rujukan yang
belum sempurna.4
Sampai sekarang penyebab preeklamsi masih belum diketahui dengan
jelas. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mengetahui penyebab preeklamsi

dan banyak teori telah dikemukakan tentang terjadinya preeklamsi sehingga


disebut sebagai disease of theory, namun tidak ada satupun yang dianggap mutlak
benar.6
Hipertensi dan proteinuria pada preeklamsia adalah tanda yang
menunjukkan banyak perubahan internal untuk sistem tubuh. Preeklamsia sering
dianggap sebagai gangguan dengan dua komponen, implantasi plasenta yang
abnormal ditambah dengan disfungsi endotel rumit oleh faktor-faktor maternal.
Pada kenyataannya hal tersebut jauh lebih kompleks. Ada perubahan terlihat pada
sistem ginjal dan pembuluh darah secara keseluruhan.7
Banyak komplikasi yang disebabkan preeklamsi berat salah satu diantaranya
adalah HELLP Sindrom. Sindrom HELLP ialah pereklamsi-eklamsi disertai
hemolisis, peningkatan enzim hepar, disfungsi hepar dan trombositopeni.
Kematian ibu bersalin pada sindrom hellp cukup tinggi, yaitu 24%. Penyebab
kematian dapat berupa kegagalan cardio pulmonal, gangguan pembekuan darah,
perdarahan otak, ruptur hepar dan kegagalan multipel. Demikian juga kematian
perinatal pada sindrom HELLP cukup tinggi terutama disebabkan persalinan
preterm.

1.2.

Tujuan Penulisan
Tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk memahami aspek teori

tentang preeklampsia berat, sekaligus untuk memenuhi persyaratan kegiatan


Program Pendidikan Profesi Dokter (P3D) di Departemen Ilmu Kebidanan dan
Penyakit Kandungan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
1.3.

Manfaat Penulisan

a.

Sebagai informasi bagi penulis dan pembaca tentang preeklampsia berat

b.

Untuk menambah wawasan serta ilmu bagi penulis dan pembaca tentang
preeklampsia berat

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.

Hipertensi dalam Kehamilan

2.1.1

Definisi
Hipertensi dalam kehamilan didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik

140 mmHg atau tekanan darah diastolik 90 mmHg.7


2.1.2. Klasifikasi
a.

Hipertensi kronik adalah hipertensi yang timbul sebelum umur kehamilan


20 minggu atau hipertensi yang pertama kali didiagnosis setelah umur
kehamilan 20 minggu dan hipertensi menetap sampai 12 minggu pasca

persalinan.
b. Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan
c.

disertai dengan proteinuria.


Eklampsia adalah preeklampsia yang disertai dengan kejang-kejang atau

koma.
d. Hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia adalah hipertensi
kronik disertai tanda-tanda preeklampsia atau hipertensi kronik disertai
e.

proteinuria.
Hipertensi gestasional adalah hipertensi yang timbul pada kehamilan tanpa
disertai

proteinuria

dan

hipertensi

menghilang

setelah

bulan

pascapersalinan atau kehamilan dengan tanda-tanda preeklampsia tetapi


tanpa proteinuria.
2.1.3. Faktor Risiko
Dari berbagai macam faktor risiko terjadinya hipertensi dalam kehamilan
maka dapat dikelompokkan sebagai berikut:7
a.
b.

Primigravida
Hiperplasentosis, seperti molahidatidosa, kehamilan ganda, diabetes

c.
d.
e.

melitus, hidrops fetalis, bayi besar.


Umur yang ekstrim.
Riwayat keluarga yang pernah mengalami preeklampsia dan eklampsia
Penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil

f.

Obesitas

2.1.4. Patofisiologi Hipertensi dalam Kehamilan


Banyak teori yang dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam
kehamilan, yaitu:
A.

Teori Kelainan Vaskularisasi Plasenta


Pada hamil normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi invasi

trofoblas ke dalam lapisan otot arteria spiralis, yang menimbulkan degenerasi


lapisan otot tersebut sehingga terjadi dilatasi arteri spiralis. Invasi trofoblas juga
memasuki jaringan sekitar arteri spiralis, sehingga jaringan matriks menjadi
hambur dan memudahkan lumen arteri spiralis mengalami distensi dan dilatasi.
Distensi dan vasodilatasi lumen arteri spiralis ini memberi dampak penurunan
tekanan darah, penurunan resistensi vaskular dan peningkatan aliran darah pada
daerah utero plasenta.Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel
trofoblas pada lapisan otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan
otot arteri spiralis menjadi tetap kaku dan keras sehingga lumen arteri
spiralis tidak memungkinkan mengalami distensi dan vasodilatasi. Akibatnya,
arteri

spiralis relatif

mengalami

vasokonstriksi,

dan

terjadi

kegagalan

remodeling arteri spiralis, sehingga aliran darah uteroplasenta menurun, dan


terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta. Dampaknya akan menimbulkan
perubahan pada hipertensi dalam kehamilan.7
Adanya

disfungsi endotel

ditandai dengan meningginya

kadar

fibronektin, faktor Von Willebrand, t-PA dan PAI-1 yang merupakan marker dari
sel-sel endotel. Patogenesis plasenta yang terjadi pada preeklampsia dapat
dijumpai sebagai berikut:8
a. Terjadi plasentasi yang tidak sempurna sehingga plasenta tertanam
dangkal dan arteri spiralis tidak semua mengalami dilatasi.
b. Aliran darah ke plasenta kurang, terjadi infark plasenta yang luas.
c. Plasenta mengalami hipoksia sehingga pertumbuhan janin terhambat.
d. Deposisi fibrin pada pembuluh darah plasenta, menyebabkan penyempitan
pembuluh darah.

B.

Teori Iskemia Plasenta dan pembentukan radikal bebas


Plasenta yang mengalami iskemia dan hipoksia akan menghasilkan

oksidan. Salah satu oksidan penting yang dihasilkan plasenta iskemia adalah
radikal hidroksil yang sangat toksis, khususnya terhadap membran sel endotel
pembuluh darah. Radikal hidroksil akan merusak membran sel, yang mengandung
banyak asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak, Peroksida lemak selain
akan merusak sel, juga akan merusak nukleus, dan protein sel endotel. Produksi
oksidan dalam tubuh yang bersifat toksis, selalu diimbangi dengan produksi anti
oksidan.7
C.

Peroksida lemak sebagai oksidan pada hipertensi dalam kehamilan


Pada hipertensi dalam kehamilan telah terbukti bahwa kadar oksidan

khususnya peroksida lemak meningkat, sedangkan antioksidan, misal vitamin E


pada hipertensi dalam kehamilan menurun, sehingga terjadi dominasi kadar
oksidan peroksida lemak yang relatif tinggi. Peroksida lemak sebagai oksidan
yang sangat toksis ini akan beredar di seluruh tubuh dalam aliran darah dan akan
merusak membran sel endotel. Membran sel endotel lebih mudah mengalami
kerusakan oleh peroksida lemak karena letaknya langsung berhubungan dengan
aliran darah dan mengandung banyak asam lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak
jenuh sangat rentan terhadap oksidan radikal hidroksil, yang akan berubah
menjadi peroksida lemak.7
D.
-

Disfungsi sel endotel


Gangguan metabolisme prostaglandin, karena salah satu fungsi sel endotel
adalah

memproduksi

prostaglandin,

yaitu

menurunnya

produksi

prostasiklin yang merupakan vasodilator kuat.


Agregasi sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami kerusakan
untuk menutup tempat-tempat dilapisan endotel yang mengalami
kerusakan. Agregasi trombosit memproduksi tromboksan yang merupakan

suatu vasokonstriktor kuat.


Perubahan khas pada sel endotel kapilar glomerulus.
Peningkatan permeabilitas kapilar

E.

Peningkatan produksi bahan-bahan vasopresor


Peningkatan faktor koagulasi7
Teori Intoleransi Imunologik antara Ibu dan Janin
Primigravida mempunyai risiko lebih besar terjadinya hipertensi dalam

kehamilan jika dibandingkan dengan multigravida. Ibu multipara yang kemudian


menikah lagi mempunyai risiko lebih besar terjadinya hipertensi dalam kehamilan
jika dibandingkan dengan suami sebelumnya. 7
Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama karena pada
kehamilan pertama terjadi pembentukan blocking antibodies terhadap antigen
plasenta tidak sempurna. Pada preeklampsia terjadi kompleks imun humoral dan
aktivasi komplemen. Hal ini dapat diikuti dengan terjadinya pembentukan
proteinuria.7
F.

Teori Adaptasi Kardiovaskular


Pada hipertensi dalam kehamilan kehilangan daya refrakter terhadap

bahan vasokonstriktor, dan ternyata terjadi peningkatan kepekaan terhadap bahanbahan vasopresor. Artinya, daya refrakter pembuluh darah terhadap bahan
vasopresor hilang sehingga pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap bahan
vasopresor. Peningkatan kepekaan pada kehamilan yang akan menjadi hipertensi
dalam kehamilan, sudah dapat ditemukan pada kehamilan dua puluh minggu.
Fakta ini dapat dipakai sebagai prediksi akan terjadinya hipertensi dalam
kehamilan.7

G.

Teori Genetik
Telah terbukti bahwa pada ibu yang mengalami pereeklampsia, maka 26%

anak perempuannya akan mengalami preeklampsia pula, sedangkan hanya 8%


anak menantu mengalami preeklampsia.7
H.

Teori Defisiensi Gizi

Konsumsi minyak ikan dapat mengurangi risiko preeklampsia dan


beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa defisiensi kalsium mengakibatkan
risiko terjadinya preeklampsia/eklampsia.7
I.

Teori Stimulus Inflamasi


Teori ini berdasarkan fakta bahwa lepasnya debris trofoblas di dalam

sirkulasi darah merupakan rangsangan utama terjadinya proses inflamasi.


Disfungsi endotel pada preeklampsia akibat produksi debris trofoblas plasenta
berlebihan tersebut diatas, mengakibatkan aktifitas leukosit yang tinggi pada
sirkulasi ibu. Peristiwa ini disebut sebagai kekacauan adaptasi dari proses
inflamasi intravaskular pada kehamilan yang biasanya berlangsung normal dan
menyeluruh.7
Kebanyakan penelitian melaporkan terjadi kenaikan kadar TNF-alpha
pada PE dan IUGR. TNF-alpha dan IL-1 meningkatkan pembentukan trombin,
platelet-activating factor (PAF), faktor VIII related anitgen, PAI-1, permeabilitas
endotel, ekspresi ICAM-1, VCAM-1, meningkatkan aktivitas sintetase NO, dan
kadar berbagai prostaglandin. Pada waktu yang sama terjadi penurunan aktivitas
sintetase NO dari endotel. Apakah TNF-alpha meningkat setelah tanda-tanda
klinis preeklampsia dijumpai atau peningkatan hanya terjadi pada IUGR masih
dalam perdebatan. Produksi IL-6 dalam desidua dan trofoblas dirangsang oleh
peningkatan TNF-alpha dan IL-1. IL-6 yang meninggi pada preeklampsia
menyebabkan reaksi akut pada preeklampsi dengan karakteristik kadar yang
meningkat

dari

ceruloplasmin,

alpha1

antitripsin,

dan

haptoglobin,

hipoalbuminemia, dan menurunnya kadar transferin dalam plasma. IL-6


menyebabkan permeabilitas sel endotel meningkat, merangsang sintesis platelet
derived growth factor (PDGF), gangguan produksi prostasiklin. Radikal bebas
oksigen merangsang pembentukan IL-6. Disfungsi endotel menyebabkan
terjadinya produksi protein permukaan sel yang diperantai oleh sitokin. Molekul
adhesi dari endotel antara lain E-selektin, VCAM-1 dan ICAM-1. ICAM-1 dan
VCAM-1 diproduksi oleh berbagai jaringan sedangkan E-selectin hanya
diproduksi oleh endotel. Interaksi abnormal endotel-leukosit terjadi pada sirkulasi

maternal preeklampsia.8
2.2.

Preeklampsia

2.2.1. Definisi Preeklampsia


Preeklampsia merupakan suatu sindroma yang berhubungan dengan
vasospasme, peningkatan resistensi pembuluh darah perifer dan penurunan perfusi
organ. 9 Preeklampsia didefinisikan sebagai suatu sindrom yang dijumpai pada ibu
hamil di atas 20 minggu terdiri dari huipertensi dan proteinuria dengan atau tanpa
edema.8
Sindroma ini terjadi selama kehamilan, dimana gejala klinis timbul pada
kehamilan setelah 20 minggu atau segera setelah persalinan. Diagnosis
preeklampsia berat adalah keadaan preeklampsia dengan tekanan darah sistolik
160 mmHg dan tekanan darah diastolik 110mmHg, dengan atau tanpa kadar
proteinuria > 5 gr/24jam atau 4+ dalam pemeriksaan kualitatif, oliguria (produksi
urine < 500cc dalam 24 jam) disertai kenaikan kadar kreatinin plasma, terdapat
gangguan visus dan serebral, nyeri epigastrium atau nyeri kuadran kanan atas
abdomen, edema paru atau sianosis, pertumbuhan janin terhambat dan sindroma
HELLP (Hemolysis, Elevated Liver Enzym, Low Platet Count).
2.2.2. Epidemiologi9
Frekuensi preeklampsia untuk tiap negara berbeda-beda karena banyak
faktor yang mempengaruhinya; jumlah primigravida, keadaan sosial ekonomi,
tingkat pendidikan, dan lain-lain. Di Indonesia frekuensi kejadian preeklampsia
sekitar 3-10%, sedangkan di Amerika Serikat dilaporkan bahwa kejadian
preeklampsia sebanyak 5% dari semua kehamilan, yaitu 23,6 kasus per 1.000
kelahiran.

Pada

primigravida

frekuensi

preeklampsia

lebih

tinggi

bila

dibandingkan dengan multigravida, terutama primigravida muda, Sudinaya (2000)


mendapatkan angka kejadian preeklampsia dan eklampsia di RSU Tarakan
Kalimantan Timur sebesar 74 kasus (5,1%) dari 1431 persalinan selama periode 1
Januari 2000 sampai 31 Desember 2000, dengan preeklampsia sebesar 61 kasus
(4,2%) dan eklampsia 13 kasus (0,9%). Dari kasus ini terutama dijumpai pada

10

usia 20-24 tahun dengan primigravida (17,5%). Diabetes melitus, mola hidatidosa,
kehamilan ganda, hidrops fetalis, umur lebih dari 35 tahun dan obesitas
merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya preeklampsia. Peningkatan
kejadian preeklampsia pada usia > 35 tahun mungkin disebabkan karena adanya
hipertensi kronik yang tidak terdiagnosa dengan superimposed PIH.
2.2.3. Faktor Risiko Preeklampsia
Wanita yang memiliki risiko sedang terhadap terjadinya preeklampsia,
memiliki salah satu kriteria dibawah ini:10
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Primigravida
Umur 40 tahun
Interval kehamilan 10 tahun
BMI saat kunjungan pertama 35 kg/m2
Riwayat keluarga yang pernah mengalami preeklampsia
Kehamilan ganda
Wanita yang memiliki risiko tinggi terjadinya preeklampsia adalah yang

memiliki salah satu dari kriteria dibawah ini:10


a.
b.
c.
d.
e.

Riwayat hipertensi pada kehamilan sebelumnya


Penyakit ginjal kronik
Penyakit autoimun seperti SLE atau Sindrom Antifosfolipid
Diabetes Tipe1 atau Tipe 2
Hipertensi Kronik

2.2.4. Patofisiologi11
Etiologi dan faktor pemicu timbulnya eklampsia masih belum diketahui
secara pasti. Teori timbulnya preeklampsia harus dapat menjelaskan beberapa hal,
yaitu sebab meningkatnya frekuensi pada primigravida, bertambahnya frekuensi
dengan bertambahnya usia kehamilan, terjadinya perbaikan dengan kematian janin
intrauterin, sebab timbulnya tanda-tanda preeklampsia. Itulah sebabnya kenapa
penyakit ini disebut the disease of theories.

11

Perubahan pokok yang didapatkan pada preeklampsia adalah adanya


spasme pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air. Bila spasme
arteriolar juga ditemukan di seluruh tubuh, maka dapat dipahami bahwa tekanan
darah yang meningkat merupakan kompensasi mengatasi kenaikan tahanan perifer
agar oksigenasi jaringan tetap tercukupi. Sedangkan peningkatan berat badan dan
edema yang disebabkan penimbunan cairan yang berlebihan dalam ruang
interstitial belum diketahui penyebabnya. Beberapa literatur menyebutkan bahwa
pada preeklampsia dijumpai kadar aldosteron yang rendah dan kadar prolaktin
yang tinggi dibandingkan pada kehamilan normal. Aldosteron penting untuk
mempertahankan volume plasma dan mengatur retensi air serta natrium. Pada
preeklampsia permeabilitas pembuluh darah terhadap protein meningkat.

Turunnya tekanan darah pada kehamilan normal ialah karena vasodilatasi


perifer yang diakibatkan turunnya tonus otot polos arteriol. Hal ini kemungkinan
akibat meningkatnya kadar progesteron di sirkulasi, dan atau menurunnya kadar

12

vasokonstriktor seperti angiotensin II, adrenalin, dan noradrenalin, dan atau


menurunnya respon terhadap zat-zat vasokonstriktor. Semua hal tersebut akan
meningkatkan produksi vasodilator atau prostanoid seperti PGE2 atau PGI2. Pada
trimester ketiga akan terjadi peningkatan tekanan darah yang normal seperti
tekanan darah sebelum hamil.
1)

Regulasi volume darah


Pengendalian garam dan homeostasis meningkat pada preeklampsia.
Kemampuan untuk mengeluarkan natrium juga terganggu, tetapi pada
derajat mana hal ini terjadi sangat bervariasi dan pada keadaan berat
mungkin tidak dijumpai adanya edema. Bahkan jika dijumpai edema
interstitial, volume plasma adalah lebih rendah dibandingkan pada wanita
hamil normal dan akan terjadi hemokonsentrasi. Terlebih lagi suatu
penurunan atau suatu peningkatan ringan volume plasma dapat menjadi
tanda awal hipertensi.

2)

Volume darah, hematokrit, dan viskositas darah


Rata-rata

volume

plasma

menurun

500

ml

pada

preeklampsia

dibandingkan hamil normal, penurunan ini lebih erat hubungannya dengan


wanita yang melahirkan bayi dengan berat bayi lahir rendah (BBLR).
3)

Aliran Darah di Organ-Organ


a. Aliran darah di otak
Pada preeklampsia arus darah dan konsumsi oksigen berkurang 20%.
Hal ini berhubungan dengan spasme pembuluh darah otak yang
mungkin merupakan suatu faktor penting dalam terjadinya kejang pada
preeklampsia maupun perdarahan otak.
b. Aliran darah ginjal dan fungsi ginjal
Terjadi perubahan arus darah ginjal dan fungsi ginjal yang sering
menjadi penanda pada kehamilan muda. Pada preeklampsia arus darah
efektif ginjal rata-rata berkurang 20%, dari 750 ml menjadi
600ml/menit, dan filtrasi glomerulus berkurang rata-rata 30%, dari 170
menjadi 120ml/menit, sehingga terjadi penurunan filtrasi. Pada kasus

13

berat akan terjadi oligouria, uremia dan pada sedikit kasus dapat terjadi
nekrosis tubular dan kortikal.
Plasenta ternyata membentuk renin dalam jumlah besar, yang
fungsinya mungkin sebagai cadangan menaikkan tekanan darah dan
menjamin perfusi plasenta yang adekuat. Pada kehamilan normal renin
plasma, angiotensinogen,angiotensinogen II, dan aldosteron meningkat
nyata di atas nilai normal wanita tidak hamil. Perubahan ini merupakan
kompensasi akibat meningkatnya kadar progesteron dalam sirkulasi.
Pada kehamilan normal efek progesteron diimbangi oleh renin,
angiotensin, dan aldosteron, tetapi keseimbangan ini tidak terjadi pada
preeklampsia.
Sperof (1973) menyatakan bahwa dasar terjadinya preeklampsia
adalah iskemi uteroplasenter dimana terjadi ketidakseimbangan antara
massa plasenta yang meningkat dengan aliran perfusi sirkulasi darah
plasenta yang berkurang. Apabila terjadi hipoperfusi uterus, akan
dihasilkan

lebih

vasokonstriksi

dan

banyak

renin

meningkatnya

uterus

yang

kepekaan

mengakibatkan

pembuluh

darah.

Disamping itu angiotensin menimbulkan vasodilatasi lokal pada uterus


akibat efek prostaglandin sebagai mekanisme kompensasi dari
hipoperfusi uterus.
Laju filtrasi glomerulus dan arus plasma ginjal menurun pada
preeklampsia, tetapi karena hemodinamik pada kehamilan normal
meningkat 30% sampai 50%, nilai pada preeklampsia masih di atas
atau sama dengan nilai wanita tidak hamil. Klirens fraksi asam urat
yang menurun, kadang-kadang beberapa minggu sebelum ada
perubahan pada GFR, dan hiperuricemia dapat merupakan gejala awal.
Dijumpai pula peningkatan pengeluaran protein biasanya ringan
sampai sedang. Preeklampsia merupakan penyebab terbesar sindrom
nefrotik pada kehamilan. Penurunan hemodinamik ginjal dan
peningkatan protein urin adalah bagian dari lesi morfologi khusus yang

14

melibatkan pembengkakan sel-sel intrakapiler glomerulus yang


merupakan tanda khas patologi ginjal pada preeklampsia.

c. Aliran darah uterus dan choriodesidua


Perubahan arus darah di uterus dan choriodesidua adalah perubahan
patofisiologi terpenting pada preeklampsia, dan mungkin merupakan
faktor penentu hasil kehamilan. Namun yang disayangkan adalah
belum ada satu pun metode pengukuran arus darah yang memuaskan
baik di uterus maupun di desidua.
d. Aliran darah di paru-paru
Kematian ibu pada preeklampsia dan eklampsia biasanya karena
edema paru yang menimbulkan dekompensasi cordis.
e. Aliran darah di mata
Dapat dijumpai adanya edema dan spasme pembuluh darah orbital.
Bila terjadi hal hal tersebut, maka harus dicurigai terjadinya
preeklampsia berat. Gejala lain yang mengarah ke eklampsia adalah
skotoma, diplopia, dan ambliopia. Hal ini disebabkan oleh adanya
perubahan peredaran darah dalam pusat penglihatan di korteks serebri
atau dalam retina.

15

2.2.5. Gejala dan Tanda Klinis


Sesuai dengan definisi preeklampsia, gejala utama preeklampsia adalah
hipertensi, proteinuria dan edema yang dijumpai pada kehamilan semester 2 atau
kehamilan diatas 20 minggu dengan atau tanpa edema karena edema dijumpai
80% pada kehamilan normal dan edema tidak meningkatkan morbiditas dan
mortalitas maternal maupun perinatal. Gejala-gejala dan tanda-tanda lain yang
timbul pada preeklampsia sesuai dengan kelainan-kelainan organ yang terjadi
akibat preeklampsia:8
1)

Hipertensi
Tekanan darah diukur dengan sphygmomanometer pada lengan kanan
dalam keadaan berbaring terlentang setelah istirahat 15 menit. Disebut
hipertensi bila tekanan darah sistolik 140 mmHg atau lebih, atau tekanan
darah diastolik 90 mmHg.

2)

Proteinuria
Pada wanita tidak hamil dijumpai protein dalam urin sekitar 18 mg/24 jam.
Disebut proteinuria positif/patologis bila jumlah protein dalam urin
melebihi 300 mg/24 jam. Proteinuria dapat dideteksi dengan cara dipstick
reagents test, tetapi dapat memberikan 26% false positif karena adanya
sel-sel pus. Untuk menghindari hal tersebut, maka diagnosis proteinuria
dilakukan pada urin tengah (midstream) atau urine 24 jam.Deteksi
proteinuria penting dalam diagnosis dan penanganan hipertensi dalam

16

kehamilan. Proteinuria merupakan gejala yang terahir timbul. Eklampsia


bisa terjadi tanpa proteinuria. Proteinuria pada preeklampsia merupakan
indikator adanya bahaya pada janin. Berat badan lahir rendah dan
kematian perinatal meningkat pada preeklampsia dengan proteinuria.
Diagnosis preeklampsia ditegakkan bila ada hipertensi dengan proteinuria.
Adanya kelainan cerebral neonatus dan retardasi intra uterin. Proteinuria
juga ada hubungannya dengan meningkatnya risiko kematian janin dalam
kandungan. Risiko terhadap ibu juga meningkat jika dijumpai proteinuria.
3)

Edema
Edema bukan merupakan syarat untuk diagnosa preeklampsia karena
edema dijumpai 60-80% pada kehamilan normal. Edema juga tidak
meningkatkan risiko hipertensi dalam kehamilan.Edema yang dijumpai
pada tangan dan muka selain pagi hari merupakan tanda patologis.
Kenaikan berat badan melebihi 1 kg per minggu atau kenaikan berat badan
yang tiba-tiba dalam 1 atau 2 hari harus dicurigai kemungkinan adanya
preeklampsia. Edema yang masif meningkatkan risiko terjadinya edema
paru terutama pada masa post partum. Pada 15-39 % kasus preeklampsia
berat tidak dijumpai edema.

4)

Oliguria
Urin normal pada wanita hamil adalah 600-2000 ml dalam 24 jam.
Oliguria dan anuria meurpakan tanda yang sangat penting pada
preeklampsia dan merupakan indikasi untuk terjadi terminasi sesegera
mungkin. Walaupun demikian, oliguria atau anuria dapat terjadi karena
sebab prerenal, renal dan post renal. Pada preeklampsia, hipovolemia
tanpa vasokonstriksi yang berat, intrarenal dapat menyebabkan oliguria.
Kegagalan ginjal akut merupakan komplikasi yang jarang pada
preeklamspia, biasanya disebabkan nekrosis tubular, jarang karena
nekrosis kortikal. Pada umumnya kegagalan ginjal akut ditandai dengan
jumlah urin dibawah 600 ml/24 jam dan 50% dari kasus tersebut terjadi
sebagai komplikasi koagulasi intravaskular yang luas disebaban solusio
plasenta.

17

5)

Kejang
Kejang tanpa penyebab lain merupakan diagnosis eklampsia, kejang
merupakan salah satu tanda dari gejala gangguan serebral pada
preeklampsia. Tanda-tanda serebral yang lain antara lain, sakit kepala,
pusing, tinnitus, hiperrefleksia, gangguan visus, gangguan mental,
parestesia dan klonus. Gejala yang paling sering mendahului kejang adalah
sakit kepala, gangguan visus dan nyeri perut atas.

6)

Asam Urat
Korelasi meningkatnya asam urat dengan gejala-gejala kilinis dari
toksemia gravidarum mula-mula didapatkan oleh williams. Kadar asam
urat juga mempunyai korelasi dengan beratnya kelainan pada biopsi ginjal.
Kelainan patologis pembuluh darah uteroplasenta dan berkorelasi dengan
luaran janin pada preeklampsia. Hiperuricemia menyebabkan kematian
perinatal.

7)

Gangguan Visus
Gangguan visus pada preeklampsia berat dapat merupakan flashing.
Cahaya berbagai warna, skotoma, dan kebutaan sementara. Penyebabnya
adalah spasme arteriol, iskemia dan edema retina. Tanpa tindakan operasi
penglihatan akan kembali normal dalam 1 minggu.8

2.2.6

Klasifikasi dan Diagnosis


Dari berbagai gejala, preeklampsia dibagi menjadi preeklampsia ringan

dan preeklampsia berat.7


1)

Preeklampsia Ringan
Suatu sindroma spesifik kehamilan dengan menurunnya perfusi organ
yang berakibat terjadinya vasospasme pembuluh darah dan aktivasi
endotel.
Diagnosa preeklampsia ringan ditegakkan dengan kriteria:
a) Hipertensi: Sistolik/diastolik 140/90mmHg.
b) Proteinuria: 300mg/24 jam atau 1+ dipstik.

18

c) Edema: Edema lokal tidak dimasukkan dalam kriteria preeklampsia,


kecuali edema pada lengan, muka dan perut, edema generalisata
2)

Preeklampsia Berat
Preeklampsia berat ialah preeklampsia dengan tekanan darah sistolik 160
mmHg dan tekanan darah diastolik 110 mmHg disertai proteinuria lebih
5g/24 jam.
Diagnosa preeklampsia berat ditegakkan dengan kriteria:
a) Tekanan darah sistolik 160 mmHg dan tekanan darah diastolik 110
mmHg.

Tekanan darah tidak menurun meskipun sudah dirawat

dirumah sakit dan sudah menjalani tirah baring.


b) Proteinuria lebih 5 g/24 jam atau 4+ dalam pemeriksaan kualitatif.
c) Oliguria, yaitu produksi urin kurang dari 500 cc/24 jam.
d) Kenaikan kadar kreatinin plasma.
e) Gangguan visus dan serebral: penurunan kesadaran, nyeri kepala,
skotoma dan pandangan kabur.
f) Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen (akibat
tegangnya kapsula Glisson).
g) Edema paru-paru dan sianosis.
h) Hemolisis mikroangiopatik.
i) Trombositopenia berat: < 100.000 sel/mm3 penurunan trombosit
dengan cepat
j) Gangguan fungsi hepar (kerusakan hepatoselular): peningkatan kadar
alanin dan aspartat aminotransferase
k) Pertumbuhan janin intrauterin yang terhambat.
l) Sindrom

HELLP

(Hemolysis,

Elevated

Trombositopenia)
Preeklampsia berat dibagi menjadi:
-

Preeklampsia berat tanpa impending eclampsia


Preeklampsia berat dengan impending eclampsia

Liver

Enzyme,

19

Disebut impending eclampsia bila preeklampsia berat disertai gejalagejala subjektif berupa nyeri kepala hebat, gangguan visus, muntahmuntah, nyeri epigatrium, dan kenaikan progresif tekanan darah
2.2.7

Penatalaksanaan
Tujuan dasar penatalaksanaan untuk setiap kehamilan dengan penyulit pre-

eklamsia adalah:
1. Mencegah kejang, perdarahan intrakranial, dan gangguan fungsi organ vital
pada ibu
2. Terminasi kehamilan dengan trauma sekecil mungkin bagi ibu dan janinnya.
3. Melahirkan bayi sehat
4. Pemulihan sempurna kesehatan ibu.
Penanganan menurut berdasarkan klasifikasinya :
1. Pre-eklamsia Ringan

Rawat Jalan
Ibu hamil dengan preeklampsia ringan dapat dirawat secara rawat jalan.
Tujuannya adalah untuk mempertahankan kehamilan, sehingga mencapai
umur kehamilan yang memenuhi syarat janin dapat dilahirkan
Dianjurkan ibu hamil banyak beristirahat (berbaring/tidur miring ke kiri),
tetapi tidak harus mutlak tirah baring.
Pada kehamilan >20 minggu, tirah baring dengan posisi miring
menghilangkan tekanan rahim pada vena kava inferior, sehingga
meningkatkan aliran darah balik dan akan menambah curah jantung. Hal
ini berarti pula meningkatkan aliran darah ke organ-organ vital.
Penambahan aliran darah ke ginjal akan meningkatkan filtrasi glomeruli
dan

meningkatkan

diuresis.

Diuresis

dengan

sendirinya

akan

meningkatkan ekskresi natrium, menurunkan reaktivitas kardiovaskular,


sehingga mengurangi vasospasme. Peningkatan curah jantung akan
meningkatkan pula aliran darah rahim.

20

Pada preeklampsia tidak diperlukan restriksi garam selama fungsi ginjal


masih normal. Diet yang mengandung 2 g natrium atau 4-6 NaCl (garam
dapur) adalah cukup. Kehamilan sendiri lebih banyak membuang garam
melalui ginjal, tetapi pertumbuhan janin justru membutuhkan lebih banyak
konsumsi garam. Bila konsumsi garam hendak dibatasi, hendaknya
diimbangi dengan konsumsi cairan yang banyak, berupa susu atau air
buah. Diet untuk penderita preeklampsia ringan adalah makanan biasa, dan
dapat diberikan roborantia sekali perhari.
Penderita preeklampsia ringan hendaknya diperiksa sekali seminggu dan
dilakukan pemeriksaan laboratorium (Hb, Ht, trombosit, asam urat, urine
lengkap (Msu), fungsi hati, dan fungsi ginjal)

Rawat Inap
Kriteria preeklampsia ringan yang dirawat di rumah sakit yaitu:
a. Bila tidak ada perbaikan: tekanan darah, kadar proteinuria selama
2 minggu
b. Adanya satu atau lebih gejala dan tanda-tanda preeklampsia berat.
c. Kenaikan berat badan ibu 1 kg perminggu selama 2 kali
berturut-turut
-

Terapi medikamentosa: Bila penderita sudah kembali menjadi


preeklampsia ringan, maka masih akan dirawat 2-3 hari lagi, baru

diizinkan pulang
Perawatan dirumah sakit:
1) Pemeriksaan dan monitoring setiap hari terhadap gejala klinik :
a) Nyeri kepala
b) Penglihatan kabur
c) Nyeri perut kuadran kanan atas
d) Nyeri epigastrium
2) Kenaikan berat badan dengan cepat
3) Menimbang berat badan ketika masuk rumah sakit dan diikuti
setiap harinya
4) Mengukur proteinuria ketika masuk rumah sakit dan diulangi
setiap 2 hari.

21

5) Pengukuran tekanan darah dan pemeriksaan lab sesuai dengan


standard yang telah ditentukan
6) Pemeriksaan ultrasound sonography

(USG)

khususnya

pemeriksaaan:
- Ukuran biometrik janin
- Volume air ketuban
7) Penderita boleh dipulangkan: Penderita dapat dipulangkan
apabila 3 hari bebas gejalagejala preeklampsi berat

Perawatan Obstetrik
a. Kehamilan preterm (kehamilan antara 22 minggu sampai 37
minggu),

bila

tekanan

darah

mencapai

normotensif,

persalinannya ditunggu hingga aterm


b. Kehamilan preterm yang tekanan darah turun selama perawatan
tetapi belum mencapai normotensif, terminasi kehamilan
dilakukan pada kehamilan 37 minggu
c. Kehamilan aterm (> 37 minggu), persalinan ditunggu sampai
terjadi inpartu atau dipertimbangkan untuk melakukan induksi
persalinan pada taksiran tanggal persalinan. Persalinan dapat
dilakukan secara spontan dengan mempersingkat kala II, yaitu
dengan ekstraksi vakum atau ekstraksi forceps. SC dilakukan
apabila ada indikasi obstetri.
2. Pre-eklamsia Berat
Penderita preeklamsia berat harus segera masuk rumah sakit untuk rawat inap dan
dianjurkan tirah baring ke satu sisi (kiri). 7 Perawatan yang penting pada
preeklamsia berat adalah pengelolaan cairan karena penderita preeclampsia dan
eklampsia mempunyai risiko tinggi untuk terjadinya edema paru dan oliguria.
Sebab terjadinya kedua keadaan tersebut belum jelas, tetapi faktor yang sangat
menentukan terjadinya edema paru dan oliguria adalah hipovolemia, vasospasme,
kerusakan sel endotel, penurunan gradient tekanan onkotik koloid/pulmonary
capillary wedge pressure.

22

Bila terjadi tanda-tanda edema paru, segera dilakukan tindakan koreksi.


Cairan yang diberikan dapat berupa:
a) 5 % Ringer-dekstrose atau cairan garam faali jumlah tetesan : < 125
cc/jam atau
b) Infus Dekstrose 5 % yang tiap 1 liternya diselingi dengan infuse
Ringer laktat (60-125 cc/jam) 500 cc
Dipasang foley catheter untuk mengukur pengeluaran urin. Oliguria terjadi
bila produksi urin < 30 cc/jam dalam 2-3 jam atau < 500 cc//24 jam. Diberikan
antasida untuk menetralisir asam lambung sehingga bila mendadak kejang, dapat
menghindari risiko aspirasi asam lambung yang sangat asam. Diet yang cukup
protein, rendah karbohidrat, lemak, dan garam.
Pemberian obat anti kejang7
Obat anti kejang yang banyak dipakai di Indonesia adalah magnesium sulfat
(MgSO47H2O). Magnesium sulfat menghambat atau menurunkan kadar asetilkolin
pada rangsangan serat saraf dengan mengambat transmisi neuromuscular.
Transmisi neuromuscular membutuhkan kalsium pada sinaps. Pada pemberian
magnesium sulfat, magnesium akan menggeser kalsium, sehingga aliran
rangsangan tidak terjadi (terjadi inhibisi kompetitif antara ion kalsium dan ion
magnesium). Kadar kalsium yang tinggi dalam darah dapat menghambat kerja
magnesium sulfat. Magnesium sulfat sampai saat ini tetap menjadi pilihan
pertama untuk antikejang pada preeklampsia atau eklamsia. Banyak cara
pemberian magnesium sulfat.
Cara pemberian magnesium sulfat regimen:
a) Loading dose : initial dose 4 gram MgSO4 intravena, (40 % dalam 10 cc)
selama 15 menit.
b) Maintenance dose : Diberikan infus 6 gram dalam larutan Ringer/6 jam;
atau diberikan 4 atau 5 gram i.m. Selanjutnya maintenance dose diberikan
4 gram i.m. tiap 4-6 jam.
c) Syarat-syarat pemberian MgSO4
a. Harus tersedia antidotum MgSO4 bila terjadi intoksikasi yaitu
kalsium glukonas 10 %=1 gram (10 % dalam 10 cc) diberikan i.v. 3
menit.
b. Reflex patella (+) kuat

23

c. Frekuensi pernapasan > 16 kali/menit, tidak ada tanda-tanda distress


napas.
d) Magnesium sulfat dihentikan bila ada tanda-tanda intoksikasi, setelah 24
jam pascapersalinan atau 24 jam setelah kejang terakhir
e) Dosis terapeutik dan toksis
Dosis terapeutik

4-7 mEq/liter

4,8-8,4 mEq/dl

Hilangnya reflex tendon

10 mEq/liter

12 mg/dl

Terhentinya pernapasan

15 mEq/liter

18 mg/dl

Terhentinya jantung

> 30 mEq/liter

> 36 mg/dl

Bila terjadi refrakter terhadap pemberian magnesium sulfat, maka


diberikan salah satu obat berikut : thiopental sodium, sodium amobarbital,
diazepam, atau fenitoin.
Pemberian antihipertensi7
Di RSU dr. Pirngadi Medan, antihipertensi diberikan jika tekanan sistolik 160
mmHg dan atau tekanan diastolik 110 mmHg.
a) Antihipertensi lini pertama
Nifedipine
Dosis 10-20 mg per oral, diulangi setelah 30 menit, maksimum 120 mg
dalam 24 jam. Tidak boleh diberikan secara sublingual karena efek
vasodilatasi sangat cepat maka hanya boleh diberikan per oral.
b) Antihipertensi lini kedua
Sodium nitroprusside: 0,25 g i.v./kg/menit, infuse; ditingkatkan 0,25 g
i.v./kg/5 menit.
Diazokside: 30-60 mg mg i.v./5 menit; atau i.v infuse 10 mg/menit dititrasi
Diuretikum tidak diberikan secara rutin, kecuali bila ada edema paru-paru,
payah jantung kongestif atau anasarka. Diuretikum yang dipakai adalah
Furosemide.
Pemberian glukokortikoid diberikan pada umur kehamilan 32-34 minggu
selama 48 jam (6 gr/12 jam IM sebanyak 4 kali) untuk pematangan paru janin.
Glukokortikoid juga diberikan pada sindroma HELLP.
Perawatan Aktif10,12,13

24

Terminasi kehamilan dilakukan 1-2 jam setelah pemberian MgSO4 atau setelah
terjadi stabilisasi hemodinamik. Pemberian MgSO4 diteruskan sampai 24 jam
pascapersalinan. Perawatan aktif dilakukan dengan indikasi :
a.

Ibu
- Kehamilan > 37 minggu
- Kegagalan pada perawatan konservatif, yaitu :
1) Dalam waktu atau selama 6 jam sejak dimulai pengobatan
medisinal terjadi kenaikan TD yang persisten, atau
2) Setelah 24 jam sejak dimulainya perawatan medisinal tidak ada
perbaikan gejala-gejala.
- Muncul tanda dan gejala Impending Eklampsia: PE berat disertai
gejala nyeri kepala hebat, gangguan visus, muntah, nyeri epigastrium,

b.

kenaikan TD yang preogresif


- Dijumpai gangguan fungsi hati/ginjal
- Diduga terjadi solusio plasenta
- Timbul inpartu, ketuban pecah, atau perdarahan
- HELLP Syndrome
Janin
- Adanya tanda-tanda fetal distress
- Adanya tanda-tanda PJT
- NST non reaktif dan profil biofisik abnormal
- Terjadinya oligohidramnion

Manajemen persalinan
Persalinan pervaginam merupakan cara yang paling baik bila dapat dilaksanakan
cepat tanpa banyak kesulitan. Pada eklampsia gravidarum perlu diadakan induksi
dengan amniotomi dan infus pitosin, setelah penderita bebas dari serangan kejang
selama 12 jam dan keadaan serviks mengizinkan. Tetapi, apabila serviks masih
lancip dan tertutup terutama pada primigravida, kepala janin masih tinggi, atau
ada persangkaan disproporsi sefalopelvik, sebaiknya dilakukan seksio sesarea.
Jika persalinan sudah mulai pada kala I, dilakukan amniotomi untuk mempercepat
partus dan bila syarat-syarat telah dipenuhi, dilakukan ekstraksi vakum atau
cunam. Sikap dasar adalah bila kehamilan diakhiri bila sudah terjadi stabilisasi
(pemulihan). Stabilisasi hemodinamik dan metabolisme ibu dapat dicapai dalam
4-8 jam setelah salah satu atau lebih dari keadaan berupa 1.) setelah pemberian

25

obat anti kejang terakhir; 2.)setelah kejang terakhir; 3.) setelah pemberian obat
anti hipertensi terakhir; 4.) penderita mulai sadar (responsif dan orientasi).
Untuk memulai persalinan hendaknya diperhatikan hal-hal seperti kejang
sudah dihentikan dan diberikan antikejang untuk mencegah kejang ulangan,
tekanan darah sudah terkendali, dan hipoksia telah dikoreksi.
Pada ibu aterm namun belum inpartu, induksi persalinan dapat
dilakukan bila hasil KTG normal. Pemberian drip oksitosin dilakukan
bila nilai skor pelvik 5. Bila perlu, dilakukan pematangan cervix
dengan balon kateter no. 24 diisi dengan 40 cc aquadest. Pada skor
pelvik yang rendah dan kehamilan masih sangat preterm, seksio sesaria
lebih baik dibandingkan dengan persalinan pervaginam. Seksio sesaria
dilakukan bila : (1) induksi persalinan gagal (6jam setelah diinduksi

tidak tercapai his yang adekuat); (2) terjadi maternal/fetal distress.


Pada ibu aterm yang sudah inpartu, dilakukan pemantauan kemajuan
persalinan dengan menggunakan partograf. Kemudian persalinan kala II
dipersingkat denga EV/EF. Seksio sesaria dilakukan bila: (1) terjadi
maternal/fetal distress; (2) 6jam tidak masuk fase aktif; (3)

penyimpangan partograf.
Seksio sesaria primer dilakukan apabila kontraindikasi persalinan
pervaginam atau usia kehamilan < 34 minggu.

2.2.8. Komplikasi
Komplikasi yang terberat adalah kematian ibu dan janin. Komplikasi dapat
terjadi pada ibu maupun janin/anak.8,12
Maternal
a)

Eklampsia
Eklampsia adalah kejang grand mal akibat spasme serebrovaskular.
Kematian disebabkan oleh hipoksia dan komplikasi dari penyakit berat
yang menyertai.

b)

Perdarahan serebrovaskular
Perdarahan serebrovaskular terjadi karena kegagalan autoregulasi aliran

26

darah otak pada MAP (Mean Arterial Pressure) diatas 140 mmHg.
c)

HELLP Syndrome

d)

Gagal ginjal
Diperlukan hemodialisis pada kasus yang berat.

e)

Edema paru

f)

Ablasio retina

g)

Solusio plasenta

h)

Koma

i)

Trombosis vena

Kematian maternal
Munculnya satu atau lebih dari komplikasi tersebut dan muncul secara
bersamaan, merupakan indikasi untuk terminasi kehamilan berapapun umur
gestasi.
Fetal
a)

Pertumbuhan janin terhambat


Pada usia kehamilan 36 minggu, masalah utama adalah IUGR. IUGR
terjadi karena plasenta iskemi yang terdiri dari area infark.

b)
c)
d)
e)

Persalinan prematur
Perdarahan serebral
Pneumorhorax
Serebral Palsy

2.2.9. Prognosis
Kematian ibu pada preeklampsia 3x lipat dari kematian dalam obstetri dan
pada eklampsia angka kematian ibu berkisar 7-17%. Angka kematian perinatal
pada preeklampsia berkisar 10%. Prematuritas merupakan penyebab utama
kematian perinatal. Angka kejadian prematuritas pada preeklampsia paling sedikit
2x kehamilan normal. Angka kematian bayi prematur lebih kurang 22%. Kejang
merupakan faktor utama sebagai penyebab kematian ibu. Kriteria yang dapat
meningkatkan angka kematian ibu (Kriteria Eden) antara lain:8
1. Kejang 10x atau lebih

27

2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

2.3.

Koma 6 jam atau lebih


Temperatur 39oC
Nadi 120x per menit
Pernafasan 40x per menit
Edema pulmonal
Sianosis
Urin 30ml/jam

Sindroma HELLP
Terminologi ini diperkenalkan oleh Weinsten tahun 1982 yang merupakan

kumpulan

gejala

multisistem

dengan

karakteristik

anemia

hemilitik,

mikroangiopati, gangguan fungsi hepar dan trombositopenia. Sindroma ini


terdapat pada 10% dari pasien PE.8
Hemolisis belum diketahui penyebabnya, kemungkinan disebabkan oleh
kerusakan sel hati yang mengakibatkan kenaikan kadar produk penghancuran
fibrin, menyebabkan penurunan kadar dari faktor pembekuan darah di plasma dan
terjadinya trombositopenia ataupun hemolisis disebabkan eritrosit mengalami
trauma sehingga berubah bentuknya dan cepat mengalami hemolisis.8
Kenaikan dari kadar enzim hepar akibat dari nekrosis hemoragia periportal
pada bagian lobulus hepar. Perdarahan dari lesi ini dapat meluas ke bawah kapsula
hepar dan membentuk hematoma subkapsuler dapat berlanjut menjadi ruptur dari
kapsul hepar yang fatal dan memerlukan tindakan bedah. Trombositopenia akibat
dari vasospasme berat menyebabkan pecahnya lapisan endotel yang disertai
dengan perlengketan trombosit dan penimbunan fibrin ataupun akibat dari proses
imunologis. Trombositopenia berat <100.000 per l merupakan tanda buruk bagi
ibu hamil.8
Diagnosis sindroma HELLP yaitu:

Didahului tadna dan gejala yang tidak khas malaise, lemah, nyeri
kepala, mual, muntah (semuanya ini mirip tanda dan gejala infeksi
virus)

Adanya tanda dan gejala preeklampsia

28

Tanda-tanda hemolisis intravaskular: kenaikan LDH, AST, dan


bilirubin indirek

Tanda kerusakan/disfungsi sel hepatosit hepar: kenaikan ALT, AST,


LDH

Trombositopenia ( trombosit 150.000/ml)

Semua perempuan hamil dengan keluhan nyeri pada kuadran atas


abdomen, tanpa memandang ada atau tidaknya tanda dan gejala
preeklampsia, harus dipertimbangkan sindroma HELLP

Diagnosis dini sangat penting pada sindroma HELLP. Pengobatan


sindroma HELLP juga harus memperhatikan cara-cara perawatan dan pengelolaan
pada preeklampsia dan eklampsia. Pemberian cairan intravena harus sangat hatihati karena sudah terjadi vasospasme dan kerusakan endotel. Cairan yang
diberikan adalah RD 5%, bergantian RL 5% dengan kecepatan 100 ml/jam dengan
produksi urin dipertahankan sekurang-kurangnya 20 ml/jam. Bila hendak
dilakukan seksio sesaria dan bila trombosit < 50.000/ml, maka perlu diberi
transfusi trombosit. Bila trombosit < 40.000/ml, dan akan dilakukan seksio sesaria
maka perlu diberi transfusi darah segar. Dapat pula diberikan plasma exchange
dengan fresh frozen plasma dengan tujuan menghilangkan sisa-sisa hemolisis
mikroangiopati.
Doublestrength dexamethasone diberikan 10 mg IV tiap 12 jam segera
setelah diagnosis sindroma HELLP ditegakkan. Kegunaan doublestrength
dexamethasone ialah untuk (1) kehamilan preterm, meningkatkan pematangan
paru janin, dan (2) untuk sindroma HELLP sendiri dapat mempercepat perbaikan
gejala klinik dan laboratorik.
Pada sindroma HELLP post partum diberikan deksametason 10 mg IV
setiap 12 jam 2 kali, disusul pemberiam 5 mg deksametason 2 x selang 12 am
(tappering off).
Perbaikan gejala klinik setelah pemberian deksametason dapat diketahui
dengan: meningkatnya produksi urin, trombosit > 100.000/ml, menurunnya
tekanan darah, menurunnya kadar LDH, dan AST. Bila terjadi ruptur hepar
sebaiknya segera dilakukan pembedahan lobektomi.

29

Sikap terhadap kehamilan pada sindroma HELLP, tanpa memandang umur


kehamilan, harus segera diakhiri. Persalinan dapat dilakukan secara pervaginam
maupun perabdominam. Perlu diperhatikan adanya gangguan pembekuan darah
bila hendak melakukan anestesi regional (spinal).

30

BAB 3
LAPORAN KASUS
STATUS IBU HAMIL
Anamnesa Pribadi
Nama

: Ny. H

Umur

: 24 tahun

Suku

: Jawa

Alamat

: Jl. Indragiri LK VI, Kec: Medan Belawan

Agama

: Islam

Pekerjaan

: Ibu rumah tangga

Pendidikan

: SMP

Status

: Menikah

Tanggal masuk

: 20 Februari 2016

Jam masuk

: 01.26 WIB

Anamnesa Penyakit
Ny. H, 24 tahun, G1P0A0, Jawa, Islam, SMP, IRT, i/d Tn. G, 25 tahun, Jawa, Islam,
buruh, merupakan pasien rujukan dari RS luar dengan diagnosa PEB + PG + KDR
(32-34)mgg + PK + AH
Keluhan utama

: tekanan darah tinggi

Telaah

: Hal dialami os sejak sehari yang lalu. Os datang ke bidan 1


hari yang lalu karena keluhan tidak enak badan, bengkak
pada kedua kaki dan tangan, serta wajahnya tampak sembab,
didapati bahwa tekanan darahnya tinggi yaitu 180/100 mmHg
. Oleh bidan diberi obat dan langsung dirujuk ke RS luar
sebelum dirujuk ke RSU Pirngadi. Riwayat tekanan darah
tinggi sebelum hamil (-). Riwayat sakit kepala (-). Riwayat
nyeri ulu hati (-). Riwayat pandangan kabur (-). Riwayat
mual muntah (+) sejak 2 hari ini sebanyak 2x per hari.
Riwayat trauma (-).Riwayat dikusuk (-). Riwayat mules-

31

mules mau melahirkan (-). Riwayat keluar lendir darah dari


kemaluan (-). Riwayat keluar air-air dari kemaluan (-).BAK
(+) N, BAB (+) N
Riwayat penyakit terdahulu : Riwayat pemakaian obat

: -Inj MgSO4 20% (20cc)


-Inj Furosemid 1amp/12 jam
-Nifedipin 10mg

RIWAYAT HAID
-

HPHT : 25/7/2015
TTP : 2/5/2016
ANC : Bidan 2 X

RIWAYAT PERSALINAN
1. Hamil ini
PEMERIKSAAN FISIK
STATUS PRESENS
Sens

: compos mentis

Anemis

:-

TD

: 180/110 mmHg

Ikterik

:-

HR

: 88x/i

Sianosis

:-

RR

: 20x/i

Dyspnoe

:-

: 36,5 0C

Oedema

:+

STATUS GENERALISATA
Kepala : dbn
Mata : Konjungtiva anemis (-/-)
Sklera ikterik (-/-)
Refleks pupil (+/+), isokor, ka=ki
Leher : Pembesaran KGB (-/-)
TVJ R-2 cmH2O
Thorax : SP: vesikular
ST: -/-

32

Abdomen: lihat status obstetri


Ekstremitas : Akral hangat, Capillary Refill Time < 3 detik
Oedem pretibial (+/+), oedem pada tangan (+/+)
STATUS OBSTETRI
Abdomen

: Membesar asimetris

TFU

: teraba 3 jari di atas umbilikus,

Teregang

: Kanan

Terbawah

: Kepala

Gerak

:+

His

:-

DJJ

: 144 x/i, reguler (+)

STATUS GINEKOLOGIS
VT

: Cervix tertutup

ST

: lendir darah (-)

USG TAS :
-

Janin tunggal, persentasi kepala, anak hidup


Fetal movement (+), fetal heart rate (+)
BPD 75,3 mm
FL 58,1 mm
AC 251 mm
Plasenta corpus posterior
Air ketuban cukup
EFW: 1439 gr
Kesan : IUP ( 29-30) minggu + PK + AH

33

LABORATORIUM
20 Februari 2016 pukul 01:54
Pemeriksaan
Darah rutin
WBC
RBC
HGB
HCT
PLT
SGOT
SGPT
Alkaline Prospatase
Total Bilirubin
Direct Bilirubin
Albumin
LDH
Ureum
Kreatinin
Asam urat
Glukosa ad random

Hasil

Nilai Normal

10940
4,42
12,8
36,8
88000
175,00
90,0
143,0
1,62
0,60
1,9
1658
35
0,92
7,0
108

4000-1000/L
4-5 x 106/L
12-14 gr/dL
36-42 %
150000-440000/L
0,00-40 U/L
0,00-40 U/L
30,0- 142,0 U/L
0,00-1,20 mg/dl
0.05-0.30 mg/dL
3,6-5,0 g/dL
240-480 U/I
10-50 mg/dL
0,6-1,2 mg/dL
3,5-7,0 mg/dL
< 140 mg/dL

34

Natrium
Kalium
Chlorida
D-dimer
Fibrinogen
Urin rutin
Protein

130,00
3,1
111,00
3600
464

136 155 mmol/L


3,5 5,5 mmol/L
95 103 mmol/L
<500ng/ml
240-340 mg/dl

+++

Negatif

DIAGNOSA SEMENTARA
Preeklampsia berat + Sindroma HELLP + PG + KDR (28-30) minggu + PK + AH
TERAPI
-

Pasang kateter menetap


IVFD RL+MgSO4 40% (12 gr)30cc 14 gtt/I maintenance
Inj Cefotaxime 2gr profilaksis (skin test)
Inj Dexamethason 15mg single dose
Jika tekanan darah 160/110, berikan nifedipin 10 mg per 30 menit, max.

120 mg/24 jam


Nifedipine 4 x 10 mg (maintenance)

RENCANA
-

EKG
Konsul toleransi operasi dengan anestesi, penyakit dalam dan kardiologi
Terminasi kehamilan
SC a/i PEB + Hellp Syndrome

Follow up

35

Pukul

Tekanan
Darah
(mmHg)

Gerak

HIS

DJJ (x/i)

Keterangan

03.00

180/110

144

Nifedipin 10 mg tab

04.00

170/110

156

Jawab konsul kardio:


toleransi operasi low risk
Nifedipin 10 mg tab

05.00

170/110

156

Nifedipin 10 mg tab

06.00

170/110

164

Nifedipin 10 mg tab

07.00

170/110

168

Nyeri kepala (+)


Diputuskan untuk SC cito

36

Laporan Seksio Caesaria


Tanggal Operasi

: 20 Februari 2016, pukul 08.30 WIB

Diagnosa Pra bedah

: PEB + HELLP Syndrome + PG + KDR (2830)minggu + PK + AH

Diagnosa Pasca Bedah

: Post SC a/i PEB + HELLP Syndrome

Tindakan

: Seksio Caesaria

Uraian Pembedahan
-

Ibu dibaringkan diatas meja operasi dengan infus dan kateter terpasang baik.
Dilakukan tindakan aseptik dan antisepsis, seluruh tubuh di tutup doek steril

kecuali lapangan operasi


Dibawah general anastesi, dilakukan insisi pfannensteil mulai dari kutis,
subkutis,fascia, otot, peritoneum. Plika vesikouterina digunting kanan kiri

disisipkan di bawah hack blast


Uterus diinsisi konkaf dilebarkan tumpul
Dengan meluksir kepala, lahir bayi perempuan, BB 1400 gr, PB 42 cm .

A/S : 6/9, anus (+)


Tali pusat diklem pada dua sisi, digunting diantaranya
Plasenta dilahirkan secara PTT, kesan : lengkap
Cavum uteri dibersihkan dengan kassa steril, kesan : bersih.
Uterus dijahit secara hemostatic figure of eight interlocking. Kontrol

perdarahan.
Dilkukan reperitonealisasi. Kontrol perdarahan.
Lapisan abdomen dijahit lapis demi lapis dengan kontrol perdarahan
Operasi selesai
Kondisi umum ibu post SC stabil.

TERAPI
-

IVFD RL+MgSO4 40% 12 gr 30cc 14 gtt/i


IVFD RL + Oxitosin 10-10-5-5 /12 jam IU 14 gtt/i
Inj. Cefotaxime 1 gr/12 jam
Inj. Ketorolac 30 mg/ 8 jam
Inj. Gentamycin 80 mg/12 jam

37

Inj Ranitidine 50 mg/ 12 jam


Nifedipine 4 x 10 mg Jika TD 160/110 mmHg berikan Nifedipin 10

mg/30 menit, dosis maksimal 120 mg/24 jam


Inj. Dexamethason rescue 10 mg-10 mg-5 mg-5 mg / 12 jam

RENCANA
-

Cek darah rutin 2 jam post SC, panell HELLP, albumin


Observasi vital sign, kontraksi, dan tanda-tanda perdarahan

PEMANTAUAN POST SC
Jam ( WIB )
Nadi permenit
TD ( mmHg )
Pernafasan

09.30
112
170/110
22

09.45
116
170/110
20

10.00
110
170/110
22

10.30
112
160/110
22

11.00
116
160/110
22

permenit
Perdarahan

10cc

10cc

5cc

5cc

0cc

Kontraksi

Kuat

Kuat

Kuat

Kuat

Kuat

38

FOLLOW UP PASIEN
20 Februari 2016
Hasil Laboratorium 2 jam Post SC
Hb
Leukocyte
Hematocrit
Trombocyte
SGOT/SGPT
ALP
Billirubin Total
Direct bilirubin
Albumin
LDH
Ur
Cr
Uric Acid
Glukosa adr
Na
K
Cl

: 13,5 gr/dl
: 19,490/mm3
: 38,3%
: 83.000/mm3
: 175 / 90 U/L
: 143 U/L
: 1,62 mg/dl
: 0,60 mg/dl
: 1,9 g/dl
: 1658 U/L
: 35 mg/dl
: 0,92 mg/dl
: 7 mg/dl
: 108 mg/dl
: 130 mmol/L
: 3,1mmol/L
: 111 mmol/L

N: 12-14
gr/dl
N: 4000-11000 /uL
N: 36,0-42,0
%
N: 150.000-440.000 /uL
N: 0.00-40.00 U/L
N: 30-142 U/L
N: 0-1,2 mg/dl
N: 0,05-0,30 mg/dl
N: 3,6-5 g/dl
N: 240-480 U/L
N: 10-50 mg/dl
N: 0,60-1,20 mg/dl
N: 3,50-7-00 mg/dl
N: < 140 mg/dl
N: 136-155 mmol/L
N: 3,5-5,5 mmol/L
N: 95-103 mmol/L

R/ Substitusi albumin : ( 3-1,9) x 70 x 0,8 / 20 = 3,08 (masukkan albumin


20% dalam 300cc100cc setiap hari selama 3 hari.
21 Februari 2016
S
O

Nyeri bekas luka operasi (+)


Status Present :
Sensorium
: Compos Mentis
TD
: 160 / 110 mmHg
HR
: 105 x/i
RR
: 22 x/i
T
: 36,1 oC

Anemis
Dyspnoe
Oedem
Ikterik
Sianosis

:::::-

Status Lokalisata :
Kepala : Normocephal
Mata
: palpebral inferior anemis -/T/H/M
: dbn/nasal kanul terpasang/dbn
Thorax
: SP: vesikuler, ST: (-)
Abdomen
: Lihat status obstetri
Ekstremitas
: Akral Hangat, CRT <3dt ,Oedem pretibial (+)
Status Obstetrikus :

39

A
P

Abdomen : Soepel ,Peristaltik (+) N


TFU
: 2 jari bawah pusat, kontraksi (+) kuat
L/O
: tertutup verban , kering
P/V
: (-) lochia (+) rubra
BAK
: (+) via kateter, UOP 45 cc/jam warna kuning
kemerahan
BAB
: (-) flatus (-)
Post SC a/i PEB + HELLP Sindrome + NH1
Th/
IVDF RL+ Oxytocin 10-10-5-5 IU 20 gtt/i
Inj. Cefotaxime 1 gr / 12 jam
Inj. Gentamycin 80mg/12jam
Inj. Ketorolac 30 mg / 8 jam
Inj. Ranitidine 50 mg / 12 jam
Inj. Dexamethason rescue 10 mg-10 mg-5 mg-5 mg/ 12 jam
Nifedipine 4x10mg
Alinamin F 1amp/12 jam
R/
Awasi Vital Sign, Kontraksi, UOP dan tanda - tanda
perdarahan
Albumin 20% 3FLs (1Fls/hr)

22 Februari 2016
S
O

A
P

Nyeri bekas luka operasi (+)


Status Present :
Sensorium
: Compos Mentis
TD
: 170 / 100 mmHg
HR
: 108 x/i
RR
: 20 x/i
T
: 36,8 oC

Anemis
Dyspnoe
Oedem
Ikterik
Sianosis

:+
::::-

Status Obstetrikus :
Abdomen : Soepel ,Peristaltik (+) N
TFU
: 2 jari bawah pusat, kontraksi (+) kuat
L/O
: tertutup verban , kering
P/V
: (-) lochia (+) rubra
BAK
: (+) via kateter , UOP:750cc/12jam, berwarna kuning
keruh
BAB
: (-) flatus (+)
Post SC a/i PEB + HELLP Sindrome + NH2
Th/

40

- IVFD RL 20 gtt/i
- Inj. Cefotaxime 1 gr / 12 jam
- Inj. Gentamycin 80mg/12jam
- Inj. Ketorolac 30 mg / 8 jam
- Inj. Ranitidine 50 mg / 12 jam
- Inj. Furosemid 10mg/ 12jam
- Nifedipine 4x10mg
- Captopril 2x25mg
- KSR tab 2x1
R/Cek panel HELLP
Hasil Laboratorium
Hb
Leukocyte
Hematocrit
Trombocyte
SGOT
SGPT
LDH
Ur
Cr

: 10,8 gr/dl
: 17.810 /mm3
: 31,9 %
: 159.000/mm3
: 40 U/L
: 35 U/L
: 762 U/L
: 35 mg/dl
: 0,78 mg/dl

N: 12-14
gr/dl
N: 4000-11000 /uL
N: 36,0-42,0
%
N: 150.000-440.000 /uL
N: 0.00-40.00 U/L
N: 0.00-40.00 U/L
N: 240-480 U/L
N: 10-50 mg/dl
N: 0,60-1,20 mg/dl

23 Februari 2016
S
O

A
P

Nyeri bekas luka operasi (+)


Status Present :
Sensorium
: Compos Mentis
TD
: 200 /110 mmHg
HR
: 100 x/i
RR
: 24 x/i
T
: 37,0 oC

Anemis
Dyspnoe
Oedem
Ikterik
Sianosis

Status Obstetrikus :
Abdomen : Soepel ,Peristaltik (+) N
TFU
: 2 jari bawah pusat, kontraksi (+) kuat
L/O
: tertutup verban , kering
P/V
: (-) lochia (+) rubra
BAK
: (+) via kateter, UOP:60cc/jam
BAB
: (+) flatus (+)
Post SC a/i PEB + HELLP Sindrome + NH3
R/ -Aff kateter
-Aff Infus
-Pasien minta PAPS
Th/ -Cefadroxil 2x500mg
-Metronidazol 2x500mg

:+
::::-

41

-B Comp 2x1
-Ranitidine 2x1
-Nifedipine 4x10mg
-Captopril 2x25mg

42

BAB 4
ANALISA KASUS
Seorang wanita, Ny.H, usia 24 tahun, G1P0A0 datang ke RSUPM pada
tanggal 20 Februari 2016 pukul 01.26 WIB dengan keluhan tekanan darah tinggi.
Os merupakan pasien rujukan RS luar dengan diagnose PEB + PG + KDR (3234)mgg + PK + AH. Waktu di RS luar tekanan darah 180/100mmHg. Riwayat
mual muntah (+) sejak 2 hari ini.
Pemeriksaan fisik didapati tekanan darah 180/110mmHg dan oedem pada
wajah dan ekstremitas. Pemeriksaan obstetrikus dengan kesan PK, AH dan DJJ
144kali/menit. Pemeriksaan ginekologis dengan kesan cervix tertutup.
Hasil USG-TAS dengan kesan IUP (29-30)mgg + PK + AH. Hasil
laboratorium dengan kesan thrombositopenia, peningkatan enzim hati dan
peningkatan LDH. Pemeriksaan urin dengan kesan proteinuria +3. Sehingga
pasien di diagnosa dengan PEB dan sindroma HELLP. Setelah dilakukan
stabilisasi, namun kondisi semakin memburuk, maka diputuskan untuk dilakukan
SC Cito, lahir bayi perempuan, BB 1400 gr, PB 42 cm . A/S : 6/9, anus (+).
DISKUSI KASUS

TEORI
Preeklampsia
berat
preeklampsia

dengan

ialah

Pada

KASUS
kasus ini

tekanan

tekanan

darah sistolik 160 mmHg dan

180/110

mmHg

tekanan

110

proteinuria

(+++)

mmHg disertai proteinuria lebih

ditemukan

riwayat

5g/24 jam.

sebelumnya
Pasien
mengeluhkan

darah

diastolik

Disebut preeklampsia berat dengan


impending

eclampsia

bila

preeklampsia berat disertai gejalagejala subjektif berupa nyeri kepala


hebat, gangguan visus, muntah-

darah

ditemukan
saat

masuk
disertai

dan

tidak

hipertensi
mual

muntah 2x per hari 2 hari


sebelum masuk RS sehingga OS
didiagnosa dengan preeklampsia
berat

43

muntah,

nyeri

epigatrium,

dan

kenaikan progresif tekanan darah


Penderita preeklampsia berat harus

dirawat inap dan dipasang foley


catheteter

untuk

mengukur

pengeluaran urin. Medikamentosa


yang diberikan yaitu anti-konvulsan
dan anti hipertensi

pada

ibu

pemasangan

kateter

dan

pemberian

medikamentosa

berupa MgSO4 20% 4gr 20cc


pada loading dose di RS luar dan
MgSo4 40% 12gr 30cc pada

Indikasi dilakukannya perawatan


aktif

Pada pasien ini telah dilakukan

antara

lain

maintenance dose dan pemberian


antihipertensi yaitu nifedipin
Pada kasus ini, dari hasil

kehamilan>37 minggu, impending

pemeriksaan

eklampsia,

didadapati

trombosit

perawatan konservatif, dan HELLP

83.000/mm3, SGOT

175 U/I,

Syndrome

SGPT

kegagalan

pada

laboratorium

90 U/I dan LDH 1658

U/I, sehingga OS didiagnosis


dengan preeklampsia berat +
sindroma
dilakukan

HELLP,

kemudian

stabilisasi, namun

kondisi tetap, maka diputuskan


untuk dilakukan SC Cito, lahir
bayi perempuan, BB 1400 gr, PB
42 cm . A/S : 6/9, anus
(+).sehingga dilakukan terminasi
kehamilan yaitu sectio caesaria

PERMASALAHAN

44

1)

Apakah penanganan untuk pasien ini sudah tepat?

2)

Sebagai dokter umum di level puskesmas, apabila menemukan kasus


seperti ini apa yang harus dilakukan?

45

DAFTAR PUSTAKA
1.

Gant C, Gilstrap L, Wenstrom H. Hypertensive disorders in pregnancy. In:

2.

Williams Obstetrics. 21stEd. New York: McGraw-Hill. 2001: pp. 567-609


Lim,
Kee-Hak.
Preeclampsia.
2014.
Available
at
http://emedicine.medscape.com/article/1476919-overview. [Accesed 15th

3.

June 2015]
Chappel, S. Morgan,L. Searching for genetic clues to the causes of

4.

preeclamsia. Clinical Science. 2006: 443-458


Powe, CE. Levine, RJ. Karumanchi SA. Preeclampsia, a Disease of the
Maternal Endothelium. The Role of Antiangiogenic Factors and Implications
for

Later

Cardiovascular.

2011.

Available

at

http://circ.aha

5.

journals.org/content/123/24/2856.full.pdf+html. [Accesed 15th June 2015]


Depkes RI. Survei Kesehatan Rumah Tangga. Jakarta : Departemen

6.

Kesehatan RI. 2001.


National Institute for Health and Clinical Excellence. Hypertension in
pregnancy : The management of hypertensive disorders during pregnancy.
2011.

7.
8.

Available

at

http://www.nice.org.uk/guidance/cg107/resources/

guidance-hypertension-in-pregnancy-pdf [Accesed 15th June 2015]


Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka.
Tanjung, MT. Preeklampsia: Studi Tentang Hubungannya dengan Faktor
Fibrinolisis Ibu dan Gas Darah Tali Pusat. Medan: Pustaka Bangsa Press.

9.

2004.
Indriani

N.

Analisis

Faktor-faktor

yang

Berhubungan

dengan

Preeklampsia/Eklampsia pada Ibu Bersalin di Rumah Sakit Umum Daerah


10.

Kardinah Kota Tegal. 2011.


National Institute for Health and Clinical Excellence. Hypertension in
pregnancy : The management of hypertensive disorders during pregnancy.
2011.

11.

Available

at

http://www.nice.org.uk/guidance/cg107/resources/

guidance-hypertension-in-pregnancy-pdf [Accesed 9th February 2015]


World Health Organization. WHO recommendations for Prevention and
treatment

of

pre-eclampsia

and

eclampsia.

2011.

Available

at

http://www.hse.ie/eng/about/Who/clinical/natclinprog/obsandgynaeprogram
12.

me/guideeclamspsia.pdf [Accesed 15th June 2015]


Impey, L., and Child, T. Hypertensive Disorders in Pregnancies. In: Impey,

46

L., editor. Obstetrics & Gynaecology. 3rd ed. Oxford: Blackwell Publishing,
13.

2008: 165-169.
Institute of Obstetricians and Gynaecologists. The Diagnosis And
Management Of Pre-Eclampsia And Eclampsia Clinical Practice Guideline.
2013. Available at http://whqlibdoc.who.int/publications/2011/97892415483

14.

35_en g.pdf [Accesed 15th June 2015]


SOGC CLINICAL PRACTICE GUIDELINE. Diagnosis, Evaluation, and
Management of the Hypertensive Disorders of Pregnancy: Executive
Summary. 2014. Available at http://sogc.org/wp-content/uploads/2014/05/
gui307CPG1405E1.pdf [Accesed 15th June 2015]

You might also like