Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Sampai saat ini perdarahan dalam obstetrik masih memegang peran penting sebagai
penyebab utama kematian maternal, sekalipun dinegara maju, terutama pada kelompok
sosial-ekonomi rendah. Baik laporan penelitian dari Inggris (1985-1996) maupun laporan
penelitian dari Amerika (1979-1992) keduanya menyatakan bahwa perdarahan obstetrik
merupakan penyebab utama kematian maternal. Laporan dari Amerika menyebutkan 30%
kematian maternal disebabkan oleh perdarahan di luar keguguran.1
Perdarahan obstetrik yang tidak dengan cepat diatasi dengan transfusi darah atau
cairan infus dan fasilitas penanggulangan lainnya (misal upaya pencegahan dan atau
mengatasi syok, seksio sesarea atau histerektomi dan terapi antibiotika yang sesuai),
prognosisnya akan fatal bagi penderitanya.
Setiap tahun didunia terdapat kematian perinatal yang tinggi yaitu 3 juta kematian
janin sebelum lahir (still-birth) dan 3 juta kematian neonatus dini (dalam usia 7 hari).
Peristiwa tragis ini 99% terjadi di negara berkembang dan hanya 1% di negara maju. Dari
aspek prenatal care lebih 35% dari perempuan hamil tersebut tidak memperoleh asuhan
kehamilan, dan dari aspek intranatal care 50% persalinan ditangani oleh petugas yang tidak
terampil. Jika melihat latar belakang yang menyebabkan kematian maternal dan perinatal
diatas, sesungguhnya secara teknis medis kematian tersebut tidak harus terjadi. Namun,
kematian meternal dan perinatal terjadi juga. Salah satu faktor yang mempengaruhi mortalitas
dan morbiditas maternal dan perinatal adalah faktor keterlambatan pasien menerima bantuan
medis saat pertama pasien mulai sakit di rumah (delay in decision to seek care), kemudian
keterlambatan dalam pengangkutan dan perjalanan (delay in reaching care), bahkan setelah
tiba di rumah sakit pun masih terjadi keterlambatan (delay in receiving care).3
Perdarahan pada kehamilan harus selalu dianggap sebagai kelainan yang
berbahaya.Perdarahan pada kehamilan muda disebut keguguran atau abortus, sedangkan pada
kehamilan tua disebut perdarahan antepartum. Batas teoritis antara kehamilan muda dan
kehamilan tua ialah kehamilan 22 minggu, mengingat kemungkinan hidup janin diluar uterus
Perdarahan dalam bidang obstetri adalah salah satu penyebab utama morbiditas dan
mortalitas ibu di seluruh dunia. Bukan hanya karena perdarahan obstetrik merupakan alasan
utama dirawatnya seseorang di ICU namun ini juga bertanggung jawab pada terjadinya 1725% kematian ibu hamil. Dikarenakan kontribusinya yang sangat signifikan terhadap
kematian ibu, maka sangat penting untuk para ahli obstetric untuk memahami perubahan
hemodinamik yang terjadi selama kehamilan yang disertai kehilangan darah yang banyak.
Penyebab utama perdarahan anterpartum yaitu plasenta previa dan solutio
plasaenta.Plasenta merupakan penyulit kehamilan hampir 1 dari 20 persalinan atau 1,7%
sedangkan untuk solusio plasenta 1 dalam 155 dari 225 persalinan atau 0,5%. 3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Perdarahan antepartum adalah perdarahan yang terjadi setelah kehamilan 28 minggu.
Biasanya lebih banyak dan lebih berbahaya daripada perdarahan kehamilan sebelum 28
minggu.1
2.2 KLASIFIKASI
Perdarahan antepartum yang berbahaya umumnya bersumber pada kelainan plasenta
(70%),Tak tentu (Tidak termasuk sedangkan perdarahan plasenta dan lesi local)(25%) dan
yang tidak bersumber pada kelainan plasenta (5%). Pada kasus perdarahan antepartum,
pikirkan kemungkinan yang lebih berbahaya lebih dahulu, yaitu perdarahan dari plasenta,
karena merupakan kemungkinan dengan prognosis terburuk atau terberat, dan memerlukan
penatalaksanaan gawat darurat segera.4
Perdarahan antepartum dapat berasal dari :
2.3 EPIDEMIOLOGI
Beberapa kejadian dilaporkan pendarahan pada pertengahan sampai awal trismester
ketiga.Lipitz dan kawan kawan (1991) melaporkan bahwa 4 dari 65 wanita dengan
pendarahan diantara 14 minggu sampai 26 minggu disebabkan oleh plasenta previa atau
solusio plasenta dan 3 dari 65 janin meninggal.Te Canadian Perinatal Network mengatakan
806 wanita dengan pendarahan diantara kehamilan 22 minggu dan 28 minggu
(Sabourin,2012). Solutio plasenta 32%, Plasenta previa 21% dan pendarahan perservikal
6,6%.Dinyatakan secara jelas bahwa pendarahan pada trisemester ke dua dan ketiga
disebabkan oleh kurangnya diagnosis saat kehamilan.2
2.5 FISIOLOGI
Selama aposisi dan invasi epitel endometrium, sel trophoblas berproliferasi
menghasilkan 2 lapis trophoblas. Lapisan dalam disebut sititrophoblas, merupakan sel
mononuklear dengan batas sel yang tegas, disebut juga dengan sel Langhan.
Lapisan luar disebut sinsitiotrophoblas, berupa sel multinuklear dengan batas sel yang
tidak tegas, berasal dari lapisan sitotrophoblas. Lapisan sinsititophoblas berproliferasi dengan
cepat, membentuk massa yang solid dana menebal. Periode perkembangan ini disebut
prelacunar stage Wiskocki dan Streeter.
Pada hari ke 10-13 pasca ovulasi vakuola kecul muncul dalam lapisan
sinsitiotrophoblas, dan merupakan awallacunar stage. Vakuola tumbuh dengan cepat dan
bergabung membentuk satu lakuna, yang merupakan prekursor pembentukan ruang
intervillosa. Lakuna dipisahkan oleh pita trabekula, dimana dari trabekula inilah nantinya villi
berkembang. Pembentukan lakuna membagi triphoblas kedalam 3 lapisan yaitu primary
chorionic plate (sebelah dalam), sistim lakuna bersama trabekula dan trophoblastic shell
(sebelah luar). Aktifitas invasif lapisan sinsitiotrophoblas menyebabkan disintegrasi
pembuluh darah endometrium (kapiler, arteriole dan arteria spiralis). Kalau invasi terus
berlanjut maka pembuluh darah pembuluh darah ini dilubangi, sehingga lakuna segera
dipenuhi oleh darah ibu. Pada perkembangan selanjutnya lakuna yang baru terbentuk
bergabung dengan lakuna yang telah ada dan dengan demikian terjadi sirkulasi intervillosa
primitif. Peristiwa ini menandai terbentuknya hemochorial placenta, dimana darah ibu
secara langsung meliputi trophoblas.4
degenerasi fibrinoid dan membentuk suatu massa yang melibatkan sejumlah villi disebut
dengan white infarct, berukuran dari beberapa milimeter sampai satu sentimeter atau lebih.
Klasifikasi atau bahkan pembentukan kista dapat terjadi daerah ini. Dapat juga terjadi deposit
fibrin yang tidak menetap yang disebut Rohrs stria pada dasar ruang intervillus dan disekitar
villi.
2.6 GAMBARAN KLINIK
Pada umumnya penderita mengalami perdarahan pada triwulan ketiga, atau setelah
kehamilan 28 minggu. Perdarahan antepartum tanpa rasa nyeri merupakan tanda khas
plasenta previa, apalagi kalau disertai tanda-tanda lainnya, seperti bagian terbawah janin
belum masuk ke dalam pintu atas panggul, atau kelainan letak janin. Karena Tanda pertama
adalah perdarahan sehingga pada umumnya penderita segera datang untuk meminta
pertolongan. Lain halnya dengan solutio plasenta. Kejadiannya tidak segera ditandai oleh
perdarahan pervaginam, sehingga mereka tidak segera datang untuk mendapatkan
pertolongan. Gejala pertamanya ialah rasa nyeri pada kandungan yang makin lama makin
hebat, dan berlangsung terus menerus. Nyeri ini sering diabaikan, disangka sebagai tanda
permulaan persalinan biasa. Baru setelah penderita pingsan karena perdarahan retroplasenta
yang banyak, atau setelah tampak ada perdarahan pervaginam, mereka datang untuk
mendapatkan pertolongan. Pada keadaan demikian biasanya janin telah meninggal dalam
kandungan.
2.7 PENGAWASAN ANTENATAL
Pengawasan antenatal dapat dipakai sebagai cara untuk mengetahui atau
menanggulangi perdarahan antepartum, yaitu :
1. Penentuan golongan darah ibu dan golongan darah calon donornya
2. Pengobatan anemia dalam kehamilan
3. Seleksi ibu untuk bersalin dirumah sakit
4. Memperhatikan kemungkinan adanya plasenta previa
5. Mencegah serta mengobati penyakit hipertensi menahun dan pre-eklampsia.
Para ibu hamil yang patut dicurigai akan mengalami perdarahan antepartum ialah :
1. Para ibu yang umurnya telah lebih dari 35 tahun
2. Paritasnya 5 atau lebih
8
3. Bagian terbawah janin selalu terapung di atas pintu atas panggul, atau
Menderita pre-eklampsia
2.8 PENANGANAN1
Penderita harus segera dibawa ke rumah sakit yang memiliki fasilitas untuk transfusi
darah dan operasi. Pemasangan tampon dalam vagina tidak berguna sama sekali untuk
menghentikan perdarahan, malahan menambah perdarahan karena sentuhan serviks sewaktu
pemasangan. Selagi penderita belum jatuh ke dalam keadaan syok, infus cairan intravena
harus segera dipasang, dan dipertahankan terus sampai tiba di rumah sakit. Memasang jarum
infus ke dalam pembuluh darah, sehingga akan jauh lebih memudahkan transfusi darah
apabila sewaktu-waktu diperlukan. segera setelah tiba di rumah sakit pengadaan darah harus
segera dilakukan.
2.9 PLASENTA PREVIA
2.9.1 DEFINISI1-2
Plasenta previa ialah suatu keadaan dimana plasenta berimplantasi pada tempat yang
abnormal, yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh
pembukaan jalan lahir (ostium uteri internal). Pada keadaan normal plasenta terletak diatas
uterus. Plasenta previa digunakan untuk menggambarkan plasenta yang berimplantasi di atas
atau sangat berdekatan dengan ostium uteri internum.
2.9.2 KLASIFIKASI 1-2,4-5
Hubungan dan definisi yang digunakan untuk klasifikasi pada beberapa kasus plasenta
previa bergantung pada pembukaan serviks saat dilakukan penilaian. Adapun klasifikasi
plasenta previa ialah :
1. Plasenta previa totalis bila seluruh ostium internum tertutup oleh jaringan plasenta.
2. Plasenta previa parsialis bila sebagian pembukaan tertutup oleh jaringan plasenta.
3.Plasenta previa marginalis bila pinggir plasenta berada tepat pada pinggir ostium internum.
10
4. Plasenta letak rendah bila plasenta berimplantasi pada segmen bawah uterus sedemikian
rupa sehingga tepi plasenta tidak mencapai ostium internum, tetapi terletak
berdekatan
dengan ostium tersebut. Pinggir plasenta kira-kira 3 atau 4 cm diatas pinggir pembukaan,
sehingga tidak akan teraba pada pembukaan jalan lahir.
1-2
Di Parkland Hospital, insiden plasena previa ditemukan sebesar 1 di antara 390 pada
lebih dari 280.000 pelahiran yang terjadi antara tahun 1998 dan 2006. Sedangkan di
Indonesia Plasenta previa terjadi pada kira-kira 1 diantara 200 persalinan. Di Rumah Sakit
Dr.Cipto Mangunkusumo, antara tahun 1971-1975, terjadi 37 kasus plasenta previa di antara
4781 persalinan yang terdaftar, atau kira-kira 1 diantara 125 persalinan terdaftar.
2.9.4 ETIOLOGI
11
Usia ibu : semakin lanjut usia ibu meningkatkan risiko plasenta previa.
Mereka yang berusia lebih dari 35 tahun memiliki risikko 1,1 persen untuk
mengalami plasenta previa, dibandingkan dengan risiko 0,5 persen pada
perempuan yang berusia kurang dari 35 tahun.
2.
12
4.
5.
akibat
karbon
monoksida
hasil
pembakaran
rokok
13
adalah tiba-tiba terjadi, tidak nyeri, biasanya tidak ada penyebabnya, dan terjadi berulang.
Perdarahan tidak berkaitan dengan aktivitas dan sering muncul saat tidur sehingga saat
bangun tidur pasien kaget melihat diitemukannya perdarahan yang banyak. 4
Untuk plasenta previa marginal atau letak rendah, menjelang persalinan atau di akhir
trisemester ke tiga, bagian bawah dari uterus akan dilatasi dan bagian terbawah dari plasenta
previa akan terlepas dan akan menyebabkan pendarahan. Selain itu, pendarahan juga bisa
disebabkan dari pemeriksaan dalam dan juga koitus. 4
Penyebab perdarahan ditekankan kembali: jika plasenta terletak menutupi ostium uteri
internum, pembentukan segmen bawah uterus dan pembukaan ostium uteri internum akan
menyebabkan
perobekan
perlekatan
plasenta.
Perdarahan
ini
diperhebat
oleh
14
jantung janin dapat melambat ketika kepaladidorong ke rongga pelvis, di mana akan kembali
normal ketika penekanan kepala dihentikan. Ini merupakan salahsatu tanda yang dilakukan
pada plasenta previa letak rendah terutama untuk tipe posterior (Stalworthys Sign). Namun
tanda ini tidak selalu signifikan karena bisa saja terjadi pada penekanan kepala bayi di pasien
yang normal.
perdarahan
perdarahannya seperti apa. Pada plasenta previa warna darah yang timbul berwarna merah
terang dikarenakan perdarahan muncul dari terpisahnya uteroplasental sinus ke ostium
serviks.
2.9.6 Diagnosis Banding
Plasenta previa seringkali dibandingkan dengan penyebab perdarahan lain yang juga
muncul pada kehamilan lanjut. Yang paling sering menjadi diagnosis differensial adalah
abruptio plasenta atau solusio plasenta, di mana perdarahan berasal dari pelepasan
premature dari plasenta pada plasenta yang letak nya normal.
15
2.9.7. TATALAKSANA1-2,4-5
Perempuan dengan plasenta previa dapat digolongkan kesalah satu kategori berikut :
1. Janin kurang bulan dan tidak terdapat indikasi lain untuk pelahiran
2. Janin cukup matur
3. Persalinan telah dimulai
4. Perdarahan sedemikian hebat sehingga harus dilakukan pelahiran tanpa
mempedulikan usia gestasional.
Tatalaksana pada kasus dengan janin kurang bulan, tetapi tanpa perdarahan aktif
uterus yang menetap, terdiri atas pemantauan ketat. Untuk sebagian perempuan, mungkin
sebaiknya dilakukan pemanjangan rawat inap. Namun seorang perempuan biasanya diizinkan
pulang setelah perdarahan berhenti dan janinnya telah dinilai sehat.Menurut hasil penelitian
yang didapatkan tidak ada perbedaan pada mobriditas ibu dan janin bila pada masing-masing
kelompok diberlakukan rawat inap atau rawat jalan. Pada kehamilan 24-34 minggu diberikan
steroid dalam perawatan antenatal untuk pematangan paru janin.
Pada keadaan yang kelihatan stabil dalam perawatan di luar rumah sakit hubungan
suami isteri dan kerja rumah tangga dihindari keciali jika setelah pemeriksaan USG ulangan,
dianjurkan minimal setelah 4 minggu, memeperlihatkan ada migrasi plasenta menjauhi
ostium uteri internum.
Dalam keadaan janin masih prematur dipertimbangkan memberikan sulfas
magnesikus untuk menekan his buat sementara watu sambil memberi steroid untuk
mempercepat pematangan paru janin.Perdarahan dalam trimester ketiga perlu pengawasan
lebih ketat dengan istirahat baring yang lebih lama dalam rumah sakit dan dalam keadaan
yang serius cukup alas am untuk merawatnya sampai melahirkan. Serangan perdarahan ulang
yang banyak bisa saja terjadi sekalipun pasien diistirahatbaringkan. Jika pada waktu masuk
terjadi perdarahan yang banyak perlu segera dilakukan terminasi bila keadaan janin sudah
viable. Nbila perdarahannya tidak sampai sedemikian banyak pasien diistirahatkan sampai
kehamilan 36 minggu dan bila pada amniosentesis menunjukkan paru janin telah matang,
terminasi dapat dilakukan dan jika perlu melalui seksio caesarea.
16
Pelahiran secara pervaginam mungkin dapat dipertimbangkan biila tepi plasenta 2-3
cm dari ostium interna ( bedasarkan hasil sonografi). Pelahiran Caesar dilakukan jika pada
gambaran sonongrafi menunjukkan tepi plasenta previa terletak kurang dari 2cm dari ostium
interna. Akhir- akhir ini penggunaan pelahiran Caesar lebih luas digunakan karena tidak
hanya untuk mengurangi risiko ibu tapi juga keselamatan bayinya.pemeriksaan klinis sangat
penting untuk menentukan pelahiran yang sesuai.
Pelahiran Caesar diperlukan pada semua perempuan yang mengalami plasenta previa,
pada sebagian besar kasus, insisi melintang ada uterus dapat dilakukan. Namun , karena
perdarahan janin dapat terjadi akibat insisi melintang yang menembus plasenta anterior,
insisi vertikal terkadang dilakukan. Akan tetapi, bahkan jika insisi mengiris plasenta,
kesejahteraan ibu atau janin terganggu. Karena sifat segmen bawah uterus yang kurang dapat
berkontraksi, dapat terjadi perdarahan tidak terkontroil setelah pengangkatan plasenta.
Apabila perdarahan dari alas plasenta tidak dapat dikendalikan dengan cara konservatif,
metode lain dapat dicoba. Penjahitan tepi-tepi robekan (oversewing) di lokasi implantasi
dengan benang kromik-0 dapat membantu hemostasis. Pada beberapa perempuan lihasi
arteria iliaka interna atau arteria uterine bilateraldapat membantu hemostasis.
Jika metode konservatif tersebut gagal dan perdarahan massif, histerektomi harus
dilakukan. Pada perempuan dengan plasenta previa yang berimplantasi di anterior bekas
insisi histerektomi, terjadi peningkatan risiko plasenta akreta dan diperlukannya histerektomi.
2.9.7 KOMPLIKASI4,6
1. Komplikasi pada ibu
Komplikasi splasenta previa pada ibu dapat terjadi selama jalannya kehamilan, saat
kelahiran dan setelah kelahiran.
-
17
Selama kelahiran : ketuban pecah dini, dilatasi yang lambat yang disebabkan letak
plasenta pada segmen bawah servix, perdarahan selama pelahiran dikarenakan
pelepasan plasenta saat serviks berdilatasi
Setelah kelahiran: retraksi yang tidak sempurna pada segmen bawah rahim di tempa
plasenta berimplantasi, atonia uterus yang luas pada area plasenta, plasenta previa
akreta, trauma pada serviks dan segmen bawah, retensi plasenta, sepsis. Oleh karena
plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim dan sifat segmen ini yang tipis
mudahlah jaringan trofoblas dengan kemampuan invasinya menerobos ke dalam
miometrium bahkan sampai ke perimetrium dan menjadi sebab dari kejadian plasenta
inkreta dan bahkan plasenta perkreta. Paling ringan adalah plasenta akreta yang
perlekatannya lebih kuat tetapi vilinya masih belum masuk ke dalam miometrium.
Walaupun biasanya tidak seluruh permukaan maternal plasenta mengalami akreta atau
inkreta akan tetapi dengan demikian terjadi retensio plasenta dan pada bagian plasenta
yang sudah terlepas timbullah perdarahan dalam kala tiga. Komplikasi ini lebih sering
terjadi pada uterus yang pernah seksio sesarea. Dilaporkan plasenta akreta terjadi 10%
sampai 35% pada pasien yang pernah seksio sesarea satu kali.Naik menjadi 60%
sampai 65% bila telah seksio sesarea 3 kali.
Serviks dan segmen bawah rahim yang rapuh dan kaya pembuluh darah sangat
potensial untuk robek disertai oleh perdarahan yang banyak. Oleh karena itu, harus
sangat berhati-hati pada semua tindakan manual di tempat ini misalnya pada waktu
mengeluarkan anak melalui insisi pada segmen bawah rahim ataupun waktu
mengeluarkan plasenta dengan tangan pada retensio plasenta. Apabila oleh salah satu
sebab terjadi perdarahan banyak yang tidak terkendali dengan cara-cara yang lebih
sederhana seperti penjahitan segmen bawah rahim, ligasi arteria uterina, ligasi arteria
ovarika, pemasangan tampon, atau ligasi arteria hipogastrika, maka pada keadaan
yang sangat gawat seperti ini jalan keluarnya adalah melakukan histerektomi total.
Morbiditas dari semua tindakan tentu merupakan komplikasi tidak langsung dari
plasenta previa.
18
Pada plasenta previa lebih sering terjadi kelainan letak janin.Hal ini memaksa lebih sering
diambil tindakan operasi dengan segala konsekuensinya.
b. Kelahiran prematur dan gawat janin
Kelahiran prematur dan gawat janin sering tidak terhindarkan sebagian oleh karena
tindakan terminasi kehamilan yang terpaksa dilakukan dalam kehamilan belum aterm.Pada
kehamilan <37 minggu dapat dilakukan amniosentesis untuk mengetahui kematangan paru
janin dan pemberian kortikosteroid untuk mepercepat pematangan paru janin sebagai upaya
antisipasi.Asfiksia yang bida disebabkan oleh plasenta yang terlepas terlalu awal dan adanya
kompresi dari tali pusat.Kematian janin didalam rahim disebabkan oleh hipovolemia maternal
dan syok.
c. Berat bayi lahir rendah
Rendahnya berat lahir bayi dikaitkan dengan kelahiran preterm baik secara spontan
maupun akibat induksi.
d. Asfiksia
Kemungkinan dikarenakan terpisahnya plasenta yang dini dan kompreso dari plasenta
atau kompresi dari tali pusat.
e. Kematian intrauterine
Dikaitkan dengan terlepasnya plasenta tingkat berat dengan hipovolemia maternal dan
syok. Kematian juga dapat dikarenakan kerusakan tali pusat
f. Malformasi kongenital
Malformasi kongenital 3x lebih sering terjadi pada plasenta previa.
2.10.2 KLASIFIKASI
Menurut derajat lepasnya plasenta :
19
20
Gejala : perdarahan pervaginam yang berwarna kehitam-hitaman dan sedikit sekali bahkan
tidak ada, perut terasa agak sakit terus-menerus agak tegang,tekanan darah dan denyut
jantung maternal normal, tidak ada koagulopati, dan tidak ditemukan tanda-tanda fetal
distress.
c)Kelas II : gejala klinik sedang dan terdapat hampir 27% kasus.
Solusio plasenta sedang dalam hal ini plasenta telah lebih dari seperempatnya tetapi
belum sampai dua pertiga luas permukaannya.
Gejala : perdarahan pervaginan yang berwarna kehitam-hitaman,perut mendadak sakit terusmenerus dan tidak lama kemudian disusul dengan perdarahan pervaginam walaupun tampak
sedikit tapi kemungkinan lebih banyak perdarahan di dalam,didinding uterus teraba terusmenerus dan nyeri tekan sehingga bagian bagian janin sulit diraba, apabila janin masih hidup
bunyi jantung sukar di dengar dengan stetoskop biasa harus dengan stetoskop ultrasonic,
terdapat fetal distress, dan hipofibrinogenemi (150 250 % mg/dl).
d) Kelas III : gejala berat dan terdapat hampir 24% kasus.
Solusio plasenta berat,plasenta lebih dari dua pertiga permukaannya,terjadinya sangat
tiba-tiba biasanya ibu masuk syok dan janinnya telah meninggal.
Gejala : ibu telah masuk dalam keadaan syok, dan kemungkinan janin telah meninggal,uterus
sangat tegang seperti papan dan sangat nyeri, perdarahan pervaginam tampaknya tidak sesuai
dengan keadaan syok ibu, perdarahan pervaginam mungkin belum sempat terjadi besar
kemungkinan telah terjadi kelainan pembekuan darah dan kelainan ginjal,hipofibrinogenemi
(< 150 mg/dl)
b) Solusio plasenta sedang : Perdarahan pervaginam > 200 cc, hipersensitifitas uterus atau
peningkatan tonus, syok ringan, dapat terjadi fetal distress.
c) Solusio plasenta berat
21
2.10.3 EPIDEMIOLOGI
Frekuensi diagnosis solusio plasenta bervariasi karena perbedaan kriteria tetapi
frekuensi rata rata yang dilaporkan adalah 1 dalam 200 kelahiran.Dalam basis data mengenai
15 juta kelahiran milik National Centre For Health Statistic, Sallehu dkk. Melaporkan insiden
solusio plasenta dalam kelahiran bayi tunggal sebanyak 1 diantara 160 kelahiran.Seiring
dengan berkurangnya jumla perempuan dengan paritas tinggi yang melahirkan dan semakin
baiknya transportasi darurat serta tersedianya asuhan pranatal, frekuensi solutio plasenta yang
menyebabkan kematian janin menurun drastis hingga mencapai sekitar1 diantara 830
kelahiran dari 1974 hingga 1989.Meskipun angka kematian janin akibat solutio plasenta telah
menurun, peran solutio sebagai penyebab kematian janin masih tetap menonjol,karena telah
berkurangnya angka lahir mati karena sebab sebab lain.Tingginya angka kematian perinatal
akibat solutio plasenta telah tercatat dalam sejumlah laporan.Dilaporkan bahwa angka
kematian perinatal yang disebabkan oleh solutio plasenta adalah 119 dalam 1000 kelahiran,
dibandingkan dengan 8 per 1000 kelahiran pada mereka yang tidak mengalami komplikasi
ini.2
2.10.4 ETIOLOGI2
Penyebab utama dari solusio plasenta, masih belum diketahui dengan jelas. Meskipun
demikian , beberapa hal tersebut dibawah ini diduga merupakan faktor faktor yang
berpengaruh pada kejadiannya, antara lain :
1.
2.
22
Trombofilia
Sejumlah trombofilia yang diwariskan atau didapat telah dikaitkan dengan penyakit
tromboembolik selama kehamilan. Beberapa di antara kelainan ini berkaitan dengan
solusio dan infark plasenta serta preeklamsia.
4.
Solusio Trauma
Pada beberapa kasus trauma eksternal, biasanya berkaitan dengan kecelakaan
bermotor atau keekrasan fisik, dapat terjadi pemisahan plasenta.
5.
6.
Leiomyoma
Tumor ini khususnya jika terletak di belakang tempat implantasi plasenta, merupakan
predisposisi terjadinya solusio.
7.
Uterus yang sangat mengecil ( Hidramnion pada waktu ketuban pecah, kehamilan
ganda pada waktu anak pertama lahir ).
8.
9.
10.
plasenta
di
awali
dengan
pendarahan
ke
dalam
desidua
plasenta Pada tahap awal dari solusio plasenta, mungkin tidak muncul gejala klinis. Jika
tidak ada pemisahan lebih lanjut, solusio plasenta baru diketahui saat pemeriksaan waktu
plasenta baru dilahirkan,terliham ada bagian depresi pada permukaan maternal yang tertutup
gmpalan darah yang berwarna gelap.Daerah terpisahnya plasenta dengan cepat meluas dan
mencapai tepi plasenta, Karena uterus masih membesar akhibat produk konsepsi, uterus tidak
mampu berkontraksi secara adekuat untuk menekan pembulu darah yang robek yang
mendarahai lokasi plasenta.Darah yang keluar dapat menyebabkan diseksi membran dinding
uterus, dan akhirnya tampak dari luar atau dapat tertahan sepenuhnya dalam uterus.2
pelepasan sebagian kecil plasenta yang tidak berdarah banyak. Apabila terjadi perdarahan
pervaginam, warnanya akan kehitam-hitaman dan sedikit sakit. Perut terasa agak sakit, atau
terasa agak tegang yang sifatnya terus menerus. Walaupun demikian, bagian-bagian janin
masih mudah diraba. Uterus yang agak tegang ini harus selalu diawasi, karena dapat saja
menjadi semakin tegang karena perdarahan yang berlangsung.
b)
permukaan Tanda dan gejala dapat timbul perlahan-lahan seperti solusio plasenta ringan,
tetapi dapat juga secara mendadak dengan gejala sakit perut terus menerus, yang tidak lama
kemudian disusul dengan perdarahan pervaginam. Walaupun perdarahan pervaginam dapat
sedikit, tetapi perdarahan sebenarnya mungkin telah mencapai 1000 ml. Ibu mungkin telah
jatuh ke dalam syok, demikian pula janinnya yang jika masih hidup mungkin telah berada
dalam keadaan gawat. Dinding uterus teraba tegang terus-menerus dan nyeri tekan sehingga
bagian-bagian janin sukar untuk diraba. Jika janin masih hidup, bunyi jantung sukar didengar.
Kelainan pembekuan darah dan kelainan ginjal mungkin telah terjadi,walaupun hal tersebut
lebih sering terjadi pada solusio plasenta berat
c)
24
Plasenta telah terlepas lebih dari 2/3 permukaannnya. Terjadi sangat tiba-tiba.
Biasanya ibu telah jatuh dalam keadaan syok dan janinnya telah meninggal. Uterus sangat
tegang seperti papan dan sangat nyeri. Perdarahan pervaginam tampak tidak sesuai dengan
keadaan syok ibu, terkadang perdarahan pervaginam mungkin saja belum sempat terjadi.
Pada keadaan-keadaan di atas besar kemungkinan telah terjadi kelainan pada pembekuan
darah dan kelainan/gangguan fungsi ginjal
2.10.6. TATALAKSANA1-5,9-10
Terapi solutio plasenta bervarisasi bergantung pada usia gestasi dan kondisi ibu serta
janin.Bila janin telah mencapai usia viable, dan jika persalinan pervagina belum dapat
dilaksanakan, kelahiran caesar darurat dipilih oleh sebagian besar klinisi. Pada perdarahan
external masif , resusitasi intensif dengan darah dan kristaloid dan pelahiran segera untuk
mengendalikan pendarahan merupakan tindakan penyelamatan nyawa ibu dan diharapkan
janin.Jika diagnosis belum dapat dipastikan dan janin hidup, tetapi tanpa adanya tanda
terganggunya kesejahteraan janin, observasi ketat dapat dilakukan di fasilitas yang mampu
melakukan intervensi segera.2
Tatalaksana konservatif pada kehamilan kurang bulan, menunda pelahiran dapat
terbukti bermanfaat jika janin imatur. Bon dkk,1989 menangani 43 perempuan dengan solutio
plasenta sebelum kehamilan 35 minggu secara konservatif dan 31 diantaranya diberikan
terapi tokolitik. Periode rata rata hingga pelahiran pada semua perempuan ini adalah sekitar
12 hari, dan tidak terdapat bayi yang lahir mati. Pelahiran caesar dilakukan pada 75% kasus.
Perempuan
dengan
tanda
solutio
yang
sangat
dini
lazim
mengalami
oligohidroamniom, baik dengan ataupun tanpa ketuban pecah dini.Tidak adanya deselerasi
yang menghawatirkan tidak menjamin keamanan lingkungan intrauteri. Plasenta dapat
semakin memisah kapan saja serta dapat sangat menurunkan kesejahteraan atau membunuh
janin, kecuali segera dilakukan pelahiran.Demi kesejahteraan janin yang mengalami distres,
harus segera dilakukan langkah langkah untuk mengoreksi hipovolemia, anemia dan hipoksia
25
pada ibu dengan tujuan memulihkan dan mempertahankan fungsi plasenta yang masih
terimplantasi.2
Pada kasus dimana telah terjadi kematian janin dipilih persalinan pervaginam kecuali
ada perdarahan berat yang tidak teratasi dengan transfusi darah yang banyak atau ada indikasi
obstetrik lain yang menghendaki persalinan dilakukan perabdominam. Hemostasis pada
tempat implantasi plasenta bergantung sekali pada kekuatan konraksi miometrium.
Karenanya pada persalinan pervaginam perlu diupayakan stimulasi miometrium secara
farmakologik atau masase agar kontraksi miometrium diperkuat dan mencegah pendarahan
yang hebat pasca persalinan. Perlu diingat bahwa koagulopati berat merupakan faktor resiko
tinggi bagi bedah sesar berhubung kecenderungan pendarahan yang berlangsung terus pada
tempat insisi baik abdmen ataupun uterus.1
2.10.7 KOMPLIKASI & PROGNOSIS12-13
Komplikasi pada ibu dan janin tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dan lamanya
solusio plasenta berlangsung. Komplikasi yang dapat terjadi adalah :
a. Perdarahan. Perdarahan antepartum dan intrapartum pada solusio plasenta hampir
tidak dapat dicegah, kecuali dengan menyelesaikan persalinan segera. Bila persalinan
telah selesai, penderita belum bebas dari bahaya perdarahan postpartum karena
kontraksi uterus yang tidak kuat untuk menghentikan perdarahan pada kala III, dan
kelainan pembekuan darah.Kontraksi uterus yang tidak kuat itu disebabkan oleh
ekstravasasi darah di anatara otot-otot miometrium, seperti yang terjadi pada uterus
Couvelaire. Apabila perdarahan post-partum itu tidak dapat diatasi dengan kompresi
bimanual uterus, pemberian uterotonika, maupun pengobatan kelainan pembekuan
darah, maka tindakan terakhir untuk mengatasi perdarahan postpartum itu ialah
histerektomia atau pengikatan arteria hipogastrika.
b. Kelainan pembekuan darah. Kelainan pembekuan darah pada solusio plasenta yang
biasanya disebabkan oleh hipofibrinogenemi terjadi kira-kira 10%; sedangkan di
Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo menurut Wirjohadiwardojo (1973) terjadi
pada 46% dari 134 kasus yang diselidikinya. Terjadinya hipofibrinogenemi
diterangkan oleh Page (1951) dan Schneider (1955) dengan masuknya tromboplastin
ke dalam peredaran darah ibu akibat terjadinya pembekuan darah retroplasenter,
sehingga terjadi pembekuan darah intravaskular di mana-mana, yang akan
menghabiskan factor-faktor pembekuan darah lainnya, terutama fibrinogen. Selain
26
keterangan yang sederhana ini, masih terdapat banyak keterangan lain yang lebih
rumit.
Kadar fibrinogen plasma normal pada wanita hamil cukup-bulan ialah 450 mg%,
berkisar antara 300-700 mg%. Apabila kadar fibrinogen lebih rendah dari 100 mg%,
akan terjadi gangguan pembekuan darah.Solusio plaseneta adalah salah satu penyebab
tersering kaogulopati komsumtif yang bermaksan secara klinis dalam bidang obsetri.
Secara spesifik, hipofibrinogenemia yang bermakna secara klinis-kadar plasma
kurang dari 150mg/dL-ditemukan
c. Oligouria dan gagal ginjal. Hanya dapat diketahui dengan pengukuran teliti
pengeluaran air kencing yang harus secara rutin dilakukan pada solution plasenta
sedang, dan berat, apalagi yang disertai perdarahan tersembunyi, pre-eklamsia, atau
hipertensi menahun. Terjadinya oligouria belum dapat diterangkan dengan jelas.
Sangat mungkin berhubungan dengan hipovolemia, dan penyempitan pembuluh darah
ginjal akibat perdarahan yang banyak. Ada pula yang menerangkan bahwa tekanan
intrauterine yang meninggi karena solution plasenta menimbulkan refleks
penyempitan pembuluh darah ginjal. Kelainan pembekuan darah berperanan pula
dalam terjadinya kelainan fungsi ginjal ini. Hal ini biasa terjadi pada solusio plasenta
berat dimana penanganan untuk hipovolemi yang terjadi sudah terlambat.Sebagian
besar kasus AKI (acute kidney injury) adalah reversible sehingga tidak memerlukan
Hemodiaalisis.
d. Gawat janin. Jarang kasus solusio plasenta yang dating ke rumah sakit dengan janin
yang masih hidup. Kalau pun didapatkan janin masih hidup, biasanya keadaannya
sudah demikian gawat, kecuali pada kasus solution plasenta ringan.
e.
27
Daftar Pustaka
EDITION 2013
6.Gabbe Steven G, Niebyl Jennifer R, Simpson Joe Leigh, Landong Mark B, Galan
Henry L , Driscoll
Deborah A, OBSTETRICS
NORMAL AND
PROBLEM
28
13.Reece E Albert, Hobbins John C, Gant F Norman , Clinical Obstetrics The Fetus &
Mother Third Edition 2007
29