You are on page 1of 23

Makalah

KESEJAHTERAAN HEWAN DAN KESEHATAN


MASYARAKAT VETERINER
Pelanggaran Pengangkutan Hewan

Oleh :
Kelompok 3
Lola Adriana N

(O111 14 003)

Olga

(O111 14 011)

Andi Nastiti Rusman

(O111 14 014)

Azizah Reski Ray Ayu

(O111 14 015)

Hani Damayanti

(O111 14 302)

Hasniar

(O111 14 310)

Wulan Sari Sinaga

(O111 14 501)

Suryadi Pappa

(O111 14 502)

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2016

BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Berdasarkan UU No.18 tahun 2009 Animal Welfare adalah segala urusan yang
berhubungan dengan keadaan fisik dan mental hewan menurut ukuran perilaku alami hewan
yang perlu diterapkan dan ditegakkan untuk melindungi hewan dari perlakuan setiap orang yang
tidak layak terhadap hewan yang dimanfaatkan manusia.
Animal Welfare memiliki 3 aspek penting yaitu: Welfare Science, etika dan hukum.
Welfare science mengukur efek pada hewan dalam situasi dan lingkungan berbeda, dari sudut
pandang hewan. Welfare ethics mengenai bagaimana manusia sebaiknya memperlakukan hewan.
Welfare law mengenai bagaimana manusia harus memperlakukan hewan.
Cara untuk menilai kesejahteraan hewan dikenal dengan konsep Lima Kebebasan (Five
of Freedom) yang dicetuskan oleh Inggris sejak than 1992. Lima unsur kebebasan tersebut
adalah:
1.
2.
3.
4.
5.

Bebas dari rasa lapar dan haus


Bebas dari rasa tidak nyaman
Bebas dari rasa sakit, luka dan penyakit
Bebas mengekspresikan perilaku normal
Bebas dari rasa stress dan tertekan.

Kelima faktor dari 5 kebebasan saling berkait dan akan berpengaruh pada semua faktor
apabila salah satu tidak terpenuhi atau terganggu.
Salah satu contoh pengabaian kesejahteraan hewan pada hewan ternak dan hewan potong
akan menimbulkan ketakutan, distress dan rasa sakit. Keadaan ini dapat terjadi selama proses
penyembelihan, pengangkutan, dan pemasaran karena keterbatasan hewan dalam membangun
group sosial juga karena persediaan pakan dan minum yang buruk. Efek stress pada hewan saat
proses pengangkutan sebelum dipotong akan berdampak buruk pada kualitas karkas yang
disebut Dark Firm Dry (DFD).
Dari masa ke masa, kita dapat mencatat pelanggaran Animal Welfare di Negara kita. Dari
pengangkutan hewan yang over kapasitas alat angkut, sampai dengan daging sapi gelonggongan.
Adapun yang akan dibahas lebih lanjut pada makalah ini lebih menekankan ke aspek
pengangkutan atau transportasi hewan. Transportasi hewan bisa melalui jalur darat dan laut

mulai dari tempat mereka hidup sebelumnya (habitat awal) sampai dengan tempat
penyembelihan atau tempat jual beli. Di Indonesia, perihal transportasi hewan adalah hal yang
sering di anggap sepele sehingga kadang tidak memenuhi ke-5 aspek prinsip dari Animal
Walfare. Padahal transportsi adalah hal yang menjadi perhatian awal untuk menuju ke tahaptahap selanjutnya yang lebih mendalam, seperti pemotongan hingga daging bisa sampai ketangan
konsumen dalam keadaan sehat, baik, dan utuh.
I.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana bentuk pengabaian Kesejahteraan Hewan dalam pengangkutan atau
transportasi hewan?
2. Bagaimana pengangkutan atau transportasi hewan yang sesuai dengan Kesejahteraan
Hewan?
I.3 Tujuan
1. Mengetahui bentuk pengabaian Kesejahteraan Hewan dalam pengangkutan atau
transportasi hewan
2. Mengetahui pengangkutan atau transportasi hewan yang sesuai dengan kesejahteraan
hewan

BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah dan Pentingnya Transportasi Hewan
Transportasi hewan ternak adalah usaha memindahkan binatang hidup dengan kapal, kereta
rel, jalan raya, dan kapal udara. Hewan ternak ditransportasikan dengan berbagai alasan,
termasuk namun tidak terbatas pada, penjualan, pelelangan, pengembangbiakan, pameran hewan
ternak, rodeo, bazaar, penyembelihan, dan penggembalaan hewan.
Catatan pertama transportasi hewan ternak terjadi pada tahun 1607, yaitu kapal Inggris
bernama Susan

Constant,

yang

pernah

digunakan

untuk

mengangkut

para

kolonis

dari Jamestown. Ketika itu, kapal digunakan untuk mengangkut hewan ternak dan daging
ke Plymouth dan Philadelphia. Pada tahun 1700, ekspor sapi mulai biasa terjadi dari Philadelphia
ke wilayah lain. Kematian hewan ternak ketika pengiriman terjadi dengan persentase mencapai
50% dari total pengiriman, disebabkan oleh suplai pakan ternak yang tidak baik dalam hal
kualitas dan kuantitas, terlalu sesak, dan kondisi laut.
Pada tahun 1800an, Texas mengawali ekspor hewan ternaknya dengan menggunakan
angkutan darat, yaitu memanfaatkan kereta rel jalur Kansas Pacific Railway menuju Chicago.
Sapi-sapi tersebut dikirimkan kepada pemelihara, industri pemrosesan dan pengepakan daging.
Gerbong yang mengangkut sapi-sapi tersebut dipilih secara khusus untuk mempertahankan atau
meningkatkan berat sapi selama perjalanan dan mengurangi risiko kematian sapi. Hal ini juga
didukung oleh peningkatan panjang lintasan rel kereta api dan pengembangan teknologi
pendingin. Kebutuhan akan pengiriman hewan ternak melalui rel, perlahan menghilang hingga
akhirnya benar-benar berhenti pada tahun 1889, namun pengembangan transportasi berpendingin
memberikan peluang bagi industri daging dalam melakukan pengiriman jarak jauh. Hal ini
menjadikan pengiriman hewan hidup menjadi tidak lagi ekonomis dibandingkan pengiriman
daging.
Di awal abad ke 20, jalur rel kereta mendominasi pengiriman daging dan pengiriman
menggunakan truk baru saja dimulai. Di pertengahan abad ke 20, trailer yang menggunakan
pendingin dikembangkan untuk memudahkan pengiriman melalui jalur non-rel. Hal ini
menambah kemunduran bagi pengiriman hewan ternak. Pengiriman hewan ternak hanya

dilakukan untuk keperluan khusus, misalnya untuk digemukkan di tempat lain, pelelangan, atau
yang lainnya.
Pengiriman hewan ternak tentu saja merupakan hal yang cukup membahayakan
bagi hewan ternak dan industri hewan ternak yang dapat mengakibatkan loss dari produksi total
yang nilainya barangkali bisa lebih besar jika dibandingkan dengan pertimbangan ekonomis
dalam menentukan alat transportasi diatas. Adapun beberapa isu utama kesrawan pada moda
transportasi adalah stress panas dan dingin; kecideraan akibat tepi-tepi yang tajam dan tonjolantonjolan di angkutan serta lantai yang licin; ketidakmampuan untuk memisahkan hewan
menggunakan kompartemen; kelaparan, dehidrasi dan kehausan selama perjalanan; kepadatan
diatas alat angkut serta mabuk perjalanan. Indonesia sebagai negara yang melakukan
perdagangan dalam dan luar negeri termasuk perdagangan hewan hidup dan produk turunannya,
terikat untuk mengimplementasikan kesejahteraan hewan di berbagai aspek, termasuk kebijakan
di dalam negeri, dalam rangka penjaminan produk hewani yang layak untuk diedarkan dan
dikonsumsi manusia. Tetap memperhatikan aspek kesejahteraan hewan dalam tahap-tahap
transportasi ternak mulai dari penyediaan sarana dan fasilitas, sumber daya manusia yang terlatih
dalam menangani ternak serta regulasi untuk mendukung penerapan aspek kesejahteraan hewan.
Pengiriman hewan ternak yang tidak dilakukan dengan prinsip kesrawan tentu saja
merupakan hal yang memberikan banyak keburukan bagi hewan ternak itu sendiri, tetapi lebih
jauh lagi berdampak dalam keberlanjutan usaha bagi industri peternakan sebagai akibat dari
kehilangan atau kerugian dari produksi ternak tersebut.
Efek buruk dari pengiriman hewan ternak di Indonesia yang tidak mengimplementasikan
kesrawan telah dibuktikan melalui beberapa penelitian diantaranya ditemukannya stress,
hilangnya pengendalian diri dari hewan ternak (distress), sesak napas, dehidrasi, keracunan,
kelelahan, luka akibat kondisi transportasi yang kurang baik atau perkelahian antar sesama
hewan ternak, hingga gagal jantung. Sehingga selain secara ekonomi sangat merugikan hal ini
juga mencerminkan kekejaman terhadap hewan sebagai mahluk hidup ciptaan Tuhan yang
mampu mengalami gangguan mental, mampu merasa sakit, mampu merasakan penderitaan.
B. Transportasi Hewan
Seiring perkembangan zaman yang semakin maju berdampak pada peningkatan
pendapatan, populasi penduduk dan kebutuhan hidup yang bertambah pesat. Suplai kebutuhan

pokok berupa pemenuhan konsumsi daging sapi untuk memenuhi kebutuhan protein pada satu
sisi meningkat drastis. Hal ini ditandai dengan tingginya angka permintaan suplay kebutuhan
hewani dari berbagai sektor wilayah yang berada di Indonesia sehingga diperlukan transportasi
yang mumpuni untuk dapat menyalurkan hewan tersebut dengan baik.
Terdapat 3 jalur yang digunakan untuk mendistribusikan hewan yang akan dipakai
dalam pemenuhan protein yakni; melalui jalur darat, laut dan udara. Selain itu terdapat pula
pembagian penyaluran distribusi yaitu; pembagian berbadasrkan wilayah daerah, kabupaten/kota,
provinsi atau antar Negara. Menurut Ilham dan Yusdja (2014), bahwa sarana transportasi darat
terdiri dari penggiring ternak, kendaraan truck atau pick up dan gerbong kereta api sedangkan
sarana untuk transportasi laut melalui kapal barang, kapal roro dan kapal feri. Alat angkut di
udara berupa pesawat udara yang mengangkut kargo dan kereta api yang mengangkut kargo.
1. Jalur Darat
Dalam upaya mendukung kegiatan distribusi ternak dan hasil ternak sapi potong dari
daerah produsen ke daerah konsumen salah satunya adalah menggunakan truk.
Terkait dengan pelaksanaan transportasi ternak pada jalur darat masih sering ditemui
hal-hal yang melanggar 5 prinsip kesejahterann hewan, diantaranya :
- Kurang tersedianya truck khusus untuk ternak sapi, kuda, kambing, dll. Truck yang
digunakan biasanya adalah truck yang di modifikasi sedemikian rupa yakni dengan
-

pemberian palang kayu atau besi seadanya yang tentunya tidak safety.
Kapasitas truck yang tidak disesuakan dengan muatannya (jumlah dan ukuran ternak)
Truck tidak nyaman dan kotor
Kecepatan pengendara yang tidak terkontrol di jalan yang berbatu
Ternak di ikat dibagian kepala, menyebabkan kesakitan dan ketidakbebasan
Cara pemasukan hewan kedalam truck dengan cara dipukul, diseret, dibuat kaget dengan
alat-alat tertentu yang dapat menimbulkan stress dini pada hewan dan kemudian cara
hewan dibawa keluar truck yang kadang tidak menerapkan 5 prinsip kesejahteraan hewan.

Gambar pelanggaran keejahteraan hewan dalam pelaksaan transportasi ternak dengan


menggunakan truk
Selain truck, kendaraan lainnya yang tidak memenuhi kesejahteraan hewan

untuk

model transportasi hewan adalah motor. Motor biasanya digunakan oleh para penjual ternak
unggas untuk mengangkut hewan dagangannya dari peternakan ke pasar untuk diperjualbelikan.
Pelanggaran yang terjadi dilapangan adalah muatan dalam hal ini jumlah unggas yang dibawa
menggunakan motor kerap kali melebihi kapasitas. Terlebih lagi unggas hanya diikat seadanya
menggunakan tali di atas motor, namun ada juga yang menggunakan bambu/besi sebagai palang
tempat pengikat, atau ada juga yang memasang kandang dan diletakkan sedemikian rupa di atas
motor. Hewan akan merasa tidak nyaman, kesakitan, juga terkontaminasi debu dan polusi udara
atau bisa saja stress dalam perjalanan, belum lagi jika perjalanan yang ditempuh jarak jauh.
Tentu saja hal tersebut tidak sesuai dengan prinsip kesrawan. Selain melihat aspek kesrawan
terdapat beberapa aspek lain yang perlu diperhatikan, yakni aspek keselamatan berkendara.
Selain berbahaya bagi pengedara sendiri, pengangkutan unggas dengan cara tersebut juga akan
mengganggu kenyamanan pengendara lain dijalanan. Meletakkan kandang di kursi belakang
motor dengan kapasitas muatan yang berlebihan juga merupakan hal yang tidak safety dan akan
6

mengganggu keseimbangan pengendara. Belum lagi jika hewan yang dibawa ada yang terkena
penyakit maka penyebaran penyakit juga akan pesat. Berikut beberapa gambar pengangkutan
unggas yang tidak memenuhi kesrawan.

Pengangkutan ternak unggas menggunakan motor yang muatannya melebihi kapasitas

Memasang kandang di kursi belakang motor dengan muatan yang berlebiha, hal yang
tidak safety dan berbahaya.
Transportasi darat yang seharusnya digunakan untuk hewan dan tidak melanggar
kesejahteraan hewan harus memperhatikan beberapa hal yaitu :
a. Fasilitas dan Peralatan Transport
1) Sebelum bongkar muat hewan ternak, periksa bahwa fasilitas tidak akan menyebabkan
hewan cedera. Periksa kerusakan pada lantai, seperti lubang yang dapat menyebabkan
hewan tersandung dan jatuh. Kerusakan rel dan panel logam dapat menyebabkan
cedera pada ternak.
2) Jika fasilitas kemungkinan dapat menyebabkan cedera, kerusakan harus segera
diperbaiki atau hewan dibongkar
7

3) Pindahkan semua gangguan dari fasilitas bongkar muat yang dapat menyebabkan
hewan berhenti, mogok atau kembali.
Gangguan umum termasuk:
Pantulan pada lantai yang basah atau mengkilap
Pintu masuk yang gelap
Peralatan atau orang yang bergerak di depan
Jalan buntu
Lantai yang tidak rata atau turunan tajam pada lantai
Peralatan yang bising
4) Kandang dan jalur ternak yang dalam jumlah yang memadai harus tersedia sebelum
memulai pembongkaran.
5) Periksa bahwa kemiringan ramp/jalan tidak melebihi sekitar 30 derajat
6) Periksa bahwa permukaan jalan/ramp, atau bak truk ketika menjadi bagian dari jalan,
tidak licin.
Lapisan kering pada permukaan, misalnya sekam padi atau serbuk gergaji, akan
membantu hewan untuk mencengkeram selama penurunan, khususnya ketika jalan
basah. Sambungan pipa yang dilas atau beton bermotif dapat menyediakan
cengkeraman yang bagus bagi hewan.

b. Membongkar Hewan Ternak dari Truk


8

1) Truk harus dimundurkan perlahan-lahan dan dengan tenang ke ramp pembongkaran.


2) Pastikan bahwa truk lurus dengan ramp sehingga tidak ada celah.
3) Pembongkaran harus dilakukan hanya oleh personel yang berpengalaman dan terampil.
Biarkan hewan untuk keluar dari truk dengan kecepatan berjalan mereka sendiri,
khususnya jika lantai truk tidak dibuat dari bahan anti selip.
4) Jangan berdiri di depan hewan atau di hadapan pandangan mereka langsung karena hal
ini dapat menghentikan mereka bergerak keluar dari truk. Berdiri pada satu sisi akan
mendorong gerakan hewan.
5) Jangan gunakan tongkat, pipa plastik atau logam panjang dan sabuk kulit tebal untuk
memukul ternak.
6) Cattle talker dapat digunakan untuk mendorong pergerakan tetapi tidak untuk
digunakan memukul hewan. Stokmen tidak seharusnya membawa atau menggunakan
alatkejut listrik secara rutin. Alat kejut listrik digunakan hanya jika stokmen dalam
keadaan bahaya.

2. Jalur Laut
Pelanggaran mengenai kesrawan dapat dilihat dari kesejahteraan ternak atau hewan
dalam masa transportasi. Pelanggaran ini terjadi pada saat proses bongkar muat sapi yang tidak
memperhatikan kesrawan di pelabuhan pelabuhan. Selain cara bongkar muat yang tidak
wajar, suasana deck kapal yang penuh membuat ternak merasa sesak, dan sulit bergerak. Tidak
adanya jalan keluar dari deck kapal membuat para perusahaan terkait mengeluarkan ternak
dengan cara ditarik atau diangkat ke atas dengan menggunakan tali yang diikatkan pada tanduk
maupun kepala ternak. Belum tersedianya fasilitas bongkar muat di pelabuhan yang memenuhi
kaidah kesejahteraan hewan.
Saat ini untuk proses pengangkutan ternak impor maupun ekspor dari kontainer untuk
bongkar muat sapi dari kapal ke truk, sebaiknya untuk 4 6 ekor sapi di setiap kontainernya.
Dasar pelaksanaan kesrawan adalah berdasarkan peraturan pemerintah No. 82 tahun 2000 yaitu
10

pada Pasal 47, Pasal 55, dan Pasal 80. Namun hal itu ternyata belum cukup. Dalam penerapan
transportasi ternak yang berprinsip kesrawan, ada beberapa permasalahan yang sering dijumpai,
diantaranya masalah regulasi, sarana alat angkut laut (kapal), sarana pelabuhan, faktor
perekonomian, kepedulian pemerintah dan masyarakat, serta hewan yang dianggap sebagai
barang ekonomi semata.

Pengeluaran ternak dari truk atau container dengan cara menarik keatas dengan
mengikat tali di kepala dan tanduknya

Ternak saling berdesak desakan saat akan masuk dalam kapal


Adapun persyaratan-persyaratan yang harus dilakukan untuk pengangkutan hewan jalur
perairan yang memenuhi kesejahteraan hewan yaitu:
a. Desain Kapal dan Kandang
1) Alat Angkut Perairan yang digunakan untuk mengangkut hewan harus dirancang dan
dibangun sesuai dengan jenis hewan, ukuran dan berat hewan yang akan diangkut.
Bahan harus aman, halus, tidak ada tonjolan serta lantai tidak licin.
2) Alat Angkut Perairan harus dilengkapi dengan alat penerangan yang cukup sehingga
hewan dapat diamati dan diperiksa.
11

3) Alat Angkut Perairan harus dirancang agar dapat dibersihkan dan didesinfeksi secara
menyeluruh, serta terdapat sistem pengelolaan feses dan urin.
4) Alat Angkut Perairan dan alat kelengkapannya harus dalam kondisi mesin dan struktur
yang baik.
5) Alat Angkut Perairan harus memiliki ventilasi yang cukup untuk mengantisipasi
perbedaan suhu dan pengaturan suhu hewan yang diangkut. Sistem ventilasi harus
berfungsi ketika alat angkut berhenti. Perangkat mesin cadangan harus tersedia agar
ventilasi masih dapat difungsikan apabila mesin utama rusak
6) Ketersediaan pakan yang segar dan mencukupi bagi hewan-hewan jika akan
mengadakan perjalanan jauh, serta ketersediaan air juga harus diperhatikan.
7) Tempat pemberian pakan dan minum harus dirancang agar pemberian pakan dan
minum sesuai dengan jenis hewan, ukuran dan berat hewan, serta dapat
meminimalkankan dan kotor.
8) Sistem sanitasi feses dan urin pada alat angkut perairan harus dirancang sedemikian
sehingga feses atau urin dari hewan ditingkat atas tidak mengotori hewan pada tingkat
yang lebih rendah.
9) Apabila diperlukan, diberi alas kandang yang cocok kelantai alat angkut perairan,
seperti jerami atau serbuk gergaji. Pemberian alas kandang berguna untuk membantu
penyerapan urin dan feses. Pemberian alas kandang juga berguna untuk memberikan
pijakan yang lebih baik untuk hewan dan melindungi hewan (terutama hewan muda)
dari permukaan lantai yang keras atau kasar dan kondisi cuaca buruk.
b. Lama Perjalanan
1) Lama perjalanan maksimum harus ditentukan dengan mempertimbangkan faktor-faktor

yang menentukan kesejahteraan hewan, seperti:


Kemampuan hewan untuk mengatasi stress selama transportasi (seperti terlalu muda,

tua, menyusui atau hewan bunting);


Pengalaman transportasi hewan sebelumnya;
Adanya kemungkinan kelelahan;
Perlunya perhatian khusus;
Kebutuhan pakan dan air;
Peningkatan kerentanan terhadap cedera dan penyakit;
Ruang cadangan dan desain kapal;
Kondisi cuaca;
Tipe kapal yang digunakan dan risiko yang terkait dengan kondisi laut tertentu.
c. Kebutuhan Ruangan
1) Jumlah hewan yang harus diangkut pada kapal dan pengalokasian kandang yang
berbeda pada kapal harus ditentukan sebelum dimuat.
12

2) Luas tempat dan volume ruangan yang dibutuhkan

termasuk ruang untuk kepala

hewan harus disesuaikan dengan jenis hewan dan harus memungkinkan adanya
pengaturan suhu. Setiap hewan harus dapat mengekspresikan posisi alami selama
diangkut (termasuk saat bongkar dan muat) tanpa bersentuhan dengan atap atau dekat
askapal. Ketika hewan berbaring, harus ada ruang yang cukup pada setiap hewan untuk
melakukan postur berbaring normal.
3) Perhitungan ruang untuk setiap jenis hewan harus mengacu pada ketentuan nasional
atau internasional yang relevan. Ukuran kandang akan mempengaruhi jumlah hewan
disetiap kandang.

3. Jalur Udara
Peraturan internasional yang mengatur pengangkutan hewan melalui udara adalah sebagai
berikut:
a. The IATA Live Animal Regulations (LAR)
Menyebutkan peraturan umum untuk pengangkutan hewan lewat udara. LAR
menetapkan tipe kontainer yang digunakan dan prosedur penanganan yang harus diikuti
untuk spesies individual hewan. Perhatian khusus diberikan untuk kenyamanan hewan,
keamanan dari staff yang menangani hewan dan pencegahan kerusakan pesawat.
b. The Washington Convention on International Trade in Endanger Species of Wild Fauna
and Flora (CITES)
Peraturan ini berisi aturan mengenai pembatasan impor atau ekspor spesies hewan yang
akan punah.
Peraturan nasional yang mengatur pengangkutan hewan melalui udara adalah sebagai berikut:
a. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan.
Setiap hewan, ikan, dan tumbuhan yang akan diangkut dari suatu area ke area lain harus
melewati suatu prosedur yang dinamakan karantina. Di dalam Undang-Undang ini
13

dijelakan mengenai persyaratan karantina hingga tindakan karantina apa yang akan
dilewati bagi hewan, ikan, dan tumbuhan yang akan diangkut.
b. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan.
Hewan masuk kategori barang khusus yaitu barang yang karena sifat, jenis, dan
ukurannya memerlukan penanganan khusus sehingga pengangkutan hewan dalam
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan diatur pada pasal 136, 137,
138 dan 139.
c. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2000 tentang Karantina Hewan.
Peraturan pelaksana dari Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina
Hewan, Ikan, dan Tumbuhan terkhusus pada pelaksanaan karantina hewan. Dalam
Peraturan Pemerintah ini diatur mengenai persyaratan bagi karantina hewan baik itu di
dalam negeri maupun luar negeri (ekspor-impor) hingga prosedur karantina hewan itu
sendiri.
d. Peraturan Menteri Perhubungan No. 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab
Pengangkut Angkutan Udara Jo. Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 92 Tahun
2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 77 Tahun 2011
tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara.
e. Peraturan pelaksana dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan.
Dalam peraturan pemerintah ini dijelaskan mengenai tanggung jawab pengangkut dalam
hal ganti kerugian terhadap penumpang, bagasi maupun kargo. Seperti yang kita ketahui
pengangkutan hewan sebagai kargo.
f. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor: KP. 152 Tahun 2012 Tentang
Pengamanan Kargo dan Pos yang Diangkut dengan Pesawat Udara
Mekanisme ataupun prosedur dalam pengangkutan hewan melalui udara adalah
sebagai berikut:
14

a. Karantina
Salah satu persyaratan dalam menyelenggarakan pengangkutan hewan melalui udara
adalah dilakukannya tindakan karantina hewan. Menurut Pasal 1 butir 1 Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 1992, yang dimaksud dengan karantina adalah tempat pengasingan
dan/atau tindakan sebagai upaya pencegahan masuk dan tersebarnya hama dan penyakit atau
organisme pengganggu dari luar negeri dan dari suatu area ke area lain di dalam wilayah
negara Republik Indonesia.
Tugas pokok karantina hewan adalah melakukan tindakan pencegahan terhadap
masuk dan tersebarnya penyakit hewan ke dalam suatu wilayah berdasarkan peraturan
perundangan yang berlaku serta mencegah pemusnahan hewan-hewan yang dilindungi
pemerintahan Menurut

Undang-Undang

Nomor

16

Tahun

1992,

istilah

dipergunakan untuk hewan adalah adalah media pembawa hama dan penyakit hewan
karantina yang berarti hewan, asal bahan hewan, hasil bahan asal hewan.
b. Acceptance (Penerimaan)
1) Kesehatan dan kondisi hewan hidup tersebut.
Hanya hewan yang terlihat sehat dan dalam kondisi yang fit dapat melakukan perjalanan
ke tempat tujuan dengan menggunakan jasa angkutan udara. Shipper harus
menginformasikan apabila hewan dalam keadaan hamil atau baru melahirkan dalam
waktu 48 jam sebelum perjalanan. Mamalia yang dalam keadaan hamil tidak dapat
diterima untuk pengiriman, kecuali dilengkapi surat jaminan kesehatan dari dokter
hewan untuk menghindari resiko melahirkan selama dalam perjalanan.
2) Packing and Marking
Pengemasan untuk binatang harus bersih bebas dari kebocoran dan kontainer untuk
hewan harus dijamin, dapat mencegah binatang tersebut lolos dari kontainer tempat
pengiriman. Pengirim berkewajiban untuk menempelkan label yang jelas dan tahan
lama berisikan nama pengirim, alamat, dan sebagainya seperti yang tertera dalam surat
muatan udara, disetiap kemasan barang kiriman. Kemudian, kontainer tempat binatang
harus diberi tanda khusus untuk live animal berupa tag LIVE ANIMAL di setiap

15

kontainer. Kontainer tempat pengiriman hewan yang dapat menimbulkan bahaya


karena gigitan atau sengatan berbisa harus diberi tanda POISONOUS.
3) Food and Other Additional Articles
Makanan yang diperlukan oleh binatang selama perjalanan harus termasuk perhitungan
chargeable weight. Apabila makanan tersebut dikirimkan sebagai kiriman terpisah,
harus diberi tanda pada kemasannya.
4) Reservation
Harus ada kepastian dari reservasi yang dilakukan mengenai keberadaan ruang di
pesawat, kemungkinan connecting flight dan kepastian keberangkatan ke stasiun
tujuan.
5) Consolidation
Hewan tidak boleh dijadikan consol cargo dengan kargo lain selain hewan. Kalau
dijadikan consol dengan hewan, harus mengacu kepada IATA Live Animal Regulations.
6) Documents
Dokumen kesehatan dan sertifikat suntikan rabies harus disertakan dalam
pengangkutan hewan melalui udara.

Live tropical fish and other marine/river products


Pengiriman live fish, live tropical fish, dan marine products (coral, rumput laut, dan
lain-lain) harus mengandung air berkandungan garam yang cukup agar live animal
dapat hidup selama pengiriman. Namun, kandungan air garam yang terlalu banyak
dapat berisiko menyebabkan korosi pada komponen pesawat.

Live reptiles, small mammals


Live reptiles (snakes, lizards, turtles, etc) dan small animals (mice squirrels, rodents,
bats, birds, etc) adalah jenis hewan hidup yang sering dikirim melalui pengangkutan
udara. Kontainer untuk live animal seperti ini harus menjamin agar live animal harus
menjamin agar live animal tidak dapat lolos melalui celah-celah kecil yang ada di
kontainer karena gigitan atau cakarannya dapat merusak komponen kabel di pesawat
yang dapat mebahayakan penerbangan.

Storage (Penyimpangan)

16

Kontainer yang digunakan harus aman secara terstruktur saat dimuat dalam pesawat
untuk mencegah bergesernya kemasan atau kandang hewan ini yang dapat merusak
pesawat.

Kontainer hewan-hewan jangan pernah diletakkan terbalik harus dilengkapi sticker


untuk peletakan posisi.

Lantai konrainer hewan harus dialasi serpihan kayu atau serbuk gergaji kayu.

Hewan yang menunggu jadwal keberangkatan harus ditangani di tempat yang bersih,
kering, serta bebas dari tumpukan barang dan temperatur yang sesuai dengan kondisi
hewan tersebut harus dijaga.

Untuk melindungi hewan dari angin atau temperatur udara yang ekstrim, kandang
atau kemasan hewan harus selalu ditutup atau terlinduung sementara. Hal seperti ini
untuk melindungi hewan agar tidak mati atau lemas.

Jauhi dari kiriman radio active.

Mengikuti instruksi pengirim.

Hewan yang bersala dari spesies yang berbeda sebaiknya jangan diletakkan
berdekatan.

Hewan-hewan ini harus dimuat atau dibongkar sedekat mungkin dengan pesawat.

Stowage in aircraft of live animals (pemuatan hewan hidup di pesawat).

Kontainer hewan diikat untuk menghindari bergeser saat tinggal landas, mendarat
ataupun selama penerbangan berlangsung.

Penyusunan harus dibuat sedemikian rupa agar hewan ini dapat di turunkan sesegera
mungkin jika tiba di bandara tujuan.

Kontainer atau kandang hewan ini harus ditaruh ditempat yang cukup lapang agar
terdapat sirkulasi udara yang cukup.

Tergantung bagaimana kualitas kandang, penanganan harus tetap ekstra hati-hati.

Jika terjadi keterlambatan penerbabangan maka harus ditangani sesuai insrtuksi


pengirim.

Hewan ditaruh sedemikian rupa jika pada penerbangan transit.


17

Kontainer atau kandang tidak boleh ditaruh di bawah ventilasi udara pesawat atau di
bawah cahaya lampu.

Hewan yang bermusuhan secara alam harus ditaruh berjauhan

Jauhkan hewan yang berlainan jenis kelamin.

Hewan-hewan harus dijauhkan dari cairan kimia atau bahan kimia

Pengangkutan hewan dengan menggunakan jalur udara


Terjadi pelanggaran pengangkutan lalu lintas hewan di Indonesia yaitu Pelanggaran
penganggkutan lalu lintas hewan yang berkaitan dengan buruknya cara serta sarana prasarana
yang digunakan dalam memindahkan hewan dari satu tempat ke tempat yang lain. Menurut
Winarso (2012) isu isu pengangkutan yang berkaitan dengan kesejahteraan hewan ialah ;
1. Metode / memuat menurunkan
2. Kelelahan atau lama waktu perjalanan
3. Stress panas dan dingin
o Kecederaan dan inspeksi
o Standard alat pengangkutan
4. Kompetensi pengangkutan
5. Kelaparan, dehidrasi, dan kehausan
6. Kepadatan di atas angkutan
7. Mabuk perjalanan

18

19

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Terkait dengan pelaksanaan transportasi ternak di Indonesia masih terdapat permasalahanpermasalahan yaitu :
1. Kurang tersedianya sarana angkutan khusus untuk ternak sapi
2. Belum tersedianya fasilitas bongkar muat di pelabuhan yang memenuhi kaidah
kesejahteraan hewan
3. Fasilitas peristirahatan ternak transportasi darat perlu ditingkatkan jumlah dan kualitasnya
4. Belum ada regulasi tentang penerapan kesejahteraan hewan pada transportasi ternak (baik
pedoman dan standar)
5. Belum tersosialisasikannya aspek penerapan kesejahteraan hewan pada transportasi baik
laut maupun darat
6. Kurangnya efek jera yang diberlakukan oleh perundang-undangan di Indonesia,
pengimplementasian tindak pidana dalam lapangan tidak selalu diterapkan. Budaya sogok
menyogok ataupun hati nurani yang tidak lagi peka menutup mata kebanyakan orang bahwa
undang-undang seperti ini sebenarnya ada.
B. Saran
Solusi dari permasalahan tersebut harus berasal dari berbagai sektor. Dari pemerintah,
perlu melengkapi regulasi tentang kesrawan yang komprehensif, pemeliharaan pengangkutan,
peneliti dan konservasi ; penyusunan regulasi pelabuhan dan fasilitasi investasi sarana
transportasi ; harmonisasi kebijakan lalu lintas hewan pusat dan daerah, advokasi, dan public
awareness. Dari sektor swasta atau masyarakat : perlunya rasa kepedulian terhadap kesehatan
dan kesejahteraan hewan. Adapun dari organisasi profesi, perlu melakukan advokasi dan kontrol
20

terhadap penerapan transportasi ternak ini. Untuk mencapai semua ini harus dilandasi oleh
komitmen bersama untuk kebaikan bersama. Adanya sebuah komitmen sebagai landasan untuk
memacu kebehasilan merupakan modal awal untuk dapat menghadapi berbagai persoalan yang
akan dihadapi di lapangan.

21

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2015. Pengangkutan Hewan Melalui Udara Pengiriman Mekanisme dan Persyaratan
serta Pengawasan Pelaksanaan. http://www.landasanteori.com/2015/10/pengangkutan
-hewan-melalui-udara.html (Diakses pada tanggal 28 Maret 2016)
Anonim. 2013. Bisakah Mewujudkan Transportasi Ternak yang Berwawasan Kesejahteraan
Hewan?.

http://www.livestockreview.com/bisakah-mewujudkan-transportasi-ternak-

yang-berwawasan-kesejahteraan-hewan/ (Diakses pada tanggal 28 Maret 2016)


Berutu, Karina Mia.2007. Dampak Lama Transportasi Terhadap Penyusutan Bobot Badan, pH
daging Pasca Potong dan Analisis Biaya Transportasi Sapi Potong Beranak Ongole
dan Shorthorn. Medan: Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
Ilham dan Yusdja. 2004. Sistem Transportasi Perdagangan Ternak Sapi dan Implikasi Kebijakan
di Indonesia. AKP. Volume 2 No. 1, Maret 2004 . Hal 37 53.
Meat & livestock Australia.2012. Prosedur Standar Operasional untuk Kesejahteraan Hewan.
Australia: Meat & livestock Autralia Ltd.
Rasyid, Kisman. 2015. Angkutan Ternak Unggas di Indonesia Sudahkah Mempertimbangkan
Kesrawan dan Tanggung Jawab Pengawasannya [PPT]. Surabaya: MKTI
Winarso. 2012. Modul 15 Transport Ternak dan Pasar Pasar. http://winarso.lecture.ub.ac.
id/files/2012/01/KESRAWAN-MODUL-15.pdf. (Diakses pada tanggal 29 Maret 2016)

22

You might also like