You are on page 1of 107

Perancangan Desain Kurikulum dan Silabus

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Pengertian Kurikulum
Kurikulum dan pendidikan merupakan dua konsep yang harus dipahami

terlebih dahulu sebelum membahas mengenai pengembangan kurikulum. Sebab,


dengan pemahaman yang jelas atas kedua konsep tersebut diharapkan para
pengelola pendidikan, terutama pelaksana kurikulum, mampu melaksanakan
tugasnya dengan sebaik-baiknya. Kurikulum dan Pendidikan bagaikan dua keping
uang, antara yang satu dengan yang lainnya saling berhubungan dan tak bisa
terpisahkan.
Pendidikan, sebagai usaha dan kegiatan manusia dewasa terhadap manusia
yang belum dewasa, bertujuan untuk menggali potensi-potensi tersebut agar
menjadi aktual dan dapat dikembangkan. Dengan begitu, pendidikan adalah alat
untuk memberikan rangsangan agar potensi manusia tersebut berkembang sesuai
dengan apa yang diharapkan. Dengan berkembangnya potensi-potensi itulah
manusia akan menjadi manusia dalam arti yang sebenaruya. Di sinilah,
pendidikan sering diartikan sebagai upaya manusia untuk memanusiakan manusia.
Sehingga mampu memenuhi tugasnya sebagai manusia dan menjadi warga negara
yang berarti bagi suatu negara dan bangsa.
Dalam bab ini, dibahas beberapa pengertian kurikulum secara etimologi
dan beberapa pengertian menurut para ahli.
1.1.1

Secara Etimologi
Secara Etimologis, kurikulum berasal dari bahasa Yunani, yaitu carier

yang artinya pelari dan curare yang berarti tempat berpacu. Jadi, istilah kurikulum
berasal dari dunia olah raga pada zaman Romawi Kuno di Yunani, yang
mengandung pengertian suatu jarak yang harus ditempuh oleh pelari dari garis
start sampai garis finish.

Tugas Akhir Desain Kurikulum dan Silabus

64

Perancangan Desain Kurikulum dan Silabus

1.1.2

Pengertian Kurikulum Menurut Para Ahli


Setiap kurikulum memiliki orientasi atau titik fokus yang berbeda beda.

Ada yang berorientasi pada materi, ada yang berorientasi pada tujuan, ada yang
berorientasi pada kompetensi. Kurikulum kurikulum itu sebagai titik tumpu
seorang guru dalam membelajarkan siswa.
Guru-guru yang taat kurikulum hampir tidak berani berkreasi dari
kurikulum. Keluar sama dengan pelanggaran. Pelanggaran sama dengan melawan.
Akan tetapi, ada juga guru yang menganggap bahwa kurikulum hanya sebagai
patokan saja. Kreativitas guru amat dipentingkan. Dengan demikian, anak didik
dapat berkreasi dan guru lebih leluasa. Tidak seperti kerbau dicocok hidungnya.
Sebuah kurikulum memiliki harapan. Paling tidak harapan itu dapat
menghasilkan output atau sumber daya manusia yang mampu menguasai Iptek
dan mampu beradaptasi dengan kemajuan zaman dewasa ini berdasarkan iman
dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa . Sumber Daya Manusia agar nantinya
bisa bersaing dalam era globalisasi seiring dengan perkembangan iptek yang
begitu cepat.
Istilah kurikulum pertama kali digunakan dalam dunia olah raga pada
zaman Yunani Kuno yang berasal dari kata curir dan curere, Pada waktu itu,
kurikulum diartikan sebagai jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari.
Selanjutnya, istilah kurikulum diunakan dalam dunia pendidikan. Kurikulum
berhubungan dengan usaha mengembangkan potensi peserta didik. Peserta didik
diharapkan mencapai tingkat tertinggi dalam mengaktualisasikan dirinya. Dan
hasil pembelajarannya benar benar bermakna bagi dirinya maupun bagi
lingkungannya. Murray Print (1993 dalam Wina Sanjaya, 2010) mengatakan
bahwa kurikulum meliputi:
1.

Planned learning experiences;

2.

Offered within an educatinal institusion/ program;

3.

Represented as a document; and

4.

Includes experiences resulting from implementing that document.

Tugas Akhir Desain Kurikulum dan Silabus

64

Perancangan Desain Kurikulum dan Silabus

Kurikulum sebagai mata pelajaran yang harus dikuasai oleh anak didik
dalam proses perencanaannya memiliki ketentuan sebagai berikut:
1. Perencanaan kurikulum biasanya menggunakan judgment ahli bidang
studi. Dengan mempertimbangkan faktor faktor sosial dan faktor
pendidikan, ahli tersebut menentukan mata pelajaran yang harus diajarkan
pada siswa.
2. Dalam menentukan dan menyeleksi kurikulum perlu dipertimbangkan
beberapa hal seperti tingkat kesulitan, minat siswa, urutan bahan pelajaran,
dan lain sebaginya.
3. Perencanaan dan implementasi kurikulum ditekankan kepada penggunaan
metode dan strategi pembelajaran yang memungkinan anak didik dapat
menguasai

materi

pelajaran,

semacam

menggunakan

pendekatan

ekspositori.
Pandangan yang menganggap bahwa kurikulum sebagai sejumlah mata
pelajaran merupakan pandangan yang dianggap tradisional.
Ketidakpuasan

terhadap

hasil

pendidikan

di

samping

karena

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut pemikiran yang lebih


maju mengenai kurikulum. Peserta didik tidak hanya cukup dibekali dengan
penguasaan bidang studi yang tertera dalam kurikulum. Peserta didik juga
diharapkan mampu mengembangkan potensi dirinya, bakat dan minatnya secara
maksimal, memiliki moralitas, karakter, kepribadian bangsa bahkan diharapkan
dapat menguasai berbagai macam keterampilan sebagai kecakapan hidupnya ( life
skill) untuk memenuhi dunia kerja.
Tuntutan ini menjadikan pergeseran dalam memandang sebuah kurikulum.
Kurikulum bukan lagi sejumlah bidang studi, tetapi lebih dari itu dipandang
sebagai pengalaman belajar peserta didik. Kurikulum adalah seluruh kegiatan
yang dilakukan siswa baik di dalam maupun di luar sekolah asal kegiatan itu
berada di bawah tanggung jawab guru ( sekolah).
Pemikiran para ahli terus berkembang. Kurikulum yang berorientasi pada
pengalaman dipandangnya memiliki kelemahan. Kelemahan yang paling kentara

Tugas Akhir Desain Kurikulum dan Silabus

64

Perancangan Desain Kurikulum dan Silabus

adalah bagaimana menentukan mengukur pengalaman itu? Oleh kaena itu


kurikulum sebagai suatu pengalaman dianggap amat luas. Karena keluasannya
itulah, maka makna kurikulum menjadi kabur dan tidak fungsional.
Kurikulum sebagai suatu rencana tampaknya juga sejalan dengan rumusan
kurikulum menurut undang undang pendidikan kita. Undang Undang Nomor
20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dikatakan, kurikulum adalah
seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara
yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar.
Yang dimaksud dengan isi dan bahan pelajaran itu sendiri adalah susunan dan
bahan kajian dan pelajaran untuk mencapai tujuan penyelengaraan satuan
pendidikan yang bersangkutan dalam rangka upaya pencapaian tujuan pendidikan
nasional.
Batasan di atas jelas mengatakan bahwa kurikulum memiliki dua aspek
pertama rencana yang harus dijadikan pedoman dalam pelaksanaan proses belajar
mengajar oleh guru dan kedua isi dan cara pelaksanaan rencana itu keduanya
digunakan sebagai upaya mencapai tujuan pendidikan nasional.
1.2

Pentingnya Kurikulum
Kurikulum merupakan suatu hal yang penting karena kurikulum bagian

dari program pendidikan. Tujuan utamanya adalah meningkatkan kualitas


pendidikan dan bukan semata-mata hanya menghasilkan suatu bahan pelajaran.
Kurikulum tidak hanya memperhatikan perkembangan dan pembangunan masa
sekarang tetapi juga mengarahkan perhatian ke masa depan. Tujuan pendidikan
sekolah lebih luas dan kompleks karena dituntut selalu sesuai dengan perubahan.
Kurikulum harus selalu diperbarui sejalan dengan perubahan itu. Untuk mencapai
tujuan pendidikan yang ditetapkan, kurikulum harus disusun secara strategis dan
dirumuskan menjadi program-program tertentu. Karena harus selalu relevan
dengan perubahan masyarakat, penyusunan kurikulum harus mempertimbangkan
berbagai macam aspek seperti perkembangan anak, perkembangan ilmu

Tugas Akhir Desain Kurikulum dan Silabus

64

Perancangan Desain Kurikulum dan Silabus

pengetahuan, perkembangan kebutuhan masyarakat dan lapangan kerja dan


sebagainya.
Perencanaan kurikulum harus meliputi beberapa aspek diantaranya tujuan,
bahan, sumber, kegiatan belajar mengajar dan evaluasi sebagai dasar untuk
menetapkan kurikulum.
1.3

Kurikulum Pengajaran Bahasa


Dalam pembelajaran bahasa, menurut Oxford (2001) dan Richards serta

Rogers (2001) bentuk kurikulum terpadu terdapat dalam dua jenis, yakni:
Pembelajaran Berbasis Isi (Content-Based Instuction) dan Pembelajaran Berbasis
Tugas (Task-based Instruction). Yang pertama menekankan pembelajaran isi
melalui bahasa, sementara yang kedua memusatkan pada melakukan berbagai
kegiatan dalam penggunaan bahasa secara komunikatif.
Berbagai ahli pembelajaran bahasa kedua atau asing (lihat Brown, 2001:
234-8; Oxford dan Scarcella (1992)) terdapat sekurang-kurangnya tiga model
pembelajaran bahasa terpadu berbasis isi, yakni: (1) model pembelajaran berbasis
tema (the heme-based model), model ini memadukan keterampilan berbahasa
dengan unsur-unsur bahasa melalui pilihan tema; (2) model imersi, pembelajaran
bahasa kedua atau asing melalui berbagai mata pelajaran baik dalam bahasa siswa
maupun bahasa kedua atau asing, dikenal pula dengan model pembelajaran
dwibahasa; (3) model pembelajaran bahasa untuk kebutuhan khusus, dalam
pembelajaran bahasa Inggris dikenal dengan English for Specific Purposes, yakni
pembelajaran bahasa ini dengan mengaitkannya dengan bidang keilmuan yang
dipelajari oleh siswa.
Dasar pemikiran atau alasan yang dimaksud dalam pengembangan
kurikulum bahasa adalah sebagai berikut.
1. Pengembangan kurikulum bahasa merupakan aspek dari bidang yang lebih
luas dari kegiatan pendidikan yang dikenal sebagai pengembangan
kurikulum atau studi kurikulum.
2. Pengembangan kurikulum berfokus pada menentukan pengetahuan,
keterampilan, dan nilai-nilai siswa belajar di sekolah, pengalaman yang

Tugas Akhir Desain Kurikulum dan Silabus

64

Perancangan Desain Kurikulum dan Silabus

harus disediakan untuk membawa hasil pembelajaran yang dimaksudkan,


dan bagaimana proses belajar mengajar di sekolah atau sistem pendidikan
dapat direncanakan, diukur, dan dievaluasi.
3. Pengembangan kurikulum bahasa berfokus diantaranya pada merancang,
merevisi, pelaksanaan, dan evaluasi program bahasa.
(Richards, 2001: 2)
Pengembangan kurikulum bahasa memberi perhatian besar pada prinsipprinsip dan prosedur-prosedur bagi perencanaan, penyebaran, pengelolaan, dan
penilaian pengajaran dan pembelajaran bahasa. Proses-proses pengembangan
kurikulum dalam pengajaran bahasa terdiri dari analisis kebutuhan, penetapan
tujuan, rancang bangun silabus, metodologi, pengujian dan penilaian. Analisis
kebutuhan dapat berfokus pada parameter-parameter umum program bahasa atau
pada kebutuhan komunikatif khusus para pemelajar bahasa. prosedur-prosedur
analisis kebutuhan menurunkan sejumlah data, termasuk informasi mengenai
konteks program bahasa, para pemelajar, para pembelajar, dan faktor-faktor
administratif yang memengaruhi program tersebut. Informasi ini selanjutnya
digunakan dan dimanfaatkan dalam perencanaan program itu sendiri. (Richards,
2001: 1-3).
Jadi kian jelaslah bagi kita bahwa kurikulum merupakan suatu konsep
yang luas dan kompleks. Kurikulum yang pada dasarnya bertujuan sebagai
pernyataan-pernyataan umum mengenai hasil-hasil yang diharapkan dari suatu
program bahasa, dan menggambarkan apa yang diyakini para perencana
kurikulum merupakan tujuan-tujuan program yang diinginkan dan dapat dicapai
berdasarkan kendala-kendala yang tercermin dalam analisis kebutuhan. Cita-cita
dapat digunakan sebagai dasar bagi pengembangan pemerian-pemerian yang lebih
terperinci mengenai hasil-hasil program yang diinginkan (tujuan-tujuan program).
Pernyataan-pernyataan cita-cita mengacu pada unsur-unsur program yang secara
aktual terus diarahkan/dituju oleh pengajaran. Dalam pengajaran bahasa, berbagai
cara untuk menyatakan tujuan-tujuan program biasanya dilaksanakan, termasuk

Tugas Akhir Desain Kurikulum dan Silabus

64

Perancangan Desain Kurikulum dan Silabus

tujuan-tujuan behavioral yang berdasarkan keterampilan, yang berdasarkan isi,


dan yang berdasarkan kecakapan atau keahlian.
1.4

Profil Target Pembelajar


Mahasiswa yang dijadikan profil di sini adalah mahasiswa Program Studi

Pendidikan Bahasa Indonesia dan Daerah, Bidang Ilmu Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia.
Mahasiswa pada program studi ini hampir semua berasal dari Bali, namun
ada beberapa mahasiswa berasal dari luar Bali. Pada umumnya mahasiswa yang
masuk memang disiapkan menjadi seorang guru. Langkah-langkah proses
penerimaan mahasiswa baru sebagai berikut:
1. Tes Potensi Akademik
2. Tes Wawancara
Tahun Akademik 2012/2013, Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia
dan Daerah, Bidang Ilmu Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas
Pendidikan Bahasa dan Seni, IKIP PGRI Bali memiliki mahasiswa sebanyak 95
orang.
1
2
3

Jenis Kelamin
Umur Mahasiswa
Motivasi

Tujuan

dan

:
:
:

Minat :

Belajar

Laki-laki dan Perempuan


18-20 Tahun
Ingin menjadi seorang
memiliki

skill

maupun

non

dibidang

guru

dan

akademik

akademik

yang

mendukung pekerjaan mereka kelak.


Ingin
meningkatkan
kemampuan
akademik maupun non akademik dan
memiliki minat belajar yang tinggi.

1.5

Profil Target Lulusan


Lulusan memiliki berkemampuan akademik yang profesional yang gayut

dengan bidang ilmunya agar mampu menjunjung tinggi almamaternya,


berkepribadian Indonesia, bermoral tinggi, berbudi luhur, berwawasan kebangsaan
serta tanggap terhadap keadaan, tantangan dan perubahan yang timbul dan mampu

Tugas Akhir Desain Kurikulum dan Silabus

64

Perancangan Desain Kurikulum dan Silabus

menemukan alternatif yang terbaik untuk mengatasinya dalam kerangka tanggung


jawabnya atas kelangsungan hidup Bangsa dan Negara Kesatuan Republik
Indonesia, berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia dan Daerah, Bidang Ilmu
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni,
IKIP PGRI Bali memiliki target lulusan berupa sarjana (ilmuwan) kependidikan
dan/atau tenaga pengajar bahasa Indoensia yang berkualitas dengan indikator
sebagai berikut:
1. memiliki proficiency bahasa Indonesia setara dengan skor proficiency 650
pada UKBI (Ujian Kemahiran Berbahasa Indonesia);
2. menguasai teori, ancangan, serta metodologi pembelajaran bahasa
Indonesia;
3. menguasai teori dan mampu melaksanakan penelitian kependidikan yang
inovatif;
4. menguasai serta mampu mengembangkan kurikulum, silabus, dan
berbagai dokumen kelengkapan pembelajaran bahasa Indonesia;
5. menguasai serta mampu menerapkan teori pengembangan materi dan
media pembelajaran bahasa Indonesia;
6. menguasai dan mampu menerapkan mekanisme evaluasi (asesmen)
pembelajaran bahasa Indonesia;
7. menguasai dan mampu mengintegrasikan TIK ke dalam berbagai bentuk
penelitian

kependidikan

dan

pengembangan

pembelajaran

bahasa

Indonesia; dan
8. lulusan yang mempunyai integritas tinggi dan mampu memelihara serta
mengembangkan ilmu pengetahuannya sehingga mempunyai bekal yang
cukup untuk melanjutkan studi ke jenjang atau tingkat yang lebih tinggi
dan mampu berperan serta dalam pengembangan keguruan, ilmu
pengetahuan, dan penelitian empiris maupun normatif khususnya di
bidang Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.

Tugas Akhir Desain Kurikulum dan Silabus

64

Perancangan Desain Kurikulum dan Silabus

BAB II
PERANCANGAN PEMBELAJARAN
2.1

Analisis Kebutuhan
Pemikiran mengenai analisis kebutuhan (Cohen, Lawrence & Morrison,

2001) telah ada di dunia pendidikan lebih dari seabad, berasal dari kesejahteraan
social (misalnya, perumahan., ketenaga kerjaan, pencegahan kejahatan, dan
program pendidikan kemiskinan), program kesehatan dan penelitian kebijakan
sosial.

Salah satu kegunaan analisis kebutuhan ialah: mengenali (identify)

kebutuhan peserta belajar.


Dalam merencanakan suatu analisis kebutuhan ada 4 tahap yang harus
diikuti:
1. Tentukan tujuan analisis kebutuhan dan definisikan apa yang dimaksud
dengan kebutuhan yang akan dianalisis.
2. Kenali (Identify) fokus analisis kebutuhan.
3. Tentukan metodologinya, cara pengambilan sampel, penginstrumentasian,
pengumpulan data, prosedur analisis, dan kriteria yang digunakan untuk
menilai besaran, lingkup, tingkat, serta kepelikan kebutuhan tersebut, dsb.
4. Tentukan pelaporan dan penyebaran hasilnya. (Cohen & dkk, 2001).
Analisa atau analisis dalam kajian linguistik diartikan dengan sebuah
kajian yang dilaksanakan terhadap sebuah bahasa guna meneliti struktur bahasa
tersebut secara mendalam. Analisis juga diartikan dengan penyelidikan terhadap
suatu peristiwa baik berupa karangan atau sebuah perbuatan untuk mengetahui
keadaan yang sebenarnya dari segi sebab-musabab maupun duduk perkaranya.

Tugas Akhir Desain Kurikulum dan Silabus

64

Perancangan Desain Kurikulum dan Silabus

Kebutuhan dapat diartikan dengan sesuatu yang dibutuhkan. Atau sebuah


kesenjangan antara apa yang ada dan apa yang seyogyanya ada. Sedangkan
kebutuhan bagi seorang pendidik adalah sesuatu yang digunakan untuk
menentukan latar belakang atas konsep keanekaragaman yang tidak terbatas, guna
menyeleksi bidang-bidang normatif yang mengandung kekurangan untuk
disediakan penyesuaiannya oleh pendidik.
Kebutuhan sebagai sesuatu yang urgen dalam perencanaan kurikulum,
berkaitan erat dengan pengembangan kurikulum dan pembelajaran. Kebutuhan
dalam

konsep

ini

didefinisikan

sebagai

actual

circumstance

(keadaan

aktual/keadaan yang sedang diperbincangkan) dan envisional ideal circumtance


(keadaan ideal yang dicita-citakan). Atau dengan kata lain, suatu perbedaan antara
keadaan riil dan kondisi ideal.
Kurikulum adalah segala pengalaman pendidikan yang diberikan oleh
sekolah kepada seluruh anak didiknya, baik dilakukan didalam maupun diluar
sekolah. Pengalaman anak didik disekolah diperoleh melalui mengikuti pelajaran
di kelas, praktek keterampilan, latihan-latihan olahraga dan kesenian, karya wisata
atau praktek di laboratorium. Menurut pandangan tradisional, kurikulum adalah
rencana pendidikan dan pengajaran atau program pendidikan. Karena kurikulum
terdiri atas mata pelajaran tertentu yang harus diajarkan kepada mahasiswa yang
diambil dari buku-buku pelajaran tertentu yang dipandang baik.
Sehingga tujuan dari analisis kebutuhan dalam pengembangan kurikulum
bahasa adalah :
a. Menyediakan mekanisme pemerolehan gagasan yang lebih luas dan
menyeluruh

tentang

isi,

rancang

bangun

dan

implementasi

program/kurikulum bahasa.
b. Mengenali kebutuhan bahasa umum dan khusus yang bermanfaat bagi
pengembangan maksud, tujuan, dan isi bagi program bahasa.
c. Menyediakan data yang berguna bagi peninjauan ulang dan peninjauan
program bahasa yang ada.

Tugas Akhir Desain Kurikulum dan Silabus

64

Perancangan Desain Kurikulum dan Silabus

Sehubungan dengan kebutuhan mahasiswa yang sangat beragam, oleh


karena itu kita perlu menganalisis berbagai kebutuhan itu. Analisis kebutuhan
merupakan salah satu variabel peserta belajar yang sangat penting. Faktor yang
dijadikan pusat perhatian dalam analisis ini ialah kemampuan non akademik
mahasiswa yaitu dapat menjadi seorang jurnalis selain kemampuan akademik
mereka yang dipersiapkan menjadi seorang guru bahasa Indonesia, sikap dan
motivasi, serta peranan bahasa pertama peserta belajar.
Analisis kebutuhan mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa
Indonesia dan Daerah, Bidang Ilmu Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia,
Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni, IKIP PGRI Bali yang dipersiapkan menjadi
seorang jurnalis selain menjadi seorang guru sebagai berikut.
1. Mahasiswa

ingin

memahami

seluk-beluk

dan

tata

cara

kerja

kejurnalistikan.
2. Mahasiswa ingin terampil melakukan wawancara dan liputan jurnalistik di
lapangan.
3. Mahasiswa ingin terampil menulis berita, feature, dan opini untuk dimuat
di media massa cetak dan elektronik.
4. Mahasiswa

ingin

terampil

menyeleksi

karya

tulis

yang

akan

dipublikasikan melalui media massa cetak maupun elektronik.


2.2

Analisis Faktor Lingkungan


Analisis faktor lingkungan ini membahas tentang lokasi tempat belajar,

sarana dan prasarana, suasana belajar dan media pembelajaran.


2.2.1

Lokasi
Lokasi tempat belajar berada di dua tempat yaitu di Kampus I IKIP PGRI

Bali yang beralamat di Jalan Seroja, Tonja, Denpasar Utara dan di Kampus II
IKIP PGRI Bali Jalan Akasia, Sumerta, Denpasar Timur
2.2.2

Sarana dan Prasarana

Tugas Akhir Desain Kurikulum dan Silabus

64

Perancangan Desain Kurikulum dan Silabus

Prasarana, sarana, dan pendanaan yang memungkinkan terciptanya


interaksi akademik antara sivitas akademika:
1. Ruang administrasi, baik di Institut maupun di Fakultas, sebagai tempat
pegawai melayani kebutuhan informasi dan administrasi mahasiswa.
2. Ruang kuliah yang terletak di dua tempat, yaitu Kampus Seroja untuk
perkuliahan mahasiswa Bidang Ilmu Pendidikan Bahasa dan Sastra Bali
dan Kampus Akasia untuk perkuliahan mahasiswa Bidang Ilmu
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia) dengan fasilitas belajar yang
memadai, yang meliputi white board, LCD, dan kipas angin. Selain untuk
kuliah, ruang kelas juga

menjadi tempat interaksi yang efisien dan

kondusif bagi mahasiswa dalam berdiskusi atau menyelesaikan tugastugasnya.


3. Ruang Pmpinan Fakultas maupun Pimpinan Program Studi di Kampus
Akasia yang dilengkapi AC menjadi tempat yang nyaman untuk melayani
dosen, karyawan, maupun mahasiswa.
4. Ruang dosen yang dilengkapi AC dan bersih menjadi tempat yang nyaman
untuk memberikan bimbingan kepada mahasiswa atau tempat berinteraksi
dengan dosen lain yang memerlukaan.
5. Area diskusi dalam ruang dosen dan kantor yang dapat digunakan untuk
membahas berbagai macam kajian ilmiah, bimbingan skripsi, maupun
diskusi lainnya antardosen maupun antara dosen dengan mahasiswa.
6. Ruang Perpustakaan Institut di lantai 2 Kampus Seroja dan Ruang Baca
Fakultas di Kampus Akasia dengan fasilitas memadai sebagai sumber
belajar dan juga terdapat area diskusi yang menjadi media interaksi yang
efisien dan kondusif bagi mahasiswa. Setiap tugas akhir (skripsi)
mahasiswa yang telah lulus sarjana maupun karya-karya ilmiah mahaiswa
dan dosen di simpan di Perpustakaan Institut maupun Ruang Baca
Fakultas.
7. Laboratorium Micro Teaching dengan pembagian meliputi: ruang simulasi
keterampilan dasar mengajar dan ruang observasi dosen dan mahasiswa.

Tugas Akhir Desain Kurikulum dan Silabus

64

Perancangan Desain Kurikulum dan Silabus

8. Laboratorium komputer sebagai tempat dosen melatih mahasiswa


menggunakan berbagai program komputer.
9. Ruang Paseban di lantai 1 dengan setting meja-kursi amfiteater,
dilengkapi dengan microphone di setiap meja mimbar (bagian depan
ruangan/daerah pembicara) dan microphone tanpa kabel untuk peserta,
AC, LCD. Ruangan ini biasanya digunakan untuk rapat pimpinan (pejabat
struktural), rapat dosen dan atau karyawan, rapat kepanitiaan, ceramah,
penataran, pelatihan, dan berbagai kegiatan pertemuan lainnya.
10. Ruang Auditorium yang digunakan sebagai tempat seminar internasional,
seminar nasional, pelatihan/workshop bagi dosen atau mahasiswa.
11. Aula Serba Guna yang luas di Kampus Seroja yang dilengkapi panggung
dan sound system digunakan sebagai tempat seminar, ceramah, kuliah
umum, pelatihan, workshop, latihan dan ujian praktik MC, latihan dan
ujian praktik pentas drama, sanggar sastra, pertunjukan, dll. Demikian pula
di Kampus Akasia terdapat aula yang kapasistasnya lebih kecil
dibandingkan dengan aula Kampus Seroja.
12. Ruang Studio sebagai tempat latihan MC, drama, presenter, penyiar, dll.
13. Ruang BEM dan HMPS sebagai tempat mahasiswa merencanakan,
menyiapkan, dan mendiskusikan kegiatan kemahasiswaan dan pengabdian
masyarakat.
Prasarana pendukung lain, seperti:
1. Deretan kursi panjang di lobi lantai 1 Kampus Seroja atau kursi-kursi di
depan ruangan kelas yang dapat digunakan sebagai area diskusi bagi
mahasiswa.
2. Papan pengumuman di depan kelas dan kantor.
3. Jaringan internet wi-fi di wilayah kampus untuk mencari informasi iptek
yang terbaru dan

memungkinkan sivitas akademika dapat berinteraksi

secara online melalui situs jejaring sosial.

Tugas Akhir Desain Kurikulum dan Silabus

64

Perancangan Desain Kurikulum dan Silabus

4. Tersedianya dana untuk penyelenggaraan seminar dan pelatihan serta


bantuan dana kepada dosen untuk mengikuti seminar dan kegiatan sejenis
di luar perguruan tinggi.
5. Tersedianya dana Himpunan Mahasiswa Program Studi (HMPS) dan
Badan Eksekutif

Mahasiswa

(BEM) untuk

mendukung

kegiatan

mahasiswa. Seminar akademik mahasiswa dilakukan secara rutin setiap


bulan April dan Oktober.
6.

Prasarana, sarana, dan dana tersebut telah dapat memberikan wadah atau
fasilitas bagi berlangsungnya kegiatan akademik yang kondusif di antara
sivitas akademika.

2.2.3

Suasana Belajar
Pembelajaran dimulai pada pukul 08.00 sampai pukul 11.30. Pagi hari

merupakan waktu belajar yang ideal sehingga dapat mendukung suasana belajar
yang menyenangkan.
2.2.4

Media Pembelajaran

1.

Papan tulis & spidol

2.

LCD

3.

Laptop

4.

Tape

5.

Wireless Microphone

2.3

Pengertian dan Macam-Macam Silabus

2.3.1

Pengertian Silabus
Ada beberapa pengertian silabus menurut pendapat beberapa ahli yaitu

sebagai berikut.
Menurut Hutchinson dan Waters (1987) syllabus is a document which says
what will (or at least what would) be learnt. Silabus adalah sebuah dokumen
tentang apa yang akan dipelajari.

Tugas Akhir Desain Kurikulum dan Silabus

64

Perancangan Desain Kurikulum dan Silabus

Istilah silabus dapat didefinisikan sebagai "Garis besar, ringkasan, ikhtisar,


atau pokok-pokok isi atau materi pelajaran" (Salim, 1987: 98 dalam Depdiknas
2008:14). Istilah silabus digunakan untuk menyebut suatu produk pengembangan
kurikulum berupa penjabaran lebih lanjut dari SK dan KD yang ingin dicapai, dan
materi pokok serta uraian materi yang perlu dipelajari peserta didik dalam rangka
mencapai SK dan KD. Seperti diketahui, dalam pengembangan kurikulum dan
pembelajaran, terlebih dahulu perlu ditentukan SK yang berisikan kebulatan
pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang ingin dicapai, materi yang harus
dipelajari, pengalaman belajar yang harus dilakukan, dan sistem evaluasi untuk
mengetahui pencapaian SK. Dengan kata lain, pengembangan kurikulum dan
pembelajaran menjawab pertanyaan (1) Apa yang akan diajarkan (SK, KD, dan
Materi Pembelajaran); (2) Bagaimana cara melaksanakan kegiatan pembelajaran,
metode, media); (3) Bagaimana dapat diketahui bahwa SK dan KD telah tercapai
(indikator dan penilaian).
Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata
pelajaran/tema tertentu yang mencakup SK, KD, materi pembelajaran, kegiatan
pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi, penilaian, alokasi waktu, dan
sumber belajar. Silabus bermanfaat sebagai pedoman dalam pengembangan
pembelajaran lebih lanjut, seperti pembuatan rencana pembelajaran, pengelolaan
kegiatan pembelajaran, dan pengembangan sistem penilaian. Silabus merupakan
sumber pokok dalam penyusunan rencana pembelajaran, baik rencana
pembelajaran untuk satu SK maupun satu KD. Silabus juga bermanfaat sebagai
pedoman untuk merencanakan pengelolaan kegiatan pembelajaran, misalnya
kegiatan belajar secara klasikal, kelompok kecil, atau pembelajaran secara
individual. Demikian pula, silabus sangat bermanfaat untuk mengembangkan
sistem penilaian. Dalam pelaksanaan pembelajaran berbasis kompetensi sistem
penilaian selalu mengacu pada SK, KD, dan indikator yang terdapat di dalam
silabus. (Departemen Pendidikan Nasional, 2008)
Silabus ialah satu rancangan kurikulum pembelajaran, merupakan
ringkasan isi komponen-komponen kurikulum, dan penjabaran lebih lanjut dari

Tugas Akhir Desain Kurikulum dan Silabus

64

Perancangan Desain Kurikulum dan Silabus

standar kompetensi, kompetensi dasar, dan pokok-pokok/uraian materi yang harus


dipelajari siswa ke dalam rincian kegiatan dan strategi pembelajaran, kegiatan dan
strategi penilaian, dan alokasi waktu per mata pelajaran per satuan pendidikan dan
per kelas.
Silabus adalah salah satu tahapan pengembangan kurikulum, khususnya
untuk menjawab apa yang harus dipelajari? Silabus merupakan hasil atau
produk pengembangan disain pembelajaran, seperti PDKBM, GBPP, dsb.
2.3.2

Macam-Macam Silabus
Dalam bukunya yang berjudul English for Specific Purpose (1987),

Hutchinson dan Waters juga membahas beberapa tingkatan silabus yang meliputi:

1. The evaluation syllabus


This kind of syllabus will be most familiar as the document that is handed
down by ministers or other egulating bodies. It states what he successful
learner will know by the end of the course. In effect, it puts on record the
basis on which success or failure will be evaluated.
2. The organizational syllabus
The organizational syllabus is most familiar in the form of the contents
page of a textbook, and it is this form of syllabus that most people would
think of when asked what is a syllabus?
3. The materials syllabus
The author decides the contexts in which the language will appear, the
relative weightings and integration of skill, the number and type of
exercises o be spent on any aspect of language, the degree of recycling or
revision.
4. The teacher syllabus
Like the materials writer, the teacher can influence the clarity, intensity,
and frequency of any item, and thereby affect the image that the learners
receive.
5. The classroom syllabus
The classroom is not simply a neutral channel for the passage of
information fromeacher to learner. It is a dynamic, interactive
environment which affects the nature both of what is taught and what is
learnt.
6. The learner syllabus
The last type of syllabus is an internal syllabus. It is the network of
knowledge that develops in the learers brain and which enables learner to

Tugas Akhir Desain Kurikulum dan Silabus

64

Perancangan Desain Kurikulum dan Silabus

comprehend and stoe the later knowledge. The importance of the learner
syllabus lies in fact that it is through the filter of this syllabus that the
learner views the other syllabuses.
Berdasarkan beberapa pendekatan dalam pengembangan silabus bahasa
sebagaimana dijelaskan di atas, berikut ini diuraikan beberapa jenis silabus bahasa
yang dapat diadopsi dan diadopsi untuk kepentingan program bahasa yang akan
dikembangkan. Tentu saja, penggunaan salah satu jenis silabus bahasa harus
didasari oleh tujuan yang harus dicapai dan latar belakang kemampuan berbahasa
para siswa yang akan mengikutinya.
1. Silabus Struktural (Structural Syllabus)
Silabus struktural merupakan silabus bahasa yang relatif lama digunakan
dalam program pengajaran bahasa, jauh sebelum silabus-silabus bahasa lain
muncul pada era modern ini. Silabus itu memanfaatkan butir-butir gramatikal
yang membentuk sebuah kaedah bahasa sebagai pijakan dalam pemilihan dan
pengurutan materi pelajaran. Oleh karena itu, silabus tersebut berisikan daftar
butir-butir gramatikal yang diurut berdasarkan tingkat kesulitan dan
kompleksitasnya, dari materi yang mudah dan sederhana menuju ke materi
yang sulit dan kompleks, sehingga membantu siswa secara bertahap
menguasai sistem gramatikal bahasa sasaran. Silabus struktural disebut juga
dengan silabus gramatikal karena dasar dan landasan pemilihan dan
pengurutan materi pelajaran adalah sama, yaitu butir-butir gramatikal bahasa
sasaran.
2. Silabus Fungsional (Functional Syllabus)
Model silabus bahasa lain yang sangat erat kaitannya dengan model silabus
nosional adalah silabus fungsional (functional syllabus). Silabus ini menitikberatkan perhatiannya pada fungsi-fungsi komunikatif bahasa yang dijadikan
sebagai landasan dalam pemilihan dan pengurutan materi pelajaran. Tujuan
pembelajaran bahasa dideskripsikan dalam bentuk fungsi-fungsi komunikatif
yang dibutuhkan oleh siswa, seperti mengundang ke pesta ulang tahun,
meminta informasi, meminta maaf, menyatakan pendapat, memberikan

Tugas Akhir Desain Kurikulum dan Silabus

64

Perancangan Desain Kurikulum dan Silabus

petunjuk, berterima kasih, dan meminta pertolongan. Penetapan fungsi-fungsi


itu berpengaruh terhadap pemilihan dan pengurutan materi pelajaran yang
berupa gramatika dan bentuk-bentuk bahasa yang digunakan untuk
mengungkapkan fungsi-fungsi tersebut. Dengan kata lain, pemilihan dan
pentahapan fungsi-fungsi komunikatif dilakukan setelah tujuan pembelajaran
ditetapkan; barulah diikuti oleh penetapan bentuk-bentuk bahasa yang sesuai
dan tepat. Ini menunjukkan bahwa model silabus fungsional tidak menolak
keberadaan dan keberartian materi gramatikal dalam pembelajaran bahasa,
tetapi penyajiannya harus dilakukan secara terpadu mengikuti fungsi-fungsi
komunikatif bahasa yang sedang dibahas. Karena sifatnya yang berada di luar
aspek kebahasaan, fungsi-fungsi komunikatif bahasa yang merupakan meteri
inti dari keseluruhan materi pelajaran tidak dapat ditentukan dan diurutkan
berdasarkan tingkat kesulitannya tetapi harus ditentukan berdasarkan
kebutuhan siswa dalam berkomunikasi. Fungsi-fungsi ini secara umum
dikelompokkan menjadi lima kelompok besar, yaitu fungsi personal
(personal), interpersonal (interpersonal), direktif (directive), referensial
(referential), dan imaginatif (imaginative).
3. Silabus Berbasis Kompetensi (competence based Syllabus)
Isi dari pengajaran bahasa adalah suatu koleksi kemampuan-kemampuan
yang spesifik bahwa boleh berperan dengan bahasa. Ketrampilan-ketrampilan
adalah berbagai hal bahwa orang-orang harus mampu lakukan untuk bersifat
berkompeten di suatu bahasa, secara relatif bebas dari situasi atau
menentukan di mana penggunaan bahasa dapat terjadi. Sementara situational
silabus kelompok berfungsi bersama-sama ke dalam pengaturan-pengaturan
yang

spesifik

penggunaan

bahasa,

silabus

berbasis

ketrampilan

menggolongkan kemampuan-kemampuan ilmu bahasa (pengucapan katakata, kosa kata, tatabahasa, dan ceramah) bersama-sama ke dalam jenis-jenis
yang disamaratakan dari perilaku, seperti mendengarkan bahasa lisan untuk
gagasan utama, menulis alinea-alinea sempurna, memberi presentasipresentasi lisan efektif, dan seterusnya. Tujuan yang utama dari instruksi

Tugas Akhir Desain Kurikulum dan Silabus

64

Perancangan Desain Kurikulum dan Silabus

berbasis ketrampilan untuk belajar ketrampilan bahasa yang spesifik. Suatu


tujuan sekunder yang mungkin untuk berkembang kemampuan/ wewenang
lebih umum di dalam bahasa, belajar hanya kebetulan setiap informasi bahwa
bisa tersedia selagi menerapkan ketrampilan-ketrampilan bahasa.
4.

Silabus Berbasis Topik (Topic-based Syllabus)


Silabus berbasis topik tidak mendasari pemilihan dan pengurutan materi
pelajaran pada aspek gramatikal dan fungsional bahasa sasaran, tetapi pada
topik-topik yang berkaitan dengan kehidupan siswa, seperti olah raga, sastra,
cuaca, musik, dan sebagainya. Topik-topik tersebut dapat dikembangkan
secara luas menjadi beberapa sub topik yang saling terkait. Topik olah raga,
umpamanya, dapat dikembangkan menjadi beberapa sub topik, seperti senam,
renang, sepak bola, bola basket, dan atletik.
Pengembangan materi pelajaran bahasa dan fungsi-fungsi bahasa berdasarkan
topik terpilih dapat menimbulkan konsekuensi tersendiri, seperti pengulangan
materi yang sama pada topik-topik lain. Artinya, materi Simple Present dan
fungsi bahasa mengajak berlatih bersama atau menolak ajakan berlatih,
umpamanya, bisa muncul berulang kali pada beberapa sub topik olah raga
lainnya. Olah karena itu, pengembang silabus atau guru dituntut untuk lebih
jeli dalam melihat permasalahan itu, sehingga siswa tidak merasa bosan
dengan materi pelajaran yang sama.

5. Silabus Berbasis Tugas (Task-Based Syllabus)


Silabus berbasis tugas merupakan silabus bahasa yang mengandung materi
pelajaran yang diorganisir berdasarkan tugas-tugas atau kegiatan belajar yang
harus dilakukan siswa dalam mempelajari bahasa sasaran. Secara umum,
tugas dapat diartikan sebagai pekerjaan yang dilakukan seseorang untuk
dirinya sendiri atau orang lain dengan mengharapkan imbalan atau tidak
mengaharapkan imbalan sama sekali, seperti mengecat pagar, mengisi
formulir, membeli sepatu, dan memesan tiket pesawat terbang. Dengan kata

Tugas Akhir Desain Kurikulum dan Silabus

64

Perancangan Desain Kurikulum dan Silabus

lain dapat dikatakan, tugas merupakan seratus satu macam pekerjaan yang
dilakukan seseorang setiap hari. Adapun tugas dalam konteks pembelajaran
bahasa diartikan sebagai aktivitas yang dilakukan seseorang sebagai hasil dari
proses memahami bahasa. Mengenai hal ini, Richards, Platt, dan Weber
dalam Farhan (2007) mengatakan "Task is an activity or action which is
carried out as the result of processing or understanding language (e.i. as a
response). For example, drawing a map while listening to an instruction and
performing a command ... A task usually requires the teacher to specify what
will be regarded as successful completion of the task." Sesuai dengan
pengertian tersebut, dapat dikatakan bahwa tugas merupakan tindakan yang
dilakukan oleh seseorang sebagai hasil dari proses pemahaman bahasa lisan
yang didengar atau bahasa tulis yang dipahami. Selanjutnya, tugas tersebut
harus dirinci secara jelas agar siswa dapat melaksanakannya sesuai dengan
harapan yang ingin dicapai. Kegagalan dalam mendeskripsikan tugas-tugas
secara jelas berarti mempersulit proses belajar bahasa yang dikembangkan di
dalam dan di luar kelas. Untuk mempermudah tugas yang harus dilakukan
siswa, guru dapat memanfaatkan topik atau tema materi pelajaran sebagai
dasar elaborasi tugas-tugas tersebut.
2.4

Deskripsi Bahasa dan Kaitannya dengan Pengajaran Bahasa


Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat sebagai

sarana komunikasi. Setiap anggota masyarakat dan komunitas tertentu selalu


terlibat dalam komunikasi, baik bertindak sebagai komunikator (pembicara atau
penulis) maupun sebagai komunikan (mitra-bicara, penyimak, atau pembaca).
Peristiwa komunikasi yang berlangsung menjadi tempat untuk mengungkapkan
ide, gagasan, isi pikiran, maksud, realitas, dan sebagainya. Dengan demikian,
bahasa digunakan sebagai alat komunikasi untuk menyampaikan pesan atau
maksud pembicara kepada pendengar (Nababan, 1992:66). Bahasa menjadi salah
satu media yang paling penting dalam komunikasi baik secara lisan maupun tulis.

Tugas Akhir Desain Kurikulum dan Silabus

64

Perancangan Desain Kurikulum dan Silabus

Dalam

konteks

komunikasi

tulis,

Halliday

dan

Hasan

(1994:34-35)

mengemukakan tiga metafungsi bahasa. Ketiga metafungsi yang dimaksud adalah


fungsi ideasional (ideational function), fungsi interpersonal (interpersonal
function), dan fungsi tekstual (textual function). Ketiga metafungsi ini sangat
penting dalam kaitannya dengan analisis wacana dan penggunaan bahasa dalam
proses sosial dalam masyarakat.
Dalam dunia pendidikan, bahasa merupakan alat komunikasi yang sangat
penting karena dapat menunjang tingkat keberhasilan seseorang dalam proses
belajar mengajar. Kemampuan berkomunikasi yang ditekankan dalam pengajaran
bahasa meliputi empat aspek yaitu keterampilan menyimak, keterampilan
berbicara, keterampilan membaca, dan keterampilan menulis (Tarigan, 1985:2).
Keterampilan menyimak adalah suatu proses mendengarkan lambang lisan
dengan perhatian, apresisai serta interprestasi untuk memperoleh informasi,
menangkap isi atau pesan serta memahami makna komunikasi yang telah
disampaikan oleh

pembicara melalui ujaran atau bahasa lisan. Aspek

menyimak/mendengarkan misalnya mendengarkan siaran langsung dari radio atau


televisi, mendengarkan cerita secara lisan. Keterampilan berbicara adalah
keterampilan menyampaikan pesan melalui bahasa lisan, misalnya bercerita,
menanggapi sebuah wacana dan sebagainya. Keterampilan membaca adalah jenis
membaca yang mengutamakan keterampilan siswa dalam hal menggunakan
kaidah-kaidah bahasa, makna suatu kalimat atau kata sesuai dengan konteksnya.
Yang termasuk dalam aspek membaca misalnya membaca puisi, memahami
wacana dan membaca cepat. Sedangkan keterampilan menulis adalah suatu cara
memahami simbul bunyi berupa huruf dan menggoreskan dengan tepat dan indah
serta mampu mengkomunikasikan ide atau pesan melalui tulisan, seperti
mengarang, menulis teks pidato, menulis cerpen, menulis buku dan lain
sebagainya.
Urutan

keempat

keterampilan

berbahasa

itu

berdasarkan

tingkat

kemampuan yang diperoleh seseorang belajar berbahasa didahului oleh

Tugas Akhir Desain Kurikulum dan Silabus

64

Perancangan Desain Kurikulum dan Silabus

menyimak, kemudian mencoba mengutarakan atau mengucapkannya, kemudian


memahami bahasa tersebut dalam bentuk tulisan dengan belajar membaca.
Keempat aspek bahasa tersebut dapat dibagi atas dua sifat perbuatan.
Pertama bersifat melahirkan (ekspresif), yaitu berbicara dan menulis, sedangkan
yang kedua adalah bersifat menerima (reseptif) menyimak dan membaca. Pada
tingkat lebih tinggi dan lebih rumit yaitu kemampuan mengungkapkan bahasa itu
dalam bentuk tulisan. Oleh karena itu keterampilan berbahasa

mempunyai

peranan yang sangat penting dalam pengajaran bahasa. Melalui pengajaran bahasa
siswa dapat mengembangkan pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotor)
dan sikap positif (afektif) terhadap bahasa itu sendiri.
2.5

Teori Belajar Bahasa


Sehubungan dengan begitu banyaknya teori tentang belajar bahasa, seperti

behaviorisme, nativisme, kognitivisme, fungsional, konstruktivisme, humanistik,


dan sibernetik karena teori- teori ini sangat berpengaruh dalam dunia ilmu bahasa.
Menurut Mc lauglin dalam (Hadley: 43, 1993) Fungsi teori adalah untuk
membantu kita mengerti dan mengorganisasi data tentang pengalaman dan
memberikan makna yang merujuk dan sesuai.
Ellis menyatakan bahwa setiap guru pasti sudah memiliki teori tentang
pembelajaran bahasa, tetapi sebagian besar guru tersebut tidak pernah
mengungkapkan seperti apa teori itu. Teori mempunyai fungsi yaitu:
1. Mendeskripsikan,

menerangkan,

menjelaskan

tentang

fakta.

Contohnya fakta bahwa mengapa air laut itu asin.


2. Meramalkan kejadian-kejadian yang akan terjadi berdasarkan teori
yang sudah ada.
3. Mengendalikan yaitu mencegah sesuatu supaya tidak terjadi dan
mengusahakan supaya terjadi.
Dengan kata lain teori belajar bahasa adalah gagasan-gagasan tentang
pemerolehan bahasa. Ada beberapa teori mengenai belajar bahasa, diantaranya

Tugas Akhir Desain Kurikulum dan Silabus

64

Perancangan Desain Kurikulum dan Silabus

adalah

teori

belajar

Behaviorisme,

Nativisme,

Kognitisme,

Fungsional

(Interaksionis), Konstruktivisme, Humanisme dan Sibernetik.


1.

Teori Behaviorisme
John B. Watson mengemukakan sebuah teori konspirasi mengenai sebuah

teori belajar manusia. Di dalam teorinya, ia mengungkapkan bahwa teori belajar


Behavorisme memusatkan perhatiannya pada aspek yang dirasakan secara
langsung pada perilaku berbahasa serta hubungan antara stimulus dan respons
pada dunia sekelilingnya. Dalam teori ini, tanpa kita sadari bahwa teori ini
mengungkapkan bahwa tindak balas atau respons diakibatkan oleh adanya
rangsangan atau stimulus. Atau dalam kata lain, aksi berawal oleh adanya reaksi.
Sehingga tanpa kita sadari sebab menghasilkan akibat.
Untuk membuktikan kebenaran teorinya, Watson mengadakan eksperimen
terhadap Albert, seorang bayi berumur sebelas bulan. Pada mulanya Albert adalah
bayi yang gembira dan tidak takut bahkan senang bermain-main dengan tikus
putih

berbulu

halus.

Dalam

eksperimennya,

Watson

memulai

proses

pembiasaannya dengan cara memukul sebatang besi dengan sebuah palu setiap
kali Albert mendekati dan ingin memegang tikus putih itu. Akibatnya, tidak lama
kemudian Albert menjadi takut terhadap tikus putih juga kelinci putih. Bahkan
terhadap semua benda berbulu putih, termasuk jaket dan topeng Sinterklas yang
berjanggut putih. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pelaziman dapat
mengubah perilaku seseorang secara nyata.
Pada teori yang lainnya, ilmuan kaum behavioristik Skinner, berhasil
mengungkapkan pada sebuah teori yang bernama Behavior Skinner. Dalam teori
tersebut mengungkapkan bahwa Kemampuan berbicara dan memahami bahasa
diperoleh melalui rangsangan lingkungan. Teori skinner tentang perilaku verbal
merupakan perluasan teorinya tentang belajar yang disebutnya operant
conditioning.
Menurut Skinner, perilaku verbal adalah perilaku yang dikendalikan oleh
akibatnya. Bila akibatnya itu hadiah, perilaku itu akan terus dipertahankan.

Tugas Akhir Desain Kurikulum dan Silabus

64

Perancangan Desain Kurikulum dan Silabus

Kekuatan serta frekuensinya akan terus dikembangkan. Bila akibatnya hukuman,


atau bila kurang adanya penguatan, perilaku itu akan diperlemah atau pelan-pelan
akan disingkirkan.
Jadi, pada teori ini kita mengetahui tentang akibat dan sebab perilaku yang
dikendalikan oleh akibatnya. Seandainya hal itu baik menurut individu itu maka
akan terus dipertahankan atau akan ditingkatkan terus. Begitu juga sebaliknya,
apabila individu tersebut merasakan hal yang dilakukannya itu buruk, maka hal
yang dilakukannya itu pun akan segera dikuranginya atau bahkan ditinggalkanya.
Sebagai contoh dapat kita saksikan perilaku anak-anak di sekeliling kita.
Ada anak kecil menangis meminta es pada ibunya. Tetapi, karena ibunya yakin
dan percaya bahwa es itu menggunakan pemanis buatan maka sang ibu tidak
meluluskan permintaan anaknya. Sang anak terus menangis. Tetapi sang ibu
bersikukuh tidak menuruti permintaannya. Lama kelamaan tangis anak tersebut
akan reda dan lain kali lain tidak akan minta es semacam itu lagi kepada ibunya,
apalagi dengan menangis. Seandainya anak itu kemudian dituruti keinginannya
oleh ibunya, apa yang terjadi? Pada kesempatan yang lain sang anak akan minta
es lagi. Apabila ibunya tidak meluluskannya maka ia akan menangis dan terus
menangis sebab dengan menangis ia akan mendapatkan es. Kalau ibunya memberi
es lagi maka perbuatan menangis itu dikuatkan. Pada kesempatan lain dia akan
menangis manakala ia meminta sesuatu pada ibunya.
2.

Teori Nativisme atau Mentalistik


Berbeda dengan kaum behavioristik, kaum nativistik atau mentalistik

berpendapat bahwa pemerolehan bahasa pada manusia tidak boleh disamakan


dengan proses pengenalan yang terjadi pada hewan. Mereka tidak memandang
penting pengaruh dari lingkungan sekitar. Selama belajar bahasa pertama sedikit
demi sedikit manusia akan membuka kemampuan lingualnya yang secara genetis
telah terprogramkan. Dengan perkataan lain, mereka menganggap bahwa bahasa
merupakan pemberian biologis. Menurut mereka bahasa terlalu kompleks dan
mustahil dapat dipelajari oleh manusia dalam waktu yang relatif singkat lewat

Tugas Akhir Desain Kurikulum dan Silabus

64

Perancangan Desain Kurikulum dan Silabus

proses peniruan sebagaimana keyakinan kaum behavioristik. Jadi beberapa aspek


penting yang menyangkut sistem bahasa menurut keyakinan mereka pasti sudah
ada dalam diri setiap manusia secara alamiah.
Perilaku bahasa adalah sesuatu yang diturunkan. Seorang anak lahir
dengan piranti bawaan dan segudang potensi bawaan untuk memperoleh bahasa.
Pemerolehan bahasa pada manusia tidak boleh disamakan dengan proses
pengenalan yang terjadi pada hewan. Mereka tidak memandang penting pengaruh
dari lingkungan sekitar. Selama belajar bahasa pertama sedikit demi sedikit
manusia akan membuka kemampuan lingualnya yang secara genetis telah
terprogramkan. Dengan perkataan lain, mereka menganggap bahwa bahasa
merupakan pemberian biologis sejak lahir.
Chomsky (Ellis, 1986: 4-9) yang merupakan kumpulan komunitas yang
mengemukakan tokoh Teori Nativisme mengatakan bahwasannya hanya
manusialah satu-satunya makhluk Tuhan yang dapat melakukan komunikasi lewat
bahasa verbal. Selain itu bahasa juga sangat kompleks oleh sebab itu tidak
mungkin manusia belajar bahasa dari makhluk Tuhan yang lain. Chomsky juga
menyatakan bahwa setiap anak yang lahir ke dunia telah memiliki bekal dengan
apa yang disebutnya alat penguasaan bahasa atau LAD (language Acquisition
Device). Pada teori ini lebih menekankan pada cara manusia memperoleh bahasa
yang telah ia miliki, dan cenderung pada bahasa yang telah dimiliki seseorang
merupakan sebuah anugrah yang sedikit demi sedikit akan mengalami
perkembangan hingga ia mampu membuka kemampuan berkomunikasi yang akan
dimilikinya.
3.

Teori Kognitivisme
Jika pendekatan kaum behavioristik bersifat empiris maka pendekatan

yang dianut golongan kognitivistik lebih bersifat rasionalis. Konsep sentral dari
pendekatan ini yakni kemampuan berbahasa seseorang berasal dan diperoleh
sebagai akibat dari kematangan kognitif sang anak. Mereka beranggapan bahwa
bahasa itu distrukturkan atau dikendalikan oleh nalar manusia. Konsep sentral

Tugas Akhir Desain Kurikulum dan Silabus

64

Perancangan Desain Kurikulum dan Silabus

teori kognitif adalah kemampuan berbahasa anak berasal dari kematangan


kognitifnya.
Jadi, konsep kognitifistik bersumber pada hasil dari belajar anak dan tidak
berasal dari luar kognitif anak , seperti afektif dan lain-lain. Konsep ini pula
menjelaskan tentang dalam belajar bahasa, bagaimana kita berpikir, belajar terjadi
dari kegiatan mental internal dalam diri kita, belajar bahasa merupakan proses
berpikir yang kompleks. Menurut Piaget, Struktur tersebut lahir dan berkembang
sebagai akibat interaksi yang terus menerus antara tingkat fungsi kognitif si anak
dan lingkungan lingualnya.
Proses belajar bahasa terjadi menurut pola tahapan perkembangan tertentu
sesuai umur. Tahapan tersebut meliputi:
a.

Asimilasi: proses penyesuaian pengetahuan baru dengan struktur


kognitif

b.

Akomodasi: proses penyesuaian struktur kognitif dengan pengetahuan


baru

c.

Disquilibrasi: proses penerimaan pengetahuan baru yang tidak sama


dengan yang telah diketahuinya.

d.

Equilibrasi: proses penyeimbang mental setelah terjadi proses


asimilasi.

4.

Teori Fungsional (Interaksionis)


Bahasa merupakan manifestasi kemampuan kognitif dan efektif untuk

menjelajah dunia, untuk berhubungan dengan orang lain dan juga keperluan
terhadap diri sendiri sebagai manusia. Para peneliti bahasa mulai melihat bahwa
bahasa merupakan manifestasi kemampuan kognitif dan efektif untuk menjelajah
dunia, untuk berhubungan dengan orang lain dan juga keperluan terhadap diri
sendirisebagai manusia.

Tugas Akhir Desain Kurikulum dan Silabus

64

Perancangan Desain Kurikulum dan Silabus

Menurut Slobin, teori fungsional (Interaksionis) Pada asas fungsional,


perkembangan diikuti oleh perkembangan kapasitas komunikatif dan konseptual
yang beroperasi dalam konjungsi dengan skema batin konjungsi. Pada asas
formal, perkembangan diikuti oleh kapasitas perseptual dan pemerosesan
informasi yang bekerja dalam konjungsi dan skema batin tata bahasa.
5.

Teori Konstruktivisme
Beberapa tokoh ahli kontruktivisme Jean Piaget dan Leu Vygotski

menyatakan bahwa manusia membentuk versi mereka sendiri terhadap kenyataan,


mereka menggandakan beragam cara untuk mengetahui dan menggambarkan
sesuatu untuk mempelajari pemerolehan bahasa pertama dan kedua.
Pembelajaran harus dibangun secara aktif oleh pembelajar itu sendiri dari
pada dijelaskan secara rinci oleh orang lain. Dengan demikian pengetahuan yang
diperoleh didapatkan dari pengalaman. Namun demikian, dalam membangun
pengalaman siswa harus memiliki kesempatan untuk mengungkapkan pikirannya,
menguji ide-ide tersebut melalui eksperimen dan percakapan atau tanya jawab,
serta untuk mengamati dan membandingkan fenomena yang sedang diujikan
dengan aspek lain dalam kehidupan mereka. Selain itu juga guru memainkan
peranan penting dalam mendorong siswa untuk memperhatikan seluruh proses
pembelajaran serta menawarkan berbagai cara eksplorasi dan pendekatan.
Siswa dapat benar-benar memahami konsep ilmiah dan sains karena telah
mengalaminya. Dalam kerjanya, ahli konstruktif menciptakan lingkungan belajar
yang inovatif dengan melibatkan guru dan pelajar untuk memikirkan dan
mengoreksi pembelajaran. Untuk itu ada dua hal yang harus dipenuhi, yaitu:
Pembelajar harus berperan aktif dalam menyeleksi dan menetapkan
kegiatan belajar yang menarik dan memotivasi pelajar, Harus ada guru yang tepat
untuk membantu pelajar-pelajar membuat konsep-konsep, nilai-nilai, skema, dan
kemampuan memecahkan masalah. Sehingga muncul hubungan yang dapat
menambah komunikasi antara pembelajar dan pelajar dan menambah terjadinya
proses belajar bahasa yang benar-benar diharapkan terjadi.

Tugas Akhir Desain Kurikulum dan Silabus

64

Perancangan Desain Kurikulum dan Silabus

6.

Teori Humanisme
Tujuan utama dari teori ini adalah untuk meningkatkan kemampuan siswa

agar bisa berkembang di tengah masyarakat. Seorang tokoh ahli pada teori
humanisme Coombs (1981) menyatakan bahwa:
1. Pengajaran disusun berdasarkan kebutuhan-kebutuhan dan tujuan siswa
2. Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengaktualisasikan dirinya
untuk menumbuhkan kepercayaan dirinya.
3. Pengajaran disusun untuk memperoleh keterampilan dasar (akademik,
pribadi, antar pribadi, komunikasi, dan ekonomi).
4. Memilih dan memutuskan aktivitas pengajaran secara individual dan
mampu.
5. Mengenal pentingnya perasaan manusia, nilai, dan persepsi. suasana
belajar yang menantang dan bisa dimengerti.
Mengembangkan tanggung jawab siswa, mengembangkan sikap tulus,
respek, dan menghargai orang lain, dan terampil dalam menyelesaikan konflik.
Dalam proses belajar-mengajar bahasa ada sejumlah variabel, baik bersifat
linguistik maupun yang bersifat nonlinguistik, yang dapat menentukan
keberhasilan proses belajar mengajar itu.
Variabel-variabel itu bukan merupakan hal yang terlepas dan berdiri
sendiri-sendiri, melainkan merupakan hal yang saling berhubungan, berkaitan,
sehingga merupakan satu jaringan sistem. Keberhasilan belajar bahasa dapat
dikelompokkan menjadi asas-asas yang bersifat psikologis anak didik, dan yang
bersifat materi linguistik. Asas-asas yang yang bersifat psikologis itu, antara lain
adalah motivasi, pengalaman sendiri, keingintahuan, analisis sintesis dan
pembedaan individual.
Motivasi lazim diartikan sebagai hal yang mendorong seseorang untuk
berbuat sesuatu. Maka untuk berhasilnya pengajaran bahasa, murid-murid sudah
harus dibimbing agar memiliki dorongan untuk belajar. Jika mereka mempunyai
dorongan untuk belajar. Tanpa adanya kemauan, tak mungkin tujuan belajar dapat

Tugas Akhir Desain Kurikulum dan Silabus

64

Perancangan Desain Kurikulum dan Silabus

dicapai. Jadi, sebelum proses belajar mengajar dimulai, atau sebelum berlanjut
terlalu jauh, sudah seharusnya murid-murid diarahkan.
Pengalaman sendiri atau apa yang dialami sendiri akan lebih menarik dan
berkesan daripada mengetahui dari orang, karena pengetahuan atau keterangan
yang didapat dan dialami sendiri akan lebih baik daripada hanya mendengar
keterangan guru.
Keingintahuan merupakan kodrat manusia yang dapat menyebabkan
manusia itu menjadi maju. Pada anak-anak usia sekolah rasa keingintahuan itu
sangat besar. Rasa keingintahuan ini dapat dikembangkan dengan memberi
kesempatan bertanya dengan meneliti apa saja.
2.6

Pendekatan Pembelajaran yang Terkait Analisis Kebutuhan Siswa


Dalam kegiatan pembelajaran bahasa dikenal adanya istilah metode,

teknik, maupun pendekatan. Dalam Approach and Method in language teaching


oleh Richards dan Rodgers (1986) dikatakan bahwa seorang ahli linguistik,
Anthony (1963) membagi tiga tingkatan dari konseptualisasi dan organisasi yang
diistilahkan dengan: approach, method, and technique. Pengertian approach,
method, and technique dijelaskan sebagai berikut.
An approach is a set of correlative assumptions dealing with the nature of
language teaching and learning and describes the nature of the subject
matter to be taught. Method is an overall plan for the orderly
presentations of language material, and all of which is based upon, the
selected approach. A technique is implementational that which actually
takes place in a classroom.
Approach is the level at which assumptions and beliefs about language
and language learning specified; the method is the level at which theory is
put into practice and at which choices are made about particular skills to
be taught, the content to be taught; the technique is the level at which
classroom procedures are described. Anthonys model is a useful way of
distinguishing different degrees of abstraction and specificity found in
different language teaching proposals. (Anthony dalam Richards dan
Rodgers. 1986:15)
Berdasarkan

penjelasan

diatas,

Anthony

mendeskripsikan

sebuah

pendekatan (approach) sebagai satu set asumsi korelatif yang berhubungan


dengan sifat belajar mengajar bahasa. Pendekatan merupakan level atau tingkatan

Tugas Akhir Desain Kurikulum dan Silabus

64

Perancangan Desain Kurikulum dan Silabus

dimana asumsi-asimsi dan kepercayaan tentang bahasa dan belajar bahasa


ditentukan. Metode (Method) diartikan sebagai rencana keseluruhan untuk
penyampaian materi tentang bahasa yang berurutan, tidak ada satu bagian pun
yang bertentangan, dan semuanya berdasarkn pada pendekatan tertentu. Metode
merupakan level dimana teori diletakkan dalam praktek. Di sini pula pilihanpilihan diadakan mengenai keterampilan khusus yang akan diajarkan, konten
tersebut akan disampaikan. Sedangkan teknik (technique) diartikan sebaga cara
yang dilakukan seseorang di dalam kelas untuk mengimplementasikan suatu
metode secara spesifik dan memiliki keselarasan dengan pendekatan. Teknik
merupakan level dimana prosedur di dalam kelas dijalankan.
Menurut Richards dan Rodgers, istilah approach, method, and technique
dilabelkan menjadi approach, design, and procedure. Dikatakan bahwa metode
meliputi tiga komponen pengajaran yang saling terkait, yakni pendekatan
(approach), desain/ perencanaan (design), dan prosedur (procedure).
Approach is beliefs, assumptions, and theory of learning. Design defines
the relationship between theory and practice. Approach is techniques and
practices derived from approach and design. Method is umbrella term for
the specification and interrelation between theory and practice. (Richards
dan Rodgers, 1986)
Menurut Richards dan Rodgers, Approach adalah asumsi, keyakinan, dan
teori mengenai hakikat bahasa dan belajar bahasa. Method adalah istilah yang
memayungi spesifikasi dan hubungan antara teori dan praktik. Sementara itu
Richards menambahkan satu aspek lagi yaitu prosedur (procedure) yang
merupakan teknik dan praktik yang diturunkan dari approach dan design.
Pendekatan (approach) meliputi : hakekat bahasa dan belajar bahasa yang
berfungsi sebagai referensi dan meletakkan dasar-dasar teori mengenai apa yang
harus diakukan guru di dalam kelas. Setiap metode (method) pengajaran bahasa
beroperasi secara eksplisit dari teori bahasa dan teori bagaimana bahasa
diperlajari. Disain (design) berhubungan langsung dengan pendekatan yang
memberikan landasan bagi seleksi tehnik dan kegiatan mengajar.

Tugas Akhir Desain Kurikulum dan Silabus

64

Perancangan Desain Kurikulum dan Silabus

Contoh konkritnya dari penjelasan di atas adalah sebagai berikut. Misalnya


kita berasumsi bahwa hal yang paling penting dalam pembelajaran bahasa adalah
relaksasi. Kita harus rileks agar dapat belajar bahasa dengan baik. Asumsi
semacam inilah yang disebut approach. Selanjutnya, berdasarkan approach ini
kita memilih method suggestopedia, yang menekankan dan bercirikan relaksasi
dalam pembelajaran bahasa. Untuk memanifestasikan atau mewujudkan method
ini ke dalam ruangan kelas kita dapat menggunakan technique seperti misalnya
menggunakan music lembut pengiring proses belajar atau meminta peserta didik
untuk duduk dalam posisi yoga.
Metode Pengajaran adalah pola-pola tindakan pembelajaran yang
dirancang untuk mendapatkan hasil pembelajaran tertentu. Tiap-tiap metode
pembelajaran menggunakan asumsi tertentu tentang sifat-sifat bahasa, proses
belajar, peran guru dan peran pembelajar serta jenis-jenis kegiatan pembelajaran
dan materi pengajaran. Istilah-istilah seperti pendekatan, metode, model
serta silabus biasanya digunakan untuk menyebut metodologi-metodologi
pengajaran yang digunakan.
Sedangkan pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak
atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada
pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di
dalamnya

mewadahi,

menginsiprasi,

menguatkan,

dan

melatari

metode

pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Dilihat dari pendekatannya,


pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu: (1) pendekatan pembelajaran
yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered approach) dan (2)
pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher
centered approach).
Menurut Richards dan Rodgers (1986), bahwa metode pengajaran bahasa
melipui tiga komponen utama, yakni approach, design, and procedure.
Pendekatan (approach) mencakup dua hal yaitu teori tentang hakikat bahasa yang
menjelaskan tentang hakikat penguaasaan bahasa dan unsur-unsur utama dari
struktur suatu bahasa; dan teori tentang pembelajaran bahasa yang menjelaskan

Tugas Akhir Desain Kurikulum dan Silabus

64

Perancangan Desain Kurikulum dan Silabus

tentang proses-proses kognitif dan proses psikolinguistik serta kondisi-kondisi


yang memungkinkan keberhasilan penggunaan poses-proses tersebut. Richards
dan Rodgers (1986) menyatakan setidaknya tiga pandangan teoritis yang berbeda
dari hakikat bahasa secara eksplisit maupun implisit menginformasikan
pendekatan yang dan metode dalam pengajaran bahasa, yaitu sebagai berikut.
1. structural view, the view that language is a system of structurally related
elements for the coding of meaning. The target of language learning is
seen to be mastery of elements of this system which are defined in terms of
phonological units and grammatical operations.
2. functional view, the view that language is used for the expression of
functional meaning. The communicative movement in language teaching
subscribes to this view of language that emphasizes the semantic and
communicative dimension rather than merely the grammatical
characteristics of language, and leads to a specification and organization
of language teaching content by categories of meaning and function
rather than by elements of structure and grammar.
3. interactional view. It sees language as a vehicle for the realization of
interpersonal relations and for the performance of social transactions
between individuals, and language is as a tool for the creation and
maintenance of social relations. Areas of inquiry drawn on in the
development of interactional approaches to language teaching include
interaction analysis, conversation analysis, and ethnomethodolgy.
Dapat dikatakan bahwa ada tiga pandangan mengenai bahasa, yaitu
pandangan struktural, pandangan fungsional, dan pandangan interaksional.
Pandangan strukural ini menitik beratkan pada aspek penguasaan unsur-unsur
kebahasaan dari segi fonologis. Dengan kata lain, lebih mengutamakan pada
aspek tata bahasa seperti bidang fonologi dan sintaksis. Pandangan fungsional
memandang bahasa sebagai wahana dalam mengekspresikan suatu makna.
Artinya, tidak lagi memandang bahasa hanya dari segi struktur kata atau bahasa
melainkan lebih ke arah makna dan fungsi bahasa sebagai alat berkomunikasi dan
berinteraksi. Sedangkan pandangan interaksional memandang bahasa sesuai
dengan fungsinya yaitu sarana untuk dapat berinteraksi dengan masyarakat luas
serta sebagai alat untuk menjalin dan memelihara hubungan sosial dengan baik
dan utuh. Pendekatan inipun pada dasarnya lebih menitikberatkan pada fungsi
bahasa sebagai alat komunikasi dan mengabaikan kaidah-kaidah kebahasaan.

Tugas Akhir Desain Kurikulum dan Silabus

64

Perancangan Desain Kurikulum dan Silabus

Teori tentang pembelajaran bahasa menjelaskan tentang proses-proses


kognitif dan proses psikolinguistik serta kondisi-kondisi yang memungkinkan
keberhasilan penggunaan poses-proses tersebut. Teori pembelajaran bahasa
mencakup:
1. What are the psycholinguistic and cognitive processes involved in
language learning?
2. What are the conditions that need to be met in order for these learning
processes to be activated? (Richards dan Rodgers. 1986)
Pendekatan struktural atau pendekatan lisan atau juga (aural-oral / aural =
mendengar, oral = lisan) menyajikan bahasa kepada siswa secara bertahap dari
struktur-struktur yang sederhana terlebih dahulu (subjek-kata kerja-objek lalu
diperkenalkan melalui kalimat tanya, lalu diperkenalkan pada kalimat kompleks.
Pendekatan ini mengembangkan kemampuan bahasa dengan urutan tertentu yaitu:
(1) menyimak, (2) berbicara, (3) membaca dan (4) menulis. Bahasa dianggap
sama dengan bahasa lisan, dan bahasa tulis dianggap sebagai perluasan dari bahas
lisan.
Pendekatan Functional-notional adalah model silabus atau kurikulum
untuk mengurutkan fungsi-fungsi bahasa yang dihubungkan dengan situasi, aturan
tatabahasa, kosakata dan kegiatan kelas. Pendekatan ini menghubungkan fungsi
bahasa tertentu seperti (mengucapkan terimakasih, member petunjuk arah,
meminta maaf atau member saran) dengan konsep notion (tatabahsa) yaitu makna
yang diungkapakan lewat bentuk lingjuistik seperti waktu, kuantitas, ruang dan
hubungan antar beberapa hal.

Pendekatan ini menekankan pada kompetensi

komunikatif dan bukan pada kompetensi tatabahasa.


Ada beberapa pendekatan terbaru yang diungkapkan oleh Ghazali
(2010:95) yang berorientasi komunikatif dan menggunakan temuan-temuan dari
bidang penelitian bahasa kedua antara lain:
1. Model Bahasa Intensif Darmouth (Rassiasi)
2. Pendekatan Pemahaman
3. Total Physical Response (TPR)
4. Pendekatan Alami

Tugas Akhir Desain Kurikulum dan Silabus

64

Perancangan Desain Kurikulum dan Silabus

5. Silent Way
6. Pembelajaran bahasa komunitas
7. Suggestopedia
1. Model Bahasa Intensif Darmounth (Rassias)
Model ini banyak menggunakan prinsip-prinsip dari pendekatan audiolingual yang popular dalam dekade 1950an. Pendekatan ini memberikan
perhatian besar terhadap penggunaan praktek latihan (drill) untuk
menguasai pola-pola kalimat. Metode kelas intensif (intensif course) yang
dicetuskan oleh Rassias (1983) memberikan tiga jam pelajaran dalam
kelas setiap hari selama lima hari seminggu sebanyak 10 minggu. Model
pengajaran ini menekankan pada tatabahasa, kosakata, kemampuan
menyimak, kefasihan (fluency) dan kecermatan pengucapan. Dalam
metode ini, guru dapat melakukan apa saja untuk menarik minat siswa
untuk belajar. Metode ini kurang cocok untuk diterapkan pada kelas
bahasa di sekolah menegngah atas.
2. Pendekatan Pemahaman
Pendekatan yang didasarkan pada prinsip bahwa siswa harus pertama-tama
mengembangkan kempuan untuk memahami dan mengolah bahasa
sebelum mereka bisa berbicara. Pendekatan ini memandang bahwa proses
mental internal siswa adalah komponen dasar dalam belajar bahasa kedua
sehingga pendekatan ini menekankan pada bahgaimana mengangtifkan
proses mental internal dari siswa. Dalam pendekatan ini kemampuan
berbicara tidak dilatih diawal melainkan ditunda karena menunggu sampai
siswa sendiri yang memutuskan untuk mau berbicara. Cara ini berusaha
meniru proses belajar bahasa alami pada bayi dimana bayi mengalami
masa pra-produksi dimana ia tidak berbicara sampai akhirnya menguasai
bahsa pertamanya.
3. Total Physical Response (TPR)

Tugas Akhir Desain Kurikulum dan Silabus

64

Perancangan Desain Kurikulum dan Silabus

Pendekatan ini menggunakan perintah-perintah lisan yang harus dilakukan


siswa agar dapat menunjukan pemahaman mereka terhadap maksud dari
perintah-perintah lisan tersebut. Guru memberikan contoh gerakan atau
tindakan yang diperintahkan itu sehingga siswa secara tidak langsung
mendapatkan sruktur tatabahasa dan kosakata dari bahasa target. TPR
sangat cocok diterapkan pada siswa yang masih berada pada level pemula.
4. Pendekatan Alami
Pendekatan ini lebih menekankan pada pemahaman sebagai ketrampilan
dasar yang bisa menunjang akuisisi bahasa sehingga pendekatan alami ini
menganggap bahwa pemanhaman harus sudah ada sebelum siswa
memproduksi bahasa. Kemampuan pemahaman dan produksi bahasa dapat
dikembangkan lewat beberapa kegiatan bahasa afektif yang dirancang
untuk (1) memberikan input yang menyeluruh, (2) menurunkan rasa
kegelisahan siswa, (3) menciptakan peluang bagi siswa untuk menciptakan
pesan. Tiga tahap akuisisi bahasa ini diusulkan dalam Pendekatan Alami.
5. Silent Way
Dalam metode ini siswa tidak diminta untuk merespon stimulus-stimulus
dalam lingkungan seperti pada orientasi audio-lingual, tetapi didasarkan
pada pandangan bahwa pembelajar dapat menggambarkan criteria yang
mereka buat sendiri untuk belajar bahasa tanpa perlu diberi materi bahasa
secara langsung atau secar silent, hening tanpa suara.
6. Pembelajaran Bahasa Komunitas
Didasarkan pada teknik-teknik terapi yang diambil dari bidang konseling
psikologis. Pendekatan ini menekankan pada perlunya memandang pelajar
sebagai manusia utuh, dan bukan sekedar makhuk kognitif belaka.
Guru perlu memperhatikan kebutuhan individual dari para siswa serta
ketakutan-ketakutan dan masalah-masalah siswa dalam pembelajaran.
Dengan membangkitkan perasaan diterima oleh lingkungan (sense of
community) dalam diri siswa maka guru bisa mengarahkan energy positif
yang dimiliki oleh siswa agar terarah pada pembelajaran bahasa. Dalam

Tugas Akhir Desain Kurikulum dan Silabus

64

Perancangan Desain Kurikulum dan Silabus

hal ini guru bertindak sebagai konselor yang memungkinkan siswa untuk
mengekspresikan apapun yang ingin mereka katakana dalam bahasa target.
7. Suggestopedia
Pendekatan ini dikenal juga sebagai metode Lozanov adalah metode
pengajaran yang menggunakan teknik-teknik relaksasi dan konsentrasi
untuk merangsang pembelajar agar menggunakan daya pikir bawah
sadarnya untuk menambah kemampuannya untuk mengingat lebih banyak
kosakata dan struktur (Lozanov 1982). Cirri utama dari pendekatan ini
adalah penciptaan suasana pembelajaran yang sugestif, merangsang
pikiran bawah sadar dengan menggunakan cahaya yang lembut, musik,
tempat duduk yang nyaman dan teknik-teknik dreamatis yang dilakukan
guru untuk menyajikan materi bahasa. Suggestopedia lebih sesuai jika
diterapkan untuk kelompok-kelompok mahasiswa universitas yang
berjumlah sedikit yang ingin mencoba teknik-teknik relaksasi yang
digabungkan dengan pembelajaran bahasa.
Semua metode yang disebutkan di atas adalah metode yang sudah dan
masih dipraktekan sampai sekarang. Guru bisa memilih metode tertentu
berdasarkan apa tujuan pengajaran bahasa, apa kebutuhan pembelajar, atau
berdasarkan situasi pendididkan yang dihadapi.

BAB III

Tugas Akhir Desain Kurikulum dan Silabus

64

Perancangan Desain Kurikulum dan Silabus

APLIKASI
3.1

Silabus dan SAP (Satuan Acara Perkuliahan)


Pada bagian ini akan dijelaskan beberapa pengertian silabus dan SAP

(Satuan Acara Perkuliahan) beserta contoh silabus dan SAP yang digunakan di
Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni, IKIP PGRI Bali.
3.1.1

Silabus

A syllabus is a more detailed and operational statement of teaching and


learning elements which translates the philosophy of the curriculum into a series
of planned steps leading towards more narrowly defined objectives at each level.
Dubin dan Olshtain dalam Farkhan (2007)
Pemilihan dan pengurutan materi pelajaran yang akan diberikan kepada
siswa menentukan keberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran yang telah
ditetapkan sebelumnya. Kesalahan dalam pemilihan dan pengurutan materi
pelajaran akan berakibat pada kegagalan pencapaian tujuan yang telah digariskan
sebelumnya. Pemilihan dan pengurutan materi pelajaran merupakan salah satu ciri
dari suatu metode yang tercatat dalam suatu dokumen yang biasanya dinamakan
dengan silabus. Silabus merupakan keterangan yang mendetail mengenai muatan
dan filsafat kurikulum yang masih bersifat lebih umum agar dapat diterjemahkan
ke dalam bentuk kegiatan belajar di dalam kelas sehingga tujuan yang telah
ditentukan dapat tercapai dengan mudah. Ini menunjukkan bahwa silabus
merupakan penjabaran dari apa yang telah ditetapkan dalam kurikulum,
khususnya berkenaan dengan materi pelajaran yang harus diberikan kepada siswa.
Silabus merupakan bagian kecil dari keseluruhan program sekolah, sedangkan
kurikulum merupakan seluruh program dan aktivitas sekolah yang meliputi apa
yang akan dipelajari siswa, bagaimana mempelajarinya, sistem evaluasi, dan
berbagai fasilitas lainnya.
Dengan kata lain silabus merupakan rencana pembelajaran pada suatu
dan/atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar

Tugas Akhir Desain Kurikulum dan Silabus

64

Perancangan Desain Kurikulum dan Silabus

kompotensi,

kompotensi

dasar,

materi

pokok/pembelajaran,

kegiatan

pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi waktu, dan sumber/bahan/alat belajar.


Silabus merupakan penjabaran standar kompotensi dan kompotensi dasar ke
dalam materi pokok/ pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan indikator
pencapaian kompotensi untuk penilaian.
Berdasarkan pandangan itu, dapat dikatakan bahwa silabus merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari kurikulum. Silabus merupakan keterangan dan
penjelasan yang lebih rinci dan operasional mengenai berbagai unsur
pembelajaran yang dapat dijadikan sebagai pedoman untuk menerjemahkan dan
mewujudkan apa yang terkandung dalam kurikulum ke dalam bentuk langkahlangkah untuk mencapai tujuan pembelajaran khusus sesuai dengan tingkatan
siswa.
Berikut ini contoh Silabus mata kuliah Bahasa Indonesia Jurnalistik
guna memenuhi kebutuhan mahasiswa.

Tugas Akhir Desain Kurikulum dan Silabus

64

Perancangan Desain Kurikulum dan Silabus

SILABUS
Program Studi

: Pendidikan Bahasa Indonesia dan Daerah

Bidang Ilmu

: Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Mata Kuliah

: Bahasa Jurnalistik

Kode

: MKB 604

SKS

:2

Semester

: VI

Prasyarat

:-

Standar Kompetensi : Menguasai, memahami dan menerapkan konsep dan praksis bahasa jurnalistik.
No.
1.

Kompetensi Dasar
Memahami
konsep
bahasa jurnalistik.

Indikator Pencapaian
Materi Pokok
1. Mampu menjelaskan definisi dan ciri-ciri bahasa 1.1 Definisi Bahasa Jurnalistik
jurnalistik.

1.2 Ciri-ciri Bahasa Jurnalistik

2. Dapat menjelaskan kedudukan bahasa jurnalistik di 2.1. Bahasa Jurnalistik di Antara Ragam Bahasa
antara ragam bahasa lain.

Lain.

3. Mampu menjelaskan hubungan bahasa jurnalistik 3.1. Bahasa Jurnalistik dan Masyarakat
dan masyarakat.
4. Menjelaskan pedoman bahasa jurnalistik

4.1. Pedoman Pokok Pemakaian Bahasa dalam


Pers

Tugas Akhir Desain Kurikulum dan Silabus

64

Perancangan Desain Kurikulum dan Silabus

No.

Kompetensi Dasar

Indikator Pencapaian
5. Memahami Kata Penat dan Kata Mubazir

Materi Pokok
5.1. Kata Penat
5.2. Kata Mubazir

6. Memahami Konsep Bahasa yang Hemat Kata

6.1. Bahasa yang Hemat Kata

7. Memahami Konsep Bahasa yang Menarik

7.1. Bahasa yang Menarik

8. Memahami Konsep Bahasa yang Tepat Makna dan 8.1. Bahasa yang Tepat Makna
Nalar

8.2. Bahasa yang Nalar

9. Menganalisis bahasa media massa

9.1. Mengidentifikasi kesalahan bahasa di media


massa
9.2. Menganalisis kesalahan bahasa di media

Menerapkan

Konsep

massa
10.1 Menulis berita pendek menggunakan konsep

10. Menerapkan konsep bahasa jurnalistik

Bahasa Jurnalistik

bahasa jurnalistik

DAFTAR PUSTAKA
Anwar, H. Rosihan. 2005 (cet. kelima). Bahasa Jurnalistik Indonesia & Komposisi. Yogyakarta: Media Abadi.
Chaer, Abdul. 2010. Bahasa Jurnalistik. Jakarta: Rineka Cipta.
Dewabrata, A.M. 2004. Kalimat Jurnalistik Panduan Mencermati Penulisan Berita. Jakarta: Kompas.

Tugas Akhir Desain Kurikulum dan Silabus

64

Perancangan Desain Kurikulum dan Silabus

Rahardi, Dr. R. Kunjana, M.Hum. 2006. Asyik Berbahasa Jurnalistik Kalimat Jurnalistik dan Temali Masalahnya. Yogyakarta:
Santusta.
Rahardi, Dr. R. Kunjana, M.Hum. 2006. Paragraf Jurnalistik Menyusun Alinea Bernilai Rasa dalam Bahasa Laras Media.
Yogyakarta: Santusta.
Sarwoko, Tri Adi. 2007. Inilah Bahasa Indonesia Jurnalistik. Yogyakarta: Andi.

Tugas Akhir Desain Kurikulum dan Silabus

64

Perancangan Desain Kurikulum dan Silabus

3.1.2

Satuan Acara Perkuliahan


Satuan acara perkuliahan termasuk rencana pengembangan prosedur dan

pengorganisasian pembelajaran agar mencapai satu titik kompetensi dasar yang


ditetapkan dalam Standar Isi seperti yang dijabarkan dalam Silabus. Lingkup
Rencana SAP paling luas yang mencakup satu kompetensi dasar yang terdiri dari
atas beberapa indikator sehingga beberapa indikator untuk satu kali pertemuan
atau bahkan lebih.
Satuan Acara Perkuliahan dirumuskan dalam tujuan pembelajaran, materi
ajar, metode pengajaran, sumber belajar, serta penilaian hasil belajar. Manfaat dari
adanya SAP ini adalah supaya pembelajaran yang terjadi di dalam kelas dapat
mencapai hasil yang maksimal, sebab sesuatu yang telah direncanakan terlebih
dahulu akan mendapatkan hasil yang terbaik.
Berikut satuan acara perkuliahan (SAP) selama satu semester yang
dirancang untuk memenuhi kebutuhan mahasiswa. Pertemuan VIII dan XVI tidak
dibuatkan satuan acara perkuliahan karena dilaksanakan UTS dan UAS.
SATUAN ACARA PERKULIAHAN (SAP)
Mata Kuliah
Kode Mata Kuliah
Bobot
Waktu Pertemuan
Pertemuan
Standar Kompetensi

:
:
:
:
:
:

Bahasa Indonesia Jurnalistik


MKB 604
2 SKS
2 x 100 menit
I dan II
Menguasai, memahami serta mampu menerapkan

Kompetensi Dasar
Indikator Pencapaian

konsep dan praksis bahasa jurnalistik di media massa.


: Memahami konsep bahasa jurnalistik
: 1. Mampu menjelaskan definisi dan ciri-ciri bahasa
jurnalistik.
2. Dapat menjelaskan kedudukan bahasa jurnalistik

Materi Pokok

di antara ragam bahasa lain.


: 1. Definisi dan Hakikat Bahasa Jurnalistik
2. Karakteristik dan Ciri-ciri Bahasa Jurnalistik
3. Bahasa Jurnalistik di Antara Ragam Bahasa

Tugas Akhir Desain Kurikulum dan Silabus

64

Perancangan Desain Kurikulum dan Silabus

Pengalaman Belajar

lainnya.
: 1. Mengkaji definisi dan hakikat bahasa jurnalistik.
2. Mengkaji

karakteristik

dan

ciri-ciri

bahasa

persamaan

bahasa

jurnalistik.
3. Mengkaji
Strategi Pembelajaran

perbedaan

dan

jurnalistik dengan ragam bahasa lain.


: Metode Ceramah, Diskusi, Tanya Jawab,

dan

Presentasi
Tahapan
Pembukaan

Kegiatan dosen

Kegiatan

Media dan Alat

Memberi salam,

Mahasiswa
Memberi

Pembelajaran
Kurikulum, Silabus,

mengecek kehadiran

salam dan

Satuan Acara

peserta didik.

menyimak.

Perkuliahan (SAP)
buku panduan, tugas
berstruktur, slide

Penyajian

1. Menjelaskan

presentasi, LCD
Kurikulum, Silabus,

definisi dan ciri-ciri

mendengarkan, rencana dan studi

bahasa jurnalistik.

mencatat,

guide, buku panduan,

diskusi

tugas berstruktur, slide

kedudukan bahasa

kelompok, dan

presentasi, LCD

jurnalistik di antara

tanya jawab

ragam bahasa lain.


Merangkum mengenai

Menyimak,

Kurikulum, Silabus,

definisi, ciri-ciri dan

mendengarkan

SAP, buku panduan,

kedudukan bahasa

dan mencatat,

tugas berstruktur, slide

jurnalistik

diskusi dan

presentasi, LCD.

2. Menjelaskan

Penutup

Menyimak,

Post test

tanya jawab
Ujian tertulis, lisan, evaluasi terhadap proses pembelajaran,

Referensi

membuat tugas mengenai apa yang sudah dipelajari.


1. Power Point
2. Anwar, H. Rosihan. 2005 (cet. kelima). Bahasa Jurnalistik
Indonesia & Komposisi. Yogyakarta: Media Abadi.

Tugas Akhir Desain Kurikulum dan Silabus

64

Perancangan Desain Kurikulum dan Silabus

3. Chaer, Abdul. 2010. Bahasa Jurnalistik. Jakarta: Rineka Cipta.


4. Dewabrata,

A.M.

2004.

Kalimat

Jurnalistik

Panduan

Mencermati Penulisan Berita. Jakarta: Kompas.


5. Rahardi, Dr. R. Kunjana, M.Hum. 2006. Asyik Berbahasa
Jurnalistik Kalimat Jurnalistik dan Temali Masalahnya.
Yogyakarta: Santusta.
6. Rahardi, Dr. R. Kunjana, M.Hum. 2006. Paragraf Jurnalistik
Menyusun Alinea Bernilai Rasa dalam Bahasa Laras Media.
Yogyakarta: Santusta.
7. Sarwoko, Tri Adi. 2007. Inilah Bahasa Indonesia Jurnalistik.
Yogyakarta: Andi.
Dosen Pengampu,

Putu Agus Permanamiarta, S.S.

SATUAN ACARA PERKULIAHAN (SAP)


Mata Kuliah
Kode Mata Kuliah
Bobot
Waktu Pertemuan

:
:
:
:

Bahasa Indonesia Jurnalistik


MKB 604
2 SKS
2 x 100 menit

Tugas Akhir Desain Kurikulum dan Silabus

64

Perancangan Desain Kurikulum dan Silabus

Pertemuan
Standar Kompetensi

: III dan IV
: Menguasai, memahami serta mampu menerapkan

Kompetensi Dasar
Indikator Pencapaian

konsep dan praksis bahasa jurnalistik di media massa.


: Memahami konsep bahasa jurnalistik
: 1. Mampu menjelaskan hubungan bahasa jurnalistik
dan masyarakat.
2. Mampu menjelaskan Pedoman Pokok Pemakaian

Materi Pokok

Bahasa Pers
: 1. Bahasa Jurnalistik dan Masyarakat

Pengalaman Belajar

2. Pedoman Pokok Pemakaian Bahasa Pers


: 1. Mengkaji hubungan timbal balik antara bahasa
media dan masyarakat
2. Mengkaji Pedoman Pokok Pemakaian Bahasa Pers

Strategi Pembelajaran

: Metode Ceramah, Diskusi, Tanya Jawab, dan


Presentasi

Tahapan
Pembukaan

Kegiatan dosen

Kegiatan

Media dan Alat

Memberi salam,

Mahasiswa
Memberi

Pembelajaran
Kurikulum, Silabus,

mengecek kehadiran

salam dan

Satuan Acara

peserta didik.

menyimak.

Perkuliahan (SAP)
buku panduan, tugas
berstruktur, slide

Penyajian

1. Menjelaskan

Menyimak,

presentasi, LCD
Kurikulum, Silabus,

hubungan bahasa

mendengarkan, rencana dan studi

jurnalistik dan

mencatat,

guide, buku panduan,

masyarakat.

diskusi

tugas berstruktur, slide

kelompok, dan

presentasi, LCD

2. Menjelaskan
pedoman pokok

tanya jawab

pemakaian bahasa
Penutup

pers
Merangkum mengenai

Menyimak,

Kurikulum, Silabus,

hubungan masyarakat

mendengarkan

SAP, buku panduan,

dan bahasa jurnalistik

dan mencatat,

tugas berstruktur, slide

Tugas Akhir Desain Kurikulum dan Silabus

64

Perancangan Desain Kurikulum dan Silabus

serta pedoman pokok


Post test
Referensi

diskusi dan

presentasi, LCD.

pemakaian bahasa pers. tanya jawab


Ujian tertulis, lisan, evaluasi terhadap proses pembelajaran,
membuat tugas mengenai apa yang sudah dipelajari.
1. Power Point
2. Anwar, H. Rosihan. 2005 (cet. kelima). Bahasa Jurnalistik
Indonesia & Komposisi. Yogyakarta: Media Abadi.
3. Chaer, Abdul. 2010. Bahasa Jurnalistik. Jakarta: Rineka Cipta.
4. Dewabrata, A.M. 2004. Kalimat Jurnalistik Panduan
Mencermati Penulisan Berita. Jakarta: Kompas.
5. Rahardi, Dr. R. Kunjana, M.Hum. 2006. Asyik Berbahasa
Jurnalistik Kalimat Jurnalistik dan Temali Masalahnya.
Yogyakarta: Santusta.
6. Rahardi, Dr. R. Kunjana, M.Hum. 2006. Paragraf Jurnalistik
Menyusun Alinea Bernilai Rasa dalam Bahasa Laras Media.
Yogyakarta: Santusta.
7. Sarwoko, Tri Adi. 2007. Inilah Bahasa Indonesia Jurnalistik.
Yogyakarta: Andi.
Dosen Pengampu,

Putu Agus Permanamiarta, S.S.


SATUAN ACARA PERKULIAHAN (SAP)
Mata Kuliah
Kode Mata Kuliah
Bobot
Waktu Pertemuan
Pertemuan
Standar Kompetensi

:
:
:
:
:
:

Bahasa Indonesia Jurnalistik


MKB 604
2 SKS
3 x 100 menit
V, VI, dan VII
Menguasai, memahami serta mampu menerapkan

Kompetensi Dasar
Indikator Pencapaian

konsep dan praksis bahasa jurnalistik di media massa.


: Memahami konsep bahasa jurnalistik
: 1. Mampu menjelaskan kata penat
2. Mampu menjelaskan kata mubazir

Materi Pokok

3. Mampu menjelaskan bahasa yang hemat kata


: 1. Kata Penat

Tugas Akhir Desain Kurikulum dan Silabus

64

Perancangan Desain Kurikulum dan Silabus

2. Kata Mubazir
Pengalaman Belajar

3. Bahasa yang hemat kata


: 1. Mengkaji kata-kata penat dalam bahasa jurnalistik
2. Mengkaji

kata-kata

mubazir

dalam

bahasa

jurnalistik
3. Mengkaji bahasa yang hemat kata dalam media
Strategi Pembelajaran

massa
: Metode Ceramah, Diskusi, Tanya Jawab, dan
Presentasi

Tahapan

Kegiatan dosen

Kegiatan
Mahasiswa
Memberi
salam dan
menyimak.

Media dan Alat


Pembelajaran
Kurikulum, Silabus,
Satuan Acara
Perkuliahan (SAP)
buku panduan, tugas
berstruktur, slide
presentasi, LCD
Menyimak,
Kurikulum, Silabus,
mendengarkan, rencana dan studi
mencatat,
guide, buku panduan,
diskusi
tugas berstruktur, slide
kelompok, dan presentasi, LCD
tanya jawab

Pembukaan

Memberi salam,
mengecek kehadiran
peserta didik.

Penyajian

1. Menjelaskan katakata penat dalam


bahasa jurnalistik
2. Menjelaskan katakata mubazir dalam
bahasa jurnalistik
3. Menjelaskan bahasa
yang hemat kata
dalam media massa
Merangkum mengenai
Menyimak,
Kurikulum, Silabus,
kata-kata penat, katamendengarkan SAP, buku panduan,
kata mubazir dan
dan mencatat,
tugas berstruktur, slide
bahasa yang hemat kata diskusi dan
presentasi, LCD.
dalam media massa
tanya jawab
Ujian tertulis, lisan, evaluasi terhadap proses pembelajaran,
membuat tugas mengenai apa yang sudah dipelajari.
1. Power Point
2. Anwar, H. Rosihan. 2005 (cet. kelima). Bahasa Jurnalistik
Indonesia & Komposisi. Yogyakarta: Media Abadi.
3. Chaer, Abdul. 2010. Bahasa Jurnalistik. Jakarta: Rineka Cipta.
4. Dewabrata, A.M. 2004. Kalimat Jurnalistik Panduan
Mencermati Penulisan Berita. Jakarta: Kompas.

Penutup

Post test
Referensi

Tugas Akhir Desain Kurikulum dan Silabus

64

Perancangan Desain Kurikulum dan Silabus

5. Rahardi, Dr. R. Kunjana, M.Hum. 2006. Asyik Berbahasa


Jurnalistik Kalimat Jurnalistik dan Temali Masalahnya.
Yogyakarta: Santusta.
6. Rahardi, Dr. R. Kunjana, M.Hum. 2006. Paragraf Jurnalistik
Menyusun Alinea Bernilai Rasa dalam Bahasa Laras Media.
Yogyakarta: Santusta.
7. Sarwoko, Tri Adi. 2007. Inilah Bahasa Indonesia Jurnalistik.
Yogyakarta: Andi.
Dosen Pengampu,

Putu Agus Permanamiarta, S.S.

SATUAN ACARA PERKULIAHAN (SAP)


Mata Kuliah
Kode Mata Kuliah
Bobot
Waktu Pertemuan
Pertemuan
Standar Kompetensi

:
:
:
:
:
:

Bahasa Indonesia Jurnalistik


MKB 604
2 SKS
2 x 100 menit
IX dan X
Menguasai, memahami serta

Kompetensi Dasar
Indikator Pencapaian

konsep dan praksis bahasa jurnalistik di media massa.


: Memahami konsep bahasa jurnalistik
: 1. Mampu menjelaskan bahasa yang tepat makna

Materi Pokok

2. Mampu menjelaskan bahasa yang nalar


: 1. Bahasa yang tepat makna

Pengalaman Belajar

2. Bahasa yang nalar


: 1. Mengkaji bahasa yang tepat makna dalam media

mampu

menerapkan

massa
2. Mengkaji bahasa yang nalar dalam media massa
Strategi Pembelajaran : Metode Ceramah, Diskusi, Tanya Jawab, dan Presentasi
Tahapan
Kegiatan dosen
Kegiatan
Media dan Alat

Tugas Akhir Desain Kurikulum dan Silabus

64

Perancangan Desain Kurikulum dan Silabus

Pembukaan

Memberi salam,

Mahasiswa
Memberi

Pembelajaran
Kurikulum, Silabus,

mengecek kehadiran

salam dan

Satuan Acara Perkuliahan

peserta didik.

menyimak.

(SAP) buku panduan,


tugas berstruktur, slide

Penyajian

1. Menjelaskan bahasa

Menyimak,

yang tepat makna

mendengarkan, rencana dan studi guide,

dalam media masssa

mencatat,

buku panduan, tugas

diskusi

berstruktur, slide

kelompok, dan

presentasi, LCD

media massa
Merangkum mengenai

tanya jawab
Menyimak,

Kurikulum, Silabus, SAP,

bahasa yang tepat

mendengarkan

buku panduan, tugas

makna dan bernalar

dan mencatat,

berstruktur, slide

dalam media massa

diskusi dan

presentasi, LCD.

2. Menjelaskan bahasa
yang nalar dalam
Penutup

presentasi, LCD
Kurikulum, Silabus,

Post test

tanya jawab
Ujian tertulis, lisan, evaluasi terhadap proses pembelajaran, membuat

Referensi

tugas mengenai apa yang sudah dipelajari.


1. Power Point
2. Anwar, H. Rosihan. 2005 (cet. kelima). Bahasa Jurnalistik
Indonesia & Komposisi. Yogyakarta: Media Abadi.
3. Chaer, Abdul. 2010. Bahasa Jurnalistik. Jakarta: Rineka Cipta.
4. Dewabrata, A.M. 2004. Kalimat Jurnalistik Panduan Mencermati
Penulisan Berita. Jakarta: Kompas.
5. Rahardi, Dr. R. Kunjana, M.Hum. 2006. Asyik Berbahasa
Jurnalistik

Kalimat

Jurnalistik

dan

Temali

Masalahnya.

Yogyakarta: Santusta.
6. Rahardi, Dr. R. Kunjana, M.Hum. 2006. Paragraf Jurnalistik
Menyusun Alinea Bernilai Rasa dalam Bahasa Laras Media.
Yogyakarta: Santusta.
7. Sarwoko, Tri Adi. 2007. Inilah Bahasa Indonesia Jurnalistik.

Tugas Akhir Desain Kurikulum dan Silabus

64

Perancangan Desain Kurikulum dan Silabus

Yogyakarta: Andi.
Dosen Pengampu,

Putu Agus Permanamiarta, S.S.

SATUAN ACARA PERKULIAHAN (SAP)


Mata Kuliah
Kode Mata Kuliah
Bobot
Waktu Pertemuan
Pertemuan
Standar Kompetensi

:
:
:
:
:
:

Bahasa Indonesia Jurnalistik


MKB 604
2 SKS
3 x 100 menit
XI, XII, dan XIII
Menguasai, memahami serta

Kompetensi Dasar

konsep dan praksis bahasa jurnalistik di media massa.


: Menganalisis Bahasa Media Massa dan Menerapkan

Indikator Pencapaian
Materi Pokok
Pengalaman Belajar

Konsep Bahasa Jurnalistik


: Mampu menganalisis bahasa dalam media massa
: Menganalisis Bahasa Media Massa
: Berlatih mengidentifikasi kesalahan penggunaan bahasa

mampu

menerapkan

di media massa
Strategi Pembelajaran : Metode Ceramah, Diskusi, Tanya Jawab, dan Presentasi
Kegiatan
Media dan Alat
Tahapan
Kegiatan dosen
Mahasiswa
Pembelajaran
Pembukaan Memberi salam,
Memberi
Kurikulum, Silabus,
mengecek kehadiran

salam dan

Satuan Acara Perkuliahan

peserta didik.

menyimak.

(SAP) buku panduan,


tugas berstruktur, slide

Penyajian

Memberikan pelatihan

Berlatih

presentasi, LCD
Kurikulum, Silabus,

tentang tata cara

menganalisis

rencana dan studi guide,

Tugas Akhir Desain Kurikulum dan Silabus

64

Perancangan Desain Kurikulum dan Silabus

Penutup

menganalisis kesalahan

kesalahan

buku panduan, tugas

bahasa dalam media

bahasa dalam

berstruktur, slide

massa
Merangkum hasil

media bahasa
Menyimak,

presentasi, LCD
Kurikulum, Silabus, SAP,

analisis mahasiswa

mendengarkan

buku panduan, tugas

terhadap bahasa

dan mencatat,

berstruktur, slide

jurnalistik dalam media

diskusi dan

presentasi, LCD.

Post test

massa
tanya jawab
Ujian tertulis, lisan, evaluasi terhadap proses pembelajaran, membuat

Referensi

tugas mengenai apa yang sudah dipelajari.


1. Power Point
2. Anwar, H. Rosihan. 2005 (cet. kelima). Bahasa Jurnalistik
Indonesia & Komposisi. Yogyakarta: Media Abadi.
3. Chaer, Abdul. 2010. Bahasa Jurnalistik. Jakarta: Rineka Cipta.
4. Dewabrata, A.M. 2004. Kalimat Jurnalistik Panduan Mencermati
Penulisan Berita. Jakarta: Kompas.
5. Rahardi, Dr. R. Kunjana, M.Hum. 2006. Asyik Berbahasa
Jurnalistik

Kalimat

Jurnalistik

dan

Temali

Masalahnya.

Yogyakarta: Santusta.
6. Rahardi, Dr. R. Kunjana, M.Hum. 2006. Paragraf Jurnalistik
Menyusun Alinea Bernilai Rasa dalam Bahasa Laras Media.
Yogyakarta: Santusta.
7. Sarwoko, Tri Adi. 2007. Inilah Bahasa Indonesia Jurnalistik.
Yogyakarta: Andi.
Dosen Pengampu,

Putu Agus Permanamiarta, S.S.

Tugas Akhir Desain Kurikulum dan Silabus

64

Perancangan Desain Kurikulum dan Silabus

SATUAN ACARA PERKULIAHAN (SAP)


Mata Kuliah
Kode Mata Kuliah
Bobot
Waktu Pertemuan
Pertemuan
Standar Kompetensi

:
:
:
:
:
:

Bahasa Indonesia Jurnalistik


MKB 604
2 SKS
2 x 100 menit
XIV dan XV
Menguasai, memahami serta

Kompetensi Dasar

konsep dan praksis bahasa jurnalistik di media massa.


: Menganalisis Bahasa Media Massa dan Menerapkan

Indikator Pencapaian
Materi Pokok
Pengalaman Belajar

Konsep Bahasa Jurnalistik


: Mampu menerapkan Konsep Bahasa Jurnalistik
: Menerapkan Konsep Bahasa Jurnalistik
: Berlatih membuat berita pendek menggunakan bahasa

mampu

menerapkan

jurnalistik
Strategi Pembelajaran : Metode Ceramah, Diskusi, Tanya Jawab, dan Presentasi
Kegiatan
Media dan Alat
Tahapan
Kegiatan dosen
Mahasiswa
Pembelajaran
Pembukaan Memberi salam,
Memberi salam Kurikulum, Silabus,
mengecek kehadiran

dan menyimak.

peserta didik.

Satuan Acara
Perkuliahan (SAP) buku
panduan, tugas
berstruktur, slide

Penyajian

Penutup

Menjelaskan cara

Berlatih

presentasi, LCD
Kurikulum, Silabus,

membuat berita pendek

membuat berita

rencana dan studi guide,

menggunakan bahasa

pendek

buku panduan, tugas

jurnalistik

menggunakan

berstruktur, slide

bahasa

presentasi, LCD

jurnalistik
Menyimak,

Kurikulum, Silabus,

Merangkum dan

Tugas Akhir Desain Kurikulum dan Silabus

64

Perancangan Desain Kurikulum dan Silabus

membahas hasil karya

mendengarkan

SAP, buku panduan,

siswa mengenai berita

dan mencatat,

tugas berstruktur, slide

pendek menggunakan

diskusi dan

presentasi, LCD.

Post test

bahasa jurnalistik
tanya jawab
Ujian tertulis, lisan, evaluasi terhadap proses pembelajaran, membuat

Referensi

tugas mengenai apa yang sudah dipelajari.


1. Power Point
2. Anwar, H. Rosihan. 2005 (cet. kelima). Bahasa Jurnalistik
Indonesia & Komposisi. Yogyakarta: Media Abadi.
3. Chaer, Abdul. 2010. Bahasa Jurnalistik. Jakarta: Rineka Cipta.
4. Dewabrata, A.M. 2004. Kalimat Jurnalistik Panduan Mencermati
Penulisan Berita. Jakarta: Kompas.
5. Rahardi, Dr. R. Kunjana, M.Hum. 2006. Asyik Berbahasa
Jurnalistik

Kalimat

Jurnalistik

dan

Temali

Masalahnya.

Yogyakarta: Santusta.
6. Rahardi, Dr. R. Kunjana, M.Hum. 2006. Paragraf Jurnalistik
Menyusun Alinea Bernilai Rasa dalam Bahasa Laras Media.
Yogyakarta: Santusta.
7. Sarwoko, Tri Adi. 2007. Inilah Bahasa Indonesia Jurnalistik.
Yogyakarta: Andi.
Dosen Pengampu,

Putu Agus Permanamiarta, S.S.


3.2

Tujuan (Objective)
Menurut Robert F. Marger (1962, dalam Hamzah, 2008) pengertian tujuan

pembelajaran adalah sebagai perilaku yang hendak dicapai atau yang dapat
dikerjakan oleh siswa pada kondisi dan tingkat kompetensi tertentu.
Menurut Edwar L. Dejnozka dan David E,. Kapel (1981) dan juga Kemp
(1977) dalam Hamzah (2008) bahwa pengertian tujuan pembelajaran adalah
suatu pernyataan yang spesifik yang dinyatakan dalam perilaku atau penampilan

Tugas Akhir Desain Kurikulum dan Silabus

64

Perancangan Desain Kurikulum dan Silabus

yang diwujudkan dalam bentuk tulisan untuk menggambarkan hasil belajar yang
diharapkan. Perilaku ini dapat berupa fakta yang kongkret serta dapat dilihat dan
fakta yang tersamar. Sedangkan menurut Fred Percival dan Henry Ellington
(1984) pengertian tujuan pembelajaran adalah suatu pernyataan yang jelas dan
menunjukkan penampilan atau keterampilan siswa tertentu yang diharapkan dapat
dicapai sebagai hasil belajar.
Tujuan pembelajaran biasanya diarahkan pada salah satu kawasan /ranah
dari taksonomi Benyamin S. Bloom dan D. Krathwohl (1964), yang memilah
taksonomi pembelajaran dalam tiga ranah yaitu ranah kognitif, afektif, dan ranah
psikomotor.
Mata kuliah Bahasa Indonesia Jurnalistik ini memiliki beberapa tujuan
yaitu agar mahasiswa:
1.

mampu menjelaskan definisi dan ciri-ciri bahasa jurnalistik;

2.

dapat menjelaskan kedudukan bahasa jurnalistik di antara ragam bahasa


lain;

3.

mampu menjelaskan hubungan bahasa jurnalistik dan masyarakat;

4.

dapat menjelaskan pedoman bahasa jurnalistik;

5.

mampu memahami Kata Penat dan Kata Mubazir;.

6.

mampu memahami Konsep Bahasa yang Hemat Kata;

7.

mampu memahami Konsep Bahasa yang Menarik;

8.

mampu memahami Konsep Bahasa yang Tepat Makna dan Nalar;

9.

mampu menganalisis kesalahan berbahasa dalam media massa; dan

10. mampu menerapkan konsep bahasa jurnalistik


3.3

Evaluasi Materi
Materi-materi tentang Bahasa Indonesia Jurnalistik sangat beragam,

tentunya perlu mengevaluasi materi tersebut sebelum dimuat dalam silabus.


Tujuan evaluasi materi ini adalah untuk memilah-milah materi apa yang cocok
diajarkan untuk mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Daerah,
Bidang Ilmu Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Pendidikan

Tugas Akhir Desain Kurikulum dan Silabus

64

Perancangan Desain Kurikulum dan Silabus

Bahasa dan Seni, IKIP PGRI Bali. Materi yang cocok tersebut sudah tertera dalam
Silabus dan SAP.
3.4

Perancangan Materi

Menurut para pakar ada sepuluh langkah yang harus dilalui dalam menyusun
rancangan kegiatan pembelajaran. Beberapa pakar yang dapat dijadikan acuan
misalnya apa yang pernah ditulis oleh Atwi Suparman (1993), Toeti Soekamto,
dkk. (1993), dan Asmawi Zainul, dkk. (1993) secara singkat kesepuluh langkah
tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Pentingnya Dosen Mencari Informasi Sebanyak-banyaknya
Jika seorang dosen ingin menyiapkan bahan perkuliahan, ia harus selalu
ingat yakni:
Bahan ajar apa yang akan diberikan kepada mahasiswanya, walaupun mata
kuliahnya sama namun bobot/kualitas bahan ajar dapat berbeda. Misalnya
memberi materi bahan ajar English for Specific Purposes (ESP) pada
semester 1, dan semester II harus beda.
Sebelum perkuliahan dimulai, dosen harus menyiapkan materi kuliah
dalam satu semester dan mahasiswa mengetahui juga apa tugasnya selama
mengikuti perkuliahan di semester itu. Sejauh mana mahasiswa
mengetahui materi kuliah yang diberikan oleh dosen, artinya dosen jangan
menyarankan mahasiswa untuk membaca literature yang sulit diperoleh
mahasiswa. Semua informasi yang berkaitan dengan materi kuliah (silabus
mata kuliah tersebut) amatlah sangat penting untuk diketahui oleh dosen
atau mahasiswa.
2. Menuliskan Pokok Bahasan dan Sub-pokok Bahasan
Pokok Bahasan berupa materi pokok kuliah yang akan diberikan dalam
perkuliahan atau praktikum. Setiap Pokok Bahasan terdiri atas Sub-pokok
Bahasan. Satu Pokok Bahasan dapat terdiri dari satu atau lebih sub Pokok
Bahasan dan tiap sub Pokok Bahasan juga dapat terdiri satu atau lebih dari
sasaran belajar.

Tugas Akhir Desain Kurikulum dan Silabus

64

Perancangan Desain Kurikulum dan Silabus

3. Merumuskan Tujuan Instruksional Umum (TIU) untuk Tiap Pokok


Bahasan.
Ada perbedaan antara TIU untuk mata kuliah dan TIU untuk setiap
Pokok Bahasan, maka dari itu kita perlu memahami apa fungsi dan sifat
TIU tersebut.
Fungsi TIU adalah:
a. sebagai dasar untuk menyusun sasaran belajar;
b. sebagai dasar untuk menjelaskan tujuan mata kuliah secara ringkas;
c. untuk menjelaskan kedudukan mata kuliah di dalam kurikulum;
d. untuk menentukan kegiatan belajar.
Sedangkan sifat TIU adalah:
a. Luas dan umum, jangan menulis TIU secara spesifik
b. Jumlahnya sedikit saja. Misalnya setiap Pokok Bahasan hanya ada
satu atau dua. Dalam menulis TIU mata kuliah, diusahakan
jumlahnya terbatas, namun mencakup tujuan TIU tersebut.
c. Penulisan TIU untuk kepentingan dosen dalam mengarahkan
kuliah yang diampunya.
d. Rumusan TIU dapat berorientasi perilaku memberikan kuliah
(dosen) dan perilaku mahasiswa dalam belajar.
4. Menyusun Pokok Bahasan dan Sub-pokok Bahasan dalam Skema
Hubungan
Skema hubungan Pokok Bahasan yang satu dengan yang lain dikatakan
rigid bila hubungan secara logika (nalar) berkaitan satu sama yang lain.
Maka dari itu, sebaiknya digunakan kata mengapa dalam menyusun
skema hubungan tersebut. Misalnya mengapa Pokok Bahasan -1 harus
didahulukan sebelum Pokok Bahasan-2 diberikan, dan sebagainya. Skema
hubungan ini penting dalam menyusun keseluruhan konteks isi mata
kuliah yang akan diberikan.
5. Menentukan Frekuensi Kuliah untuk Setiap Pokok Bahasan

Tugas Akhir Desain Kurikulum dan Silabus

64

Perancangan Desain Kurikulum dan Silabus

Tiap mata kuliah memiliki bobot yang berbeda misalnya 4 sks (sistem
kredit semester), 2 sks, dan 3 sks, maka tiap mata kuliah juga memiliki
Pokok Bahasan yang berbeda pula, oleh karena itu frekuensi kuliah setiap
Pokok Bahasan untuk setiap mata kuliah juga berbeda.
Misalnya:
a. Mata kuliah Pengantar Jurnalistik berbobot 2 sks
b. Mata kuliah Peliputan dan Wawancara Jurnalistik berbobot 3 sks
Perlu diketahui bahwa 1 sks sama dengan 50 menit dan 3 sks sama
dengan 150 menit. Mata kuliah yang berbobot 3 sks pada umumnya ada
praktikum atau latihan, maka pembagian mata kuliah yang berbobot 3 sks
dibedakan menjadi 1 sks (50 menit tatap muka/kuliah) dan 2 sks (100
menit praktikum/latihan).
6. Merumuskan Sasaran Belajar
Inti dari kegiatan perkuliahan ada pada sasaran belajar. Maka dari itu
penyusunan sasaran belajar harus benar, isi dan bentuknya harus terukur,
artinya dapat dievaluasi sampai seberapa besar sasaran belajar tersebut
tercapai. Penulisan sasaran belajar sebaiknya harus:
a. terinci;
b. sesuai dengan perilaku mahasiswa (dan terukur);
c. diberikan sesuai dengan waktu yang ditentukan;
d. sesuai dengan hasil minimal yang ingin dicapai;
e. sesuai dengan sarana yang ada.
7. Membuat Matriks Rencana Kegiatan Perkuliahan (RKP)
Matriks RKP berisi seperangkat informasi yang menjelaskan secara rinci
hubungan antara Pokok Bahasan, Sub-pokok Bahasan, Sasaran Belajar,
Bentuk Pengajaran, Media Pengajaran, Tugas Terstruktur, Waktu Tatap
Muka yang diperlukan dan Pustaka yang dipergunakan untuk menjelaskan
Pokok Bahasan, Subpokok Bahasan dan Sasaran Belajar.
Penulisan matriks ini sudah relatif baku, yaitu mulai dari:
a. Nomor urut

Tugas Akhir Desain Kurikulum dan Silabus

64

Perancangan Desain Kurikulum dan Silabus

b. Pokok Bahasan
c. Subpokok Bahasan
d. Sasaran Belajar
e. Bentuk Pengajaran
f. Media Pengajaran
g. Waktu yang diperlukan setiap tatap muka dalam menjelaskan
Pokok Bahasan dan Subpokok Bahasan tersebut
h. Penulisan Pustaka (buku wajib atau pendukung Readers).
8. Menentukan Ujian dan Bobot Soal
Satu semester biasanya terdiri atas 16 kali tatap muka (termasuk
penyelesaian tugas terstruktur). Satu semester tersebut pada umumnya
terdiri dari:
a. satu kali Ujian Tengah Semester (mid test);
b. satu kali Ujian Akhir Semester (final test), sehingga terjadi 16
kegiatan per semester.
Pembobotannya juga berbeda antara ujian tengah semester, ujian akhir
semester dan tugas terstruktur. Sebagai contoh seorang dosen membagi
bobot soalnya sebagai berikut:
a. Ada 3 tugas terstruktur masing-masing diberi bobot 10% sehingga
berjumlah 30%;
b. Ujian Tengah Semester bobotnya 20%;
c. Ujian Akhir Semester diberi bobot 50%; sehingga secara
keseluruhan akan diperoleh penilaian 100%.
Dengan penilaian seperti itu, seorang mahasiswa tidak akan lulus jika ia
hanya mengikuti UAS saja, dan sedikit berpeluang lulus jika mahasiswa
hanya mengikuti UTS dan UAS, atau mengerjakan tugas terstruktur dan
UAS (nilainya 70% sampai 80%). Mahasiswa berpeluang besar untuk
lulus jika tugas terstruktur dikerjakan, UTS diikuti dan UAS juga diikuti.
Jenis ujian ada 2 macam, yaitu:

Tugas Akhir Desain Kurikulum dan Silabus

64

Perancangan Desain Kurikulum dan Silabus

a. ujian terbuka, misalnya ujian tulis (essay), ujian menulis


masalah/memecahkan masalah; dan ujian dengan mengisi sejumlah
soal yang telah ditentukan.
b. ujian tertutup, misalnya menjawab jawaban salah atau benar,
memilih

salah

satu

alternatif

jawaban

yang

benar,

dan

menjodohkan padanan kata.


9. Menyusun Pedoman Perkuliahan dan Rencana Kegiatan Perkuliahan
Pada saat menyusun pedoman perkuliahan, alangkah baiknya diadakan
diskusi terlebih dahulu dengan teman-teman satu team untuk selalu
merevisi isi dan format Rencana Kegiatan Perkuliahan (RKP) yang telah
dibuat kemudian ditetapkan Pedoman Perkuliahan. Apabila RKP sudah
dioperasionalkan pelaksanaannya dan mengalami hambatan, maka
secepatnya diadakan revisi/perubahan, disesuaikan dengan keperluan dan
karakteristik mahasiswa yang diberikan perkuliahan. Faktor lain yang
perlu dipertimbangkan pada saat menyusun Rencana Kegiatan Perkuliahan
adalah ketersediaan sumber belajar.
10. Menyerahkan Rencana Kegiatan Perkuliahan (RKP)
Rencana Kegiatan Perkuliahan biasanya hanya bersifat tentatif, artinya
pembuatan RKP tersebut bersifat sementara yang menuntut perbaikan dan
penyempurnaan. Jika RKP selesai dibuat, segera diserahkan ke bagian
akademik, ke jurusan dan simpan sendiri sebagai pedoman kita sebagai
dosen. Dengan adanya RKP ditangan seorang dosen maka kapasitasnya
sebagai pengajar sudah memiliki pegangan yang memandu kegiatannya
mengajar. Dan dosen juga harus membuat reader, yakni sekumpulan bahan
bacaan, gambar dan materi tertulis lainnya yang disusun dalam rangka
mendukung isi dari Pokok Bahasan.
Seorang dosen harus merancang materi pembelajaran sebelum mereka
mengajarkan kepada mahasiswanya. Materi harus dipersiapkan dengan baik agar
padu dengan materi kuliah. Perancangan materi disini sangatlah penting
dilakukan, karena dengan merancang sebuah materi terlebih dahulu, tentu saja

Tugas Akhir Desain Kurikulum dan Silabus

64

Perancangan Desain Kurikulum dan Silabus

seorang dosen akan lebih siap menyampaikan materi di kelas dan materi
perkuliahan atau pembelajaran akan lebih terstruktur. Berikut materi pembelajaran
mata kuliah Bahasa Indonesia Jurnalistik yang dapat menunjang karier
mahasiswa dibidang jurnalistik selain menjadi guru.
MATERI PEMBELAJARAN
Mata Kuliah
Kode Mata Kuliah
Bobot

: Bahasa Indonesia Jurnalistik


: MKB 604
: 2 SKS

A. Pengertian Jurnalistik
Profesor S. Wojowasito (1978) dalam makalahnya berjudul Bahasa
Jurnalistik: Segi-segi yang harus diperhatikan untuk meningkatkan mutu
penggunaanya menjelaskan, bahasa jurnalistik adalah bahasa komunikasi massa
sebagaimana tmapak dalam harian-harian dan majalah. Melihat fungsinya sebagai
alat komunikasi massa, bahasa jurnalistik harus jelas dan mudah dibaca oleh
mereka dengan ukuran intelektual yang minimal, sehingga sebagian besar
masyarakat pembaca yang melek hurup dan aksara dapat menikmati isinya.
Kendatipun demikian, tuntutan bahwa bahasa jurnalistik harus baik dan sesuai
dengan norma-norma yang berlaku tidak boleh ditinggalkan. Dengan kata lain,
bahasa jurnalistik yang baik dan sopan harus sesuai dengan norma-norma tata
bahasa, yang antara lain terdiri atas susunan kalimat yang benar, pilihan kata yang
sesuai, dan beritanya dapat dipercaya.
J. S. Badudu (1978) juga menjelaskan, bahasa surat kabar harus singkat,
padat, sederhana, jelas, lugas, tetapi selalu menarik. Sifat-sifat itu harus dipenuhi
oleh bahasa jurnalistik, mengingat surat kabar dibaca oleh lapisan masyarakat
yang tidak sama tingkat pengetahuanya. Disamping itu, setiap orang tidak harus
menghabiskan waktunya hanya dengan membaca surat kabar. Bahasa jurnalistik
juga harus lugas tetapi jelas, agar mudah dipahami isisnya. Pembaca surat kabar

Tugas Akhir Desain Kurikulum dan Silabus

64

Perancangan Desain Kurikulum dan Silabus

tidak harus mengulang-ngulang apa yang dibacanya karena ketidakjelasan bahasa


yang digunakan dalam surat kabar itu.
Selanjutnya, J. S. Badudu menyatakan, bahasa jurnalistik harus didasarkan
kepada bahasa baku. Bahasa baku adalah bahasa yang digunakan oleh masyarakat
yang paling luas pengaruhnya dan paling besar wibawanya. Bahasa baku
digunakan dalam situasai resmi baik lisan maupun tulisan, misalnya, bahasa yang
digunakan dalam berkhutbah, memberikan kuliah, ceramah, pelajaran, diskusi,
seminar, memimpin rapat dan sebagainya (lisan0. Adapun bahasa resmi yang
diguunakan dalam tulisan, misalnya, surat-menyurat resmi, menulis laporan resmi,
buku skripsi, tesis, disertasi, menulis peraturan-peraturan, undang-undang,
laporan, dan lain-lain (tulisan). Demikian pula bahasa yang digunakan dalam surat
kabar, majalah, bahasa siaran televisi, radio, -- harus baku agar bahasa tersebut
dapat dipahami oleh orang yang membaca dan medengarkanya di seluruh
nusantara.
Bahasa Indonesia ragam jurnalistik seyogyanya didefinisikan juga sebagai
alat mencerdaskan kehidupan bangsa. Bahasa jurnalistik merupakan alat
komunikasi para jurnalis (wartawan) yang harus disampaikan dengan cara yang
selaras dengan cita-cita dan selera khalayak umum. Jurnalis harus menguasai
bahasa jurnalistik yang efektif, efisien dan komunikatif, yang memiliki ciri-ciri
bahasa: singkat, padat, sederhana, lugas, menarik, lancar, dan jelas.
Bahasa jurnalistik merupakan salahsatu varian bahasa Indonesia. Baasa
jurnalistik merupakan bahasa komunikasi massa yang digunakan oleh wartawan
dalam surat kabar, majalah, atau tabloid. Dengan demikian, bahasa jurnalistik
harus jelas dan mudah dipahami oleh masyarakat pembaca dengan ukuran
intelektual minimal, sehingga mereka yang membaca tulisan tersebut mampu
menikmati isinya. Bahasa jurnalistik juga harus sesuai dengan norma-norma dan
kaidah-kaidah bahasa (Anwar, 1979: 1).
Bahasa jurnalistik menurut Rosihan Anwar adalah bahasa yang digunakan
oleh wartawan (jurnalis) dalam menulis karya-karya jurnalistik di media massa.
Jadi, hanya bahasa Indonesia pada karya-karya jurnalistik sajalah yang dapat

Tugas Akhir Desain Kurikulum dan Silabus

64

Perancangan Desain Kurikulum dan Silabus

dikatakan atau dikategorikan sebagai bahasa jurnalistik atau bahasa pers, dan
bukan bahasa yang dipakai dalam karya-karya opini (artikel, feature, esei, dan
lain-lain). Oleh karena itu, jika ada wartawan yang juga menulis puisi, cerita
pendek, esai, feature, dan artikel, karya-karya wartawan itu tidak dapat
digolongkan sebagai karya jurnalistik. Bahasa yang dipakai jurnalis dalam
menulis puisi, cerita pendek, artikel, feature, atau esai tidak dapat digolongkan
sebagai bahasa jurnalistik karena hal itu memiliki varian tersendiri.
Bahasa yang digunakan dalam dunia pers merupakan salah satu contoh
dari ragam jurnalistik. Hal ini perlu dikemukakan karena sering muncul anggapan
dalam masyarakat bahwa yang termasuk kedalam ragam jurnalistik hanyalah
pemakaian bahasa dalam pers. Padahal, pemakaian bahasa yang termasuk ragam
jurnalistik selain dalam dunia pers masih banyak. Dalam bagian ini dapatt
dikemukakan, misalnya, pemakain bahasa dalam pengumuman-pengumuuman,
selebaran-selebaran, spanduk, porter, atau leaflet-leaflet. Bahasa-bahasa yang
digunakan dalam media-media tersebut memiliki ciri-ciri ringkas, padat, dan
sederhana. Artinya, cepat, dan langsung pada pokok-pokok persoalan yang
dikemukakan, hemat kata-kata dan struktur kalimat yang pendek, cepat
dimengerti, cenderung ke ragam informal, dan sedapat-dapatnya menarik.
B. Variasi Bahasa Jurnalistik
Mengapa bahasa dalam surat kabar bercirikan ringkas, padat, sederhana,
dan menarik? Jawabanya adalah karena tulisan-tulisan dalam surat kabar harus
disesuaikan dengan kolom-kolom yang relatif telah dibakukan. Dalam waktu yang
relatif singkat dan pendek, seorang wartawan harus menyajikan informasi
sebanyak-banyaknya ke dalam kolom dan ruangan yang terbatas. Dan, bahasanya
pun harus sederhana harus sederhana karena sasaran berita itu meliputi pembaca
yang baru saja melek huruf sampai dengan pemmbaca yang tergolong terdidik.
Dalam keseragaman seperti terlukis di atas, tidak berarti tidak terdapat
kergaman atau kevariasia tulisan dalam surat kabar. Setidak-tidaknya kita
mengenal tulisn-tulisan yang semata-mata mengemukakan fakta, tulisan khas

Tugas Akhir Desain Kurikulum dan Silabus

64

Perancangan Desain Kurikulum dan Silabus

yang kaya opini atau barangkali sekedar pemaparan apa saja yang dimaskud untuk
memperkaya pembacanya, editorial atau tajuk rencana, rubrik, kolom, pojok, dan
tidak lupa pula iklan.
Kevariasian atau keragaman bahasa dalam surat kabar secara berurutan
dapat dilihat dalam uraian berikut ini:
1. Tulisan yang mengutamakan berita faktual
Dalam surat kabar (Inggris, newspaper), ada yang berupa bertia faktual.
Tulisan yang berisi bertia faktual dapat dilihat, misalnya, pada kolom: berita
daerah, berita nasional, berita internasional, berita kota, ekonomi, pertahanan dan
keamanan, pendidikan dan olah raga, kebudayaan, dan lain-lain.
Dalam surat kabar yang sudah bonafide dan maju, jenis-jenis berita itu
ditangani oleh wartawan yang memang ahli dalam bidang masing-masing. Tulisan
jenis berita ini tentunya bersifat deskriptif. Di sini wartawan atau penulis surat
kabar semata-mata berusaha menyajikan atau memaparkan secara rinci topik yang
sedang dibicarakan. Tulisan semacam ini diharapkan mampu mebangkitkan daya
khayal pembaca, sehingga mereka seolah-olah menyaksikan sendiri peristiwa,
kejadian, atau sesuatu secara utuh.
2. Tulisan nonberita
Dalam kolom surat kabar yang memuat tulisan jenis ini, dapat dimuat
polemik pokok permasalahan tertentu. Tulisan jenis ini tentunya bersifat
argumentatif. Argumentasi adalah bentuk tulisan yang dimaksud unruk mengubah
pendapat orang lain agar mendekati kesamaan dengan pendapat nya sendiri
(penulis).
Dengan menyusun dan mensistematiskan fakta-fakta yang ada, penulis
meyakinkan bahwa pendapatnya itu dapat dipertanggungjawabkan. Jenis tulisan
noberita ini juga dimaksudkan untuk memperluas pengetahuan pembaca. Disadari,
ruang iinilah yang terbuka cukup lebar bagi siapa saja yang ingin mengisinya.
Yang harus selalu diingat adalah isi tulisan itu harus dituangkan kedalam bahasa

Tugas Akhir Desain Kurikulum dan Silabus

64

Perancangan Desain Kurikulum dan Silabus

yang mudah dicerna, segar, cukup sederhana, dan jangan lupa nada menghibur.
Tulisan itu dapat berupa eksposisi, dapat juga berupa narasi.
Suatu tulisan dikategorikan ke dalam jenis eksposisi apabila tulisan itu
berusaha menguraikan suatu pokok masalah yang diharapkan dapat membuka
cakreawala pembacanya lebih jauh atau sekedar menambah pengetahuan mereka.
Sebenarnya, jenis tulisan lain tentu akan berakibat memperluas pengetahuan
pembacanya, misqalnya, tulisan narasi, perbedaanya, eksposisi itu menonjolkan
aspek tujuan memperluas pengetahuan; sedangkan narasi lebih menekankan aspek
urutan-urutan berlangsungnya suatu peristiwa. Dalam hal ini pemaparan aspek
historis dan dialektikanya suatu peristiwa lebih ditnjolkan.
3. Editorial
Editorial atau tajuk merupakan tulisan yang menyuarakan sikap atau
pandangan surat kabar tersebut atau suatu peristiwa yan dianggap paling penting
pada saat itu. Tulisan ini pada umumnya berbobot, cendekia, baku struktur
kebahasaanya, tepat pilihan katanya, dan berwibawa. Tulisan ini cenderung
memancarkan kematangan sikap dan penguasaan persoalan yang dibahas.
Editorial merupakan induk karangan atau bahkan mahkota karangan dalam suatu
media penerbitan pers. Tulisan ini biasanya kaya akan opini.
4. Rubrik
Rubrik surat kabar berisi poko bahasan teretntu secara tetap yang biasanya
muncul secara periodik pada hari tertentu, seminggu sekali, misalnya, rubrik
sastra dan budaya, bahasa, peternakan, kesehatan, remaja, psikologi, dan lain-lain.
Tulisan rubrik ini biasanya dimaksudkan untuk memberikan penyuluhan kepada
khlayak. Penulisanya dapat siapa saja yang merasa memiliki kemampuan untuk
menyelesaikan persoalan-persoalan tersebut. Tulisan ini bisa berbentuk pembaca
bertanya, pengasuh menjawab:, dapat juga berupa tulisan semi ilmiah. Variasi
bahasanya cenderung informal atau kadang-kadang menggunakan ragam bahasa
percakapan sehari-hari yang dihiasi dengan kosakata yang tergolong slang.
5. Kolom

Tugas Akhir Desain Kurikulum dan Silabus

64

Perancangan Desain Kurikulum dan Silabus

Kolom diisi oleh seorang kolumis. Kolumis adalah seorang kenamaan


pada bidang tertentu, tulisanya sudah tentu berbobot, berciri cendekia, dan dekat
sekali dengan tulisan yang bersifat ilmiah. Tulisan ini muncul pada saat atau
berhubungan dengan isu-isu yang aktual. Kita mengenal kolom Arif Budiman,
Satjipto Wirosardjono, kolom Abdulrrahman Wahid, kolom Mohamad Sobary,
kolom Wimar Witoelar, kolom Arief Heryanto, kolom Umar Kayam, kolom T.
Jacob, dan lain-lain.
6. Iklan
Periklanan (advertising) adalah suatu cara penyampaian pesan dari sponsor
melalui suatu medium kepada khalayak luas. Kata advertising berasal dari bahasa
Latin ad vertere yang berarti mengbah pikiran atau pandangan orang mengenai
sesuatu. Jadi, iklan dapat membuat orang membeli barang (iklan produk),
membuat orang memahami atau mengerti sesuatu (iklan layanan sosial), membuat
orang tahu (iklan duka, iklan sekolah). Akan tetapi, perhatian kita lebih sering
tergugah oleh iklan layanan sosial atau oleh iklan yang menjual atau menawarkan
benda atau produk tertentu. Hal itu terjadi karena iklan tersebut disajikan melalui
cara berkomunikasi yang kreatif. Memang, pada dasarnya iklan adalah cara
berkomunikasi yang kreatif antara penghasil produk dengan konsumennya.
Dunia periklanan di satu pihak adalah bidang yangg sangat kreatif. Oleh
karena itu, untuk bermain dengan bahasa sangat terbuka. Di lain pihak,
sebenarnya dibutuhkan pula keterampilan berbahasa untuk dapat bermain dengan
bahasa iklan itu. Hal ini tidak berarti bahwa seorang penulis iklan harus seorang
yang berpengetahuan bahasa yang memadai melainkan seorang yang terampil
berbahasa. Artinya, ia tidak perlu mengetahui kaidah tata bahasa atau memiliki
pengetahuan linguistik yang baik. Ia harus peka dan jeli dalam berbahasa,
sebagaimana halnya seorang seniman atau sastrawan bermain dengan bahasa dan
kata. Oleh karena itu, bagi penlis iklan, keterampilan berbahasa inilah yang perlu
dilatih dan bukan penngetahuan bahasa atau linguistiknya. Untuk melatih
keterampilan berbahasa diperlukan buku pedoman bahasa periklanan yangg

Tugas Akhir Desain Kurikulum dan Silabus

64

Perancangan Desain Kurikulum dan Silabus

mencerminkan kebutuhan bidang periklanan akan bahasa Indonesia. Dengan


demikian, akan diketahui jenis dan gaya bahasa yang dibutuhkan oleh laras iklan
surat kabar. Dalam hal ini, harus diketahui pula jenis iklan, bebagai cara promosi
atau beriklan, dan struktur iklan itu sendiri.
Langkah awal yang harus dilakukan oleh penulis iklan adalah ia terlebih
dahulu harus mengetahui jenis iklan yang akan ditulisnya. Hal ini amat penting
diperhatikan sebab iklan berkaitan erat dengan pemakaian bahasa. Berkaitan
dengan jenis iklan, penulis iklan harus mengetahui juga pesan yang akan
dikomunikasikan oleh iklan tersebut. Pesan yang berupa pengumuman resmi
(misalnya, pengumuman tender, penguman rapat atau pemegang saham),
membutuhkan bahasa yang berbeda dengan pesan yang mengumkan berita duka
cita, layana sosial, atau promosi produk. Sebuah iklan baris menuntut laras bahasa
yang berbeda dari laras bahasa untuk iklan produk tertentu. Iklan produk yang
ditampilkan pada media elektronika, misalnya , televisi dan radio membutuhkan
laras bahasa yang berbeda dari iklan yang ditampilkan pada media cetak. Iklan
pada kain bentang (spanduk) tentu menggunakan laras bahasa yang berbeda dari
iklan pada brosur, leaflet, dan seterusnya.
Disamping kecermatan dalam penggunaan bahasa, penulisan iklan harus
disesuaikan dengan ruang yang yang tersedia. Dalam hal ini dibutuhkan
kemampuan untuk melakukan sintesis, mengambil inti pesan, positioning sebuah
produk dan menuangkannya ke dalam iklan. Bahasa yang digunakan dalam
strategi periklanan sebuha produk harus dapat dimunculkan dalam ruang yang
sempit ataupun yang relatif lebih luas. Misalnya, slogan Rexona Setia Setiap
Saat merupakan suatu cuplikan dari teks iklan yang lebih lengkap. Slogan ini
muncul pada kain bentang atau papan reklame. Bentuk yang lebih utuh akan kita
temukan dalam iklan media cetak atau media elektronika. Oleh karena itu, pada
saat merancang sebuah iklan , segala kemungkinan penampilan harus
dipertimbangkan (lini atas ataupun lini bawah). Selain itu, perlu dipertimbangkan
apakah iklan itu menunjukan secara langsung (belilah, pakailah) atau secara tidak
langsung (produk ini baik untuk rambut Anda). Untuk itu, penulis iklan

Tugas Akhir Desain Kurikulum dan Silabus

64

Perancangan Desain Kurikulum dan Silabus

(copywriter) harus pandai-pandai bermain kata antara bentuk imperatif dan


persuatif.
C. Ciri-ciri Bahasa Jurnalistik
Bahasa jurnalistik memiliki ciri-ciri yang khas: singkat, padat, sederhana,
lugas, menarik, lancar, dan jelas (Badudu, 1988: 138). Ciri-ciri tersebut harus
dipenuhi oleh bahasa ragam jurnalistik, bahasa surat kabar, mengingat surat kabar
dibaca oleg lapisan masyarakat yang tidak sama tingkat pengetahuannya, dari
warga masyarakat yang berpendidikan rendah sampai dengan warga masyarakat
yang berpendidikan tinggi. Di samping itu, ttidak semua orang harus
menghabiskan waktunya hanya untuk membaca surat kabar. Oleh karena itu,
bahasa jurnalistik sangat mengutamakan kemampuan untuk dapat menyampaikan
semua informasi yang dibawanya kepada pembaca secepatnya. Dengan kata lain,
bahasa jurnalistik lebih mengutamakan daya komunikasinya, di samping
kebakuan strukturnya.
Contohnya:
IPTN berkabung, bangsa Indonesia berduka. Sebuah pesawat CN-235 versi
militer yang sedang melakukan uji dan latihan penerjunan kargo jatuh di Gorda,
Serang, Jawa Barat, kemarin 22/5 pukul 13. 28 WIB (Republika, 23 Mei 1997).
Contoh kalimat di atas menunjukan bahhwa bahasa jurnalistik mengutamakan
daya komunikasi. Hal ini ditunjukan dengan kepadatan, kesederhanaan, dan
kelugasan pemakain kalimat dan pilihan kata yang lancar dan jelas: IPTN
berkabung, bangsa Indonesia berduka, dan seteruusnya, sehhingga pembaca dapat
memahami dan mengikuti informasi yang disampaikan.
1. Singkat
Bahasa jurnalistik harus singkat, artinya bahasa jurnalistik harus
menghindari penjelasan yang panjang-panjang dan bertele-tele.
Contohnya:
Sekjen Wanhankamnas melaporkan bahan-bahan yang telah
terkumpul

untuk

disumbangkan

sebagai

bahan

GBHN.

Tugas Akhir Desain Kurikulum dan Silabus

64

Perancangan Desain Kurikulum dan Silabus

Wanhankamnas juga ingin mendengarkan pandangan-pandangan


Presiden Soeharto dan pengalamanya memimpin bangsa, termasuk
melaksanakan pembangunan (Suara Karya, 24 Mei 1997).
Contoh tersebut menunjukan pemakaian kalimat yang tidak
singkat,

seperti:

Wanhankamnas

juga

ingin

mendengarkan

pandangan Presiden Soeharto dan pengalamanya memimpin negara


termasuk

melaksanakan

pembangunan.

Ketidakjelasan

itu

ditunjukan dengan pengulangan kata :Wankanhamnas, padahal


kata tersebut dapat diganti dengan kata juga, misalya.
Adapun contoh kalimat yang singkat seperti berikut:
Badan Pembinaan Hukum Nasional dirasakan belum mampu
bekerja optimal. Ini terbukti dari tak banyaknya produk hukum
yaang dihasilkan atau dikaji badan ini (Kompas, 30 Mei 1997).
Penggunaan kata pengganti ini pada kalimat kedua dalam contoh di atas
digunakan untuk menggantikan kata badan pembinaan hukum nasional,
dengan demikian pemakaian kata tersebut lebih singkat.
2. Padat
Bahasa jurnalistik juga harus padat, artinya bahasa jurnalistik yang
singkat itu harus sudah mampu menyampaikan informasi yang selengkaplengkapnya dan sepadat-padatnya. Semua informasi yang diperlukan
pembaca harus sudah tertampung di dalamnya. Dalam istilah jurnalistik,
artinya ia harus memenuhi syarat 5 W+ 1 H sudah mampu menjawab
pertanyaan apa (what), siapa (who), di mana (where), kapan (when),
mengapa/apa sebabnya (why), dan bagaimana/apa akibatnya (how).
Bahasa jurnalistik yang padat, juga harus menghindari keteranganketerangan yang tidak perlu, membuang kata-kata yang dipandang mubazir,
dan memegang teguh prinsip ekonomi kata. Penerapanya dalam tulisan
jurnalistik adalah menggunakan kalimat pendek dan menghindari sejauh
mungkin pemakain bentuk kalimat majemuk. Dalam unsur kata, yakni
dengan menghilangkan kata mubazir dan memilih istilah yang pendek

Tugas Akhir Desain Kurikulum dan Silabus

64

Perancangan Desain Kurikulum dan Silabus

(Anwar, 1979: 20). Efisiensi bahasa jurnalistik harus diperhatikan oleh para
jurnalis atau wartawan. Ini perlu dilakukan karena surat kabar harus
menghemat kolom dan halaman. Jurnalis harus memilih cara pengungkapan
pikiran, gagasan, ide, dan obsesi-obsesinya yang tersingkat dengan
menghindarkan kata yang berlebihan (Badudu, 1992: 78).
Contohnya:
Jalanya pemunggutan suara di lembaga pemasyarakatan menarik
perhatian seorang pengamat asing berkebangsaan Jepang. Dia tertarik
menyaksikan pemunggutan suara karena di Jepang mereka yang berstatus
narapidana tidak mempunyai hak pilih dalam pemilu (Kompas, 30 Mei
1997).
Kalimat di atas dapat menyampaikan informasi yang padat dan
lengkap ihwal pemunggutan suara yang berlangsung di lembaga
pemasyarakatan Indonesia. Hal iniberarti dapat menjawab pertanyan: apa,
siapa, di mana, kapan, mengapa/apa, sebabnya, dan bagaimana/apa
akibatnya.
3. Sederhana
Bahasa jurnalistik yang sederhana, artinya bahasa jurnalistik harus sedapatdapatnya memilih kalimat tunggal yang sederhana. Kalimat tersebut bukan
kalimat majemuk yang panjang-panjang, rumit, dan kompleks, apalagi
sampai beranak cucu. Kalimat yang efektif, yang praktis, yang jurnalistis
ialah kalimat yang sederrhana dengan pemakaian/pemilihan kata yang
secukupnya saja, tidak berlebihan, dan berbunga-bunga (bombastis).
Membuat kata yang mubazir asal tidak mengubah makna infformasi tentu
tidak dilarang. Tindakan membuang kata yang mubazir ini merupakan
langkah yang efektif dan menimbulkan efisiensi kalimat (Siregar, 1987:
136).
Contohnya:
Tim bulutangkis Indonesia gagal memenuhi ambisi memboyong
piala Sudirman ke tanah air, setelah semalam menyerah 2-3 pada juara

Tugas Akhir Desain Kurikulum dan Silabus

64

Perancangan Desain Kurikulum dan Silabus

bertahan Cina, dalam pertarungan semifinal di Scotstoun Leisure Centre


Glasgow, Scotlandia (Suara Karya, 24 Mei 1997).
Contoh di atas merupakan kalimat majemuk dan kompleks. Kalimat
tersebut merupakan contoh kalimat yang tidak sederhana. Kalimat
sederhana adalah kalimat tunggal, bukan kalimat majemuk.
Adapun contoh kalimat sederhana seperti berikut:
Tidak benar kemenangan Golkar dalam pemilu hanya untuk
mempertahankan status quo. Tak benar pula Golkar tak suka pada
pembaharuan. Lebih tak benar lagi Golkar membiarkan korupsi, kolusi, dan
penyimpangan lainya (Suara Karya, 24 Mei 1997).
Ketiga contoh kalimat tersebut merupakan kalimat tunggal. Ini
berarti kalimat sederhana yang dipakai jurnalis dalam menyampaikan
informasi kepada pembaca: tak benar Golkar mempertahankan status quo,
tak benar Golkar tak suka pada pembaharuan, dan seterusnya.
4. Lugas
Bahasa jurnalistik harus lugas, artinya bahasa jurnalistik itu harus mampu
menyampaikan pengertian atau makna informasi secara langsung, dengan
menghindarkan bahasa yang berbunga-bunga (bombastis).
Contohnya:
Pihak

penyelenggara

SEA Games

XIX

menetapkan

akan

menyiapkan 204 unit sedan untuk melayani kebutuhan transportasi tamutamu VIP/VVIP pada pelaksanaan pesta Olahraga Asia Tenggara itu di
Jakarta, 11-19 Oktober mendatang (Suara Karya, 24 Mei !997).
Terbukti bahwa kalimat yang lugas menyampaikan informasi secara
langsung, tanpa berbungga-bunga (bombastis). Hal ini ditunjukan dengan
penyampaian fakta bahwa penyelenggaraan SEA Games akan menyiapkan
204 unit sedan untuk melayani kebutuhan transportasi para tamu VIP.
Dalam kalimat tersebut digunakan informasi apa adanya dan langsung (to
the point ).

Tugas Akhir Desain Kurikulum dan Silabus

64

Perancangan Desain Kurikulum dan Silabus

5. Menarik
Bahasa jurnalistik harus menarik, artinya bahasa jurnalistik selalu memakai
kata-kata yang masih hidup, tumbuh, dan berkembang, menghindari katakata dan ungkapan-ungkapan klise yang sudah mati. Tuntutan menarik
inilah

yang

membuat

bahasa

jurnalistik

harus

selalu

mengikuti

perkembangan bahsa yang hidup di tengah-tengah masyarakat, termasuk


istilah-istilah menarik yang baru muncul. Dengan demikian, dalam hal
kosakata, bahasa jurnalistik memang harus lebih longgar (luwes0 dan
bahkan dituntut untuk bisa menjadi pelopor pemasyarakatan dan pembakuan
kata dan istilah baru yang dapat memperkaya kosakata dan istilah bahasa
Indonesia.
Contohnya:
Mempertenttangkan kepemilikan pribumi dan nonpribumi (pri dan
nonpri) tak ada gunanya. Bahkan akan menggerogoti kekuatan dan daya
saing bangsa secara keseluruhan (Republika, 23 Mei 1997).
Kalimat di atas jelas maknanya sebab tidak menimbulkan makna
taksa (ambigu), Mempertentangkan kepemilikan pribumi dan nonpribumi
akan menggerogoti kekuatan dan daya saing bangsa. Itulah makna kalimat
yang jelas, ssehingga kalimat tersebut mengikuti aturan yang berlaku dalam
bahasa baku.
Karakteristik Bahasa Jurnalistik
1. Sederhana. Selalu mengutamakan dan memilih kata atau kalimat yang
paling banyak diketahui maknanya oleh khalayak pembaca/pemirsa yang
sangat heterogen (tingkat intelektualistasnya, tingkat demografis dan
psikografis)
2. Singkat. Langsung kepada pokok masalah (to the point), tidak bertele-tele,
tidak berputar-putar, tidak memboroskan waktu pembaca yang sangat
berharga.

Tugas Akhir Desain Kurikulum dan Silabus

64

Perancangan Desain Kurikulum dan Silabus

3. Padat. Sarat informasi. Setiap kalimat dan paragraph yang ditulis memuat
informasi penting dan menarik untuk khalayak.
4. Lugas. Berarti tegas, satu arti, tidak ambigu, sekaligus menghindari
eufimisme atau penghalusan kata dan kalimat yang bisa membingungkan
khalayak pembaca sehingga bisa terjadi perbedaan persepsi dan kesalahan
konklusi.
5. Jelas. Mudah ditangkap maksudnya.
6. Jernih.

Bening,

tembus

pandang,

transparan,

jujur,

tulus,

tidak

menyembunyikan sesuatu yang lain yagn bersifat negatif seperti prasangka


atau fitnah.
7. Menarik. Mampu membangkitkan minat dan perhatian khayalak pembaca.
8. Demokratis. Bahasa jurnalistik tidak mengenal tingkatan, pangkat, kasta,
atau perbedaan dari pihak yang menyapa dan pihak yang disapa.
9. Populis. Setiap kata, istilah, atau kalimat apa pun yang terdapat dalam
karya-karya jurnalistik harus akrab di telinga, di mata dan benak khalayak.
10. Logis. Apapun yang terdapat dalam kata, isitlah, kalimat atau paragraph
jurnalistik harus dapat diterima dan tidak bertentangan dengan akal sehat
(common sense)
11. Gramatikal. Kata, istilah atau kalimat apa pun yang dipakai dan dipilih
dalam bahasa jurnalistik harus mengikuti kaidah tata bahasa baku.
12. Menghindari kata Tutur, yaitu kata yang digunakan untuk percakapan
(pergaulan) sehari-hari secara informal.
13. Menghindari Kata dan Istilah Asing. Khalayak harus tahu arti dan makna
setiap kata yang dibaca dan didengarnya.
14. Pilihan Kata (diksi) yang tepat. Bahasa jurnalistik sangat menekankan
efektifitas. Setiap kalimat yagn dipilih harus produktif : tepat dan akurat
sesuai dengan tujuan pesan pokok yang ingin disampaikan kepada
khalayak.
15. Mengutamakan Kalimat Aktif, karena lebih gampang dicerna dan
dipahami.

Tugas Akhir Desain Kurikulum dan Silabus

64

Perancangan Desain Kurikulum dan Silabus

16. Menghindari kata atau istilah teknis. Karena ditujukan untuk umum, maka
hindari istilah yang tidak dimengerti oleh khalayak.
17. Tunduk kepada kaidah etika. Fungsi salah satu media adalah edukasi,
karena itu harus tercermin dalam materi berita, laporan, gambar dan bahasa
yang digunakan.
BAB II
JURNALISTIK DAN PEMAKAIAN BAHASA INDONESIA
A. Bahasa Indonesia Ragam Jurnalistik
Bahasa Indonesia jurnalistik adalah bahasa Indonesia yang digunakan oleh
penerbitan pers. Bahasa jurnalistik itu mengandung makna informatif, persuasif,
dan secara konsensus merupakan kata-kata yang dapat dipahami secara umum
oleh khalayak pembaca. Dalam kehidupan sehari-hari ada dua peranggkat norma
bahasa yang bertumpang tindih. Yang pertama berupa norma-norma yang
dikodifikasi dalam bentuk tata bahasa di sekolah, yang lain norma-norma
berdasarkan kebiasaan pemakaian. Norma yang kedua ini belum dikodifikasikan
secara resmi, antara lain yang dianut oleh kalangan media massa (pers).
Bahasa pers/jurnalistik yang ditulis dalam bahasa Indonesia juga harus
dipahami oleh pembaca di seluruh nusantara. Bahasa Indonesia juga mengenal
berbagai ragam bahasa, termasuk dialek. Bila surat kabar, majalah, tabloid, dan
sebagainya menggunakan bahasa Indonesia dengan salah satu dialek tertentu,
besar kemungkinanya tulisan dalam surat kabar/majalah tersebut tidak dapat
dipahami oleh pembaca di seluruh nusantara. Seperti dikemukakan oleh J. S.
Badudu, --bahasa baku, baik lisan maupun tulisan termasuk dalam pers dipakai
oleh golongan masyarakat yang paling luas pengaruhnya dan paling besar
wibawanya.
Contohnya:
PLN sebagai penyedia layanan publik tentu harus bertanggungjawab atas
keerugian itu. Terlebih-lebih, sumber kerusakan sebenarnyya sudah

Tugas Akhir Desain Kurikulum dan Silabus

64

Perancangan Desain Kurikulum dan Silabus

diketahui empat hari sebelumnya, bahkan hari pemadaman pun sudah


direncanakan dan diatur PLN (Republika, 23 Mei 1997).
Bahasa Indonesia baku itulah yang seharusnya digunakan dalam bahasa
jurnalistik agar dapat dipahami oleh pembaca di seluruh tanah air. Oleh karena itu,
bahasa jurnalistik sama sekali tidak berbeda dengan bahasa Indonesia baku
bahasa Indonesia yang digunakan dalam komunikasi resmi: pidato resmi
kenegaraan, penyelenggaraan sidang umum MPR, surat-menyurat resmi, menulis
laporan resmi, menulis buku ajar/modul/diktat perkuliahan, menulis makalah
(Paper), skripsi, tesis, disertasi, undang-undang, perturan pemerintah, ketetapan
MPR, dan sebagainya. Jadi, kalau pada kenyataanya ada sedikit perbedaan antara
bahasa jurnalistik dengan bahasa Indonesia baku, bukan pada hakikatnya memang
harus berbeda. Akan tetapi, perbedaan itu lebih disebabkan oleh faktor-faktor
yang bersifat teknis di samping kurangnya kemampuan berbahasa para jurnalis
dan redaktur surat kabar yang bersangkutan.
Surat kabar sebagai salah satu bentuk/wujud jurnalistik senantiasa
melakukan perekaman berbagai peristiwa yang hidup dan berkembang ditengah
masyarakat (lokal, nasional, regional, atau global) dan menyampaikan informasi
itu kepada kahlayak pembaca. Dalam hubunganya dengan wahana penyampai
informasi dan pesan patut diakui peran surat kabar dalam mengembangkan bahasa
Indonesia. Surat kabar banyak berjasa dalam memekarkan kosakata dan istilah
selaras dengan dinamika dan perkembangan jaman, tuntutan kemajuan di berbagai
sektor kehidupan, pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan
derasnya arrus globalisasi informasi. Pengayaan kosakata tersebut dapat melalui
pembicaraan pejabat, pemimpin formal atau nonformal, para pakar, sastrawan,
seniman, atau wartawan sendiri. Hal itu senada dengan pernyataan Mochtar Lubis
bahwa surat kabar merupakan salah satu alat terbaik untuk menyiarkan istilahistilah baru.
Tentu saja sumbangan surat kabar tidak terbatas di bidang leksikal.
Pemakaian bahasa Indonesia pada surat kabar ditinjau dari aspekgramatika dan
kebakuan kata, berdasarkan pengamatan terbatas, ada beberapa surat kabar yang

Tugas Akhir Desain Kurikulum dan Silabus

64

Perancangan Desain Kurikulum dan Silabus

dipandang relatif baik bahasanya, misalnya, Kompas, Republika, dan Suara


Pembaharuan.
Pengungkapan sisi lebih tersebut bukan berarti upaya pembenahan
terhadap pemakaian bahasa Indonesia di surat kabar sudah tidak diperlukan lagi.
Beberapa persoalan atau permasalahan pemakaian bahasa Indonesia dalam surat
masih ditemukan, diantaranya dalam contih-contoh berikut beserta solusi
pemecahannya.
Persoalan pertama bertalian dengan pemakaian kata atau istilah asing,
misalnya, tampak pada contoh berikut.
Soal recalling anggota DPR...(Republika, 29 Maret 1995), ....perlu
membentuk trouble shooter untuk....(Republika, 9 April 1995). Sementara
itu net-oncome-nya melambung.....Telkom mulai listing.....(Republika, 18
April 1995),...dianggap underdog....untuk menumbuhkan academic culture
Kita akan memback-up polisi....Prinsip prudential economic policy
harus....posisinya sebagai market leader dalam....melewati crossing point
resmi pasukan serbia (Republika, 9 Mei 1995), ....dan.....langkah menuju
ke arah civil society (Republika, 19 Mei 1995).
Pemakaian kata atau istilah asing tersebut diambil dari laras berita.
Terlepas dari contoh-contoh yang ditampilkan di atas, pemakaian kata atau
istilah asing itu sendiri sbenarnya tidak dapat dikatakan sah. Dalam era globalisasi
informasi sekarang, kontak antarbangsa, antarbahasa, dan antarbudaya merupakan
peristiwa yang tidak terhindarkan dan wajar. Oleh karena itu, peminjaman
kosakata atau istilah dari bahasa lain merupakan peristiwa bahasa yang alami.
Peristiwa peminjaman kata atau istilah tersebut setidak-tidaknya dapat dipahami
dari sudut pandang linguistik dan sosiolinguistik.
Berdasarkan sudut pandang pertama, menurut Marcellino (1993), terdapat
lima aspek utama penyebab peminjaman bahasa asing (dalam hal ini bahasa
Inggris) ke dalam bahasa Indonesia: (1) mengisi kekosongan kosakata bahasa
Indobnesia, (2) memberikan kecukupan arti semantis, (3) memenuhi kebutuhan
penggunaan kata secara praktis, (4) mengisi kebutuhan register tertentu, dan (5)

Tugas Akhir Desain Kurikulum dan Silabus

64

Perancangan Desain Kurikulum dan Silabus

memungkinkan kata dan istilah asing masuk ke dalam bahasa Indonesia.


Sementara itu, tinjauan sosiolinguistik, menurut Marcellino, setidak-tidaknya
terdapat tiga alasan utama: (10 menunjukan identitas personal, (2) menunjukan
modenity, dan (3) kebutuhan eufimisme.
Peminjaman kata dan istilah dari bahasa lain merupakan hal yang wajar
jika kata itu tidak terdapat dalam kosakata bahasa peminjam. Peminjaman itu
mmenurut Weinrich (1966) dapat terjadi karena kata yang dipinjam itu mengacu
pada barang baru (newly invented products) atau barang yang di impor dari
masyarakat lain yang tidak ada pada masyarakat peminjam bahasa itu, atau kata
itu mengacu tempat, orang, dan konsep baru.
Bertalian dengan persoalan kecukupan arti semantis, Marcellino (1993)
mengungkapkan bahwa kemampuan kata untuk mengukapkan, menjelaskan,
mengagambarkan/memberikan, melukiskan, ataumenyatakan gagasan atau objek
secara utuh merupakan properti tersendir bagi kata itu. Oleh karena itu, jika
kondisi itu tidak terpenuhi, maka peminjaman kata itu lazim terjadi.
Keterbatasan perbendaharaan kata bahasa peminjam merupakan alasan
terjadinya peminjaman atau penyerapan kata. Kata-kata asing yang sudah siap
pakai dantidak ada pandanan kata tunggalnya (single correspondence), baik
karena kata itu merujuk pada pengertian maupun kekhasan objek atau gagaan
topik, sering dipinjam begitu saja (Marcellino, 1993). Menurut Weinrich (1966),
penandaan yang sudah siap pakai jauh lebih ekonomis daripada menerangkan
benda-benda itu sekali lagi.
Sistem bahasa Indonesia cukup terbuka, sehingga kata-kata pinjaman
bahasa asing dapat diafiksasi dengan awalan atau akhiran yang ada dalam bahasa
Indonesia. Hal itulah yang memungkinkan derasnya alir peminjam kosakata asing
ke dalam bahasa Indonesia. Kita perhatikan contoh pemakaian kata berikut ini:...
dan mereka kemudian akan memotori anak-anak (Suara Pembaharuan, 9 Februari
1993), kita akan mem-back-up polisi... (Republika, 9Mei 1995).
Peminjaman kata dari suatu bahasa tidak saja bertalian dengan faktor
linguistik tetapi juga faktor sosial budaya masyarakat peminjam bahasa itu.

Tugas Akhir Desain Kurikulum dan Silabus

64

Perancangan Desain Kurikulum dan Silabus

Weinrich (1966) menegaskan bahwa bila suatu bahasa itu dianggap bergengsi
(prestise) oleh masyarakat peminjam bahasa, ada kecenderungan anggota
masyarakat ppeminjam bahasa itu menggunakan kata-kata dari bahasa yang
bergengsi itu untuk menunjukan status sosialnya lewat pengetahuan yang
dimiilikinya. Hugen (dalam Marcellino, 1993) menyebut superior language untuk
bahasa yang bergengsi itu dan subordinate language untuk bahasa peminjam.
Persoalan yang kemudian muncul berkaitan dengan pemakaian kata atau
istilah asing itu adalah apakah pembaca dapat memahami informasi yang
disampaikan jurnalis melalui media yang dipublikasikanya ? Pemakaian kata atau
istilah asing itu sebenarnya dapat dengan mudah dicerna maknanya oleh pembaca
seandainya jurnalis bertindak lebih bijak, yakni dengan menuliskan penjelasannya
atau pandananya dalam bahasa Indonesia. Misalnya. kata mem-back-up
(mendukung atau menyokong), dan academic culture (budaya akademik).
Di samping itu, sumbangan surat kabar akan lebih positif jika jurnalis atau
penyunting bahasa mengidahkan kaidah penyerapan istilah-istilah asing ke dalam
bahasa Indonesia: (1) mengindonesiakan istilah-istilah itu dengan mencari
terjemahanya atau sinonimnya, misalnya, blue orint (cetak biru), training
(pelatihan), pavilyun (anjungan), network (jaringan),; (2) menyerap dan
menyesuaikan penulisanyan dengan sistem ejaan bahasa Indonesia, misalnya,
decibel (desibel= satuan ukuran kekerasan suara), quota (kuota), energy (energi);
(3) menyerap dan menerjemahkan iistilah asing itu sekaligus, misalnya,
subdivision (subbagian), bound morpheme (morfem terikat); dan (4) meminjam
sistem penulisan bahasa asing itu (untuk sementara), sementara belum ditemukan
cara penulisan dalam bahasa Indonesia, misalnya, go public, go international,
power sharing, voting, dan stembus accord.
Persoalan lainya ihwal penggunaan kata dan istilah berkaitan dengan kata
atau istilah yang berasal dari bahasa daerah. Mengingat, tidak semua pembaca
memahami kata dan istilah dari bahasa daerah tertentu. Kita perhatikan contohcontoh berikut ini.

Tugas Akhir Desain Kurikulum dan Silabus

64

Perancangan Desain Kurikulum dan Silabus

Asalakan anak-anak Persiku tak grusa-grusu dalam ... (Suara Merdeka,


31 Maret 1995), Pernyataan Pak Dur itu sebatas abang-abang lambe,
Meskipun disampaikan secara halus, tetapi terkadang kata-kata yang
digunakan nylekit (Suara Merdeka, 7 April 1995).
Permasalahan kedua berkaitan dengan penulisan tajuk berita. Dalam surat
kabar, khususnya dalam penulisan tajuk berita, awalan me- pada umumnya tidak
digunakan agarr tajuk itu lebih ringkas, lebih hidup, dan lebih menarik. Kita
perhatikan contoh tajuk berikut ini
Dosen Unsoed Temukan Kedelai Unggul, Pemeriksaan Warga Iran Masih
Tunggu Penerjemah (Suara Merdeka, 5 April 1995), Pasukan Kroasia
Kepung Pos PBB, Pemda Bentuk Tim Pemulangan Haji (Republika, 12
Mei 1995), Pemda Jakut Bongkar 350 Bangunan Liar, Hongkong Siap
Imbangi Indonesia, Dubes Belanda Kunjungi Flores (Kompas, 29 Mei
1995).
Penulisan di atas dapat dimungkinkan karena prefiks me- tidak berfungsi
semantis. Misalnya, kalimat Dosen Unsoed Temukan Kedelai Unggul sama
maknanya dengan kalimat Dosen Unsoed Menemukan Kedelai Unggul.
Pemakaian kata prefiks me- pada tajuk berita justru terasa mubazir dan kurang
menarik perhatian, misalnya, Hongkong Siap Mengimbangi Indonesia.
Prefiks me- hanya memiliki fungsi gramatikal. Artinya, ia hanya
diperlukan untuk memenuhi aturan bahasa terutama dalam penggunaan bahasa
ragam resmi atau ragam baku (Djamaris, 1995). Dalam ragam tersebut, kita tidak
dibenarkan meninggalkan prefiks me- dalam verba aktif.
Bebeda dengan prefiks me-, prefiks di-, memiliki fungsi semantis. Kita
perhatikan contoh kalimat tersebut.
Lembaga Swasta Bisa Dilayani Askes (Suara Merdeka, 7 April 1995),
Bintang Diperiksa Sebagai Saksi, Bandung Diguncang Aksi Perampokan
(Republika, 19 April 1995), Pengurus Koperasi Koran Didemo
Anggotanya (Republika, 12 Mei 1995).

Tugas Akhir Desain Kurikulum dan Silabus

64

Perancangan Desain Kurikulum dan Silabus

Penghilangan prefiks di- di dalam contoh di atas menyebabkan makna kalimat


tersebut menjadi berubah. Terdapat kesalahan lain, yang barangkali karena faktor
kekurangcermatan dalam penulisan tajuk berita, yaitu penggunaan huruf kapital.
Kita perhatikan contoh berikut ini.
Tayangan untuk Anak di TV Dinilai kurang Mendidik (Republika, 17
April 1995), Teknis Restrukturisasi PBB belum Selesai, Petani Indonesia
harus Mampu Saingi Produk Luar Negeri (Republika, 28 April 1995),
Resiko Beban Utang perlu Dibatasi (Republika, 5 Mei 1995), Ketua Hipmi
Ditentukan Hari ini (Republika, 20 Mei 1995).
Penulisan kata-kata yang dimiringkan di atas kurang tepat sebab kata-kata itu
bukan kata tugas. Sebagaiman dijelakan dalam buku Pedoman Umum Ejaan
Bahasa Indonesia yang Disempurnakan bahwa huruf pertama semua kata
(termasuk semua unsur kata ulang sempurna) di dalam buku, majalah, surat kabar,
dan judul karangan kecuali kata seperti di, ke, dari, dan, yang, untuk yang tidak
terletak pada posisi awal. Dengan demikian, penulisan tajuk berita pada contoh
berikut ini pun tidak tepat.
Anak-anak Haiti Ditembaki bagai Kelinci (Suara Merdeka, 2 Oktober
1994), Pil-pil yang Mengancam Remaja (Suara Merdeka, 7 April 1995),
Bulan Ini Ditaburi Lagi Pelarangan-pelarangan Pentas (Kompas, 27 Mei
1995), Tahap-tahap Deregulasi (Kompas, 24 Mei 195).
Masalah

ketiga

adalah

berkaitan

dengan

pemakaian

eufimisme.

Penggunaan eufimisme merupakan gejala yang sangat mengganggu kelancaran


komunikasi. Menurut Lubis (1989), eufimisme merupkan perusakan bahasa dan
meupakan bentuk paling sederhana dari ketidakjujuran informasi. Penggunaanya
akan menghalangi kita untuk melihat pokok masalah secara jernih dan tajam. Kita
terbawa untuk menghindari fakta-fakta yang menyakitkan dan menjadi tidak
realistis melihat kenyataan. Hal ini menipu diri sendiri dan juga menipu kahalayak
umum. Eufimiisme mengindikasikan sikap takut penulis menghadapi kenyataan.
Misalnya, kita menggunakan frasa komersialisasi jabatan untuk maksud korupsi,
ONH tidak naik hanya disesuaikan dan membebastugaskan.

Tugas Akhir Desain Kurikulum dan Silabus

64

Perancangan Desain Kurikulum dan Silabus

Sudah barang tentu, tidak semua pemakaian bentuk eufimistis bersifat


negatif, Eufimisme, -- sebagai salah satu wujud majas kadang-kadang justru
digunakan terutama berkaitan dengan masalah tata krama dan kebudayaan.
Demikian pula pemakaian eufimisme dalam ragam bahasa jurnalistik masih sering
diijumpai. Oleh karena itu, para jurnalis dan editor bahasa suatu media penerbitan
pers dituntut untuuk mampu menggunakan eufimisme ini secara proporsional.
Dalam era reformasi sekarang ini terutama berkat adanya kemerdekaan pers, para
jurnalistik kita lebih leluasa untuk menggunakan bahasa-bahasa yang lugas, pedas,
bahkan kritis sekalipun. Ini menunjukan adanya pergeseran paradigma dari
masyarakat tertutup feodal menuju masyarakat yang terbuka dan demokratis.
B. Bepedoman pada Bahan Baku
Bahasa jurnalistik yang dituliis dalam bahasa Indonesia harus dapat
dipahami oleh pembaca di seluruh nusantara. Akan tetapi, bahasa Indonesia juga
mengenal berbagai ragam dan variasi, termasuk dialek. Oleh karena itu, bila surat
kabar, majalah, tabloid, dan lain-lain menggunakan bahasa Indonesia dengan salah
satu dialek tertentu, besar kemungkinan tulisan dalam surat kabar, majalah, dan
tabloid itu tidak dapat dipahami oleh pembaca di seluruh nusantara. Seperti
dinyatan oleh J. S. Badudu, -- bahasa baku, baik lisan maupun tulisan golongan
dan lapisan masyarakat yang paling besar wibawanya.
Contohnya:
PLN sebagai penyedia layanan publik tentu harus bertanggungjawab atas
kerugian itu. Terlebih-lebih, sumber kerusakan sebenarnya sudah diketahui
empat hari sebelumnya, bahkan hari pemadamanpun sudah direnccanakan
dan diatur PLN (Republika, 23 Mei 1997).
Bahasa Indonesia baku itulah yang seharusnya digunakan dalam jurnalistik
agar dapat dipahami oleh masyarakat pembaca di seluruh tanah air. Oleh karena
itu, bahasa jurnalistik sama sekali tidak berbeda dengan bahasa Indonesia baku, -bahasa yang digunakan dalam komunikasi resmi, seperti: pidato resmi
kenegaraan, sidang umum MPR, surat-menyurat resmi, menulis laporan resmi,

Tugas Akhir Desain Kurikulum dan Silabus

64

Perancangan Desain Kurikulum dan Silabus

menulis buku ajar (diktat, modul, terjemahan, saduran), makalah (paper), skripsi,
tesis, disertasi, undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan dan ketetapan
rresmi, dan lain-lain.
Jadi, kalau pada kenyataanya ada sedikit perbedaan antara bahasa
jurnalistik dengan bahasa Indonesia baku, bukan pada hakikatnya memang harus
berbeda. Akan tetapi, perbedaaan itu lebih disebabkan oleh faktor-faktor yang
bersifat tekhnis di samping kuurangnya kemampuan berbahasa Indonesia para
jurnalis dan redaktur surat kabar yang bersangkutan, seperti telah disinggung di
muka.
Bahasa Indonesia jurnalistik mengandung informatif, persuasif dan yang
seecara

konsensus

merupakan

kata-kata

yangdapat

dimengerti

oleh

masyarakat/pembaca pada umumnya, disamping tentu saja harus singkat, jelas,


padat, sederhana, lugas, menarik, dan tidak berbelit-belit.
Dalam kehidupan sehari-hari, ada dua perangkat norma bahasa yang
bertumpang tindih. Yang pertama berupa norma yang dikodifikasi dalam bentuk
tata bahasa di sekolah dan lembaga pendidikan pada umumnya, dan yang kedua
berupa norma-norma yang berdasarkan kebiasaan dan kelaziman pemakaian.
Norma yang kedua ini belum dikodifikasikan secara resmi, antara lain yang dianut
oleh para jurnalis (wartawan) dan pers.
Akan tetapi, jalan menuju kearah itu sudah mulai dirintis sejak tahun 1971
oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) bekerja sama dengan Serikat Penerbit
Surat Kabar (SPS). Departemen Penerangan dan instansi lain yang terkait juga
menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bagi karyawan pers yang disebut
Karya Latihan Wartawan (KLW). Program tersebut bersifat nasional dan diikuti
oleh wartawan seluruh Indonesia yang ditunjuk oleh PWI cabang atau media pers
yang besangkutan.
Setiap pelaksanaan KLW biasanya menghasilkan pedoman penulisan
sesuai dengan bidang yaang dibahas dalam KLW tersebut. Sebagai contoh, KLW
bidang bahasa dalam pers, pada tanggal 10 November 1978 memutuskan Sepuluh
Pedoman Pemakainan Bahasa dalam Pers. Wartawan Indonesia menyadari akan

Tugas Akhir Desain Kurikulum dan Silabus

64

Perancangan Desain Kurikulum dan Silabus

tanggung jawab dan beban yang dipikulnya. Setelah beberapa kali mengadakan
KLW, para wartawan telah sepakat membuat sepuluh pedoman pemakaian bahasa
Indonesia dalam pers. Adapun kesepuluh pedoman itu adalah sebagai berikut.
Pertama, wartawan hendaknya secara konsekuen melaksanakan Pedoman
Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD). Hal ini juga yang
harus diperhatikan oleh para redaktur dan korektor. Sebab, kesalahan yang paling
menonjol dalam surat kabar sekarang ini adalah kesalahan ejaan dan tanda baca.
Kedua, wartawan hendaknya membatasi diri dalam singkatan dan
akronim. Kalaupun ia harus menulis akronim, maka satu kali ia harus menjelaskan
dalam tanda kurung kepanjangan akronim tersebut agar tulisanya dapat dipahami
oleh khalayak pembaca.
Ketiga, wartawan hendaknya jangan menghilangkan imbuhan, bentuk
awalan atau prefiks. Penggalan kata awalan me- dapat digunakan dalam kepala
berita mengingat terbatasnya ruangan. Akan tetapi, penggalan kata jangan sampai
dippukul ratakan, sehingga merembet pula ke dalam tubuh berita.
Keempat, wartawan hendaknya menulis dengan kalimat-kalimat pendek.
Pengutaraan kalimatnya harus logis, teratur, lengkap dengan kata pokok, sebutan,
dan kata tujuan (subjek, predikat, objek, dan/atau keterangan). Menulis dengan
induk kalimat dan anak kalimat yang mengandung banyak kata malah membuat
kalimat tidak dapat dipahami. Lagi pula, prinsip yang harus dipegang adalah satu
gagasan atau ide ditulis dalam satu kalimat.
Kelima, wartawan hendaknya menjauhkan diri dari ungkapan klise atau
stereotype yang sering dipakai dalam traansisi berita seperti kata-kata berikut:,
sementara itu, dapat ditammbahkan, perlu diketahui, dalam angka, selanjutnya,
dalam pada itu, dan lain-lain. Dengan demikian, dia menghilangkan monotomi
(keadaan atau bunyi yang selalu sama saja) dan sekaligus dia melakukan
penghematan atau efisiensi dalam berbahasa.
Keenam, wartawan hendaknya menghilangkan kata-kata mubazir seperti
kata adalah (kata kerja kopula), telah (petunjuk masa lampau), untuk (sebagai
terjemahan to dalam bahasa Inggris), dari (sebagai terjemahan of dalam hubungan

Tugas Akhir Desain Kurikulum dan Silabus

64

Perancangan Desain Kurikulum dan Silabus

milik), bahwa (sebagai kata sambung), dan bentuk jamak yang tidak perlu
diulang.
Ketujuh, wartawan hendaknya mendisiplinkan pikiranya agar jangan
sampai campur aduk dalam menyusun sebuah kalimat bentuk pasif (di), dengan
bentuk aktif (me).
Kedelapan, wartawan hendaknya menghindari kata-kata yang masih asing
dan istilah-istilah yangg terlalu teknis dan bersifat ilmiah dalam berita.
Kesembilan, wartawan hendaknya sedapat mungkin menaati kaidah
struktur/gramatika bahasa baku bahasa Indonesia.
Kesepuluh, wartawan hendaknya ingat bahasa jurnalistik yaitu bahasa
yang komunikatif dan bersifat spesifik. Dan, tulisan yang baik dinilai dari tiga
aspek, yaitu isi, bahasa, dan teknik penyajian.
Cermin dari bahasa pers itulah yang dikatakan bahasa jurnalistik. Ia
berorientasi pada sosiolingistik dan mengutamakan sosialisasi. Oleh karena itu,
bahasa jurnalistik memiliki prinsip sederhana, jelas, singkat, padat, dan
mengarahkan diri pemenuhan formula jurnalistik 5W + 1H (what, who, where,
when, why, dan how). Bahasa jurnalistik dengan demikian dapat dikatakan
sebagai bahasa tulisan yang mendekati bahasa lisan.
Karakter bahasa jurnalistik ada lima macam: (1) sederhana, singkat, padat,
dan jelas; (2) hidup, lincah, sesuai dengan zamanya; (3) kalimatnya singkat dan
kata-kata positif; (4) bahasanya memasyarakat dan memperhatikan tata bahasa,
kaidah, dan struktur/gramatika; dan (5) banyak gaya bahasa yang digunakan,
artinya pemilihan dan penggunaan kata-kata sedemikian rupa, sehingga
menghasilkan pengertian tertentu bagi pembacanya.
Bahasa jurnalistik sewajarnya didasarkan atas kesadaran terbatasnya
ruangan dan waktu. Salah satu sifat dasar jurnalistik menginginkan kemampuan
komunikasi cepat dalam ruangan serta waktu yang relatif terbatas. Bahasa yang
digunakan harus efektif, artinya harus menyampaikan secara tepat apa yang
dipikirkanya, dan bahasa yang digunakan harus mampu menggerakan pikiran

Tugas Akhir Desain Kurikulum dan Silabus

64

Perancangan Desain Kurikulum dan Silabus

orang-orang yang membaca/mendengar amanatnya, sehingga tercipta suatu


pengertian yang sama dengan yang dipikirkan jurnalis/wartawan.
Bahasa jurnalistik, termasuk di dalamnya kalimat jurnalistik mencakup
tiga aspek, yaitu penguasaan materi (isi) yang disamppaikan, kalimat dalam
bahasa Indonesia yang baik, jelas, dan benar, dan teknik penyajian. Ketiga aspek
itu tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain.
Jakarta pada masa kolonial namanya adalah Batavia. Ibukota kita yang
juga di juluki kota metropolitan jauh lebih luas dan lebih besar dari kota
Batavia. Perluasanya ke segala penjuru, sehingga muncul yang bernama
Jakarta Pusat, Jakarta Barat, Jakarta Timur, Jakarta Selatan, dan Jakarta
Utara. Pada masa Batavia, nama-nama desa/kampung diberi nama dengan
kebun, misalnya Kebun Jeruk, Kebun Kacang, Kebun Jahe, kebun
Rambutan, dan lain-lain. Pasarnya diberi nama dengan hari, misalnya,
Pasar Senin, Pasar Minggu, Pasar Rebo, Pasar Jumat, dan sebagainya.
Perluasan kota sesudah merdeka diberi nama dengan kata Indonesia,
misalnya, Pondok Labu, Pondok Indah, Pondok Gede, dan sebagainya.
Perluasan kota berjalan terus, maka akhirnya muncullah nama-nama yang
diambil dari bahasa Inggris, misalnya, Raffless Village, Green Garden,
Puri Garden, dan lain-lain.
Banyak nama baru bermunculan yang umumnya diambil dari bahasa
Inggris, sehingga Gubernur DKI Jakarta berkata Kok di sini dipakai bahasa
asing, di sana di pakai bahasa asing. Cucu Pak Sudarsono, namanya Ontorejo,
tetapi tinggalnya di Raffless Village. Wah, bagaimana ini bisa terjadi?.
Tidak hanya nama-nama saja yang diambil dari istilah asing tetapi juga
dalam bidang-bidang yang lain, sehingga bahasa Indonesia dalam jurnalistik itu
sarat dengan kata-kata dan istilah asing. Tahun 1995, misalnya, Mendikbud
Wardiman Djojonegoro sadar melihat kenyataan seperti itu. Kenyataan
menunjukan bahwa pemakaian bahasa Inggris sudah mewabah untuk kompleks/
perumahan, papan reklame, promosi, merek-merek dagang, dan lain-lain.

Tugas Akhir Desain Kurikulum dan Silabus

64

Perancangan Desain Kurikulum dan Silabus

Dengan kesadaran itu Mendikbud Wardiman mebicarakan masalah


tersebut dengan Menteri Penerangan, masyarakat luas, masyarakat periklanan,
pemerintah daeerah khusus ibukota, dan dengan kelompok lainya. Telah
diputuskan bahwa kita semuanya harus menggunakan bahasa Indoonnesia yang
baik, jelas, dan benar baik dalam bidang jurnalistik, seminar, kongres, dan
sebagainya. Upaya Mendikbud sudah mulaii bertunas dengan munculnya
pernyataan Walikota Bogor yang mengatakan, Juli, Kodya Bogor bebas dari
istilah bahasa asing. Peristiwa itu diberlakukan tanggal 18 April 18 Juli 1995.
Gerakan pemakaian bahasa Indonesia yang baik, jelas, dan benar melalui
pembudayaan bahasa Indonesia merambat ke seluruh pelosok tanah air bersamaan
waktunya dengan gerakan disiplin nasional yang dimulai tanggal 20 Mei 1995.
Di Muka sudah dikemukakan bahwa para jurnalis/wartawan telah sepakat untuk
menaati kaidah bahasa jurnalistik. Kendatipun sudah ada kaidahnya, tetapi dalam
praktik kejurnalistikan masih ada di antara wartawan yang tidak mengidahkannya,
seperti pada contoh-contoh berikut ini.
Pertama, pemakaian kalima yang panjang
(1) Usai pembicaraan kedua pemimpin, Mensekneg Moerdiono kepada
wartawan

mengatakan,

presiden

menyampaikan

pandangan

untuk

menjajagi kemungkinan kemampuan keuangan Kuwait dalam memberikan


batuan finansial bagi sejumlah produk Indonesia, misalnya produk
pesawat IPTN (Kompas, 18 April 1995).
(2) Ketua Umum PSSI masa bakti 1991-1995, yang juga Menko Kesra,
Azwar Anas yang akan mengakhiri masa baktinya akhir tahun ini menilai
pengajuan Mayjen TNI E. E. Mangindaan sebagai Ketua Umum PSSI
mendatang oleh ketua KONI Pusat Wismoyo Arismunandar adalah baik,
dan menyangkut pribadi yang tepat (Kompas, 19 April 1995).
Kedua, suburnya pemakaian akronim
(1) Banyak Ruko dan Rukan di Pulau Batam Terlantar (Kompas, 19 April
1995).

Tugas Akhir Desain Kurikulum dan Silabus

64

Perancangan Desain Kurikulum dan Silabus

(2) Gangguan Kamtibmas di NTB Mulai Menurun Tahun 1955 (Kompas,


19 April 1995).
(3) Anggaran untuk Biaya Perawatan Fasos dan Fasum sudah tersedia
(Kompas, 3 Mei 1995).
(4) Pengatur Lalin Swasta Menjadi-jadi (Kompas, 3 Mei 1995).
Ketiga, kelbihan kata
(1) Ombak Besar Rusak Puluhan Rumah di Daerah Aceh Barat (Kompas,
14 April 1995).
(2) PT Indosan yang Petang Ini akan RUPPS (Kompas, 18 April 1995).
(3) Menghadapi Segala Sesuatu, Baiklah Kita Berkepala Dingin dan
Propoesinal (Kompas, 18 April 1995).
Keempat, penulisan angka yang seharusnya ditulis dengan huruf
(1) 138 KK Warga Sumpruk Sudah 10 Tahun Tunggu Ganti Rugi
(Kompas, 3 Mei 1995).
(2) 100. 000 Buruh Meksiko Protes Krisis Ekonomi (Kompas, 3 Mei
1995).
(3) 11 Tahun, Ibu Kota Kabupaten Kendari Menunggu Dana dari Pusat
(Kompas, 3 Mmei 1995).

C. Bahasa Jurnalistik Efektif dan Efisien


Bahasa yang efektif ialah bahasa yang mencapai sasaran yang dimaksudkan
(Moeliono, 1993: 1). Bahasa Indonesia jurnalistik yang efektif membuahkan hasil
atau efek yang diharapkan pembicaraan karena cocok atau relevan dengan
peristiwa atau sesuuuai dengan keadaan yang menjadi latarnya. Bahasa Indonesia
jurnalistik yang efisien ialah bahasa yang mengikuti kaidah yang dibakukan atau
yang dianggap baku, dengan mempertimbangkan kehematan kata, istilah, dan
ungkapan. Baku atau norma bahasa itu menjadi ukuran umum, yang mengatasi

Tugas Akhir Desain Kurikulum dan Silabus

64

Perancangan Desain Kurikulum dan Silabus

variasi dialek atau idiolek (Perseorangan), bagi pemakaian bahasa yang benar dan
patut menjadi contoh untuk diikuti.
Hoed (1977: 3) dalam penelitianya tentang Kata Mubazir dalam Surat
Kabar Harian Berbahasa Indonesia menyatakan, usaha mencapai efisiensi
didasarkan pada probabilitas munculnya suatu kata dalam konteks tertentu
(probability accurance).
Suatu kata yang probabilitas pemunculanya tingg per definisi mengandung
nilai informatif yang rendah. Dengan demikian, makin rendah probabilitas suatu
kata, makin tinggi nilai informatifnya.
Yang dimaksud dengan nilai informatif di sini adalah sifat yang
mengurangi segala ketidakpastian atau salah paham dalam komunikasi
kebahasaan. Jadi, suatu kata seperti bahwa yang probabilitasnya tinggi sesudah
kata-kata

seperti:

berkata,

mengatakan,

menyatakan,

memberitahukan,

mengemukakan, dan menyampaikan, perananya dalam mengurangi salah paham


hampir tidak ada. Ia mengatakan bahwa adiknya sakit, tidak berbeda amanatnya
dengan Ia mengatakan adiknya sakit.
Di samping faktor probabilitas, faktor besarnya beban fungsional suatu
kata dalam suatu konteks pun menjadi dasar untuk memperlakukan kata itu
sebagai kata yang tigdak efisien (baca : mubazir). Bila dibandingkan, kata bahwa
dengan hari, misalnya kita melihat: bahwa dalam konteks mengatakan bahwa
berpposisi dengan kata apa pun. Dengan demikian, bahwa mempunyai beban
fungsional sedangkan hari tidak mempunyai beban fungsional. Ini berarti peranan
bahwa dalam penghilangan salah paham, kata peranan bahwa lebih besar daripada
hari. Dengan kata lain, nilai informatif bahwa lebih besar daripada hari.
Dalam tulisan/karya-karya jurnalistik yang efektif dan efisien, paragnya
berpautan dan bertalian. Perpautan itu mensaratkan adanya perlihan yang lancar
antara bagian tulisan yang satu ke bagian tulisan yang lain, sehingga penalaran
penulis/jurnalis

dengan mudah dapat dipahami.

Setiap gagasan pokok

diungkapkan dengan sebuah kalimat topik yang menjadi inti paragraf.. Kalimat
inti itulah yang harus dinyatakan secara eksplisit, tepatnya pada awal paragraf

Tugas Akhir Desain Kurikulum dan Silabus

64

Perancangan Desain Kurikulum dan Silabus

atau dekat awal paragraf, sehingga pembaca dapat disiapkan untuk mengikuti
uraian selanjutnya.
Pokok paragraf dapat dikembangkan dengan dua jalan: pertama,
pengembangan dengan ilustrasi yang memanfaatkan logika induktif dan kedua,
pengembangan dengan analisis penalaran atau penjelasan yang mengguanakan
logika deduktif. Kedua cara itu dapat dipakai secara berdampingan dalam satu
paragraf atau wacana. Paragraf yang baik tidak hanya lengkap karena
pengembanganya tetapi juga karena menunjukan kesatuan di dalam isinya.
Kesatuan itu dicapai karena seorang jurnalis hanya mengembangkan satu gagasan
pokok saja. Tiap kalimat di dalam paragraf bertalian dengan ide pokok itu.
Keutuhan paragraf menjadi rusak karena penyisipan perincian yang tidak
bertemali dan pemasukan kalimat topik yang kedua atau gagasan pokok lain ke
dalamnya. Yang terjadi ialah perancuan dan pelanturan dua ide pokok.
Paragraf yang efektif memiliki ciri keutuhan, perpautan, penempatan
pumpunan (fokus) kalimat, kehematan kata (efisiensi), dan variasi. Keutuhan itu
dinyatakan oleh keutuhan struktur kalimat dan kesatuan logika yang jalinmenjalin. Jika salah satu unsur tidak ada, maka unsur itu berhadapan dengan
penggalan yang bukan kalimat. Perpautan di dalam kalimat menyangkut pertalian
diantara unsur-unsurnya.
Contohnya:
Abad 20 adalah abad yang disesaki perang dalam berbagai skala,
persaingan, kecurigaan, dan berbagai malapetaka akibat ulah manusia.
Perang Dunia I yang disusul Perang Dunia II benar-benar menghancurkan
dunia, tertama Eropa. Benua ini hancur. Ribuan rumah, apartemen,
bangunan lain, dan pabrik runtuh. Jutaan orang kehilangan rumah dan
pengangguran merajalela, memaksa orang harus antre makanan.
Perdamaian, memang membawa harapan baru bagi lahirnya sebuah dunia
baru. Tetapi, negara-negara pemenang perang (Inggris, Prancis, Uni
Soviet, dan Amerika Serikat) justru pecah menjadi dua kubu militer yang

Tugas Akhir Desain Kurikulum dan Silabus

64

Perancangan Desain Kurikulum dan Silabus

bersebrangan dan bermusuhan. Bayangkan akan lahirnya Perang Dunia III


sudah ada di depan mata (Kompas, 30 Mei 1997).
Contoh paragraf di atas merupakan paragraf yang efektif. Hal ini ditandai
dengan ciri-ciri keutuhan, perpautan dan penempatan fokus kalimat pada awal
paragraf yang jelas, yakni abad 20. Kemudian dilanjutkan kalimat penjelasan
Perang Dunia I dan II, dan kalimat ppenjelas lainya ((ribuan rumah, apartemen,
dan lain-lain) sebagai variasi bahasa akibat perang. Demikian pula jutaan orang
kehilangan rumah dan harus antre makanan dan lain-lain. Perpautan itu juga
ditegaskan pada paragraf kedua, yang ditulis dengan menciptakan fokus masalah
perdamaian yang merupakan harapan-harapan baru. Hal ini merupakan variasi
dan kreasi jurnalis dalam menuliskan karya-karya jurnalistik.
Perpautan itu akan lebih jelas/nyata apabila: (1) pemakaian kata ganti
diperhatikan, (2) gagasan yang sejajar dituangkan ke dalam bangun kalimat yang
seejajar, dan (3) jika sudut pandang terhadap isi kalimat tetap sama.
Penempatan fokus dapat dicapai dengan cara (1) pengubahan urutan kata yang
lazim dalam kalimat, (2) pemilihan bentuk aktif dan pasif, atau dengan (3)
penggunaan pungtuasi khusus. Efisiensi atau penghematan dengan pengungkapan
berarti pembuangan kata mubazir dan penghindaran kontruksi yang berputarputar.
Ada asumsi dasar bahwa dalam masyarakat bahasa yang berbeda dan
komunitas yang berbeda pula, manusia menggunakan bahasa yang berbeda pula.
Perbedaan itu bersifat sistematis dan mencerminkan perbedaan nilai kultural.
Dengan demikian, perbedaan cara berbicara, menulis, dan komunikasi dapat
dijelaskan dari sudut pandang nilai kultural dan prioritas kultural yang berbeda.
Pola pengungkapan gagasan secara kultural tercermin dalam wacana tulis
para jurnalis. Dalam masyarakat tertentu, pengungkapan gagasan yang dituangkan
dalam wacana tulis dilakukan secara tidak langsung, lugas, dan apa adanya.
Kaplan (1987: 15) berdasarkan hasil penelitianya menyebutkan bahwa wacana
tulis orang Timur lebih menggambarkan suatu pola pendekatan tidak langsung.
Dalam pendekatan ini, pengembangan paragraf dilakukan secara spiral, berputar-

Tugas Akhir Desain Kurikulum dan Silabus

64

Perancangan Desain Kurikulum dan Silabus

putar mengintari pusaran yang semakin lama semakin besar. Putaran tersebut
mengitari pokok bahasan dan menyorotinya dari berbagai sudut tetapi tidak
pernah secara langsung. Bagi orang Barat, pola pikir kultural yang tercermin
dalam pengembangan paragraf tidaklah demikian. Pola tersebut merupakan bagian
integral dari retorika barat yaitu sebagai urutan yang pengembanganya lebih
bersifat linear dengan pendekatan langsung.
Bahasa Indonesia dan pola pikir kulturalnya tentu akan berpola budaya
Timur. Alur pikir yang diharapkan dari seorang jurnalis Indonesia adalah alur pikir
yang bersumber pada budaya nusantara. Alur pikir ini tentu berbeda dari alur pikir
bahasa lain tidak lebih baik, tetapi juga tidak lebih buruk.
Kemampuan jurnalis mebuat wacana tulis yang baik dalam bahasa
Indonesia belum tentu menghasilkan hal yang sama bila dilakukan dalam bahasa
lain. Hal ini terjadi karena retorika yang digunakan adalah retorika bahasa
Indonesia, sehingga wacana tulis tersebut mencerminkan pola pikir kultural
Indonesia. Retorika timur akan mewarnai wacana tulis orang Indonesia.
Sementara bahasa lain mempunyai retorika sendiri yang berbeda dari retorika
bahasa Indonesia. Pengembangan paragraf dalam bahasa lain akan mengikuti alur
pikir dari penutur bahasa tersebut. Sehingga, pola pengembangan paragraf dalam
wacana tulis itu merefleksikan pola pikir kultural bahasa tersebut.
Secara grafis, pola pengembangan pokok bahasan dalam paragraf dari
berbagai bahasa, yakni bahasa Inggris, bahasa Semit, bahasa Timur, bahasa
Romawi, dan bahasa Rusia, digambarkan Kaplan sebagai berikut.
Retorika oleh Kaplan didefinisikan sebagai the method of organizing
sintactic units into larger patterns atau sebagai cara pengorganisasian unit
sintaksis menjadi pola yang lebih besar tidaklah universal. Retorika bervariasi dari
satu budaya ke budaya lain, bahkan dari waktu ke waktu dalam suatu budaya.
Norma-norma sopan santun dalam budaya tertentu dan pada waktu tertentu
berpengaruh terhadap retorika.
Pola pikir kultural Indonesia yang berputar-putar ini dapat juga dipakai
sebagai salah satu penjelasan berkembangnya eufimisme yang banyak terjadi.

Tugas Akhir Desain Kurikulum dan Silabus

64

Perancangan Desain Kurikulum dan Silabus

Mengapa untuk mengatakan harga dinaikan ungkapan yang dipakai adalah harga
disesuaikan, atau ditahan dengan diamankan, hutang disebut bantuan, dan lainlain. Hal ini dapat dicermati dari sudut pandang dan pola pikir kultural orang
Indonesia yang (mungkin) memang suka berputar-putar.
Orang Indonesia, dan Asia pada umumnya biasanya menyusu pola
wacananya dengan struktur penyajian topik-komen (Wijana, 1999: 2). Artinya,
bagian terpenting wacananya diletakan pada bagian belakang sedangkan alasan
dan latar belakan penyebab masalahnya diletakan pada bagian depan. Sementara
itu, orang-orang yang berlatar budaya bahasa Inggris menggunakan pola dan
strategi sebaliknya. Mereka menempatkan bagian terpenting wacananya di bagian
depan, kemudian baru menyusulinya dengan latar belakang atau alasan yang
dipandang kurang penting. Orang-orang Asia dalam menyampaikan pendapat
tidak teruusterang. Sebaliknya, orang-orang Barat terlalu berterus terrang dan
kadang-kadang dianggap kasar dan vulgar.
Orang-orang Asia merasa tidak enak untuk mengemukakan usulannya
sebelum mengemukakan alasan-alasanya terlebih dahulu. Sebaliknya, orang-orang
Barat cenderung mengemukakan usulanya lebih dahulu baru kemudian
mengemukakan alasan-alasanya. Pola, model, dan strategi penyusunan pernyataan
yang berbeda ini akan menimbulkan persepsi dan prasangka yang berbeda. Orangorang Asia beranggapan bahwa orang-orang Barat terlalu berterusterang dan
kasar. Demikian pula, orang-orang Barat berprasangka bahwa orang-orang Asia
itu tertutup (eksklusif), tidak berterus terang, dan sukar diduga (inscrutable).
Pemahaman terhadap perbedaan model penyusunan ungkapan itu akan sangat
bermanfaat guna menghindari timbulnya steereotip-stereotip yang dapat
menghamabat kerja sama (kolaborasi) di anatara kedua orang yang berbeda
budaya tadi.
Akan tetapi, retorika Indonesia terutama dengan adanya kebebasan pers di
era reformasi sekarang ini sebagian mulai begeser dari pola oriental ke
angloeuropean atau dari yang melingkar-lingkar/berputar-putar ke linear.
Pergeseran ini dapat diduga karena adanya pengaruh dunia yang mengglobal

Tugas Akhir Desain Kurikulum dan Silabus

64

Perancangan Desain Kurikulum dan Silabus

termasuk juga perkembangan bahasa Indonesia itu sendira. Banyak sarjana dan
wartawan Indonesia yang meme=pelajari ilmu pengetahuan dan teknologi ke
negara-negara Barat. Selama tinggal di negara-negara tersebut, mereka mau tidak
mau harus menyesuaiakan diri dengan bahasa dan pola pikir bangsa Barat.
Akibatnya, retorika linear dapat menggeser retorika mereka yang sebelumnya
dimungkinkan melingkar-lingkar. Ketika mereka kembali ke Indonesia dan
banyak mengungkapkan gagasan ke dalam berbagai wacana dan media, pola
linear tersebut tertuang dalam tulisannya. Selanjutnya, pola pikir ini secara tidak
langsung akan berpengaruh terhadap pola pikir pembaca.
Selanjutnya, variasi bahasa jurnalistik diperoleh dengan (1) pemakaian
bebagai jenis kalimat yang berbeda menurut struktur gramatiknya (2) pemakaian
kalimat yang panjangnya berbeda-beda, dan (3) pemakaian unsur-unsur kaimat,
seperti subjek, predikat, objek, pelengkap, dan keterangan yang berselang-selang.
Dipandang dari penggunaan kosakata, bahasa Indonesia ragam jurnalistik
memerlukan istilah yang maknanya tidak taksa (ambigu). Artinya, istilahh-istilah
yang digunakan tidak memiliki tafsiran ganda. Peristilahan itu termasuk
diksi/pilihan kata yang bersama-sama dengan pilihan bangun kalimat membentuk
langgam atau gaya tulisan. Tataran diksi dalam tulisan jurnalistik lebih tinggi
daripada dalam ragam percakapan sehari-hari. Artinya, pemakaian kata untuk
pengacauan yang khas atau sugestif ataupun yang meluas tidak salah tempat.
Bahasa Indonesia ragam jurnalistik yang panjang-panjang hanya dapat direspons
secara langsung oleh pembaca yang terbiasa dan terlatih. Pembaca surat kabar itu
diharapkan tidak memperoleh informasi yang keliru. Kelugasan, keobjektipan,
dan keajegan bahasa jurnalistik itulah yang membedakan dengan ragam bahasa
sastra yang bersifat subjektif, halus, dan lentur, sehingga interpretasi pembaca
yang satu kerap kali berbeda dengan interpretasi dan apresiasi pembaca lainya.
Berdasarkan pengamatan terhadap kegiatan berbahasa para elite politik
kita melalui media massa baikcetak maupun elektronik, dapat dikllasifikasikan
empat kategori gaya berbahasa mereka. Jumlah tersebut masih dapat didiskusikan.

Tugas Akhir Desain Kurikulum dan Silabus

64

Perancangan Desain Kurikulum dan Silabus

Adapun keempat gejala tersebut adalah (1) pengingkaran terhadap kenyataan, (2)
eufimisme, (3) samar-samar, dan (4) melingkar-lingkar/berputar-putar.
Berikut ini adalah ilustrasi dari keempat gejala tersebut. Pertama,
pengingkaran terhadap kenyataan. Seorang bawahan dimutasi atau diberhentikan
dari jabatanya karena ia tidak mau menuruti kemauan atasanya yang dianggap
oleh bawahanya tersebut sebagai suatu pelangggaran. Namun, ketika ditanya oleh
wartwan, si atasan tersebut mengatakan bahwa pemutasian atau ppemberhatian
tersebut bukan karena alasan dia atas melainkkan sebagai prosedur biasa dalam
kedinasan atau karena yang bersangkutan sudah saatnya pensiun.
Kedua, eufimisme. Seorang pejabat mengatakan bahwa daerahnya
tergolong prasejahtera. Kata prasejahtera tersebut digunakan sebagai pengganti
kata miskin, yang dianggapnya terlalu jelas memperlihatkan ketidakberhasilan
pembangunan di daerah tersebut.
Ketiga, samar-samar. Seorang atasan memberikan perintah kepada
bawahanya dengan bahasa yang tidak jelas, sehingga menimbulkan makna ganda
(ambiguity). Ketika terjadi pelanggaran oleh bawahanga, si atasnya dengan mudah
mengatakan bahwa ia salah menafsirkan perintah.
Keempat, berputar-putar. Seorang jaksa diperintah oleh atasanya untuk
tidak memejahijaukan seseorang yang oleh masyarakat dianggap melakukan
pelanggaran. Karena jaksa tersebut menyadari tuntutan masyarakat tetapi pada
waktu yang sama dia tidak berani melanggar perintah atasanya, maka ia mencaricari alasan yang pada dasarnya hanyalah sebagai dalih untuk tidak
memejahijaukan orang tersebut.
Dengan adanya era reformasi di berbagai bidang kehidupan yang sudah
kita rintis sejak tahun 1998 lalu, kita bertekad untuk menuju masyarakat Indonesia
baru, yaitu masyarakat yang demokratis yang penuh keterbukaan. Sistem
demokrasi dan keterbukaan memungkinkan mengalirnya arur informasi secara
efektif baik secra vertikal (ke atas dan ke bawah) maupun horizontal. Hal ini dapat
berjalan dengan baik jika di dukung oleh penggunaan bahasa jurnalistik yang
jelas, teratur, terus terang, dan jernih. Diharapkan, para jurnalis dapat

Tugas Akhir Desain Kurikulum dan Silabus

64

Perancangan Desain Kurikulum dan Silabus

menggunakan bahasa secara lugas,objektif, langsung, terus terang, dan tidak


menyembunyikan kenyataan pahit kalau memang keadaan seperti itu. Kesadaran
wartawan akan kondisi yang demikian justru dapat mendorong kita untuk
membangun diri lebih giat lagi menuju masyarakat yang lebih baik, terbuka, dan
demokratis melalui media pers.
Ragam Bahasa Siaran
Dalam perkembangannya, bahasa pers menjadi salah satu ragam bahasa
Indonesia diantara bahasa akademik (ilmiah), bahasa usaha (bisnis), bahasa
filosofis, dan bahasa literer (sastra). Menurut pengamat bahasa Suroso, bahasa
jurnalistik memiliki kaidah-kaidah tersendiri yang membedakannya dengan ragam
bahasa yang lain. Walaupun begitu, bahasa jurnalistik tetap menganut kebakuan
kaidah bahasa Indonesia dalam hal pemakaian kosakata, struktur sintaksis, dan
wacana.
Ketidak taatan pada bahasa baku ini kerap dilakukan Pers Indonesia.
Banyak berita dibuat dengan berbagai cacat. Berbagai pengamat, di berbagai
media, sering mempersoalkannya. Beberapa penyimpangan bahasa jurnalistik
dibandingkan dengan kaidah bahasa Indonesia baku:
1. Kesalahan sintaksis
Kesalahan berupa pemakaian tata bahasa atau struktur kalimat yang
kurang benar sehingga sering mengacaukan pengertian. Hal ini disebabkan
logika yang kurang bagus.
Misal :
S = Kerajinan Kasongan banyak diekspor hasilnya ke Amerika Serikat
B = Hasil kerajinan desa Kasongan banyak diekspor ke Amerika Serikat
2. Kesalahan ejaan
Kesalahan ini hampir setiap kali dijumpai dalam surat kabar atau TV,
seperti dalam penulisan kata.
Misal : Jadwal ditulis jadual
3. Kesalahan pemenggalan

Tugas Akhir Desain Kurikulum dan Silabus

64

Perancangan Desain Kurikulum dan Silabus

Kesalahan ini banyak dijumpai dalam surat kabar, setiap ganti baris pada
setiap kolom kelihatan asal penggal saja.
Penghematan Unsur Kata
Beberapa kata di Indonesia sebenarnya bisa dihemat tanpa mengorbankan
tata bahasa dan jelasnya arti. Misalnya :
agar supaya

agar, supaya

akan tetapi

tapi

apabila

bila

sehingga

hingga

meskipun

meski

walaupun

walau

tidak

tak

daripada

dari

Beberapa kata punya sinonim yang lebih pendek


Kemudian

lalu

Makin

kian

Terkejut

kaget

Sangat

amat

Demikian

begitu

Sekarang

kini

Ragam bahasa yang dipergunakan di dalam dunia penyiaran ada dua macam:
1. Bahasa Formal (sesuai kaidah yang berlaku)
2. Bahasa Informal atau bahasa tutur (bukan bahasa pergaulan)
Bahasa formal juga dipergunakan pada bahasa tulis, sedang bahasa informal (tidak
resmi) adalah bahasa percakapan sehari-hari. Beberapa pertimbangan yang harus
diperhatikan jika menyusun naskah karya jurnalistik penyiaran:
1. Pilih kata yang tepat dan pendek

Tugas Akhir Desain Kurikulum dan Silabus

64

Perancangan Desain Kurikulum dan Silabus

2. Hilangkan kata mubazir


3. Penggunaan kalimat aktif lebih kuat dibanding kalimat pasif
4. Hindari penggunaan kata-kata asing. Jika istilah asing bersifat tekniks dan
terpaksa digunakan, maka istilah ini harus dijelaskan maknanya.
5. Jika tidak perlu, hindari penggunaan kalimat majemuk
6. Jangan menggunakan kalimat klise pada awal naskah. Kalimat klise adalah
kalimat yang maknanya sudah bersifat umum. Misalnya
a. Indonesia terletak diantara dua benua dan samudra
b. Bumi itu bulat
Di dalam dunia penyiaran, ragam bahasa yang digunakan selain bahasa
formal, juga bahasa tutur. Ragam bahasa penyiaran lebih banyak bertutur kepada
khalayak. Bahasa tutur harus baik, tetapi tidak perlu benar. Artinya struktur
kalimatnya berbeda dengan struktur bahasa formal. Biasanya, struktur bahasa
yang digunakan Penyiar Berita bersdifat formal, sedangkan struktur bahasa yang
digunakan reporter bersifat informal. Bahasa informal lebih komunikatif dan
mudah dipahami jika didengar.
3.5

Metodologi Pembelajaran
Pada dasarnya guru adalah seorang pendidik. Pendidik adalah orang

dewasa dengan segala kemampuan yang dimilikinya untuk dapat mengubah psikis
dan pola pikir anak didiknya dari tidak tahu menjadi tahu serta mendewasakan
anak didiknya. Salah satu hal yang harus dilakukan oleh guru adalah dengan
mengajar di kelas. Salah satu yang paling penting adalah performance guru di
kelas. Bagaimana seorang guru dapat menguasai keadaan kelas sehingga tercipta
suasana belajar yang menyenangkan. Dengan demikian guru harus menerapkan
metode pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik peserta didiknya.
Tiap-tiap kelas bisa kemungkinan menggunakan metode pembelajaran
yang berbeda dengan kelas lain. Untuk itu seorang guru harus mampu
menerapkan berbagai metode pembelajaran.

Tugas Akhir Desain Kurikulum dan Silabus

64

Perancangan Desain Kurikulum dan Silabus

3.5.1

Macam-Macam Metode pembelajaran :


Ada beberapa metode pembelajaran yang digunakan selama proses belajar

mengajar di kelas.
1. Metode Ceramah
Metode pembelajaran ceramah adalah penerangan secara lisan atas
bahan pembelajaran kepada sekelompok pendengar untuk mencapai tujuan
pembelajaran tertentu dalam jumlah yang relatif besar. Seperti ditunjukkan
oleh Mc Leish (1976), melalui ceramah, dapat dicapai beberapa tujuan.
Dengan metode ceramah, guru dapat mendorong timbulnya inspirasi bagi
pendengarnya.
Gage dan Berliner (1981:457), menyatakan metode ceramah cocok
untuk digunakan dalam pembelajaran dengan ciri-ciri tertentu. Ceramah
cocok untuk penyampaian bahan belajar yang berupa informasi dan jika
bahan belajar tersebut sukar didapatkan.
2. Metode Diskusi
Metode pembelajaran diskusi adalah proses pelibatan dua orang
peserta atau lebih untuk berinteraksi saling bertukar pendapat, dan atau saling
mempertahankan pendapat dalam pemecahan masalah sehingga didapatkan
kesepakatan diantara mereka. Pembelajaran yang menggunakan metode
diskusi merupakan pembelajaran yang bersifat interaktif (Gagne & Briggs.
1979: 251).
Menurut Mc. Keachie-Kulik dari hasil penelitiannya, dibanding
metode ceramah, metode diskusi dapat meningkatkan anak dalam
pemahaman konsep dan keterampilan memecahkan masalah. Tetapi dalam
transformasi pengetahuan, penggunaan metode diskusi hasilnya lambat
dibanding penggunaan ceramah. Sehingga metode ceramah lebih efektif
untuk meningkatkan kuantitas pengetahuan anak dari pada metode diskusi.
3. Metode Demonstrasi

Tugas Akhir Desain Kurikulum dan Silabus

64

Perancangan Desain Kurikulum dan Silabus

Metode pembelajaran demontrasi merupakan metode pembelajaran yang


sangat efektif untuk menolong mahasiswa mencari jawaban atas pertanyaanpertanyaan seperti: Bagaimana cara mengaturnya? Bagaimana proses
bekerjanya? Bagaimana proses mengerjakannya. Demonstrasi sebagai metode
pembelajaran adalah bilamana seorang guru atau seorang demonstrator (orang
luar yang sengaja diminta) atau seorang mahasiswa memperlihatkan kepada
seluruh kelas sesuatau proses. Misalnya bekerjanya suatu alat pencuci
otomatis, cara membuat kue, dan sebagainya.
Kelebihan Metode Demonstrasi :
a. Perhatian mahasiswa dapat lebih dipusatkan.
b. Proses belajar mahasiswa lebih terarah pada materi yang sedang
dipelajari.
c. Pengalaman dan kesan sebagai hasil pembelajaran lebih melekat dalam
diri mahasiswa.
Kelemahan metode Demonstrasi :
a. Siswa kadang kala sukar melihat dengan jelas benda yang
diperagakan.
b. Tidak semua benda dapat didemonstrasikan.
c. Sukar dimengerti jika didemonstrasikan oleh pengajar yang kurang
menguasai apa yang didemonstrasikan.
4. Metode Ceramah Plus
Metode Pembelajaran Ceramah Plus adalah metode pengajaran yang
menggunakan lebih dari satu metode, yakni metode ceramah yang
dikombinasikan dengan metode lainnya. Ada tiga macam metode ceramah
plus, diantaranya yaitu:
a. Metode ceramah plus tanya jawab dan tugas
b. Metode ceramah plus diskusi dan tugas
c. Metode ceramah plus demonstrasi dan latihan (CPDL)

Tugas Akhir Desain Kurikulum dan Silabus

64

Perancangan Desain Kurikulum dan Silabus

5. Metode Resitasi
Metode Pembelajaran Resitasi adalah suatu metode pengajaran dengan
mengharuskan mahasiswa membuat resume dengan kalimat sendiri.
Kelebihan Metode Resitasi adalah :
a. Pengetahuan yang diperoleh peserta didik dari hasil belajar sendiri
akan dapat diingat lebih lama.
b. Peserta didik memiliki peluang untuk meningkatkan keberanian,
inisiatif, bertanggung jawab dan mandiri.

Kelemahan Metode Resitasi adalah :


a. Kadang kala peserta didik melakukan penipuan yakni peserta didik
hanya meniru hasil pekerjaan orang lain tanpa mau bersusah payah
mengerjakan sendiri.
b. Kadang kala tugas dikerjakan oleh orang lain tanpa pengawasan.
c. Sukar memberikan tugas yang memenuhi perbedaan individual.
6.

Metode Eksperimental
Metode

pembelajaran

eksperimental

adalah

suatu

cara

pengelolaan

pembelajaran di mana mahasiswa melakukan aktivitas percobaan dengan


mengalami dan membuktikan sendiri suatu yang dipelajarinya. Dalam metode
ini mahasiswa diberi kesempatan untuk mengalami sendiri atau melakukan
sendiri dengan mengikuti suatu proses, mengamati suatu obyek, menganalisis,
membuktikan dan menarik kesimpulan sendiri tentang obyek yang
dipelajarinya.
7. Metode Study Tour (Karya wisata)
Metode Study tour (karya wisata) adalah metode mengajar dengan mengajak
peserta didik mengunjungi suatu objek guna memperluas pengetahuan dan

Tugas Akhir Desain Kurikulum dan Silabus

64

Perancangan Desain Kurikulum dan Silabus

selanjutnya peserta didik membuat laporan dan mendiskusikan serta


membukukan hasil kunjungan tersebut dengan didampingi oleh pendidik.
8. Metode Latihan Keterampilan
Metode latihan keterampilan (drill method) adalah suatu metode mengajar
dengan memberikan pelatihan keterampilan secara berulang kepada peserta
didik, dan mengajaknya langsung ketempat latihan keterampilan untuk
melihat proses tujuan, fungsi, kegunaan dan manfaat sesuatu (misal: membuat
tas dari mute). Metode latihan keterampilan ini bertujuan membentuk
kebiasaan atau pola yang otomatis pada peserta didik.

9. Metode Pengajaran Beregu


Metode pembelajaran beregu adalah suatu metode mengajar dimana
pendidiknya lebih dari satu orang yang masing-masing mempunyai
tugas.Biasanya salah seorang pendidik ditunjuk sebagai kordinator. Cara
pengujiannya,setiap pendidik membuat soal, kemudian digabung. Jika ujian
lisan maka setiap mahasiswa yang diuji harus langsung berhadapan dengan
team pendidik tersebut
10. Peer Theaching Method
Metode Peer Theaching sama juga dengan mengajar sesama teman, yaitu
suatu metode mengajar yang dibantu oleh temannya sendiri.
11. Metode Pemecahan Masalah (Problem Solving Method)
Metode problem solving (metode pemecahan masalah) bukan hanyasekadar
metode mengajar, tetapi juga merupakan suatu metode berpikir, sebabdalam
problem

solving

dapat

menggunakan

metode-metode

lainnya

yang

dimulaidengan mencari data sampai pada menarik kesimpulan.

Tugas Akhir Desain Kurikulum dan Silabus

64

Perancangan Desain Kurikulum dan Silabus

Metode problem solving merupakan metode yang merangsang berfikir


danmenggunakan
disampaikan

wawasan

oleh

tanpa

mahasiswa.

melihat

Seorang

kualitas

dosen

harus

pendapat

yang

pandai-pandai

merangsang mahasiswanya untuk mencobamengeluarkan pendapatnya.


12. Project Method
Project Method adalah metode perancangan adalah suatu metode mengajar
dengan meminta peserta didik merancang suatu proyek yang akan diteliti
sebagai obyek kajian.
13. Taileren Method
Teileren Method yaitu suatu metode mengajar dengan menggunakan
sebagian-sebagian,misalnya ayat per ayat kemudian disambung lagi dengan
ayat lainnya yang tentusaja berkaitan dengan masalahnya
14. Metode Global (ganze method)
Metode Global yaitu suatu metode mengajar dimana mahasiswa disuruh
membaca keseluruhan materi, kemudian mahasiswa meresume apa yang
dapat mereka serap atau ambil intisaridari materi tersebut.

Tugas Akhir Desain Kurikulum dan Silabus

64

Perancangan Desain Kurikulum dan Silabus

BAB IV
EVALUASI
4.1

Pengertian Evaluasi
Sudiono (2001) mengemukakan bahwa secara harfiah kata evaluasi berasal

dari bahasa Inggris evaluation, dalam bahasa Indonesia berarti penilaian. Akar
katanya adalah value yang artinya nilai. Jadi istilah evaluasi menunjuk pada suatu
tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai dari sesuatu.
Evaluation The systematic process of collecting, analyzing, and
interpreting information to determine the extent to which pupils are
achieving instructional objectives.
Frey, Barbara A., and Susan W. Alman. (2003)
Evaluasi adalah proses sistematis pengumpulan, analisis, dan interpretasi
informasi untuk menentukan sejauh mana siswa yang mencapai tujuan
instruksional)
4.2

Jenis Evalusi Berdasarkan Lingkup Kegiatan Pembelajaran

Tugas Akhir Desain Kurikulum dan Silabus

64

Perancangan Desain Kurikulum dan Silabus

Evaluasi ini terdiri dari 3 macam yaitu evaluasi program pembelajaran,


evaluasi proses pembelajaran, dan evaluasi hasil pembelajaran.
a. Evaluasi Program Pembelajaran
Evaluasi yang mencakup terhadap tujuan pembelajaran, isi program
pembelajaran,

strategi

belajar

mengajar,

aspek-aspek

program

pembelajaran yang lain.


b. Evaluasi Proses Pembelajaran
Evaluasi yang mencakup kesesuaian antara proses pembelajaran dengan
garis-garis besar program pembelajaran yang di tetapkan, kemampuan
guru dalam melaksanakan proses pembelajaran, kemampuan siswa dalam
mengikuti proses pembelajaran.
c. Evaluasi Hasil Pembelajaran
Evaluasi hasil belajar mencakup tingkat penguasaan siswa terhadap tujuan
pembelajaran yang ditetapkan, baik umum maupun khusus, ditinjau dalam
aspek kognitif, afektif, psikomotorik.
Ada dua jenis evaluasi yang akan dilakukan pada mata kuliah Bahasa
Indonesia Jurnalistik sebagai berikut.
1. Ujian Tengah Semester (UTS)
Ujian Tengah Semester adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh
Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia dan Daerah, Bidang Ilmu
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia untuk mengetahui tingkat
kemajuan belajar mahasiswa dan merupakan proses penilaian hasil belajar
mahasiawa yang diadakan pada tengah semester, yang disebut dengan
Ujian Tengah Semester (UTS). Sedangkan tugas dapat dilakukan selama
proses pembelajaran. Ujian Tengah Semester (UTS) merupakan ujian
(evaluasi) hasil belajar mahasiswa yang diselenggarakan di tengah
semester (setelah dilaksanakannya pertemuan ke-8 (delapan) dari 16
(enam belas) pertemuan yang dijadwalkan.
Peserta Ujian adalah para mahasiswa yang registrasi pada semester
tertentu dan berhak mengikuti ujian sesuai ketentuan yang berlaku.

Tugas Akhir Desain Kurikulum dan Silabus

64

Perancangan Desain Kurikulum dan Silabus

2. Ujian Akhir Semester (UAS)


Ujian Akhir Semester (UAS) merupakan evaluasi studi akhir
semester yaitu setelah seluruh materi perkuliahan disajikan (sekurangkurangnya 12 kali pertemuan).
Peserta Ujian adalah para mahasiswa yang registrasi pada semester
tertentu dan berhak mengikuti ujian sesuai ketentuan yang berlaku.

FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI


INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
(IKIP) PGRI BALI
Alamat : Jalan Akasia, Denpasar Timur, Telepon (0361) 9106879
Web : www.fpbs-ikip.com
Email : fpbs.ikippgribali@gmail.com

SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER


Mata Kuliah

: Bahasa Jurnalistik

Dosen

: Putu Agus Permanamiarta, S.S.

Semester

: VI

Hari, tanggal

Waktu

: Pukul 08.00 09.30 (90 menit)

Petunjuk: Jawablah soal berikut dengan baik dan benar!

Tugas Akhir Desain Kurikulum dan Silabus

64

Perancangan Desain Kurikulum dan Silabus

1. Apa yang dimaksud dengan bahasa jurnalistik berkarakter komunikatif dan


spesifik?
2. Jelaskan bagaimana keberadaan bahasa jurnalistik di antara ragam bahasa
lainnya?
3. Apa saja lima hal mendasar yang umum berlaku dalam penggunaan bahasa
jurnalistik?
4. Apa yang Anda ketahui mengenai prinsip hemat kata dalam bahasa
jurnalistik?
5. Berikan pendapat Anda mengenai masuknya bahasa daerah dan bahasa
asing dalam bahasa jurnalistik?

FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI


INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
(IKIP) PGRI BALI
Alamat : Jalan Akasia, Denpasar Timur, Telepon (0361) 9106879
Web : www.fpbs-ikip.com
Email : fpbs.ikippgribali@gmail.com

SOAL UJIAN AKHIR SEMESTER


Mata Kuliah

: Bahasa Jurnalistik

Dosen

: Putu Agus Permanamiarta, S.S.

Semester

: VI

Hari, tanggal

Waktu

: Pukul 08.00 09.30 (90 menit)

Petunjuk : Jawablah soal berikut dengan baik dan benar

Tugas Akhir Desain Kurikulum dan Silabus

64

Perancangan Desain Kurikulum dan Silabus

1. Jelaskan mengenai penerapan prinsip tepat makna dalam bahasa jurnalistik


2. Sebutkan langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk membuat bahasa pada
badan atau tubuh berita menjadi menarik.
3. Faktor apa saja saja yang memungkinkan terjadinya salah nalar dalam
penggunaan bahasa jurnalistik?
4. Apa yang membedakan bahasa jurnalistik untuk media cetak dengan bahasa
jurnalistik untuk media siaran?
5. Simak contoh berita pada lampiran, lalu temukan kesalahan/kekeliruan dalam
berbahasa dan tunjukkan bagaimana seharusnya yang benar.

Kera Gila Diburu Menggunakan Senjata Sneper : Empat Warga Jadi Korban Gigitan
Klungkung ( Metrobali.com )
Kera gila yang sebelumnya diinformasikan oleh warga dikatakan telah menewaskan 1 warga
Banjarangkan karena gigitanya setelah Metrobali.com datang ke TKP informasi itu tidak benar,
namun setelah digali kebenaran ternyata ada 4 (empat) warga yang jadi korban gigitannya. Ke 4
( empat ) warga tersebut dalam keadaan selamat dan ada yang masih berobat jalan.
Diantara korban yang masih berobat jalan adalah Ketut Widia 60 asal Dusun Selat, Desa/Kec.
Banjarangkan, dan Ni Ketut Srati 60 asal Dusun Koripan Tengah, Banjarangkan, sedangkan yang
sebelumnya digigit oleh kera gila adalah Komang Gede Tantra 30 warga setempat sebulan yang
lalu digigit kaki kanannya.
Ya sebulan yang lalu lutut kaki kanan saya digigit, waktu itu saya sedang melintas dipersawahan
hendak mencari rumput tiba tiba saja kera tersebut menyerang kaki kanan dan saya sempat
memukul kepalanya sebanyak 3 kali, dan kera tersebut kabur ujar Tantra di TKP sambil
menunjuk lutut kaki kanannya bekas digigit kera.
Sedangakan korban Ni Made Rai 65 di TKP mengatakan 15 hari yang lalu dirinya juga digigit kera
yang sama. Niki napi bais tiange lad cegut bojog ( ini apa kaki saya bekas digigit kera ),
ujarnya sambil meperperlihatkan belakang pergelangan kaki kanan. Di TKP Rai mununjukan
dimana korban Ketut Widia pada Jumt ( 21/12 ) sekira pukul 10.00 wita digigit kera.
Ketika itu Widia sedang menyabit rumput entah dari mana datangnya kera tiba tiba menyerangnya
dan menggigit kaki kanan hingga urat nadi putus. Sehabis menggigit kera tersebut lari
meninggalkan Widia dalam keadaan kaki luka mengeluarkan darah deras mengalir. Widia berusaha
pergi dari TKP dengan cara merangkak sambil memegang luka dikakinya mencari bantuan.
Dengan menempuh jarak 300 meter akhirnya Widia ditolong oleh tukang yang sedang bekerja.
Oleh warga yang kebetulan lewat Widia dilarikan ke RSUD Klungkung. Karena luka yang cukup
serius dimana urat nadinya putus kemudian Widia dirujuk ke RSUP Sanglah. Saat dihubungi pia
poselnya Widia mengakui sempat dirawat di RSUP Sanglah.

Tugas Akhir Desain Kurikulum dan Silabus

64

Perancangan Desain Kurikulum dan Silabus

Ya pak gigitan kera itu menyebabkan urat nadi terputus, dimana kedalaman gigitannya hingga 5
cm dan luka robek 10 cm ujarnya. Saya sekarang berada di rumah anak di Denpasar sambil
berobat jalan, mengenai urat yang putus sudah disambung oleh doter, imbuhnya.
Sementara korban Ni Ketut Srati 60 asal Dusun Koripan Tengah, Banjarangkan. Ditemui di
rumahnya tampak korban sedang duduk diteras dengan pergelangan kaki kanan dibalut perban.
Menurutnya ketika itu pada kamis ( 20/12 ) sekira pukul 12.00 wita dirinya sedang mencari daun
pisang disawah tiba tiba entah dari mana kera tersebut datang langsung menggit kaki kanannya.
Begitu habis digigit, kera itu melihat saya ujarnya. Saya sehabis digigit langsung mundur dalam
posisi duduk sambil memegang kaki yang terluka, kera tersebut terus menatap saya begitu suami
( Made Wardi 62 ) saya datang kera tersebut langsung kabur, suami saya sempat mengejarnya
namun kalah cepat, imbuhnya.
Sementara di TKP terpantau perburuan Kera Gila dilakukan pihak anggota Polsek Banjarangkan
yang dibantu masyarakat dan Dinas Peternakan lengkap dengan senjata dan tulup. Perburuan kera
gila dilakukan pada hari Sabtu ( 22/12 ) sekira pukul 08.00 wita. Terpantau anggota Polsek
Banjarangkan membawa Sneper bersama warga yang membawa sabit dan tongkat menyisir
disekitar wilayah TKP yaitu Subak Sema Agung, Banjarangkan, Klungkung. Dalam pencarian
hingga radius 1 km namun kera gila yang diburu tidak ditemukan.
Sementara Kapolsek Banjarangkan AKP Putu Ardana disela sela perburuan mengatakan pencarian
kera ini akan kita lakukan hingga ketemu, hal ini pihaknya sudah berkoordinasi dengan kepala
desa,dan dinas peternakan untuk menangkap kera yang sangat meresahkan masyarakat, ujarnya.
Dihimbau kepada warga yang memelihara kera agar bisa mengawasi hingga tidak sampai lepas
ikatannya, imbuh Ardana.. ***

Tugas Akhir Desain Kurikulum dan Silabus

64

You might also like