Professional Documents
Culture Documents
Respirasi aerobik terjadi dalam tiga fase Glikolisis, Siklus Krebs, dan
Fosforilasi oksidatif (juga disebut rantai transpor elektron). Hasil akhir dari tahap ini
adalah ATP (Adenosin Triphospate).
Glikolisis
Proses Glikolisis (glyco berarti gula dan lisis berarti memecahkan)
berlangsung di sitosol atau sitoplasma sel. Proses ini dapat berlangsung tanpa oksigen.
Tujuan dalam proses ini adalah untuk memecah glukosa menjadi bentuk ATP, NADH
dan asam piruvat (asam piruvat adalah produk akhir dari glikolisis, yang dapat
dikonversi ke biomolekul yang berbeda). Glikolisis menggunakan 2 molekul ATP
sebagai energi untuk mendorong seluruh proses ini.
Pada tahap ini, glukosa teroksidasi sebagian. 1 molekul glukosa (C 6H12O6)
dipecah menjadi dua molekul C3 atau 2 molekul asam piruvat. 2 NAD ditambahkan
ke molekul-molekul gula karbon. Bersamaan dengan itu, gugus fosfat juga
ditambahkan ke masing-masing 3 molekul karbon.
Dengan demikian proses glikolisis menghasilkan 2 ATP (bersih) molekul, 2
NADH (nicotinamide adenine dinucleotide), dan 2 asam piruvat. Setiap molekul
NADH membawa 2 elektron energi. Sel-sel kemudian menggunakan elektron ini.
Tujuan utama dari NADH elektron untuk mengangkut elektron ke rantai perpindahan
elektron, untuk lebih banyak energi untuk dipanen dari mereka. Oleh karena itu, pada
akhir glikolisis, kita memiliki 2 asam piruvat + 2 ATP (bersih) + 2 NADH.
Siklus Krebs
Ini adalah tahap selanjutnya dari respirasi selular aerobik. Proses ini
berlangsung dalam mitokondria sel. Tujuan utama dari tahap ini adalah menggunakan
asam piruvat untuk menghasilkan lebih banyak ATP. Dalam tahap ini oksigen
memainkan peran penting. Proses pertama bertujuan untuk mengkonversi piruvat
dalam bentuk kimia yang akan memasuki tahap berikutnya.
Piruvat memasuki mitokondria, dalam tahap ini juga kehilangan sebuah atom
karbon, yang dirilis sebagai karbon dioksida, lalu NAD direduksi menjadi NADH,
setelah kehilangan sebuah atom karbon. Sekarang sebuah enzim yang disebut CoA,
(enzim yang terlibat dalam metabolisme gula karbon), bergabung dengan 2 molekul
karbon yang tersisa di piruvat.
Setelah fusi ini, molekul yang disebut asetil-CoA (juga dikenal sebagai bentuk aktif
asam asetat) dibentuk.
Sekarang molekul ini memasuki siklus asam sitrat. 2 atom karbon dalam
asetil-KoA bergabung dengan 4 atom karbon lebih banyak, yang sudah ada dalam
siklus ini. Jadi, total yang dimiliki ialah 6 atom karbon, 2 dari asetil-CoA dan 4 yang
sudah ada. 6 atom ini nantinya membentuk asam sitrat.
2 NAD (yang dihasilkan dari pemecahan glukosa dalam glikolisis), bisa
dikurangi dan berbentuk 2 NADH. Di sini, terjadi kehilangan 2 atom karbon lebih
(dari 6 di asam sitrat), yang juga dirilis sebagai karbon dioksida.
Sekarang proses yang disebut fosforilasi tingkat substrat terjadi. Fosforil (PO3) atau
fosfat ditambahkan ke ADP. ADP mengkonversi ini (adenosin difosfat) menjadi ATP.
Di set berikutnya reaksi kimia, 4 atom karbon yang tersisa (dari 6 atom, 2
dirilis sebagai karbon dioksida) tersebut kembali disintesis. Hal ini mengarah ke
siklus NAD untuk membentuk NADH dan FAD, yang membentuk FADH hingga
akhirnya sekarang dihasilkan 1 ATP, NADH dan FADH 2, namun hasil reaksi ini
hanya berlaku untuk satu asam piruvat, padahal reaksi glikolisis menghasilkan 2 as.
Piruvat sehingga pada akhir siklus ini, dihasilkan 4 ATP 2 dari glikolisis dan 2 dari
siklus asam sitrat atau siklus Krebs.
Ini
adalah
tahap
akhir
dari
siklus aerobik pernapasan seluler. Selama glikolisis dan Siklus Krebs, seluruh energi
tidak dilepaskan dari glukosa. Dalam tahap ini respirasi aerobik, energi yang tersisa
dari glukosa dilepaskan oleh rantai transpor elektron. Elektron bertahap diangkut
dalam jalur, yang disebut sebagai rantai transpor elektron.
Dari Siklus Krebs dan glikolisis, kita memiliki total 4 ATP, 2 NADH dan 2
FADH2. Dalam langkah ini, 2 NADH dan 2 FADH 2 bekerja dengan enzim, dan proses
yang disebut oksidasi reduksi berlangsung. Di sini, NADH dan FADH 2 (kita bisa
menyebut mereka donor elektron) memberikan kontribusi elektron kepada enzim
(akseptor elektron) melalui gradien elektrokimia atau lintasan. Hal ini disebut sebagai
sistem transpor elektron.
Setelah ini, NADH dan FADH2 kehilangan elektron dan direduksi menjadi
NAD dan FAD. Kembali ini untuk memproses lagi Siklus Krebs atau siklus sitrat.
Elektron kehilangan sebagian energi mereka sebagai proton (ion hidrogen), yang
dipompa dalam ruang antar membran mitokondria bagian luar.
NADH dan FADH, keduanya kehilangan elektron, dalam mitokondria,
sehingga menurunkan energi (H +) konsentrasi dalam mitokondria. Dalam
kompartemen luar membran atau ruang antar membran, pembentukan konstan proton
(ion hidrogen) berlangsung. Hal ini menciptakan konsentrasi tinggi H + (proton)
dalam ruang antar membran. Keadaan energi tinggi dan rendah dalam sel memiliki
potensi yang sangat tinggi menghasilkan energi. Hal ini memungkinkan mereka untuk
melakukan perjalanan dari gradien energi tinggi (membran luar) dengan gradien
energi yang rendah yaitu mitokondria. Dalam proses ini, mereka melewati ATP
sintase.
ATP sintase (juga disebut partikel F1) memanfaatkan energi potensial ini dari proton,
dan proses yang disebut fosforilasi oksidatif terjadi. Ini membantu konversi ADP
menjadi ATP, yang disebut kemiosmosis. Oksigen memainkan peran utama dalam
respirasi selular aerobik, karena merupakan akseptor elektron yang besar. Hal ini
memainkan peran aktif dalam mencegah elektron dari membangun sistem transpor
elektron bagian dalam. Oksigen menarik elektron dari tahap terakhir dari sistem
transpor elektron. Jadi, elektron bergabung dengan proton dan membentuk hidrogen.
Hal ini menjadikan oksigen berkombinasi dengan hidrogen menghasilkan air (H2O).
Setiap 2 elektron disumbangkan oleh NADH melewati F1 (ATP sintase) menciptakan
1 molekul ATP. Oleh karena itu, setiap NADH yang melewati 6 elektron dalam rantai
transpor elektron, memberi kita 3 ATP. Demikian pula, FADH 2 menyumbangkan 4
elektron dalam rantai transpor elektron. Ini karena, FADH 2 memasuki sistem transpor
elektron lambat atau bisa juga dikarenakan NADH telah menyumbangkan elektron
sehingga menghasilkan energi yang lebih sedikit. Jumlah maksimum ATP dihasilkan
oleh rantai transpor elektron melalui kemiosmosis (yaitu proses dengan ATP sintase).
sebesar 32 34 ATP.
Rantai Respiratorik
Kompleks I = NADH-ubiquinon oksidoreduktase
Kompleks II = Suksinat-ubiquinon oksidoreduktase
Kompleks III = Ubiquinol-ferisitokrom c oksireduktase
Kompleks IV = Ferisitokrom c Oksigen reduktase
Pompa elektron terjadi di kompleks 1,3, dan 4
Inhibitor Rantai Respiratorik
Pada kompleks I, Rotenon (Racun ikan, Pestisida) menghambat NADH
Dehidrogenase sehingga NADH terakumulasi. Tetapi hal ini tidak menghalangi
penyaluran elektron. Selain rotenon ada juga amital (Sedativa barbiturat) bisa
menghalangi kerja kompleks I.
Pada kompleks III bisa dihambat oleh antimisin (antibiotik jamur antimisin)
yang menghalangi elektron melalui komplek sitokrom B-C1.
Pada kompleks IV dihambat oleh sianida dan karbon dioksida yang apabila
berkombinasi dengan sitokrom oksidase dan menghambat penyaluran elektron ke
oksigen. Selain itu, ada juga 2,4 dinitrofenol yaitu ionofor yang memungkinkan
proton masuk kembali ke matriks sehingga lebih menghasilkan panas daripada energi.
Pada ATP Sintase, dihambat oleh olygomycin, apabila terikat dengan ATP
sintase bisa menghambat pemasukan kembali proton ke matriks.
Pada antiport ATP-ADP bisa dihambat oleh atractylocyde (toksin tanaman)
yang mengakibatkan penurunan ADP yang memungkinkan penghentian sintesis ATP.
Respirasi Anaerob
b. PROSES REDUKSI-OKSIDASI
Reaksi metabolik yang terjadi dalam sel melibatkan reaksi oksidasi dan reaksi
reduksi. Reaksi oksidasi adalah suatu reaksi yang melibatkan oksigen dengan
pelepasan elektron dari satu atom atau senyawa.Sebaliknya reaksi reduksi adalah
suatu reaksi yang melibatkan oksigen dengan penambahan elektron dari satu atom
atau senyawa.
Di
dalam
sel, kedua reaksi
tersebut terjadi secara bersamaan (simultan), artinya jika elektron dipindahkan dari
molekul sebagai pemberi (donor) elektron maka ada molekul lain yang bertindak
sebagai penerima (akseptor) elektron. Dengan demikian, donor elektron menjadi
molekul yang teroksidasi sedangkan akseptor menjadi molekul yang tereduksi.Reaksi
simultan antara oksidasi dan reduksi disebut dengan reaksi redoks.Enzim yang
berperan dalam reaksi redoks disebut oksireduktase meliputi oksidase, dehidrogenase,
hidroperoksidase, oksigenase.
2. Memahami dan Menjelaskan Hemoglobin
2.2. Struktur Hemoglobin
Molekul hemoglobin terdiri dari globin, apoprotein dan 4 gugus heme. Hemoglobin
tersusun dari empat molekul protein (globulin chain) yang terhubung satu sama lain.
Hemoglobin normal orang dewasa (HbA) terdiri dari 2 alpha-globulin chain dan 2 betaglobulin chain. Sedangkan pada bayi yang masih dalam kandungan atau yang sudah lahir
terdiri dari beberapa rantai beta dan molekul hemoglobinnya terbentuk dari 2 rantai alfa dan 2
rantai gama yang disebut sebagai HbF. Tiap hemoglobin terbuat dari 4 heme yang
mengelilingi 4 globin. Heme mengandung zat besi dan memberi warna merah pada molekul.
Tiap subunit memiliki berat molekul kurang lebih 16.000 dalton, sehingga berat molekul total
tetramernya menjadi sekitar 64.000 dalton. Perubahan sekuens asam amino pada rantai globin
bisa menyebabkan terbentuknya hemoglobin yang abnormal, contohnya hemoglobin S pada
anemia sel sabit.
Pada ketinggian 3km (3000 m), tekanan parsial oksigen sekitar 0,14 atm, sedangkan
pada permukaan laut adalah 0,2 atm. Menurut hukum Le Chatelier, penurunan konsentrasi
oksigen akan menggeser kesetimbangan reaksi ke kiri, perubahan inilah yang menyebabkan
oksihemoglobin menjadi lebih sedikit sehingga menyebabkan hipoksia.
Pada waktu yang cukup lama, tubuh dapat mengatasi masalah ini dengan memproduksi
lebih banyak molekul hemoglobin. Banyaknya molekul hemoglobin yang dihasilkan akan
menggeser kesetimbangan ke arah kanan (pembentukan oksihemoglobin). Hal ini
membutuhkan waktu sekitar 2-3 minggu bahkan bertahun-tahun.
Penelitian membuktikkan bahwa penduduk yyang tinggal di dataran tinggi memiliki
jumlah hemoglobin sekitar 50% llebih banyak dibandingkan orang yang yang hidup pada
ketinggian permukaan laut.
Asas le chatelier menyatakan bahwa jika suatu tekanan eksternal diberikan kepada
suatu sistem yang setimbang, sistem ini akan menyesuaikan diri sedemikian rupa untuk
mengimbanggi sebagian tekanan ini pada saat sistem mencoba setimbang kembali. Kata
tekanan stressdisini berarti perubahan konsentrasi,tekanan,volume atau suhu yang
menggeser sistem dari keadaan setimbangnya.(Sutresna,Nana:2008)
Apabila jumlah oksigen yang terikat ke protein digambarkan dalam sebuah grafik
terhadap tekanan parsial oksigen (pO2), untuk mioglobin akan diperoleh kurva hiperbolik
sedangkan untuk hemoglobin akan diperoleh kurva sigmoidalis .
Kurva kurva tersebut memperlihatkan bahwa bila pO2 tinggi, mioglobin mengandung
lebih banyak oksigen dibandingkan hemoglobin.Oleh karena itu, hemoglobin berfungsi
sebagai pengangkut oksigen yang efektif.Hemoglobin akat mengikat oksigen di paru tempat
pO2 tinggi dan melepaskan oksigen di jaringan tempat pO2 rendah. Dipihak lain, mioglobin
tetap jenuh oleh oksigen pada pO2 jaringan, Dengan demikian, pada sel otot yang
beristirahat, mioglobin mengikat oksigen yang dilepaskan dalam darah oleh hemoglobin.
Sewaktu otot beraktivitas dan tekanan oksigen turun, mioglobin mmelepaskan oksigen.
Perbedaan fungsi antara mioglobin dan hemoglobin ini berasal dari perbedaan struktur.
Molekul oksigen berikatan secara bebas satu sama lain dengan rantai polopeptida tunggal dari
mioglobin. Di pihak lain, keempat subunit hemoglobin dapat bekerja sama mengikat oksigen.
Hemolobin dapat berada dalam keadaan kuatatau tegangyang inaktif atau keadaan
rileksatau aktif. Dalam keadaan tegang, hemoglobin menolak pengikatan oksigen.Dalam
yang tidak berfungsi. Juga masalah dari mesin monitor akibat daripada kehabisan
baterai pada alat oksimeter atau salah probe.
3.3. Klasifikasi Hipoksia
4 macam klasifikasi hipoksia menurut Best dan Taylor:
1. Hipoksia Hipoksik: terdapat gangguan pertukaran oksigen di paru-paru, beberapa
penyebabnya:
- Kondisi dimana tekanan parsial oksigen menurun seperti pada ketinggian tertentu
diatas permukaan laut (dpl).
- Kondisi yang memblok kode pertukaran oksigen pada tingkat alveolus dengan
pembuluh darah kapiler seperti pneumonia, asma, dan tenggela
2. Hipoksia Anemik: tubuh tidak mampu mengangkut oksigen yan tersedia ke jaringan
target. Penyebabnya:
- Anemia berat karena kehilangan daraah baik akut maupun kronis
- Keracunan karbon monoksida (CO)
- Methemoglobinemia (kondisi dimana terdapatnya methemoglobin, pigmen darah
kehilangan hemoglobin yang tidak normal pada darah)
- Penyakit seperti anemia sel sabit, anemia defisiensi besi.
3. Hipoksia Stagnant: tidak adanya aliran darah yang cukup ke jaringan target.
Penyebabnya:
- Gagal jantung
- Menurunnya volume darah yang bersikulasi
- Melebarnya pembuluh darah vena
- Darah vena tidak dapat mengalir dengan baik akibat G-forces
4. Hipoksia Histotoksik: jaringan tubuh tidak dapat menggunakan oksigen yang sudah
dialirkan. Penyebabnya: keracunan sianida, konsumsi alcohol, narkotika
3.4. Patofisiologi Hipoksia
Ketika kita berpergian kedaerah yang tinggi, tubuh kita membentuk respon fisiologi
yang inefsien.Denyut nadi dan tekanan darah meningkat karena jantung memompa lebih kuat
untuk mendapatkan lebih banyak oksigen.
Kemudian sel tubuh membentuk respon efisien secara normal, yaitu aklimatisasi.Sel
darah merah dan kapiler lebih banyak diproduksi untuk membawa oksigen lebih banyak.
Paru-paru akan bertambah ukurannya untuk memfasilitasi osmosis oksigen dan
karbondioksida lebih banyak. Terjadi pula peningkatan vaskularisasi otot atau kontraksi otot
pernafasan untuk memperkuat transfer gas.
Akan tetapi, perubahan fisiologi kini hanya berlangsung singkat .Dalam beberapa minggu
tubuh akan kembali pada kondisi normal setelah kembali dari ketinggian.
Pada level seluler, hipoksia dapat mengakibatkan stres oksidatif pada sel. Sel
menghasilkan energi melalui reduksi molekul Oksigen menjadi H2O. Dalam proses
metabolisme normal, molekul-molekul oksigen reaktif yang tereduksi dihasilkan dalam
jumlah kecil sebagai produk sampingan respirasi mitokondria. Molekul-molekul oksigen
reaktif tereduksi dihasilkan dalam jumlah kecil sebagai produk sampingan respirasi
mitokondrial.Molekul-molekul oksigen reaktif tereduksi ini dikenal sebagai spesies oksigen
reaktif (ROS).
Sel memiliki sistem pertahanan untuk mecegah kerusakan akibat moleku lini, yang
dikenal sebagai antioksidan. Kesetimbangan antara proses pembentukandan eliminasi
(scavenging) radikal bebas berakibat pada stres oksidatif.
Hipoksia terjadi bila manusia mencapai ketinggian lebih dari 30.000 m dalam waktu
singkat.Tekanan oksigen intra-alveolar dengan cepat turun hingga 60 mmHg.Gangguan
memori dan fungsi serebri mulai bermanifestasi.Pada ketinggian yang lebih, saturasi oksigen
arteri menurun dengan cepat.Pada ketinggian 50.000 meter, individu pada umumnya tidak
berfungsi dengan normal.
Resiko klinis hipoksia akut pada ketinggian di atas 10.000 kaki diketahui terutama pada
penerbangan unpressured cabin. Kondisi tersebut yaitu penurunan kemampuan adaptasi
gelap, peningkatan frekuensi pernapasan, denyut jantung naik. Jika berlanjut terus terjadi
gangguan pandangan, bahkan perubahan proses mental. Pada tahapan kritis, setelah sianosis,
dan sindroma hiperventilasi berat, tingkat kesadaran berangsur hilang, Pada tahap akhir bisa
terjadi kejang dilanjutkan dengan henti napas.
3.5. Manifestasi Klinis Hipoksia
Awal : hipertensi, pucat, mual, susah bernafas, nafas cepat, gelisah, jantung berdebar-debar,
pegal otot.
Akhir : sianosis, denyut jantung pelan, muntah, hipotensi, letargi, koma.
3.6. Tatalaksana Hipoksia
Penanganan hipoksia dilakukan tergantung sesuai dengan penyebab hipoksia.
-
Hipoksik bisa ditangani dengan pemberian inhalasi oksigen. Terdapat dua sistem
inhalasi oksigen yaitu sistem aliran rendah dan sistem aliran tinggi.
Sistem aliran rendah ditujukan pada klien yang memerlukan oksigen dan
masih mampu bernafas sendiri dengan pola pernapasan yang normal.Ada beberapa
pemberian oksigen, yaitu dengan menggunakan nasal kanula atau binasal kanula
(aliran oksigen 1-6 liter/menit dan konsentrasi oksigen sebesar 24% 44%).Selanjutnya, ada sungkup muka sederhana (5-8 liter/menit, konsentrasi 40% 60%).
Sungkup muka dengan kantong rebreathing (Aliran oksigen 8 12
liter/menit, konsentrasi 60%-80%), sungkup ini digunakan untuk klien dengan
tekanan karbondioksida yang rendah. Sungkup muka dengan kantong
nonrebreathing (Aliran sama dengan sungkup rebreathing, konsentrasi sampai
dengan 99%), pada sungkup ini udara inspirasi tidak tercampur dengan udara
ekspirasi, digunakan untuk klien dengan tekanan karbondioksida yang tinggi.
Sistem aliran tinggi menjadikan konsentrasi oksigen lebih stabil dan tidak
dipengaruhi tipe pernapasan.Tujuan utama sistem ini ialah mengoreksi hipoksia dan
asidemia.Sistem aliran ini menambah konsentrasi oksigen dengan lebih tepat,
memakai sungkup muka dengan ventury.
Anemik bisa dilakukan transfusi darah dengan hemoglobin yang cukup untuk kasus
rusaknya hemoglobin, pendarahan ataupun anemia sel sabit atau penyakit darah
lainnya, seperti talasemia. Namun, pada kondisi keracunan karbon monoksida
digunakan terapi oksigen hiperbarik.
Stagnan bisa diterapi dengan terapi yang disesuaikan dengan penyebabnya yang
menghalangi sirkulasi darah
okasigenasi jaringan yang adekuat. Secara klinis tujuan utama pemberian oksigen adalah
untuk mengatasi keadaan Hipoksemia sesuai dengan hasil Analisa Gas Darah, dan untuk
menurunkan kerja nafas dan menurunkan kerja miokard.
Syarat-syarat pemberian oksigen meliputi : Konsentrasi oksigen udara inspirasi dapat
terkontrol, Tidak terjadi penumpukan CO2, mempunyai tahanan jalan nafas yang
rendah,efisien dan ekonomis, dan nyaman untuk pasien.
Metode-metode yang digunakan dalam terapi oksigen:
1. Kateter nasal
Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikanoksigen secara kontinu dengan aliran
1 6 L/mnt dengan konsentrasi 24% - 44%.
Keuntungan : Pemberian oksigen stabil, klien bebas bergerak, makan dan berbicara, murah
dan nyaman serta dapat juga dipakai sebagai kateter penghisap.
Kerugian : Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen yang lebih dari 45%, tehnik
memasuk kateter nasal lebih sulit dari pada kanula nasal, dapat terjadidistensi lambung, dapat
terjadi iritasi selaput lendir nasofaring, alirandengan lebih dari 6 L/mnt dapat menyebabkan
nyeri sinus danmengeringkan mukosa hidung, kateter mudah tersumbat.
2. Kanula nasal
Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan oksigen kontinu dengan aliran 1 6
L/mnt dengan konsentrasi oksigen sama dengan kateter nasal.
Keuntungan : Pemberian oksigen stabil dengan volume tidal dan laju pernafasan
teratur,mudah memasukkan kanul disbanding kateter, klien bebas makan,bergerak, berbicara,
lebih mudah ditolerir klien dan nyaman.
Kerugian : Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen lebih dari 44%, suplai oksigen
berkurang bila klien bernafas lewat mulut, mudah lepas karena kedalamkanul hanya 1 cm,
mengiritasi selaput lendir.
3. Sungkup muka sederhana
Merupakan alat pemberian oksigen kontinu atau selang seling 5 8 L/mnt dengankonsentrasi
oksigen 40 60%.
Keuntungan : Konsentrasi oksigen yang diberikan lebih tinggi dari kateter atau kanula nasal,
sistem humidifikasi dapat ditingkatkan melalui pemilihan sungkup berlobang besar, dapat
digunakan dalam pemberian terapi aerosol.
Kerugian : Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen kurang dari 40%, dapat
menyebabkan penumpukan CO2 jika aliran rendah.
4. Sungkup muka dengan kantong rebreathing
Suatu tehinik pemberian oksigen dengan konsentrasi tinggi yaitu 60 80% dengan aliran 8
12 L/mnt.
Keuntungan : Konsentrasi oksigen lebih tinggi dari sungkup muka sederhana, tidak
mengeringkan selaput lendir.
Kerugian : Tidak dapat memberikan oksigen konsentrasi rendah, jika aliran lebih rendah
dapat menyebabkan penumpukan CO2, kantong oksigen bisa terlipat.
5. Sungkup muka dengan kantong non rebreathing
Merupakan tehinik pemberian oksigen dengan Konsentrasi oksigen mencapai 99% dengan
aliran 8 12 L/mnt dimana udara inspirasi tidak bercampur dengan udara ekspirasi.
Keuntungan : Konsentrasi oksigen yang diperoleh dapat mencapi 100%, tidak mengeringkan
selaput lendir.
Kerugian : Kantong oksigen bisa terlipat.
B .Terapi Oksigen Hiperbarik
Suatu bentuk terapi dengan memberikan 100% oksigen kepada pasien dalam suatu hyperbaric
chamber yaitu ruangan yang memiliki tekanan lebih dari udara atmosfir normal.
C.Pemberian Asetozolamid
Obat ini menghambat karbonat anhidrase menyebabkan peningkatan ekresi HCO3 di urin
merangsang pernapasan, meningkatkan PCO2 dan mengurangi pembentukan cairan
serebrospinal.
4. Memahami dan menjelaskan dalil tentang bersyukur
4.1 Berdasarkan Hadits
Dua hal apabila dimiliki oleh seseorang dia dicatat oleh Allah sebagai orang yang bersyukur
dan sabar. Dalam urusan agama (ilmu dan ibadah) dia melihat kepada yang lebih tinggi lalu
meniru dan mencontohnya. Dalam urusan dunia dia melihat kepada yang lebih bawah, lalu
bersyukur kepada Allah bahwa dia masih diberi kelebihan. (HR. Tirmidzi)
Siapa yang tidak mensyukuri nikmat Tuhan, maka berarti berusaha untuk hilangnya nikmat
itu. Dan siapa yang bersyukur atas nikmat berarti telah mengikat nikmat itu dengan ikatan
yang kuat. (Syeikh Ibnu Athaillah ra.)
Yang paling pandai bersyukur kepada Allah adalah orang yang paling pandai bersyukur
kepada manusia. (HR. Ath-Thabrani)
4.2 Berdasarkan Al-Quran
Hai orang-orang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan
kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah.
(QS. 2:172)
Sesungguhnya bagi kaum Saba ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka
yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (kepada mereka dikatakan):
Makanlah olehmu dari rezki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu
kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha
Pengampun. (QS. 34:15)
Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; Sesungguhnya jika kamu bersyukur,
pasti Kami akan menambah (nimat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nimat-Ku),
maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.(QS. 14:7)
DAFTAR PUSTAKA
Murray, R. K., Granner, D. K., & Rodwell, V. W. Biokimia harper (29 ed.). Jakarta: Buku
Kedokteran EGC; 2012.
Sherwood, Lauree. Fisiologi manusia:dari sel ke sistem. Ed.6. Jakarta:EGC. 2013
Al-Quran dan Terjemah, Departemen Agama Republik Indonesia.
Sudoyo, Aru W. dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III Edisi V.Jakarta: Interna
Publishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam