Professional Documents
Culture Documents
Definisi
Anemia defisiensi fe adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan besi
untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong (depleted iron store) yang pada akhirnya
mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang. Ditandai dengan anemia hipokromik
mikrositer dan hasil laboratorium yang menunjukkan cadangan besi kosong. Menurut WHO
dikatakan anemia bila :Pada orang dewasa Hb < 12,5 g/dl
Kebutuhan Fe dalam makanan sekitar 20 mg sehari, dari jumlah ini hanya kira-kira 2 mg
yang diserap. Jumlah total Fe dalam tubuh berkisar 2-4 gram. Kira-kira 50 mg/Kgbb pada pria
dan 35 mg/Kgbb pada wanita.
Epidemiologi
Anemia defisiensi fe merupakan anemia yang paling sering dijumpai baik diklinik maupun
masyarakat. Dari berbagai data yang dikumpulkan, didapatkan gambaran revalensi anemia
defisiensi fe seperti pada tabel
Afrika
Amerika latin
Indonesia
6%
3%
16-50%
20%
17-21%
25-48%
Wanita hamil
60%
39-46%
46-92%
Etiologi
Hemoglobinuria
kecil dalam bentuk myoglobin, dan jumlah yang sangat kecil tetapi vital adalah hem enzim dan
non hem enzim.
Zat besi yang ada dalam bentuk reserve tidak mempunyai fungsi fisiologi selain daripada
sebagai buffer yaitu menyediakan zat besi kalau dibutuhkan untuk kompartmen fungsional.
Apabila zat besi cukup dalam bentuk simpanan, maka kebutuhan kan eritropoiesis (pembentukan
sel darah merah) dalam sumsum tulang akan selalu terpenuhi. Dalam keadaan normal, jumlah zat
besi dalam bentuk reserve ini adalah kurang lebih seperempat dari total zat besi yang ada dalam
tubuh. Zat besi yang disimpan sebagai reserve ini, berbentuk feritin dan hemosiderin, terdapat
dalam hati, limpa, dan sumsum tulang. Pada keadaan tubuh memerlukan zat besi dalam jumlah
banyak,misalnya pada anak yang sedang tumbuh (balita), wanita menstruasi dan wanita hamil,
jumlah reserve biasanya rendah. [4]
Metabolisme Zat Besi
Besi memegang peranan penting dalam berbagai proses metabolisme, dan rerata tubuh
mengandung 3-5 gr besi, dimana dua pertiga dalam HbO 2. Bayi baru lahir
cukup bulan
ditubuhnya mengandung besi sekitar 180 mg tetapi harus memperbanyak sel darah merahnya
dalam 12 bulan awal ( bayi berat badan lahir rendah perlu lebih untuk memperbanyak sel darah
merahnya). Di barat, normalnya mengkonsumsi 15 mg zat besi perhari, 5-10 % diserap (1mg),
terutama di duodenum dan jejunum proximal, dimana kondisi keasamannya membantu
penyerapan besi dalam bentuk ferron. Ada 2 cara penyerapan besi dalam usus yang pertama
adalah penyerapan dalam bentuk non heme (sekitar 90% berasal dari makanan yaitu cereal dan
sayur-sayuran), yaitu besinya harus diubah dulu menjadi bentuk yang diserap, sedangkan yang
kedua bentuk heme (sekitar 10 % dalam bentuk makanan yaitu dari hewan) besinya dapat
langsung diserap tanpa memperhatikan cadangan besi dalam tubuh, asam lambung ataupun zat
makanan yang dikonsumsi. Tubuh memiliki kapasitas untuk meningkatkan penyerapan besi saat
kebutuhan meningkat, misal saat hamil, menyusui, percepatan pertumbuhan, dan kekurangan
besi.3.8
diduga. Kira-kira 10-15% besi terdapat pada serat otot( mioglobin, 0,4 gram) dan jaringan
lainnya (enzim dan sitokrom). Besi di simpan di sel parenkim hati (1 gram) dan makrofag
RES.3,9,10,11
untuk sintesis hemoglobin dari transferrin plasma atau dari daur ulang
makrofag di sum sum tulang, limpa dan hati. Besi yang diperlukan untuk pembentukan
hemoglobin disimpan di makrofag sebagai ferritin, yang mana dioksidasi sewaktu-waktu
menjadi hemosiderin.9
Absorbsi besi akan meningkat saat kekurangan besi dan peningkatan eritopoiesis, dan
menurun saat inflamasi dan kelebihan besi, dimediasi oleh regulator homeostasis besi, hepcidin,
yang memblokir pengeluaran besi dari enterosit dan makrofag. Penyerapan besi non heme akan
dihambat oleh konsumsi terus-menerus phytates (sereal dan polong-polongan), tannis (dalam
teh) dan kalsium.8
Di dalam sumsum tulang sebagian besi dilepaskan ke dalam eritrosit (retikulosit) yang
selanjutnya bersenyawa dengan porfirin membentuk heme dan persenyawaan globulin dengan
heme membentuk hemoglobin. Setelah eritrosit berumur 120 hari fungsinya kemudian
menurun dan selanjutnya dihancurkan didalam sel retikuloendotelial. Hemoglobin mengalami
proses degradasi menjadi biliverdin dan besi. Selanjutnya biliverdin akan direduksi menjadi
bilirubin, sedangkan besi akan masuk ke dalam plasma dan mengikuti siklus seperti diatas atau
akan tetap disimpan sebagai cadangan tergantung aktivitas eritropoisis. 3,9,10,11
Besi heme di dalam lambung dipisahkan dari proteinnya oleh asam lambung dan enzim
proteosa. Kemudian besi heme mengalami oksidasi menjadi hemin yang akan masuk ke dalam
sel mukosa usus secara utuh, kemudian akan dipecah oleh enzim hemeoksigenase menjadi ion
feri bebas dan porfirin. Selanjutnya ion feri bebas ini akan mengalami siklus seperti di atas.3
Senyawa besi yang diketahui berfungsi metabolik berjumlah sekitar 70-90% dari total
besi dalam tubuh, tergantung pada umur. Kebanyakan dari sisanya, 10-30% berada dalam
senyawa simpanan besi, feritin dan hemosiderin, terletak terutama dalam hati, limpa dan sumsum
tulang. Hampir semua senyawa besi dalam tubuh terus menerus dipecah dan diganti; besi yang
dilepas dari pemecahan hemoglobin dan protein besi lain cukup digunakan untuk mengganti
senyawa ini melalui sintesis baru. Sangat sedikit besi yang hilang dari tubuh. Pada orang dewasa,
asimilasi besi diperlukan hanya dalam jumlah yang sama dengan kehilangan besi untuk
mencegah defisiensi besi. Pada anak, tambahan besi diperlukan untuk pertumbuhan tubuh.3,9
Zat Besi Dalam Makanan
Sumber besi dalam makanan terbagi ke dalam 2 bentuk:
1. Besi heme, terdapat dalam daging dan ikan. Tingkat absorpsinya tinggi (25% dari Kandungan
besinya dapat diserap) karena tidak terpengaruh oleh faktor penghambat.
2. Besi non-heme, berasal dari tumbuh-tumbuhan. Tingkat absorpsi rendah (hanya 1-2% dari
kandungan besinya yang dapat diserap). Mekanisme absorpsinya sangat rumit dan belum
sepenuhnya dimengerti. Absorpsi sangat dipengaruhi oleh adanya faktor pemacu absorpsi (meat
factors, vitamin C) dan faktor penghambat (serat, phytat, tanat).
Proses absorbsi besi dibagi menjadi tiga fase, yaitu:
a. Fase Luminal
Besi dalam makanan terdapat dalam dua bentuk, yaitu besi heme dan besi non-heme.
Besi heme terdapat dalam daging dan ikan, tingkat absorbsi dan bioavailabilitasnya
tinggi. Besi non-heme berasal dari sumber nabati, tingkat absorbsi dan bioavailabilitasnya
rendah. Besi dalam makanan diolah di lambung (dilepaskan dari ikatannya dengan
senyawa lain) karena pengaruh asam lambung. Kemudian terjadi reduksi dari besi bentuk
feri (Fe3+) ke fero (Fe2+) yang dapat diserap di duodenum.
b.Fase Mukosal
Penyerapan besi terjadi terutama melalui mukosa duodenum dan jejunum proksimal.
Penyerapan terjadi secara aktif melalui proses yang sangat kompleks dan terkendali. Besi
heme dipertahankan dalam keadaan terlarut oleh pengaruh asam lambung. Pada brush
border dari sel absorptif (teletak pada puncak vili usus, disebut sebagai apical cell), besi
feri direduksi menjadi besi fero oleh enzim ferireduktase (Gambar 2.2), mungkin
dimediasi oleh protein duodenal cytochrome b-like (DCYTB). Transpor melalui membran
difasilitasi oleh divalent metal transporter (DMT 1). Setelah besi masuk dalam
sitoplasma, sebagian disimpan dalam bentuk feritin, sebagian diloloskan melalui
basolateral transporter ke dalam kapiler usus. Pada proses ini terjadi konversi dari feri ke
fero oleh enzim ferooksidase (antara lain oleh hephaestin). Kemudian besi bentuk feri
diikat oleh apotransferin dalam kapiler usus. Sementara besi non-heme di lumen usus
akan berikatan dengan apotransferin membentuk kompleks transferin besi yang kemudian
akan masuk ke dalam sel mukosa dibantu oleh DMT 1. Besi non-heme akan dilepaskan
dan apotransferin akan kembali ke dalam lumen usus.
Gambar
Absorbsi
Usus Halus
Andrews,
2005.
2.2.
Besi di
(sumber:
N.C.,
Besar kecilnya besi yang ditahan dalam enterosit atau diloloskan ke basolateral
diatur oleh set point yang sudah diatur saat enterosit berada pada dasar kripta (Gambar
2.3). Kemudian pada saat pematangan, enterosit bermigrasi ke arah puncak vili dan siap
menjadi sel absorptif. Adapun mekanisme regulasi set-point dari absorbsi besi ada tiga
yaitu, regulator dietetik, regulator simpanan, dan regulator eritropoetik.
Gambar 2.3. Regulasi Absorbsi Besi (sumber: Andrews, N.C., 1999. Disorders of Iron
Metabolism. N Engl J Med; 26: 1986-95).
c. Fase Korporeal
Besi setelah diserap melewati bagian basal epitel usus, memasuki kapiler usus.
Kemudian dalam darah diikat oleh apotransferin menjadi transferin. Satu molekul
transferin dapat mengikat maksimal dua molekul besi. Besi yang terikat pada
transferin (Fe2-Tf) akan berikatan dengan reseptor transferin (transferin receptor =
Tfr) yang terdapat pada permukaan sel, terutama sel normoblas (Gambar 2.4).
Kompleks Fe2-Tf-Tfr akan terlokalisir pada suatu cekungan yang dilapisi oleh klatrin
(clathrin-coated pit). Cekungan ini mengalami invaginasi sehingga membentuk
endosom. Suatu pompa proton menurunkan pH dalam endosom sehingga terjadi
pelepasan besi dengan transferin. Besi dalam endosom akan dikeluarkan ke
sitoplasma dengan bantuan DMT 1, sedangkan ikatan apotransferin dan reseptor
Gambar 2.4. Siklus Transferin (sumber: Andrews, N. C., 1999. Disorders of Iron
Metabolism. N Engl J Med; 26: 1986-95).
Besi yang berada dalam sitoplasma sebagian disimpan dalam bentuk feritin dan
sebagian masuk ke mitokondria dan bersama-sama dengan protoporfirin untuk
pembentukan heme. Protoporfirin adalah suatu tetrapirol dimana keempat cincin pirol
ini diikat oleh 4 gugusan metan hingga terbentuk suatu rantai protoporfirin. Empat
dari enam posisi ordinal fero menjadi chelating kepada protoporfirin oleh enzim heme
sintetase ferrocelatase. Sehingga terbentuk heme, yaitu suatu kompleks persenyawaan
protoporfirin yang mengandung satu atom besi fero ditengahnya
simpanan feritin, diangkut dalam darah sebagai transferin, dan disera oleh sel yang memerlukan
besi melalui proses endositosis yang diperatarai oleh resptor (misalnya oleh retikulosit yang
sedang membentuk hemoglobin). Apabila terjadi penyerapan besi berlebihan dari makanan,
kelebihan tersebut disimpan sebagai hemosiderin, suatu bentuk feritin
yang membentuk
Kebutuhan tubuh akan besi, tubuh akan menyerap sebanyak yang dibutuhkan. Bila besi
simpanan berkurang, maka penyerapan besi akan meningkat.
Rendahnya asam klorida pada lambung (kondisi basa) dapat menurunkan penyerapan
Asam klorida akan mereduksi Fe3+ menjadi Fe2+ yang lebih mudah diserap oleh mukosa
usus.
Adanya vitamin C gugus SH (sulfidril) dan asam amino sulfur dapat meningkatkan
bsorbsi karena dapat mereduksi besi dalam bentuk ferri menjadi ferro. Vitamin C dapat
meningkatkan absorbsi besi dari makanan melalui pembentukan kompleks ferro askorbat.
Kombinasi 200 mg asam askorbat dengan garam besi dapat meningkatkan penyerapan
besi sebesar 25 50 persen.
Kelebihan fosfat di dalam usus dapat menyebabkan terbentukny kompleks besi fosfat
yang tidak dapat diserap.
Fungsi usus yang terganggu, misalnya diare dapat menurunkan penyerapan Fe.
kompleks. Proses ini meliputi tahap tahap utama sebagai berikut : 2,5
a. Besi yang terdapat di dalam bahan pangan, baik dalam bentuk Fe 3+ atau Fe2+ mula mula
mengalami proses pencernaan.
b. Di dalam lambung Fe3+ larut dalam asam lambung, kemudian diikat oleh gastroferin dan
Defisiensi zat besi merupakan hasil akhir keseimbangan negatif zat besi yang telah
berlangsung lama. Terdapat tiga stadium defisiensi zat besi, yaitu :7
1) Deplesi besi (iron depleted state)
Terjadi penurunan cadangan besi tubuh, tetapi penyediaan untuk eritropoiesis belum
terganggu. Pada fase ini terjadi penurunan serum feritin, peningkatan absorpsi besi
dari usus, dan pengecatan besi pada apus sumsum tulang berkurang.
2) Iron deficient erythropoiesis
Cadangan Fe dalam tubuh kosong, tetap belum menyebabkan anemia secara
laboratorik karena untuk mencukupi kebutuhan terhadap besi, sumsum tulang
melakukan mekanisme mengurangi sitoplasmanya sehingga normoblas yang
terbentuk menjadi tercabik-cabik, bahkan ditemukan normoblas yang tidak memiliki
sitoplasma (naked nuclei). Selain itu, kelainan pertama yang dapat dijumpai adalah
peningkatan kadar free protoporfirin dalam eritrosit, saturasi transferin menurun,
total iron binding capacity (TIBC) meningkat. Parameter lain yang sangat spesifik
adalah peningkatan reseptor transferin dalam serum.
3) Anemia defisiensi besi
Bila besi terus berkurang, eritropoiesis akan semakin terganggu, sehingga kadar
hemoglobin menurun diikuti penurunan jumlah eritrosit. Akibatnya terjadi anemia
hipokrom mikrositer. Pada saat ini, terjadi pula kekurangan besi di epitel, kuku, dan
beberapa enzim sehingga menimbulkan berbagai gejala.7
Manifestasi Klinis
1. Gejala Umum Anemia
Gejala umum anemia disebut juga sebagai sindrom anemia (anemic syndrome) dijumpai
pada anemia defisiensi besi apabila kadar hemoglobin kurang dari 7-8 g/dl. Gejala ini berupa
badan lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunang, serta telinga mendenging. Pada
pemeriksaan fisik dijumpai pasien yang pucat, terutama pada konjungtiva dan jaringan di
bawah kuku. Pada umumnya sudah disepakati bahwa bila kadar hemoglobin < 7 gr/dl maka
gejala-gejala dan tanda-tanda anemia akan jelas.
2. Gejala Khas Defisiensi Besi
Gejala yang khas dijumpai pada defisiensi besi, tetapi tidak dijumpai pada anemia jenis
lain adalah :
a. Koilonychia, yaitu kuku sendok (spoon nail), kuku menjadi rapuh, bergaris-garis
vertikal dan menjadi cekung sehingga mirip sendok.
b. Atrofi papil lidah, yaitu permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil
lidah menghilang.
c. Stomatitis angularis (cheilosis), yaitu adanya keradangan pada sudut mulut sehingga
tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan.
d. Disfagia, yaitu nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring.