You are on page 1of 7

1.

Memahami dan Menjelaskan Virus Rubeola


1.1. Definisi
1.2. Morfologi
1.3. Daur hidup
1.4. Transmisi
2. Memahami dan Menjelaskan Campak
2.1. Definisi
2.2. Etiologi
2.3. Epidemiologi
2.4. Patofisiologi
2.5. Patogenesis
2.6. Manifestasi klinis
2.7. Komplikasi
2.8. Diagnosis dan diagnosis banding
2.9. Pencegahan
2.10. Tatalaksana
2.11. Prognosis

1. Memahami dan Menjelaskan Virus Rubeola


1.1. Definisi
Paramyxo virus tergolong dalam virus yang mengandung RNA. Manusia adalah host
normal dari virus rubeola. Pada genus morbili virus, hanya virus campak yang
menginfeksi manusia.
Paramyxo virus merupakan pathogen pernapasan utama pada bayi dan anak kecil.
Paramyxo virus memulai infeksi melalui saluran pernapasan.
Paramyxovirus termasuk dalam family Paramyxoviridae.
Paramyxovirus atau virus mumps adalah virus penyebab akut, parotitis jinak
(pembengkakan yang menyebabkan sakit kelenjar saliva) atau disebut penyakit
gondongan. Penyakit gondongan merupakan suatu penyakit menular dimana
seseorang terinfeksi oleh virus (Paramyxovirus) yang menyerang kelenjar ludah
diantara telinga dan rahang sehingga menyebabkan pembengkakan pada leher
bagian atas atau pipi bagian bawah. Pada saluran kelenjar ludah terjadi kelainan
berupa pembengkakan epitel, pelebaran, dan penyumbatan saluran. Menyerang
anak dibawah 2-15 tahun (sekitar 85% kasus).
(Arif, 2012)
Virus measles adalah satu-satunya anggota dari genus Morbillivirus
menginfeksi manusia. Sebagai bagan dari family Paramyxoviridae,

yang

1.2. Morfologi
Paramyxoviridae
merupakan
kelompok virus yang mempunyai
selubung (enveloped virus), yang
mempunyai ukuran garis tengah
antara 100 nm sampai 300 nm,
dengan RNA negative, tunggal,
linear,
dan
tidak
mempunyai
segmen. Kapsid mempunyai bentuk
spiral simetris (helical). Berat molekul
RNA adalah 6 sampai 106 dalton
dengan tabung nukleokapsid yang
bergaris
tengah
18
nm
dan
membawa transcriptase (RNA dependent RNA polymerase) sebagai komponen
structural.
Multiplikasi paramyxoviridae terjadi dalam sitoplasma sel yang terinfeksi. Virion
dikelilingi oleh selubung yang tertutup banyak tonjolan (spikes) hemaglutinin dan
neuraminidase yang mempunyai peranan dalam menimbulkan hemolysis dan fusi
dari sel.
Sumber: [Soedarto. 1988. Dasar-Dasar Virologi Kedokteran. Jakarta: EGC.]
1.3. Daur hidup

1.4. Transmisi
1.5. Struktur dan Sifat Antigenik
Virion campak mempunyai sifat-sifat morfologi yang sesuai dengan paramyxovirus
lainnya. Virion mempunyai kemampuan untuk mengadakan hemolysis dan
hemaglutinasi eritrosit kera, tetapi tidak mempunyai neuraminidase. Virus campak
sangat sensitive terhadap temperature, sehingga virus ini segera manjadi tidak aktif
pada suhu 37 Celcius atau bila dimasukkan ke dalam lemari es. Sel-sel yang
diinfeksi oleh virus campak akan mengadakan fusi dengan sel-sel di sekitarnya baik
yang terinfeksi dengan virus tersebut maupun yang tidak terinfeksi. Proses fusi ini
terjadi pada fase lanjut siklus replikasi virus karena itu disebut sebagai late
polikariositosis.
Sumber: [Soedarto. 1988. Dasar-Dasar Virologi Kedokteran. Jakarta: EGC.]
2. Memahami dan Menjelaskan Campak
2.1. Definisi
Morbili adalah penyakit infeksi virus akut, menular yang ditandai dengan 3 stadium,
yaitu stadium kataral, stadium erupsi, dan stadium konvalesensi. Penularan terjadi
secara droplet dan kontak langsung dengan pasien. Nama lain penyakit ini adalah
campak, measles, atau rubeola.
Sumber: [Mansjoer, Arif. 2008. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media
Aesculapius Fakultas Kedokteran UI.]
Virus campak/morbili/measles/rubeola adalah penyakit akut yang sangat menular,
ditandai oleh demam, gejala napas dan ruam makulopapular. Komplikasinya sering
dijumpai dan serius. Pemberian vaksin virus hidup efektif mengurangi secara
dramatis insiden penyakit ini di Amerika Serikat, tetapi campak masih menjadi
penyebab utama kematian pada anak kecil di Negara berkembang.
Sumber: [Jawetz, et al. 2015. Mikrobiologi Kedokteran edisi 25. Jakarta:
EGC.]
2.2. Etiologi
Virus morbili terdapat dalam sekret nasofaring dan darah selama stadium kataral
sampai 24 jam setelah timbul bercak di kulit.
Sumber: [Mansjoer, Arif. 2008. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media
Aesculapius Fakultas Kedokteran UI.]
Virion campak tersusun atas inti asam ribonukleat di bagian tengah lapisan protein
yang tersusun seperti gulungan, dikelilingi oleh selubung lipoprotein dengan
struktur kecil menyerupai paku. Virion ini berdiameter 120 sampai 200 nm dan
dikelompokkan sebagai virus morbili dalam keluarga paramyxovirus. Paling sedikit
terdapat enam protein structural virion, tiga di antaranya di dalam selubung. Ketiga
protein yang berada dalam selubung ini adalah protein (M) yang penting untuk
penggabungan virus dan proyeksi dua glikoprotein (peplomer); hemaglutinin (H)

memperantarai perlekatan virus ke sel pejamu dan protein yang lain (F)
memerantarai peleburan sel dan jalan masuk virus ke dalam sel.
[Harrison]
2.3. Epidemiologi
Campak hanya terjadi secara alami pada manusia, meskipun infeksi virus ini dapat
ditunjukkan pada koloni monyet di laboratorium yang terpajan individu yang
terinfeksi. Sebelum tersedia imunisasi aktif, epidemic campak terjadi dengan siklus
2 sampai 3 tahun, biasanya selama bulan-bulan musim semi dan kira-kira 95%
penduduk yang tinggal di daerah perkotaan mengalami penyakit ini sebelum
berumur 15 tahun. Virus ditularkan melalui secret nasofaring, baik secara langsung
atau melalu droplet yang dibawa oleh udara, ke selaput lendir saluran napas atau
konjungtiva individu yang rentan. Individu yang terinfeksi virus ini dapat
menularkan penyakit selama 5 hari setelah tepajan sampai 2 hari setelah lesi kulit
muncul. Virus ini sangat menular, angka serangan sekunder di antara kontak
anggota keluarga yang rentan biasanya lebih dari 90%; infeksi primer tanpa gejala
jarang terjadi. Di Amerika Serikat, jumlah kasus campak yang dilaporkan paling
rendah mencapai 1492 kasus pada tahun 1983. Namun angka ini terus meningkat,
terutama pada tahun 1990, hamper mencapai 28.000 kasus. Peningkatan ini
disebabkan oleh terjadinya wabah di antara bayi dan anak prasekolah yang belum
di vaksinasi; wabah lain menyerang siswa sekolah menengah dan akademi dengan
angka imunisasi mencapai 95% atau lebih. Data terakhir juga menunjukkan
pergeseran angka serangan yang spesifik menurut umur dari frekuensi yang tinggi
sebelumnya di antara anak-anak berumur 5 sampai 14 tahun.
Pada tahun 1990, 22% kasus terjadi pada orang dewasa berumur 20 tahun atau
lebih, dan hamper separuh kasus terjadi pada anak-anak prasekolah yang belum
divaksinasi, kebanyakan golongan minoritas.
Sumber: [Harrison]
Angka kasus campak di Indonesi sejak tahun 1990 sampai 2002 masih tinggi,
sekitar 3000-4000 pertahun. Penyakit ini paling banyak ditemui pada balitta usia <
1 bulan, lalu kelompok usia 1-4 tahu, dan usia 5-14 tahun.
Sumber: [Kapita IV]
2.4. Patofisiologi
2.5. Patogenesis
Virus dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui saluran napas, tempat virus
melakukan multiplikasi local; kemudian infeksi menyebar ke jaringan limfoid
regional, tempat terjadinya multiplikasi yang lebih lanjut. Viremia primer
menyebabkan virus, yang kemudian bereplikasi di dalam system retikuloendotelial.
Akhirnya, viremia sekunder berkembang biak di bawah permukaan epitel tubuh,
termasuk kulit, saluran napas, dan konjungtiva, tempat terjadinya replikasi local.
Campak dapat bereplikasi di dalam limfosit tertentu, yang membantu penyebaran
ke seluruh tubuh. Sel multinukleus raksasa dengan inklusi intraseluler terlihat di

dalam jaringan limfoid di seluruh tubuh (kelenjar getah bening, tonsil, dan
apendiks). Kejadian yang digambarkan tersebut terjadi pada masa inkubasi, yang
khasnya berlangsung selama 8-12 hari tetapi dapat berlangsung hingga 3 minggu
pada orang dewasa.
Selama fase prodromal (2-4 hari) dan 2-5 hari pertama ruam, virus terdapat di
dalam air mata, secret nasal dan tenggorok, urine, serta darah. Ruam
makulopapular yang khas muncul sekitar 14 hari ketika antibody yang bersirkulasi
terdeteksi, viremia menghilang, dan demam mereda. Ruam terjadi akibat interaksi
sel imun T dengan sel yang terinfeksi virus di dalam pembuluh darah kecil dan
berlangsung sekitar 1 minggu. (Pada pasien dengan gangguan imunitas selular,
tidak terjadi ruam).
Keterlibatan system saraf pusat paling sering terjadi pada campak. Ensefalitis
simtomatik terjadi pada sekitar 1:1.000 kasus. Oleh karena virus yang infeksius
jarang ditemukan di dalam otak, diduga reaksi autoimun adalah mekanisme yang
menyebabkan komplikasi ini. Sebaliknya, ensefalitis badan inklusi campak yang
progresif dapat timbul pada pasien dengan gangguan imunitas seluler. Virus yang
aktif bereplikasi terdapat di dalam otak umumnya dalam bentuk penyakit yang
fatal.
Komplikasi lanjut campak yang jarang adalah panensefalitis sklerosa subakuta.
Penyakit yang fatal ini muncul bertahun-tahum setelah infeksi awal campak dan
disebabkan oleh virus yang menetap di dalam tubuh setelah infeksi campak akut.
Jumlah antigen campak yang banyak terdapat di dalam badan inklusi pada sel otak
yang terinfeksi, tetapi hanya sedikit partikel virus yang matur. Replikasi virus rusak
bila produksi satu atau lebih produk gen virus berkurang, yang sering adalah protein
matriks.
Sumber: [Jawetz, et al. 2015. Mikrobiologi Kedokteran edisi 25. Jakarta:
EGC.]
2.6. Manifestasi klinis
Masa tunas 10-20 hari dan kemudian timbul gejala-gejala yang dibagi dalam 3
stadium.
a. Stadium kataral (prodromal) berlangsung 4-5 hari. Gejala menyerupai influenza,
yaitu demam, malaise, batuk fotofobia, konjungtivitis, dan koriza. Gejala khas
(patognomonik) adalah timbulnya bercak Koplik menjelang akhir stadium kataral
dan 24 jam sebelum timbul enantem. Bercak koplik berwarna putih kelabu, sebesar
ujung jarum, dikelilingi oleh eritema, dan berlokalisasi di mukosa bukalis
berhadapan dengan molar bawah.
b. Stadium erupsi. Gejala pada stadium kataral bertambah dan timbul enantem di
palatum durum dan palatum mole. Kemudian terjadi ruam eritematosa yang
berbentuk macula-papula disertai meningkatnya suhu badan. Ruam mula-mula
timbul di belakang telinga, di bagian atas lateral tengkuk, sepanjang rambut, dan
bagian belakang bawah. Dapat terjadi perdarahan ringan, rasa gatal, dan muka
bengkak. Ruam mencapai anggota bawah pada hari ketiga dan menghilang sesuai

urutan terjadinya. Dapat terjadi pembesaran kelenjar getah bening mandibular dan
leher bagian belakang, splenomegali, diare, dan muntah. Variasi lain adalah black
measles, yaitu morbili yang disertai perdarahan pada kulit, mulut, hidung dan
traktus digestivus.
c. Stadium konvalesensi. Gejala-gejala pada stadium kataral mulai menghilang,
erupsi kulit berkurang dan meninggalkan bekas di kulit berupa hiperpigmentasi dan
kulit bersisik yang bersifat patognomonik.
Sumber: [Mansjoer, Arif. 2008. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media
Aesculapius Fakultas Kedokteran UI.]
2.7. Komplikasi
Otitis media akut, ensefalitis, dan bronkopneumonia.
Sumber: [Mansjoer, Arif. 2008. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media
Aesculapius Fakultas Kedokteran UI.]
2.8. Diagnosis dan diagnosis banding
German measles, eksantema subitum, alergi obat.
Sumber: [Mansjoer, Arif. 2008. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media
Aesculapius Fakultas Kedokteran UI.]
DIAGNOSIS BANDING
Dengan gejala prodromal, bercak Koplik dan ruam yang khas, campak jarang
dikacaukan dengan penyakit lain. Rubella merupakan penyakit yang lebih ringan
dengan lama penyakit lebih pendek disertai keluhan pernapasan rigan atau tidak
ada. Mononukleosis infeksiosa dan toksoplasmosis dapat dikenali dengan adanya
limfosit atipikal dan dengan uji serologis. Sifilis sekunder dapat menunjukkan lesi
kulit serupa dengan ruam campak. Infeksi lain yang kadang-kadang menyerupai
campak adalah penyakit yang disebabkan oleh adenovirus, enterovirus,
Mycoplasma pneumoniae, Staphylococcus aureus (sindroma syok toksik), dan
Streptococcus pyogenes (demam scarlet). Reaksi obat, khususnya karena ampisilin
dan fenitoin, serta sindroma Kawasaki juga dapat menimbulkan ruam morbiliform.
[Harrison]
2.9. Pencegahan
2.10. Tatalaksana
Pasien diisolasi untuk mencegah penularan. Perawatan yang baik diperlukan
terutama kebersihan kulit, mulut dan mata. Pengobatan yang diberikan simtomatik,
yaitu antipiretik bila suhu tinggi, sedative, obat antitusif, dan memperbaiki keadaan
umum dengan memperhatikan asupan cairan dan kalori serta pengobatan terhadap
komplikasi. Pencegahan penyakit dilakukan dengan pemberian imunisasi.
Sumber: [Mansjoer, Arif. 2008. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media
Aesculapius Fakultas Kedokteran UI.]

TERAPI
Tidak ada terapi yang dianjurkan untuk campak tanpa komplikasi. Gama globulin
meskipun efektif untuk pencegahan, tidak berguna begitu gejala penyakit sudah
terlihat. Di daerah tempat sering terjadi defisiensi gizi dan campak berat,
pemberian vitamin A (400.000 IU per oral) selama 2 hari berturut-turut segera
setelah diagnosis campak dibuat dapat mengurangi resiko kematian dan kebutaan
jangka panjang. Pasien harus dipantau adanya superinfeksi bakteri, yang
memerlukan antibiotika yang tepat berdasarkan penemuan klinis dan bekteriologis.
Ribavin aerosol juga digunakan untuk mengobati pneumonia akibat campak berat;
namun sejauh ini laporan efikasi obat ini masih bersifat anekdot.
[Harrison]
2.11. Prognosis
Pada umumnya prognosis baik, tetapi prognosis lebih buruk pada anak dengan
keadaan gizi buruk, anak yang menderita penyakit kronis, atau bila disertai
komplikasi.
Sumber: [Mansjoer, Arif. 2008. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media
Aesculapius Fakultas Kedokteran UI.]

You might also like