Professional Documents
Culture Documents
1. Definisi
Stroke atau serangan otak adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak,
progresif, cepat, berupa defisit neurologis fokal dan atau global, yang berlangsung 24
jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian, dan semata-mata disebabkan oleh
gangguan peredaran darah otak non traumatik.
Stroke non hemoragik didefinisikan sebagai sekumpulan tanda klinik yang
berkembang oleh sebab vaskular. Gejala ini berlangsung 24 jam atau lebih pada
umumnya terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke otak, yang menyebabkan cacat
atau kematian.
Stroke non hemoragik sekitar 85%, yang terjadi akibat obstruksi atau bekuan di
satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum. Obstruksi dapat disebabkan oleh
bekuan (trombus) yang terbentuk di dalam suatu pembuluh otak atau pembuluh atau
organ distal. Trombus yang terlepas dapat menjadi embolus.
2. Etiologi
Pada tingkatan makroskopik, stroke non hemoragik paling sering disebabkan oleh
emboli ekstrakranial atau trombosis intrakranial. Selain itu, stroke non hemoragik juga
dapat diakibatkan oleh penurunan aliran serebral. Pada tingkatan seluler, setiap proses
yang mengganggu aliran darah menuju otak menyebabkan timbulnya kaskade iskemik
yang berujung pada terjadinya kematian neuron dan infark serebri.
a. Emboli
Sumber embolisasi dapat terletak di arteria karotis atau vertebralis akan tetapi
dapat juga di jantung dan sistem vaskuler sistemik.
a. Embolus yang dilepaskan oleh arteria karotis atau vertebralis, dapat berasal
dari plaque athersclerotique yang berulserasi atau dari trombus yang
melekat pada intima arteri akibat trauma tumpul pada daerah leher.
b. Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada:
1) Penyakit jantung dengan shunt yang menghubungkan bagian kanan
dengan bagian kiri atrium atau ventrikel;
2) Penyakit jantung rheumatoid akut atau menahun yang meninggalkan
3)
4)
5)
6)
miksomatosus sistemik;
c. Embolisasi akibat gangguan sistemik dapat terjadi sebagai:
1
4. Faktor Risiko
Terdapat beberapa faktor risiko stroke non hemoragik, yakni:
1. Usia lanjut (resiko meningkat setiap pertambahan dekade)
2. Hipertensi
3. Merokok
4. Penyakit jantung (penyakit jantung koroner, hipertrofi ventrikel kiri, dan fibrilasi
atrium kiri)
5. Hiperkolesterolemia
6. Riwayat mengalami penyakit serebrovaskuler
5. Patofisiologi
Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron, sel-sel penunjang yang dikenal
sebagai sel glia, cairan serebrospinal, dan pembuluh darah. Semua orang memiliki
jumlah neuron yang sama sekitar 100 miliar, tetapi koneksi di antara berbagi neuron
berbeda-beda. Pada orang dewasa, otak membentuk hanya sekitar 2% (1200-1400 gram)
dari berat tubuh total, tetapi mengkonsumsi sekitar 20% oksigen dan 50% glukosa yang
ada di dalam darah arterial. Dalam jumlah normal darah yang mengalir ke otak sebanyak
50-60 ml per 100 gram jaringan otak per menit. Jumlah darah yang diperlukan untuk
seluruh otak adalah 700-840 ml/menit, dari jumlah darah itu di salurkan melalui arteri
karotis interna yang terdiri dari arteri karotis dekstra dan sinistra, yang menyalurkan
darah ke bagian depan otak disebut sebagai sirkulasi arteri serebrum anterior, yang kedua
adalah vertebrobasiler, yang memasok darah ke bagian belakang otak disebut sebagai
sirkulasi arteri serebrum posterior, selanjutnya sirkulasi arteri serebrum anterior bertemu
dengan sirkulasi arteri serebrum posterior membentuk suatu sirkulus Willisi.
Gangguan pasokan darah otak dapat terjadi dimana saja di dalam arteri-arteri yang
membentuk sirkulus willisi serta cabang-cabangnya. Secara umum, apabila aliran darah
ke jaringan otak terputus 15 sampai 20 menit, akan terjadi infark atau kematian jaringan.
Perlu diingat bahwa oklusi di suatu arteri tidak selalu menyebabkan infark di daerah otak
yang di perdarahi oleh arteri tersebut dikarenakan masih terdapat sirkulasi kolateral yang
memadai ke daerah tersebut. Proses patologik yang sering mendasari dari berbagi proses
yang terjadi di dalam pembuluh darah yang memperdarahi otak diantaranya dapat
berupa:
1. Keadaan penyakit pada pembuluh darah itu sendiri, seperti pada aterosklerosis dan
thrombosis.
2. Berkurangnya perfusi akibat gangguan status aliran darah, misalnya syok atau
hiperviskositas darah.
3. Gangguan aliran darah akibat bekuan atau embolus infeksi yang berasal dari jantung
atau pembuluh ekstrakranium.
3
Dari gangguan pasokan darah yang ada di otak tersebut dapat menjadikan
terjadinya kelainan-kelainan neurologi tergantung bagian otak mana yang tidak mendapat
suplai darah, yang diantaranya dapat terjadi kelainan di sistem motorik, sensorik, fungsi
luhur, yang lebih jelasnya tergantung saraf bagian mana yang terkena.
6. Gejala Klinis
Gejala stroke non hemoragik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak
bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasi tempat gangguan
peredaran darah terjadi, kesadaran biasanya tidak mengalami penurunan, menurut
penelitian Rusdi Lamsudi pada tahun 1989-1991 stroke non hemoragik tidak terdapat
hubungan dengan terjadinya penurunan kesadaran, kesadaran seseorang dapat dinilai
dengan menggunakan skala koma Glasgow yaitu :
2.
2.
Mengerang
3.
Bicara kacau
4.
Disorientasi tempat
dan waktu
5.
Ekstensi abnormal
2.
Respons dengan
rangsangan nyeri
3.
3.
Fleksi abnormal
4.
Buka mata
spontan
4.
Menghindari nyeri
5.
Melokalisir nyeri
6.
Mengikuti perintah
Fungsi
Penciuman
II: Optikus
III: Okulomotorius
Penglihatan
Gerak mata; kontriksi pupil;
akomodasi
IV: Troklearis
V: Trigeminus
Gerak mata
Sensasi umum wajah, kulit
kepala, dan gigi; gerak
mengunyah
Gerak mata
Pengecapan; sensasi umum
pada platum dan telinga luar;
sekresi kelenjar lakrimalis,
submandibula dan sublingual;
ekspresi wajah
Pendengaran; keseimbangan
VI: Abdusen
VII: Fasialis
VIII:
Vestibulokoklearis
IX: Glosofaringeus
X: Vagus
g. Disartria
h. Rasa baal di wajah, mulut, atau lidah
i. Sinkop, stupor, koma, pusing, gangguan daya ingat, disorientasi
j. Gangguan penglihatan dan pendengaran
5. Arteri serebri posterior
a. Koma
b. Hemiparese kontralateral
c. Afasia visual atau buta kata (aleksia)
d. Kelumpuhan saraf kranialis ketiga: hemianopsia, koreoatetosis.
7. Diagnosis
a. Anamnesis
Stroke harus dipertimbangkan pada setiap pasien yang mengalami defisit
neurologi akut (baik fokal maupun global) atau penurunan tingkat kesadaran. Tidak
terdapat tanda atau gejala yang dapat membedakan stroke hemoragik dan non
hemoragik meskipun gejala seperti mual muntah, sakit kepala dan perubahan tingkat
kesadaran lebih sering terjadi pada stroke hemoragik. Beberapa gejala umum yang
terjadi pada stroke meliputi hemiparese, monoparese, atau qudriparese, hilangnya
penglihatan monokuler atau binokuler, diplopia, disartria, ataksia, vertigo, afasia, atau
penurunan kesadaran tiba-tiba. Meskipun gejala-gejala tersebut dapat muncul sendiri
namun umumnya muncul secara bersamaan. Penentuan waktu terjadinya gejala-gejala
tersebut juga penting untuk menentukan perlu tidaknya pemberian terapi trombolitik.
Beberapa faktor dapat mengganggu dalam mencari gejala atau onset stroke seperti:
1. Stroke terjadi saat pasien sedang tertidur sehingga kelainan tidak didapatkan
hingga pasien bangun (wake up stroke).
2. Stroke mengakibatkan seseorang sangat tidak mampu untuk mencari
pertolongan.
3. Penderita atau penolong tidak mengetahui gejala-gejala stroke.
4. Terdapat beberapa kelainan yang gejalanya menyerupai stroke seperti kejang,
infeksi sistemik, tumor serebral, subdural hematom, ensefalitis, dan
hiponatremia.
b. Pemeriksaan Fisik
Tujuan pemeriksaan fisik adalah untuk mendeteksi penyebab stroke
ekstrakranial, memisahkan stroke dengan kelainan lain yang menyerupai stroke, dan
menentukan beratnya defisit neurologi yang dialami. Pemeriksaan fisik harus
mencakup pemeriksaaan kepala dan leher untuk mencari tanda trauma, infeksi, dan
iritasi menings. Pemeriksaan terhadap faktor kardiovaskuler penyebab stroke
membutuhkan pemeriksaan fundus okuler (retinopati, emboli, perdarahan), jantung
(ritmik ireguler, bising), dan vaskuler perifer (palpasi arteri karotis, radial, dan
menunjukkan
faktor
risiko
stroke
seperti
polisitemia,
trombositosis,
yang menandakan terjadinya edema di otak. Jika setelah 3 jam terdapat daerah
hipodense yang luas di otak maka diperlukan pertimbangan ulang mengenai
waktu terjadinya stroke. Tanda lain terjadinya stroke non hemoragik adalah
adanya insular ribbon sign, hiperdense MCA (oklusi MCA), asimetris sulkus,
dan hilangnya perberdaan gray-white matter.
2. CT perfussion
Modalitas ini merupakan modalitas baru yang berguna untuk
mengidentifikasi daerah awal terjadinya iskemik. Dengan melanjutkan
pemeriksaan scan setelah kontras, perfusi dari region otak dapat diukur.
Adanya hipoatenuasi menunjukkan terjadinya iskemik di daerah tersebut.
3. CT angiografi (CTA)
Pemeriksaan CT scan non kontras dapat dilanjutkan dengan CT
angiografi (CTA). Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi defek pengisian
arteri serebral yang menunjukkan lesi spesifik dari pembuluh darah penyebab
stroke. Selain itu, CTA juga dapat memperkirakan jumlah perfusi karena
daerah yang mengalami hipoperfusi memberikan gambaran hipodense.
4. MR angiografi (MRA)
MRA juga terbukti dapat mengidentifikasi lesi vaskuler dan oklusi
lebih awal pada stroke akut. Sayangnya, pemerikasaan ini dan pemeriksaan
MRI lainnya memerlukan biaya yang tidak sedikit serta waktu pemeriksaan
yang agak panjang.
Protokol MRI memiliki banyak kegunaan untuk pada stroke akut. MR
T1 dan T2 standar dapat dikombinasikan dengan protokol lain seperti
diffusion-weighted imaging (DWI) dan perfussion-weighted imaging (PWI)
untuk meningkatkan sensitivitas agar dapat mendeteksi stroke non hemoragik
akut. DWI dapat mendeteksi iskemik lebih cepat daripada CT scan dan MRI.
Selain itu, DWI juga dapat mendeteksi iskemik pada daerah kecil. PWI dapat
mengukur langsung perfusi daerah di otak dengan cara yang serupa dengan
CT perfusion. Kontras dimasukkan dan beberapa gambar dinilai dari waktu ke
waktu serta dibandingkan.
5. USG, ECG, EKG, Chest X-Ray
Untuk evaluasi lebih lanjut dapat digunakan USG. Jika dicurigai
stenosis atau oklusi arteri karotis maka dapat dilakukan pemeriksaan dupleks
karotis. USG transkranial dopler berguna untuk mengevaluasi anatomi
vaskuler proksimal lebih lanjut termasuk di antaranya MCA, arteri karotis
intrakranial, dan arteri vertebrobasiler. Pemeriksaan ECG (ekhokardiografi)
dilakukan pada semua pasien dengan stroke non hemoragik yang dicurigai
9
10
11
13
DAFTAR PUSTAKA
UNDIP.
Semarang.
2010.
http://eprints.undip.ac.id/24037/1/Andreas_Christian_Widjaja.pdf
6. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit jilid 2. Jakarta:
EGC, 2006; hal. 1110-19.
7. Hassmann KA. Stroke, Ischemic. [Online]. Cited 2013 Sept 01. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/793904-overview
8. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi klinis dasar. Jakarta: Penerbit Dian Rakyat, 2010; hal
270, 287, 290-93.
9. Swartz MH. Buku ajar diagnostic fisik. Jakarta: EGC, 2002; hal. 359-98.
10. Januar R. Karakteristik penderita stroke non hemorage yang di rawat inap di rsu herna
medan
tahun
2002.
FKM
USU.
Medan.
2002.
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/14569
14
11. Hassmann KA. Stroke, Ischemic. [Online]. Cited 2013 Sept 01. available from:
http://emedicine.medscape.com/article/793904-diagnosis
12. Rubenstein D, Waine D & Bradley J. Kedokteran Klinis Edisi Ke 6. Jakarta: Penerbit
Erlangga, 2005; hal. 98-99.
13. Hassmann KA. Stroke Ischemic. [Online]. Cited 2013 Sept 01. available from:
http://emedicine.medscape.com/article/793904-followup
15