Professional Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Pengertian Kurikulum
Kurikulum dan pendidikan merupakan dua konsep yang harus dipahami
Secara Etimologi
Secara Etimologis, kurikulum berasal dari bahasa Yunani, yaitu carier
yang artinya pelari dan curare yang berarti tempat berpacu. Jadi, istilah kurikulum
berasal dari dunia olah raga pada zaman Romawi Kuno di Yunani, yang
mengandung pengertian suatu jarak yang harus ditempuh oleh pelari dari garis
start sampai garis finish.
64
1.1.2
Ada yang berorientasi pada materi, ada yang berorientasi pada tujuan, ada yang
berorientasi pada kompetensi. Kurikulum kurikulum itu sebagai titik tumpu
seorang guru dalam membelajarkan siswa.
Guru-guru yang taat kurikulum hampir tidak berani berkreasi dari
kurikulum. Keluar sama dengan pelanggaran. Pelanggaran sama dengan melawan.
Akan tetapi, ada juga guru yang menganggap bahwa kurikulum hanya sebagai
patokan saja. Kreativitas guru amat dipentingkan. Dengan demikian, anak didik
dapat berkreasi dan guru lebih leluasa. Tidak seperti kerbau dicocok hidungnya.
Sebuah kurikulum memiliki harapan. Paling tidak harapan itu dapat
menghasilkan output atau sumber daya manusia yang mampu menguasai Iptek
dan mampu beradaptasi dengan kemajuan zaman dewasa ini berdasarkan iman
dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa . Sumber Daya Manusia agar nantinya
bisa bersaing dalam era globalisasi seiring dengan perkembangan iptek yang
begitu cepat.
Istilah kurikulum pertama kali digunakan dalam dunia olah raga pada
zaman Yunani Kuno yang berasal dari kata curir dan curere, Pada waktu itu,
kurikulum diartikan sebagai jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari.
Selanjutnya, istilah kurikulum diunakan dalam dunia pendidikan. Kurikulum
berhubungan dengan usaha mengembangkan potensi peserta didik. Peserta didik
diharapkan mencapai tingkat tertinggi dalam mengaktualisasikan dirinya. Dan
hasil pembelajarannya benar benar bermakna bagi dirinya maupun bagi
lingkungannya. Murray Print (1993 dalam Wina Sanjaya, 2010) mengatakan
bahwa kurikulum meliputi:
1.
2.
3.
4.
64
Kurikulum sebagai mata pelajaran yang harus dikuasai oleh anak didik
dalam proses perencanaannya memiliki ketentuan sebagai berikut:
1. Perencanaan kurikulum biasanya menggunakan judgment ahli bidang
studi. Dengan mempertimbangkan faktor faktor sosial dan faktor
pendidikan, ahli tersebut menentukan mata pelajaran yang harus diajarkan
pada siswa.
2. Dalam menentukan dan menyeleksi kurikulum perlu dipertimbangkan
beberapa hal seperti tingkat kesulitan, minat siswa, urutan bahan pelajaran,
dan lain sebaginya.
3. Perencanaan dan implementasi kurikulum ditekankan kepada penggunaan
metode dan strategi pembelajaran yang memungkinan anak didik dapat
menguasai
materi
pelajaran,
semacam
menggunakan
pendekatan
ekspositori.
Pandangan yang menganggap bahwa kurikulum sebagai sejumlah mata
pelajaran merupakan pandangan yang dianggap tradisional.
Ketidakpuasan
terhadap
hasil
pendidikan
di
samping
karena
64
Pentingnya Kurikulum
Kurikulum merupakan suatu hal yang penting karena kurikulum bagian
64
Rogers (2001) bentuk kurikulum terpadu terdapat dalam dua jenis, yakni:
Pembelajaran Berbasis Isi (Content-Based Instuction) dan Pembelajaran Berbasis
Tugas (Task-based Instruction). Yang pertama menekankan pembelajaran isi
melalui bahasa, sementara yang kedua memusatkan pada melakukan berbagai
kegiatan dalam penggunaan bahasa secara komunikatif.
Berbagai ahli pembelajaran bahasa kedua atau asing (lihat Brown, 2001:
234-8; Oxford dan Scarcella (1992)) terdapat sekurang-kurangnya tiga model
pembelajaran bahasa terpadu berbasis isi, yakni: (1) model pembelajaran berbasis
tema (the heme-based model), model ini memadukan keterampilan berbahasa
dengan unsur-unsur bahasa melalui pilihan tema; (2) model imersi, pembelajaran
bahasa kedua atau asing melalui berbagai mata pelajaran baik dalam bahasa siswa
maupun bahasa kedua atau asing, dikenal pula dengan model pembelajaran
dwibahasa; (3) model pembelajaran bahasa untuk kebutuhan khusus, dalam
pembelajaran bahasa Inggris dikenal dengan English for Specific Purposes, yakni
pembelajaran bahasa ini dengan mengaitkannya dengan bidang keilmuan yang
dipelajari oleh siswa.
Dasar pemikiran atau alasan yang dimaksud dalam pengembangan
kurikulum bahasa adalah sebagai berikut.
1. Pengembangan kurikulum bahasa merupakan aspek dari bidang yang lebih
luas dari kegiatan pendidikan yang dikenal sebagai pengembangan
kurikulum atau studi kurikulum.
2. Pengembangan kurikulum berfokus pada menentukan pengetahuan,
keterampilan, dan nilai-nilai siswa belajar di sekolah, pengalaman yang
64
64
Pendidikan Bahasa Indonesia dan Daerah, Bidang Ilmu Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia.
Mahasiswa pada program studi ini hampir semua berasal dari Bali, namun
ada beberapa mahasiswa berasal dari luar Bali. Pada umumnya mahasiswa yang
masuk memang disiapkan menjadi seorang guru. Langkah-langkah proses
penerimaan mahasiswa baru sebagai berikut:
1. Tes Potensi Akademik
2. Tes Wawancara
Tahun Akademik 2012/2013, Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia
dan Daerah, Bidang Ilmu Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas
Pendidikan Bahasa dan Seni, IKIP PGRI Bali memiliki mahasiswa sebanyak 95
orang.
1
2
3
Jenis Kelamin
Umur Mahasiswa
Motivasi
Tujuan
dan
:
:
:
Minat :
Belajar
skill
maupun
non
dibidang
guru
dan
akademik
akademik
yang
1.5
64
kependidikan
dan
pengembangan
pembelajaran
bahasa
Indonesia; dan
8. lulusan yang mempunyai integritas tinggi dan mampu memelihara serta
mengembangkan ilmu pengetahuannya sehingga mempunyai bekal yang
cukup untuk melanjutkan studi ke jenjang atau tingkat yang lebih tinggi
dan mampu berperan serta dalam pengembangan keguruan, ilmu
pengetahuan, dan penelitian empiris maupun normatif khususnya di
bidang Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.
64
BAB II
PERANCANGAN PEMBELAJARAN
2.1
Analisis Kebutuhan
Pemikiran mengenai analisis kebutuhan (Cohen, Lawrence & Morrison,
2001) telah ada di dunia pendidikan lebih dari seabad, berasal dari kesejahteraan
social (misalnya, perumahan., ketenaga kerjaan, pencegahan kejahatan, dan
program pendidikan kemiskinan), program kesehatan dan penelitian kebijakan
sosial.
64
konsep
ini
didefinisikan
sebagai
actual
circumstance
(keadaan
tentang
isi,
rancang
bangun
dan
implementasi
program/kurikulum bahasa.
b. Mengenali kebutuhan bahasa umum dan khusus yang bermanfaat bagi
pengembangan maksud, tujuan, dan isi bagi program bahasa.
c. Menyediakan data yang berguna bagi peninjauan ulang dan peninjauan
program bahasa yang ada.
64
ingin
memahami
seluk-beluk
dan
tata
cara
kerja
kejurnalistikan.
2. Mahasiswa ingin terampil melakukan wawancara dan liputan jurnalistik di
lapangan.
3. Mahasiswa ingin terampil menulis berita, feature, dan opini untuk dimuat
di media massa cetak dan elektronik.
4. Mahasiswa
ingin
terampil
menyeleksi
karya
tulis
yang
akan
Lokasi
Lokasi tempat belajar berada di dua tempat yaitu di Kampus I IKIP PGRI
Bali yang beralamat di Jalan Seroja, Tonja, Denpasar Utara dan di Kampus II
IKIP PGRI Bali Jalan Akasia, Sumerta, Denpasar Timur
2.2.2
64
64
64
Mahasiswa
(BEM) untuk
mendukung
kegiatan
Prasarana, sarana, dan dana tersebut telah dapat memberikan wadah atau
fasilitas bagi berlangsungnya kegiatan akademik yang kondusif di antara
sivitas akademika.
2.2.3
Suasana Belajar
Pembelajaran dimulai pada pukul 08.00 sampai pukul 11.30. Pagi hari
merupakan waktu belajar yang ideal sehingga dapat mendukung suasana belajar
yang menyenangkan.
2.2.4
Media Pembelajaran
1.
2.
LCD
3.
Laptop
4.
Tape
5.
Wireless Microphone
2.3
2.3.1
Pengertian Silabus
Ada beberapa pengertian silabus menurut pendapat beberapa ahli yaitu
sebagai berikut.
Menurut Hutchinson dan Waters (1987) syllabus is a document which says
what will (or at least what would) be learnt. Silabus adalah sebuah dokumen
tentang apa yang akan dipelajari.
64
64
Macam-Macam Silabus
Dalam bukunya yang berjudul English for Specific Purpose (1987),
Hutchinson dan Waters juga membahas beberapa tingkatan silabus yang meliputi:
64
comprehend and stoe the later knowledge. The importance of the learner
syllabus lies in fact that it is through the filter of this syllabus that the
learner views the other syllabuses.
Berdasarkan beberapa pendekatan dalam pengembangan silabus bahasa
sebagaimana dijelaskan di atas, berikut ini diuraikan beberapa jenis silabus bahasa
yang dapat diadopsi dan diadopsi untuk kepentingan program bahasa yang akan
dikembangkan. Tentu saja, penggunaan salah satu jenis silabus bahasa harus
didasari oleh tujuan yang harus dicapai dan latar belakang kemampuan berbahasa
para siswa yang akan mengikutinya.
1. Silabus Struktural (Structural Syllabus)
Silabus struktural merupakan silabus bahasa yang relatif lama digunakan
dalam program pengajaran bahasa, jauh sebelum silabus-silabus bahasa lain
muncul pada era modern ini. Silabus itu memanfaatkan butir-butir gramatikal
yang membentuk sebuah kaedah bahasa sebagai pijakan dalam pemilihan dan
pengurutan materi pelajaran. Oleh karena itu, silabus tersebut berisikan daftar
butir-butir gramatikal yang diurut berdasarkan tingkat kesulitan dan
kompleksitasnya, dari materi yang mudah dan sederhana menuju ke materi
yang sulit dan kompleks, sehingga membantu siswa secara bertahap
menguasai sistem gramatikal bahasa sasaran. Silabus struktural disebut juga
dengan silabus gramatikal karena dasar dan landasan pemilihan dan
pengurutan materi pelajaran adalah sama, yaitu butir-butir gramatikal bahasa
sasaran.
2. Silabus Fungsional (Functional Syllabus)
Model silabus bahasa lain yang sangat erat kaitannya dengan model silabus
nosional adalah silabus fungsional (functional syllabus). Silabus ini menitikberatkan perhatiannya pada fungsi-fungsi komunikatif bahasa yang dijadikan
sebagai landasan dalam pemilihan dan pengurutan materi pelajaran. Tujuan
pembelajaran bahasa dideskripsikan dalam bentuk fungsi-fungsi komunikatif
yang dibutuhkan oleh siswa, seperti mengundang ke pesta ulang tahun,
meminta informasi, meminta maaf, menyatakan pendapat, memberikan
64
spesifik
penggunaan
bahasa,
silabus
berbasis
ketrampilan
menggolongkan kemampuan-kemampuan ilmu bahasa (pengucapan katakata, kosa kata, tatabahasa, dan ceramah) bersama-sama ke dalam jenis-jenis
yang disamaratakan dari perilaku, seperti mendengarkan bahasa lisan untuk
gagasan utama, menulis alinea-alinea sempurna, memberi presentasipresentasi lisan efektif, dan seterusnya. Tujuan yang utama dari instruksi
64
64
lain dapat dikatakan, tugas merupakan seratus satu macam pekerjaan yang
dilakukan seseorang setiap hari. Adapun tugas dalam konteks pembelajaran
bahasa diartikan sebagai aktivitas yang dilakukan seseorang sebagai hasil dari
proses memahami bahasa. Mengenai hal ini, Richards, Platt, dan Weber
dalam Farhan (2007) mengatakan "Task is an activity or action which is
carried out as the result of processing or understanding language (e.i. as a
response). For example, drawing a map while listening to an instruction and
performing a command ... A task usually requires the teacher to specify what
will be regarded as successful completion of the task." Sesuai dengan
pengertian tersebut, dapat dikatakan bahwa tugas merupakan tindakan yang
dilakukan oleh seseorang sebagai hasil dari proses pemahaman bahasa lisan
yang didengar atau bahasa tulis yang dipahami. Selanjutnya, tugas tersebut
harus dirinci secara jelas agar siswa dapat melaksanakannya sesuai dengan
harapan yang ingin dicapai. Kegagalan dalam mendeskripsikan tugas-tugas
secara jelas berarti mempersulit proses belajar bahasa yang dikembangkan di
dalam dan di luar kelas. Untuk mempermudah tugas yang harus dilakukan
siswa, guru dapat memanfaatkan topik atau tema materi pelajaran sebagai
dasar elaborasi tugas-tugas tersebut.
2.4
64
Dalam
konteks
komunikasi
tulis,
Halliday
dan
Hasan
(1994:34-35)
keempat
keterampilan
berbahasa
itu
berdasarkan
tingkat
64
mempunyai
peranan yang sangat penting dalam pengajaran bahasa. Melalui pengajaran bahasa
siswa dapat mengembangkan pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotor)
dan sikap positif (afektif) terhadap bahasa itu sendiri.
2.5
menerangkan,
menjelaskan
tentang
fakta.
64
adalah
teori
belajar
Behaviorisme,
Nativisme,
Kognitisme,
Fungsional
Teori Behaviorisme
John B. Watson mengemukakan sebuah teori konspirasi mengenai sebuah
berbulu
halus.
Dalam
eksperimennya,
Watson
memulai
proses
pembiasaannya dengan cara memukul sebatang besi dengan sebuah palu setiap
kali Albert mendekati dan ingin memegang tikus putih itu. Akibatnya, tidak lama
kemudian Albert menjadi takut terhadap tikus putih juga kelinci putih. Bahkan
terhadap semua benda berbulu putih, termasuk jaket dan topeng Sinterklas yang
berjanggut putih. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pelaziman dapat
mengubah perilaku seseorang secara nyata.
Pada teori yang lainnya, ilmuan kaum behavioristik Skinner, berhasil
mengungkapkan pada sebuah teori yang bernama Behavior Skinner. Dalam teori
tersebut mengungkapkan bahwa Kemampuan berbicara dan memahami bahasa
diperoleh melalui rangsangan lingkungan. Teori skinner tentang perilaku verbal
merupakan perluasan teorinya tentang belajar yang disebutnya operant
conditioning.
Menurut Skinner, perilaku verbal adalah perilaku yang dikendalikan oleh
akibatnya. Bila akibatnya itu hadiah, perilaku itu akan terus dipertahankan.
64
64
Teori Kognitivisme
Jika pendekatan kaum behavioristik bersifat empiris maka pendekatan
yang dianut golongan kognitivistik lebih bersifat rasionalis. Konsep sentral dari
pendekatan ini yakni kemampuan berbahasa seseorang berasal dan diperoleh
sebagai akibat dari kematangan kognitif sang anak. Mereka beranggapan bahwa
bahasa itu distrukturkan atau dikendalikan oleh nalar manusia. Konsep sentral
64
b.
c.
d.
4.
menjelajah dunia, untuk berhubungan dengan orang lain dan juga keperluan
terhadap diri sendiri sebagai manusia. Para peneliti bahasa mulai melihat bahwa
bahasa merupakan manifestasi kemampuan kognitif dan efektif untuk menjelajah
dunia, untuk berhubungan dengan orang lain dan juga keperluan terhadap diri
sendirisebagai manusia.
64
Teori Konstruktivisme
Beberapa tokoh ahli kontruktivisme Jean Piaget dan Leu Vygotski
64
6.
Teori Humanisme
Tujuan utama dari teori ini adalah untuk meningkatkan kemampuan siswa
agar bisa berkembang di tengah masyarakat. Seorang tokoh ahli pada teori
humanisme Coombs (1981) menyatakan bahwa:
1. Pengajaran disusun berdasarkan kebutuhan-kebutuhan dan tujuan siswa
2. Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengaktualisasikan dirinya
untuk menumbuhkan kepercayaan dirinya.
3. Pengajaran disusun untuk memperoleh keterampilan dasar (akademik,
pribadi, antar pribadi, komunikasi, dan ekonomi).
4. Memilih dan memutuskan aktivitas pengajaran secara individual dan
mampu.
5. Mengenal pentingnya perasaan manusia, nilai, dan persepsi. suasana
belajar yang menantang dan bisa dimengerti.
Mengembangkan tanggung jawab siswa, mengembangkan sikap tulus,
respek, dan menghargai orang lain, dan terampil dalam menyelesaikan konflik.
Dalam proses belajar-mengajar bahasa ada sejumlah variabel, baik bersifat
linguistik maupun yang bersifat nonlinguistik, yang dapat menentukan
keberhasilan proses belajar mengajar itu.
Variabel-variabel itu bukan merupakan hal yang terlepas dan berdiri
sendiri-sendiri, melainkan merupakan hal yang saling berhubungan, berkaitan,
sehingga merupakan satu jaringan sistem. Keberhasilan belajar bahasa dapat
dikelompokkan menjadi asas-asas yang bersifat psikologis anak didik, dan yang
bersifat materi linguistik. Asas-asas yang yang bersifat psikologis itu, antara lain
adalah motivasi, pengalaman sendiri, keingintahuan, analisis sintesis dan
pembedaan individual.
Motivasi lazim diartikan sebagai hal yang mendorong seseorang untuk
berbuat sesuatu. Maka untuk berhasilnya pengajaran bahasa, murid-murid sudah
harus dibimbing agar memiliki dorongan untuk belajar. Jika mereka mempunyai
dorongan untuk belajar. Tanpa adanya kemauan, tak mungkin tujuan belajar dapat
64
dicapai. Jadi, sebelum proses belajar mengajar dimulai, atau sebelum berlanjut
terlalu jauh, sudah seharusnya murid-murid diarahkan.
Pengalaman sendiri atau apa yang dialami sendiri akan lebih menarik dan
berkesan daripada mengetahui dari orang, karena pengetahuan atau keterangan
yang didapat dan dialami sendiri akan lebih baik daripada hanya mendengar
keterangan guru.
Keingintahuan merupakan kodrat manusia yang dapat menyebabkan
manusia itu menjadi maju. Pada anak-anak usia sekolah rasa keingintahuan itu
sangat besar. Rasa keingintahuan ini dapat dikembangkan dengan memberi
kesempatan bertanya dengan meneliti apa saja.
2.6
penjelasan
diatas,
Anthony
mendeskripsikan
sebuah
64
64
mewadahi,
menginsiprasi,
menguatkan,
dan
melatari
metode
64
64
64
5. Silent Way
6. Pembelajaran bahasa komunitas
7. Suggestopedia
1. Model Bahasa Intensif Darmounth (Rassias)
Model ini banyak menggunakan prinsip-prinsip dari pendekatan audiolingual yang popular dalam dekade 1950an. Pendekatan ini memberikan
perhatian besar terhadap penggunaan praktek latihan (drill) untuk
menguasai pola-pola kalimat. Metode kelas intensif (intensif course) yang
dicetuskan oleh Rassias (1983) memberikan tiga jam pelajaran dalam
kelas setiap hari selama lima hari seminggu sebanyak 10 minggu. Model
pengajaran ini menekankan pada tatabahasa, kosakata, kemampuan
menyimak, kefasihan (fluency) dan kecermatan pengucapan. Dalam
metode ini, guru dapat melakukan apa saja untuk menarik minat siswa
untuk belajar. Metode ini kurang cocok untuk diterapkan pada kelas
bahasa di sekolah menegngah atas.
2. Pendekatan Pemahaman
Pendekatan yang didasarkan pada prinsip bahwa siswa harus pertama-tama
mengembangkan kempuan untuk memahami dan mengolah bahasa
sebelum mereka bisa berbicara. Pendekatan ini memandang bahwa proses
mental internal siswa adalah komponen dasar dalam belajar bahasa kedua
sehingga pendekatan ini menekankan pada bahgaimana mengangtifkan
proses mental internal dari siswa. Dalam pendekatan ini kemampuan
berbicara tidak dilatih diawal melainkan ditunda karena menunggu sampai
siswa sendiri yang memutuskan untuk mau berbicara. Cara ini berusaha
meniru proses belajar bahasa alami pada bayi dimana bayi mengalami
masa pra-produksi dimana ia tidak berbicara sampai akhirnya menguasai
bahsa pertamanya.
3. Total Physical Response (TPR)
64
64
hal ini guru bertindak sebagai konselor yang memungkinkan siswa untuk
mengekspresikan apapun yang ingin mereka katakana dalam bahasa target.
7. Suggestopedia
Pendekatan ini dikenal juga sebagai metode Lozanov adalah metode
pengajaran yang menggunakan teknik-teknik relaksasi dan konsentrasi
untuk merangsang pembelajar agar menggunakan daya pikir bawah
sadarnya untuk menambah kemampuannya untuk mengingat lebih banyak
kosakata dan struktur (Lozanov 1982). Cirri utama dari pendekatan ini
adalah penciptaan suasana pembelajaran yang sugestif, merangsang
pikiran bawah sadar dengan menggunakan cahaya yang lembut, musik,
tempat duduk yang nyaman dan teknik-teknik dreamatis yang dilakukan
guru untuk menyajikan materi bahasa. Suggestopedia lebih sesuai jika
diterapkan untuk kelompok-kelompok mahasiswa universitas yang
berjumlah sedikit yang ingin mencoba teknik-teknik relaksasi yang
digabungkan dengan pembelajaran bahasa.
Semua metode yang disebutkan di atas adalah metode yang sudah dan
masih dipraktekan sampai sekarang. Guru bisa memilih metode tertentu
berdasarkan apa tujuan pengajaran bahasa, apa kebutuhan pembelajar, atau
berdasarkan situasi pendididkan yang dihadapi.
BAB III
64
APLIKASI
3.1
(Satuan Acara Perkuliahan) beserta contoh silabus dan SAP yang digunakan di
Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni, IKIP PGRI Bali.
3.1.1
Silabus
64
kompotensi,
kompotensi
dasar,
materi
pokok/pembelajaran,
kegiatan
64
SILABUS
Program Studi
Bidang Ilmu
Mata Kuliah
: Bahasa Jurnalistik
Kode
: MKB 604
SKS
:2
Semester
: VI
Prasyarat
:-
Standar Kompetensi : Menguasai, memahami dan menerapkan konsep dan praksis bahasa jurnalistik.
No.
1.
Kompetensi Dasar
Memahami
konsep
bahasa jurnalistik.
Indikator Pencapaian
Materi Pokok
1. Mampu menjelaskan definisi dan ciri-ciri bahasa 1.1 Definisi Bahasa Jurnalistik
jurnalistik.
2. Dapat menjelaskan kedudukan bahasa jurnalistik di 2.1. Bahasa Jurnalistik di Antara Ragam Bahasa
antara ragam bahasa lain.
Lain.
3. Mampu menjelaskan hubungan bahasa jurnalistik 3.1. Bahasa Jurnalistik dan Masyarakat
dan masyarakat.
4. Menjelaskan pedoman bahasa jurnalistik
64
No.
Kompetensi Dasar
Indikator Pencapaian
5. Memahami Kata Penat dan Kata Mubazir
Materi Pokok
5.1. Kata Penat
5.2. Kata Mubazir
8. Memahami Konsep Bahasa yang Tepat Makna dan 8.1. Bahasa yang Tepat Makna
Nalar
Menerapkan
Konsep
massa
10.1 Menulis berita pendek menggunakan konsep
Bahasa Jurnalistik
bahasa jurnalistik
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, H. Rosihan. 2005 (cet. kelima). Bahasa Jurnalistik Indonesia & Komposisi. Yogyakarta: Media Abadi.
Chaer, Abdul. 2010. Bahasa Jurnalistik. Jakarta: Rineka Cipta.
Dewabrata, A.M. 2004. Kalimat Jurnalistik Panduan Mencermati Penulisan Berita. Jakarta: Kompas.
64
Rahardi, Dr. R. Kunjana, M.Hum. 2006. Asyik Berbahasa Jurnalistik Kalimat Jurnalistik dan Temali Masalahnya. Yogyakarta:
Santusta.
Rahardi, Dr. R. Kunjana, M.Hum. 2006. Paragraf Jurnalistik Menyusun Alinea Bernilai Rasa dalam Bahasa Laras Media.
Yogyakarta: Santusta.
Sarwoko, Tri Adi. 2007. Inilah Bahasa Indonesia Jurnalistik. Yogyakarta: Andi.
64
3.1.2
:
:
:
:
:
:
Kompetensi Dasar
Indikator Pencapaian
Materi Pokok
64
Pengalaman Belajar
lainnya.
: 1. Mengkaji definisi dan hakikat bahasa jurnalistik.
2. Mengkaji
karakteristik
dan
ciri-ciri
bahasa
persamaan
bahasa
jurnalistik.
3. Mengkaji
Strategi Pembelajaran
perbedaan
dan
dan
Presentasi
Tahapan
Pembukaan
Kegiatan dosen
Kegiatan
Memberi salam,
Mahasiswa
Memberi
Pembelajaran
Kurikulum, Silabus,
mengecek kehadiran
salam dan
Satuan Acara
peserta didik.
menyimak.
Perkuliahan (SAP)
buku panduan, tugas
berstruktur, slide
Penyajian
1. Menjelaskan
presentasi, LCD
Kurikulum, Silabus,
bahasa jurnalistik.
mencatat,
diskusi
kedudukan bahasa
kelompok, dan
presentasi, LCD
jurnalistik di antara
tanya jawab
Menyimak,
Kurikulum, Silabus,
mendengarkan
kedudukan bahasa
dan mencatat,
jurnalistik
diskusi dan
presentasi, LCD.
2. Menjelaskan
Penutup
Menyimak,
Post test
tanya jawab
Ujian tertulis, lisan, evaluasi terhadap proses pembelajaran,
Referensi
64
A.M.
2004.
Kalimat
Jurnalistik
Panduan
:
:
:
:
64
Pertemuan
Standar Kompetensi
: III dan IV
: Menguasai, memahami serta mampu menerapkan
Kompetensi Dasar
Indikator Pencapaian
Materi Pokok
Bahasa Pers
: 1. Bahasa Jurnalistik dan Masyarakat
Pengalaman Belajar
Strategi Pembelajaran
Tahapan
Pembukaan
Kegiatan dosen
Kegiatan
Memberi salam,
Mahasiswa
Memberi
Pembelajaran
Kurikulum, Silabus,
mengecek kehadiran
salam dan
Satuan Acara
peserta didik.
menyimak.
Perkuliahan (SAP)
buku panduan, tugas
berstruktur, slide
Penyajian
1. Menjelaskan
Menyimak,
presentasi, LCD
Kurikulum, Silabus,
hubungan bahasa
jurnalistik dan
mencatat,
masyarakat.
diskusi
kelompok, dan
presentasi, LCD
2. Menjelaskan
pedoman pokok
tanya jawab
pemakaian bahasa
Penutup
pers
Merangkum mengenai
Menyimak,
Kurikulum, Silabus,
hubungan masyarakat
mendengarkan
dan mencatat,
64
diskusi dan
presentasi, LCD.
:
:
:
:
:
:
Kompetensi Dasar
Indikator Pencapaian
Materi Pokok
64
2. Kata Mubazir
Pengalaman Belajar
kata-kata
mubazir
dalam
bahasa
jurnalistik
3. Mengkaji bahasa yang hemat kata dalam media
Strategi Pembelajaran
massa
: Metode Ceramah, Diskusi, Tanya Jawab, dan
Presentasi
Tahapan
Kegiatan dosen
Kegiatan
Mahasiswa
Memberi
salam dan
menyimak.
Pembukaan
Memberi salam,
mengecek kehadiran
peserta didik.
Penyajian
Penutup
Post test
Referensi
64
:
:
:
:
:
:
Kompetensi Dasar
Indikator Pencapaian
Materi Pokok
Pengalaman Belajar
mampu
menerapkan
massa
2. Mengkaji bahasa yang nalar dalam media massa
Strategi Pembelajaran : Metode Ceramah, Diskusi, Tanya Jawab, dan Presentasi
Tahapan
Kegiatan dosen
Kegiatan
Media dan Alat
64
Pembukaan
Memberi salam,
Mahasiswa
Memberi
Pembelajaran
Kurikulum, Silabus,
mengecek kehadiran
salam dan
peserta didik.
menyimak.
Penyajian
1. Menjelaskan bahasa
Menyimak,
mencatat,
diskusi
berstruktur, slide
kelompok, dan
presentasi, LCD
media massa
Merangkum mengenai
tanya jawab
Menyimak,
mendengarkan
dan mencatat,
berstruktur, slide
diskusi dan
presentasi, LCD.
2. Menjelaskan bahasa
yang nalar dalam
Penutup
presentasi, LCD
Kurikulum, Silabus,
Post test
tanya jawab
Ujian tertulis, lisan, evaluasi terhadap proses pembelajaran, membuat
Referensi
Kalimat
Jurnalistik
dan
Temali
Masalahnya.
Yogyakarta: Santusta.
6. Rahardi, Dr. R. Kunjana, M.Hum. 2006. Paragraf Jurnalistik
Menyusun Alinea Bernilai Rasa dalam Bahasa Laras Media.
Yogyakarta: Santusta.
7. Sarwoko, Tri Adi. 2007. Inilah Bahasa Indonesia Jurnalistik.
64
Yogyakarta: Andi.
Dosen Pengampu,
:
:
:
:
:
:
Kompetensi Dasar
Indikator Pencapaian
Materi Pokok
Pengalaman Belajar
mampu
menerapkan
di media massa
Strategi Pembelajaran : Metode Ceramah, Diskusi, Tanya Jawab, dan Presentasi
Kegiatan
Media dan Alat
Tahapan
Kegiatan dosen
Mahasiswa
Pembelajaran
Pembukaan Memberi salam,
Memberi
Kurikulum, Silabus,
mengecek kehadiran
salam dan
peserta didik.
menyimak.
Penyajian
Memberikan pelatihan
Berlatih
presentasi, LCD
Kurikulum, Silabus,
menganalisis
64
Penutup
menganalisis kesalahan
kesalahan
bahasa dalam
berstruktur, slide
massa
Merangkum hasil
media bahasa
Menyimak,
presentasi, LCD
Kurikulum, Silabus, SAP,
analisis mahasiswa
mendengarkan
terhadap bahasa
dan mencatat,
berstruktur, slide
diskusi dan
presentasi, LCD.
Post test
massa
tanya jawab
Ujian tertulis, lisan, evaluasi terhadap proses pembelajaran, membuat
Referensi
Kalimat
Jurnalistik
dan
Temali
Masalahnya.
Yogyakarta: Santusta.
6. Rahardi, Dr. R. Kunjana, M.Hum. 2006. Paragraf Jurnalistik
Menyusun Alinea Bernilai Rasa dalam Bahasa Laras Media.
Yogyakarta: Santusta.
7. Sarwoko, Tri Adi. 2007. Inilah Bahasa Indonesia Jurnalistik.
Yogyakarta: Andi.
Dosen Pengampu,
64
:
:
:
:
:
:
Kompetensi Dasar
Indikator Pencapaian
Materi Pokok
Pengalaman Belajar
mampu
menerapkan
jurnalistik
Strategi Pembelajaran : Metode Ceramah, Diskusi, Tanya Jawab, dan Presentasi
Kegiatan
Media dan Alat
Tahapan
Kegiatan dosen
Mahasiswa
Pembelajaran
Pembukaan Memberi salam,
Memberi salam Kurikulum, Silabus,
mengecek kehadiran
dan menyimak.
peserta didik.
Satuan Acara
Perkuliahan (SAP) buku
panduan, tugas
berstruktur, slide
Penyajian
Penutup
Menjelaskan cara
Berlatih
presentasi, LCD
Kurikulum, Silabus,
membuat berita
menggunakan bahasa
pendek
jurnalistik
menggunakan
berstruktur, slide
bahasa
presentasi, LCD
jurnalistik
Menyimak,
Kurikulum, Silabus,
Merangkum dan
64
mendengarkan
dan mencatat,
pendek menggunakan
diskusi dan
presentasi, LCD.
Post test
bahasa jurnalistik
tanya jawab
Ujian tertulis, lisan, evaluasi terhadap proses pembelajaran, membuat
Referensi
Kalimat
Jurnalistik
dan
Temali
Masalahnya.
Yogyakarta: Santusta.
6. Rahardi, Dr. R. Kunjana, M.Hum. 2006. Paragraf Jurnalistik
Menyusun Alinea Bernilai Rasa dalam Bahasa Laras Media.
Yogyakarta: Santusta.
7. Sarwoko, Tri Adi. 2007. Inilah Bahasa Indonesia Jurnalistik.
Yogyakarta: Andi.
Dosen Pengampu,
Tujuan (Objective)
Menurut Robert F. Marger (1962, dalam Hamzah, 2008) pengertian tujuan
pembelajaran adalah sebagai perilaku yang hendak dicapai atau yang dapat
dikerjakan oleh siswa pada kondisi dan tingkat kompetensi tertentu.
Menurut Edwar L. Dejnozka dan David E,. Kapel (1981) dan juga Kemp
(1977) dalam Hamzah (2008) bahwa pengertian tujuan pembelajaran adalah
suatu pernyataan yang spesifik yang dinyatakan dalam perilaku atau penampilan
64
yang diwujudkan dalam bentuk tulisan untuk menggambarkan hasil belajar yang
diharapkan. Perilaku ini dapat berupa fakta yang kongkret serta dapat dilihat dan
fakta yang tersamar. Sedangkan menurut Fred Percival dan Henry Ellington
(1984) pengertian tujuan pembelajaran adalah suatu pernyataan yang jelas dan
menunjukkan penampilan atau keterampilan siswa tertentu yang diharapkan dapat
dicapai sebagai hasil belajar.
Tujuan pembelajaran biasanya diarahkan pada salah satu kawasan /ranah
dari taksonomi Benyamin S. Bloom dan D. Krathwohl (1964), yang memilah
taksonomi pembelajaran dalam tiga ranah yaitu ranah kognitif, afektif, dan ranah
psikomotor.
Mata kuliah Bahasa Indonesia Jurnalistik ini memiliki beberapa tujuan
yaitu agar mahasiswa:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Evaluasi Materi
Materi-materi tentang Bahasa Indonesia Jurnalistik sangat beragam,
64
Bahasa dan Seni, IKIP PGRI Bali. Materi yang cocok tersebut sudah tertera dalam
Silabus dan SAP.
3.4
Perancangan Materi
Menurut para pakar ada sepuluh langkah yang harus dilalui dalam menyusun
rancangan kegiatan pembelajaran. Beberapa pakar yang dapat dijadikan acuan
misalnya apa yang pernah ditulis oleh Atwi Suparman (1993), Toeti Soekamto,
dkk. (1993), dan Asmawi Zainul, dkk. (1993) secara singkat kesepuluh langkah
tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Pentingnya Dosen Mencari Informasi Sebanyak-banyaknya
Jika seorang dosen ingin menyiapkan bahan perkuliahan, ia harus selalu
ingat yakni:
Bahan ajar apa yang akan diberikan kepada mahasiswanya, walaupun mata
kuliahnya sama namun bobot/kualitas bahan ajar dapat berbeda. Misalnya
memberi materi bahan ajar English for Specific Purposes (ESP) pada
semester 1, dan semester II harus beda.
Sebelum perkuliahan dimulai, dosen harus menyiapkan materi kuliah
dalam satu semester dan mahasiswa mengetahui juga apa tugasnya selama
mengikuti perkuliahan di semester itu. Sejauh mana mahasiswa
mengetahui materi kuliah yang diberikan oleh dosen, artinya dosen jangan
menyarankan mahasiswa untuk membaca literature yang sulit diperoleh
mahasiswa. Semua informasi yang berkaitan dengan materi kuliah (silabus
mata kuliah tersebut) amatlah sangat penting untuk diketahui oleh dosen
atau mahasiswa.
2. Menuliskan Pokok Bahasan dan Sub-pokok Bahasan
Pokok Bahasan berupa materi pokok kuliah yang akan diberikan dalam
perkuliahan atau praktikum. Setiap Pokok Bahasan terdiri atas Sub-pokok
Bahasan. Satu Pokok Bahasan dapat terdiri dari satu atau lebih sub Pokok
Bahasan dan tiap sub Pokok Bahasan juga dapat terdiri satu atau lebih dari
sasaran belajar.
64
64
Tiap mata kuliah memiliki bobot yang berbeda misalnya 4 sks (sistem
kredit semester), 2 sks, dan 3 sks, maka tiap mata kuliah juga memiliki
Pokok Bahasan yang berbeda pula, oleh karena itu frekuensi kuliah setiap
Pokok Bahasan untuk setiap mata kuliah juga berbeda.
Misalnya:
a. Mata kuliah Pengantar Jurnalistik berbobot 2 sks
b. Mata kuliah Peliputan dan Wawancara Jurnalistik berbobot 3 sks
Perlu diketahui bahwa 1 sks sama dengan 50 menit dan 3 sks sama
dengan 150 menit. Mata kuliah yang berbobot 3 sks pada umumnya ada
praktikum atau latihan, maka pembagian mata kuliah yang berbobot 3 sks
dibedakan menjadi 1 sks (50 menit tatap muka/kuliah) dan 2 sks (100
menit praktikum/latihan).
6. Merumuskan Sasaran Belajar
Inti dari kegiatan perkuliahan ada pada sasaran belajar. Maka dari itu
penyusunan sasaran belajar harus benar, isi dan bentuknya harus terukur,
artinya dapat dievaluasi sampai seberapa besar sasaran belajar tersebut
tercapai. Penulisan sasaran belajar sebaiknya harus:
a. terinci;
b. sesuai dengan perilaku mahasiswa (dan terukur);
c. diberikan sesuai dengan waktu yang ditentukan;
d. sesuai dengan hasil minimal yang ingin dicapai;
e. sesuai dengan sarana yang ada.
7. Membuat Matriks Rencana Kegiatan Perkuliahan (RKP)
Matriks RKP berisi seperangkat informasi yang menjelaskan secara rinci
hubungan antara Pokok Bahasan, Sub-pokok Bahasan, Sasaran Belajar,
Bentuk Pengajaran, Media Pengajaran, Tugas Terstruktur, Waktu Tatap
Muka yang diperlukan dan Pustaka yang dipergunakan untuk menjelaskan
Pokok Bahasan, Subpokok Bahasan dan Sasaran Belajar.
Penulisan matriks ini sudah relatif baku, yaitu mulai dari:
a. Nomor urut
64
b. Pokok Bahasan
c. Subpokok Bahasan
d. Sasaran Belajar
e. Bentuk Pengajaran
f. Media Pengajaran
g. Waktu yang diperlukan setiap tatap muka dalam menjelaskan
Pokok Bahasan dan Subpokok Bahasan tersebut
h. Penulisan Pustaka (buku wajib atau pendukung Readers).
8. Menentukan Ujian dan Bobot Soal
Satu semester biasanya terdiri atas 16 kali tatap muka (termasuk
penyelesaian tugas terstruktur). Satu semester tersebut pada umumnya
terdiri dari:
a. satu kali Ujian Tengah Semester (mid test);
b. satu kali Ujian Akhir Semester (final test), sehingga terjadi 16
kegiatan per semester.
Pembobotannya juga berbeda antara ujian tengah semester, ujian akhir
semester dan tugas terstruktur. Sebagai contoh seorang dosen membagi
bobot soalnya sebagai berikut:
a. Ada 3 tugas terstruktur masing-masing diberi bobot 10% sehingga
berjumlah 30%;
b. Ujian Tengah Semester bobotnya 20%;
c. Ujian Akhir Semester diberi bobot 50%; sehingga secara
keseluruhan akan diperoleh penilaian 100%.
Dengan penilaian seperti itu, seorang mahasiswa tidak akan lulus jika ia
hanya mengikuti UAS saja, dan sedikit berpeluang lulus jika mahasiswa
hanya mengikuti UTS dan UAS, atau mengerjakan tugas terstruktur dan
UAS (nilainya 70% sampai 80%). Mahasiswa berpeluang besar untuk
lulus jika tugas terstruktur dikerjakan, UTS diikuti dan UAS juga diikuti.
Jenis ujian ada 2 macam, yaitu:
64
salah
satu
alternatif
jawaban
yang
benar,
dan
64
seorang dosen akan lebih siap menyampaikan materi di kelas dan materi
perkuliahan atau pembelajaran akan lebih terstruktur. Berikut materi pembelajaran
mata kuliah Bahasa Indonesia Jurnalistik yang dapat menunjang karier
mahasiswa dibidang jurnalistik selain menjadi guru.
MATERI PEMBELAJARAN
Mata Kuliah
Kode Mata Kuliah
Bobot
A. Pengertian Jurnalistik
Profesor S. Wojowasito (1978) dalam makalahnya berjudul Bahasa
Jurnalistik: Segi-segi yang harus diperhatikan untuk meningkatkan mutu
penggunaanya menjelaskan, bahasa jurnalistik adalah bahasa komunikasi massa
sebagaimana tmapak dalam harian-harian dan majalah. Melihat fungsinya sebagai
alat komunikasi massa, bahasa jurnalistik harus jelas dan mudah dibaca oleh
mereka dengan ukuran intelektual yang minimal, sehingga sebagian besar
masyarakat pembaca yang melek hurup dan aksara dapat menikmati isinya.
Kendatipun demikian, tuntutan bahwa bahasa jurnalistik harus baik dan sesuai
dengan norma-norma yang berlaku tidak boleh ditinggalkan. Dengan kata lain,
bahasa jurnalistik yang baik dan sopan harus sesuai dengan norma-norma tata
bahasa, yang antara lain terdiri atas susunan kalimat yang benar, pilihan kata yang
sesuai, dan beritanya dapat dipercaya.
J. S. Badudu (1978) juga menjelaskan, bahasa surat kabar harus singkat,
padat, sederhana, jelas, lugas, tetapi selalu menarik. Sifat-sifat itu harus dipenuhi
oleh bahasa jurnalistik, mengingat surat kabar dibaca oleh lapisan masyarakat
yang tidak sama tingkat pengetahuanya. Disamping itu, setiap orang tidak harus
menghabiskan waktunya hanya dengan membaca surat kabar. Bahasa jurnalistik
juga harus lugas tetapi jelas, agar mudah dipahami isisnya. Pembaca surat kabar
64
64
dikatakan atau dikategorikan sebagai bahasa jurnalistik atau bahasa pers, dan
bukan bahasa yang dipakai dalam karya-karya opini (artikel, feature, esei, dan
lain-lain). Oleh karena itu, jika ada wartawan yang juga menulis puisi, cerita
pendek, esai, feature, dan artikel, karya-karya wartawan itu tidak dapat
digolongkan sebagai karya jurnalistik. Bahasa yang dipakai jurnalis dalam
menulis puisi, cerita pendek, artikel, feature, atau esai tidak dapat digolongkan
sebagai bahasa jurnalistik karena hal itu memiliki varian tersendiri.
Bahasa yang digunakan dalam dunia pers merupakan salah satu contoh
dari ragam jurnalistik. Hal ini perlu dikemukakan karena sering muncul anggapan
dalam masyarakat bahwa yang termasuk kedalam ragam jurnalistik hanyalah
pemakaian bahasa dalam pers. Padahal, pemakaian bahasa yang termasuk ragam
jurnalistik selain dalam dunia pers masih banyak. Dalam bagian ini dapatt
dikemukakan, misalnya, pemakain bahasa dalam pengumuman-pengumuuman,
selebaran-selebaran, spanduk, porter, atau leaflet-leaflet. Bahasa-bahasa yang
digunakan dalam media-media tersebut memiliki ciri-ciri ringkas, padat, dan
sederhana. Artinya, cepat, dan langsung pada pokok-pokok persoalan yang
dikemukakan, hemat kata-kata dan struktur kalimat yang pendek, cepat
dimengerti, cenderung ke ragam informal, dan sedapat-dapatnya menarik.
B. Variasi Bahasa Jurnalistik
Mengapa bahasa dalam surat kabar bercirikan ringkas, padat, sederhana,
dan menarik? Jawabanya adalah karena tulisan-tulisan dalam surat kabar harus
disesuaikan dengan kolom-kolom yang relatif telah dibakukan. Dalam waktu yang
relatif singkat dan pendek, seorang wartawan harus menyajikan informasi
sebanyak-banyaknya ke dalam kolom dan ruangan yang terbatas. Dan, bahasanya
pun harus sederhana harus sederhana karena sasaran berita itu meliputi pembaca
yang baru saja melek huruf sampai dengan pemmbaca yang tergolong terdidik.
Dalam keseragaman seperti terlukis di atas, tidak berarti tidak terdapat
kergaman atau kevariasia tulisan dalam surat kabar. Setidak-tidaknya kita
mengenal tulisn-tulisan yang semata-mata mengemukakan fakta, tulisan khas
64
yang kaya opini atau barangkali sekedar pemaparan apa saja yang dimaskud untuk
memperkaya pembacanya, editorial atau tajuk rencana, rubrik, kolom, pojok, dan
tidak lupa pula iklan.
Kevariasian atau keragaman bahasa dalam surat kabar secara berurutan
dapat dilihat dalam uraian berikut ini:
1. Tulisan yang mengutamakan berita faktual
Dalam surat kabar (Inggris, newspaper), ada yang berupa bertia faktual.
Tulisan yang berisi bertia faktual dapat dilihat, misalnya, pada kolom: berita
daerah, berita nasional, berita internasional, berita kota, ekonomi, pertahanan dan
keamanan, pendidikan dan olah raga, kebudayaan, dan lain-lain.
Dalam surat kabar yang sudah bonafide dan maju, jenis-jenis berita itu
ditangani oleh wartawan yang memang ahli dalam bidang masing-masing. Tulisan
jenis berita ini tentunya bersifat deskriptif. Di sini wartawan atau penulis surat
kabar semata-mata berusaha menyajikan atau memaparkan secara rinci topik yang
sedang dibicarakan. Tulisan semacam ini diharapkan mampu mebangkitkan daya
khayal pembaca, sehingga mereka seolah-olah menyaksikan sendiri peristiwa,
kejadian, atau sesuatu secara utuh.
2. Tulisan nonberita
Dalam kolom surat kabar yang memuat tulisan jenis ini, dapat dimuat
polemik pokok permasalahan tertentu. Tulisan jenis ini tentunya bersifat
argumentatif. Argumentasi adalah bentuk tulisan yang dimaksud unruk mengubah
pendapat orang lain agar mendekati kesamaan dengan pendapat nya sendiri
(penulis).
Dengan menyusun dan mensistematiskan fakta-fakta yang ada, penulis
meyakinkan bahwa pendapatnya itu dapat dipertanggungjawabkan. Jenis tulisan
noberita ini juga dimaksudkan untuk memperluas pengetahuan pembaca. Disadari,
ruang iinilah yang terbuka cukup lebar bagi siapa saja yang ingin mengisinya.
Yang harus selalu diingat adalah isi tulisan itu harus dituangkan kedalam bahasa
64
yang mudah dicerna, segar, cukup sederhana, dan jangan lupa nada menghibur.
Tulisan itu dapat berupa eksposisi, dapat juga berupa narasi.
Suatu tulisan dikategorikan ke dalam jenis eksposisi apabila tulisan itu
berusaha menguraikan suatu pokok masalah yang diharapkan dapat membuka
cakreawala pembacanya lebih jauh atau sekedar menambah pengetahuan mereka.
Sebenarnya, jenis tulisan lain tentu akan berakibat memperluas pengetahuan
pembacanya, misqalnya, tulisan narasi, perbedaanya, eksposisi itu menonjolkan
aspek tujuan memperluas pengetahuan; sedangkan narasi lebih menekankan aspek
urutan-urutan berlangsungnya suatu peristiwa. Dalam hal ini pemaparan aspek
historis dan dialektikanya suatu peristiwa lebih ditnjolkan.
3. Editorial
Editorial atau tajuk merupakan tulisan yang menyuarakan sikap atau
pandangan surat kabar tersebut atau suatu peristiwa yan dianggap paling penting
pada saat itu. Tulisan ini pada umumnya berbobot, cendekia, baku struktur
kebahasaanya, tepat pilihan katanya, dan berwibawa. Tulisan ini cenderung
memancarkan kematangan sikap dan penguasaan persoalan yang dibahas.
Editorial merupakan induk karangan atau bahkan mahkota karangan dalam suatu
media penerbitan pers. Tulisan ini biasanya kaya akan opini.
4. Rubrik
Rubrik surat kabar berisi poko bahasan teretntu secara tetap yang biasanya
muncul secara periodik pada hari tertentu, seminggu sekali, misalnya, rubrik
sastra dan budaya, bahasa, peternakan, kesehatan, remaja, psikologi, dan lain-lain.
Tulisan rubrik ini biasanya dimaksudkan untuk memberikan penyuluhan kepada
khlayak. Penulisanya dapat siapa saja yang merasa memiliki kemampuan untuk
menyelesaikan persoalan-persoalan tersebut. Tulisan ini bisa berbentuk pembaca
bertanya, pengasuh menjawab:, dapat juga berupa tulisan semi ilmiah. Variasi
bahasanya cenderung informal atau kadang-kadang menggunakan ragam bahasa
percakapan sehari-hari yang dihiasi dengan kosakata yang tergolong slang.
5. Kolom
64
64
64
untuk
disumbangkan
sebagai
bahan
GBHN.
64
seperti:
Wanhankamnas
juga
ingin
mendengarkan
melaksanakan
pembangunan.
Ketidakjelasan
itu
64
(Anwar, 1979: 20). Efisiensi bahasa jurnalistik harus diperhatikan oleh para
jurnalis atau wartawan. Ini perlu dilakukan karena surat kabar harus
menghemat kolom dan halaman. Jurnalis harus memilih cara pengungkapan
pikiran, gagasan, ide, dan obsesi-obsesinya yang tersingkat dengan
menghindarkan kata yang berlebihan (Badudu, 1992: 78).
Contohnya:
Jalanya pemunggutan suara di lembaga pemasyarakatan menarik
perhatian seorang pengamat asing berkebangsaan Jepang. Dia tertarik
menyaksikan pemunggutan suara karena di Jepang mereka yang berstatus
narapidana tidak mempunyai hak pilih dalam pemilu (Kompas, 30 Mei
1997).
Kalimat di atas dapat menyampaikan informasi yang padat dan
lengkap ihwal pemunggutan suara yang berlangsung di lembaga
pemasyarakatan Indonesia. Hal iniberarti dapat menjawab pertanyan: apa,
siapa, di mana, kapan, mengapa/apa, sebabnya, dan bagaimana/apa
akibatnya.
3. Sederhana
Bahasa jurnalistik yang sederhana, artinya bahasa jurnalistik harus sedapatdapatnya memilih kalimat tunggal yang sederhana. Kalimat tersebut bukan
kalimat majemuk yang panjang-panjang, rumit, dan kompleks, apalagi
sampai beranak cucu. Kalimat yang efektif, yang praktis, yang jurnalistis
ialah kalimat yang sederrhana dengan pemakaian/pemilihan kata yang
secukupnya saja, tidak berlebihan, dan berbunga-bunga (bombastis).
Membuat kata yang mubazir asal tidak mengubah makna infformasi tentu
tidak dilarang. Tindakan membuang kata yang mubazir ini merupakan
langkah yang efektif dan menimbulkan efisiensi kalimat (Siregar, 1987:
136).
Contohnya:
Tim bulutangkis Indonesia gagal memenuhi ambisi memboyong
piala Sudirman ke tanah air, setelah semalam menyerah 2-3 pada juara
64
penyelenggara
SEA Games
XIX
menetapkan
akan
menyiapkan 204 unit sedan untuk melayani kebutuhan transportasi tamutamu VIP/VVIP pada pelaksanaan pesta Olahraga Asia Tenggara itu di
Jakarta, 11-19 Oktober mendatang (Suara Karya, 24 Mei !997).
Terbukti bahwa kalimat yang lugas menyampaikan informasi secara
langsung, tanpa berbungga-bunga (bombastis). Hal ini ditunjukan dengan
penyampaian fakta bahwa penyelenggaraan SEA Games akan menyiapkan
204 unit sedan untuk melayani kebutuhan transportasi para tamu VIP.
Dalam kalimat tersebut digunakan informasi apa adanya dan langsung (to
the point ).
64
5. Menarik
Bahasa jurnalistik harus menarik, artinya bahasa jurnalistik selalu memakai
kata-kata yang masih hidup, tumbuh, dan berkembang, menghindari katakata dan ungkapan-ungkapan klise yang sudah mati. Tuntutan menarik
inilah
yang
membuat
bahasa
jurnalistik
harus
selalu
mengikuti
64
3. Padat. Sarat informasi. Setiap kalimat dan paragraph yang ditulis memuat
informasi penting dan menarik untuk khalayak.
4. Lugas. Berarti tegas, satu arti, tidak ambigu, sekaligus menghindari
eufimisme atau penghalusan kata dan kalimat yang bisa membingungkan
khalayak pembaca sehingga bisa terjadi perbedaan persepsi dan kesalahan
konklusi.
5. Jelas. Mudah ditangkap maksudnya.
6. Jernih.
Bening,
tembus
pandang,
transparan,
jujur,
tulus,
tidak
64
16. Menghindari kata atau istilah teknis. Karena ditujukan untuk umum, maka
hindari istilah yang tidak dimengerti oleh khalayak.
17. Tunduk kepada kaidah etika. Fungsi salah satu media adalah edukasi,
karena itu harus tercermin dalam materi berita, laporan, gambar dan bahasa
yang digunakan.
BAB II
JURNALISTIK DAN PEMAKAIAN BAHASA INDONESIA
A. Bahasa Indonesia Ragam Jurnalistik
Bahasa Indonesia jurnalistik adalah bahasa Indonesia yang digunakan oleh
penerbitan pers. Bahasa jurnalistik itu mengandung makna informatif, persuasif,
dan secara konsensus merupakan kata-kata yang dapat dipahami secara umum
oleh khalayak pembaca. Dalam kehidupan sehari-hari ada dua peranggkat norma
bahasa yang bertumpang tindih. Yang pertama berupa norma-norma yang
dikodifikasi dalam bentuk tata bahasa di sekolah, yang lain norma-norma
berdasarkan kebiasaan pemakaian. Norma yang kedua ini belum dikodifikasikan
secara resmi, antara lain yang dianut oleh kalangan media massa (pers).
Bahasa pers/jurnalistik yang ditulis dalam bahasa Indonesia juga harus
dipahami oleh pembaca di seluruh nusantara. Bahasa Indonesia juga mengenal
berbagai ragam bahasa, termasuk dialek. Bila surat kabar, majalah, tabloid, dan
sebagainya menggunakan bahasa Indonesia dengan salah satu dialek tertentu,
besar kemungkinanya tulisan dalam surat kabar/majalah tersebut tidak dapat
dipahami oleh pembaca di seluruh nusantara. Seperti dikemukakan oleh J. S.
Badudu, --bahasa baku, baik lisan maupun tulisan termasuk dalam pers dipakai
oleh golongan masyarakat yang paling luas pengaruhnya dan paling besar
wibawanya.
Contohnya:
PLN sebagai penyedia layanan publik tentu harus bertanggungjawab atas
keerugian itu. Terlebih-lebih, sumber kerusakan sebenarnyya sudah
64
64
64
64
Weinrich (1966) menegaskan bahwa bila suatu bahasa itu dianggap bergengsi
(prestise) oleh masyarakat peminjam bahasa, ada kecenderungan anggota
masyarakat ppeminjam bahasa itu menggunakan kata-kata dari bahasa yang
bergengsi itu untuk menunjukan status sosialnya lewat pengetahuan yang
dimiilikinya. Hugen (dalam Marcellino, 1993) menyebut superior language untuk
bahasa yang bergengsi itu dan subordinate language untuk bahasa peminjam.
Persoalan yang kemudian muncul berkaitan dengan pemakaian kata atau
istilah asing itu adalah apakah pembaca dapat memahami informasi yang
disampaikan jurnalis melalui media yang dipublikasikanya ? Pemakaian kata atau
istilah asing itu sebenarnya dapat dengan mudah dicerna maknanya oleh pembaca
seandainya jurnalis bertindak lebih bijak, yakni dengan menuliskan penjelasannya
atau pandananya dalam bahasa Indonesia. Misalnya. kata mem-back-up
(mendukung atau menyokong), dan academic culture (budaya akademik).
Di samping itu, sumbangan surat kabar akan lebih positif jika jurnalis atau
penyunting bahasa mengidahkan kaidah penyerapan istilah-istilah asing ke dalam
bahasa Indonesia: (1) mengindonesiakan istilah-istilah itu dengan mencari
terjemahanya atau sinonimnya, misalnya, blue orint (cetak biru), training
(pelatihan), pavilyun (anjungan), network (jaringan),; (2) menyerap dan
menyesuaikan penulisanyan dengan sistem ejaan bahasa Indonesia, misalnya,
decibel (desibel= satuan ukuran kekerasan suara), quota (kuota), energy (energi);
(3) menyerap dan menerjemahkan iistilah asing itu sekaligus, misalnya,
subdivision (subbagian), bound morpheme (morfem terikat); dan (4) meminjam
sistem penulisan bahasa asing itu (untuk sementara), sementara belum ditemukan
cara penulisan dalam bahasa Indonesia, misalnya, go public, go international,
power sharing, voting, dan stembus accord.
Persoalan lainya ihwal penggunaan kata dan istilah berkaitan dengan kata
atau istilah yang berasal dari bahasa daerah. Mengingat, tidak semua pembaca
memahami kata dan istilah dari bahasa daerah tertentu. Kita perhatikan contohcontoh berikut ini.
64
64
ketiga
adalah
berkaitan
dengan
pemakaian
eufimisme.
64
64
menulis buku ajar (diktat, modul, terjemahan, saduran), makalah (paper), skripsi,
tesis, disertasi, undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan dan ketetapan
rresmi, dan lain-lain.
Jadi, kalau pada kenyataanya ada sedikit perbedaan antara bahasa
jurnalistik dengan bahasa Indonesia baku, bukan pada hakikatnya memang harus
berbeda. Akan tetapi, perbedaaan itu lebih disebabkan oleh faktor-faktor yang
bersifat tekhnis di samping kuurangnya kemampuan berbahasa Indonesia para
jurnalis dan redaktur surat kabar yang bersangkutan, seperti telah disinggung di
muka.
Bahasa Indonesia jurnalistik mengandung informatif, persuasif dan yang
seecara
konsensus
merupakan
kata-kata
yangdapat
dimengerti
oleh
64
tanggung jawab dan beban yang dipikulnya. Setelah beberapa kali mengadakan
KLW, para wartawan telah sepakat membuat sepuluh pedoman pemakaian bahasa
Indonesia dalam pers. Adapun kesepuluh pedoman itu adalah sebagai berikut.
Pertama, wartawan hendaknya secara konsekuen melaksanakan Pedoman
Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD). Hal ini juga yang
harus diperhatikan oleh para redaktur dan korektor. Sebab, kesalahan yang paling
menonjol dalam surat kabar sekarang ini adalah kesalahan ejaan dan tanda baca.
Kedua, wartawan hendaknya membatasi diri dalam singkatan dan
akronim. Kalaupun ia harus menulis akronim, maka satu kali ia harus menjelaskan
dalam tanda kurung kepanjangan akronim tersebut agar tulisanya dapat dipahami
oleh khalayak pembaca.
Ketiga, wartawan hendaknya jangan menghilangkan imbuhan, bentuk
awalan atau prefiks. Penggalan kata awalan me- dapat digunakan dalam kepala
berita mengingat terbatasnya ruangan. Akan tetapi, penggalan kata jangan sampai
dippukul ratakan, sehingga merembet pula ke dalam tubuh berita.
Keempat, wartawan hendaknya menulis dengan kalimat-kalimat pendek.
Pengutaraan kalimatnya harus logis, teratur, lengkap dengan kata pokok, sebutan,
dan kata tujuan (subjek, predikat, objek, dan/atau keterangan). Menulis dengan
induk kalimat dan anak kalimat yang mengandung banyak kata malah membuat
kalimat tidak dapat dipahami. Lagi pula, prinsip yang harus dipegang adalah satu
gagasan atau ide ditulis dalam satu kalimat.
Kelima, wartawan hendaknya menjauhkan diri dari ungkapan klise atau
stereotype yang sering dipakai dalam traansisi berita seperti kata-kata berikut:,
sementara itu, dapat ditammbahkan, perlu diketahui, dalam angka, selanjutnya,
dalam pada itu, dan lain-lain. Dengan demikian, dia menghilangkan monotomi
(keadaan atau bunyi yang selalu sama saja) dan sekaligus dia melakukan
penghematan atau efisiensi dalam berbahasa.
Keenam, wartawan hendaknya menghilangkan kata-kata mubazir seperti
kata adalah (kata kerja kopula), telah (petunjuk masa lampau), untuk (sebagai
terjemahan to dalam bahasa Inggris), dari (sebagai terjemahan of dalam hubungan
64
milik), bahwa (sebagai kata sambung), dan bentuk jamak yang tidak perlu
diulang.
Ketujuh, wartawan hendaknya mendisiplinkan pikiranya agar jangan
sampai campur aduk dalam menyusun sebuah kalimat bentuk pasif (di), dengan
bentuk aktif (me).
Kedelapan, wartawan hendaknya menghindari kata-kata yang masih asing
dan istilah-istilah yangg terlalu teknis dan bersifat ilmiah dalam berita.
Kesembilan, wartawan hendaknya sedapat mungkin menaati kaidah
struktur/gramatika bahasa baku bahasa Indonesia.
Kesepuluh, wartawan hendaknya ingat bahasa jurnalistik yaitu bahasa
yang komunikatif dan bersifat spesifik. Dan, tulisan yang baik dinilai dari tiga
aspek, yaitu isi, bahasa, dan teknik penyajian.
Cermin dari bahasa pers itulah yang dikatakan bahasa jurnalistik. Ia
berorientasi pada sosiolingistik dan mengutamakan sosialisasi. Oleh karena itu,
bahasa jurnalistik memiliki prinsip sederhana, jelas, singkat, padat, dan
mengarahkan diri pemenuhan formula jurnalistik 5W + 1H (what, who, where,
when, why, dan how). Bahasa jurnalistik dengan demikian dapat dikatakan
sebagai bahasa tulisan yang mendekati bahasa lisan.
Karakter bahasa jurnalistik ada lima macam: (1) sederhana, singkat, padat,
dan jelas; (2) hidup, lincah, sesuai dengan zamanya; (3) kalimatnya singkat dan
kata-kata positif; (4) bahasanya memasyarakat dan memperhatikan tata bahasa,
kaidah, dan struktur/gramatika; dan (5) banyak gaya bahasa yang digunakan,
artinya pemilihan dan penggunaan kata-kata sedemikian rupa, sehingga
menghasilkan pengertian tertentu bagi pembacanya.
Bahasa jurnalistik sewajarnya didasarkan atas kesadaran terbatasnya
ruangan dan waktu. Salah satu sifat dasar jurnalistik menginginkan kemampuan
komunikasi cepat dalam ruangan serta waktu yang relatif terbatas. Bahasa yang
digunakan harus efektif, artinya harus menyampaikan secara tepat apa yang
dipikirkanya, dan bahasa yang digunakan harus mampu menggerakan pikiran
64
64
mengatakan,
presiden
menyampaikan
pandangan
untuk
64
64
variasi dialek atau idiolek (Perseorangan), bagi pemakaian bahasa yang benar dan
patut menjadi contoh untuk diikuti.
Hoed (1977: 3) dalam penelitianya tentang Kata Mubazir dalam Surat
Kabar Harian Berbahasa Indonesia menyatakan, usaha mencapai efisiensi
didasarkan pada probabilitas munculnya suatu kata dalam konteks tertentu
(probability accurance).
Suatu kata yang probabilitas pemunculanya tingg per definisi mengandung
nilai informatif yang rendah. Dengan demikian, makin rendah probabilitas suatu
kata, makin tinggi nilai informatifnya.
Yang dimaksud dengan nilai informatif di sini adalah sifat yang
mengurangi segala ketidakpastian atau salah paham dalam komunikasi
kebahasaan. Jadi, suatu kata seperti bahwa yang probabilitasnya tinggi sesudah
kata-kata
seperti:
berkata,
mengatakan,
menyatakan,
memberitahukan,
diungkapkan dengan sebuah kalimat topik yang menjadi inti paragraf.. Kalimat
inti itulah yang harus dinyatakan secara eksplisit, tepatnya pada awal paragraf
64
atau dekat awal paragraf, sehingga pembaca dapat disiapkan untuk mengikuti
uraian selanjutnya.
Pokok paragraf dapat dikembangkan dengan dua jalan: pertama,
pengembangan dengan ilustrasi yang memanfaatkan logika induktif dan kedua,
pengembangan dengan analisis penalaran atau penjelasan yang mengguanakan
logika deduktif. Kedua cara itu dapat dipakai secara berdampingan dalam satu
paragraf atau wacana. Paragraf yang baik tidak hanya lengkap karena
pengembanganya tetapi juga karena menunjukan kesatuan di dalam isinya.
Kesatuan itu dicapai karena seorang jurnalis hanya mengembangkan satu gagasan
pokok saja. Tiap kalimat di dalam paragraf bertalian dengan ide pokok itu.
Keutuhan paragraf menjadi rusak karena penyisipan perincian yang tidak
bertemali dan pemasukan kalimat topik yang kedua atau gagasan pokok lain ke
dalamnya. Yang terjadi ialah perancuan dan pelanturan dua ide pokok.
Paragraf yang efektif memiliki ciri keutuhan, perpautan, penempatan
pumpunan (fokus) kalimat, kehematan kata (efisiensi), dan variasi. Keutuhan itu
dinyatakan oleh keutuhan struktur kalimat dan kesatuan logika yang jalinmenjalin. Jika salah satu unsur tidak ada, maka unsur itu berhadapan dengan
penggalan yang bukan kalimat. Perpautan di dalam kalimat menyangkut pertalian
diantara unsur-unsurnya.
Contohnya:
Abad 20 adalah abad yang disesaki perang dalam berbagai skala,
persaingan, kecurigaan, dan berbagai malapetaka akibat ulah manusia.
Perang Dunia I yang disusul Perang Dunia II benar-benar menghancurkan
dunia, tertama Eropa. Benua ini hancur. Ribuan rumah, apartemen,
bangunan lain, dan pabrik runtuh. Jutaan orang kehilangan rumah dan
pengangguran merajalela, memaksa orang harus antre makanan.
Perdamaian, memang membawa harapan baru bagi lahirnya sebuah dunia
baru. Tetapi, negara-negara pemenang perang (Inggris, Prancis, Uni
Soviet, dan Amerika Serikat) justru pecah menjadi dua kubu militer yang
64
64
putar mengintari pusaran yang semakin lama semakin besar. Putaran tersebut
mengitari pokok bahasan dan menyorotinya dari berbagai sudut tetapi tidak
pernah secara langsung. Bagi orang Barat, pola pikir kultural yang tercermin
dalam pengembangan paragraf tidaklah demikian. Pola tersebut merupakan bagian
integral dari retorika barat yaitu sebagai urutan yang pengembanganya lebih
bersifat linear dengan pendekatan langsung.
Bahasa Indonesia dan pola pikir kulturalnya tentu akan berpola budaya
Timur. Alur pikir yang diharapkan dari seorang jurnalis Indonesia adalah alur pikir
yang bersumber pada budaya nusantara. Alur pikir ini tentu berbeda dari alur pikir
bahasa lain tidak lebih baik, tetapi juga tidak lebih buruk.
Kemampuan jurnalis mebuat wacana tulis yang baik dalam bahasa
Indonesia belum tentu menghasilkan hal yang sama bila dilakukan dalam bahasa
lain. Hal ini terjadi karena retorika yang digunakan adalah retorika bahasa
Indonesia, sehingga wacana tulis tersebut mencerminkan pola pikir kultural
Indonesia. Retorika timur akan mewarnai wacana tulis orang Indonesia.
Sementara bahasa lain mempunyai retorika sendiri yang berbeda dari retorika
bahasa Indonesia. Pengembangan paragraf dalam bahasa lain akan mengikuti alur
pikir dari penutur bahasa tersebut. Sehingga, pola pengembangan paragraf dalam
wacana tulis itu merefleksikan pola pikir kultural bahasa tersebut.
Secara grafis, pola pengembangan pokok bahasan dalam paragraf dari
berbagai bahasa, yakni bahasa Inggris, bahasa Semit, bahasa Timur, bahasa
Romawi, dan bahasa Rusia, digambarkan Kaplan sebagai berikut.
Retorika oleh Kaplan didefinisikan sebagai the method of organizing
sintactic units into larger patterns atau sebagai cara pengorganisasian unit
sintaksis menjadi pola yang lebih besar tidaklah universal. Retorika bervariasi dari
satu budaya ke budaya lain, bahkan dari waktu ke waktu dalam suatu budaya.
Norma-norma sopan santun dalam budaya tertentu dan pada waktu tertentu
berpengaruh terhadap retorika.
Pola pikir kultural Indonesia yang berputar-putar ini dapat juga dipakai
sebagai salah satu penjelasan berkembangnya eufimisme yang banyak terjadi.
64
Mengapa untuk mengatakan harga dinaikan ungkapan yang dipakai adalah harga
disesuaikan, atau ditahan dengan diamankan, hutang disebut bantuan, dan lainlain. Hal ini dapat dicermati dari sudut pandang dan pola pikir kultural orang
Indonesia yang (mungkin) memang suka berputar-putar.
Orang Indonesia, dan Asia pada umumnya biasanya menyusu pola
wacananya dengan struktur penyajian topik-komen (Wijana, 1999: 2). Artinya,
bagian terpenting wacananya diletakan pada bagian belakang sedangkan alasan
dan latar belakan penyebab masalahnya diletakan pada bagian depan. Sementara
itu, orang-orang yang berlatar budaya bahasa Inggris menggunakan pola dan
strategi sebaliknya. Mereka menempatkan bagian terpenting wacananya di bagian
depan, kemudian baru menyusulinya dengan latar belakang atau alasan yang
dipandang kurang penting. Orang-orang Asia dalam menyampaikan pendapat
tidak teruusterang. Sebaliknya, orang-orang Barat terlalu berterus terrang dan
kadang-kadang dianggap kasar dan vulgar.
Orang-orang Asia merasa tidak enak untuk mengemukakan usulannya
sebelum mengemukakan alasan-alasanya terlebih dahulu. Sebaliknya, orang-orang
Barat cenderung mengemukakan usulanya lebih dahulu baru kemudian
mengemukakan alasan-alasanya. Pola, model, dan strategi penyusunan pernyataan
yang berbeda ini akan menimbulkan persepsi dan prasangka yang berbeda. Orangorang Asia beranggapan bahwa orang-orang Barat terlalu berterusterang dan
kasar. Demikian pula, orang-orang Barat berprasangka bahwa orang-orang Asia
itu tertutup (eksklusif), tidak berterus terang, dan sukar diduga (inscrutable).
Pemahaman terhadap perbedaan model penyusunan ungkapan itu akan sangat
bermanfaat guna menghindari timbulnya steereotip-stereotip yang dapat
menghamabat kerja sama (kolaborasi) di anatara kedua orang yang berbeda
budaya tadi.
Akan tetapi, retorika Indonesia terutama dengan adanya kebebasan pers di
era reformasi sekarang ini sebagian mulai begeser dari pola oriental ke
angloeuropean atau dari yang melingkar-lingkar/berputar-putar ke linear.
Pergeseran ini dapat diduga karena adanya pengaruh dunia yang mengglobal
64
termasuk juga perkembangan bahasa Indonesia itu sendira. Banyak sarjana dan
wartawan Indonesia yang meme=pelajari ilmu pengetahuan dan teknologi ke
negara-negara Barat. Selama tinggal di negara-negara tersebut, mereka mau tidak
mau harus menyesuaiakan diri dengan bahasa dan pola pikir bangsa Barat.
Akibatnya, retorika linear dapat menggeser retorika mereka yang sebelumnya
dimungkinkan melingkar-lingkar. Ketika mereka kembali ke Indonesia dan
banyak mengungkapkan gagasan ke dalam berbagai wacana dan media, pola
linear tersebut tertuang dalam tulisannya. Selanjutnya, pola pikir ini secara tidak
langsung akan berpengaruh terhadap pola pikir pembaca.
Selanjutnya, variasi bahasa jurnalistik diperoleh dengan (1) pemakaian
bebagai jenis kalimat yang berbeda menurut struktur gramatiknya (2) pemakaian
kalimat yang panjangnya berbeda-beda, dan (3) pemakaian unsur-unsur kaimat,
seperti subjek, predikat, objek, pelengkap, dan keterangan yang berselang-selang.
Dipandang dari penggunaan kosakata, bahasa Indonesia ragam jurnalistik
memerlukan istilah yang maknanya tidak taksa (ambigu). Artinya, istilahh-istilah
yang digunakan tidak memiliki tafsiran ganda. Peristilahan itu termasuk
diksi/pilihan kata yang bersama-sama dengan pilihan bangun kalimat membentuk
langgam atau gaya tulisan. Tataran diksi dalam tulisan jurnalistik lebih tinggi
daripada dalam ragam percakapan sehari-hari. Artinya, pemakaian kata untuk
pengacauan yang khas atau sugestif ataupun yang meluas tidak salah tempat.
Bahasa Indonesia ragam jurnalistik yang panjang-panjang hanya dapat direspons
secara langsung oleh pembaca yang terbiasa dan terlatih. Pembaca surat kabar itu
diharapkan tidak memperoleh informasi yang keliru. Kelugasan, keobjektipan,
dan keajegan bahasa jurnalistik itulah yang membedakan dengan ragam bahasa
sastra yang bersifat subjektif, halus, dan lentur, sehingga interpretasi pembaca
yang satu kerap kali berbeda dengan interpretasi dan apresiasi pembaca lainya.
Berdasarkan pengamatan terhadap kegiatan berbahasa para elite politik
kita melalui media massa baikcetak maupun elektronik, dapat dikllasifikasikan
empat kategori gaya berbahasa mereka. Jumlah tersebut masih dapat didiskusikan.
64
Adapun keempat gejala tersebut adalah (1) pengingkaran terhadap kenyataan, (2)
eufimisme, (3) samar-samar, dan (4) melingkar-lingkar/berputar-putar.
Berikut ini adalah ilustrasi dari keempat gejala tersebut. Pertama,
pengingkaran terhadap kenyataan. Seorang bawahan dimutasi atau diberhentikan
dari jabatanya karena ia tidak mau menuruti kemauan atasanya yang dianggap
oleh bawahanya tersebut sebagai suatu pelangggaran. Namun, ketika ditanya oleh
wartwan, si atasan tersebut mengatakan bahwa pemutasian atau ppemberhatian
tersebut bukan karena alasan dia atas melainkkan sebagai prosedur biasa dalam
kedinasan atau karena yang bersangkutan sudah saatnya pensiun.
Kedua, eufimisme. Seorang pejabat mengatakan bahwa daerahnya
tergolong prasejahtera. Kata prasejahtera tersebut digunakan sebagai pengganti
kata miskin, yang dianggapnya terlalu jelas memperlihatkan ketidakberhasilan
pembangunan di daerah tersebut.
Ketiga, samar-samar. Seorang atasan memberikan perintah kepada
bawahanya dengan bahasa yang tidak jelas, sehingga menimbulkan makna ganda
(ambiguity). Ketika terjadi pelanggaran oleh bawahanga, si atasnya dengan mudah
mengatakan bahwa ia salah menafsirkan perintah.
Keempat, berputar-putar. Seorang jaksa diperintah oleh atasanya untuk
tidak memejahijaukan seseorang yang oleh masyarakat dianggap melakukan
pelanggaran. Karena jaksa tersebut menyadari tuntutan masyarakat tetapi pada
waktu yang sama dia tidak berani melanggar perintah atasanya, maka ia mencaricari alasan yang pada dasarnya hanyalah sebagai dalih untuk tidak
memejahijaukan orang tersebut.
Dengan adanya era reformasi di berbagai bidang kehidupan yang sudah
kita rintis sejak tahun 1998 lalu, kita bertekad untuk menuju masyarakat Indonesia
baru, yaitu masyarakat yang demokratis yang penuh keterbukaan. Sistem
demokrasi dan keterbukaan memungkinkan mengalirnya arur informasi secara
efektif baik secra vertikal (ke atas dan ke bawah) maupun horizontal. Hal ini dapat
berjalan dengan baik jika di dukung oleh penggunaan bahasa jurnalistik yang
jelas, teratur, terus terang, dan jernih. Diharapkan, para jurnalis dapat
64
64
Kesalahan ini banyak dijumpai dalam surat kabar, setiap ganti baris pada
setiap kolom kelihatan asal penggal saja.
Penghematan Unsur Kata
Beberapa kata di Indonesia sebenarnya bisa dihemat tanpa mengorbankan
tata bahasa dan jelasnya arti. Misalnya :
agar supaya
agar, supaya
akan tetapi
tapi
apabila
bila
sehingga
hingga
meskipun
meski
walaupun
walau
tidak
tak
daripada
dari
lalu
Makin
kian
Terkejut
kaget
Sangat
amat
Demikian
begitu
Sekarang
kini
Ragam bahasa yang dipergunakan di dalam dunia penyiaran ada dua macam:
1. Bahasa Formal (sesuai kaidah yang berlaku)
2. Bahasa Informal atau bahasa tutur (bukan bahasa pergaulan)
Bahasa formal juga dipergunakan pada bahasa tulis, sedang bahasa informal (tidak
resmi) adalah bahasa percakapan sehari-hari. Beberapa pertimbangan yang harus
diperhatikan jika menyusun naskah karya jurnalistik penyiaran:
1. Pilih kata yang tepat dan pendek
64
Metodologi Pembelajaran
Pada dasarnya guru adalah seorang pendidik. Pendidik adalah orang
dewasa dengan segala kemampuan yang dimilikinya untuk dapat mengubah psikis
dan pola pikir anak didiknya dari tidak tahu menjadi tahu serta mendewasakan
anak didiknya. Salah satu hal yang harus dilakukan oleh guru adalah dengan
mengajar di kelas. Salah satu yang paling penting adalah performance guru di
kelas. Bagaimana seorang guru dapat menguasai keadaan kelas sehingga tercipta
suasana belajar yang menyenangkan. Dengan demikian guru harus menerapkan
metode pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik peserta didiknya.
Tiap-tiap kelas bisa kemungkinan menggunakan metode pembelajaran
yang berbeda dengan kelas lain. Untuk itu seorang guru harus mampu
menerapkan berbagai metode pembelajaran.
64
3.5.1
mengajar di kelas.
1. Metode Ceramah
Metode pembelajaran ceramah adalah penerangan secara lisan atas
bahan pembelajaran kepada sekelompok pendengar untuk mencapai tujuan
pembelajaran tertentu dalam jumlah yang relatif besar. Seperti ditunjukkan
oleh Mc Leish (1976), melalui ceramah, dapat dicapai beberapa tujuan.
Dengan metode ceramah, guru dapat mendorong timbulnya inspirasi bagi
pendengarnya.
Gage dan Berliner (1981:457), menyatakan metode ceramah cocok
untuk digunakan dalam pembelajaran dengan ciri-ciri tertentu. Ceramah
cocok untuk penyampaian bahan belajar yang berupa informasi dan jika
bahan belajar tersebut sukar didapatkan.
2. Metode Diskusi
Metode pembelajaran diskusi adalah proses pelibatan dua orang
peserta atau lebih untuk berinteraksi saling bertukar pendapat, dan atau saling
mempertahankan pendapat dalam pemecahan masalah sehingga didapatkan
kesepakatan diantara mereka. Pembelajaran yang menggunakan metode
diskusi merupakan pembelajaran yang bersifat interaktif (Gagne & Briggs.
1979: 251).
Menurut Mc. Keachie-Kulik dari hasil penelitiannya, dibanding
metode ceramah, metode diskusi dapat meningkatkan anak dalam
pemahaman konsep dan keterampilan memecahkan masalah. Tetapi dalam
transformasi pengetahuan, penggunaan metode diskusi hasilnya lambat
dibanding penggunaan ceramah. Sehingga metode ceramah lebih efektif
untuk meningkatkan kuantitas pengetahuan anak dari pada metode diskusi.
3. Metode Demonstrasi
64
64
5. Metode Resitasi
Metode Pembelajaran Resitasi adalah suatu metode pengajaran dengan
mengharuskan mahasiswa membuat resume dengan kalimat sendiri.
Kelebihan Metode Resitasi adalah :
a. Pengetahuan yang diperoleh peserta didik dari hasil belajar sendiri
akan dapat diingat lebih lama.
b. Peserta didik memiliki peluang untuk meningkatkan keberanian,
inisiatif, bertanggung jawab dan mandiri.
Metode Eksperimental
Metode
pembelajaran
eksperimental
adalah
suatu
cara
pengelolaan
64
solving
dapat
menggunakan
metode-metode
lainnya
yang
64
wawasan
oleh
tanpa
mahasiswa.
melihat
Seorang
kualitas
dosen
harus
pendapat
yang
pandai-pandai
64
BAB IV
EVALUASI
4.1
Pengertian Evaluasi
Sudiono (2001) mengemukakan bahwa secara harfiah kata evaluasi berasal
dari bahasa Inggris evaluation, dalam bahasa Indonesia berarti penilaian. Akar
katanya adalah value yang artinya nilai. Jadi istilah evaluasi menunjuk pada suatu
tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai dari sesuatu.
Evaluation The systematic process of collecting, analyzing, and
interpreting information to determine the extent to which pupils are
achieving instructional objectives.
Frey, Barbara A., and Susan W. Alman. (2003)
Evaluasi adalah proses sistematis pengumpulan, analisis, dan interpretasi
informasi untuk menentukan sejauh mana siswa yang mencapai tujuan
instruksional)
4.2
64
strategi
belajar
mengajar,
aspek-aspek
program
64
: Bahasa Jurnalistik
Dosen
Semester
: VI
Hari, tanggal
Waktu
64
: Bahasa Jurnalistik
Dosen
Semester
: VI
Hari, tanggal
Waktu
64
Kera Gila Diburu Menggunakan Senjata Sneper : Empat Warga Jadi Korban Gigitan
Klungkung ( Metrobali.com )
Kera gila yang sebelumnya diinformasikan oleh warga dikatakan telah menewaskan 1 warga
Banjarangkan karena gigitanya setelah Metrobali.com datang ke TKP informasi itu tidak benar,
namun setelah digali kebenaran ternyata ada 4 (empat) warga yang jadi korban gigitannya. Ke 4
( empat ) warga tersebut dalam keadaan selamat dan ada yang masih berobat jalan.
Diantara korban yang masih berobat jalan adalah Ketut Widia 60 asal Dusun Selat, Desa/Kec.
Banjarangkan, dan Ni Ketut Srati 60 asal Dusun Koripan Tengah, Banjarangkan, sedangkan yang
sebelumnya digigit oleh kera gila adalah Komang Gede Tantra 30 warga setempat sebulan yang
lalu digigit kaki kanannya.
Ya sebulan yang lalu lutut kaki kanan saya digigit, waktu itu saya sedang melintas dipersawahan
hendak mencari rumput tiba tiba saja kera tersebut menyerang kaki kanan dan saya sempat
memukul kepalanya sebanyak 3 kali, dan kera tersebut kabur ujar Tantra di TKP sambil
menunjuk lutut kaki kanannya bekas digigit kera.
Sedangakan korban Ni Made Rai 65 di TKP mengatakan 15 hari yang lalu dirinya juga digigit kera
yang sama. Niki napi bais tiange lad cegut bojog ( ini apa kaki saya bekas digigit kera ),
ujarnya sambil meperperlihatkan belakang pergelangan kaki kanan. Di TKP Rai mununjukan
dimana korban Ketut Widia pada Jumt ( 21/12 ) sekira pukul 10.00 wita digigit kera.
Ketika itu Widia sedang menyabit rumput entah dari mana datangnya kera tiba tiba menyerangnya
dan menggigit kaki kanan hingga urat nadi putus. Sehabis menggigit kera tersebut lari
meninggalkan Widia dalam keadaan kaki luka mengeluarkan darah deras mengalir. Widia berusaha
pergi dari TKP dengan cara merangkak sambil memegang luka dikakinya mencari bantuan.
Dengan menempuh jarak 300 meter akhirnya Widia ditolong oleh tukang yang sedang bekerja.
Oleh warga yang kebetulan lewat Widia dilarikan ke RSUD Klungkung. Karena luka yang cukup
serius dimana urat nadinya putus kemudian Widia dirujuk ke RSUP Sanglah. Saat dihubungi pia
poselnya Widia mengakui sempat dirawat di RSUP Sanglah.
64
Ya pak gigitan kera itu menyebabkan urat nadi terputus, dimana kedalaman gigitannya hingga 5
cm dan luka robek 10 cm ujarnya. Saya sekarang berada di rumah anak di Denpasar sambil
berobat jalan, mengenai urat yang putus sudah disambung oleh doter, imbuhnya.
Sementara korban Ni Ketut Srati 60 asal Dusun Koripan Tengah, Banjarangkan. Ditemui di
rumahnya tampak korban sedang duduk diteras dengan pergelangan kaki kanan dibalut perban.
Menurutnya ketika itu pada kamis ( 20/12 ) sekira pukul 12.00 wita dirinya sedang mencari daun
pisang disawah tiba tiba entah dari mana kera tersebut datang langsung menggit kaki kanannya.
Begitu habis digigit, kera itu melihat saya ujarnya. Saya sehabis digigit langsung mundur dalam
posisi duduk sambil memegang kaki yang terluka, kera tersebut terus menatap saya begitu suami
( Made Wardi 62 ) saya datang kera tersebut langsung kabur, suami saya sempat mengejarnya
namun kalah cepat, imbuhnya.
Sementara di TKP terpantau perburuan Kera Gila dilakukan pihak anggota Polsek Banjarangkan
yang dibantu masyarakat dan Dinas Peternakan lengkap dengan senjata dan tulup. Perburuan kera
gila dilakukan pada hari Sabtu ( 22/12 ) sekira pukul 08.00 wita. Terpantau anggota Polsek
Banjarangkan membawa Sneper bersama warga yang membawa sabit dan tongkat menyisir
disekitar wilayah TKP yaitu Subak Sema Agung, Banjarangkan, Klungkung. Dalam pencarian
hingga radius 1 km namun kera gila yang diburu tidak ditemukan.
Sementara Kapolsek Banjarangkan AKP Putu Ardana disela sela perburuan mengatakan pencarian
kera ini akan kita lakukan hingga ketemu, hal ini pihaknya sudah berkoordinasi dengan kepala
desa,dan dinas peternakan untuk menangkap kera yang sangat meresahkan masyarakat, ujarnya.
Dihimbau kepada warga yang memelihara kera agar bisa mengawasi hingga tidak sampai lepas
ikatannya, imbuh Ardana.. ***
64