You are on page 1of 76

LAPORAN PBL SISTEM NEUROPSIIATRI

MODUL 2 KEJANG

KELOMPOK 2
Amalia Devi

(2012730116)

Miranda Audina I.

(2012730140)

Muhammad Uraida (2012730141)


Mustika Apriyanti

(2012730142)

Nublah Permata L. (2012730145)


Putri Intan N.

(2012730147)

Rani Meiliana S.

(2012730148)

Trias Murni N.

(2012730158)

Lidia Dwi Putri

(2011730054)

Nursigit

(2010730151)

Tutor : Dr. dr. Anwar Wardy Warongan, Sp.S, DFM.


Program Studi Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran dan Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Jakarta

2014

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya pada kelompok kami, sehingga dapat
menyelesaikan laporan Problem Based Learning sistem Neuropsikiatri modul 2
skenario 3 tepat pada waktunya. Shalawat serta salam tak lupa kami
jungjungkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, serta pengikutnya hingga
akhir zaman. Amin ya robbal alamin.
Laporan ini kami buat untuk memenuhi tugas wajib yang dilakukan
sebelum diskusi pleno. Pembuatan laporan ini pun bertujuan untuk meringkas
semua materi yang ada di modul 2 skenario 3 yang berkaitan dengan Kejang.
Terima kasih kami ucapkan pada tutor kami,

Dr. dr. Anwar Wardy Warongan,

Sp.S, DFM, yang telah membantu kami dalam kelancaran pembuatan laporan ini.
Terimakasih juga kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam
mencari informasi, mengumpulkan data dan menyelesaikan laporan ini. Semoga
laporan ini dapat bermanfaat bagi kelompok kami pada khususnya dan bagi para
pembaca pada umumnya.
Laporan kami masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kritik dan
saran

yang membangun dari pembaca sangatlah kami harapkan untuk

menambahkan kesempurnaan laporan kami.

Jakarta, Maret 2015

Penulis

DAFTAR ISI

Error: Reference source not found

BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Tujuan Instruksional Umum


Setelah menyelesaikan modul ini mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan
bermacam-macam penyakit dengan gejala kejang yang mungkin dapat disertai
dengan gangguan kejiwaan dan mampu memahami alur diagnosis, penanganan,
serta tata laksana sosial dan stigma penderita dengan gangguan kejang.
I.2 Skenario
Seorang laki-laki usia 18 tahun dibawa oleh keluarga ke IGD suatu Rumah Sakit
dengan

keadaan

kejang

umum

disertai

demam

dan

tidak

sadar.

Pada

pemeriksaan didapatkan data bahwa pasien ini sering menggunakan narkotika.


Setelah

dilakukan

pemeriksaan

laboratorium

urine

ditemukan

golongan

amfetamin positif, sedangkan pada pemeriksaaan darah didapatkan jumlah CD4


menurun. Pada CT Scan tak nampak kelainan apapun. Pada usia 8 tahun, pasien
tersebut pernah menderita TBC selama 2 tahun. Pemeriksaan fisik menunjukkan
terdapat tanda-tanda rangsang meningeal. Setelah dilakukan punksi lumbal
didapatkan hasil Nonne dan Pandi positif.
I.3 Kata / Kalimat Sulit
I.4 Kata / Kalimat Kunci

Laki-laki, 18 tahun
Kejang umum, demam dan tidak sadar
Sering menggunakan narkotika
Pemeriksaan urine
: Amfetamin positif
Pemeriksaan darah
: CD4 menurun
Usia 8 tahun, riwayat TB selama 2 tahun
Rangsang meningeal positif
Punksi lumbal : Nonne dan Pandi positif

I.5 Pertanyaan
1. Jelaskan tipe-tipe kejang dan etiologinya, serta jelaskan mekanisme kejang
umum!
2. Jelaskan hubungan penggunaan narkotika dengan kejang!

3. Jelaskan hubungan riwayat TB, serta hubungan menurunnya CD4 dengan


kejang pada skenario!
4. Jelaskan farmakodinamik dan farmakokinetik golongan obat amfetamin, serta
jelaskan interpretasi ditemukannya amfetamin positif pada skenario!
5. Jelaskan indikasi dan kontraindikasi CT Scan dan punksi lumbal, serta jelaskan
interpretasi Nonne dan Pandi positif dengan skenario!
6. Jelaskan tata laksana awal pasien dengan kejang dan penurunan kesadaran!
7. Jelaskan tata laksana farmakologi dan non-farmakologi dari kasus pada
skenario!
8. Jelaskan peran orang tua, pemerintah, lingkungan, ekonomi, pendidikan, dan
agama terhadap kasus pada skenario!
9. Jelaskan Diferensial Diagnosis 1 dari kasus pada skenario!
10. Jelaskan Diferensial Diagnosis 2 dari kasus pada skenario!

BAB II
PEMBAHASAN
1. Jelaskan tipe-tipe kejang dan etiologinya, serta jelaskan mekanisme kejang
umum!
Jawab :
PATOFISIOLOGI KEJANG
Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan dari
sebuah focus kejang atau dari jaringan normal yang terganggu akibat suatu
keadaan patologik. Aktivitas kejang sebagian bergantung pada lokasi lepas
muatan yang berlebihan tersebut. Lesi di otak tengah, thalamus, dan korteks
serebellum dan batang otak umumnya tidak memicu kejang.
Ditingkat

membran

sel,

focus kejang

memperlihatkan

bebebrapa

fenomena biokimiawi, termasuk yang berikut:

Instabilitas membrane selsaraf, sehingga sel lebih mudah mengalami

pengaktifan
Neuron-neuron hipersensitif dengan ambang untuk melepaskan muatan

menurun dan apabila terpicu akan melepaskan muatan secara berlebihan.


Kelainan polarisasi (polarisasi berlebihan, hipopolarisasi, atau selang waktu
dalam repolarisasi) yang disebabkan oleh kelebihan asetilkolin atau defisiensi

asam gama-aminobutirat (GABA)


Ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan asam-basa atau
elektrolit, yang mengganggu homeostatis kimiawi neuron segingga terjadi
kelainan

pada

depolarisasi

neuron.

Gangguan

keseimbangan

ini

menyebabakan peningkatan berlebihan neurotransmitter eksitatorik atau


deplesi neurotransmitter inhibitorik.
Perubahan-perubahan metabolic yang terjadi selama dan segera setelah
kehang sebagian disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan energy akibat
hiperaktivitas neuron. Selama kejang, kebutuhan metabolic secara drastis
meningkat; lepas muatan listrik sel-sel saraf motorik dapat meningkat menjadi
1000 perdetik. Aliran darah otak meningkat, semikian juga respirasi dan glikolisis

jaringan. Asetilkolin muncul di cairan serebrospinalis (CSS) selama dan setelah


kejang. Asam glutamate mungkin mengalami deplesi selama aktifitas kejang.
Secara umum, tidak dijumpai kelainan yang nyata pada autopsy. Bukti
histopatologik menunjang hipotesis bahwa

lesi lebih bersifat neurokimiawi

bukan structural. Belum ada faktor patologik yang secara konsisten ditemukan.
Kelainan fokal pada metabolism kalium dan asetilkolin dijumpa diantara kejang.
Focus

kejang

neurotransmitter

nampaknya
fasilitatorik;

sangat

peka

focus-fokus

terhadap

tersebut

asetilkolinn

lambat

mengikat

suatu
dan

menyingkirkan asetilkolin.
Tumor otak adalah kausa lain kejang didapat, terutama pada pasien pada
pasien berusia antara 35 sampai 55 tahun. Kejang dapat merupakan gejala pada
tumor otak tertentu, khususnya mengioma, glioblastoma, dan astrositoma.
Apakah suatu neoplasma otak menimbulkan kejang bergantung pada jenis,
kecepatan pertumbuhan, dan lokasi neoplasma tersebut. Tumor yang terletak
supratentorium dan mengenai korteks kemungkinan besar menyebabkan kejang.
Insidensi tertinggi terjadi pada tumor yang terletak di sepanjang sulkus sentralis
disertai keterlibatan daerah motorik. Semakin jauh tumor dari bagian ini,
semakin kecil kemungkinannya menyebabkan kejang.

2. Jelaskan hubungan penggunaan narkotika dengan kejang!


Jawab:
NARKOBA adalah singkatan dari narkotik dan obat berbahaya. Narkotik
terminologi aslinya melumpuhkan / membius. NARKOBA adalah semua obat /
substansi yang dapat mengubah kesadaran, menimbulkan kecanduan dan
ketergantungan.

NARKOBA

bekerja

dan

berproses

di

dalam

otak.

Ia

mempengaruhi membran saraf dan eksistensi neurotransmitter (NT) otak,


mengubah keseimbangan hubungan antarneuron (sel saraf),

antarneuron

dengan pusat sadar, pusat kejiwaan NARKOBA memberikan rasa tenang bagi
yang gelisah, rasa gairah bagi yang loyo, tergantung jenis obat dan cara
pemakaiannya.

NARKOBA

membawa

si

pemakai

ke

alam

fantasi

yang

menyenangkan (tripping) keluar dari alam realitas.


FARMAKODINAMIK
Otak manusia terdiri dari 10 juta neuron dengan milyaran interaksi
elektrokimiawi yang terus menerus berlangsung antarsel saraf yang terstruktur
dan tersistem kedalam kelompok-kelompok fungsional. Kelompok fungsional ini
bekerja

sebagai

pusat

koordinasi

yang

mengatur

semua

proses

kegiatan/aktivitas psikologis dan fisiologis. Kegiatan jiwa dan raga. Proses konatif
kejiwaan yang meliputi proses yang bersumber pada perasaan kehendak dan
dorongan

hati

yang

semuanya

ini

merupakan

kompleks

proses

yang

menggerakkan sikap dan perilaku seseorang, sesuai dengan motivasi dan


imajinasinya. Proses konatif ini berpusat pada Limbic System Otak Limbic System
ini menerima sinyal-sinyal neurotransmitter dari Reticular Activating System
(RAS) di batang otak. RAS berfungsi sebagai step-up/down biolistrik memodulasi
kekuatan sinyal-sinyal yang masuk dari alat indra.
Antarsel pusat koordinasi ada celah sinap. Di dalam sinap impuls saraf
diteruskan dengan sinyal-sinyal molekul zat kimia yang di transmisikan dari
ujung urat saraf presinap ke saraf postsinap ada reseptor yang sesuai sebagai
pasangan yang sesuai sebagai sebagai pasangan yang menggerakkan efekor.
Mekanisme
membran

kerja
saraf,

NARKOBA
mengubah

adalah

mempengaruhi

keberadaan

konstalasi

proses

elekrofisiologi

neurotransmitter

dan

berperan sebagai agonis atau atau antagonis neurotransmitter pada pasangan


8

reseptor sehingga kinerja sentra-sentra otak berubah secara dinamik sesuai


dengan konstalasi NT.
Keberadaan

Neurotransmitter

dapat

dipengaruhi

pada

proses

sintesis,

penyimpanan (storage), pelepasan (release), dan metabolisme (termination).


Tonus suasana hati dan organ-organ tubuh pada prinsipnya berada dalam suatu
kontinum yang dapat naik turun dari rendah menjadi tinggi atau sebaliknya.
Semua sentra-sentra otak dihubungkan oleh lintas eksitasi untuk menaikkan
tonus dan lintas inhibisi untuk menurunkannya, yang bekerja secara otomatis
dalam memelihara keadaan harmoni homeostatik kejiwaan dan keragaan.
Masing-masing lintasan sinap mempunyai NT sendiri, sehingga NT dapat dibagi
menjadi dua kelompok :
1. NT lintas eksitasi: - Acetylcholin
-Norepinephrine
-Dopamin
-Serotonin
-Glutamat
-Aspartat
-Histamin
2. NT lintas inhibisi: *GABA
-Glysin
-Peptide seperti Enkefalin dan Endorfin
-Dll
Berdasarkan konsep tersebut NARKOBA dapat kita bagi menjadi dua golongan;
yaitu; obat perangsang (stimulansia) dan obat penekan faal kejiwaan dan
keragaan (depressansia).
Tonus

suasana

hati

dapat

dirangsang

oleh

stimulansia

dari

loyo( gairah/semangat (semangat tinggi ( panik ( kejang ( koma ( mati


Oleh depresansia dari gelisah ( tenang ( sedasi/ngantuk ( anestesi ( koma( mati.
NARKOTIKA
Adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman,
baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menimbulkan pengaruh-pengaruh
tertentu bagi mereka yang menggunakan dengan memasukkannya ke dalam
tubuh manusia.
Pengaruh tersebut berupa pembiusan,

hilangnya rasa

sakit, rangsangan

semangat , halusinasi atau timbulnya khayalan-khayalan yang menyebabkan


efek ketergantungan bagi pemakainya.

Ada empat macam obat yang berpengaruh terhadap sistem saraf, yaitu:
1. Sedatif, yaitu golongan obat yang dapat mengakibatkan menurunnya
aktivitas normal otak. Contohnya valium.
2. Stimulans, yaitu golongan obat yang dapat mempercepat kerja otak.
Contohnya kokain.
3. Halusinogen, yaitu

golongan

obat

yang

mengakibatkan

timbulnya

penghayalan pada si pemakai. Contohnya ganja, ekstasi, dan sabu-sabu.


4. Painkiller, yaitu golongan obat yang menekan bagian otak yang
bertanggung jawab sebagai rasa sakit. Contohnya morfin dan heroin.
Macam-macam narkotika:
A. OPIOID (OPIAD)
Opioid atau opiat berasal dari kata opium, jus dari bunga opium, Papaver
somniverum, yang mengandung kira-kira 20 alkaloid opium, termasuk morfin.
Nama Opioid juga digunakan untuk opiat, yaitu suatu preparat atau derivat
dari opium dan narkotik sintetik yang kerjanya menyerupai opiat tetapi tidak
didapatkan dari opium.opiat alami lain atau opiat yang disintesis dari opiat
alami adalah heroin (diacethylmorphine), kodein (3-methoxymorphine), dan
hydromorphone (Dilaudid).
Bahan-bahan opioida yang sering disalahgunakan adalah :
Candu
Getah

tanaman

Papaver

Somniferum

didapat

dengan

menyadap (menggores) buah yang hendak masak. Getah


yang keluar berwarna putih dan dinamai "Lates". Getah ini
dibiarkan

mengering

berwarna

coklat

pada

kehitaman

permukaan
dan

buah

sesudah

sehingga

diolah

akan

menjadi suatu adonan yang menyerupai aspal lunak. Inilah


yang dinamakan candu mentah atau candu kasar. Candu
kasar mengandung bermacam-macam zat-zat aktif yang
sering disalahgunakan. Candu masak warnanya coklat tua
atau coklat kehitaman. Diperjual belikan dalam kemasan
kotak kaleng dengan berbagai macam cap, antara lain ular,
tengkorak,burung elang, bola dunia, cap 999, cap anjing,
dsb. Pemakaiannya dengan cara dihisap.
Morfin

10

Morfin adalah hasil olahan dari opium/candu mentah. Morfin


merupaakan alkaloida utama dari opium ( C17H19NO3 ) .
Morfin rasanya pahit, berbentuk tepung halus berwarna
putih atau dalam bentuk cairan berwarna. Pemakaiannya
dengan cara dihisap dan disuntikkan.
Heroin (putaw)
Heroin adalah obat bius yang sangat mudah membuat
seseorang kecanduan karna efeknya sangat kuat. Obat ini
bisa di temukan dalam bentuk pil, bubuk, dan juga dalam
cairan. Seseorang yang sudah ketergantungan heroin bisa di
sebut juga "chasing the dragon." Heroin memberikan efek
yang sangat cepat terhadap si pengguna, dan itu bisa secara
fisik

maupun

mental.

Dan

jika

orang

itu

berhenti

mengkonsumsi obat bius itu, dia akan mengalami rasa sakit


yang berkesinambungan.Heroin mempunyai kekuatan yang
dua kali lebih kuat dari morfin dan merupakan jenis opiat
yang paling sering disalahgunakan orang di Indonesia pada
akhir - akhir ini . Efek pemakaian heroin: kejang-kejang,
mual, hidung dan mata yang selalu berair, kehilangan nafsu
makan dan cairan tubuh, mengantuk, cadel, bicara tidak
jelas, tidak dapat berkonsentrasiSakaw atau sakit karena
putaw terjadi apabila si pecandu putus menggunakan
putaw. Sebenarnya sakaw salah satu bentuk detoksifikasi
alamiah yaitu membiarkan si pecandu melewati masa sakaw
tanpa

obat,

selain

didampingi

dan

dimotivasi

untuk

sembuh.Gejala sakau: mata dan hidung berair, tulang terasa


ngilu, rasa gatal di bawah kulit seluruh badan, sakit
perut/diare dan kedinginan.Tanda-tanda dari seseorang yang
sedang ketagihan adalah :kesakitan dan kejang-kejang,
keram perut dan menggelepar, gemetar dan muntahmuntah, hidung berlendir, mata berair, kehilangan nafsu
makan, kekurangan cairan tubuh. Heroin disebut juga
dengan nama : putauw, putih, bedak, PT, etep, dll.

11

Codein
Codein termasuk garam / turunan dari opium / candu. Efek
codein lebih lemah daripada heroin, dan potensinya untuk
menimbulkan

ketergantungaan

rendah.

Biasanya

dijual

dalam bentuk pil atau cairan jernih. Cara pemakaiannya


ditelan dan disuntikkan.
Demerol
Nama

lainnya

adalah

Demerol

adalah

pethidina.

Pemakaiannya dapat ditelan atau dengan suntikan. Demerol


dijual dalam bentuk pil dan cairan tidak berwarna.

Methadone
Saat

ini

Methadone

banyak

digunakan

orang

dalam

pengobatan ketergantungan opioid. Antagonis opioid telah


dibuat

untuk

mengobati

overdosis

opioid

dan

ketergantungan opioid. Kelas obat tersebut adalah nalaxone


(Narcan), naltrxone (Trexan), nalorphine, levalorphane, dan
apomorphine. Sejumlah senyawa dengan aktivitas campuran
agonis dan antagonis telah disintesis, dan senyawa tersebut
adalah

pentazocine,

buprenorphine

butorphanol

(Buprenex).

Beberapa

(Stadol),

dan

penelitian

telah

menemukan bahwa buprenorphine adalah suatu pengobatan


yang efektif untuk ketergantungan opioid.
Efek yang ditimbulkan dari Opoid ini adalah:

Mengalami pelambatan dan kekacauan pada saat berbicara

Kerusakan penglihatan pada malam hari

Mengalami kerusakan pada liver dan ginjal

Peningkatan resiko terkena virus HIV dan hepatitis dan penyakit infeksi
lainnya .

12

Penurunan hasrat dalam hubungan sex, kebingungan dalam identitas


seksual, kematian karena overdosis.

Gejala putus obat dari ketergantungan opioid adalah:

Kram otot parah dan nyeri tulang, diare berat, kram perut, rinorea
lakrimasipiloereksi, menguap, demam, dilatasi pupil, hipertensi takikardia
disregulasi temperatur, termasuk pipotermia dan hipertermia.

Seseorang yang ketergantungan opioid jarang meninggal akibat putus


opioid, kecuali orang tersebut memiliki penyakit fisik dasar yang parah,
seperti penyakit jantung.

Gejala residual seperti insomnia, bradikardia, disregulasi temperatur, dan


kecanduan opiat mungkin menetap selama sebulan setelah putus zat.
Pada tiap waktu selama sindroma abstinensi, suatu suntikan tunggal
morfin atau heroin menghilangkan semua gejala. Gejala penyerta putus
opioid adalah kegelisahan, iritabilitas, depresi, tremor, kelemahan, mual,
dan muntah.

B. KOKAIN (SHABU-SHABU)
Kokain adalah zat yang adiktif yang sering disalahgunakan dan merupakan
zat yang sangat berbahaya. Kokain merupakan alkaloid yang didapatkan dari
tanaman belukar Erythroxylon coca, yang berasal dari Amerika Selatan, dimana
daun dari tanaman belukar ini biasanya dikunyah-kunyah oleh penduduk
setempat untuk mendapatkan efek stimulan. Saat ini Kokain masih digunakan
sebagai anestetik lokal, khususnya untuk pembedahan mata, hidung dan
tenggorokan,

karena

efek

vasokonstriksifnya

juga

membantu.

Kokain

diklasifikasikan sebagai suatu narkotik, bersama dengan morfin dan heroin


karena efek adiktif dan efek merugikannya telah dikenali.
Efek yang ditimbulkan:

Menjadi bersemangat, gelisah dan tidak bisa diam, tidak bisa makan,
paranoid, lever terganggu.

Shabu-shabu mengakibatkan efek yang sangat kuat pada system syaraf


.Pemakai shabu-shabu secara mental akan bergantung pada zat ini dan

13

penggunaan yang terus menerus dapat merusakan otot jantung dan


bahkan menyebabkan kematian.

Shabu-shabu sangat berbahaya karena prilaku yang menjurus pada


kekerasan merupakan efek langsung dari penggunannya. Bahkan sering
menyebabkan impoten.

Berat badan menyusut, kejang-kejang, halusinasi, paranoid, kerusakan


usus ginjal.

Gejala pecandu yang putus obat:


Kecenderungan untuk bunuh diri. Orang yang mengalami putus Kokain
seringkali berusaha mengobati sendiri gejalanya dengan alkohol, sedatif,
hipnotik, atau obat antiensietas seperti diazepam ( Valium ). Nama lain dari
kokain adalah snow, coke, girl, lady dan crack ( kokain dalam bentuk yang paling
murni dan bebas basa untuk mendapatkan efek yang lebih kuat).
C. CANNABIS

Semua bagian dari tanaman mengandung


kanabioid

psikoaktif.

Tanaman

kanabis

biasanya dipotong, dikeringkan, dipotong


kecil - kecil dan digulung menjadi rokok
disebut joints. Akan mengikat pikiran dan
dapat membuatmu menjadi ketagihan.

Bentuk

yang

paling

poten

berasal

dari

tanaman yang berbunga atau dari eksudat


resin yang dikeringkan dan berwarna coklathitam yang berasal dari daun yang disebut
hashish atau hash.

Ganja mengandung sejenis bahan kimia


yang disebut delta-9-tetrahydrocannabinol
(THC) yang dapat mempengaruhi suasana
hati manusia dan mempengaruhi cara orang
tersebut melihat dan mendengar hal-hal
disekitarnya. Orang bilang memakai sekali-

14

sekali tidak akan bikin katagihan.

Ganja

dianggap

narkoba

yang

aman

dibandingkan dengan putauw atau shabu.


Kenyataannya

sebagian

besar

pecandu

narkoba memulai dengan mencoba ganja.


Jika menggunakan ganja, maka pikiran akan
menjadi lamban dan akan nampak bodoh
dan membosankan.

Ganja dapat mempengaruhi konsentrasi dan


ingatanmu. Dan seringkali, para pengguna
ganja akan mencari obat-obatan yang lebih
keras dan lebih mematikan.

Akibat-akibat

lainnyaganja

adalah:

kehilangan

konsentrasi,meningkatnya

denyut nadi, keseimbangan dan koordinasi


tubuh yang buruk, ketakutan dan rasa panik,
depresi, kebingungan dan halusinasi.

Ganja

dikenal

juga

dengan

sebutan

marijuana, grass, pot, weed, tea, Mary Jane.

Nama

lain

untuk

menggambarkan

tipe

Kanabis dalam berbagai kekuatan adalah


hemp, chasra, bhang, dagga, dinsemilla,
ganja, cimenk.

15

3. Jelaskan hubungan riwayat TB, serta hubungan menurunnya CD4 dengan


kejang pada skenario!
Jawab :
Hubungan Penurunan CD4+ dan Riwayat TBC terhadap Kejang
Sistem imun adalah pertahanan terhadap infeksi mikroba dan produk
toksiknya. Defek pada komponen sistem imun dapat menimbulkan penyakit
berat bahkan fatal yang secara kolektif disebut penyakit defisiensi imun.
Penyakit defisiensi imun dapat dibagi menjadi kongenital dan didapat. Defisiensi
imun kongenital merupakan defek genetik yang meningkatkan kerentanan
terhadap infeksi yang sering sudah bermanifestasi pada bayi dan anak.
Sedangkan defisiensi imun didapat timbul akibat malnutrisi, kanker yang
menyebar, pengobatan dengan imunosupresan, infeksi sel sistem imun yang
nampak jelas pada infeksi virus HIV, yang merupakan sebab AIDS.
Defisiensi imun terdiri atas sejumlah penyakit yang menimbulkan kelainan
satu atau lebih sistem imun. Manifestasi defisiensi imun tergantung dari sebab
dan respons. Defisiensi sel B ditandai oleh infeksi rekuren bakteri dengan kapsel.
Defisiensi sel T ditandai oleh infeksi virus, jamur dan protozoa yang rekuren.
Defisiensi fagosit dengan ketidakmampuan untuk memakan dan mencerna
patogen yang biasanya terjadi pada infeksi bakteri yang rekuren.
Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS)
AIDS adalah penyakit yang disebabkan oleh virus yang disebut HIV
(Human Immuno Virus). HIV merupakan virus yang menginfeksi sel CD4+ T yang
memiliki reseptor dengan afinitas tinggi untuk HIV, makrofag dan jenis sel lain.
Transmisi virus terjadi melalui cairan tubuh yang terinfeksi seperti hubungan
seksual, homoseksual, penggunaan jarum yang terkontaminasi, transfusi darah
atau produk darah yang mengandung HIV.
Patogenensis
Virus biasanya masuk ke dalam tubuh dengan menginfeksi sel Langerhans
di mukosa vagina yang kemudia bergerak dan bereplikasi di kelenjar getah
bening setempat. Virus kemudian disebarkan melalui viremia yang disertai
dengan

sindrom dini akut berupa panas,

mialgia dan atralgia. Pejamu


16

memberikan respons seperti terhadap infeksi virus umumnya. Virus menginfeksi


sel CD4+, makrofag dan sel dendritik dalam darah dan organ limfoid. Meskipun
hanya kadar rendah virus diproduksi dalam fase laten, destruksi sel CD4+
berjalan terus dalam kelenjar limfoid. Akhirnya jumlah sel CD4+ dalam sirkulasi
menurun. Hal ini dapat memerlukan beberapa tahun.
Hubungannya dengan Kejang
Seperti yang kita ketahui, Sel CD4+ merupakan sistem imun spesifik
selular yang berfungsi sebagai pertahanan terhadap bakteri yang hidup
intraselular, virus, jamur, parasit dan keganasan. Pada skenario, ditemukannya
Amfetamin positif di dalam urin pasien yang dapat mengarahkan pasien sebagai
pengguna narkotika. Penggunaan narkotika ini bisa disebabkan oleh berbagai
faktor seperti; faktor lingkungan, pendidikan, stres, dan lainnya. Apabila
seseorang menggunakan obat tersebut tanpa adanya indikasi penyakit, dapat
diduga pasien terlibat pergaulan bebas. Pergaulan bebas selain menggunakan
amfetamin oral ini, pasien dapat diperkirakan menggunakan obat-obatan
terlarang dengan jarum suntik juga. Penggunaan jarum suntik bergantian dapat
menyebarkan

darah

menyebabkan

pasien

penderita

HIV

mengalami

kedalam

infeksi

dari

tubuh
virus

pasien
tersebut.

yang

dapat

Infeksi

ini

menyebabkan penurunan sel CD4+. Salah satu infeksi yang dapat menyebabkan
kejang adalah Meningitis Viral.
Sedangkan untuk hubungan riwayat penyakit TBC selama 2 tahun pada
pasien dengan kejang adalah bisa disebabkan oleh komplikasi dari penyakit TBC
itu sendiri yang salah satunya menyerang bagian otakMeningitis Bakteri yang
dapat menyebabkan kejang pada pasien. Namun, hubungan ini belum pasti.
Karena kami belum dapat menentukan diagnosis pasti pada pasienapakah
pasien menderita meningitis yang disebabkan oleh virus atau bakteri. Sehingga
harus dilakukannya pemeriksaan penunjang lainnya untuk menyingkirkan
diagnosis diferensial. Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan
laboratorium dengan preparat cairan intra kranial, dilakukan pemeriksaaan
mikrobiologi seperti kultur bakteri untuk melihat apakah penyakit ini disebabkan
oleh Bakteri Tuberculosis sp.Bisa juga dilakukan tes ELISA untuk memastikan
apakah pasien menderita HIV positif.

17

18

4. Jelaskan farmakodinamik dan farmakokinetik golongan obat amfetamin, serta


jelaskan interpretasi ditemukannya amfetamin positif pada skenario!
Jawab :
FARMAKOLOGI AMFETAMIN
Farmakodinamic
Amfetamin bekerja dengan cara meningkatkan aktivitas neurotransmitter
dopamine dan norepinefrin di dalam otak dan secara spesifik di dalam nukelus
accumbens, korteks prefrontal, dan lokus ceruleus. Amfetamin juga memicu
pelepasan beberapa neurotransmitter lainnya (serotonin, histamine, epinefrin,
dll)

dari

neuron

amphetamine

dan

juga

regulated

sintesis

transcript

neuropeptide

(CART)).

Dua

(kokain,
jenis

dan

obat

paptida

amfetamin,

dextroamphetamine dan levoamphetamine, mengikat target biologic yang sama.


Tapi afinitas ikatannya (potensi) agak sedikit berbeda. Dextroamphetamine dan
levoamphetamine
mengaktifkan)

merupakan

untuk

trace

agonis

full

yang

amine-associated

potensial

reseptor

(senyawa
(TAAR

yang

1)

dan

berinteraksi dengan vesicular monoamine transporter 2 (VMAT 2), dengan


dextroamphetamine merupakan agonis yang lebih potensial terhadap TAAR 1.
Sehinga, dextroamphetamine memberikan stimulasi terhadap SSP dua kali lebih
baik daripada levoamphetamine. Tapi levoamphetamine mempunyai efek sedikit
lebih

baik

terhadap

cardiovascular

dan

efek

perifer.

Levoamphetamine

memberikan onset yang lama daripada dextramphetamine. Telah dilaporkan


bahwa

anak-anak

mempunyai

respon

klinik

yang

baik

terhadap

levoamphetamine.
Jika tidak ada amfetamin, VMAT 2 akan secara normal memindahkan
monoamine

(dopamine,

histamine,

serotonin,

norepinefrin)

dari

cairan

intraselular ke dalam vesikel sinaptik. Ketika amfetamin masuk ke dalam neuron


dan berinteraksi dengan VMAT2, transporter akan membalikkan arah dari
transport monoamine, sehingga membebaskan simpanan monoamine di dalam
vesikel sinaptik keluar ke cairan intraselular. Lalu, jika amfetamin mengaktifkan
TAAR 1, reseptornya akan menyebabkan tranporter monoamine yang terikat ke
membrane (dopamine transporter, norepinefrin transporter, atau serotonin
transporter) untuk menghentikan transport molekul ke dalam sel atau bahkan
mengeluarkan monoamine keluar sel. Dengan kata lain, reverse membrane
19

transporter akan mendorong dopamine, norpeinefrin, and serotonin keluar dari


cairan intraselular ke dalam celah sinaptik. Singkatnya, dengan berinteraksi
dengan VMAT2 dan TAAR1, amfetamin melepaskan neurotransmitter dari vesikel
sinaptik (efek dari VMAT2) ke dalam cairan intraselular dimana nantinya
naeurotransmiter akan keluar melalui monoamine transporter (efekdari TAAR1).

Farmakokinetik
Bioavailabilitas

oral

amfetamin

bervariasi

tergantung

dengan

pH

gastrointestinal; amfetamin mudah diabsorpsi di masuk ke dalam tubuh melalui


usus,

dan

bioavailabilitasnya

lebih

dari

74%

untuk

dextroamphetamine.

Amfetamin adalah basa lemah dengan pKa 9-10; ketika pH usus bersifat basa,
maka obat akan lebih mudah untuk diserap melalui epitel usus. Jika pH usus
bersifat asam, maka obat akan lebih sulit untuk diserap melalui usus. sekitar 1540% amfetamin beredar di aliran darah dengan plasma protein.
Paruh waktu dari amfetamin bervariasi dan berbeda sesuai dengan pH
urin. Saat pH urin normal, paruh waktunya adalah 9-11 jam dan 11-14 jam. Diet
asam akan menurunkan paruh waktu amfetamin menjadi 8-11 jam; dan diet
basa

akan meningkatkan paruh waktu amfetamin menjadi 16-31 jam.

Amfetamin akan memuncak konsentrasinya di dalam darah setelah 3-7 jam


setelah

konsumsi.

Amfetamin

dieliminasi

melalui

ginjal,

dengan

30-40%

diekskresikan dalam bentuk tidak berubah. Amfetamin di keluarkan dari tubuh


secara sempurna setelah 2 hari konsumsi amfetamin terakhir. Paruh waktu dan
durasi efek akan meningkat dengan penggunaan berulang dan akumulasi dari
obat.

20

5. Jelaskan indikasi dan kontraindikasi CT Scan dan punksi lumbal, serta jelaskan
interpretasi Nonne dan Pandi positif dengan skenario!
Jawab :
CT-Scan adalah suatu alat foto yang membuat foto suatu objek dalam
sudut 360 derajat melalui bidang datar dalam jumlah yang tidak terbatas.
Bayangan foto akan direkonstruksi oleh komputer sehingga objek foto akan
tampak secara menyeluruh (luar dan dalam). Foto CT-Scan akan tampak sebagai
penampang-penampang melintang dari objeknya. Dengan CT-Scan isi kepala
secara anatomis akan tampak dengan jelas. Pada trauma kapitis, fraktur,
perdarahan dan edema akan tampak dengan jelas baik bentuk maupun
ukurannya (Sastrodiningrat, 2009). Indikasi pemeriksaan CT-scan pada kasus
trauma kepala adalah seperti berikut:
CT-Scan (dengan atau tanpa kontras)
Indikasi CT Scan adalah :
1) Nyeri kepala menetap atau muntah muntah yang tidak menghilang setelah
pemberian obatobatan analgesia/anti muntah.
2) Adanya kejang kejang, jenis kejang fokal lebih bermakna terdapat lesi
intrakranial dicebandingkan dengan kejang general.
3) Penurunan GCS lebih 1 point dimana faktor faktor ekstracranial telah
disingkirkan (karena penurunan GCS dapat terjadi karena misal terjadi shock,
febris, dll).
4) Adanya lateralisasi.
5) Adanya fraktur impresi dengan lateralisasi yang tidak sesuai, misal fraktur
depresi temporal kanan tapi terdapat hemiparese/plegi kanan.
6) Luka tembus akibat benda tajam dan peluru
7) Perawatan selama 3 hari tidak ada perubahan yang membaik dari GCS.
8) Bradikardia (Denyut nadi kurang 60 X / menit).
mengidentifikasi

luasnya

lesi,

perdarahan,

determinan

ventrikuler,

dan

perubahan jaringan otak. Catatan : Untuk mengetahui adanya infark / iskemia


jangan dilekukan pada 24 - 72 jam setelah injuri.
1. Bila secara klinis (penilaian GCS) didapatkan klasifikasi trauma kepala sedang
dan berat.
2. Trauma kepala ringan yang disertai fraktur tengkorak.
21

3. Adanya kecurigaan dan tanda terjadinya fraktur basis kranii.


4. Adanya defisit neurologi, seperti kejang dan penurunan gangguan kesadaran.
5. Sakit kepala yang hebat.
6. Adanya tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial atau herniasi jaringan
otak.
7. Kesulitan dalam mengeliminasi kemungkinan perdarahan intraserebral (Irwan,
2009). Perdarahan subaraknoid terbukti sebanyak 98% yang mengalami trauma
kepala jika dilakukan CT-Scan dalam waktu 48 jam paska trauma. Indikasi untuk
melakukan CT-Scan adalah jika pasien mengeluh sakit kepala akut yang diikuti
dengan kelainan neurologis seperti mual, muntah atau dengan SKG (Skor Koma
Glasgow)
PENGAMBILAN CAIRAN SEREBROSPINAL
Pengambilann cairan serebrospinal dapat dilakukan dengan cara Lumbal Punksi,
Sisternal Punksi atau Lateral Cervical Punksi. Lumbal Punksi merupakan
prosedure neuro diagnostik yang paling sering dilakukan, sedangkan sisternal
punksi dan lateral hanya dilakukan oleh orang yang benar-benar ahli.
Indikasi Lumbal Punksi:
1. Untuk mengetahui tekanan dan mengambil sampel untuk pemeriksan sel,
kimia dan bakteriologi 2. Untukmembantu pengobatan melalui spinal, pemberian
antibiotika, anti tumor dan spinal anastesi
3.

Untuk

membantu

diagnosa

dengan

penyuntikan

udara

pada

pneumoencephalografi, dan zat kontras pada myelografi


Kontra Indikasi Lumbal Punski:
1. Adanya peninggian tekanan intra kranial dengan tanda-tanda nyeri kepala,
muntah dan papil edema
2. Penyakit kardiopulmonal yang berat
3. Ada infeksi lokal pada tempat Lumbal Punksi
Persiapan Lumbal Punksi:
1. Periksa gula darah 15-30 menit sebelum dilakukan LP
2. Jelaskan prosedur pemeriksaan, bila perlu diminta persetujuan pasen/keluarga
terutama pada LP dengan resiko tinggi

22

Keadaan normal dan beberapa kelainan cairan serebrospinal dapat diketahui


dengan memperhatikan:
a. Warna
Normal cairan serebrospinal warnamya jernih dan patologis bila berwarna:
kuning,santokhrom, cucian daging, purulenta atau keruh. Warna kuning muncul
dari protein. Peningkatan protein yang penting danbermakna dalam perubahan
warna adalah bila lebih dari 1 g/L. Cairan serebrospinal berwarna pink berasal
dari darah dengan jumlah sel darah merah lebih dari 500 sdm/cm3 . Sel darah
merah yang utuh akan memberikan warna merah segar. Eritrosit akan lisis dalam
satu

jam

danakan

memberikan

warna

cucian

daging

di

dalam

cairan

serebrospinal. Cairan serebrospinal tampak purulenta bila jumlah leukosit lebih


dari 1000 sel/ml.
b. Tekanan
Tekanan CSS diatur oleh hasil kali dari kecepatan pembentukan cairan dan
tahanan terhadap absorpsi melalui villi arakhnoid. Bila salah satu dari keduanya
naik, maka tekanan naik, bila salah satu dari keduanya turun, maka tekanannya
turun. Tekanan CSS tergantung pada posisi, bila posisi berbaring maka tekanan
normal cairan serebrospinal antara 8-20 cm H2O pada daerahh lumbal, siterna
magna

dan

ventrikel,

sedangkan

jika

penderita

duduk

tekanan

cairan

serebrospinal akan meningkat 10-30 cm H2O. Kalau tidak ada sumbatan pada
ruang subarakhnoid, maka perubahan tekanan hidrostastik akan ditransmisikan
melalui ruang serebrospinalis. Pada pengukuran dengan manometer, normal
tekanan akan sedikit naik pada perubahan nadi dan respirasi, juga akan berubah
pada penekanan abdomen dan waktu batuk.. Bila terdapat penyumbatan pada
subarakhnoid,

dapat

dilakukan

pemeriksaan

Queckenstedt

yaitu

dengan

penekanan pada kedua vena jugularis. Pada keadaan normal penekanan vena
jugularis akan meninggikan tekanan 10-20 cm H2O dan tekanan kembali ke asal
dalam waktu 10 detik. Bila ada penyumbatan, tak terlihat atau sedikit sekali
peninggian tekanan. Karena keadaan rongga kranium kaku, tekanan intrakranial
juga dapat meningkat, yang bisa disebabkan oleh karena peningkatan volume
dalam ruang kranial, peningkatan cairan serebrospinal atau penurunan absorbsi,
adanya masa intrakranial dan oedema serebri. Kegagalan sirkulasi normal CSS
dapat menyebabkan pelebaran ven dan hidrocephalus. Keadaan ini sering dibagi
menjadi hidrosefalus komunikans dan hidrosefalus obstruktif. Pada hidrosefalus
komunikans terjadi gangguan reabsorpsi CSS, dimana sirkulasi CSS dari ventrikel
23

ke ruang subarakhnoid tidak terganggu. Kelainan ini bisa disebabkan oleh


adanya infeksi, perdarahan subarakhnoid, trombosis sinus sagitalis superior,
keadaan-keadaan dimana viscositas CSS meningkat danproduksi CSS yang
meningkat. Hidrosefalus obstruktif terjadi akibat adanya ganguan aliran CSS
dalam sistim ventrikel atau pada jalan keluar ke ruang subarakhnoid. Kelainan ini
dapat disebabkan stenosis aquaduktus serebri, atau penekanan suatu msa
terhadap foramen Luschka for Magendi ventrikel IV, aq. Sylvi dan for. Monroe.
Kelainan tersebut bis aberupa kelainan bawaan atau didapat. 2002 digitized by
USU digital library 8
c. Jumlah sel
Jumlah sel leukosit normal tertinggi 4-5 sel/mm3 , dan mungkin hanya
terdapat 1 sel polymorphonuklear saja, Sel leukosit junlahnya akan meningkat
pada proses inflamasi. Perhitungan jumlah sel harus sesegera mungkin
dilakukan, jangan lebih dari 30 menit setelah dilakukan lumbal punksi. Bila
tertunda maka sel akan mengalami lisis, pengendapan dan terbentuk fibrin.
Keadaaan ini akan merubah jumlah sel secara bermakna. Leukositosis ringan
antara 5-20 sel/mm3 adalah abnormal tetapi tidak spesifik. Pada meningitis
bakterial akut akan cenderung memberikan respon perubahan sel yang lebih
besar terhadap peradangan dibanding dengan yang meningitis aseptik. Pada
meningitis bakterial biasanya jumlah sel lebih dari 1000 sel/mm3 , sedang pada
meningitis aseptik jarang jumlah selnya tinggi. Jika jumlah sel meningkat secara
berlebihan (5000-10000 sel /mm3 ), kemungkinan telah terjadi rupture dari
abses serebri atau perimeningeal perlu dipertimbangkan. Perbedaan jumlah sel
memberikan petunjuk ke arah penyebab peradangan. Monositosis tampak pada
inflamasi kronik oleh L. monocytogenes. Eosinophil relatif jarang ditemukan dan
akan tampak pada infeksi cacing dan penyakit parasit lainnya termasuk
Cysticercosis, juga meningitis tuberculosis, neurosiphilis, lympoma susunan saraf
pusat, reaksi tubuh terhadap benda asing.
d. Glukosa Normal kadar glukosa berkisar 45-80 mg%. Kadar glukosa cairan
serebrospinal sangat bervariasi di dalam susunan saraf pusat, kadarnya makin
menurun dari mulai tempat pembuatannya di ventrikel, sisterna dan ruang
subarakhnoid lumbar. Rasio normal kadar glukosa cairan serebrospinal lumbal
dibandingkan kadar glukosa serum adalah >0,6. Perpindahan glukosa dari darah
ke cairan serebrospinal secara difusi difasilitasi transportasi membran. Bila kadar
24

glukosa cairan serebrospinalis rendah, pada keadaan hipoglikemia, rasio kadar


glukosa cairan serebrospinalis, glukosa serum tetap terpelihara. Hypoglicorrhacia
menunjukkan penurunan rasio kadar glukosa cairan serebrospinal, glukosa
serum, keadaan ini ditemukan pada derjat yang bervariasi, dan paling umum
pada proses inflamasi bakteri akut, tuberkulosis, jamur dan meningitis oleh
carcinoma. Penurunan kadar glukosa ringan sering juga ditemukan pada
meningitis sarcoidosis, infeksi parasit misalnya, cysticercosis dan trichinosis atau
meningitis zat khemikal. Inflamasi pembuluh darah semacam lupus serebral atau
meningitis

rhematoid

mungkin

juga

ditemukan

kadar

glukosa

cairan

serebrospinal yang rendah. Meningitis viral, mump, limphostic khoriomeningitis


atau herpes simplek dapat menurunkan kadar glukosa ringan sampai sedang.
e. Protein
Kadar protein normal cairan serebrospinal pada ventrikel adalah 5-15 mg
%. pada sisterna 10-25 mg% dan pada daerah lumbal adalah 15-45 ,g%. Kadar
gamma globulin normal 5-15 mg% dari total protein. Kadar protein lebih dari 150
mg% akan menyebabkan cairan serebrospinal berwarna xantokrom, pada
peningkatan kadar protein yang ekstrim lebih dari 1,5 gr% akan menyebabkan
pada

permukaan

tampak

sarang

laba-laba

(pellicle)

atau

bekuan

yang

menunjukkan tingginya kadar fibrinogen. Kadar protein cairan serebrospinal


akan meningkat oleh karena hilangnya sawar darah otak (blood barin barrier),
reabsorbsi yang lambat atau 2002 digitized by USU digital library 9
peningkatan sintesis immunoglobulin loka. Sawar darah otak hilang biasanya
terjadi pada keadaan peradangan,iskemia baktrial trauma atau neovaskularisasi
tumor, reabsorsi yang lambat dapat terjadi pada situasi yang berhubungan
dengan tingginya kadar protein cairan serebrospinal, misalnya pada meningitis
atau perdarahan subarakhnoid. Peningkatan kadar immunoglobulin cairan
serebrospinal

ditemukan

pada

multiple

sklerosis,

acut

inflamatory

polyradikulopati, juga ditemukan pada tumor intra kranial dan penyakit infeksi
susunan saraf pusat lainnya, termasuk ensefalitis, meningitis, neurosipilis,
arakhnoiditis dan SSPE (sub acut sclerosing panensefalitis). Perubahan kadar
protein di cairan serebrospinal bersifat umum tapi bermakna sedikit, bila dinilai
sendirian akan memberikan sedikit nilai diagnostik pada infeksi susunan saraf
pusat.

25

f. Elektrolit Kadar elektrolit normal CSS adalah Na 141-150 mEq/L, K 2,2-3,3 mRq,
Cl 120-130 mEq/L, Mg 2,7 mEq/L. Kadar elektrolit ini dalam cairan serebrospinal
tidak

menunjukkan

perubahan

pada

kelainan

neurologis,

hanya

terdpat

penurunan kadar Cl pada meningitis tapi tidak spesifik. g. Osmolaritas Terdapat


osmolaritas yang sama antara CSS dan darah (299 mosmol/L0. Bila terdapat
perubahan osmolaritas darah akan diikuti perubahan osmolaritas CSS. h. PH
Keseimbangan asam bas harus dipertimbangkan pada metabolik asidosis
danmetabolik alkalosis. PH cairan serebrospinal lebih rendah dari PH darah,
sedangkan PCO2 lebih tinggi pada cairan serebrospinal. Kadar HCO3 adalah
sama (23 mEg/L). PH CSS relatif tidak berubah bila metabolik asidosis terjadi
secara subakut atau kronik, dan akan berubah bila metabolik asidosis atau
alkalosis terjadi secara cepat.

26

6. Jelaskan tata laksana awal pasien dengan kejang dan penurunan kesadaran!
Jawab :
Kejang atau seizure adalah kondisi aktivitas elektrik tak terkontrol pada
otak yang dapat menghasilan onvulsi fisi, gejala fisik minor, gangguan
pemikiran, atau kombinasi dari beragam gejala. Kejang umumnya terjadi secara
singkat sehingga pada saat berada di tempat layanan kesehatan, seringkali
pasien sedang tidak mengalami kejang. Akan tetapi, ada suatu ondisi yang
disebut sebagai status epileptikus yang membuat ejang masih terjadi saat
pasien sudah berada di layanan kesehatan. SE merupakan suatu kondisi
kegawatadaruratan. Pada kondisi ini, tenaga kesehatan harus segera siap untuk
melaukan tatalaksana segera.
PENATALAKSANAAN
Stadium
Stadium I
(0-10 menit)

Penatalaksanaan
Memperbaiki fungsi kardio-respiratorik
Memperbaiki jalan napas, pemberian

oksigen,

resusitasi
Memasang infus di pembuluh darah besar
Mengambil 50-100 cc darah untuk pemeriksaan

laboratorium
Pemberian OAE darurat : diazepam 10-20 mg IV
(kecepatan pemberian < 2-5 mg/menit atau per

Stadium III
(0-60-90 menit)

rektal dapat diulang 15 menit kemudian


Memasukan 50 cc glukosa 40% dengan atau tanpa

thiamin 250 mg IV
Menangani asidosis
Menentukan etiologi
Bila kejang terus berlangsung 30 menit setelah
pemberian diazepam pertama, beri fenitoin IV 15-

Stadium IV
(30-90 menit)

18 mg/kgBB dengan kecepatan 50 mg/menit


Memulai terapi dengan vasopresor bila diperlukan
Mengkoreksi komplikasi
Bila kejang tetap tidak teratasi selama 30-60 menit,
pindahkan pasien ke ICU,beri propofol (2 mg/kgBB
bolus IV, diulang bila perlu) atau tiopental (100-250
mg bolus IV dalam 20 menit, dilanjutkan dengan
bolus 50 mg setiap 2-3 menit), dilanjutkan sampai
27

12-24 jam setelah bangkitan klinis atau bangkitan

EEG terakhir, lalu dilakukan tappering-of


Memonitor
bangkitan
dari
EEG,

tekanan

intrakanial,memulai pemberian OAE dosis rumatan.

28

7. Jelaskan tata laksana farmakologi dan non-farmakologi dari kasus pada


skenario!
Jawab :
Penanganan pertama pada saat tidak sadarkan diri dan serangan Kejang
ABC
Airway,
Breathing,
Circulation
Perhatikan juga keadaan vital :

Kesadaran,

Tekanan darah,

Suhu,

Pernapasan

Fungsi Jantung

Airway:
Longgarkan pakaian pada daerah leher penderita.
Jangan coba menahan atau menindih penderita pada area dada, ini bisa
menimbulkan cedera/perlukaan.
Breathing:
Adequate Oxygenation
Untuk mencegah hipoksia dan perburukan neurologis.Penyebab tersering
gangguan oksigenasi diantaranya obstruksi jalan nafas partial, hipoventilasi,
pneumonia aspirasi ataupun atelektasis.Pasien dengan kesadaran menurun dan
stroke batang otak beresiko mengalami gangguan oksigenasi.Tindakan intubasi
harus dilakukan pada pasien dengan ancaman gagal nafas.Secara umum, pasien
yang memerlukan tindakan intubasi mempunyai prognosis yang buruk, kurang
lebih 50% nya meninggal dalam 30 hari. Monitoring dengan oksimetri sebaiknya
dilakukan dengan target saturasi oksigen > 95%.

Suplementasi oksigen diberikan pada pasien dengan hipoksia berdasarkan


hasil analisa gas darah atau oksimetri.

Indikasi pemasangan pipa endotrakeal:


PO2 <50-60 mmHg PCO2 >50-60 mmHg
Kapasitas vital < 500-800 mL
29

Resiko aspirasi pada pasien yang kehilangan refleks


proteksi jalan nafas
Takipneu >35 kali/menit
Dyspneu dengan kontraksi muskulus asesorius
Asidosis respiratorik berat.
Circulating:
Peninggian tekanan intrakranial

Kepala setinggi 30

Cairan 75% rumatan

Hiperventilasi

pCO2 25 mmHg

Manitol 0,25-1gr/kg IV selama 30/8 jam

Gliserol per NGT 0,5-1ml/kg/6 jam

Keseimbangan cairan dan elektrolit

Cairan IV rendah natrium

Glukosa 5-10% : NaCl 0,9% (3:1) + KCl rumat

75% kebutuhan rumatan

Pantau kadar glukosa, magnesium, kalsium, elektrolit lain

Jangan coba memasukkan benda ke dalam mulut penderita, ini juga bisa
menimbulkan cedera.
Yakinkan (tenangkan) orang-orang di sekitar, mereka mungkin akan panik,
minta mereka untuk memberikan ruang bagi penderita.
Kejang

Pada 15-50% penderita

Sulit dihilangkan dan refrakter

Singkat dan tidak sering:


Benzodiazepine
Diazepam 0,25-0,5mg/IV (laju 2mg/menit, maksimal 20mg)
Lorazepam 0,05-0,1mg/kg/IV (laju <2mg/ mnt, maksimal 4 mg)

Kejang

Status konvulsif
30

Fenitoin 15-20mg/kg (maksimal 1gr), IV-perdrip dalam NaCl 0,9%, 20


menit

Fenobarbital 10-20mg/kg (maksimal 1gr), IV-perdrip 5-10 menit

Midazolam 0,1-0,2mg/kg, IV - selama 5 menit, dilanjutkan infus rumat


0,05mg/kg/jam,maksimal 0,4mg/kg/jam.

Singkirkan benda-benda tajam dari sekitar penderita untuk mencegah


cedera.
Seusai kejang, Anda dapat membaringkan penderita pada salah satu
sisinya guna mempertahankan jalan napas dan mencegah tersedak.
Pasca banyak serangan kejang, mungkin akan terdapat periode di mana
penderita bingung dan sebaiknya tidak ditinggalkan sendiri.

31

Kejang Tonik-Klonik
1. Diawali dengan hilangnya kesadaran dan saat tonik, kaku umum pada otot
ektremitas, batang
tubuh, dan wajah, yang langsung kurang dari 1 menit.
2. Dapat disertai dengan hilangnya kontrol kandung kebih dan usus.
3. Tidak adan respirasi dan sianosis
4. Saat tonik diikuti dengan gerakan klonik pada ekstremitas atas dan bawah.
5. letargi, konfusi, dan tidur dalam fase postical
Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan dari
sebuah focus kejang atau dari jaringan normal yang terganggu akibat suatu
keadaan patologik. Aktivitas kejang sebagian bergantung pada lokasi lepas
muatan yang berlebihan tersebut.Lesi diotak tengah, thalamus, dan korteks
serebellum dan batang otak umumnya tidak memicu kejang.
Ditingkat membran sel, focus kejang memperlihatkan beberapa fenomena
biokimiawi, termasuk yang berikut:

Instabilitas membrane sel saraf, sehingga sel lebih mudah mengalami

pengaktifan
Neuron-neuron hipersensitif dengan ambang untuk melepaskan muatan

menurun dan apabila terpicu akan melepaskanmuatan secara berlebihan


Kelainan polarisasi (polarisasi berlebihan, hipopolarisasi, atau selang waktu
dalam repolarisasi) yang disebabkan oleh kelebihan asetil kolin atau defisiensi

asam gama-aminobutirat (GABA)


Ketidakseimbanganion yang mengubah

keseimbangan

asam-basa

atau

elektrolit, yang mengganggu homeostatis kimiawi neuron segingga terjadi


kelainan

pada

depolarisasi

neuron.

Gangguan

keseimbangan

ini

menyebabakan peningkatan berlebihan neurotransmitter eksitatorik atau


deplesi neurotransmitter inhibitorik.
Perubahan perubahan metabolic yang terjadi selama dan segera setelah
kehang sebagian disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan energy akibat
hiperaktivitas

neuron.Selama

kejang,

kebutuhan

metabolic

secara

drastis

meningkat; lepas muatan listrik sel-sel saraf motorik dapat meningkat menjadi
1000 perdetik.Aliran darah otak meningkat, semikian juga respirasi dan glikolisis
jaringan.Asetilkolin muncul dicairan serebrospinalis (CSS) selama dan setelah
kejang.Asam glutamate mungkin mengalami deplesi selama aktifitas kejang.
Terapi Medika Mentosa Kejang
32

Penanganan kejang secara modern bermula dari tahun 1850 dengan


pemberian Bromida, dengan dasar teori bahwa epilepsi disebabkan oleh suatu
dorongan sex yang berlebih.Pada tahun 1910, kemudian digunakan Fenobarbital
yang awalnya dipakai untuk menginduksi tidur, kemudian diketahui mempunyai
efek antikonvulsan dan menjadi obat pilihan selama bertahun-tahun. Sejumlah
obat lain yang juga digunakan sebagai pengganti Fenobarbital termasuk
Pirimidone, dan Fenitoin yang kemudian menjadi first line drug epilepsi utama
untuk penanganan kejang parsial dan generalisata sekunder. Pada tahun 1968,
Karbamazepin awalnya digunakan untuk neuralgia trigeminal, kemudian pada
tahun 1974 digunakan untuk kejang parsial.Etosuksimid telah digunakan sejak
1958 sebagai obat utama untuk penanganan absence seizures tanpa kejang
tonik klonik generalisata.Valproate mulai digunakan 1960 dan saat ini sudah
tersedia di seluruh dunia dan menjadi drug of choice pada epilepsy primer
generalisata dan kejang parsial.
1. Fenobarbital
Merupakan obat antikonvulsi yang efektif. Toksisitasnya relatif rendah, murah,
efektif, dan banyak dipakai.Dosis antikonvulsinya berada di bawah dosis untuk
hipnotis.Ia merupakan antikonvulsan yang non-selektive. Manfaat terapeutik
pada serangan tonik-klonik generalisata (grand mall) dan serangan fokal
kortikal.
2. Primidon
Efektif untuk semua jenis kejang kecuali absence.Efek antikonvulsi ditimbulkan
oleh primidon dan metabolit aktifnya.
3. Hidantoin
Yang termasuk dalamm golongan ini adalah fenitoin, mefenitoin, dan etotoin.
Fenitoin :Fenitoin adalah obat primer untuk semua bangkitan parsial dan
bangkitan tonik-klonik, kecuali bangkitan absence (absence seizure). Fenitoin
tidak sedative pada dosis biasa.Berbeda dengan fenobarbital, obat ini juga
efektif pada beberapa kasus epilepsy lobus temporalis.
4. Karbamazepine
Termasuk dalam golongan iminostilbenes.Manfaat terapeutik ialah untuk
Epilepsi

lobus

temporalis,

sendiri

atau

kombinasi

dengan

bangkitan

generalisata tonik-klonik (GTCS).


5. Etosuksimid
Obat ini dipakai untuk bangkitan absence. Efek antikonvulsi pada binatang
sama halnya dengan trimetadion. Proteksi terhadap pentilentetrazol, akan
menaikkan nilai ambang serangan. Manfaat terapeutik ialah terhadap
bengkitan absence.
6. Asam valproat (Valproic acid)
33

Asam valproat dipakai untuk berbagai jenis serangan atau bangkitan. Efek
sedasinya minimal, efek terhadap SSP lain juga minimal. Terhadap Pentilen
tetrazol, potensi asam valproat lebih besar daripada etosuksimid, tapi lebih
kecil pada fenobarbital.Asam valproat lebih bermanfaat untuk bangkitan
absence daripada terhadap bangkitan umum tonik-klonik.
Terapi obat antiepileptik adalah dasar penatalaksanaan medis. Terapi obat
tunggal adalah terapi yang paling disukai, dengan tujuan menyeimbang kontrol
kejang dan efek samping yang

merugikan. Obat dasar didasarkan pada jenis

kejang, sindromepileptik, dan variable pasien.Mungkin diperlukan kombinasi obat


agar kejang dapat dikendalikan.
Mekanisme kerja obat-obat antiepileptik bersifat kompleks dan jelas
sepenuhnya.Obatantikonvulsan dapat mengurangi letupan neural, membantu
aktifitas asam amino penghambat, atau mengurangi letupan lambat dari neuron
thalamus. Berikut ini terdapat antikonvulsan yang umum dipakai
1. Fenobarbitalindikasi

kejang

mioklonik.

Kejang

tonik-klonik,

status

epileptikus;
kadar terapeutik:15-40 mcg/ml.
2. Fenitoin (Dilantin) indikasi: kejang parsial, kejang tonik-klonik, status
epileptikus; kadar terapeutik10-20mcg/ml.
3. Karbamazepin (Tegretol) indikasi: kejang parsial, kejang tonik-klonik;
kadartapeuretik: 4-12 mcg/ml
4.

Asam

valproat

(Depakane)indikasi:

kejang

absens

atipik,

kejang

mioklonik, kejang tonik-klonik,kejang atonik, dan terutama bermanfaat


untuk gangguan kejang campuran; kadar terapeutik 40-100 mcg/ml
5. Primodon (Mysoline)indikasi: kadang-kadang dipakai untuk mengobati
kejang tonik-klonik kadarterapeutik 4-12 mcg/ml.

34

Diagnosis
Anamnesis
usia, status imunisasi, infeksi virus -gejala
sistemis yang mendahului, status imunologik,
Exposures 2-3 minggu terakhir
Pemeriksaan fisik
Mukosa, kulit-ruam, jaringan limfe.
Neurologik

kesadaran, rangsang meningeal, saraf kranial, motorik, sensorik,

edema otak, TIK, sindrom herniasi

defisit neurologik fokal

Cairan serebrospinal
35

Analisa sitokimia, virologi, serologi

PCR

baku emas deteksi HSV (spes 100%, sens 75-95%)

enterovirus, CMV, HHV-6, VZV, HIV

Pencitraan
Nilai tingkat kerusakan SSP
Biasanya normal, tidak spesifik, subtle
Edema otak, tanda radang
CT scan - Negatif
MRI : Pemeriksaan pilihan
HSV: lesi lobus temporal
ADEM: demielinisasi multifokal massa putih
Demam

Asetaminofen/parasetamol
10-15 mg/kg/kali, 4-5 kali/hari

Ibuprofen
5-10 mg/kg/kali, 3-4 kali/hari

Pengobatan penyebab meningoensefalitis HIV

36

HIV : zidozudine (ZDV), didanosine (DDI), ritonavir


Mengingat saat ini belum ditemukan vaksin yang dapat mencegah serta obat
yang dapat mengtsi masalah ini.
Prognosis
Mortalitas HIV: 100%
Pencegahan
Vaksinasi : BCG
-

Pendidikan pada kelompok yang berisiko terkena AIDS.

Anjuran bagi yang telah terinfeksi untuk tidak menyumbangkan darah,


organ, cairan semen, dan kebiasaan seksual.

Skrining darah donor terhdp adanya antibodi HIV.

37

8. Jelaskan peran orang tua, pemerintah, lingkungan, ekonomi, pendidikan, dan


agama terhadap kasus pada skenario!
Jawab :
NARKOTIKA adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis, yang dapat menyebabkan penurunan
atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan
rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam
golongangolongan sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang.
Apakah Penyalahgunaan Narkoba itu? Penyalahgunaan narkoba adalah
pemakaian narkoba di luar indikasi medik, tanpa petunjuk/resep dokter, secara
teratur atau berkala sekurang-kurangnya selama 1 bulan. Banyak faktor yang dapat
menyebabkan seseorang mulai menyalahgunakan narkoba, sehingga pada akhirnya
menyebabkan ketergantungan.
1. FAKTOR KEPRIBADIAN
Beberapa hal yang termasuk di dalam faktor pribadi adalah genetik, biologis,
personal, kesehatan mental dan gaya hidup yang memiliki pengaruh dalam
menentukan seorang remaja terjerumus dalam penyalahgunaan Narkoba maupun
dalam permasalahan perilaku.
Kurangnya pengendalian diri.
Orang yang mencoba-coba menyalahgunakan narkoba biasanya memiliki
sedikit pengetahuan tentang narkoba, bahaya yang ditimbulkan, serta aturan
hukum yang melarang penyalahgunaan narkoba.
Konflik Individu/ emosi yang masih belum stabil.
Orang yang kerap mengalami konflik akan mengalami frustasi. Bagi individu
yang tidak biasa dalam menghadapi penyelesaian masalah cenderung
menggunakan narkoba, Karena berpikir keliru bahwa cemas yang ditimbulkan
oleh konflik individu tersebut dapat dikurangi dengan mengkonsumsi narkoba.
Terbiasa hidup senang/mewah.
Orang yang terbiasa hidup dalam kesenangan kerap berupaya menghindari
permasalahan yang lebih rumit.Biasanya mereka lebih menyukai penyelesaian
38

masalah secara instan, praktis atau membutuhkan waktu yang singkat. Mereka
tidak terbiasa bersikap sabar, telaten, ulet atau berpikir konstruktif, sehingga
akan memilih cara-cara yang simple yang dapat memberikan kesenangan
melalui penyalahgunaan narkoba yang dapat memberikan rasa euphoria
secara berlebihan.
2. FAKTOR KELUARGA
Kurangnya kontrol keluarga.
Orang tua terlalu sibuk sehingga jarang mempunyai waktu mengontrol
anggota keluarga.Anak yang kurang perhatian dari orang tuanya cenderung
mencari perhatian dari luar, biasanya mereka juga mencari "kesibukan"
bersama teman-temannya.
Kurangnya penerapan disiplin dan tanggung jawab
Tidak semua penyalahgunaan narkoba yang dilakukan oleh remaja dimulai dari
keluarga yang broken home, semua anak mempunyai potensi yang sama
untuk terlibat dalam penyalahangunaan narkoba. Penerapan disiplin dan
tanggung jawab kepada anak akan mengurang resiko anak terjebak kedalam
penyalahgunaan narkoba. Anak yang mempunyai tanggung jawab terhadap
dirinya

dan

orangtua

dan

juga

masyarakat,

akan

mempertimbangkan

beberapa hal sebelum mencoba-coba menggunakan narkoba.


3. FAKTOR LINGKUNGAN
Masyarakat yang indvidualis.
Lingkungan yang individualistik dalam kehidupan kota besar cenderung kurang
peduli

dengan

orang

lain,

sehingga

setiap

orang

hanya

memikirkan

permasalahan dirinya tanpa peduli dengan orang sekitarnya. Biasanya orangorang seperti ini selalu beranggapan bahwa yang penting dirinya, saudara
atau familinya tidak terlibat narkoba, maka ia tidak mau ambil pusing
karenanya. Akibatnya banyak individu dalam masyarakat kurang peduli
dengan penyalahangunaan narkoba yang semakin meluas di kalangan remaja
dan anakanak.
Pengaruh teman sebaya.
Pengaruh teman atau kelompok juga berperan penting terhadap penggunaan
narkoba, hal ini disebabkan antara lain karena menjadi syarat kemudahan
39

untuk dapat diterima oleh anggota kelompok. Kelompok atau genk mempunyai
kebiasaan perilaku yang sama antar sesama anggota. Jadi tidak aneh bila
kebiasaan berkumpul ini juga mengarahkan perilaku yang sama untuk
mengkonsumsi narkoba bersama pula.
4. FAKTOR PENDIDIKAN
Pendidikan di sekolah
Pendidikan akan bahaya penyalahgunaan narkoba di sekolah-sekolah juga
merupakan salah satu bentuk kampanye anti penyalahgunaan narkoba.
Kurangnya pengetahuan yang dimiliki oleh siswa-siswi akan bahaya narkoba
juga dapat memberikan andil terhadap meluasnya penyalahgunaan narkoba di
kalangan pelajar. Remaja yang memiliki guru yang mampu memotivasi secara
positif, belajar dan bersosialisasi dengan baik dalam hal kesehatan mental
akan memiliki daya tahan terhadap penyalahgunaan narkoba.

40

A. PERAN AGAMA DALAM PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA


Narkoba, Alkohol adalah Haram
Yaa ayyuhal ladziina aamanuu innamal khomru wal maisiru wal anshoobu wal
azlaamu rijsum minamalisy syaithon fajtanibuuhuu la-allakum tuflihun (90)
innama

yuriidusy

syaithoonu

an

yuuqia

bainakumul

adaawata

wal

baghdhooa fil khomri wal maisiri wa yashuddakum an dzikrillaahi wa anish


sholaati

fahal

sesungguhnya

antum
minuman

muntahuuna
keras,

Hai

berjudi,

orang-orang

berkurban

yang

untuk

beriman

berhala

dan

mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan


syeitan.

Maka jauhilah

perbuatan-perbuatan

itu agar

kamu mendapat

keuntungan (Q.S. Al-Maidah :91)


Lebih Baik Mencegah Daripada Mengobati
Yaa ayyuhal ladziina aamanu quu anfusakum wa ahlikum naaro Wahai orang
yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari siksa api neraka (Q.S.
At-Tahriim : 6)
B. PERAN ORANG TUA

1. Sebagai Pengawas
Untuk menghidari anak dari bahaya narkoba, orangtua juga harus meningkatkan
peranannya sebagai pengawas.Pembatasan (bouderis) sangat membantu untuk membuat anak
merasa aman.Keluarga perlu menyusun peraturan yang jelas. Dengan peraturan rumah yang
jelas, anak akan tahu mana yang boleh dan mana yang tidak boleh dilakukan. Peraturan
rumah tersebut selain harus diketahui juga harus dimengerti sehingga yang melanggar akan
dihukum sesuai kesepakatan.
Setiap anak hendak pergi, orangtua perlu bertanya dengan rincian kemana tujuan,
kapan pulang, dengan siapa mereka pergi dan yang lain-lain yang dirasakan perlu.Kontrol
disini untuk menunjukkan bahwa orangtua punya perhatian khusus kepada anak, dan tidak
membiarkan anak untuk bertindak semuanya sendiri.Yang perlu diingat adalah sekalipun
kotrol dijalankan dengan ketat, tetapi harus selalu berdialog dengan anak dan menerima
keberatan-keberatan yang disampaikan anak.

41

2. Sebagai Pembimbing
Peranan sebagai pembimbing anak terutama dalam membantu anak mengatasi
berbagai masalah yang dihadapi dan memberikan pilihan-pilihan, saran yang realistis bagi
anak.Orang tua harus dapat membimbing anaknya secara bijaksana dan jangan sampai
menekan harga diri anak. Anak harus dapat mengembangkan kesadaran, bahwa ia adalah
seorang pribadi yang berharga, yang dapat mandiri, dan mampu dengan cara sendiri
menghadapi persoalan-persoalannya. Bila si anak tidak mampu menghadapi persoalanpersoalannya yang susah seperti masalah narkoba, orangtua harus dapat membantu
membahas masalah tersebut dalam bentuk dialog. Dalam hal ini termasuk bantuan bagi anak
untuk mengatasi tekanan dan pengaruh negatif teman sebayanya. Sehingga si anak akan
memiliki pegangan dan dukungan dari orangtuanya.
3. Mengenal dengan baik temantemannya
Orangtua perlu tahu siapa saja teman anaknya; kemana mereka pergi, dan apa saja
kegiatan mereka. Bila anak membawa teman kerumah, bergabunglah dengan mereka.
Tanyailah dimana mereka tinggal, apa saja kegiatan mereka pada waktu luang dan bagaimana
kabar orangtua mereka. Pembiasaan-pembiasaan ini akan membuat anak maupun temantemannya menjadi akrab dengan orangtua dan menganggap orangtua sebagai bagian dari
kelompok mereka. Dan tetaplah bangun sampai saat anak pulang pada waktu malam. Dengan
cara seperti ini si anak akan merasa bahwa orangtuanya memperhatikan dan mengetahui
semua kegiatan dan teman-temannya. Ini akan membuat si anak akan berfikir untuk
melakukan kesalahan-kesalahan kepada orangtuanya.
4. Bekerjasama dengan pihak lain
Orangtua juga perlu berkonsultasi dan bekerjasama dengan orang lain, khususnya
Guru Bimbingan Konseling. Sebab berada di sekolah, gurulah yang menjadi pendidik, dan
pengawas anak. Guru adalah sebagai pengganti orangtua di Sekolah. Dari pagi hingga siang
anak dalam pengawasan guru di Sekolah. Guru akan mengetahui anak yang terlibat masalah
dan membantu mereka untuk menyelesaikannya. Guru akan berperan untuk menjadi tempat
curhat bagi anak/siswa yang mempunyai masalah, baik dirumah maupun di tempat lain,
dengan begitu guru bisa mengetahui dan membantu si anak bisa menyelesaikan masalahnya.
Agar orangtua tidak merasa sendiri menghadapi masalahnya dan akan merasa optimis dapat

42

menyelesaikannya. Hal ini sangat bermanfaat bagi pemantauan anak agar sedini mungkin
dapat diketahui gejala-gejala awal manakala seorang anak terlibat penyalahgunaan narkoba.

C. PERAN TOKOH AGAMA DAN TOKOH MASYARAKAT


Mengajak umat untuk meningkatkan iman dan taqwa.
Mengajak
masyarakat
sekitarnya
untuk

meningkatkan

kewaspadaanterhadap lingkungan terutama warga yang sering datang


dilingkungan

pemukiman

/nongkrong

bersama-sama

anak

di

lingkungantersebut.
Mengajak Masyarakat supaya tidak mengkonsumsi obatsembarangan

kecuali dari dokter.


Mengisi waktu luang para remaja dengan kegiatan yang positif.
Mengembangkan Nilai-nilai moral, agama dan adat istiadat setempat.
Menggalakkan
pertemuan-pertemuan
warga,
untuk
memecahkanmasalah yang timbul di lingkungannya.

D. PERAN PEMERINTAH
Pemerintah perlu peran serta masyarakat dalam upaya mencegah dan
memberantas
pencegahan
berpartisipasi

penyalahgunaan
ini

terus

dalam

narkoba

digalakkan
program

agar

ini.

Berbagai

nantinya

pemerintah

macam

masyarakat

ini.Metode

metode

dapat

ikut

pencegahan

dan

pemberantasan penyalahgunaan narkoba yang paling efektif dan mendasar


adalah metode promotif dan preventif.Upaya yang paling praktis dan nyata
adalah represif dan upaya yang manusiawi adalah kuratif serta rehabilitatif.

Promotif
Program promotif ini kerap disebut juga sebagai program preemtif atau program
pembinaan. Pada program ini yang menjadi sasaran pembinaanya adalah para
anggota masyarakat yang belum memakai atau bahkan belum mengenal
narkoba sama sekali. Prinsip yang dijalani oleh program ini adalah dengan
meningkatkan peranan dan kegitanan masyarakat agar kelompok ini menjadi
lebih sejahtera secara nyata sehingga mereka sama sekali tidak akan pernah
berpikir untuk memperoleh kebahagiaan dengan cara menggunakan narkoba.
Bentuk program yang ditawrkan antara lain pelatihan, dialog interaktif dan
lainnya pada kelompok belajar, kelompok olah raga, seni budaya, atau kelompok
43

usaha. Pelaku program yang sebenarnya paling tepat adalah lembaga-lembaga


masyarakat yang difasilitasi dan diawasi oleh pemerintah.

Preventif
Program promotif ini disebut juga sebagai program pencegahan dimana program
ini ditujukan kepada masyarakat sehat yang

sama sekali belum pernah

mengenal narkoba agar mereka mengetahui tentang seluk beluk narkoba


sehingga mereka menjadi tidak tertarik untuk menyalahgunakannya. Program ini
selain dilakukan oleh pemerintah, juga sangat efektif apabila dibantu oleh
sebuah instansi dan institusi lain termasuk lembaga-lembaga profesional terkait,
lembaga swadaya masyarakat, perkumpulan, organisasi masyarakat dan lainnya.
Bentuk dan agenda kegiatan dalam program preventif ini:

Kampanye anti penyalahgunaan narkoba


Program pemberian informasi satu arah dari pembicara kepada pendengar
tentang bahaya penyalahgunaan narkoba. Kampanye ini hanya memberikan
informasi saja kepada para pendengarnya, tanpa disertai sesi tanya jawab.
Biasanya yang dipaparkan oleh pembicara hanyalah garis besarnya saja dan
bersifat informasi umum.Informasi ini biasa disampaikan oleh para tokoh
asyarakat.Kampanye ini juga dapat dilakukan melalui spanduk poster atau
baliho.Pesan yang ingin disampaikan hanyalah sebatas arahan agar menjauhi
penyalahgunan narkoba tanpa merinci lebih dala mengenai narkoba.

Penyuluhan seluk beluk narkoba


Berbeda dengan kampanye yang hanya bersifat memberikan informasi,
pada penyuluhan ini lebih bersifat dialog yang disertai dengan sesi tanya jawab.
Bentuknya bisa berupa seminar atau ceramah.Tujuan penyuluhan ini adalah
untuk mendalami pelbagai masalah tentang narkoba sehingga masyarakat
menjadi lebih tahu karenanya dan menjadi tidak tertarik enggunakannya selepas
mengikuti program ini. Materi dalam program ini biasa disampaikan oleh tenaga
profesional seperti dokter, psikolog, polisi, ahli hukum ataupun sosiolog sesuai
dengan tema penyuluhannya.

Pendidikan dan pelatihan kelompok sebaya


Perlu dilakukan pendidikan dan pelatihan didalam kelompok masyarakat
agar upaya menanggulangi penyalahgunaan narkoba didalam masyarakat ini
44

menjadi lebih efektif. Pada program ini pengenalan narkoba akan dibahas lebih
mendalam yang nantinya akan disertai dengan simulasi penanggulangan,
termasuk latihan pidato, latihan diskusi dan latihan menolong penderita.
Program ini biasa dilakukan dilebaga pendidikan seperti sekolah atau kampus
dan melibatkan narasumber dan pelatih yang bersifat tenaga profesional.Upaya
mengawasi dan mengendalikan produksi dan upaya distribusi narkoba di
masyarakat.
Pada program ini sudah menjadi tugas bagi para aparat terkait seperti
polisi, Departemen Kesehatan, Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM),
Imigrasi, Bea Cukai, Kejaksaan, Pengadilan dan sebagainya.Tujuannya adalah
agar narkoba dan bahan pembuatnya tidak beredar sembarangan didalam
masyarakat.namun

melihat

keterbatasan

julah

dan

kemampuan

petugas,

program ini masih belum dapat berjalan optimal.

Kuratif
Program ini juga dikenal dengan program pengobatan dimana program ini
ditujukan kepada para peakai narkoba.Tujuan dari program ini adalah mebantu
mengobati ketergantungan dan menyembuhkan penyakit sebagai akibat dari
pemakaian narkoba, sekaligus menghentikan peakaian narkoba.Tidak sembarang
pihak dapat mengobati pemakai narkoba ini, hanya dokter yang telah
mempelajari narkoba secara khususlah yang diperbolehkan mengobati dan
menyembuhkan pemakai narkoba ini.Pngobatan ini sangat rumit dan dibutuhkan
kesabaran

dala

menjalaninya.Kunci

keberhasilan

pengobatan

ini

adalah

kerjasama yang baik antara dokter, pasien dan keluarganya. Bentuk kegiatan
yang yang dilakukan dalam program pengobat ini adalah:
1. Penghentian secara langsung.
2. Pengobatan gangguan kesehatan akibat dari penghentian dan pemakaian
narkoba (detoksifikasi).
3. Pengobatan terhadap kerusakan organ tubuh akibat pemakaian narkoba.
4. Pengobatan terhadap penyakit lain yang dapat masuk bersama narkoba
seperti HIV/AIDS, Hepatitis B/C, sifilis dan lainnya.
Pengobatan ini sangat kompleks dan memerlukan biaya yang sangat
mahal. Selain itu tingkat kesembuhan dari pengobatan ini tidaklah besar karena
keberhasilan penghentian penyalahgunaan narkoba ini tergantung ada jenis
narkoba yang dipakai, kurun waktu yang dipakai sewaktu menggunakan

45

narkoba, dosis yang dipakai, kesadaran penderita, sikap keluarga penderita dan
hubungan penderita dengan sindikat pengedar. Selain itu ancaman penyakit
lainnya seperti HIV/AIDS juga ikut mempengaruhi, walaupun bisa sembuh dari
ketergantungan narkoba tapi apabila terjangkit penyakit seperti AIDS tentu juga
tidak dapat dikatakan berhasil.

Rehabilitatif
Program ini disebut juga sebagai upaya pemulihan kesehatan jiwa dan
raga yang ditujukan kepada penderita narkoba yang telah lama menjalani
program kuratif. Tujuannya agar ia tidak memakai dan bisa bebas dari penyakit
yang ikut menggerogotinya karena bekas pemakaian narkoba. Kerusakan fisik,
kerusakan mental dan penyakit bawaan macam HIV/AIDS biasanya ikut
menghampiri para pemakai narkoba.Itulah sebabnya mengapa pengobatan
narkoba tanpa program rehabilitasi tidaklah bermanfaat. Setelah sembuh masih
banyak masalah yang harus dihadapi oleh bekas pemakai tersebut, yang
terburuk adalah para penderita akan merasa putus asa setelah dirinya tahu telah
terjangit penyakit macam HIV/AIDS dan lebih memilih untuk mengakhiri dirinya
sendiri. Cara yang paling banyak dilakukan dalam upaya bunuh diri ini adalah
dengan

cara

menyuntikkan

dosis

obat

dalam

jumlah

berlebihan

yang

mengakibatkan pemakai mengalami Over Dosis (OD). Cara lain yang biasa
digunakan

untuk

bunuh

diri

dalah

dengan

melompat

dari

ketinggian,

membenturkan kepala ke tembok atau sengaja melempar dirinya untuk


ditbrakkan pada kendaraaan yang sedang lewat. Banyak upaya pemulihan
namun keberhasilannya sendiri sangat bergantung pada sikap profesionalisme
lembaga yang menangani program rehabilitasi ini, kesadaran dan kesungguhan
penderita untuk sembuh serta dukungan kerja sama antara penderita, keluarga
dan lembaga.
Masalah yang paling sering timbul dan sulit sekali untuk dihilangkan
adalah mencegah datangnya kembali kambuh (relaps) setelah penderita
menjalani pengobatan. Relaps ini disebabkan oleh keinginan kuat akibat salah
satu sifat narkoba yang bernama habitual.Cara yang paling efektif untuk
menangani hal ini adalah dengan melakukan rehabilitasi secara mental dan
fisik.Untuk pemakaipsikotropika biaanya tingkat keberhasilan setlah pengobatan
terbilang sering berhasil, bahkan ada yang bisa sembuh 100%.

46

9. Jelaskan differential diagnose-1 untuk kasus dalam skenario!


Jawab :
MENINGITIS
Definisi Meningitis
Meningitis adalah infeksi cairan otak disertai radang yang mengenai
piameter (lapisan dalam selaput otak) dan arakhnoid serta dalam derajat yang
lebih ringan mengenai jaringan otak dan medula spinalis yang superfisial. Agen
penyebab infeksi dapat masuk ke setiap bagian ruang subaraniodal dan dengan
cepat menyebar ke bagian lain.
Meningitis dibagi menjadi dua golongan berdasarkan perubahan yang
terjadi

pada

cairan

otak

yaitu

meningitis

serosa

dan

meningitis

purulenta.Meningitis serosa ditandai dengan jumlah sel dan protein yang


meninggi disertai cairan serebrospinal yang jernih.Penyebab yang paling sering
dijumpai adalah kuman

Tuberculosis

dan virus.Meningitis purulenta atau

meningitis bakteri adalah meningitis yang bersifat akut dan menghasilkan


eksudat berupa pus serta bukan disebabkan oleh bakteri spesifik maupun
virus.Meningitis Meningococcus merupakan meningitis purulenta yang paling
sering terjadi.
Penularan kuman dapat terjadi secara kontak langsung dengan penderita dan
droplet infection yaitu terkena percikan ludah, dahak, ingus, cairan bersin dan
cairan tenggorok penderita.Saluran nafas merupakan port dentree utama pada
penularan penyakit ini. Bakteri-bakteri ini disebarkan pada orang lain melalui
pertukaran udara dari pernafasan dan sekresi-sekresi tenggorokan yang masuk
secara hematogen (melalui aliran darah) ke dalam cairan serebrospinal dan
memperbanyak diri didalamnya sehingga menimbulkan peradangan pada
selaput otak dan otak.
Infectious Agent Meningitis
Meningitis dapat disebabkan oleh virus, bakteri, riketsia, jamur, cacing dan
protozoa.Penyebab paling sering adalah virus dan bakteri. Meningitis yang
disebabkan oleh bakteri berakibat lebih fatal dibandingkan meningitis penyebab
lain karena mekanisme kerusakan dan gangguan otak yang disebabkan oleh
47

bakteri maupun produk bakteri lebih berat.Infectious Agent meningitis purulenta


mempunyai kecenderungan pada golongan umur tertentu, yaitu golongan
neonatus paling banyak disebabkan oleh E.Coli, S.beta hemolitikus dan Listeria
monositogenes.Golongan umur dibawah 5 tahun (balita) disebabkan oleh
H.influenzae, Meningococcus dan Pneumococcus. Golongan umur 5-20 tahun
disebabkan

oleh

Haemophilus

influenzae,

Neisseria

meningitidis

dan

Streptococcus Pneumococcus, dan pada usia dewasa (>20 tahun) disebabkan


oleh Meningococcus, Pneumococcus, Stafilocccus, Streptococcus dan Listeria.
Penyebab meningitis serosa yang paling banyak ditemukan adalah kuman
Tuberculosis dan virus.Meningitis yang disebabkan oleh virus mempunyai
prognosis yang lebih baik, cenderung jinak dan bisa sembuh sendiri. Penyebab
meningitis virus yang paling sering ditemukan yaitu Mumpsvirus, Echovirus, dan
Coxsackie virus , sedangkan Herpes simplex , Herpes zooster, dan enterovirus
jarang menjadi penyebab meningitis aseptik(viral).
Anatomi dan Fisiologi Selaput Otak
Otak dan sum-sum tulang belakang diselimuti meningea yang melindungi
struktur syaraf yang halus, membawa pembuluh darah dan sekresi cairan
serebrospinal. Meningea terdiri dari tiga lapis, yaitu:
Lapisan Luar (Durameter)
Durameter merupakan tempat yang tidak kenyal yang membungkus otak,
sumsum tulang belakang, cairan serebrospinal dan pembuluh darah. Durameter
terbagi lagi atas durameter bagian luar yang disebut selaput tulang tengkorak
(periosteum) dan durameter bagian dalam (meningeal) meliputi permukaan
tengkorak

untuk

membentuk

falks

serebrum,

tentorium

serebelum

dan

diafragma sella.
Lapisan Tengah (Arakhnoid)
Disebut juga selaput otak, merupakan selaput halus yang memisahkan
durameter dengan piameter, membentuk sebuah kantung atau balon berisi
cairan otak yang meliputi seluruh susunan saraf pusat.Ruangan diantara
durameter dan arakhnoid disebut ruangan subdural yang berisi sedikit cairan
jernih menyerupai getah bening. Pada ruangan ini terdapat pembuluh darah
arteri dan vena yang menghubungkan sistem otak dengan meningen serta
dipenuhi oleh cairan serebrospinal.
Lapisan Dalam (Piameter)
Lapisan piameter merupakan selaput halus yang kaya akan pembuluh darah
48

kecil yang mensuplai darah ke otak dalam jumlah yang banyak. Lapisan ini
melekat erat dengan jaringan otak dan mengikuti gyrus dari otak.Ruangan
diantara arakhnoid dan piameter disebut sub arakhnoid.Pada reaksi radang
ruangan ini berisi sel radang.Disini mengalir cairan serebrospinalis dari otak ke
sumsum tulang belakang.
Patofisiologi Meningitis
Meningitis pada umumnya sebagai akibat dari penyebaran penyakit di
organ atau jaringan tubuh yang lain. Virus / bakteri menyebar secara hematogen
sampai ke selaput otak, misalnya pada penyakit Faringitis, Tonsilitis, Pneumonia,
Bronchopneumonia dan Endokarditis. Penyebaran bakteri/virus dapat pula secara
perkontinuitatum dari peradangan organ atau jaringan yang ada di dekat selaput
otak, misalnya Abses otak, Otitis Media, Mastoiditis, Trombosis sinus kavernosus
dan Sinusitis. Penyebaran kuman bisa juga terjadi akibat trauma kepala dengan
fraktur terbuka atau komplikasi bedah otak.Invasi kuman-kuman ke dalam ruang
subaraknoid menyebabkan reaksi radang pada pia dan araknoid, CSS (Cairan
Serebrospinal) dan sistem ventrikulus.
Mula-mula pembuluh darah meningeal yang kecil dan sedang mengalami
hiperemi; dalam waktu yang sangat singkat terjadi penyebaran sel-sel leukosit
polimorfonuklear

ke

dalam

ruang

subarakhnoid,

kemudian

terbentuk

eksudat.Dalam beberapa hari terjadi pembentukan limfosit dan histiosit dan


dalam minggu kedua sel- sel plasma.Eksudat yang terbentuk terdiri dari dua
lapisan, bagian luar mengandung leukosit polimorfonuklear dan fibrin sedangkan
di lapisaan dalam terdapat makrofag.
Proses radang selain pada arteri juga terjadi pada vena-vena di korteks
dan dapat menyebabkan trombosis, infark otak, edema otak dan degenerasi
neuron- neuron. Trombosis serta organisasi eksudat perineural yang fibrinopurulen menyebabkan kelainan nervikraniales. Pada Meningitis yang disebabkan
oleh virus, cairan serebrospinal tampak jernih dibandingkan Meningitis yang
disebabkan oleh bakteri tampak keruh.
Gejala Klinis Meningitis
Meningitis ditandai dengan adanya gejala-gejala seperti panas mendadak,
letargi, muntah dan kejang.Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan
49

cairan serebrospinal (CSS) melalui pungsi lumbal.


Meningitis karena virus ditandai dengan cairan serebrospinal yang jernih
serta rasa sakit penderita tidak terlalu berat.Pada umumnya, meningitis yang
disebabkan oleh Mumpsvirus ditandai dengan gejala anoreksia dan malaise,
kemudian diikuti oleh pembesaran kelenjer parotid sebelum invasi kuman ke
susunan saraf pusat. Pada meningitis yang disebabkan oleh Echovirus ditandai
dengan keluhan sakit kepala, muntah, sakit tenggorok, nyeri otot, demam, dan
disertai dengan timbulnya ruam makopapular yang tidak gatal di daerah wajah,
leher, dada, badan, dan ekstremitas. Gejala yang tampak pada meningitis
Coxsackie virus yaitu tampak lesi vasikuler pada palatum, uvula, tonsil, dan lidah
dan pada tahap lanjut timbul keluhan berupa sakit kepala, muntah, demam, kaku
leher, dan nyeri punggung.
Meningitis

bakteri

biasanya

didahului

oleh

gejala

gangguan

alat

pernafasan dan gastrointestinal. Meningitis bakteri pada neonatus terjadi secara


akut dengan gejala panas tinggi, mual, muntah, gangguan pernafasan, kejang,
nafsu makan berkurang, dehidrasi dan konstipasi, biasanya selalu ditandai
dengan fontanella yang mencembung. Kejang dialami lebih kurang 44 % anak
dengan

penyebab

Haemophilus

influenzae,

25

oleh

Streptococcus

pneumoniae, 21 % oleh Streptococcus, dan 10 % oleh infeksi Meningococcus.


Pada anak-anak dan dewasa biasanya dimulai dengan gangguan saluran
pernafasan bagian atas, penyakit jugabersifat akut dengan gejala panas tinggi,
nyeri kepala hebat, malaise, nyeri otot dan nyeri punggung.Cairan serebrospinal
tampak kabur, keruh atau purulen.
Meningitis Tuberkulosa terdiri dari tiga stadium, yaitu stadium I atau
stadium prodormal selama 2-3 minggu dengan gejala ringan dan nampak seperti
gejala infeksi biasa. Pada anak-anak, permulaan penyakit bersifat subakut,
sering tanpa demam, muntah-muntah, nafsu makan berkurang, murung, berat
badan turun, mudah tersinggung, cengeng, opstipasi, pola tidur terganggu dan
gangguan kesadaran berupa apatis. Pada orang dewasa terdapat panas yang
hilang timbul, nyeri kepala, konstipasi, kurang nafsu makan, fotofobia, nyeri
punggung, halusinasi, dan sangat gelisah.
Stadium II atau stadium transisi berlangsung selama 1 3 minggu dengan
50

gejala penyakit lebih berat dimana penderita mengalami nyeri kepala yang
hebat dan kadang disertai kejang terutama pada bayi dan anak-anak.Tandatanda rangsangan meningeal mulai nyata, seluruh tubuh dapat menjadi kaku,
terdapat tanda-tanda peningkatan intrakranial, ubun-ubun menonjol dan muntah
lebih hebat.Stadium III atau stadium terminal ditandai dengan kelumpuhan dan
gangguan kesadaran sampai koma.Pada stadium ini penderita dapat meninggal
dunia dalam waktu tiga minggu bila tidak mendapat pengobatan sebagaimana
mestinya.
Pemeriksaan Rangsangan Meningeal
a. Pemeriksaan Kaku Kuduk
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif berupa fleksi
dan rotasi kepala.Tanda kaku kuduk positif (+) bila didapatkan kekakuan dan
tahanan pada pergerakan fleksi kepala disertai rasa nyeri dan spasme otot. Dagu
tidak

dapat

disentuhkan

ke

dada

dan

juga

didapatkan

tahanan

pada

hiperekstensi dan rotasi kepala.


b. Pemeriksaan Tanda Kernig
Pasien berbaring terlentang, tangan diangkat dan dilakukan fleksi pada
sendi panggul kemudian ekstensi tungkai bawah pada sendi lutut sejauh
mengkin tanpa rasa nyeri. Tanda Kernig positif (+) bila ekstensi sendi lutut tidak
mencapai sudut 135 (kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna) disertai
spasme otot paha biasanya diikuti rasa nyeri.
c. Pemeriksaan Tanda Brudzinski I ( Brudzinski Leher)
Pasien berbaring terlentang dan pemeriksa meletakkan tangan kirinya
dibawah kepala dan tangan kanan diatas dada pasien kemudian dilakukan fleksi
kepala dengan cepat kearah dada sejauh mungkin. Tanda Brudzinski I positif (+)
bila pada pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada leher.
d. Pemeriksaan Tanda Brudzinski II ( Brudzinski Kontra Lateral Tungkai)
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan fleksi pasif paha pada sendi
panggul (seperti pada pemeriksaan Kernig).Tanda Brudzinski II positif (+) bila
pada pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada sendi panggul dan lutut
kontralateral.
Pemeriksaan Penunjang Meningitis
Pemeriksaan Pungsi Lumbal
Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa jumlah sel dan protein
cairan cerebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan adanya peningkatan
51

tekanan intrakranial.
a.Pada Meningitis Serosa terdapat tekanan yang bervariasi, cairan jernih, sel
darah putih meningkat, glukosa dan protein normal, kultur (-).
b.Pada Meningitis Purulenta terdapat tekanan meningkat, cairan keruh, jumlah
sel darah putih dan protein meningkat, glukosa menurun, kultur (+)
beberapa jenis bakteri.
c.
Pemeriksaan darah
Dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah leukosit, Laju Endap Darah
(LED), kadar glukosa, kadar ureum, elektrolit dan kultur.
a.Pada Meningitis Serosa didapatkan peningkatan leukosit saja. Disamping itu,
pada Meningitis Tuberkulosa didapatkan juga peningkatan LED.
b.Pada Meningitis Purulenta didapatkan peningkatan leukosit.
Pemeriksaan Radiologis
a.Pada Meningitis Serosa dilakukan foto dada, foto kepala, bila mungkin
dilakukan CT Scan.
b.Pada Meningitis Purulenta dilakukan foto kepala (periksa mastoid, sinus
paranasal, gigi geligi) dan foto dada.
Epidemilogi Meningitis
Distribusi Frekuensi Meningitis
a. Orang/ Manusia
Umur

dan

daya

tahan

tubuh

sangat

mempengaruhi

terjadinya

meningitis.Penyakit ini lebih banyak ditemukan pada laki-laki dibandingkan


perempuan dan distribusi terlihat lebih nyata pada bayi.Meningitis purulenta
lebih sering terjadi pada bayi dan anak-anak karena sistem kekebalan tubuh
belum terbentuk sempurna.
Puncak insidensi kasus meningitis karena Haemophilus influenzae di negara
berkembang adalah pada anak usia kurang dari 6 bulan, sedangkan di Amerika
Serikat terjadi pada anak usia 6-12 bulan. Sebelum tahun 1990 atau sebelum
adanya vaksin untuk Haemophilus influenzae tipe b di Amerika Serikat, kira-kira
12.000 kasus meningitis Hib dilaporkan terjadi pada umur < 5 tahun.Insidens
Rate pada usia< 5 tahun sebesar 40-100 per 100.000.Setelah 10 tahun
penggunaan vaksin, Insidens Rate menjadi 2,2 per 100.000.Di Uganda (20012002) Insidens Rate meningitis Hib pada usia< 5 tahun sebesar 88 per 100.000.
52

b. Tempat
Risiko penularan meningitis umumnya terjadi pada keadaan sosio-ekonomi
rendah, lingkungan yang padat (seperti asrama, kamp-kamp tentara dan jemaah
haji), dan penyakit ISPA.Penyakit meningitis banyak terjadi pada negara yang
sedang berkembang dibandingkan pada negara maju.
Insidensi tertinggi terjadi di daerah yang disebut dengan the African Meningitis
belt, yang luas wilayahnya membentang dari Senegal sampai ke Ethiopia
meliputi 21 negara. Kejadian penyakit ini terjadi secara sporadis dengan
InsidensRate 1-20 per 100.000 penduduk dan diselingi dengan KLB besar secara
periodik.Di daerah Malawi, Afrika pada tahun 2002 Insidens Rate meningitis yang
disebabkan oleh Haemophilus influenzae 20-40 per 100.000 penduduk.
c. Waktu
Kejadian meningitis lebih sering terjadi pada musim panas dimana kasus- kasus
infeksi saluran pernafasan juga meningkat.Di Eropa dan Amerika utara insidensi
infeksi Meningococcus lebih tinggi pada musim dingin dan musim semi
sedangkan di daerah Sub-Sahara puncaknya terjadi pada musim kering.
Meningitis karena virus berhubungan dengan musim, di Amerika sering terjadi
selama musim panas karena pada saat itu orang lebih sering terpapar agen
pengantar virus.Di Amerika Serikat pada tahun 1981 Insidens Rate meningitis
virus sebesar 10,9 per 100.000 Penduduk dan sebagian besar kasus terjadi pada
musim panas.
Determinan Meningitis
a. Host/ Pejamu
Meningitis yang disebabkan oleh Pneumococcus paling sering menyerang bayi di
bawah usia dua tahun.Meningitis yang disebabkan oleh bakteri Pneumokokus 3,4
kali

lebih

besar

pada

anak

kulit

hitam

dibandingkan

yang

berkulit

putih.Meningitis Tuberkulosa dapat terjadi pada setiap kelompok umur tetapi


lebih sering terjadi pada anak-anak usia 6 bulan sampai 5 tahun dan jarang pada
usia di bawah 6 bulan kecuali bila angka kejadian Tuberkulosa paru sangat tinggi.
Diagnosa pada anak-anak ditandai dengan test Mantoux positif dan terjadinya
gejala meningitis setelah beberapa hari mendapat suntikan BCG.
Penelitian yang dilakukan oleh Nofareni(1997-2000) di RSUP H.Adam Malik
menemukan odds ratio anak yang sudah mendapat imunisasi BCG untuk
menderita meningitis Tuberculosis sebesar 0,2.Penelitian yang dilakukan oleh
Ainur Rofiq (2000) di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) mengenai daya
lindung vaksin TBC terhadap meningitis Tuberculosis pada anak menunjukkan
53

penurunan resiko terjadinya meningitis Tb pada anak sebanyak 0,72 kali bila
penderita diberi BCG dibanding dengan penderita yang tidak pernah diberikan
BCG.
Meningitis serosa dengan penyebab virus terutama menyerang anak-anak dan
dewasa muda (12-18 tahun).Meningitis virus dapat terjadi waktu orang
menderita

campak,

Gondongan

(Mumps)

atau

penyakit

infeksi

virus

lainnya.Meningitis Mumpsvirus sering terjadi pada kelompok umur 5-15 tahun


dan lebih banyak menyerang laki-laki daripada perempuan.Penelitian yang
dilakukan di Korea (Lee,2005) , menunjukkan resiko laki-laki untuk menderita
meningitis dua kali lebih besar dibanding perempuan.
b. Agent
Penyebab meningitis secara umum adalah bakteri dan virus.Meningitis purulenta
paling sering disebabkan oleh Meningococcus, Pneumococcus dan Haemophilus
influenzae

sedangkan

meningitis

serosa

disebabkan

oleh

Mycobacterium

tuberculosa dan virus.Bakteri Pneumococcus adalah salah satu penyebab


meningitis terparah. Sebanyak 20-30 % pasien meninggal akibat meningitis
hanya dalam waktu 24 jam. Angka kematian terbanyak pada bayi dan orang
lanjut usia.
Meningitis Meningococcus yang sering mewabah di kalangan jemaah haji dan
dapat menyebabkan karier disebabkan oleh Neisseria meningitidis serogrup
A,B,C,X,Y,Z dan W 135. Grup A,B dan C sebagai penyebab 90% dari penderita. Di
Eropa dan Amerika Latin, grup B dan C sebagai penyebab utama sedangkan di
Afrika dan Asia penyebabnya adalah grup A.17 Wabah meningitis Meningococcus
yang terjadi di Arab Saudi selama ibadah haji tahun 2000 menunjukkan bahwa
64% merupakan serogroup W135 dan 36% serogroup A. Hal ini merupakan
wabah meningitis Meningococcus terbesar pertama di dunia yang disebabkan
oleh serogroup W135. Secara epidemiologi serogrup A,B,dan C paling banyak
menimbulkan penyakit.
Meningitis karena virus termasuk penyakit yang ringan.Gejalanya mirip sakit flu
biasa dan umumnya penderita dapat sembuh sendiri.Pada waktu terjadi KLB
Mumps, virus ini diketahui sebagai penyebab dari 25 % kasus meningitis aseptik
pada orang yang tidak diimunisasi. Virus Coxsackie grup B merupakan penyebab
dari 33 % kasus meningitis aseptik, Echovirus dan Enterovirus merupakan
penyebab dari 50 % kasus.Resiko untuk terkena aseptik meningitis pada laki-laki
2 kali lebih sering dibanding perempuan.
c. Lingkungan
54

Faktor Lingkungan (Environment) yang mempengaruhi terjadinya meningitis


bakteri yang disebabkan oleh Haemophilus influenzae tipe b adalah lingkungan
dengan kebersihan yang buruk dan padat dimana terjadi kontak atau hidup
serumah

dengan

penderita

infeksi

saluran

pernafasan.Risiko

penularan

meningitisMeningococcus juga meningkat pada lingkungan yang padat seperti


asrama, kamp- kamp tentara dan jemaah haji.Pada umumnya frekuensi
Mycobacterium

tuberculosa

selalu

sebanding

dengan

frekuensi

infeksi

Tuberculosa paru.Jadi dipengaruhi keadaan sosial ekonomi dan kesehatan


masyarakat.Penyakit ini kebanyakan terdapat pada penduduk dengan keadaan
sosial ekonomi rendah, lingkungan kumuh dan padat, serta tidak mendapat
imunisasi.
Meningitis karena virus berhubungan dengan musim, di Amerika sering terjadi
selama musim panas karena pada saat itu orang lebih sering terpapar agen
pengantar

virus.Lebih

sering

dijumpai

pada

anak-anak

daripada

orang

dewasa.Kebanyakan kasus dijumpai setelah infeksi saluran pernafasan bagian


atas.
Prognosis Meningitis
Prognosis meningitis tergantung kepada umur, mikroorganisme spesifik yang
menimbulkan

penyakit,

banyaknya

organisme

dalam

selaput

otak,

jenis

meningitis dan lama penyakit sebelum diberikan antibiotik. Penderita usia


neonatus, anak-anak dan dewasa tua mempunyai prognosis yang semakin jelek,
yaitu dapat menimbulkan cacat berat dan kematian.
Pengobatan antibiotika yang adekuat dapat menurunkan mortalitas meningitis
purulenta, tetapi 50% dari penderita yang selamat akan mengalami sequelle
(akibat sisa). Lima puluh persen meningitis purulenta mengakibatkan kecacatan
seperti ketulian, keterlambatan berbicara dan gangguan perkembangan mental,
dan 5 10% penderita mengalami kematian.
Pada meningitis Tuberkulosa, angka kecacatan dan kematian pada umumnya
tinggi.Prognosa jelek pada bayi dan orang tua.Angka kematian meningitis TBC
dipengaruhi

oleh

umur

dan

pada

stadium

berapa

penderita

mencari

pengobatan.Penderita dapat meninggal dalam waktu 6-8 minggu.


Penderita meningitis karena virus biasanya menunjukkan gejala klinis yang lebih
ringan,penurunan

kesadaran

jarang

ditemukan.

Meningitis

viral

memiliki

prognosis yang jauh lebih baik. Sebagian penderita sembuh dalam 1 2 minggu
dan dengan pengobatan yang tepat penyembuhan total bisa terjadi.

55

Pencegahan Meningitis
a. Pencegahan Primer
Tujuan pencegahan primer adalah mencegah timbulnya faktor resiko
meningitis

bagi

individu

yang

belum

mempunyai

faktor

resiko

dengan

melaksanakan pola hidup sehat.


Pencegahan dapat dilakukan dengan memberikan imunisasi meningitis pada bayi
agar dapat membentuk kekebalan tubuh. Vaksin yang dapat diberikan seperti
Haemophilus influenzae type b (Hib), Pneumococcal conjugate vaccine (PCV7),
Pneumococcal polysaccaharide vaccine (PPV), Meningococcal conjugate vaccine
(MCV4), dan MMR (Measles dan Rubella).Imunisasi Hib Conjugate vaccine (HbOC atau PRP-OMP) dimulai sejak usia 2 bulan dan dapat digunakan bersamaan
dengan jadwal imunisasi lain seperti DPT, Polio dan MMR.Vaksinasi Hib dapat
melindungi bayi dari kemungkinan terkena meningitis Hib hingga 97%.
Pemberian imunisasi vaksin Hib yang telah direkomendasikan oleh WHO, pada
bayi 2-6 bulan sebanyak 3 dosis dengan interval satu bulan, bayi 7-12 bulan di
berikan 2 dosisdengan interval waktu satu bulan, anak 1-5 tahun cukup diberikan
satu dosis. Jenis imunisasi ini tidak dianjurkan diberikan pada bayi di bawah 2
bulan karena dinilai belum dapat membentuk antibodi.
Meningitis

Meningococcus

dapat

dicegah

dengan

pemberian

kemoprofilaksis (antibiotik) kepada orang yang kontak dekat atau hidup serumah
dengan penderita.Vaksin yang dianjurkan adalah jenis vaksin tetravalen A, C,
W135 dan Y.meningitis TBC dapat dicegah dengan meningkatkan sistem
kekebalan tubuh dengan cara memenuhi kebutuhan gizi dan pemberian
imunisasi BCG. Hunian sebaiknya memenuhi syarat kesehatan, seperti tidak over
crowded (luas lantai > 4,5 m2/orang), ventilasi 10 20% dari luas lantai dan
pencahayaan yang cukup.
Pencegahan juga dapat dilakukan dengan cara mengurangi kontak
langsung dengan penderita dan mengurangi tingkat kepadatan di lingkungan
perumahan dan di lingkungan seperti barak, sekolah, tenda dan kapal.Meningitis
juga dapat dicegah dengan cara meningkatkan personal hygiene seperti mencuci
tangan yang bersih sebelum makan dan setelah dari toilet.
b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder bertujuan untuk menemukan penyakit sejak awal,
56

saat masih tanpa gejala (asimptomatik) dan saat pengobatan awal dapat
menghentikan
dengan

perjalanan

diagnosis

dini

penyakit.Pencegahan

dan

pengobatan

sekunder

segera.Deteksi

dapat
dini

dilakukan

juga

dapat

ditingkatan dengan mendidik petugas kesehatan serta keluarga untuk mengenali


gejala awal meningitis. Dalam mendiagnosa penyakit dapat dilakukan dengan
pemeriksaan fisik, pemeriksaan cairan otak, pemeriksaan laboratorium yang
meliputi test darah dan pemeriksaan X-ray (rontgen) paru .
Selain itu juga dapat dilakukan surveilans ketat terhadap anggota keluarga
penderita, rumah penitipan anak dan kontak dekat lainnya untuk menemukan
penderita secara dini.Penderita juga diberikan pengobatan dengan memberikan
antibiotik yang sesuai dengan jenis penyebab meningitis yaitu :
Meningitis Purulenta
Haemophilus influenzae b : ampisilin, kloramfenikol, setofaksim, seftriakson.
Streptococcus pneumonia : kloramfenikol , sefuroksim, penisilin, seftriakson.
Neisseria meningitidies : penisilin, kloramfenikol, serufoksim dan seftriakson.
Meningitis Tuberkulosa (Meningitis Serosa)
Kombinasi INH, rifampisin, dan pyrazinamide dan pada kasus yang berat dapat
ditambahkan etambutol atau streptomisin. Kortikosteroid berupa prednison
digunakan sebagai anti inflamasi yang dapat menurunkan tekanan intrakranial
dan mengobati edema otak.
c. Pencegahan Tertier
Pencegahan tertier merupakan aktifitas klinik yang mencegah kerusakan lanjut
atau mengurangi komplikasi setelah penyakit berhenti. Pada tingkat pencegahan
ini bertujuan untuk menurunkan kelemahan dan kecacatan akibat meningitis,
dan membantu penderita untuk melakukan penyesuaian terhadap kondisikondisi yang tidak diobati lagi, dan mengurangi kemungkinan untuk mengalami
dampak

neurologis

jangka

panjang

misalnya

tuli

atau

ketidakmampuan

untukbelajar.Fisioterapi dan rehabilitasi juga diberikan untuk mencegah dan


mengurangi cacat.

57

10. Jelaskan differential diagnose dari kasus dalam skenario!


Jawab :
ENSEFALITIS
A. PENDAHULUAN
Ensefalitis adalah suatu peradangan pada parenkim otak. Dari perspektif
epidemiologi dan patofisiologi, ensefalitis berbeda dari meningitis, meskipun
pada

evaluasi

klinis,

keduanya

mempunyai

tanda

dan

gejala

inflamasi

meningeal, seperti photophobia, sakit kepala, atau leher kaku.


Cerebritis menunjukkan tahap pembentukan abses dan infeksi bakteri
yang sangat merusak jaringan otak, sedangkan ensefalitis akut umumnya infeksi
virus dengan kerusakan parenkim bervariasi dari ringan sampai dengan sangat
berat.
Ensefalitis terjadi dalam dua bentuk, yaitu bentuk primer dan bentuk
sekunder. Ensefalitis Primer melibatkan infeksi virus langsung dari otak dan
sumsum tulang belakang. Sedangkan ensefalitis sekunder, infeksi virus pertama
terjadi di tempat lain di tubuh dan kemudian ke otak.
Ensefalitis yang mengakibatkan kerusakan otak, dapat menyebabkan atau
memperburuk gejala gangguan perkembangan atau penyakit mental. Disebut
ensefalitis lethargica, yang membentuk berbagai gejala penyakit Parkinson
seperti parkinsonianism postencephalitik. Dalam beberapa kasus ensefalitis
menyebabkan kematian. Pengobatan ensefalitis harus dimulai sedini mungkin
untuk menghindari dampak serius dan efek seumur hidup. Terapi tergantung
pada penyebab peradangan, mungkin termasuk antibiotik, obat anti-virus, dan
obat-obatan anti-inflamasi. Jika hasil kerusakan otak dari ensefalitis, terapi
(seperti terapi fisik atau terapi restorasi kognitif) dapat membantu pasien setelah
kehilangan fungsi.

B. ETIOLOGI

58

Penyebab ensefalitis biasanya bersifat infektif tetapi bisa juga yang noninfektif seperti pada proses dimielinisasi pada Acute disseminated encephalitis.
Ensefalitis bisa disebabkan oleh virus, bakteria, parasit, fungus dan riketsia.
Agen virus, seperti virus HSV tipe 1 dan 2 (hampir secara eksklusif pada
neonatus), EBV, virus campak (PIE dan SSPE), virus gondok, dan virus rubella,
yang menyebar melalui kontak orang-ke-orang. Virus herpes manusia

juga

dapat menjadi agen penyebab. CDC telah mengkonfirmasi bahwa virus West Nile
dapat ditularkan melalui transplantasi organ dan melalui transfusi darah. Vektor
hewan penting termasuk nyamuk, kutu (arbovirus), dan mamalia seperti rabies.
C. KLASIFIKASI
1. A. ENSEFALITIS SUPURATIVA
Bakteri penyebab ensefalitis supurativa adalah : staphylococcus aureus,
streptococcus, E.coli dan M.tuberculosa.
Patogenesis: Peradangan dapat menjalar ke jaringan otak dari otitis
media,mastoiditis,sinusitis,atau dari piema yang berasal dari radang, abses
di dalam paru, bronchiektasis, empiema, osteomeylitis cranium, fraktur
terbuka, trauma yang menembus ke dalam otak dan tromboflebitis. Reaksi
dini jaringan otak terhadap kuman yang bersarang adalah edema, kongesti
yang disusul dengan pelunakan dan pembentukan abses. Disekeliling
daerah yang meradang berproliferasi jaringan ikat dan astrosit yang
membentuk kapsula. Bila kapsula pecah terbentuklah abses yang masuk
ventrikel.
Manifestasi klinis
Secara umum gejala berupa trias ensefalitis ;
1) Demam
2) Kejang
3) Kesadaran menurun : Bila berkembang menjadi abses serebri akan
timbul gejala-gejala infeksi umum, tanda-tanda meningkatnya tekanan
intracranial yaitu : nyeri kepala yang kronik dan progresif,muntah,
penglihatan kabur, kejang, kesadaran menurun, pada pemeriksaan
mungkin terdapat edema papil.Tanda-tanda defisit neurologis tergantung
pada lokasi dan luas abses.
59

1. B. ENSEFALITIS SIFILIS
Patogenesis: Disebabkan oleh Treponema pallidum. Infeksi terjadi melalui
permukaan tubuh umumnya sewaktu kontak seksual. Setelah penetrasi
melalui epithelium yang terluka, kuman tiba di sistim limfatik, melalui
kelenjar limfe kuman diserap darah sehingga terjadi spiroketemia. Hal ini
berlangsung beberapa waktu hingga menginvasi susunan saraf pusat.
Treponema pallidum akan tersebar diseluruh korteks serebri dan bagianbagian lain susunan saraf pusat.
Manifestasi klinis
Gejala ensefalitis sifilis terdiri dari dua bagian :
1) Gejala-gejala neurologis :
Kejang-kejang yang datang dalam serangan-serangan, afasia, apraksia,
hemianopsia, kesadaran mungkin menurun,sering dijumpai pupil ArgryllRobertson,nervus opticus dapat

mengalami atrofi. Pada stadium akhir

timbul gangguanan-gangguan motorik yang progresif.


2. ENSEFALITIS VIRUS
Virus yang dapat menyebabkan radang otak pada manusia :
i.

Virus RNA
o Paramikso virus : virus parotitis, virus morbili
o Rabdovirus : virus rabies
o Togavirus : virus rubella flavivirus (virus ensefalitis Jepang B, virus
dengue)
o Picornavirus : enterovirus (virus polio, coxsackie A,B,echovirus)
o Arenavirus : virus koriomeningitis limfositoria

ii. Virus DNA


o Herpes

virus

herpes

zoster-varisella,

herpes

simpleks,

sitomegalivirus,
o virus Epstein-barr
o Poxvirus : variola, vaksinia
o Retrovirus : AIDS
Manifestasi klinis

60

Dimulai dengan demam, nyeri kepala, vertigo, nyeri badan, nausea,


kesadaran

menurun,

timbul

serangan

kejang-kejang,

kaku

kuduk,

hemiparesis dan paralysis bulbaris.


Biasanya ensefalitis virus dibagi dalam 3 kelompok :
1. Ensefalitis primer yang bisa disebabkan oleh infeksi virus kelompok
herpes simpleks, virus influensa, ECHO, Coxsackie dan virus arbo
2. Ensefalitis primer yang belum diketahui penyebabnya
3. Ensefalitis

para-infeksiosa,

yaitu

ensefalitis

yang

timbul

sebagai

komplikasi penyakit virus yang sudah dikenal seperti rubeola, varisela,


herpes

zoster,

parotitis

epidemika,

mononucleosis

infeksiosa

dan

vaksinasi.
Menurut statistik dari 214 ensefalitis,54% (115 orang) dari penderitanya
ialah anak-anak. Virus yang paling sering ditemukan ialah virus herpes simpleks
(31%) yang disusul oleh virus ECHO (17%). Statistik lain mengungkapkan bahwa
ensefalitis primer yang disebabkan oleh virus yang dikenal mencakup 19%.
Ensefalitis primer dengan penyebab yang tidak diketahui dan ensefalitis parainfeksiosa masing-masing mencakup 40% dan 41% dari semua kasus ensefalitis
yang telah diselidiki.
Ensefalitis primer : ensefalitis viral herpes simpleks
Virus herpes simpleks tidak berbeda secara morfologik dengan virus
varisela, dan sitomegalovirus. Secara serologik memang dapat dibedakan
dengan tegas. Neonatus masih mempunyai imunitas maternal. Tetapi setelah
umur 6 bulan imunitas itu lenyap dan bayi dapat mengidap gingivo-stomatitis
virus herpes simpleks. Infeksi dapat hilang timbul dan berlokalisasi pada
perbatasan mukokutaneus antara mulut dan hidung. Infeksi-infeksi tersebut jinak
sekali. Tetapi apabila neonatus tidak memperoleh imunitas maternal terhadap
virus herpes simpleks atau apabila pada partus neonatus ketularan virus herpes
simpleks dari ibunya yang mengidap herpes genitalis, maka infeksi dapat
berkembang menjadi viremia. Ensefalitis merupakan sebagian dari manifestasi
viremia yang juga menimbulkan peradangan dan nekrosis di hepar dan glandula
adrenalis.
Pada anak-anak dan orang dewasa, ensefalitis virus herpes simpleks
merupakan manifestasi reaktivitasi dari infeksi yang laten. Dalam hal tersebut
61

virus herpes simpleks berdiam didalam jaringan otak secara endosimbiotik,


mungkin digangglion Gasseri dan hanya ensefalitis saja yang bangkit.
Kerusakan pada jaringan otak berupa nekrosis di substansia alba dan
grisea serta infark iskemik dengan infiltrasi limfositer sekitar pembuluh darah
intraserebral. Di dalam nukleus sel saraf terdapat inclusion body yang khas
bagi virus herpes simpleks.
Gambaran penyakit ensefalitis virus herpes simpleks tidak banyak
berbeda dengan ensefalitis primer lainnya. Tetapi yang menjadi ciri khas bagi
ensefalitis virus herpes simpleks ialah progresivitas perjalanan penyakitnya.
Mulai dengan sakit kepala, demam dan muntah-muntah. Kemudian timbul acute
organic brain syndrome yang cepat memburuk sampai koma. Sebelum koma
dapat ditemukan hemiparesis atau afasia. Dan kejang epileptik dapat timbul
sejak permulaan penyakit. Pada pungsi lumbal ditemukan pleiositosis limpositer
dengan eritrosit.
Ensefalitis Arbo-virus
Arbovirus atau lengkapnya arthropod-borne virus merupakan penyebab
penyakit demam dan adakalanya ensefalitis primer. Virus tersebut tersebar
diseluruh dunia. Kutu dan nyamuk dimana virus itu berbiak menjadi
penyebarannya.
Ciri khas ensefalitis primer arbo-virus ialah perjalanan penyakit yang
bifasik. Pada gelombang pertama gambaran penyakitnya menyerupai influensa
yang dapat berlangsung 4-5 hari. Sesudahnya penderita mereka sudah sembuh.
Pada minggu ketiga demam dapat timbul kembali. Dan demam ini merupakan
gejala pendahulu bangkitnya manifestasi neurologik, seperti sakit kepala,
nistagmus, diplopia, konvulsi dan acute organic brain syndrome
Gejala-gejala prodromalnya terdiri dari lesu dan letih badan, anoreksia,
demam, cepat marah-marah dan nyeri pada tempat yang telah digigit anjing.
Suara berisik dan sinar terang sangat mengganggu penderita. Dalam 48 jam
dapat bangkit gejala-gejala hipereksitasi. Penderita menjadi gelisah, mengacau,
berhalusinasi meronta-ronta, kejang opistotonus dan hidrofobia. Tiap kali ia
melihat air, otot-otot pernafasan dan laring kejang, sehingga ia menjadi sianotik
dan apnoe. Air liur tertimbun didalam mulut oleh karena penderita tidak dapat
62

menelan. Pada umumnya penderita meninggal karena status epileptikus. Masa


penyakit dari mula-timbulnya prodromal sampai mati adalah 3 sampai 4 hari
saja.
Untuk Indonesia perlu dipikirkan virus Rabies, Mumps (penyebab
parotitis) dan mungkin Herpes Simpleks. Penyebab dari ensefalitis adalah paling
sering

infeksi

virus

beberapa

contoh

termasuk

virus

herpes;

arbovirus

diperantarai oleh nyamuk, dan serangga lain dan rabies.

3. ENSEFALITIS KARENA PARASIT


Malaria serebral: Plasmodium falsifarum penyebab terjadinya malaria
serebral. Gangguan utama terdapat didalam pembuluh darah mengenai
parasit. Sel darah merah yang terinfeksi plasmodium falsifarum akan
melekat

satu

sama

lainnya

sehingga

menimbulkan

penyumbatan-

penyumbatan. Hemorrhagic petechia dan nekrosis fokal yang tersebar


secara difus ditemukan pada selaput otak dan jaringan otak.
Gejala-gejala yang timbul : demam tinggi.kesadaran menurun hingga koma.
Kelainan neurologik tergantung pada lokasi kerusakan-kerusakan.

III. ENSEFALITIS KARENA FUNGUS


Fungus yang dapat menyebabkan radang antara lain : Candida albicans,
Cryptococcus

neoformans,Coccidiodis,

Aspergillus,

Fumagatus

dan

Mucor

mycosis. Gambaran yang ditimbulkan infeksi fungus pada sistim saraf pusat
ialah meningo-ensefalitis purulenta. Faktor yang memudahkan timbulnya infeksi
adalah daya imunitas yang menurun.
IV. RIKETSIOSIS SEREBRI
Riketsia dapat masuk ke dalam tubuh melalui gigitan kutu dan dapat
menyebabkan Ensefalitis. Di dalam dinding pembuluh darah timbul noduli yang
terdiri atas sebukan sel-sel mononuclear, yang terdapat pula disekitar pembuluh
darah di dalam jaringan otak. Didalam pembuluh darah yang terkena akan
63

terjadi trombositosis. Gejala gejalanya ialah nyeri kepala, demam, mula-mula


sukar tidur, kemudian mungkin kesadaranturun.

D. PATOFISIOLOGI 2

Virus / Bakteri
Mengenai CNS
Ensefalitis
Kejaringan susuna saraf pusat
TIK meningkat

Kerusakana

susunan

saraf

pusat
nyeri kepala

- gangguan penglihatan

kejang spastic
- gangguan bicara
mual, muntah

- gangguan pendengaran

resiko cedera
- kelemahan gerak
BB turun
- gangguan sensorik
motorik
nutrisi kurang
Gambar 4. Patofisiologi Ensefalitis
( Dikutip dari kepustakaan 6 )

64

Patogenesis dari encephalitis mirip dengan pathogenesis dari viral


meningitis, yaitu virus mencapai Central Nervous System melalui darah
(hematogen) dan melalui saraf (neuronal spread)2. Penyebaran hematogen
terjadi karena penyebaran ke otak secara langsung melalui arteri intraserebral.
Penyebaran hematogen tak langsung dapat juga dijumpai, misalnya arteri
meningeal yang terkena radang dahulu. Dari arteri tersebut itu kuman dapat tiba
di likuor dan invasi ke dalam otak dapat terjadi melalui penerobosan dari pia
mater.
Selain penyebaran secara hematogen, dapat juga terjadi penyebaran
melalui neuron, misalnya pada encephalitis karena herpes simpleks dan rabies.
Pada dua penyakit tersebut, virus dapat masuk ke neuron sensoris yang
menginnervasi port dentry dan bergerak secara retrograd mengikuti axon-axon
menuju ke nukleus dari ganglion sensoris. Akhirnya saraf-saraf tepi dapat
digunakan sebagai jembatan bagi kuman untuk tiba di susunan saraf pusat.
Sesudah virus berada di dalam sitoplasma sel tuan rumah, kapsel virus
dihancurkan. Dalam hal tersebut virus merangsang sitoplasma tuan rumah untuk
membuat protein yang menghancurkan kapsel virus. Setelah itu nucleic acid
virus berkontak langsung dengan sitoplasma sel tuan rumah. Karena kontak ini
sitoplasma dan nukleus sel tuan rumah membuat nucleic acid yang sejenis
dengan nucleic acid virus. Proses ini dinamakan replikasi
Karena proses replikasi berjalan terus, maka sel tuan rumah dapat
dihancurkan. Dengan demikian partikel-partikel viral tersebar ekstraselular.
Setelah proses invasi, replikasi dan penyebaran virus berhasil, timbullah
manifestasi-manifestasi toksemia yang kemudian disususl oleh manifestasli
lokalisatorik. Gejala-gejala toksemia terdiri dari sakit kepala, demam, dan lemasletih seluruh tubuh. Sedang manifestasi lokalisatorik akibat kerusakan susunan
saraf pusat berupa gannguan sensorik dan motorik (gangguan penglihatan,
gangguan berbicara,gannguan pendengaran dan kelemahan anggota gerak),
serta gangguan neurologis yakni peningkatan TIK yang mengakibatkan nyeri
kepala, mual dan muntah sehinga terjadi penurunan berat badan.

E. DIAGNOSIS

Anamnesa
65

Penegakan diagnosa ensefalitis dimulai dengan proses anamnesa secara


lengkap mengenai adanya riwayat terpapar dengan sumber infeksi, status
immunisasi gejala klinis yang diderita, riwayat menderita gejala yang sama
sebelumnya serta ada tidak nya faktor resiko yang menyertai.

Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik dilihat tanda-tanda penyakit sistemik seperti dijumpai
adanya

rash,

limfeadenopati,

meningismus,

penurunan

kesadaran,

peningkatan tekanan intracranial yang ditandai dengan adanya papil edema,


tanda- tanda neurologis fokal seperti kelemahan, gangguan berbicara,
peningkatan tonus otot, dan hiperrefleks ekstensor plantaris.

Pemeriksaan penunjang

Lumbal pungsi 10,11, 12


Lumbal pungsi adalah prosedur sering dilakukan di departemen gawat darurat
untuk mendapatkan informasi tentang cairan cerebrospinal (CSF). Meskipun
biasanya digunakan untuk tujuan diagnostik untuk menyingkirkan potensi kondisi
yang mengancam jiwa seperti meningitis bakteri atau perdarahan subarachnoid,
pungsi lumbal juga kadang-kadang dilakukan untuk alasan terapeutik, seperti
pengobatan pseudotumor cerebri. Analisis cairan CSF juga dapat membantu
dalam diagnosis berbagai kondisi lain, seperti penyakit demielinasi dan
meningitis

carcinomatous.

Pungsi

lumbal

harus

dilakukan

hanya

setelah

pemeriksaan neurologis namun tidak pernah menunda intervensi berpotensi


menyelamatkan nyawa seperti antibiotik dan steroid untuk pasien dengan
dicurigai meningitis bakteri.

Indikasi untuk pungsi lumbal


Pungsi lumbal harus dilakukan untuk indikasi berikut:

Kecurigaan diduga meningitis

kecurigaan subarachnoid hemorrhage

penyakit sistem saraf pusat seperti sindrom Guillain-Barr dan terapi


carcinomatous meningitis

pseudotumor cerebri

66

Kontraindikasi untuk pungsi lumbal


Kontraindikasi mutlak untuk pungsi lumbal adalah adanya kulit yang terinfeksi
atas situs entri jarum dan adanya tekanan yang tidak sama antara kompartemen
supratentorial dan infratentorial. Yang terakhir ini biasanya diringkas oleh
temuan karakteristik berikut pada otak tomografi (CT):

Kehilangan pergeseran garis tengah posterior

hilangnya suprakiasmatik dan basilar

massa fossa posterior

kehilangan superior cerebellar cistern

kehilangan quadrigeminal plate cistern

Kontraindikasi relatif terhadap pungsi lumbal meliputi:

peningkatan tekanan intrakranial ICP

Koagulopati

Abses otak

Pemeriksaan rutin dari CSF mencakup pengamatan visual warna dan kejelasan
dan tes untuk glukosa, protein, laktat, laktat dehidrogenase, jumlah sel darah
merah, jumlah sel darah putih dengan diferensial, serologi sifilis (tes antibodi
menunjukkan sifilis), Gram stain dan bakteri budaya. Pemeriksaan lebih lanjut
mungkin diperlukan tergantung pada hasil tes awal dan diagnosis dicurigai.
Nilai normal:

Tekanan: 70 - 180 mm H20

Tampilan: Jernih, tidak berwarna

CSF total protein: 15 - 60 mg/100 mL

Gamma globulin: 3 - 12% of the total protein

CSF glucose: 50 - 80 mg/100 mL (atau lebih besar dari 2/3 kadar gula
dalam darah)

CSF cell count: 0 - 5 sel darah putih (semua mononuclear), dan tiada sel
darah merah

Chloride: 110 - 125 mEq/L


67

LCS pada Berbagai Infeksi:

Penyakit

Tekanan LCS

Protein

Meningitis bakteri

Hitung sel

Glukosa

sedang-tinggi

> 50 PMN

Rendah

Meningitis virus

sedikit sd normal

limfosit

Normal

Meningitis

sedang

Pleositosis,

Rendah

tuberkulosis

limfositosis

Ensefalitis

/N

sedikit sd normal

limfositosis

normal

Glukosa: CSF glukosa biasanya sekitar dua-pertiga dari glukosa plasma puasa.
Sebuah tingkat glukosa di bawah 40 mg / dL adalah signifikan dan terjadi pada
meningitis bakteri dan jamur dan keganasan.
Protein: Tingkat total protein dalam CSF biasanya sangat rendah, dan albumin
membuat sampai sekitar twothirds dari total. Tinggi tingkat yang terlihat dalam
berbagai kondisi termasuk meningitis bakteri dan jamur, multiple sclerosis,
tumor, perdarahan subarachnoid, dan tap traumatis.
Laktat:

CSF

laktat

digunakan

terutama

untuk

membantu

membedakan

meningitis bakteri dan jamur, yang menyebabkan laktat yang lebih besar,
meningitis virus, tidak ada.
Laktat dehidrogenase: Enzim ini meningkat pada meningitis bakteri dan jamur,
keganasan, dan perdarahan subarachnoid.
Sel darah putih (WBC count): Jumlah sel darah putih dalam CSF sangat rendah,
biasanya memerlukan jumlah pengguna WBC. Peningkatan leukosit dapat terjadi
dalam berbagai kondisi termasuk infeksi (virus, bakteri, jamur, dan parasit),
alergi, leukemia, multiple sclerosis, perdarahan, tekan traumatis, ensefalitis, dan
sindrom Guillain-Barr. Perbedaan WBC membantu untuk membedakan banyak
penyebab. Misalnya, infeksi virus biasanya berhubungan dengan limfosit
meningkat, sementara infeksi bakteri dan jamur terkait dengan peningkatan
leukosit polimorfonuklear (neutrofil). Diferensial juga dapat mengungkapkan
eosinofil berhubungan dengan alergi dan shunt ventrikel; makrofag dengan
bakteri yang tertelan (menunjukkan meningitis), sel darah merah (menunjukkan
perdarahan), atau lipid (menandakan infark serebral mungkin); blasts (sel belum
matang) yang mengindikasikan leukemia, dan karakteristik sel-sel ganas dari
jaringan asal. Sekitar 50% kanker metastatik yang menyusup sistem saraf pusat
68

dan sekitar 10% dari tumor sistem saraf pusat akan menumpahkan sel ke dalam
CSF.
Sel darah merah (RBC count): Meskipun tidak biasanya ditemukan dalam CSF,
sel darah merah akan muncul setiap kali perdarahan telah terjadi. Merah sel
dalam subarachnoid hemorrhage sinyal CSF, stroke, atau tekan traumatis.
Karena sel darah putih dapat masuk CSF dalam menanggapi infeksi lokal,
peradangan, atau perdarahan, jumlah RBC digunakan untuk memperbaiki jumlah
WBC sehingga mencerminkan kondisi selain perdarahan atau tekan traumatis.
Hal ini dilakukan dengan sel darah merah dan jumlah leukosit dalam darah dan
CSF. Rasio sel darah merah dalam CSF ke darah dikalikan dengan jumlah darah
WBC. Nilai ini dikurangi dari CSF WBC count untuk menghilangkan leukosit
berasal dari perdarahan atau tap traumatis.
Gram stain: Pewarnaan Gram dilakukan pada sedimen dari CSF dan positif
sekitar setidaknya 60% dari kasus meningitis bakteri. Budaya dilakukan untuk
bakteri aerobik dan anaerobik. Selain itu, noda lainnya (Pewarnaan kultur
misalnya untuk Mycobacterium tuberculosis, kultur jamur dan tes identifikasi
cepat [tes untuk antigen bakteri dan jamur]) dapat dilakukan secara sistematis.
Serologi sifilis: Hal ini melibatkan pengujian untuk antibodi yang menunjukkan
neurosifilis. Antibodi fluorescent treponemal penyerapan (FTA-ABS) tes sering
digunakan dan positif pada orang dengan sifilis aktif dan diobati. Tes ini
digunakan bersama dengan tes VDRL untuk antibodi nontreponema, positif pada
paling dengan sifilis aktif, tetapi negatif dalam kasus dirawat.
Pengukuran kadar klorida dapat membantu dalam mendeteksi adanya meningitis
tuberkulosis.
Table-2. Chemical Examination of CSF.

69

Test Nonne
Percobaan ini juga dikenal dengan nama test Nonne-Apelt atau test Ross- Jones,
menggunakan larutan jenuh amoniumsulfat sebagai reagens (ammonium sulfat
80 gr : aquadest 100 ml : saring sebelum memakainya). Test seperti dilakukan di
bawah ini terutama menguji kadar globulin dalam cairan otak.
Catatan :
Seperti juga test Pandy, test Nonne ini sering dilakukan sebagai bedside test
pada waktu mengambil cairan otak dengan lumbal pungsi. Dalam keadaan
normal hasil test ini negative, artinya : tidak terjadi kekeruhan pada perbatasan.
Semakin tinggi kadar globulin semakin tebal cincin keruh yang terjadi. Laporan
hasil test ini sebagai negative atau positif saja. Test Nonne memakai lebih
banyak bahan dari test Pandy, tetapi lebih bermakna dari test Pandy karena
dalam keadaan normal test ini berhasil negative : sama sekali tidak ada
kekeruhan pada batas cairan.
Test Pandy
Reagen Pandy, yaitu larutan jenuh fenol dalam air (phenolum liquefactum 10 ml :
aquadest 90 ml : simpan beberapa hari dalam lemari pengeram 37 oC dengan
sering dikocok-kocok) bereaksi dengan globulin dan dengan albumin.
Catatan :
Test Pandy ini mudah dapat dilakukan pada waktu melaukan punksi dan
memang sering dijalankam demikian sebagai bedside test. Dalam keadaan
normal tidak akan terjadi kekeruhan atau kekeruhan yang sangat ringan
berupa kabut halus. Sedemikian tinggi kadar protein, semakin keruh hasil
reaksi ini yang selalu harus segera dinilai setelah pencampuran LCS dengan

70

reagen ini. Tidak ada kekeruhan atau kekeruhan yang sangat halus berupa
kabut menandakan hasil reaksi yang negatif.
Elektroensefalograf
Prosedur pemeriksaan ini merupakan suatu cara untuk mengukur aktivitas
gelombang

listrik

dari otak.

Pemeriksaan

ini

biasanya

digunakan

untuk

mendiagnosa adanya gangguan kejang. Gambaran EEG memperlihatkan proses


inflamasi difus (aktivitas lambat bilateral). Bila terdapat tanda klinis fokal yang
ditunjang dengan gambaran EEG atau CT scan, dapat dilakukan biopsi otak di
daerah yang bersangkutan. Bila tidak ada tanda klinis fokal, biopsi dapat
dilakukan pada daerah lobus temporalis yang biasanya menjadi predileksi virus
Herpes simplex.
Pemeriksaan imaging otak.
Diantaranya CT Scan dan MRI yang dapat mendeteksi adanya pembengkakan
otak. Jika pemeriksaan imaging memiliki tanda-tanda dan gejala yang menjurus
ke ensefalitis maka lumbal fungsi harus dilakukan untuk melihat apakah terdapat
peningkatan tekanan intrakranial.
Biopsi otak
Biopsi otak jarang dilakukan, kecuali untuk mendiagnosa adanya herpes
simpleks ensefalitis yang jika tidak mungkin dilakukan metode DNA atau CT Scan
dan MRI
Pemeriksaan darah
Polymerase Chain Reaction (PCR): pemeriksaan ini merupakan metode yang
digunakan untuk mendeteksi adanya infeksi HSV 1, enterovirus 2, pada susunan
saraf pusat.

F. PENATALAKSANAAN
Dengan pengecualian dari ensefalitis herpes simplex dan varicella-zoster,
bentuk ensefalitis virus tidak dapat diobati. Tujuan utama adalah untuk
mendiagnosa pasien secepat mungkin sehingga mereka menerima obat yang
tepat untuk mengobati gejala. Hal ini sangat penting untuk menurunkan demam
71

dan meringankan tekanan yang disebabkan oleh pembengkakan otak. Pasien


dengan ensefalitis yang sangat parah beresiko bagi komplikasi sistemik
termasuk shock, oksigen rendah, tekanan darah rendah, dan kadar natrium
rendah. Setiap komplikasi yang mengancam nyawa harus diatasi segera dengan
perawatan yang tepat.
Penderita dengan kemungkinan ensefalitis harus dirawat inap sampai
menghilangnya

gejala-gejala

neurologik.

Tujuan

penatalaksanaan

adalah

mempertahankan fungsi organ dengan mengusahakan jalan nafas tetap terbuka,


pemberian makanan enteral atau parenteral, menjaga keseimbangan cairan dan
elektrolit dan koreksi gangguan asam basa darah. Tata laksana yang dikerjakan
sebagai berikut :
I.

Mengatasi kejang adalah tindakan vital, karena kejang pada ensefalitis


biasanya berat. Pemberian Fenobarbital 5-8 mg/kgBB/24 jam. Jika kejang
sering terjadi, perlu diberikan Diazepam (0,1-0,2 mg/kgBB) IV, dalam
bentuk infus selama 3 menit.

II.

Memperbaiki homeostatis, dengan infus cairan D5 - 1/2 S atau D5 - 1/4 S


(tergantung umur) dan pemberian oksigen.

III.

Mengurangi edema serebri serta mengurangi akibat yang ditimbulkan oleh


anoksia serebri dengan Deksametason 0,15-1,0 mg/kgBB/hari i.v dibagi
dalam 3 dosis.

IV.

Menurunkan tekanan intrakranial yang meninggi dengan Manitol diberikan


intravena dengan dosis 1,5-2,0 g/kgBB selama 30-60 menit. Pemberian
dapat diulang setiap 8-12 jam

V.

Pengobatan kausatif.
Sebelum berhasil menyingkirkan etilogi bakteri, terutama abses otak
(ensefalitis

bakterial),

maka

harus

diberikan

pengobatan

antibiotik

parenteral. Pengobatan untuk ensefalitis karena infeksi virus herpes


simplek diberikan Acyclovir intravena, 10 mg/kgbb sampai 30 mg/kgbb per
hari selama 10 hari. Jika terjadi toleransi maka diberikan Adenine
arabinosa (vidarabin). Begitu juga ketika terjadi kekambuhan setelah
pengobatan dengan Acyclovir. Dengan pengecualian penggunaan Adenin
arabinosid kepada penderita ensefalitis oleh herpes simpleks, maka
pengobatan yang dilakukan bersifat non spesifik dan empiris yang
bertujuan untuk mempertahankan kehidupan serta menopang setiap

72

sistem organ yang terserang. Efektivitas berbagai cara pengobatan yang


dianjurkan belum pernah dinilai secara objektif
VI.
VII.

Fisioterapi dan upaya rehabilitatif setelah penderita sembuh.


Makanan tinggi kalori protein sebagai terapi diet.

G. GEJALA SISA DAN KOMPLIKASI


Gejala sisa maupun komplikasi karena ensefalitis dapat melibatkan
susunan saraf pusat dapat mengenai kecerdasan, motoris, psikiatris, epileptik,
penglihatan dan pendengaran, sistem kardiovaskuler, intraokuler, paru, hati dan
sistem lain dapat terlibat secara menetap.
Gejala sisa berupa defisit neurologik (paresis/paralisis, pergerakan koreoatetoid),
hidrosefalus maupun gangguan mental sering terjadi.
H. PROGNOSIS
Prognosis

bergantung

pada

kecepatan

dan

ketepatan

pertolongan.

Disamping itu perlu dipertimbangkan pula mengenai kemungkinan penyulit yang


dapat muncul selama perawatan. Prognosis jangka pendek dan panjang sedikit
banyak bergantung pada etiologi penyakit dan usia penderita. Bayi biasanya
mengalami penyulit dan gejala sisa yang berat. Ensefalitis yang disebabkan oleh
VHS memberi prognosis yang lebih buruk daripada prognosis virus entero.
Kematian karena ensefalitis masih tinggi berkisar antara 35-50 %. Dari penderita
yang hidup 20-40% mempunyai komplikasi atau gejala sisa. Penderita yang
sembuh tanpa kelainan neurologis yang nyata dalam perkembangan selanjutnya
masih menderita retardasi mental, epilepsi dan masalah tingkah laku.

73

74

BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Berdasarkan skenario yang kami peroleh, kelompok kami menyimpulkan
bahwa laki-laki pada skenario mengalami Meningitis, dari hasil keterangan klinis
dan hasil laboratorium dimana ditemukan golongan amfetamin positif, jumlah
CD4 menurun, serta pemeriksaan fisik menunjukkan terdapat tanda-tanda
rangsang meningeal. Setelah dilakukan punksi lumbal didapatkan hasil Nonne
dan Pandi positif.

III.2 Penutup
Demikianlah laporan ini kami susun. Semoga dengan tersusunya laporan
ini, pengetahuan atau wawasan menjadi semakin luas. Dan kami berharap,
laporan ini dapat berguna tidak hanya untuk kami, tetapi juga untuk pembaca.
Jika ada kesalahan dalam penulisan pada laporan ini, kami mohon maaf
yang sebesar-besarnya. Segala kesalahan datangnya dari kami dan segala
kesempurnaan hanya milik Allah SWT.

75

DAFTAR PUSTAKA
Baehr. Mathias. Diagnosis Topik Neurologi DUUS : Anatomi, Fisiologi,
Tanda, Gejala.Edisi 4. 2010. Jakarta : EGC
Baratawidjaja, Karnen Garna, Iris Rengganis. 2012. Imunologi Dasar Edisi
ke-10. Jakarta: Badan Penerbit FKUI.
Behrman RE, Vaughan, V.C, Ensefalitis Viral dalam Nelson Ilmu Kesehatan
Anak, edisi 12, Bag 2, EGC, Jakarta: 42-48.
Brillman, Jon and scott kahan. 2005. In a Page: Neurology. Australia;
Blackwell Publishing
Budiman, Gregory. Basic Neuroanatomical Pathways. Second Edition. FKUI.
Jakarta: 2009. Dewanto, George, et al. Panduan Praktis Diagnosis dan Tata
Laksana Penyakit Saraf. 2009. Jakarta : EGC
Dorland, W. A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland Ed. 29. Jakarta:
EGC
James D.C., Shields W.D., Encephalitis and meningoencephalitis in Text
Book of Pediatric Infectious Disease, Vol. 1 by Saunders. United States of
America. 2004: 505- 509, 512- 514.
James D. C., Recognition and Management of Encephalitis in Children in
Hot Topics in Infections and Immunity in Children V, Vol. 634 by Springer. United
States of America, 2009 : 53-60.
Limited. 1998. Anatomi Fisiologi Ed. 2. Jakarta: EGC
Mardjono M, Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta.Dian Rakyat; 2000
PERDOSSI. 2008. Buku Ajar Neurologi Klinis. Gajah Mada University
Press,2008
Perhimpunan dokter syaraf indonesia. 2011. Buku Ajar Neurologi Klinik.
Yogyakarta : UGM press.
Price, A. Sylvia.2012.PATOFISIOLOGI konsep klinis dasar penyakit volume
2:Jakarta, EGC
Snell, Richard. 2007. Anatomi Klinis. Jakarta: EGC
Soedarmo,Poerwo S. Sumarno. Buku ajar Ilmu kesehatan anak infeksi dan
penyakit tropis edisi pertama .Ikatan Dokter Anak Indonesia .Jakarta. 2000.
Utama, Hendra. 2012. Kamus Kedokteran Ed. 6. Jakarta : FKUI.
Website :http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23705/4/Chapter
%20II.pdf. Diakses pada 10 Maret 2015.

76

You might also like