Professional Documents
Culture Documents
LAPORAN KASUS
I.
IDENTITAS
Identitas Pasien
Nama Pasien
Jenis Kelamin
Usia
Alamat
Suku
Agama
No. RM
: By. Ny. EP 1
: Laki-laki
: 0 hari
: Jl. Kebon Arum Selatan III/14, Batursari, Mranggen
: Jawa
: Islam
: 344059
II.
: Tn. RI
: 25 tahun
: Karyawan Swasta
: STM
: Jawa
: Islam
Nama Ibu
: Ny. EP
Usia
: 25 tahun
Pekerjaan
: Ibu Rumah Tangga
Pendidikan
: SMA
Suku
: Jawa
Agama
: Islam
ANAMNESIS
Alloanamnesis dilakukan kepada ibu kandung pasien dan perawat
perinatalogi RSUD Kota Semarang pada tanggal 29 November 2015 pukul 15.00
dan didukung oleh catatan medis.
Keluhan utama
Keluhan tambahan
Setelah masuk RS
Pukul 08.31, telah lahir bayi laki-laki (bayi I), BBL 1700 gr, PB 39 cm,
LK 32 cm, LD 28 cm. Bayi lahir menangis spontan, pernapasan baik, nadi
kurang, tonus otot sedang, dengan apgar score 7-9-10. Ketuban jernih dan
pecah saat persalinan. Terdapat kebiruan pada ujung tangan dan kaki bayi.
Pukul 08.33, lahir bayi kedua, laki-laki, dengan BBL 2400 gr, PB 42 cm,
LK 32 cm, LD 32 cm. Bayi lahir merintih, pernapasan tidak teratur, dengan
apgar score 5-9-10.
Setelah bayi lahir dilakukan suction dan stimulasi (sampai bayi kedua
menangis kuat) sebelum diberikan injeksi vit. K 1 mg IM dan salep mata
kloramfenikol ODS. Hasil pengukuran bayi I: nadi 150x/menit, pernapasan
40x/menit, dan suhu 36,80C. Selanjutnya kedua bayi dipindahkan ke ruang
Perinatalogi sementara ibu masuk ruang Dewi Kunthi.
FOLLOW-UP
Tanggal/
Tanda Vital
Assessment
29/11/15
- KU bayi aktif, menangis kuat
Terapi
- Diet:
- O2 1L/menit
U: 0 hari
Tunda diet OGT (+)
- Inf. D10% 6 tpm
HR: 136x/m
- Inj. AmpisillinPkl. 21.00 dicoba diberikan cairan
sulbaktam 2 x 125
PO D10% sebanyak 10cc.
RR: 40x/m
mg (H-1)
Refleks hisap (+) kuat, muntah (-)
T: 36,80C
- Cek DR & GDS
- BAB (+), BAK (+)
30/11/15
U: 1 hari
HR: 138x/m
RR: 32x/m
T: 36,80C
BB: 1740 gr
Program
Assesment
Pantau KU, TV
Neonatal aterm
Pantau minum dan
Gemelli I
refleks hisap
BBLR
Asfiksia ringan
- KU bayi aktif, menangis kuat
Terapi
- Diet (+), refleks hisap (+) kuat, muntah
- O2 aff
(-)
- Inf. D10% 6 tpm
- BAB (+), BAK (+)
- Inj. Ampisillinsulbaktam 2 x 125
Hasil Lab:
mg (H-2)
Hb 18 g/dL
Ht 59%
Program
Leukosit 18.000 uL
Diet susu formula 8
Trombosit 154.000 ml
x 30cc
Pantau KU, TV
GDS 105
Antibiotik lanjut
3
1/12/15
U: 2 hari
HR: 130x/m
RR: 36x/m
T: 36,60C
Assesment
sampai tanggal
1/12/15 pkl. 22.00
Neonatal aterm
Gemelli I
BBLR
Asfiksia ringan
- KU bayi aktif, menangis kuat
Terapi
- Diet (+), refleks hisap (+) kuat, muntah
- Inf. D10% 6 tpm
(-)
- Inj. Ampisillin- BAB (+), BAK (+)
sulbaktam 2 x 125
mg (H-3)
- PF: ikterik Kramer 3
2/12/15
U: 3 hari
HR: 138x/m
RR: 36x/m
T: 370C
BB: 1820 gr
Program
Fototerapi 1x24 jam
Diet susu formula 8
x 30cc
Pantau KU, TV,
tanda dehidrasi/rash
kulit
Antibiotik lanjut
sampai pkl. 22.00
Cek DR, bilirubin
total dan direk pagi
KU bayi aktif, menangis kuat
Terapi
Diet (+), refleks hisap (+) kuat, muntah
- Inf. D10% 6 tpm
(-)
- Inj. AmpisillinBAB (+), BAK (+)
sulbaktam 2 x 125
mg (H-4)
PF: ikterik Kramer 2
Assesment
Neonatal aterm
Gemelli I
BBLR
Asfiksia ringan
Ikterik neonatorum
BB: 1740 gr
Hasil Lab:
Hb 21,6 g/dL
Ht 64,3%
Leukosit 13.300 uL
Trombosit 153.000 ml
Bilirubin T/D: 10,43/0,73
Assesment
Neonatal aterm
Gemelli I
BBLR
Asfiksia ringan
Program
Fototerapi 1x24 jam
Diet susu formula 8
x 30cc
Pantau KU, TV,
tanda dehidrasi/rash
kulit
Antibiotik
dilanjutkan sampai
tanggal 4/12/15 pkl.
22.00
3/12/15
U: 4 hari
HR: 134x/m
RR: 38x/m
T: 36,70C
Ikterik neonatorum
- KU bayi aktif, menangis kuat
Terapi
- Diet (+), refleks hisap (+) kuat, muntah
- Inf. D10% 6 tpm
(-)
- Inj. Ampisillin- BAB (+), BAK (+)
sulbaktam 2 x 125
mg (H-5)
- PF: kulit merah, ikterik (-)
4/12/15
U: 5 hari
HR: 132x/m
RR: 36x/m
T: 36,80C
BB: 1860 gr
Program
Fototerapi stop
Diet susu formula 8
x 30cc
Pantau KU, TV
Antibiotik
dilanjutkan sampai
tanggal 4/12/15 pkl.
22.00
KU bayi aktif, menangis kuat
Terapi
Diet (+), refleks hisap (+) kuat, muntah
- Inf. D10% 6 tpm
(-)
- Inj. AmpisillinBAB (+), BAK (+)
sulbaktam 2 x 125
mg (H-6)
PF: ikterik (-)
Assesment
Neonatal aterm
Gemelli I
BBLR
Asfiksia ringan
Ikterik neonatorum
BB: 1820 gr
Assesment
Neonatal aterm
Gemelli I
BBLR
Asfiksia ringan
Ikterik neonatorum
Hasil Lab:
Hb 19,9 g/dL
Ht 61,4%
Leukosit 7.900 uL
Trombosit 147.000 mL
Pulang sore
Program
Diet susu formula 8
x 30cc
Pantau KU, TV
Antibiotik
dilanjutkan sampai
pkl. 22.00
Setelah antibiotik
habis, cek DR
hasil baik BLPL
Ibu memiliki golongan darah A rhesus postif dan ayah memiliki golongan
gonorea,
klamidia,
trikomoniasis,
kandidiasis,
vaginalis
disangkal.
Riwayat suami menderita penyakit menular seksual sebelum dan selama
Saat usia kehamilan 7 bulan ibu pernah dirawat di rumah sakit karena
anemia (Hb 6,7) dan pulang 3 hari kemudian setelah menerima transfusi
darah (Hb 10 lebih).
Kesan: Riwayat anemia pada usia kehamilan 7 bulan.
suction, stimulasi, injeksi vit. K, dan pemberian salep mata. Selanjutnya bayi
dirawat di ruang Perinatologi.
Berat badan lahir 1700 gram. Panjang badan 39 cm. Lingkar kepala 32 cm.
Lingkar dada 28 cm., APGAR score 7 9 10.
Kesan : Neonatus aterm, gemelli I , BBLR, asfiksia ringan, lahir SC.
Riwayat Asupan Nutrisi
Usia
(hari)
0
1
2
3
4
Asupan Nutrisi
Parenteral: inf. D10% 6 tpm
Tunda diet pasang OGT sampai pukul
Enteral: per oral cairan D10% 10cc
Parenteral: inf. D10% 6 tpm
Enteral: susu formula 8 x 30cc
Parenteral: inf. D10% 6 tpm
Enteral: susu formula 8 x 30cc
Parenteral: inf. D10% 6 tpm
Enteral: susu formula 8 x 30cc
Parenteral: inf. D10% 6 tpm
Enteral: susu formula 8 x 30cc
Riwayat Imunisasi
Hepatitis B
:BCG
:Polio
:Kesan : Anak belum pernah mendapat imunisasi
Ayah
1
25 tahun
-
Ibu
1
26 tahun
7
Keadaan sehat
Sehat
Sehat
Data Perumahan
Kepemilikan rumah
: milik sendiri
Keadaan lingkungan
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 29 November 2015, pukul 15.20 WIB di
ruang Perinatologi. Bayi laki-laki usia 0 hari, berat badan lahir 1700 gram, panjang badan
39 cm, lingkar kepala 32 cm, lingkar dada 28 cm.
Kesan umum
Compos Mentis, tampak aktif, napas spontan adekuat, tangisan kuat, ikterik (-), sianosis
(-).
Tanda vital
Tekanan darah : tidak dilakukan pemeriksaan
Nadi
: 103x/menit, isi dan tegangan cukup
Pernapasan
: 43x/menit
Suhu
: 36,6 C (Axilla)
Status Internus
Kepala
Mesocephali, ukuran lingkar kepala 32 cm, ubun-ubun besar terbuka, ukuran 1.5 x
1.5 cm, tidak tegang dan tidak menonjol, caput succadenium (-), cephale hematom
(-), rambut hitam terdistribusi merata, tidak mudah dicabut, kulit kepala tidak ada
Telinga
Bentuk normal, pinna rekoil segera, discharge (-/-).
Mulut
sianosis (-), trismus (-), stomatitis(-), labioschizis (-), palatoschizis (-).
Thorax
Paru
o Inspeksi
:
Ikterik (-), hemithorax dextra dan sinistra
simetris
dalam
keadaan
statis
maupun
dinamis,
retraksi
areola
ronkhi
:
:
:
:
o Inspeksi
Deformitas
Akral dingin
Akral sianosis
Ikterik
CRT
Tonus
Superior
- /- /- /-/< 3 detik
normotonus
Inferior
- /- /- /- /< 3 detik
normotonus
IV.
Kulit
Lanugo (+), sianotik (-), pucat (-), ikterik (-), sklerema (-).
Refleks Primitif :
Refleks Hisap
: (+)
Refleks Rooting
: (+)
Refleks Moro
: (+)
Refleks Palmar Grasp : (+)
Refleks Plantar Grasp : (+)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium Hematologi
Tanggal Pemeriksaan: 29 November 2015
Pemeriksaan
Hasil
Nilai Normal
Hb (g/dL)
18
14 - 24
Hematokrit (%)
59
40 52
Leukosit (/uL)
18.000
3.8 10.6
Trombosit (ml)
154.000
150 400
GDS
105
Hasil
Nilai Normal
Hb (g/dL)
21,6
14 - 24
Hematokrit (%)
64,3
40 52
Leukosit (/uL)
13.300
3.8 10.6
Trombosit (ml)
153.000
150 400
Total
10,84
0 1.0
Direk
0,73
0 0.35
Bilirubin (mg/dL)
10
Maturitas neuromuskuler
Sikap tubuh
Poin
4
Maturitas fisik
Kulit
Poin
1
Jendela siku-siku
Lanugo
Rekoil lengan
Sudut popliteal
Payudara
Tanda Selempang
Bentuk telinga
Tumit ke kuping
Genitalia (laki-laki)
Total
20
Total
14
= 20 + 14
= 34
Kesan : kelahiran aterm 37 - 38 minggu
2. KURVA LUBCHENKO
11
BBL : 1700 gr
Usia Kehamilan : 37 minggu
Hasil : Kecil Masa Kehamilan
3. APGAR SCORE
Klinis
10
Appearance
Pulse
Grimace
Activity
Respiratory effort
10
Ibu demam
Asfiksia
Partus lama
KPD
RESUME
Telah lahir bayi laki-laki dari ibu G1P0A0, usia 26 tahun, hamil 37 minggu,
tanggal 29 November 2015, pukul 08.31 secara seksio sesarea dengan indikasi inpartu
kala I janin I letak sungsang. Persalinan ditolong oleh Sp.OG di ruang IBS RSUD Kota
Semarang. Berat bayi lahir 1700 gram, panjang badan 39 cm, lingkar kepala 32 cm dan
lingkar dada 28 cm. Saat lahir bayi menangis spontan, tonus otot sedang, nadi kurang,
tampak kebiruan pada ujung jari tangan dan kaki dengan apgar score 7-9-10. Tidak
terdapat lilitan tali pusat pada saat persalinan. Air ketuban jernih dan pecah saat
persalinan. Setelah dilakukan suction dan stimulasi bayi kemudian dirawat di ruang
Perinatologi.
Hasil pemeriksaan fisik dalam batas normal. Dari pemeriksaan penunjang dan
pemeriksaan khusus didapatkan hiperbilirubinemia, kecil masa kehamilan, dan asfiksia
ringan.
VII. DIAGNOSIS BANDING
Gemelli
- Monozigotik
o Monokorionik
o Dikorionik
- Dizigotik
13
o Monokorionik
o Dikorionik
Kecil Masa Kehamilan/BBLR
- Faktor ibu:
o Anemia
o Gizi buruk
o Penyakit selama kehamilan
o Penyakit vaskular ibu
o Obat dan merokok
o Genetik
- Faktor plasenta:
o Insersi abnormal
- Faktor janin:
o Gemelli
Asfiksia Ringan
-
Faktor ibu:
o Hipertensi
o Perdarahan
o CPD
o SC berulang
o
Partus lama
Faktor plasenta:
o Solusio plasenta
o Plasenta previa
o Lilitan tali pusat
Faktor janin:
o Makrosomia
o Letak sungsang
o Gemelli
o BBLR
o Fetal distress
Ikterik Neonatorum
Fisiologis
Patologis
14
Kebutuhan Cairan
1,7 x 60 cc = 102 cc
1,7 x 80 cc = 136 cc
1,7 x 100 cc = 170 cc
1,7 x 120 cc = 204 cc
612 cc
o Kebutuhan kalori
1,7 x 150 kkal = 255 kkal/hari
o Pemberian susu formula : 8 x 30 cc/hari
X.
EDUKASI
Jaga kehangatan bayi.
Perawatan tali pusat.
Berikan ASI hingga usia 6 bulan, berikan 2-3 jam sekali. ASI harus
diteruskan dan diberikan sesering mungkin.
Ibu diajarkan cara menyusui dan PMK yang benar.
Ibu harus selalu membersihkan puting susu sebelum maupun sesudah
menyusui. Jika ibu menggunakan botol susu, pastikan botol susu dalam
keadaan bersih dan harus selalu dicuci serta direbus sebelum digunakan.
Jumlah botol susu sebaiknya minimal 12 buah.
Jaga asupan nutrisi ibu, jangan pantang makanan. Jaga hygine ibu, mulai dari
kebersihan tubuh sampai kebersihan pakaian dan kebersihan lingkungan.
15
Kejang
Merintih
XI.
PROGNOSIS
Quo ad vitam
Quo ad functionam
Quo ad sanationam
: ad bonam
: ad bonam
: ad bonam
16
BAB II
ANALISIS MASALAH
1. Pada pasien ini ditegakkan diagnosis neonatus aterm berdasarkan :
a. Anamnesa
Pada anamnesa ditemukan Ibu G1P0A0, usia 26 tahun, hamil 37 minggu, HPHT 10 Maret
2015. Kehamilan ibu pasien merupakan 37 minggu yang merupakan kehamilan cukup bulan,
sehingga melahirkan bayi yang aterm.
b.
Pemeriksaan khusus
Dari pemeriksaan Ballard scoredidapatkan total skor 34 yang setara dengan kelahiran
aterm 37-38 minggu.
2. Pada pasien ini ditegakkan diagnosis gemelli berdasarkan:
a. Anamnesa
Dari anamnesa ibu mengaku telah didiagnosis kehamilan ganda oleh Sp.OG sejak usia
kehamilan 3 bulan. Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan USG di rumah sakit.
b. Riwayat Persalinan
Dari persalinan ibu lahir hidup dua bayi laki-laki.
3. Pada pasien ini ditegakkan diagnosis BBLR berdasarkan:
a. Pemeriksaan Fisik
Dari penimbangan berat badan setelah bayi lahir menggunakan timbangan bayi didapatkan
berat bayi 1700 gram, yang berarti bayi mengalami BBLR.
b. Pemeriksaan Khusus
Berdasarkan pemeriksaan menggunakan kurva Lubchenko, didapatkan berat lahir 1700
gram untuk usia 37 minggu memiliki arti bayi kecil masa kehamilan.
4. Pada pasien ini ditegakkan diagnosis asfiksia ringan berdasarkan :
a. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
17
Berdasarkan riwayat kehamilan ibu, didapatkan faktor risiko terjadinya asfiksia pada bayi
yaitu kehamilan ganda. Metode persalinan yang dilakukan ibu, yaitu seksio sesarea, juga
merupakan salah satu faktor risiko terjadinya asfiksia pada bayi.
b. Pemeriksaan Fisik
Dari pemeriksaan setelah bayi lahir, didapatkan bayi memiliki berat lahir 1700 gram yang
berarti berat bayi lahir kurang. Berat lahir kurang merupakan faktor risiko terjadinya
asfiksia.
c. Pemeriksaan Khusus
Hasil pemeriksaan apgar score bayi adalah 7-9-10, yang berarti bayi mengalami asfiksia
ringan.
5. Pada pasien ini ditegakkan diagnosis ikterik neonatorum berdasarkan:
a. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan neonatus usia 2 hari, didapatkan bayi ikterik Kramer 3.
b. Pemeriksaan Penunjang
Dari hasil pemeriksaan bilirubin darah didapatkan hiperbilirubinemia dengan bilirubin
total 10,84 dan bilirubin direk 0,73.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
I.
KEHAMILAN GEMELLI
a. Pengertian
Menurut Federasi Obstetri Ginekologi Internasional, kehamilan didefinisikan sebagai
fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa dan ovum kemudian dilanjutkan dengan nidasi
atau implantasi. Kehamilan normal akan berlangsung dalam waktu 40 minggu atau 9 bulan
18
tidak atau sedikit sekali mempengaruhi kehamilan kembar itu. Diperkirakan disini
sebabnya ialah faktor penghambat pada masa pertumbuhan dini hasil konsepsi.
Faktor
penghambat
yang
mempengaruhi
segmentasi
sebelum
blastula
20
21
Menurut Mochtar Rustam (2012:261-262) pertumbuhan pada janin kembar adalah sebagai
berikut:
a. Berat badan satu janin kehamilan kembar rata-rata 1000 gr lebih ringan dari janin
tunggal.
b. Berat badan baru lahir biasanya pada kembar dibawah 2500 gr triplet dibawah 2000 gr,
duadriplet dibawah 1500 gr dan duintuplet dibawah 1000 gr.
c. Berat badan masing-masing janin dari kehamilan kembar tidak sama umumnya
berselisih antara 50 100 gr, karena pembagian sirkulasi darah tidak sama, maka yang
satu kurang bertumbuh dari yang lainnya.
d. Pada kehamilan ganda monozigotik:
1) Pembuluh darah janin yang satu beranastomosis dengan pembuluh darah janin
yang lain, karena itu setelah bayi satu lahir tali pusat harus diikat untuk
menghindari perdarahan
2) Karena itu janin yang satu dapat terganggu pertumbuhannya dan menjadi
monstrum seperti akardiakus dan kelainan lainnya.
3) Dapat terjadi sindroma transfusi fetal : pada janin yang dapat darah lebih
banyak terjadi hidramnion, polisitemia, edema dan pertumbuhan yang baik.
Sedangkan janin kedua kurang pertumbuhannya terjadilah bayi kecil, anemia,
dehidrasi, oligohidrami dan mikrokardia, karena kurang mendapat darah.
e. Pada kehamilan kembar dizigotik:
1) Dapat terjadi satu janin meninggal dan yang satu tumbuh sampai cukup bulan.
2) Janin yang mati dapat diresorbsi (kalau pada kehamilan muda) atau pada
kehamilan agak tua janin jadi gepeng disebut fetus papyraseus atau kompresus.
(2)
24
bagian bawah tubuh dan menyebabkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan tubuh
bagian atas. Gangguan atau kegagalan pertumbuhan kepala disebut akardius asefalus.
Kepala yang tumbuh parsial dengan alat gerak yang masih dapat diidentifikasi disebut
akardius mielasefalus. Kegagalan pertumbuhan semua struktur disebut akardius
amorfosa.
g. Twin-to-twin Transfusion Syndrome
Darah ditransfusikan dari satu kembaran (donor) ke dalam vena kembaran
lainnya (resipien) sedemikian rupa sehingga donor menjadi anemik dan pertumbuhannya
terganggu, sementara resipien menjadi polisitemik dan mungkin mengalami kelebihan
beban sirkulasi yang bermanifestasi sebagai hidrops fetalis.
Menurut ketentuan, terdapat perbedaan hemoglobin 5 g/dl dan 20% berat badan
pada sindrom ini. Kematian kembar donor dalam uterus dapat mengakibatkan trombus
fibrin di seluruh arteriol yang lebih kecil milik kembar resipien. Hal ini kemungkinan
diakibatkan oleh transfusi darah yang kaya tromboplastin dari janin donor yang
mengalami maserasi. Kembar yang bertahan hidup mengalami koagulasi intravaskular
diseminata.
h. Kembar Siam
Apabila pembentukan kembar dimulai setelah cakram mudigah dan kantung
amniom rudimenter sudah terbentuk dan apabila pemisahan cakram mudigah tidak
sempurna, akan terbentuk kembar siam/kembar dempet. Terdapat beberapa jenis kembar
siam, yaitu:
1) Thoracopagus, bila kedua tubuh bersatu di bagian dada (30-40%). Jantung
selalu terlibat dalam kasus ini. Bila jantung hanya satu, harapan hidup baik
dengan atau tanpa operasi adalah rendah.
2) Omphalopagus, bila kedua tubuh bersatu di bagian perut (34%). Umumnya
masing-masing tubuh memiliki jantung masing- masing, tetapi kembar siam ini
biasanya hanya memiliki satu hati, sistem pencernaan, dan organ-organ lain.
3) Xyphopagus, bila kedua tubuh bersatu di bagian xiphoid cartilage.
4) Pyopagus (iliopagus), bila bersatu di bagian belakang (19%).
5) Cephalopagus/craniopagus, bila bersatu di bagian kepala dengan tubuh
terpisah.
26
yaitu pH < 7 , pada sampel darah yang diambil dari arteri umbilical.
Nilai apgar 0 7 pada menit ke 1
Manifestasi nerologi pada periode BBL segera, termasuk kejang , hipotonia ,
B. Faktor Risiko
a. Faktor Risiko Antepartum
27
Hipertensi kronik
Infeksi ibu
Ibu dengan penyakit jantung , ginjal , paru , tiroid atau kelainan nerologi
Polihidroamnion
Oligohidroamnion
Hidrops fetalis
Kehamilan ganda
Partus presipitatus
Korioamnionitis
Makrosomia
28
Hiperstimulus uterus
Solusio plasenta
Plasenta previa
C. Penilaian
Penilaian awal dilakukan pada setiap BBL untuk menentukan apakah tindakan
resusitasi harus segera dimulai. Segera setelah lahir, dilakukan penilaian dengan APGAR
Score.
Tanda
Nilai O
Nilai 1
Appearace (warna
Seluruh tubuh
Tubuh merah
kulit)
extremitas biru
Tidak ada
< 100x/menit
G Grimace (Refleks)
Tidak ada
Lunglai
Perubahan
mimik/meringis
Nilai 2
> 100x/menit
Bersin/menangis
Ekstremitas sedikit
Gerakan aktif
fleksi
Ekstremitas fleksi
29
Respiration effort
(Usaha bernafas)
Tidak ada
Tak teratur
Menangis kuat
ii.
iii.
Nilai APGAR 8 10
: Vigorous baby
Nilai APGAR 7
: Asfiksia ringan
Nilai APGAR 4 6
: Asfiksia sedang
Nilai APGAR 0 3
: Asfiksia berat
Menit
ke-5
dan
10
digunakan
untuk
menentukan
prognosis
30
31
E. Komplikasi
Sistem
Sistem Saraf
Pengaruh
Ensefalopati hipoksik-iskemik, infark, perdarahan intrakranial, kejang,
Pusat
Kardiovaskular
Pulmonal
Ginjal
Adrenal
Saluran Cerna
Metabolik
Kulit
Hematologi
Tabel 2. Komplikasi Asfiksia
pernapasan
Nekrosis tubular akut atau korteks
Perdarahan adrenal
Perforasi, ulserasi, nekrosis
Hiponatremia, hipoglikemia, hipokalsemia
Nekrosis lemak subkutan
Koagulasi intravaskular
F. Penatalaksanaan
a. Resusitasi (lihat bagan di bawah)
b. Terapi medikamentosa :
i.
-
Epinefrin :
Indikasi :
o Denyut jantung bayi < 60 x/m setelah paling tidak 30 detik
dilakukan ventilasi adekuat dan pemijatan dada.
o Asistolik.
Dosis :
o 0,1-0,3 ml/kg BB dalam larutan 1 : 10.000 (0,01 mg-0,03 mg/kg
BB) Cara : i.v atau endotrakeal. Dapat diulang setiap 3-5 menit
bila perlu.
ii.
-
Volume ekspander :
Indikasi :
o Bayi
baru
lahir
yang
dilakukan
resusitasi
mengalami
33
Jenis cairan :
o Larutan kristaloid yang isotonis (NaCl 0,9%, Ringer Laktat)
o Transfusi darah golongan O negatif jika diduga kehilangan darah
banyak.
Dosis :
o Dosis awal 10 ml/kg BB i.v pelan selama 5-10 menit. Dapat
diulang sampai menunjukkan respon klinis.
iii.
Bikarbonat :
-
Indikasi :
o Asidosis metabolik, bayi-bayi baru lahir yang mendapatkan
resusitasi. Diberikan bila ventilasi dan sirkulasi sudah baik.
o Penggunaan bikarbonat pada keadaan asidosis metabolik dan
hiperkalemia harus disertai dengan pemeriksaan analisa gas
darah dan kimiawi.
o Dosis : 1-2 mEq/kg BB atau 2 ml/Kg BB (4,2%) atau 1 ml/kg
bb (8,4%)
Cara :
o Diencerkan dengan aquabides atau dekstrose 5% sama banyak
diberikan secara intravena dengan kecepatan minimal 2 menit.
Efek samping :
o Pada keadaan hiperosmolaritas dan kandungan CO2 dari
bikarbonat merusak fungsi miokardium dan otak.
iv.
-
Nalokson :
Nalokson
hidrochlorida
adalah
antagonis
narkotik
yang
tidak
Indikasi :
34
Dosis :
o 0,1 mg/kg BB (0,4 mg/ml atau 1 mg/ml)
Cara :
o Intravena,
diberikan
i.m/s.c
v.
Suportif
Jaga kehangatan.
35
G. Prognosis
Pada asfiksia ringan-sedang, prognosis tergantung pada kecepatan penetalaksanaan.
Pada asfiksia berat dapat terjadi kematian atau kelainan saraf pada hari-hari pertama. Asfiksia
dengan PH 6,9 dapat menyebabkan kejang sampai koma dan kelainan neurologis permanen,
misalnya serebral palsi atau retardasi mental.(3,4)
III.
HIPERBILIRUBINEMIA
Hiperbilirubinemia merupakan peningkatan kadar bilirubin total pada minggu pertama
kelahiran. Kadar normal maksimal adalah 12-13 mg% (205-220 mikromol/L).
Hiperbilirubinemia
adalah
kadar
bilirubin
di
dalam
darah
melampui
darah 5-7 mg/dL. Ikterus dibagi menjadi dua yaitu ikterus fisiologis dan ikterus nonfisiologis.
Ikterus fisiologis merupakan masalah yang sering terjadi pada bayi kurang, maupun
cukup bulan selama minggu pertama kehidupan yang frekuensinya pada bayi cukup bulan
dan kurang bulan berturut-turut adalah 50-60% dan 80%. Untuk kebanyakan bayi fenomena
ini ringan dan dapat membaik tanpa pengobatan. Ikterus fisiologis tidak disebabkan oleh
factor tunggal tapi kombinasi dari berbagai factor yang berhubungan dengan maturitas
fisiologis bayi baru lahir. Peningkatan kadar bilirubin tidak terkonjugasi dalam sirkulasi pada
bayi baru lahir disebabkan oleh kombinasi peningkatan ketersediaan bilirubin dan penurunan
clearance bilirubin. Umumnya kadar bilirubin tak terkonjugasi pada minggu pertama > 2
mg/dL. Pada bayi cukup bulan yang mendapat susu formula kadar bilirubin akan mencapai
puncaknya sekitar 6-8 mg/dL pada hari ke-3 kehidupan dan kemudian akan menurun cepat
selama 2-3 hari diikuti dengan penurunan yang lambat sebesar 1 mg/dL selama 1 samapi 2
minggu.(1,5)
A. Patofisiologi
1. Metabolisme Bilirubin
Bilirubin adalah pigmen kristal berwarna jingga ikterus yang merupakan bentuk akhir
dari pemecahan katabolisme heme melalui proses reaksi oksidasi reduksi.
Langkah oksidasi yang pertama adalah biliverdin yang di bentuk dari heme dengan
bantuan enzim heme oksigenase yaitu suatu enzim yang sebagian besar terdapat dalam sel
hati, dan organ lain. Pada reaksi tersebut juga terdapat besi yang digunakan kembali untuk
pembentukan haemoglobin dan karbon monoksida yang dieksresikan ke dalam paru.
Biliverdin kemudian akan direduksi menjadi bilirubin oleh enzim biliverdin reduktase.
Biliverdin bersifat larut dalam air dan secara cepat akan dirubah menjadi bilirubin melalui
reaksi bilirubin reduktase. Berbeda dengan biliverdin, bilirubin bersifat lipofilik dan terikat
dengan hydrogen serta pada pH normal bersifat tidak larut. Jika tubuh akan mengeksresikan,
diperlukan mekanisme transport dan eliminasi bilirubin.
37
Bayi baru lahir akan memproduksi bilirubin 8-10 mg/kgBB/hari, sedangkan orang
dewasa sekitar 3-4 mg/kgBB/hari. Peningkatan produksi bilirubin pada bayi baru lahir
disebabkan oleh masa hidup eritrosit bayi lebih pendek (70-90 hari) dibandingkan dengan
orang dewasa (120 hari), peningkatan degradasi heme, turn over sitokrom yang meningkat
dan juga reabsorpsi bilirubin dari usus yang meningkat (sirkulasi enterohepatik).(1,5)
2. Transportasi Bilirubin
Pembentukan bilirubin yang terjadi di system retikulo endothelial, selanjutnya dilapaskan
kesirkulasi yang akan berikatan dengan albumin. Bayi baru lahir mempunyai kapasitas ikatan
plasma yang rendah terhadap bilirubin karena konsentrasi albumin yang rendahdan kapasitas
ikatan molar yang kurang.Bilirubin yang terikat pada albumin serum ini merupakan zat non
polar dan tidak larut dalam air dan kemudian akan di transportasi kedalam sel hepar.
Bilirubin yang terikat dengan albumin tidak dapat memasuki susuna syaraf pusat dan bersifat
nontoksik.
Selain itu albumin juga mempunyai afinitas yang tinggi terhadap obat obatan yang
bersifat asam seperti penicillin dan sulfonamide. Obat obat tersebut akan menempati
tempat utama perlekatan albumin untuk bilirubin sehingga bersifat competitor serta dapat
pula melepaskan ikatan bilirubin dengan albumin.
38
1) Bilirubin tak terkonjugasi yang terikat dengan albumin dan membentuk sebagian besar
bilirubin tak terkonjugasi dalam serum.
2) Bilirubin bebas
3) Bilirubin terkonjugasi yaitu bilirubin yang siap dieksresikan melalui ginjal.
4) Bilirubin terkonjugasi yang terikat denga albumin serum.
3. Asupan Bilirubin
Pada saat kompleks bilirubin albumin mencapai membrane plasma hepatosit, albumin
terikat ke reseptor permukaan sel. Kemudian bilirubin, di transfer melalui sel membran yang
berikatan dengan ligandin ( protein y ), mungkin juga dengan protein ikatan sitosilik lainnya
4. Konjugasi Bilirubin
Bilirubin tak terkonjugasi dikonversikan kebentuk bilirubin konjugasi yang larut dalam
air di reticulum endoplasma dengan bantuan enzim uridine diphospate glukuronosyl
transferase (UDPG T). Katalisa oleh enzim ini akan merubah formasi menjadi bilirubin
monoglukoronida yang selanjutnya akan dikonjugasi menjadi bilirubin diglukoronida.
Bilirubin ini kemudian dieksresikan kedalam kalanikulus empedu. Sedangkan satu molekul
bilirubin tak terkonjugasi akan kembali ke reticulum endoplasmic untuk rekonjugasi
berikutnya.
5. Eksresi Bilirubin
Setelah mengalami proses konjugasi , bilirubin akan dieksresikan kedalam kandung
empedu, kemudian memasuki saluran cerna dan di eksresikan melalui feses. Setelah berada
39
dalam usus halus bilirubin yang terkonjugasi tidak langsung dapat diresorbsi, kecuali jika
dikonversikan kembali menjadi bentuk tidak terkonjugasi oleh enzim beta glukoronidase
yang terdapat dalam usus. Resorbsi kembali bilirubin dari saluran cerna dan kembali ke hati
untuk di konjugasi kembali disebut sirkulasi enterohepatik.
Terdapat perbedaan antara bayi baru lahir dan orang dewasa, yaitu pada mukosa usus
halus dan feses bayi baru lahir mengandung enzim -glukoronidase yang dapat
menghidrolisa monoglukoronida dan diglukoronida kembali menjadi bilirubin yang tak
terkonjugasi yang selanjutnya dapat diabsorbsi kembali. Selain itu pada bayi baru lahir,
lumen usus halusnya steril sehingga bilirubin konjugasi tidak dapat dirubah menjadi
sterkobilin (suatu produk yang tidak dapat diabsorbsi).(6)
B. Etiologi
Terdapat 4 mekanisme umum dimana hiperbilirubinemia dan ikterus dapat terjadi :
pembentukan bilirubin secara berlebihan, gangguan pengambilan bilirubin tak terkonjugasi
oleh hati, gangguan konjugasi bilirubin, penurunan ekskresi bilirubin terkonjugasi dalam
empedu
akibat
faktor
intra
hepatik
yang
bersifat
opbtruksi
fungsional
atau
40
bilirubin tak terkonjugasi yang melebihi 20 mg / 100 ml pada bayi dapat mengakibatkan
Kern Ikterus.
2. Gangguan pengambilan bilirubin
Pengambilan bilirubin tak terkonjugasi yang terikat abulmin oleh sel-sel hati dilakukan
dengan memisahkannya dari albumin dan mengikatkan pada protein penerima. Hanya
beberapa obat yang telah terbukti menunjukkan pengaruh terhadap pengambilan bilirubin
oleh sel-sel hati, asam flafas pidat (dipakai untuk mengobati cacing pita), nofobiosin, dan
beberapa zat warna kolesistografik. Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi dan Ikterus biasanya
menghilang bila obat yang menjadi penyebab di hentikan. Dahulu Ikterus Neonatal dan
beberapa kasus sindrom Gilbert dianggap oleh defisiensi protein penerima dan gangguan
dalam pengambilan oleh hati. Namun pada kebanyakan kasus demikian, telah di temukan
defisiensi glukoronil tranferase sehingga keadaan ini terutama dianggap sebagai cacat
konjugasi bilirubin.
3. Gangguan konjugasi bilirubin
Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi yang ringan ( < 12,9 / 100 ml ) yang mulai terjadi
pada hari ke dua sampai ke lima lahir disebut Ikterus Fisiologis pada Neonatus. Ikterus
Neonatal yang normal ini disebabkan oleh kurang matangnya enzim glukoronik transferase.
Aktivitas glukoronil tranferase biasanya meningkat beberapa hari setelah lahir sampai sekitar
minggu ke dua, dan setelah itu Ikterus akan menghilang.
Kern Ikterus atau Bilirubin enselopati timbul akibat penimbunan Bilirubin tak
terkonjugasi pada daerah basal ganglia yang banyak lemak. Bila keadaan ini tidak di obati
maka akan terjadi kematian atau kerusakan Neorologik berat tindakan pengobatan saat ini
dilakukan pada Neonatus dengan Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi adalah dengan
fototerapi.
Fototerapi berupa pemberian sinar biru atau sinar fluoresen atau (gelombang yang
panjangnya 430 sampai dengan 470 nm) pada kulit bayi yang telanjang. Penyinaran ini
menyebabkan perubahan struktural Bilirubin (foto isumerisasi) menjadi isomer-isomer yang
larut dalam air, isomer ini akan di ekskresikan dengan cepat ke dalam empedu tanpa harus di
41
terkonjugasi
biasanya
lebih
kuning
di
bandingkan
dengan
hiperbilirubinemia tak terkonjugasi. Perubahan warna berkisar dari kuning jingga muda atau
tua sampai kuning hijau bila terjadi obstruksi total aliran empedu perubahan ini merupakan
bukti adanya ikterus kolestatik, yang merupakan nama lain dari ikterus obstruktif. Kolestasis
dapat bersifat intrahepatik ( mengenai sel hati, kanalikuli, atau kolangiola ) atau ekstra
hepatik ( mengenai saluran empedu di luar hati ). Pada ke dua keadaan ini terdapat gangguan
niokimia yang sama.
Sumber lain ada juga yang menyatakan penyebab dari hiperbilirubinemia adalah :
a. Produksi bilirubin yang meningkat : peningkatan jumlah sel darah merah, penurunan umur
sel darah merah, peningkatan pemecahan sel darah merah (inkompatibilitas golongan darah
dan Rh), defek sel darah merah pada
42
Ikterus fisiologis
puncak 6-8 mg/dL biasanya tercapai pada hari ke 3-5. Pada bayi kurang bulan nilainya 10-12
mg/dL, bahkan sampai 15 mg/dL. Peningkatan/akumulasi bilirubin serum < 5 mg/dL/hr.
Ikterus patologis
serum > 5 mg/dL/hr. Bayi yang mendapat ASI, kadar bilirubin total serum > 17mg/dL.
Ikterus menetap setelah 8 hari pada bayi cukup bulan dan setelah 14 hari pada bayi kurang
bulan. Bilirubin direk >2 mg/dL.
Sebagai neonatus , terutama bayi prematur, menunjukkan gejala
pertama. Ikterus ini biasanya timbul pada hari kedua, kemudian menghilang pada hari ke
sepuluh, atau pada akhir minggu ke dua. Bayi dengan gejala ikterus ini tidak sakit dan tidak
memerlukan pengobatan,kecuali dalam pengertian mencegah terjadinya penumpukan
bilirubin tidak langsung yang berlebihan.
Ikterus dengan kemungkinan besar menjadi patologik dan memerlukan pemeriksaan
yang mendalam antara lain :
Daerah Ikterus
Perkiraan kadar Bilirubin
Kepala dan leher
5,0 mg%
Sampai badan atas (diatas 9,0 mg%
umbilicus)
43
III
Sampai
badan
16,0 mg%
DAFTAR PUSTAKA
1. F. Gary Cunningham., Kenneth J. L., Stephen L. B., Dwight J. Rouse., John C. H.,
Catherine Y. Spong. 2010. Fetal Growth Diorder Dalam : EBook Williams Obstetric. 23st
edition. New York : Mc graw Hill
44
2. Current : Pediatric Diagnosis and Treatment: Neonatal Intensive Care, page 22-30.
Edition 15 Th 2001 Mc Graw Hill Companies.
3. IDAI. Buku Ajar Neonatologi Edisi Pertama. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2010
4. Rennie MJ, Roberton NRC. A manual of neonatal intensive care; edisi ke-4.
London:Arnold, 2002; 62-88.
5. Camilia R.M, Cloherty J.P. Neonatal hyperbilirubinemia. Dalam: Cloherty J.P et al
Manual of Neonatal Care 5th Ed., Lippincott Williams & Wilkins, 2004 : 185-221.
6. Depkes RI. 2001. Klasifikasi Ikterus Fisiologis dan Ikterus Patologis. Dalam : Buku
Bagan MTBM (Manajemen Terpadu Bayi Muda Sakit). Metode Tepat Guna untuk
Paramedis, Bidan dan Dokter. Depkes RI.
45