You are on page 1of 15

Manifestasi Klinis

Timbulnya manifestasi klinis anemia pada seseorang bervariasi bergantung pada


keparahan dan kecepatan terjadinya anemia. Manifestasi klinis dapat timbul ringan
bahkan hingga berat. Menifestasi ringan dapat timbul pada kondisi anemia yang terjadi
perlahan karena sistem homeostatik tubuh dapat menyesuaikan dengan berkurangnya
pasokan oksigen ke jaringan.
Sedangkan bila ada perdarahan akut dan masif dapat menimbulkan menifestasi klinis
yang berat terkait berkurangnya cairan intraseluler dan ekstraseluler. Maka dari itu,
manifestasi klinis anemia timbul akibat pasokan oksigen berkurang ke jaringan serta
terjadinya hipovolemia pada perdarahan akut dan masif.
Salah satu tanda yang paling sering dikaitkan dengan anemia adalah pucat. Ini
umumnya diakibatkan oleh berkurangnya volume darah, berkurangnya hemoglobin dan
vasokonstriksi untuk memperbesar pengiriman O2 ke organ-organ vital. Karena faktorfaktor seperti pigmentasi kulit, suhu dan distribusi kapiler mempengaruhi warna kulit,
maka warna kulit bukan merupakan indeks pucat yang dapat diandalkan. Warna kuku,
telapak tangan dan membran mukosa mulut serta konjungtiva dapat digunakan lebih
baik guna menilai kepucatan.
Pada umumnya anemia yang terjadi diakibatkan defisiensi nutrisi seperti defisiensi
Fe, asam folat dan vitamin B12.
3.2

Anemia Defisiensi Besi (Fe)

Definisi
Anemia defisiensi fe adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan besi
untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong (depleted iron store) yang pada akhirnya
mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang. Ditandai dengan anemia hipokromik
mikrositer dan hasil laboratorium yang menunjukkan cadangan besi kosong. Menurut WHO
dikatakan anemia bila :Pada orang dewasa Hb < 12,5 g/dl

Kebutuhan Fe dalam makanan sekitar 20 mg sehari, dari jumlah ini hanya kira-kira 2 mg
yang diserap. Jumlah total Fe dalam tubuh berkisar 2-4 gram. Kira-kira 50 mg/Kgbb pada pria
dan 35 mg/Kgbb pada wanita.
Epidemiologi
Anemia defisiensi fe merupakan anemia yang paling sering dijumpai baik diklinik maupun
masyarakat. Dari berbagai data yang dikumpulkan, didapatkan gambaran revalensi anemia
defisiensi fe seperti pada tabel
Afrika

Amerika latin

Indonesia

Laki laki dewasa

6%

3%

16-50%

Wanita tidak hamil

20%

17-21%

25-48%

Wanita hamil

60%

39-46%

46-92%

Tabel 1. Epidemiologi Anemia defisiensi besi

Etiologi

Perdarahan kronik misalnya riwayat perdarahan saluran cerna sebelumnya.


Di Indonesia paling banyak disebabkan oleh infestasi cacing tambang (ankilostomiasis).
Gejala yang timbul biasanya ada kemerahan dan gatal (ground itch) pada kulit tempat larva
menembus. Migrasi larva yang banyak melalui paru-paru dapat menimbulkan gangguan
seperti di atas yang dinamakan Loefflers Syndrome. Pada fase akut cacing tambang dewasa
dapat menimbulkan nyeri kolik ulu hati, anoreksia, diare dan penurunan berat badan. Infeksi
yang kronis dapat menimbulkan anemia defisiensi besi dan hiponatremia, sehingga
menyebabkan pucat, sesak nafas dan lemas.

Diet yang tidak mencukupi

Pada wanita karena perdarahan menstruasi dan kehamilan

Kebutuhan yang meningkat pada kehamilan, laktasi

Absorpsi yang menurun

Hemoglobinuria

Penyimpanan besi yang berkurang seperti pada hemosiderosis paru

ZAT BESI (Fe)


Zat besi terdapat pada seluruh sel tubuh kira-kira 40-50 mg/kilogram berat badan.
Hampir seluruhnya dalam bentuk ikatan kompleks dengan protein. Ikatan ini kuat dalam bentuk
organik, yaitu sebagai ikatan non ion dan lebih lemah dalam bentuk anorganik, yaitu sebagai
ikatan ion. Besi mudah mengalami oksidasi atau reduksi. Kira-kira 70 % dari Fe yang terdapat
dalam tubuh merupakan Fe fungsional atau esensial, dan 30 % merupakan Fe yang nonesensial.
Fe esensial ini terdapat pada :
1. Hemoglobin 66 %
2. Mioglobin 3 %
3. Enzimtertentu yang berfungsidalam transfer elektronmisalnyasitokromoksidase,
suksinildehidrogenasedanxantinoksidasesebanyak 0,5%
4. Padatransferin 0,1 %.
Besi nonesensial terdapat sebagai cadangan dalam bentuk feritin dan hemosiderin sebanyak 25
%, dan pada parenkim jaringan kira-kira 5 %.
Makanan sumber zat besi yang paling baik berupa heme-iron adalah hati, jantung dan
kuning telur. Jumlahnya lebih sedikit terdapat pada daging, ayam dan ikan. Sedangkan nonhemeiron banyak terdapat pada kacang-kacangan, sayuran hijau, buah-buahan dan sereal. Susu dan
produk susu mengandung zat besi sangat rendah. Heme-iron menyumbang hanya 1-2 mg zat besi
per hari pada diet orang Amerika. Sedangkan nonheme-iron merupakan sumber utama zat besi.

Zat Besi Dalam Tubuh


Zat besi dalam tubuh terdiri dari dua bagian, yaitu yang fungsional dan yang reserve
(simpanan). Zat besi yang fungsional sebagian besar dalam bentuk Hemoglobin (Hb), sebagian

kecil dalam bentuk myoglobin, dan jumlah yang sangat kecil tetapi vital adalah hem enzim dan
non hem enzim.
Zat besi yang ada dalam bentuk reserve tidak mempunyai fungsi fisiologi selain daripada
sebagai buffer yaitu menyediakan zat besi kalau dibutuhkan untuk kompartmen fungsional.
Apabila zat besi cukup dalam bentuk simpanan, maka kebutuhan kan eritropoiesis (pembentukan
sel darah merah) dalam sumsum tulang akan selalu terpenuhi. Dalam keadaan normal, jumlah zat
besi dalam bentuk reserve ini adalah kurang lebih seperempat dari total zat besi yang ada dalam
tubuh. Zat besi yang disimpan sebagai reserve ini, berbentuk feritin dan hemosiderin, terdapat
dalam hati, limpa, dan sumsum tulang. Pada keadaan tubuh memerlukan zat besi dalam jumlah
banyak,misalnya pada anak yang sedang tumbuh (balita), wanita menstruasi dan wanita hamil,
jumlah reserve biasanya rendah. [4]
Metabolisme Zat Besi
Besi memegang peranan penting dalam berbagai proses metabolisme, dan rerata tubuh
mengandung 3-5 gr besi, dimana dua pertiga dalam HbO 2. Bayi baru lahir

cukup bulan

ditubuhnya mengandung besi sekitar 180 mg tetapi harus memperbanyak sel darah merahnya
dalam 12 bulan awal ( bayi berat badan lahir rendah perlu lebih untuk memperbanyak sel darah
merahnya). Di barat, normalnya mengkonsumsi 15 mg zat besi perhari, 5-10 % diserap (1mg),
terutama di duodenum dan jejunum proximal, dimana kondisi keasamannya membantu
penyerapan besi dalam bentuk ferron. Ada 2 cara penyerapan besi dalam usus yang pertama
adalah penyerapan dalam bentuk non heme (sekitar 90% berasal dari makanan yaitu cereal dan
sayur-sayuran), yaitu besinya harus diubah dulu menjadi bentuk yang diserap, sedangkan yang
kedua bentuk heme (sekitar 10 % dalam bentuk makanan yaitu dari hewan) besinya dapat
langsung diserap tanpa memperhatikan cadangan besi dalam tubuh, asam lambung ataupun zat
makanan yang dikonsumsi. Tubuh memiliki kapasitas untuk meningkatkan penyerapan besi saat
kebutuhan meningkat, misal saat hamil, menyusui, percepatan pertumbuhan, dan kekurangan
besi.3.8

Gambar. Distribusi besi di dalam tubuh9


Sebanyak 1-2 mg besi masuk dan keluar tubuh setiap hari. Besi non heme diserap oleh
eritrosit usus halus melalui transporter spesifik yaitu apotransferin ( divalent metal transporter,
terletak di membran apikal eritrosit usus). Bersirkulasi dalam plasma berikatan dengan
transferrin. Reseptor transferrin di eritroblas menerima kompleks iron-transferrin, melakukan
endositosis dan menyatu menjadi Hb. Di dalam sel mukosa, besi akan dilepaskan dan
apotransferrinnya kembali dalam lumen usus. Selanjutnya sebagian besi bergabung dengan
apoferritin membentuk ferritin, sedangkan besi yang tidak diikat oleh apofirin akan masuk ke
peredaran darah dan berikatan dengan apotransferrin membentuk transferrin serum. Meskipun
untuk mekanisme spesifik absorbsi besi heme belum jelas, telah ada transporter yang sudah

diduga. Kira-kira 10-15% besi terdapat pada serat otot( mioglobin, 0,4 gram) dan jaringan
lainnya (enzim dan sitokrom). Besi di simpan di sel parenkim hati (1 gram) dan makrofag
RES.3,9,10,11

Gambar 2.4.2. Transportasi Besi7


Penyerapan besi oleh tubuh berlangsung melalui mukosa usus halus, terutama di
duodenum sampai pertengahan jejenum, makin ke arah distal usus penyerapannya semakin
berkurang. Besi dalam makanan terbanyak ditemukan dalam bentuk senyawa besi non heme
berupa kompleks senyawa besi inorganik (feri/Fe3+) yang oleh pengaruh asam lambung, vitamin
C, dan asam amino mengalami reduksi menjadi bentuk fero (Fe 2+). Bentuk fero ini kemudian
diabsorbsi oleh sel mukosa usus dan didalam sel usus bentuk fero ini mengalami oksidasi
menjadi bentuk feri yang selanjutnya berikatan dengan apoferitin menjadi feritin (Gambar 2.4.2).
Selanjutnya besi feritin dilepaskan ke dalam peredaran darah setelah melalui reduksi menjadi
bentuk fero dan didalam plasma ion fero direoksidasi kembali menjadi bentuk feri yang
kemudian berikatan dengan 1 globulin membentuk transferin. Transferin berfungsi untuk
mengangkut besi dan selanjutnya didistribusikan ke dalam jaringan hati, limpa dan sumsum
tulang serta jaringan lain untuk disimpan sebagai cadangan besi tubuh.3,9,10,11
Besi diserap dari usus dan disimpan dalam bentuk ferritin di epitel usus atau di
transportasikan dalam plasma dalam bentuk transferrin. Progenitor eritroid menghasilkan besi

untuk sintesis hemoglobin dari transferrin plasma atau dari daur ulang

eritrosit tua oleh

makrofag di sum sum tulang, limpa dan hati. Besi yang diperlukan untuk pembentukan
hemoglobin disimpan di makrofag sebagai ferritin, yang mana dioksidasi sewaktu-waktu
menjadi hemosiderin.9
Absorbsi besi akan meningkat saat kekurangan besi dan peningkatan eritopoiesis, dan
menurun saat inflamasi dan kelebihan besi, dimediasi oleh regulator homeostasis besi, hepcidin,
yang memblokir pengeluaran besi dari enterosit dan makrofag. Penyerapan besi non heme akan
dihambat oleh konsumsi terus-menerus phytates (sereal dan polong-polongan), tannis (dalam
teh) dan kalsium.8
Di dalam sumsum tulang sebagian besi dilepaskan ke dalam eritrosit (retikulosit) yang
selanjutnya bersenyawa dengan porfirin membentuk heme dan persenyawaan globulin dengan
heme membentuk hemoglobin. Setelah eritrosit berumur 120 hari fungsinya kemudian
menurun dan selanjutnya dihancurkan didalam sel retikuloendotelial. Hemoglobin mengalami
proses degradasi menjadi biliverdin dan besi. Selanjutnya biliverdin akan direduksi menjadi
bilirubin, sedangkan besi akan masuk ke dalam plasma dan mengikuti siklus seperti diatas atau
akan tetap disimpan sebagai cadangan tergantung aktivitas eritropoisis. 3,9,10,11
Besi heme di dalam lambung dipisahkan dari proteinnya oleh asam lambung dan enzim
proteosa. Kemudian besi heme mengalami oksidasi menjadi hemin yang akan masuk ke dalam
sel mukosa usus secara utuh, kemudian akan dipecah oleh enzim hemeoksigenase menjadi ion
feri bebas dan porfirin. Selanjutnya ion feri bebas ini akan mengalami siklus seperti di atas.3
Senyawa besi yang diketahui berfungsi metabolik berjumlah sekitar 70-90% dari total
besi dalam tubuh, tergantung pada umur. Kebanyakan dari sisanya, 10-30% berada dalam
senyawa simpanan besi, feritin dan hemosiderin, terletak terutama dalam hati, limpa dan sumsum
tulang. Hampir semua senyawa besi dalam tubuh terus menerus dipecah dan diganti; besi yang
dilepas dari pemecahan hemoglobin dan protein besi lain cukup digunakan untuk mengganti
senyawa ini melalui sintesis baru. Sangat sedikit besi yang hilang dari tubuh. Pada orang dewasa,
asimilasi besi diperlukan hanya dalam jumlah yang sama dengan kehilangan besi untuk
mencegah defisiensi besi. Pada anak, tambahan besi diperlukan untuk pertumbuhan tubuh.3,9
Zat Besi Dalam Makanan
Sumber besi dalam makanan terbagi ke dalam 2 bentuk:

1. Besi heme, terdapat dalam daging dan ikan. Tingkat absorpsinya tinggi (25% dari Kandungan
besinya dapat diserap) karena tidak terpengaruh oleh faktor penghambat.
2. Besi non-heme, berasal dari tumbuh-tumbuhan. Tingkat absorpsi rendah (hanya 1-2% dari
kandungan besinya yang dapat diserap). Mekanisme absorpsinya sangat rumit dan belum
sepenuhnya dimengerti. Absorpsi sangat dipengaruhi oleh adanya faktor pemacu absorpsi (meat
factors, vitamin C) dan faktor penghambat (serat, phytat, tanat).
Proses absorbsi besi dibagi menjadi tiga fase, yaitu:
a. Fase Luminal
Besi dalam makanan terdapat dalam dua bentuk, yaitu besi heme dan besi non-heme.
Besi heme terdapat dalam daging dan ikan, tingkat absorbsi dan bioavailabilitasnya
tinggi. Besi non-heme berasal dari sumber nabati, tingkat absorbsi dan bioavailabilitasnya
rendah. Besi dalam makanan diolah di lambung (dilepaskan dari ikatannya dengan
senyawa lain) karena pengaruh asam lambung. Kemudian terjadi reduksi dari besi bentuk
feri (Fe3+) ke fero (Fe2+) yang dapat diserap di duodenum.
b.Fase Mukosal
Penyerapan besi terjadi terutama melalui mukosa duodenum dan jejunum proksimal.
Penyerapan terjadi secara aktif melalui proses yang sangat kompleks dan terkendali. Besi
heme dipertahankan dalam keadaan terlarut oleh pengaruh asam lambung. Pada brush
border dari sel absorptif (teletak pada puncak vili usus, disebut sebagai apical cell), besi
feri direduksi menjadi besi fero oleh enzim ferireduktase (Gambar 2.2), mungkin
dimediasi oleh protein duodenal cytochrome b-like (DCYTB). Transpor melalui membran
difasilitasi oleh divalent metal transporter (DMT 1). Setelah besi masuk dalam
sitoplasma, sebagian disimpan dalam bentuk feritin, sebagian diloloskan melalui
basolateral transporter ke dalam kapiler usus. Pada proses ini terjadi konversi dari feri ke
fero oleh enzim ferooksidase (antara lain oleh hephaestin). Kemudian besi bentuk feri
diikat oleh apotransferin dalam kapiler usus. Sementara besi non-heme di lumen usus
akan berikatan dengan apotransferin membentuk kompleks transferin besi yang kemudian
akan masuk ke dalam sel mukosa dibantu oleh DMT 1. Besi non-heme akan dilepaskan
dan apotransferin akan kembali ke dalam lumen usus.

Gambar
Absorbsi
Usus Halus
Andrews,
2005.

2.2.
Besi di
(sumber:
N.C.,

Understanding Heme Transport. N Engl J Med; 23: 2508-9)

Besar kecilnya besi yang ditahan dalam enterosit atau diloloskan ke basolateral
diatur oleh set point yang sudah diatur saat enterosit berada pada dasar kripta (Gambar
2.3). Kemudian pada saat pematangan, enterosit bermigrasi ke arah puncak vili dan siap
menjadi sel absorptif. Adapun mekanisme regulasi set-point dari absorbsi besi ada tiga
yaitu, regulator dietetik, regulator simpanan, dan regulator eritropoetik.

Gambar 2.3. Regulasi Absorbsi Besi (sumber: Andrews, N.C., 1999. Disorders of Iron
Metabolism. N Engl J Med; 26: 1986-95).

c. Fase Korporeal
Besi setelah diserap melewati bagian basal epitel usus, memasuki kapiler usus.
Kemudian dalam darah diikat oleh apotransferin menjadi transferin. Satu molekul
transferin dapat mengikat maksimal dua molekul besi. Besi yang terikat pada
transferin (Fe2-Tf) akan berikatan dengan reseptor transferin (transferin receptor =
Tfr) yang terdapat pada permukaan sel, terutama sel normoblas (Gambar 2.4).
Kompleks Fe2-Tf-Tfr akan terlokalisir pada suatu cekungan yang dilapisi oleh klatrin
(clathrin-coated pit). Cekungan ini mengalami invaginasi sehingga membentuk
endosom. Suatu pompa proton menurunkan pH dalam endosom sehingga terjadi
pelepasan besi dengan transferin. Besi dalam endosom akan dikeluarkan ke
sitoplasma dengan bantuan DMT 1, sedangkan ikatan apotransferin dan reseptor

transferin mengalami siklus kembali ke permukaan sel dan dapat dipergunakan


kembali.

Gambar 2.4. Siklus Transferin (sumber: Andrews, N. C., 1999. Disorders of Iron
Metabolism. N Engl J Med; 26: 1986-95).
Besi yang berada dalam sitoplasma sebagian disimpan dalam bentuk feritin dan
sebagian masuk ke mitokondria dan bersama-sama dengan protoporfirin untuk
pembentukan heme. Protoporfirin adalah suatu tetrapirol dimana keempat cincin pirol
ini diikat oleh 4 gugusan metan hingga terbentuk suatu rantai protoporfirin. Empat
dari enam posisi ordinal fero menjadi chelating kepada protoporfirin oleh enzim heme
sintetase ferrocelatase. Sehingga terbentuk heme, yaitu suatu kompleks persenyawaan
protoporfirin yang mengandung satu atom besi fero ditengahnya

Besi, yang didapatkan dari makanan, memiliki nilai Recommended DietaryAllowance


(RDA) 10 mg untuk pria dewasa dan wanita pascamenopause, serta 15 mg untuk wanita
pramenopause.Besi dalam daging berada dalam bentuk hem, yang mudah diserap. Besi nonhem
dalam tumbuhan tidak mudah diserap, sebagian karena tumbuhan seringkali mengandung
oksalat, fitat, tannin, dan senyawa fenolik lain yang membentuk kelat atau presipitat dengan besi
yang tidak dapat larut, sehingga mencegah penyerapannya.
Di pihak lain, vitamin C (asam askorbat) meningkatkan penyerapan besi non-hem dari
saluran cerna. Penyerapan besi juga meningkat pada waktu dibutuhkan dengan mekanisme yang
belum diketahui. Besi diserap dalam bentuk fero (Fe2+) .Karena bersifat toksik, di dalam tubuh
besi bebas biasanya terikat ke protein . Besi diangkut di dalam darah (sebagai Fe 3+ ) oleh
protein, apotransferin.Besi membentuk kompleks dengan apotransferin menjadi transferin. Besi
dioksidasi dari Fe 2+ menjadi Fe 3+ oleh feroksidase yang dikenal sebagai seruloplasmin
(enzim yang mengandung tembaga). Tingkat saturasi transferin oleh besi biasanya hanya
sepertiga. Kapasitas total darah mengikat besi, yang terutama disebabkan oleh kandungan
transferinnya, adalah sekitar 300 g/dL. Penyimpanan besi terjadi di sebagian besar sel tetapi
terutama di hati, limpa, dan sumsum tulang. Dalam sel-sel ini, protein penyimpan, apoferitin,
membentuk kompleks dengan besi (Fe 3+) yang dikenal sebagai feritin. Dalam keadaan normal,
hanya terdapat sedikit feritin di dalam darah. Namun, jumlah ini meningkat seiring dengan
peningkatan simpanan besi. Dengan demikian, jumlah feritin di dalam darah adalah indicator
paling peka mengenai jumlah besi yang tersimpan di dalam tubuh.Besi dapat diambil dari

simpanan feritin, diangkut dalam darah sebagai transferin, dan disera oleh sel yang memerlukan
besi melalui proses endositosis yang diperatarai oleh resptor (misalnya oleh retikulosit yang
sedang membentuk hemoglobin). Apabila terjadi penyerapan besi berlebihan dari makanan,
kelebihan tersebut disimpan sebagai hemosiderin, suatu bentuk feritin

yang membentuk

kompleks dengan besi tambahan yang tidak mudah dimobilisasi segera.


Penyerapan Zat Besi
absorbsi zat besi dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu :3

Kebutuhan tubuh akan besi, tubuh akan menyerap sebanyak yang dibutuhkan. Bila besi
simpanan berkurang, maka penyerapan besi akan meningkat.

Rendahnya asam klorida pada lambung (kondisi basa) dapat menurunkan penyerapan
Asam klorida akan mereduksi Fe3+ menjadi Fe2+ yang lebih mudah diserap oleh mukosa
usus.

Adanya vitamin C gugus SH (sulfidril) dan asam amino sulfur dapat meningkatkan
bsorbsi karena dapat mereduksi besi dalam bentuk ferri menjadi ferro. Vitamin C dapat
meningkatkan absorbsi besi dari makanan melalui pembentukan kompleks ferro askorbat.
Kombinasi 200 mg asam askorbat dengan garam besi dapat meningkatkan penyerapan
besi sebesar 25 50 persen.

Kelebihan fosfat di dalam usus dapat menyebabkan terbentukny kompleks besi fosfat
yang tidak dapat diserap.

Adanya fitat juga akan menurunkan ketersediaan Fe

Protein hewani dapat meningkatkan penyerapan Fe

Fungsi usus yang terganggu, misalnya diare dapat menurunkan penyerapan Fe.

Penyakit infeksi juga dapat menurunkan penyerapan Fe


Zat besi diserap di dalam duodenum dan jejunum bagian atas melalui proses yang

kompleks. Proses ini meliputi tahap tahap utama sebagai berikut : 2,5
a. Besi yang terdapat di dalam bahan pangan, baik dalam bentuk Fe 3+ atau Fe2+ mula mula
mengalami proses pencernaan.
b. Di dalam lambung Fe3+ larut dalam asam lambung, kemudian diikat oleh gastroferin dan

direduksi menjadi Fe2+


c. Di dalam usus Fe2+ dioksidasi menjadi FE3+. Fe3+ selanjutnya berikatan dengan apoferitin yang
kemudian ditransformasi menjadi feritin, membebaskan Fe2+ ke dalam plasma darah.
d. Di dalam plasma, Fe2+ dioksidasi menjadi Fe3+ dan berikatan dengan transferitin Transferitin
mengangkut Fe2+ ke dalam sumsum tulang untuk bergabung membentuk hemoglobin. Besi
dalam plasma ada dalam keseimbangan.
e. Transferin mengangkut Fe2+ ke dalam tempat penyimpanan besi di dalam tubuh (hati, sumsum,
tulang, limpa, system retikuloendotelial), kemudian dioksidase menjadi Fe 3+ ini bergabung
dengan apoferitin membentuk ferritin yang kemudian disimpan, besi yang terdapat pada
plasma seimbang dengan bentuk yang disimpan.

Defisiensi zat besi merupakan hasil akhir keseimbangan negatif zat besi yang telah
berlangsung lama. Terdapat tiga stadium defisiensi zat besi, yaitu :7
1) Deplesi besi (iron depleted state)
Terjadi penurunan cadangan besi tubuh, tetapi penyediaan untuk eritropoiesis belum
terganggu. Pada fase ini terjadi penurunan serum feritin, peningkatan absorpsi besi
dari usus, dan pengecatan besi pada apus sumsum tulang berkurang.
2) Iron deficient erythropoiesis
Cadangan Fe dalam tubuh kosong, tetap belum menyebabkan anemia secara
laboratorik karena untuk mencukupi kebutuhan terhadap besi, sumsum tulang
melakukan mekanisme mengurangi sitoplasmanya sehingga normoblas yang
terbentuk menjadi tercabik-cabik, bahkan ditemukan normoblas yang tidak memiliki
sitoplasma (naked nuclei). Selain itu, kelainan pertama yang dapat dijumpai adalah
peningkatan kadar free protoporfirin dalam eritrosit, saturasi transferin menurun,
total iron binding capacity (TIBC) meningkat. Parameter lain yang sangat spesifik
adalah peningkatan reseptor transferin dalam serum.
3) Anemia defisiensi besi
Bila besi terus berkurang, eritropoiesis akan semakin terganggu, sehingga kadar
hemoglobin menurun diikuti penurunan jumlah eritrosit. Akibatnya terjadi anemia

hipokrom mikrositer. Pada saat ini, terjadi pula kekurangan besi di epitel, kuku, dan
beberapa enzim sehingga menimbulkan berbagai gejala.7
Manifestasi Klinis
1. Gejala Umum Anemia
Gejala umum anemia disebut juga sebagai sindrom anemia (anemic syndrome) dijumpai
pada anemia defisiensi besi apabila kadar hemoglobin kurang dari 7-8 g/dl. Gejala ini berupa
badan lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunang, serta telinga mendenging. Pada
pemeriksaan fisik dijumpai pasien yang pucat, terutama pada konjungtiva dan jaringan di
bawah kuku. Pada umumnya sudah disepakati bahwa bila kadar hemoglobin < 7 gr/dl maka
gejala-gejala dan tanda-tanda anemia akan jelas.
2. Gejala Khas Defisiensi Besi
Gejala yang khas dijumpai pada defisiensi besi, tetapi tidak dijumpai pada anemia jenis
lain adalah :
a. Koilonychia, yaitu kuku sendok (spoon nail), kuku menjadi rapuh, bergaris-garis
vertikal dan menjadi cekung sehingga mirip sendok.
b. Atrofi papil lidah, yaitu permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil
lidah menghilang.
c. Stomatitis angularis (cheilosis), yaitu adanya keradangan pada sudut mulut sehingga
tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan.
d. Disfagia, yaitu nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring.

You might also like