You are on page 1of 14

EKOSISTEM LAUT DALAM

A.

Zonasi (Pembagian Daerah)

Secara umum, pembagian zona pada perairan laut dapat dilakukan secara vertical maupun secara
horizontal. Berikut merupakan gambaran zonasi horizontal dan vertikal di laut.

Sumber : (Odum, Eugene.1971:408)


Secara horizontal, pembagian zona di lautan adalah sebagai berikut:
a.

Zona intertidal

Zona ini merupakan daerah pantai.


b.

Zona littoral

Zona ini merupakan daerah pasang-surut, yaitu daerah antara air pasang (pasang naik) dan air
surut (pasang surut).

c.

Zona neritik

Zona ini merupakan daerah perairan dangkal pada piringan benua atau sering disebut dengan
daerah dekat pantai.
d.

Zona batial

Merupakan zona laut terbuka di luar piringan benua, yang kemungkinan adala aktif secara
geologi dengan palung-palung dan jurang-jurang, jika terjadi erosi di bawah air dan longsor.
e.

Zona abisal

Merupakan daerah laut dalam yang dapat berada dimana saja antara 2000 sampai 5000 meter ke
bawah.
f.

Zona hadal

Merupakan daerah palung yang dapat menurun tajam sampai lebih dari 6000 meter.
Secara vertical, zonasi di lautan didasarkan pada penetrasi cahaya dengan suatu daerah
kompensasi, yaitu :
a.

Zona Epipelagik

Daerah ini masih bisa ditembus cahaya (Euphotik) karena merupakan daerah antara permukaan
dengan kedalaman air sekitar 200 m.
b.

Zona Mesopelagik

Di bagian pelagic sebelah atas terdapat suatu zona yang terletak tepat di bawah zona euphotik.
Banyak sekali hewan penghuni zona di bawah zona euphotik ini yang mengadakan migrasi ke
zona euphotik pada malam hari. Zona ini dinamakan zona mesopelagik, yang dihuni oleh
sejumlah besar spesies hewan yang memiliki mata yang telah berkembang dengan baik dan
berbagai organ penghasil cahaya. Kebanyakan spesies ikan penghuni zona mesopelagik berwarna
hitam, sedangkan spesies udang berwarna merah. Zona ini membentanng 700-1000 m dari batas
bawah zona eufotik kea rah dasar perairan. Zona ini masih bisa ditembus cahaya meski tidak
sebanyak pada daerah epipelagik.
c.

Zona batipelagik

Merupakan daerah kolom air antara batas bawah zona mesopelagik dan batas bawah palungpalung (kedalaman sekitar 6000 m). Untuk zona ini terletak di bagian atas. Daerah ini sedikit
ditembus cahaya.
d.

Zona abisalpelagik

Berbeda dengan zona batipelagik, zona ini yang terletak di bagian bawah pada daerah kolom air
antara batas bawah zona mesopelagik dan batas bawah palung-palung (kedalaman sekitar 6000
m).
Pada kedua zona tersebut (zona batiplelagik dan abisalpelagik), bila dibandingkan dengan zona
mesopelagik, kedua zona ini memiliki jumlah individu maupun spesies lebih kecil. Penghuni
kedua zona ini cenderung berwarna putih atau tidak berwarna, serta meiliki mata dan organorgan penghasil cahaya yang rendah tingkat perkembangannya. Daerah ini sudah tidak ada lagi
cahaya, sehingga gelap (Aphotik).
e.

Zona hadalpelagik

Merupakan daerah kolom air dalam suatu palung. Zona ini seakan terpisah dari zona di atasnya.
Daerah ini sangat gelap, karena cahaya tidak dapat mencapai dasar lautan.

Laut dalam merupakan bagian dari lingkungan bahari yang terletak di bawah kedalaman yang
dapat diterangi sinar matahari di laut terbuka, dan lebih dalam dari paparan-paparan benua
(>200m). Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa batas laut dalam itu terletak setelah Zona
epipelagik yaitu zona Mesopelagik, Batipelagik, Abisalpelagik, dan Hadalpelagik.
(Sudjoko,dkk.1998: 74 dan Odum, Eugene.1971:408-409)

B.

Ciri-Ciri Lingkungan Hidup

Factor abiotik (fisika-kimia) lingkungan hidup laut dalam bersifat sangat konstan sepanjang
periode-periode waktu yang panjang.
a.

Cahaya

Laut dalam sangat gelap, kecuali di bagian atas zona aphotik dimana pada waktu atau kondisi
tertentu masih ada sedikit cahaya matahari. Karena wilayah perairan ini gelap sepanjang masa
dan intensitas cahaya sangat rendah, fotosintesis tidak mungkin berlangsung. Dengan kata lain,
produksi primer tidak ada di laut-dalam. Bila pada laut-dalam ini ada cahaya, maka cahaya ini
berasal dari hewan-hewan laut dalam tertentu. Dengan tidak adanya cahaya ini, maka hewan
laut-dalam harus memiliki alat indera khusus untuk mendeteksi makanan dan lawan jenis untuk
keperluan reproduksi, serta untuk mempertahankan bermacam-macam asosiasi intra ataupun
interspesies.
b.

Tekanan hidrostatik

Yang menunjukkan kisaran terbesar pada laut-dalam yaitu tekanan hidrostatik. Dengan
bertambahnya kedalaman tiap 10 m akan mengakibatkan meningkatnya tekanan hidrostatik
sebesar 1 atmosfer. Karena kedalaman laut dalam berkisar antara beberapa ratus meter sampai
lebih dari 10000m (di palung-palung tertentu), tekanan hidrostatik berkisar antara 20-lebih dari

1000 atmosfer. Sebagian besar laut dalam bertekanan hidrostatik antara 200 sampai 600
atmosfer.
Adanya pengaruh tekanan hidrostatik terhadap organisme laut dalam, organisme bahari yang
dapat dipertahankan hidup setelah ditangkap dari laut-dalam yaitu bakteri laut dalam. Terlihat
bahwa bakteri laut-dalam berhenti tumbuh dan berkembang biak pada tekanan hidrostatik yang
rendah, dan aktif tumbuh dan berkembang pada tekanan hidrostatik yang tinggi, sama dengan
tekan hidrostatik habitatnya.
Tekanan sangat mempengaruhi morfologi sel, termasuk kemampuan membentuk kumparan
mitotic dan melangsungkan mitosis. Disamping itu, tekanan juga berpengaruh terhadap aktivitas
fisiologik dan biokimia, misalnya fisiologik otot tertentu. Namun pengaruh tekanan yang sangat
mencolok yaitu terhadap berbagai molekul makro seperti protein. Dalam sintesis dan
berfungsinya protein sangat dipengaruhi oleh tekanan. Karena protein dalam bentuk enzim dan
bahan pembentuk utama sangat vital bagi organisme hidup, maka hewan-hewan laut-dalam
mampu mengadaptasikan struktur dan fungsi proteinnya secara khusus sehingga hewan-hewan
ini dapat bertahan hidup.
c.

Salinitas

Salinitas pada kedalaman 100 meter pertama, dapat dikatan konstan. Walaupun terdapat sedikit
perbedaan-perbedaan, tetapi tidak mempengaruhi ekologi seecara nyata.
Salinitas air laut rata-rata 35, yang artinya dari 1000 bagian air mengandung 35 bagian garam.
27 ,merupakan natrium klorida dan selebihnya adalah garam magnesium, kalsium, dan
potasium
d.

Suhu

Daerah termoklin (daerah peralihan dimana suhu air cepat berubah dengan berubahnya
kedalaman laut) berkisar antara beberapa ratus meter sampai hampir satu kilometer. Di bawah

daerah termoklin, massa air lebih dingin dan jauh lebih homogen dibandingkan dengan massa air
termoklin dan massa air di atas termoklin.
Semakin dalam, suhu semakin turun, tetapi laju perubahannya jauh lebih lambat daripada laju
perubahan suhu pada daerah termoklin. Di kedalaman melebihi 3000-4000 m, massa air dapat
dikatakan isothermal. Dilihat dari sisi ekologi yang penting adalah bahwa suhu tidak berubahubah dalam jangka waktu yang panjang.
e.

Oksigen

Pada daerah hadal maupun abisal, kekurangan oksigen sehingga tidak terdapat atau sedikit
organisme hidup. Hal ini dapat disebabkan oleh massa-massa air yang terletak sangat jauh
dengan permukaan,sehingga jauh dri sumber oksigen. Selain itu, tumbuhan pada daerah ini tidak
ada, sehingga oksigen tidak dihasilkan.
Oksigen yang terdapat dalam massa air laut-dalam masuk ketika massa air ini masih merupakan
suatu massa air permukaan. Hampir seluruh massa air laut-dalam berasal dari permukaan lautlaut Artktika dan antartika. Massa air-permukaan yang dingin dan kaya oksigen tenggelam dan
kemudian mengalir ke arah utara dan selatan untuk menjadi bagian dari massa air laut-dalam.
Respirasi organisme-organisme laut-dalam dan tidak adanya penambahan oksigen sangat
menurun. Hal ini disebabkan kepadatan organisme laut-dalam sangat rendah dan dengan
demikian kebutuhan akan oksigen juga sangat rendah sehingga kadar oksigen laut-dalam tidak
sangat menurun. Terbukti bahwa kadar oksigen menurun skitar 20m di atas dasar laut-dalam dan
di dekat dasar kepadatan organisme laut-dalam paling tinggi.
Hal yang aneh pada kadar oksigen di laut-dalam yaitu adanya suatu zona oksigen minimum yang
terletak antara kedalaman 500 dan 1000 m. di bawah maupun di atas zona ini, kadar oksigen
lebih tinggi.dalam zona oksigen minimum, kadar oksigen mungkin kurang dari 0,5 ml/liter.
Adanya zona ini terutama disebabkan oleh respirasi organisme yang sejalan dengan tiadanya
penukaran massa air zona oksigen minimum itu dengan massa-massa air yang kaya akan
oksigen. Terjadinya zona oksigen minimum di kedalaman antara 500 dan 1000m dan bukan di

kedalaman-kedalaman yang lebih dalam ialah karena di kedalaman melebihi 1000m kepadatan
organisme demikian rendahnya sehingga kadar oksigen di sini tidak nyata menurun. Sebaliknya
di kedalaman antara 500 dan 1000 m, kepadatan organisme tinggi. Di kedalaman-kedalaman
kurang dari 500m, kadar oksigen cukup tinggi sekalipun biomassa organisme tinggi, karena
adanya cadangan oksigen dari atmosfer dan hasil samping fotosintesis tumbuhan (Nyabakken,
James,1988: 133-137)
C.

Adaptasi Organisme Lingkungan Hidup

Kondisi lingkungan hidup laut-dalam memaksa organisme penghuninya untuk mengadakan


adaptasi. Suatu adaptasi yang dapat diamati antara lain:
1)

Warna

1.

Untuk organisme penghuni zona mesopelagik

Tubuh ikan berwarna abu-abu keperakan atau hitam kelam. Tidak terdapat kontras warna

seperti pada ikan-ikan epipelagik.


-

Invertebrata berwarna ungu atau merah cerah. Merah merupakan warna pertama

diabsorbsi oleh air laut, jadi organisme yang berwarna merah juga akan tampak hitam di laut
dalam.
2.

Untuk ikan penghuni zona abisal dan batial

Organisme yang hidup di zona abisal dan batial sering tidak berwarna atau berwarna putih kotor
dan tampaknya tidak berpigmen, khusunya hewan-hewan bentik.
2)

Mata

1.

Untuk hewan mesopelagik, memilliki adaptasi mata besar.

Dengan menggunakan mata yang besar ini, akan memberikan kemapuan maksimum untuk
mendeteksi cahaya di dalam perairan dimana intensitas cahaya sangat rendah dan mungkin
diperlukan pula untuk dapat mendeteksi cahaya berintensitas rendah yang dihasilkan oleh organorgan penghasil cahaya.

Sumber : (Nyabakken, James,1988: 141)


Pada ikan, memperluas permukaan mata hanya salah satu adaptasi saja. Ikan-ikan ini memiliki
penglihatan senja yang peka karena adanya pigmen rodopsin dan tingginya kepadatan batang
retina.
2.

Untuk ikan penghuni bagian-bagian laut dalam yang terdalam (abisal pelagic dan hadal

pelagik)

Banyak ikan abisal pelagic dan hadal pelagic memiliki mata yang sangat kecil atau bahkan tidak
memiliki mata, karena untuk hidup di lingkungan yang gelap gulita, mata tidak diperlukan.
Bahkan seringkali bentos laut-dalam tidak bermata.
3)

Mata berbentuk pipa (tubuler)

Mata berbentuk silinder pendek berwarna hitam dengan sebuah lensa tembus cahaya berbentuk
setengah lingkaran di puncak silinder. Tiap mata mempunyai dua retina, yang satu di pangkal
silinder yang berfungsi untuk melihat objek-objek yang dekat, sedangkan yang terdapat di
dinding silinder adalah untuk melihat objek yang jauh.
4)

Mulut besar

Akibat langkanya makanan di laut-dalam, mengakibatkan ikan laut-dalam mempunyai mulut


yang besar, relative lebih besar dari ukuran tubuhnya. Selain itu dalam mulutnya yang besar
terdapat gigi-gigi yang panjang dan melengkung kearah tenggorokan. Hal ini dimaksudkan agar
apa yang tertangkap tidak akan keluar lagi dari mulut. Mulut ini juga dihubungkan dengan
tengkorak noleh suatu engsel yang memungkinkan ikan membuka mulut sangat lebar melebihi
ukuran tubuhnya.
Berikut merupakan gambar dari ikan pemancing laut dalam, sebelum dan setelah menekan ikan
yang lebih besar dari ukuran tubuhnya.

Sumber: (Nyabakken, James,1988: 146)


5)

Ukuran tubuh betina lebih besar

Akibat dari langkanya makanan, maka kepadatan organisme menjadi rendah sehingga
menimbulkan kesulitan dalam memperoleh pasangan dari jenis kelamin yang berbeda bagi
keperluan reproduksi dalam habitat yang sangat luas dan gelap gulita. Sebagai contohnya yaitu
ikan pemancing, dimana yang betina memiliki ukuran ukuran tubuh lebih besar dari yang jantan.
Jantan hidup selalu menempal pada betina sebagai parasit, sehingga yang jantan selalu ada untuk
menyediakan sperma dan yang betina tidak perlu mencarinya. Sudah tentu jantan harus dapat
menemukan yang betina, dan kamudian menempel di tubuh betina dengan bantuan indera
olfaktorik.
6)

Bioluminesens

Bioluminesens merupakan produksi cahaya oleh organisme hidup. Sebenarnya Bioluminesens ini
tidak hanya terdapat di laut dalam. Namun di laut dalam lah Bioluminesens mencapai
perkembangan tertinggi dan paling kompleks. Organ penghasil cahaya dinamakan fotofor.

Khususnya pada ikan dan cumi-cumi terdapat fotofor dalam jumlah besar (Nyabakken, James,
1988:139-152).

D.

Komponen Biotik Laut Dalam

Jika dibandingkan dengan ekosistem neritik (perairan dangkal), ekosistem laut dalam (daerah
pelagic kecuali epipelagik) densitas makanannya lebih sedikit dikarenakan daerahnya yang
aphotik sehingga bahan dasar diperoleh dari zona sebelumnya yang menyediakan bahan-bahan
produksi tersebut.
1.
a)

Beberapa organisme yang tampak pada level trofik berbeda dalam daerah pelagic :
Produser, berupa mikroflagellata

Organisme ini adalah suatu kelompok campuran dengan taksonomi yang tidak jelas, yang dahulu
terkumpul dalam istilah (phytomastigina) yaitu flagellate tumbuhan. Sehingga organisme ini
bersifat autotrof, karena memilki pigmen fotosintesis.
Karena memiliki flagel, organisme ini bersifat motil sehingga untuk memperoleh cahaya hewan
dapat bergerak ke daerah euphotik. Berikut merupakan gambar dari mikroflagellata:

Keterangan:

A.

Dunaliella (phytomonad)

B.

Chloramoeba (xanthomonad)

C.

Isochrysis (chrysomonad)

D.

Protochrysis (cryptomonad)

E.

Dictyocha (silicoflagellata)

F.

Pontosphaera (coccolithophore)

Sumber : (Odum, Eugene.1971:416)


b)

Herbivore, berupa Amoeba, Radiolaria, dan Foraminifera (protozoa plankton)

c)

Carnivore, berupa Copepoda, Gurita, dan Tuna

Copepoda merupakan plankton tetap atau holoplankton


d)

Detritus feeders, berupa bintang laut, dan ikan Grenadier

Bintang laut ini merupakan detritus yang mampu mengubah bahan anorganic yang dihasilkan
oleh organisme yang telah mati dari zona di atasnya menjadi bahan organic.
(McNaughton & Larry L. Wolf, 1990:809-810)
2.

Pada organisme yang hidup di laut dalam diperkirakan ada 4 mekanisme transportasi

makanan kearah kedalaman, yaitu dengan cara :

a)

Hujan detritus

b)

Transportasi oleh plankton saprofitik yang melimpah antara zona fotik dan dasar

c)

Pembentukan makanan khusus dari materi organic yang larut (buble detritus)

d)

Ekspor senyawa organic dari pantai

(Sudjoko,dkk.1998:77)

DAFTAR PUSTAKA
McNaughton & Larry L. Wolf. 1990. Ekologi Umum Edisi Kedua (Terjemahan).Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Nyabakken, James. 1988. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis (Terjemahan).Jakarta:
Gramedia.
Odum, Eugene.1971. Dasar-Dasar Ekologi Edisi Ketiga (Terjemahan).Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.

You might also like