You are on page 1of 45

BAB I

LAPORAN KASUS

I.

IDENTITAS
Identitas Pasien

Nama Pasien
Jenis Kelamin
Usia
Alamat
Suku
Agama
No. RM

: By. Ny. EP 1
: Laki-laki
: 0 hari
: Jl. Kebon Arum Selatan III/14, Batursari, Mranggen
: Jawa
: Islam
: 344059

Identitas Orang Tua


Nama Ayah
Usia
Pekerjaan
Pendidikan
Suku
Agama

II.

: Tn. RI
: 25 tahun
: Karyawan Swasta
: STM
: Jawa
: Islam

Nama Ibu
: Ny. EP
Usia
: 25 tahun
Pekerjaan
: Ibu Rumah Tangga
Pendidikan
: SMA
Suku
: Jawa
Agama
: Islam
ANAMNESIS
Alloanamnesis dilakukan kepada ibu kandung pasien dan perawat
perinatalogi RSUD Kota Semarang pada tanggal 29 November 2015 pukul 15.00
dan didukung oleh catatan medis.
Keluhan utama

: bayi lahir kecil

Keluhan tambahan

: bayi gemelli, gerak kurang aktif saat lahir, kuning hari


kedua

Riwayat Penyakit Sekarang


Sebelum Masuk RS
Ibu G1P0A0, usia 26 tahun, hamil 37 minggu, HPHT 10 Maret 2015,
riwayat haid teratur, siklus 28 hari, lama haid 6-7 hari per siklus.
Selama kehamilan ibu teratur memeriksakan kehamilannya dan sudah
mendapatkan suntikan TT 2x. Selama hamil ibu mengaku merasakan
muntah-muntah dan sulit makan sampai usia kehamilan 4 bulan. Saat
kehamilan mencapai 7 bulan, ibu sempat dirawat di rumah sakit karena
anemia. Suplemen Fe tidak dikonsumsi sejak awal kehamilan dan baru
mulai dikonsumsi ibu paska rawat inap karena anemia (usia kehamilan
7 bulan). Riwayat penyakit selama kehamilan seperti darah tinggi dan
kencing manis disangkal, riwayat trauma, minum obat-obatan/jamu,
dan perdarahan juga disangkal.
Tanggal 29 November 2015 pukul 05.20 ibu datang ke IGD RSUD
Kota Semarang dengan keluhan perut terasa mulas, kenceng-kenceng,
dan nyeri hebat pada pinggang. Keluar air-air, lendir, maupun darah
disangkal. Dari pemeriksaan didapatkan keadaan umum ibu baik,
inpartu kala I bukaan 7 cm dengan janin I letak sungsang dan janin II
letak kep
ala. DJJ janin I 146x/menit, janin II 140x/menit. Ibu disarankan
melakukan SC dengan indikasi inpartu kala I gemelli janin I letak
sungsang. Hb ibu sebelum persalinan: 12,4 g/dL.

Setelah masuk RS
Pukul 08.31, telah lahir bayi laki-laki (bayi I), BBL 1700 gr, PB 39 cm,
LK 32 cm, LD 28 cm. Bayi lahir menangis spontan, pernapasan baik, nadi
kurang, tonus otot sedang, dengan apgar score 7-9-10. Ketuban jernih dan
pecah saat persalinan. Terdapat kebiruan pada ujung tangan dan kaki bayi.

Pukul 08.33, lahir bayi kedua, laki-laki, dengan BBL 2400 gr, PB 42 cm,
LK 32 cm, LD 32 cm. Bayi lahir merintih, pernapasan tidak teratur, dengan
apgar score 5-9-10.
Setelah bayi lahir dilakukan suction dan stimulasi (sampai bayi kedua
menangis kuat) sebelum diberikan injeksi vit. K 1 mg IM dan salep mata
kloramfenikol ODS. Hasil pengukuran bayi I: nadi 150x/menit, pernapasan
40x/menit, dan suhu 36,80C. Selanjutnya kedua bayi dipindahkan ke ruang
Perinatalogi sementara ibu masuk ruang Dewi Kunthi.
FOLLOW-UP
Tanggal/

Catatan Perkembangan dan

Tindakan dan Terapi

Tanda Vital
Assessment
29/11/15
- KU bayi aktif, menangis kuat
Terapi
- Diet:
- O2 1L/menit
U: 0 hari
Tunda diet OGT (+)
- Inf. D10% 6 tpm
HR: 136x/m
- Inj. AmpisillinPkl. 21.00 dicoba diberikan cairan
sulbaktam 2 x 125
PO D10% sebanyak 10cc.
RR: 40x/m
mg (H-1)
Refleks hisap (+) kuat, muntah (-)
T: 36,80C
- Cek DR & GDS
- BAB (+), BAK (+)

30/11/15
U: 1 hari
HR: 138x/m
RR: 32x/m
T: 36,80C
BB: 1740 gr

Program
Assesment
Pantau KU, TV
Neonatal aterm
Pantau minum dan
Gemelli I
refleks hisap
BBLR
Asfiksia ringan
- KU bayi aktif, menangis kuat
Terapi
- Diet (+), refleks hisap (+) kuat, muntah
- O2 aff
(-)
- Inf. D10% 6 tpm
- BAB (+), BAK (+)
- Inj. Ampisillinsulbaktam 2 x 125
Hasil Lab:
mg (H-2)
Hb 18 g/dL
Ht 59%
Program
Leukosit 18.000 uL
Diet susu formula 8
Trombosit 154.000 ml
x 30cc
Pantau KU, TV
GDS 105
Antibiotik lanjut
3

1/12/15
U: 2 hari
HR: 130x/m
RR: 36x/m
T: 36,60C

Assesment
sampai tanggal
1/12/15 pkl. 22.00
Neonatal aterm
Gemelli I
BBLR
Asfiksia ringan
- KU bayi aktif, menangis kuat
Terapi
- Diet (+), refleks hisap (+) kuat, muntah
- Inf. D10% 6 tpm
(-)
- Inj. Ampisillin- BAB (+), BAK (+)
sulbaktam 2 x 125
mg (H-3)
- PF: ikterik Kramer 3

2/12/15
U: 3 hari
HR: 138x/m
RR: 36x/m
T: 370C
BB: 1820 gr

Program
Fototerapi 1x24 jam
Diet susu formula 8
x 30cc
Pantau KU, TV,
tanda dehidrasi/rash
kulit
Antibiotik lanjut
sampai pkl. 22.00
Cek DR, bilirubin
total dan direk pagi
KU bayi aktif, menangis kuat
Terapi
Diet (+), refleks hisap (+) kuat, muntah
- Inf. D10% 6 tpm
(-)
- Inj. AmpisillinBAB (+), BAK (+)
sulbaktam 2 x 125
mg (H-4)
PF: ikterik Kramer 2
Assesment
Neonatal aterm
Gemelli I
BBLR
Asfiksia ringan
Ikterik neonatorum

BB: 1740 gr

Hasil Lab:
Hb 21,6 g/dL
Ht 64,3%
Leukosit 13.300 uL
Trombosit 153.000 ml
Bilirubin T/D: 10,43/0,73
Assesment
Neonatal aterm
Gemelli I
BBLR
Asfiksia ringan

Program
Fototerapi 1x24 jam
Diet susu formula 8
x 30cc
Pantau KU, TV,
tanda dehidrasi/rash
kulit
Antibiotik
dilanjutkan sampai
tanggal 4/12/15 pkl.
22.00

3/12/15
U: 4 hari
HR: 134x/m
RR: 38x/m
T: 36,70C

Ikterik neonatorum
- KU bayi aktif, menangis kuat
Terapi
- Diet (+), refleks hisap (+) kuat, muntah
- Inf. D10% 6 tpm
(-)
- Inj. Ampisillin- BAB (+), BAK (+)
sulbaktam 2 x 125
mg (H-5)
- PF: kulit merah, ikterik (-)

4/12/15
U: 5 hari
HR: 132x/m
RR: 36x/m
T: 36,80C
BB: 1860 gr

Program
Fototerapi stop
Diet susu formula 8
x 30cc
Pantau KU, TV
Antibiotik
dilanjutkan sampai
tanggal 4/12/15 pkl.
22.00
KU bayi aktif, menangis kuat
Terapi
Diet (+), refleks hisap (+) kuat, muntah
- Inf. D10% 6 tpm
(-)
- Inj. AmpisillinBAB (+), BAK (+)
sulbaktam 2 x 125
mg (H-6)
PF: ikterik (-)
Assesment
Neonatal aterm
Gemelli I
BBLR
Asfiksia ringan
Ikterik neonatorum

BB: 1820 gr

Assesment
Neonatal aterm
Gemelli I
BBLR
Asfiksia ringan
Ikterik neonatorum
Hasil Lab:
Hb 19,9 g/dL
Ht 61,4%
Leukosit 7.900 uL
Trombosit 147.000 mL
Pulang sore

Program
Diet susu formula 8
x 30cc
Pantau KU, TV
Antibiotik
dilanjutkan sampai
pkl. 22.00
Setelah antibiotik
habis, cek DR
hasil baik BLPL

Riwayat Penyakit Dahulu

Ibu memiliki golongan darah A rhesus postif dan ayah memiliki golongan

darah A rhesus positif.


Riwayat ibu menderita diabetes mellitus, hipertensi, penyakit jantung,
asma, penyakit ginjal, alergi, perdarahan, maupun penyakit sistemik lain

sebelum hamil disangkal.


Riwayat ibu keputihan berbau busuk atau menderita penyakit menular
seksual selama kehamilan atau pada saat proses persalinan seperti
misalnya

gonorea,

klamidia,

trikomoniasis,

kandidiasis,

vaginalis

disangkal.
Riwayat suami menderita penyakit menular seksual sebelum dan selama

istrinya hamil disangkal.


Riwayat ibu mendapat pengobatan paru selama 6 bulan dan membuat

kencing bewarna merah selama kehamilan disangkal.


Riwayat ayah dan ibu merokok disangkal.

Saat usia kehamilan 7 bulan ibu pernah dirawat di rumah sakit karena
anemia (Hb 6,7) dan pulang 3 hari kemudian setelah menerima transfusi
darah (Hb 10 lebih).
Kesan: Riwayat anemia pada usia kehamilan 7 bulan.

Riwayat Pemeriksaan Prenatal


Ibu rutin memeriksakan kehamilannya dan sudah mendapat suntikan TT 2x.
Riwayat trauma sebelum dan selama kehamilan disangkal, riwayat dipijat
disangkal, riwayat penyakit darah tinggi dan kencing manis disangkal, riwayat
minum jamu jamuan disangkal oleh ibu.
Kesan : Pemeliharaan prenatal baik.
Riwayat Persalinan dan Kehamilan
Bayi jenis kelamin laki - laki lahir dari ibu G1P0A0 hamil 37 minggu usia 20
tahun, lahir secara SC atas indikasi inpartu kala I janin I letak sungsang, ditolong
oleh dr. SpOG di ruang OK RSUD Kota Semarang pada tanggal 29 November
2015, pukul 08.31 WIB. Ketuban jernih dan pecah saat persalinan.
Saat lahir bayi menangis spontan, napas teratur, nadi kurang, tonus otot
sedang dan tampak kebiruan di ujung tangan dan kaki. Kemudian dilakukan
6

suction, stimulasi, injeksi vit. K, dan pemberian salep mata. Selanjutnya bayi
dirawat di ruang Perinatologi.
Berat badan lahir 1700 gram. Panjang badan 39 cm. Lingkar kepala 32 cm.
Lingkar dada 28 cm., APGAR score 7 9 10.
Kesan : Neonatus aterm, gemelli I , BBLR, asfiksia ringan, lahir SC.
Riwayat Asupan Nutrisi
Usia
(hari)
0
1
2
3
4

Asupan Nutrisi
Parenteral: inf. D10% 6 tpm
Tunda diet pasang OGT sampai pukul
Enteral: per oral cairan D10% 10cc
Parenteral: inf. D10% 6 tpm
Enteral: susu formula 8 x 30cc
Parenteral: inf. D10% 6 tpm
Enteral: susu formula 8 x 30cc
Parenteral: inf. D10% 6 tpm
Enteral: susu formula 8 x 30cc
Parenteral: inf. D10% 6 tpm
Enteral: susu formula 8 x 30cc

Riwayat Imunisasi

Hepatitis B
:BCG
:Polio
:Kesan : Anak belum pernah mendapat imunisasi

Riwayat Keluarga Berencana


Ibu tidak pernah menggunakan KB sebelumnya.
Riwayat Sosial Ekonomi
Ayah pasien bekerja sebagai karyawan swasta. Ibu adalah ibu rumah tangga.
Biaya pengobatan pasien menggunakan BPJS Non PBI.
Kesan : Sosial ekonomi cukup.
Data Keluarga
Perkawinan
Umur
Konsanguitas

Ayah
1
25 tahun
-

Ibu
1
26 tahun
7

Keadaan sehat

Sehat

Sehat

Data Perumahan

Kepemilikan rumah

: milik sendiri

Keadaan rumah: dinding rumah terbuat dari tembok, 3 kamar tidur, 1


kamar mandi di dalam rumah.

Sumber air bersih

: sumber air minum PAM, limbah buangan dialirkan

ke saluran atau selokan yang ada di belakang rumah.

Keadaan lingkungan

: jarak antar rumah cukup berdekatan, cukup padat

Kesan : Jarak rumah berdekatan, cukup padat.


III.

PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 29 November 2015, pukul 15.20 WIB di

ruang Perinatologi. Bayi laki-laki usia 0 hari, berat badan lahir 1700 gram, panjang badan
39 cm, lingkar kepala 32 cm, lingkar dada 28 cm.
Kesan umum
Compos Mentis, tampak aktif, napas spontan adekuat, tangisan kuat, ikterik (-), sianosis
(-).
Tanda vital
Tekanan darah : tidak dilakukan pemeriksaan
Nadi
: 103x/menit, isi dan tegangan cukup
Pernapasan
: 43x/menit
Suhu
: 36,6 C (Axilla)
Status Internus
Kepala
Mesocephali, ukuran lingkar kepala 32 cm, ubun-ubun besar terbuka, ukuran 1.5 x
1.5 cm, tidak tegang dan tidak menonjol, caput succadenium (-), cephale hematom
(-), rambut hitam terdistribusi merata, tidak mudah dicabut, kulit kepala tidak ada

kelainan, wajah ikterik (-)


Mata
Pupil bulat, isokor, 3 mm, refleks cahaya (+/+) normal, kornea jernih, sklera

ikterik (-/-), konjungtiva anemis (-/-).


Hidung
Napas cuping hidung (-/-), bentuk normal, sekret (-/-), septum deviasi (-)
8

Telinga
Bentuk normal, pinna rekoil segera, discharge (-/-).
Mulut
sianosis (-), trismus (-), stomatitis(-), labioschizis (-), palatoschizis (-).
Thorax
Paru
o Inspeksi
:
Ikterik (-), hemithorax dextra dan sinistra
simetris

dalam

keadaan

statis

maupun

dinamis,

retraksi

suprasternal (-), intercostal, dan epigastrial (-).


o Palpasi
:
stem fremitus tidak dilakukan,

areola

mammae teraba, papilla mammae (+/+).


o Perkusi
:
pemeriksaan tidak dilakukan
o Auskultasi :
suara napas dasar vesikuler,

ronkhi

(-/-),wheezing (-/-), hantaran (-/-), suara napas tambahan (-/-).


Jantung
o Inspeksi
o Palpasi
o Perkusi
o Auskultasi
Abdomen

:
:
:
:

pulsasi ictus cordis tidak tampak


ictus cordis tidak teraba
batas jantung sulit dinilai
bunyi jantung I-II regular, bising (-) gallop (-)

o Inspeksi

Ikterik (-), datar, tali pusat di tengah, segar,

tidak tampak layu dan tidak kehijauan


o Auskultasi :
bising usus (+) normal
o Palpasi
:
supel, hepar dan lien tidak teraba membesar
o Perkusi
:
timpani
Tulang Belakang
Spina bifida (-), meningokel (-)
Genitalia
Laki laki, kedua testis mengisi skrotum, rugae skrotum terbentuk
Anorektal
Anus (+)
Ekstremitas

Deformitas
Akral dingin
Akral sianosis
Ikterik
CRT
Tonus

Superior
- /- /- /-/< 3 detik
normotonus

Inferior
- /- /- /- /< 3 detik
normotonus

IV.

Kulit
Lanugo (+), sianotik (-), pucat (-), ikterik (-), sklerema (-).
Refleks Primitif :
Refleks Hisap
: (+)
Refleks Rooting
: (+)
Refleks Moro
: (+)
Refleks Palmar Grasp : (+)
Refleks Plantar Grasp : (+)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium Hematologi
Tanggal Pemeriksaan: 29 November 2015
Pemeriksaan

Hasil

Nilai Normal

Hb (g/dL)

18

14 - 24

Hematokrit (%)

59

40 52

Leukosit (/uL)

18.000

3.8 10.6

Trombosit (ml)

154.000

150 400

GDS

105

Tanggal Pemeriksaan: 2 Desember 2015


Pemeriksaan

Hasil

Nilai Normal

Hb (g/dL)

21,6

14 - 24

Hematokrit (%)

64,3

40 52

Leukosit (/uL)

13.300

3.8 10.6

Trombosit (ml)

153.000

150 400

Total

10,84

0 1.0

Direk

0,73

0 0.35

Bilirubin (mg/dL)

Kesan : Hasil laboratorium terdapat hiperbilirubinemia.


V.
PEMERIKSAAN KHUSUS
1. BALLARD SCORE

10

Maturitas neuromuskuler
Sikap tubuh

Poin
4

Maturitas fisik
Kulit

Poin
1

Jendela siku-siku

Lanugo

Rekoil lengan

Lipatan telapak kaki

Sudut popliteal

Payudara

Tanda Selempang

Bentuk telinga

Tumit ke kuping

Genitalia (laki-laki)

Total

20

Total

14

New Ballard Score

= maturitas neuromuskular + maturitas fisik

= 20 + 14
= 34
Kesan : kelahiran aterm 37 - 38 minggu
2. KURVA LUBCHENKO
11

BBL : 1700 gr
Usia Kehamilan : 37 minggu
Hasil : Kecil Masa Kehamilan
3. APGAR SCORE
Klinis

10

Appearance

Pulse

Grimace

Activity

Respiratory effort

10

Kesan : Asfiksia Ringan


4. BELL SQUASH SCORE
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Partus tindakan (SC, Vakum, Sungsang)


Ketuban tidak normal
Kelainan bawaan
Asfiksia
Preterm
BBLR
Infeksi tali pusat
12

8. Riwayat penyakit ibu


9. Riwayat penyakit kehamilan
Hasil : 3 Observasi neonatal infeksi
5. GUPTE SCORE
Prematuritas

Cairan amnion berbau busuk

Ibu demam

Asfiksia

Partus lama

Vagina tidak bersih

KPD

Hasil : 2 Tidak ada neonatal infeksi


VI.

RESUME
Telah lahir bayi laki-laki dari ibu G1P0A0, usia 26 tahun, hamil 37 minggu,

tanggal 29 November 2015, pukul 08.31 secara seksio sesarea dengan indikasi inpartu
kala I janin I letak sungsang. Persalinan ditolong oleh Sp.OG di ruang IBS RSUD Kota
Semarang. Berat bayi lahir 1700 gram, panjang badan 39 cm, lingkar kepala 32 cm dan
lingkar dada 28 cm. Saat lahir bayi menangis spontan, tonus otot sedang, nadi kurang,
tampak kebiruan pada ujung jari tangan dan kaki dengan apgar score 7-9-10. Tidak
terdapat lilitan tali pusat pada saat persalinan. Air ketuban jernih dan pecah saat
persalinan. Setelah dilakukan suction dan stimulasi bayi kemudian dirawat di ruang
Perinatologi.
Hasil pemeriksaan fisik dalam batas normal. Dari pemeriksaan penunjang dan
pemeriksaan khusus didapatkan hiperbilirubinemia, kecil masa kehamilan, dan asfiksia
ringan.
VII. DIAGNOSIS BANDING
Gemelli
- Monozigotik
o Monokorionik
o Dikorionik
- Dizigotik
13

o Monokorionik
o Dikorionik
Kecil Masa Kehamilan/BBLR
- Faktor ibu:
o Anemia
o Gizi buruk
o Penyakit selama kehamilan
o Penyakit vaskular ibu
o Obat dan merokok
o Genetik
- Faktor plasenta:
o Insersi abnormal
- Faktor janin:
o Gemelli
Asfiksia Ringan
-

Faktor ibu:
o Hipertensi
o Perdarahan
o CPD
o SC berulang
o

Partus lama

Faktor plasenta:
o Solusio plasenta
o Plasenta previa
o Lilitan tali pusat

Faktor janin:
o Makrosomia
o Letak sungsang
o Gemelli
o BBLR
o Fetal distress

Ikterik Neonatorum
Fisiologis
Patologis

14

VIII. DIAGNOSIS KERJA


1. Neonatal aterm
2. Gemelli
3. BBLR
4. Asfiksia ringan
5. Ikterik neonatorum
IX.
TATALAKSANA
Non-medikamentosa
o O2 1L/mnt (aff hari ke-2)
o Fototerapi 1 x 24 jam 2 kali
Medikamentosa
o Infus D10% 6 tpm
o Inj. Ampisilin-sulbaktam 2 x 125 mg IV
o Inj. Vit. K 1 x 1 mg IM (setelah lahir)
o Salep mata Kloramfenikol ODS (setelah lahir)
Diet
o Kebutuhan cairan
Usia
(hari)
1
2
3
4
Total

Kebutuhan Cairan
1,7 x 60 cc = 102 cc
1,7 x 80 cc = 136 cc
1,7 x 100 cc = 170 cc
1,7 x 120 cc = 204 cc
612 cc

o Kebutuhan kalori
1,7 x 150 kkal = 255 kkal/hari
o Pemberian susu formula : 8 x 30 cc/hari
X.

EDUKASI
Jaga kehangatan bayi.
Perawatan tali pusat.
Berikan ASI hingga usia 6 bulan, berikan 2-3 jam sekali. ASI harus
diteruskan dan diberikan sesering mungkin.
Ibu diajarkan cara menyusui dan PMK yang benar.
Ibu harus selalu membersihkan puting susu sebelum maupun sesudah
menyusui. Jika ibu menggunakan botol susu, pastikan botol susu dalam
keadaan bersih dan harus selalu dicuci serta direbus sebelum digunakan.
Jumlah botol susu sebaiknya minimal 12 buah.
Jaga asupan nutrisi ibu, jangan pantang makanan. Jaga hygine ibu, mulai dari
kebersihan tubuh sampai kebersihan pakaian dan kebersihan lingkungan.
15

Kebanyakan bayi cenderung menghisap udara yang berlebihan sewaktu


menyusui. Karena itu setelah menyusui sendawakan bayi dengan cara
meletakkan bayi tegak lurus di pundak dan tepuk punggungnya perlahanlahan sampai ia mengeluarkan udara.
Lakukan pemeriksaan kesehatan bayi secara rutin ke pusat pelayanan
kesehatan terdekat untuk memantau tumbuh kembang bayi serta pemberian
imunisasi dasar.
Ibu harus menemui dokter secepat mungkin jika bayinya :
-

Kejang

Suhu tubuh 38C

Mempunyai masalah bernafas

Merintih

Tampak berwarna kebiruan (sianotik)/kuning

Muntah atau buang air besar berlebihan (>3x/hari)

Tersedak atau mengeluarkan ASI dari hidung saat


menyusui

Mengeluarkan darah (walaupun sedikit) pada air


kencing maupun beraknya

XI.

PROGNOSIS
Quo ad vitam
Quo ad functionam
Quo ad sanationam

: ad bonam
: ad bonam
: ad bonam

16

BAB II
ANALISIS MASALAH
1. Pada pasien ini ditegakkan diagnosis neonatus aterm berdasarkan :
a. Anamnesa
Pada anamnesa ditemukan Ibu G1P0A0, usia 26 tahun, hamil 37 minggu, HPHT 10 Maret
2015. Kehamilan ibu pasien merupakan 37 minggu yang merupakan kehamilan cukup bulan,
sehingga melahirkan bayi yang aterm.
b.

Pemeriksaan khusus
Dari pemeriksaan Ballard scoredidapatkan total skor 34 yang setara dengan kelahiran
aterm 37-38 minggu.
2. Pada pasien ini ditegakkan diagnosis gemelli berdasarkan:
a. Anamnesa
Dari anamnesa ibu mengaku telah didiagnosis kehamilan ganda oleh Sp.OG sejak usia
kehamilan 3 bulan. Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan USG di rumah sakit.
b. Riwayat Persalinan
Dari persalinan ibu lahir hidup dua bayi laki-laki.
3. Pada pasien ini ditegakkan diagnosis BBLR berdasarkan:
a. Pemeriksaan Fisik
Dari penimbangan berat badan setelah bayi lahir menggunakan timbangan bayi didapatkan
berat bayi 1700 gram, yang berarti bayi mengalami BBLR.
b. Pemeriksaan Khusus
Berdasarkan pemeriksaan menggunakan kurva Lubchenko, didapatkan berat lahir 1700
gram untuk usia 37 minggu memiliki arti bayi kecil masa kehamilan.
4. Pada pasien ini ditegakkan diagnosis asfiksia ringan berdasarkan :
a. Riwayat Kehamilan dan Persalinan

17

Berdasarkan riwayat kehamilan ibu, didapatkan faktor risiko terjadinya asfiksia pada bayi
yaitu kehamilan ganda. Metode persalinan yang dilakukan ibu, yaitu seksio sesarea, juga
merupakan salah satu faktor risiko terjadinya asfiksia pada bayi.
b. Pemeriksaan Fisik
Dari pemeriksaan setelah bayi lahir, didapatkan bayi memiliki berat lahir 1700 gram yang
berarti berat bayi lahir kurang. Berat lahir kurang merupakan faktor risiko terjadinya
asfiksia.
c. Pemeriksaan Khusus
Hasil pemeriksaan apgar score bayi adalah 7-9-10, yang berarti bayi mengalami asfiksia
ringan.
5. Pada pasien ini ditegakkan diagnosis ikterik neonatorum berdasarkan:
a. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan neonatus usia 2 hari, didapatkan bayi ikterik Kramer 3.
b. Pemeriksaan Penunjang
Dari hasil pemeriksaan bilirubin darah didapatkan hiperbilirubinemia dengan bilirubin
total 10,84 dan bilirubin direk 0,73.

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
I.

KEHAMILAN GEMELLI

a. Pengertian
Menurut Federasi Obstetri Ginekologi Internasional, kehamilan didefinisikan sebagai
fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa dan ovum kemudian dilanjutkan dengan nidasi
atau implantasi. Kehamilan normal akan berlangsung dalam waktu 40 minggu atau 9 bulan
18

menurut kalender Internasional (Wiknjosatro, 2007:286). Kehamilan merupakan hal


fisiologis yang terjadi pada seorang wanita. Meskipun demikian, semua jenis kehamilan
memiliki resiko terjadinya komplikasi pada masa persalinan atau bahkan masa kehamilan itu
sendiri. Salah satu contoh wanita yang beresiko selama kehamilan adalah wanita yang hamil
kembar. Kehamilan kembar ialah suatu kehamilan dengan dua janin atau lebih yang ada
didalam kandungan selama proses kehamilan. Bahaya bagi ibu tidak begitu besar, tetapi
wanita dengan kehamilan kembar memerlukan perhatian dan pengawasan khusus bila
diinginkan hasil yang memuaskan bagi ibu janin (Wiknjosastro, 2007:286). Sedangkan
menurut Mochtar Rustam (2012:259) kehamilan ganda atau kembar adalah kehamilan
dengan dua jenis janin atau lebih.
Jadi, kehamilan kembar adalah suatu kehamilan dengan dua jenis janin atau lebih yang
ada didalam kandungan selama proses kehamilan.(1)
b. Etiologi Kehamilan Gemelli
Menurut Mellyna (2007:64) kehamilan gemelli dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor
antara lain:
a. Faktor-faktor yang mempengaruhi adalah : bangsa, umur dan paritas sering
mempengaruhi kehamilan 2 telur
b. Faktor obat-obat induksi ovulasi profertil, domid dan hormone gonadotropin dapat
menyebabkan kehamilan dizigotik dan kembar lebih dari dua.
c. Faktor keturunan
d. Faktor yang lain belum diketahui
Bangsa, hereditas, umur dan paritas hanya mempunyai pengaruh terhadap kehamilan
kembar yang berasal dari 2 telur, juga hormon gonadotropin yang dipergunakan untuk
menimbulkan ovulasi dilaporkan menyebabkan kehamilan dizigotik. Faktor-faktor
tersebut dan mungkin pula faktor lain dengan mekanisme tertentu menyebabkan
matangnya 2 atau lebih folikel de graff atau terbentuknya 2 ovum atau lebih dalam satu
folikel. Kemungkinan pertama dibuktikan dan ditemukan 21 korpora lutea pada
kehamilan kembar. Pada fertilisasi in vitro dapat pula terjadi kehamilan kembar, jika
telur-telur yang diperoleh dapat dibuahi lebih dari satu, jika semua embrio yang
kemudian dimasukan kedalam rongga rahim ibu tumbuh berkembang lebih dari satu.
Pada kembar yang berasal dari satu telur, faktor bangsa, hereditas, umur dan paritas
19

tidak atau sedikit sekali mempengaruhi kehamilan kembar itu. Diperkirakan disini
sebabnya ialah faktor penghambat pada masa pertumbuhan dini hasil konsepsi.
Faktor

penghambat

yang

mempengaruhi

segmentasi

sebelum

blastula

terbentuk,menghasilkan kehamilan kembar dengan 2 amnion, 2 korion dan 2 plasenta


seperti pada kehamilan kembar dizigotik.(1)
c. Patofisiologi
Menurut Manuaba (2007:464) kehamilan kembar dibagi menjadi dua. Monozigot,
kembar yang berasal dari satu telur dan dizigot kembar yang berasal dari dua telur. Dari
seluruh jumlah kelahiran kembar, sepertiganya adalah monozigot. Kembar dizigot berarti dua
telur matang dalam waktu bersamaan, lalu dibuahi oleh sperma. Akibatnya, kedua sel telur
itu mengalami pembuahan dalam waktu bersamaan. Sedangkan kembar monozigot berarti
satu telur yang dibuahi sperma, lalu membelah dua. Masa pembelahan inilah yang akan
berpengaruh pada kondisi bayi kelak.
Masa pembelahan sel telur terbagi dalam empat waktu, yaitu 0 72 jam, 4 8 hari, 9-12
dan 13 hari atau lebih. Pada pembelahan pertama, akan terjadi diamniotik yaitu rahim punya
dua selaput ketuban, dan dikorionik atau rahim punya dua plasenta. Sedangkan pada
pembelahan kedua, selaput ketuban tetap dua, tapi rahim hanya punya satu plasenta.
Pada kondisi ini, bisa saja terjadi salah satu bayi mendapat banyak makanan, sementara
bayi satunya tidak. Akibatnya, perkembangan bayi bisa terhambat. Lalu, pada pembelahan
ketiga, selaput ketuban dan plasenta masing-masing hanya sebuah, tapi bayi masih membelah
dengan baik.
Pada pembelahan keempat, rahim hanya punya satu plasenta dan satu selaput ketuban,
sehingga kemungkinan terjadinya kembar siam cukup besar. Pasalnya waktu pembelahannya
terlalu lama, sehingga sel telur menjadi berdempet. Jadi kembar siam biasanya terjadi pada
monozigot yang pembelahannya lebih dari 13 hari. Dari keempat pembelahan tersebut, tentu
saja yang terbaik adalah pembelahan pertama, karena bayi bisa membelah dengan sempurna.
Namun, keempat pembelahan ini tidak bisa diatur waktunya. Faktor yang mempengaruhi
waktu pembelahan, dan kenapa bisa membelah tidak sempurna sehingga mengakibatkan
dempet, biasanya dikaitkan dengan infeksi, kurang gizi, dan masalah lingkungan.(1,2)
d. Jenis Kehamilan Gemelli

20

Kehamilan kembar dibagi menjadi 3 macam, menurut Mochtar, Rustam (2012:260-261)


adalah sebagai berikut:
a. Gemelli dizigotik = kembar dua telur , heterolog, biovuler dan
praternal :
Kedua telur berasal dari :
-

1 ovarium dan dari


ovurium dan dari 1 folikel
dari ovarium kanan dan satu lagi dari ovarium kiri.

b. Gemelli monozigotik dapat terjadi karena :


-

Satu telur dengan 2 inti, hambatan pada tingkat blastula


Hambatan pada tingkat segmentasi
Hambatan setelah amnion terbentuk, tetapi sebelum primitive streak.

21

c. Conjoined twins, superfekkundasi, superfetasi


Conjoined twins atau kembar siam adalah kembar dimana janin melengket satu dengan
yang lainnya. Misalnya torakopagus (dada dengan dada), abdominopagus (perlengketan
antara kedua abdomen), kraniopagus (kedua kepala) dan sebagainya. Banyak kembar
siam telah dapat dipisahkan secara operatif dengan berhasil.
Superfekundasi adalah pembuahan dua telur yang dikeluarkan dalam ovulasi yang
sama pada dua kali koitus yang dilakukan pada jarak waktu yang pendek.(1)
e. Pertumbuhan Janin Gemelli
Dalam masa kehamilan pertumbuhan janin perlu diperhatikan. Pertumbuhan janin pada
kehamilan kembar tentu berbeda dengan pertumbuhan janin pada kehamilan tunggal.
22

Menurut Mochtar Rustam (2012:261-262) pertumbuhan pada janin kembar adalah sebagai
berikut:
a. Berat badan satu janin kehamilan kembar rata-rata 1000 gr lebih ringan dari janin
tunggal.
b. Berat badan baru lahir biasanya pada kembar dibawah 2500 gr triplet dibawah 2000 gr,
duadriplet dibawah 1500 gr dan duintuplet dibawah 1000 gr.
c. Berat badan masing-masing janin dari kehamilan kembar tidak sama umumnya
berselisih antara 50 100 gr, karena pembagian sirkulasi darah tidak sama, maka yang
satu kurang bertumbuh dari yang lainnya.
d. Pada kehamilan ganda monozigotik:
1) Pembuluh darah janin yang satu beranastomosis dengan pembuluh darah janin
yang lain, karena itu setelah bayi satu lahir tali pusat harus diikat untuk
menghindari perdarahan
2) Karena itu janin yang satu dapat terganggu pertumbuhannya dan menjadi
monstrum seperti akardiakus dan kelainan lainnya.
3) Dapat terjadi sindroma transfusi fetal : pada janin yang dapat darah lebih
banyak terjadi hidramnion, polisitemia, edema dan pertumbuhan yang baik.
Sedangkan janin kedua kurang pertumbuhannya terjadilah bayi kecil, anemia,
dehidrasi, oligohidrami dan mikrokardia, karena kurang mendapat darah.
e. Pada kehamilan kembar dizigotik:
1) Dapat terjadi satu janin meninggal dan yang satu tumbuh sampai cukup bulan.
2) Janin yang mati dapat diresorbsi (kalau pada kehamilan muda) atau pada
kehamilan agak tua janin jadi gepeng disebut fetus papyraseus atau kompresus.
(2)

f. Letak dan Presentasi Janin


Menurut Mochtar Rustam (2012:262) pada hamil kembar sering terjadi kesalahan
presentasi dan posisi kedua janin. Begitu pula letak janin kedua dapat berubah setelah janin
pertama lahir, misalnya dari letak lintang berubah jadi letak sungsang atau letak kepala.
Berbagai kombinasi letak, presentasi dan posisi bisa terjadi yang paling sering dijumpai
adalah:
23

a. Kedua janin dalam letak membujur, presentasi kepala (44-47 %).


b. Letak membujur, presentasi kepala bokong (37-38 %).
c. Keduanya presentasi bokong (8-10 %).
d. Letak lintang dan presentasi kepala (5-5,3 %).
e. Letak lintang dan presentasi bokong (1,5-2 %).
f. Keduanya letak lintang (0,2-0,6 %).
g. Letak dan presentasi 69 adalah letak yang berbahaya karena dapat terjadi kuncimengunci (interlocking).
g. Komplikasi Kehamilan Gemelli
Menurut Hartono, dkk (2006:852-897) beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada janin
yang dilahirkan pada kehamilan kembar diantaranya adalah:
a. Prematuritas
Janin dari kehamilan multipel cenderung dilahirkan pretermdan kebanyakan
memerlukan perawatan pada neonatal intensive care unit (NICU). Sekitar 50 persen
kelahiran kembar terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu. Lamanya kehamilan akan
semakin pendek dengan bertambahnya jumlah janin di dalam uterus. Sekitar 20% bayi
dari kehamilan multipel merupakan bayi dengan berat lahir rendah.
b. Hyalin Membrane Disease (HMD)
Bayi kembar yang dilahirkan sebelum usia kehamilan 35 minggu dua kali lebih
sering menderita HMD dibandingkan dengan bayi tunggal yang dilahirkan pada usia
kehamilan yang sama. HMD atau yang dikenal sebagai Respiratory Distres Syndrom
(RDS) adalah penyebab tersering dari gagal nafas pada bayi prematur. Terjadi segera
setelah atau beberapa saat setelah bayi lahir. Ditandai dengan sukar bernafas, cuping
hidung, retraksi dinding dada dan sianosis yang menetap dalam 48-96 jam pertama
kehidupan. Prevalensi HMD didapatkan lebih tinggi pada kembar monozigotik
dibandingkan dengan kembar dizigotik. Bila hanya satu bayi dari sepasang bayi kembar
yang menderita HMD, maka bayi kedua lebih cenderung menderita HMD dibandingkan
dengan bayi pertama.
c. Asfiksia saat Kelahiran/Depresi Napas Perinatal

24

Bayi dari kehamilan multipel memiliki peningkatan frekuensi untuk mengalami


asfiksia saat kelahiran atau depresi perinatal dengan berbagai sebab. Prolaps tali pusat,
plasenta previa, dan ruptur uteri dapat terjadi dan menyebabkan asfiksia janin. Kejadian
cerebral palsy 6 kali lebih tinggi pada bayi kembar dua dan 30 kali lebih sering pada bayi
kembar tiga dibandingkan dengan janin tunggal. Bayi kedua pada kehamilan kembar
memiliki resiko asfiksia saat lahir/dpresi napas perinatal lebih tinggi.
d. Infeksi Streptococcus group B
Infeksi onset cepat Streptococcus group B pada bayi berat lahir rendah adalah 5 kali
lebih tinggi dibandingkan dengan bayi yang dilahirkan tunggal dengan berat badan yang
sama.
e. Vanishing Twin Syndrome
Kemajuan teknologi ultrasonografi memungkinkan dilakukannya studi sonografik
pada awal gestasi yang memperlihatkan bahwa insiden kembar trimester pertama jauh
lebih tinggi daripada insiden kembar saat lahir. Kehamilan kembar sekarang diperkirakan
terjadi pada 12 persen di antara semua konsepsi spontan, tetapi hanya 14 persen di
antaranya yang bertahan sampai aterm.
Pada sebagian kasus, seluruh kehamilan lenyap, tetapi pada banyak kasus, satu
janin yang meninggal atau sirna (vanish) dan kehamilan berlanjut sebagai kehamilan
tunggal. Pada 21-63% konsepsi kembar meninggal atau sirna (vanish) pada trimester
kedua. Keadaan ini dapat menyebabkan kelainan genetik atau kelainan neurologik/defek
neural tube pada janin yang tetap bertahan hidup.
f. Kelainan Kongenital/Akardia/Rangkaian Perfusi Balik Arteri pada Janin Kembar
(twin reverse-arterial-perfusion/TRAP)
Pada plasenta monokorionik, vaskularisasi janin biasanya tergabung, kadangkadang amat kompleks. Anastomosis vascular pada plasenta monokorionik dapat dari
arteri ke arteri, vena ke vena atau arteri ke vena. Biasanya cukup berimbang dengan baik
sehinggatidak ada salah satu janin yang menderita. Pada TRAP terjadi pirau dari arteri ke
arteri plasenta, yang biasanya diikuti dengan pirau vena ke vena. Tekanan perfusi pada
salah satu kembar mengalahkan yang lain, yang kemudian mengalami pembalikan aliran
darah dari kembarannya. Darah arteri yang sudah terpakai dan mencapai kembar resipien
cenderung mengalir ke pembuluh-pembuluh iliaka sehingga hanya memberi perfusi
25

bagian bawah tubuh dan menyebabkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan tubuh
bagian atas. Gangguan atau kegagalan pertumbuhan kepala disebut akardius asefalus.
Kepala yang tumbuh parsial dengan alat gerak yang masih dapat diidentifikasi disebut
akardius mielasefalus. Kegagalan pertumbuhan semua struktur disebut akardius
amorfosa.
g. Twin-to-twin Transfusion Syndrome
Darah ditransfusikan dari satu kembaran (donor) ke dalam vena kembaran
lainnya (resipien) sedemikian rupa sehingga donor menjadi anemik dan pertumbuhannya
terganggu, sementara resipien menjadi polisitemik dan mungkin mengalami kelebihan
beban sirkulasi yang bermanifestasi sebagai hidrops fetalis.
Menurut ketentuan, terdapat perbedaan hemoglobin 5 g/dl dan 20% berat badan
pada sindrom ini. Kematian kembar donor dalam uterus dapat mengakibatkan trombus
fibrin di seluruh arteriol yang lebih kecil milik kembar resipien. Hal ini kemungkinan
diakibatkan oleh transfusi darah yang kaya tromboplastin dari janin donor yang
mengalami maserasi. Kembar yang bertahan hidup mengalami koagulasi intravaskular
diseminata.
h. Kembar Siam
Apabila pembentukan kembar dimulai setelah cakram mudigah dan kantung
amniom rudimenter sudah terbentuk dan apabila pemisahan cakram mudigah tidak
sempurna, akan terbentuk kembar siam/kembar dempet. Terdapat beberapa jenis kembar
siam, yaitu:
1) Thoracopagus, bila kedua tubuh bersatu di bagian dada (30-40%). Jantung
selalu terlibat dalam kasus ini. Bila jantung hanya satu, harapan hidup baik
dengan atau tanpa operasi adalah rendah.
2) Omphalopagus, bila kedua tubuh bersatu di bagian perut (34%). Umumnya
masing-masing tubuh memiliki jantung masing- masing, tetapi kembar siam ini
biasanya hanya memiliki satu hati, sistem pencernaan, dan organ-organ lain.
3) Xyphopagus, bila kedua tubuh bersatu di bagian xiphoid cartilage.
4) Pyopagus (iliopagus), bila bersatu di bagian belakang (19%).
5) Cephalopagus/craniopagus, bila bersatu di bagian kepala dengan tubuh
terpisah.
26

i. Intra Uterine Growth Retardation (IUGR)


Pada kehamilan kembar, pertumbuhan dan perkembangan salah satu atau kedua
janin dapat terhambat. Semakin banyak jumlah janin yang terbentuk, maka kemungkinan
terjadinya IUGR semakin besar.(1,2)
II. ASFIKSIA NEONATORUM
Asfiksia pada bayi baru lahir menjadi penyebab kematian 19% dari 5 juta kematian bayi
baru lahir setiap tahun. Data mengungkapkan bahwa kira-kira 10% BBL membutuhkan
bantuan untuk mulai bernapas dari bantuan ringan (langkah awal dan stimulasi untuk
bernapas) hingga resusitasi lanjut yang ekstensif. Dari jumlah tersebut kira-kira hanya 1%
saja yang membutuhkan resusitasi ekstensif. Antara 1% - 10% bayi baru lahir di rumah sakit
membutuhkan bantuan ventilasi dan sedikit saja yang membutuhkan intubasi dan kompresi
dada.
Kebutuhan resusitasi dapat diantisipasi pada sejumlah besar bayi baru lahir. Walaupun
demikian, kadang-kadang kebutuhan resusitasi tidak dapat diduga. Oleh karena itu tempat
dan peralatan untuk melakukan resustasi harus memadahi dan petugas yang sudah dilatih dan
terampil harus tersedia setiap saat di semua tempat kelahiran bayi.(3,4)
A. Definisi
Resusitasi adalah prosedur yang diaplikasikan pada BBL yang tidak dapat bernapas
secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir. Asfiksia ditandai
dengan keadaaan hipoksemia , hiperkarbia dan asidosis. Menurut APP dan ACOG (2004),
berikut karakteristik asfiksia :

Asidemia metabolik atau campuran (metabolik dan respiratorik) yang jelas,

yaitu pH < 7 , pada sampel darah yang diambil dari arteri umbilical.
Nilai apgar 0 7 pada menit ke 1
Manifestasi nerologi pada periode BBL segera, termasuk kejang , hipotonia ,

koma atau ensefalopati hipoksik iskemik


Terjadi disfungsi sistem multiorgan segera pada periode bayi baru lahir.8

B. Faktor Risiko
a. Faktor Risiko Antepartum
27

Diabetes pada ibu

Hipertensi pada kehamilan

Hipertensi kronik

Anemia janin atau isoimunisasi

Riwayat kematian janin atau neonatus

Perdarahan pada trimester dua dan tiga

Infeksi ibu

Ibu dengan penyakit jantung , ginjal , paru , tiroid atau kelainan nerologi

Polihidroamnion

Oligohidroamnion

Ketuban pecah dini

Hidrops fetalis

Kehamilan lewat waktu

Kehamilan ganda

Berat janin tidak sesuai masa kehamilan

Terapi obat seperti magnesium karbonat , beta blocker

Ibu pengguna obat bius

Malformasi atau anomaly janin

Tanpa pemeriksaan antenatal

Usia < 16 tahun atau > 35 tahun

b. Faktor Risiko Intrapartum


-

Seksio sesaria darurat

Kelahiran dengan ekstraksi forsep atau vakum

Letak sungsang atau persentasi abnormal

Kelahiran kurang bulan

Partus presipitatus

Korioamnionitis

Ketuban pecah lama (< 18 jam sebelum persalinan)

Partus lama (> 24 jam)

Kala dua lama (> 2 jam)

Makrosomia
28

Bradikardia janin persisten

Frekuensi jantung janin yang tidak beraturan

Penggunaan anestesi umum

Hiperstimulus uterus

Penggunaan obat narkotika pada ibu dalam 4 jam sebelum persalinan

Air ketuban bercampur mekonium

Prolaps tali pusat

Solusio plasenta

Plasenta previa

Perdarahan intrapartum. (3)

C. Penilaian
Penilaian awal dilakukan pada setiap BBL untuk menentukan apakah tindakan
resusitasi harus segera dimulai. Segera setelah lahir, dilakukan penilaian dengan APGAR
Score.

Tanda

Nilai O

Nilai 1

Appearace (warna

Seluruh tubuh

Tubuh merah

kulit)

biru atau putih

extremitas biru

P Pulse (Denyut Nadi)

Tidak ada

< 100x/menit

G Grimace (Refleks)

Tidak ada

A Activity (Tonus Otot)

Lunglai

Perubahan
mimik/meringis

Nilai 2

Seluruh tubuh merah

> 100x/menit

Bersin/menangis

Ekstremitas sedikit

Gerakan aktif

fleksi

Ekstremitas fleksi

29

Respiration effort
(Usaha bernafas)

Tidak ada

Tak teratur

Menangis kuat

Tabel 1. Skor APGAR


Pembacaan APGAR Score :
i.

Apgar score dinilai 3x pada menit ke 1 5 10

ii.

Menit pertama digunakan untuk menentukan diagnosis (sehat / asfiksia)

iii.

Nilai APGAR 8 10

: Vigorous baby

Nilai APGAR 7

: Asfiksia ringan

Nilai APGAR 4 6

: Asfiksia sedang

Nilai APGAR 0 3

: Asfiksia berat

Menit

ke-5

dan

10

digunakan

untuk

menentukan

prognosis

perkembangan bayi baru lahir.


D. Patofisiologi
a. Fisiologi Janin Memperoleh Oksigen
Sebelum lahir, paru janin tidak berfungsi sebagai sumber oksigen atau jalan
untuk mengeluarkan karbondioksida. Pembuluh arteriol yang ada di dalam paru janin
dalam keadaan konstriksi sehingga tekanan oksigen (pO 2) parsial rendah. Hampir
seluruh darah dari jantung kanan tidak dapat melalui paru karena konstriksi pembuluh
darah janin, Sehingga darah dialirkan melalui pembuluh yang bertekanan lebih
rendah yaitu duktus arteriosus kemudian masuk ke aorta.
Setelah lahir, bayi akan segera bergantung pada paru-paru sebagai sumber
utama oksigen. Cairan yang mengisi alveoli akan diserap ke dalam jaringan paru, dan
alveoli akan berisi udara. Pengisian alveoli oleh udara akan memungkinkan oksigen
mengalir ke dalam pembuluh darah di sekitar alveoli.
Arteri dan vena umbilikalis akan menutup sehingga menurunkan tahanan pada
sirkulasi plasenta dan meningkatkan tekanan darah sistemik. Akibat tekanan udara
dan peningkatan kadar oksigen di alveoli, pembuluh darah paru akan mengalami
relaksasi sehingga tahanan terhadap aliran darah bekurang.

30

Keadaan relaksasi tersebut dan peningkatan tekanan darah sistemik,


menyebabkan tekanan pada arteri pulmonalis lebih rendah dibandingkan tekanan
sistemik sehingga aliran darah paru meningkat sedangkan aliran pada duktus
arteriosus menurun.
Pada saat kadar oksigen meningkat dan pembuluh paru mengalami relaksasi,
duktus arteriosus mulai menyempit. Darah yang sebelumnya melalui duktus
arteriosus sekarang melalui paru-paru, akan mengambil banyak oksigen untuk
dialirkan ke seluruh jaringan tubuh.
Pada akhir masa transisi normal, bayi menghirup udara dan menggunakan
paru-parunya untuk mendapatkan oksigen. Tangisan pertama dan tarikan napas yang
dalam akan mendorong cairan dari jalan napasnya. Oksigen dan pengembangan paru
merupakan rangsang utama relaksasi pembuluh darah paru. Pada saat oksigen masuk
adekuat dalam pembuluh darah, warna kulit bayi akan berubah dari abu-abu/biru
menjadi kemerahan.
b. Kesulitan yang dialami bayi selama masa transisi
Bayi dapat mengalami kesulitan sebelum lahir, selama persalinan atau setelah
lahir. Tanda klinis awal dapat berupa deselerasi frekuensi jantung janin. Masalah yang
dihadapi setelah persalinan lebih banyak berkaitan dengan jalan nafas dan atau paruparu, misalnya sulit menyingkirkan cairan atau benda asing seperti mekonium dari
alveolus, sehingga akan menghambat udara masuk ke dalam paru mengakibatkan
hipoksia. Bradikardia akibat hipoksia dan iskemia akan menghambat peningkatan
tekanan darah (hipotensi sistemik).
Pada saat pasokan oksigen berkurang, akan terjadi konstriksi arteriol pada
organ seperti usus, ginjal, otot dan kulit, namun demikian aliran darah ke jantung dan
otak tetap stabil atau meningkat untuk mempertahankan pasokan oksigen. Walaupun
demikian jika kekurangan oksigen berlangsung terus maka terjadi kegagalan fungsi
miokardium dan kegagalan peningkatan curah jantung, penurunan tekanan darah,
yang mengkibatkan aliran darah ke seluruh organ akan berkurang. Sebagai akibat dari
kekurangan perfusi oksigen dan oksigenasi jaringan, akan menimbulkan kerusakan
jaringan otak yang irreversible, kerusakan organ tubuh lain, atau kematian.

31

Penelitian menunjukkan bahwa pernapasan adalah tanda vital pertama yang


berhenti ketika bayi baru lahir kekurangan oksigen. Setelah periode awal pernapasan
yang cepat maka periode selanjutnya disebut apnu primer. Rangsangan seperti
mengeringkan atau menepuk telapak kaki akan menimbulkan pernapasan. Walaupun
demikian bila kekurangan oksigen terus berlangsung, bayi akan melakukan beberapa
usaha bernapas megap-megap dan kemudian terjadi apnu sekunder, rangsangan saja
tidak akan menimbulkan kembali usaha pernapasan bayi baru lahir.

Gambar 1. Perubahan frekuensi jantung dan tekanan darah selama apnu


Frekuensi jantung mulai menurun pada saat bayi mengalami apnu primer.
Tekanan darah akan tetap bertahan sampai dimulainya apnu sekunder (kecuali jika
terjadi kehilangan darah pada saat memasuki periode hipotensi). Bayi dapat berada
pada fase antara apnu primer dan apnu dan seringkali keadaan yang membahayakan
ini dimulai sebelum atau selama persalinan. Akibatnya saat lahir, sulit untuk menilai
berapa lama bayi telah berada dalam keadaan membahayakan. Pemeriksaan fisik tidak
dapat membedakan antara apnu primer dan sekunder, namun respon pernapasan yang
ditunjukkan akan dapat memperkirakan kapan mulai terjadi keadaan yang
membahayakan itu.
Jika bayi menunjukkan tanda pernapasan segera setelah dirangsang, itu adalah
apnu primer. Jika tidak menunjukkan perbaikan apa-apa, ia dalam keadaan apnu
sekunder. Sebagai gambaran umum, semakin lama seorang bayi dalam keadaan apnu
sekunder, semakin lama pula dia bereaksi untuk dapat memulai pernapasan. Walau
demikian, segera setelah ventilasi yang adekuat, hampir sebagian besar bayi baru lahir
akan memperlihatkan gambaran reaksi yang sangat cepat dalam hal peningkatan
frekuensi jantung.
32

E. Komplikasi
Sistem
Sistem Saraf

Pengaruh
Ensefalopati hipoksik-iskemik, infark, perdarahan intrakranial, kejang,

Pusat

edema otak, hipotonia, hipertonia

Kardiovaskular

Iskemia miokardium, bising jantung, insufisiensi trikuspidalis, hipotensi


Sirkulasi janin persisten, perdarahan paru, sindrom kegawatan

Pulmonal

Ginjal
Adrenal
Saluran Cerna
Metabolik
Kulit
Hematologi
Tabel 2. Komplikasi Asfiksia

pernapasan
Nekrosis tubular akut atau korteks
Perdarahan adrenal
Perforasi, ulserasi, nekrosis
Hiponatremia, hipoglikemia, hipokalsemia
Nekrosis lemak subkutan
Koagulasi intravaskular

F. Penatalaksanaan
a. Resusitasi (lihat bagan di bawah)
b. Terapi medikamentosa :
i.
-

Epinefrin :
Indikasi :
o Denyut jantung bayi < 60 x/m setelah paling tidak 30 detik
dilakukan ventilasi adekuat dan pemijatan dada.
o Asistolik.

Dosis :
o 0,1-0,3 ml/kg BB dalam larutan 1 : 10.000 (0,01 mg-0,03 mg/kg
BB) Cara : i.v atau endotrakeal. Dapat diulang setiap 3-5 menit
bila perlu.

ii.
-

Volume ekspander :
Indikasi :
o Bayi

baru

lahir

yang

dilakukan

resusitasi

mengalami

hipovolemia dan tidak ada respon dengan resusitasi.

33

o Hipovolemia kemungkinan akibat adanya perdarahan atau syok.


Klinis ditandai adanya pucat, perfusi buruk, nadi kecil/lemah,
dan pada resusitasi tidak memberikan respon yang adekuat.
-

Jenis cairan :
o Larutan kristaloid yang isotonis (NaCl 0,9%, Ringer Laktat)
o Transfusi darah golongan O negatif jika diduga kehilangan darah
banyak.

Dosis :
o Dosis awal 10 ml/kg BB i.v pelan selama 5-10 menit. Dapat
diulang sampai menunjukkan respon klinis.

iii.

Bikarbonat :
-

Indikasi :
o Asidosis metabolik, bayi-bayi baru lahir yang mendapatkan
resusitasi. Diberikan bila ventilasi dan sirkulasi sudah baik.
o Penggunaan bikarbonat pada keadaan asidosis metabolik dan
hiperkalemia harus disertai dengan pemeriksaan analisa gas
darah dan kimiawi.
o Dosis : 1-2 mEq/kg BB atau 2 ml/Kg BB (4,2%) atau 1 ml/kg
bb (8,4%)

Cara :
o Diencerkan dengan aquabides atau dekstrose 5% sama banyak
diberikan secara intravena dengan kecepatan minimal 2 menit.

Efek samping :
o Pada keadaan hiperosmolaritas dan kandungan CO2 dari
bikarbonat merusak fungsi miokardium dan otak.

iv.
-

Nalokson :
Nalokson

hidrochlorida

adalah

antagonis

narkotik

yang

tidak

menyebabkan depresi pernafasan. Sebelum diberikan nalakson ventilasi


harus adekuat dan stabil.
-

Indikasi :

34

o Depresi pernafasan pada bayi baru lahir yang ibunya


menggunakan narkotik 4 jam sebelum persalinan.
o Jangan diberikan pada bayi baru lahir yang ibunya baru dicurigai
sebagai pemakai obat narkotika sebab akan menyebabkan tanda
with drawltiba-tiba pada sebagian bayi.
-

Dosis :
o 0,1 mg/kg BB (0,4 mg/ml atau 1 mg/ml)

Cara :
o Intravena,

endotrakeal atau bila perfusi baik

diberikan

i.m/s.c
v.

Suportif

Jaga kehangatan.

Jaga saluran napas agar tetap bersih dan terbuka.

Koreksi gangguan metabolik (cairan, glukosa darah dan elektrolit).

35

G. Prognosis
Pada asfiksia ringan-sedang, prognosis tergantung pada kecepatan penetalaksanaan.
Pada asfiksia berat dapat terjadi kematian atau kelainan saraf pada hari-hari pertama. Asfiksia
dengan PH 6,9 dapat menyebabkan kejang sampai koma dan kelainan neurologis permanen,
misalnya serebral palsi atau retardasi mental.(3,4)
III.

HIPERBILIRUBINEMIA
Hiperbilirubinemia merupakan peningkatan kadar bilirubin total pada minggu pertama
kelahiran. Kadar normal maksimal adalah 12-13 mg% (205-220 mikromol/L).
Hiperbilirubinemia

adalah

kadar

bilirubin

di

dalam

darah

melampui

mg/dL(17,1umol/L). Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh produksi bilirubin yang


melebihi kemampuan hati normal untuk mengekskresikannya, atau dapat terjadi karena
kegagalan hati yang rusak untuk mengekskresikan bilirubin yang di hasilkan dengan jumlah
normal. Pada semua keadaan ini, bilirubin bertumpuk di dalam darah dan ketika mencapai
suatu konsentrasi tertentu ( yaitu sekitar 2-2,5 mg/dL ), bilirubin akan berdifusi ke dalam
jaringan yang kemudian warnanya berubah menjadi kuning. Keadaan ini dinamakan
jaundice atau ikterus.Istilah jaundice (berasal dari bahasa Perancis jaune, yang berarti
kuning) atau ikterus (dari bahasa Yunani icteros) menunjukkan pewarnaan kuning pada
kulit, sklera atau membran mukosa sebagai akibat penumpukan bilirubin yang berlebihan
pada jaringan.
Gejala paling relevan dan paling mudah diidentifikasi dari kedua bentuk tersebut adalah
ikterus, yang didefinisikan sebagai kulit dan selaput lender menjadi kuning. Pada
neonatus,ikterus yang nyata jika bilirubin total serum 5 mg/dl.
Hiperbilirubinemia fisiologis yang terjadi pada bayi adalah ketika kadar bilirubin indirek
tidak melebihi 12 mg/dL pada hari ketiga dan bayi premature pada 15 mg/dL pada hari
kelima.
Sedangkan ikterus neonatorum adalah keadaan klinis pada bayi yang ditandai oleh
pewarnaan ikterus pada kulit dan sclera akibat akumulasi bilirubin tidak terkonjugasi yang
berlebih. Ikterus secara klinis akan mulai tampak pada bayi baru lahir bila kadar bilirubin
36

darah 5-7 mg/dL. Ikterus dibagi menjadi dua yaitu ikterus fisiologis dan ikterus nonfisiologis.
Ikterus fisiologis merupakan masalah yang sering terjadi pada bayi kurang, maupun
cukup bulan selama minggu pertama kehidupan yang frekuensinya pada bayi cukup bulan
dan kurang bulan berturut-turut adalah 50-60% dan 80%. Untuk kebanyakan bayi fenomena
ini ringan dan dapat membaik tanpa pengobatan. Ikterus fisiologis tidak disebabkan oleh
factor tunggal tapi kombinasi dari berbagai factor yang berhubungan dengan maturitas
fisiologis bayi baru lahir. Peningkatan kadar bilirubin tidak terkonjugasi dalam sirkulasi pada
bayi baru lahir disebabkan oleh kombinasi peningkatan ketersediaan bilirubin dan penurunan
clearance bilirubin. Umumnya kadar bilirubin tak terkonjugasi pada minggu pertama > 2
mg/dL. Pada bayi cukup bulan yang mendapat susu formula kadar bilirubin akan mencapai
puncaknya sekitar 6-8 mg/dL pada hari ke-3 kehidupan dan kemudian akan menurun cepat
selama 2-3 hari diikuti dengan penurunan yang lambat sebesar 1 mg/dL selama 1 samapi 2
minggu.(1,5)

A. Patofisiologi
1. Metabolisme Bilirubin
Bilirubin adalah pigmen kristal berwarna jingga ikterus yang merupakan bentuk akhir
dari pemecahan katabolisme heme melalui proses reaksi oksidasi reduksi.
Langkah oksidasi yang pertama adalah biliverdin yang di bentuk dari heme dengan
bantuan enzim heme oksigenase yaitu suatu enzim yang sebagian besar terdapat dalam sel
hati, dan organ lain. Pada reaksi tersebut juga terdapat besi yang digunakan kembali untuk
pembentukan haemoglobin dan karbon monoksida yang dieksresikan ke dalam paru.
Biliverdin kemudian akan direduksi menjadi bilirubin oleh enzim biliverdin reduktase.
Biliverdin bersifat larut dalam air dan secara cepat akan dirubah menjadi bilirubin melalui
reaksi bilirubin reduktase. Berbeda dengan biliverdin, bilirubin bersifat lipofilik dan terikat
dengan hydrogen serta pada pH normal bersifat tidak larut. Jika tubuh akan mengeksresikan,
diperlukan mekanisme transport dan eliminasi bilirubin.

37

Bayi baru lahir akan memproduksi bilirubin 8-10 mg/kgBB/hari, sedangkan orang
dewasa sekitar 3-4 mg/kgBB/hari. Peningkatan produksi bilirubin pada bayi baru lahir
disebabkan oleh masa hidup eritrosit bayi lebih pendek (70-90 hari) dibandingkan dengan
orang dewasa (120 hari), peningkatan degradasi heme, turn over sitokrom yang meningkat
dan juga reabsorpsi bilirubin dari usus yang meningkat (sirkulasi enterohepatik).(1,5)
2. Transportasi Bilirubin
Pembentukan bilirubin yang terjadi di system retikulo endothelial, selanjutnya dilapaskan
kesirkulasi yang akan berikatan dengan albumin. Bayi baru lahir mempunyai kapasitas ikatan
plasma yang rendah terhadap bilirubin karena konsentrasi albumin yang rendahdan kapasitas
ikatan molar yang kurang.Bilirubin yang terikat pada albumin serum ini merupakan zat non
polar dan tidak larut dalam air dan kemudian akan di transportasi kedalam sel hepar.
Bilirubin yang terikat dengan albumin tidak dapat memasuki susuna syaraf pusat dan bersifat
nontoksik.
Selain itu albumin juga mempunyai afinitas yang tinggi terhadap obat obatan yang
bersifat asam seperti penicillin dan sulfonamide. Obat obat tersebut akan menempati
tempat utama perlekatan albumin untuk bilirubin sehingga bersifat competitor serta dapat
pula melepaskan ikatan bilirubin dengan albumin.

38

Obat obat yang dapat melepaskan ikatan bilirubin dengan albumin:

Analgetik, antipiretik ( Natrium salisilat, fenilbutazon )

Antiseptik, desinfektan ( metal, isopropyl )

Antibiotik dengan kandungan sulfa ( Sulfadiazin, sulfamethizole, sulfamoxazole )

Penicilin ( propicilin, cloxacillin )

Lain lain ( novabiosin, triptophan, asam mendelik, kontras x ray )


Bilirubin dalam serum terdapat dalam 4 bentuk yang berbeda, yaitu:

1) Bilirubin tak terkonjugasi yang terikat dengan albumin dan membentuk sebagian besar
bilirubin tak terkonjugasi dalam serum.
2) Bilirubin bebas
3) Bilirubin terkonjugasi yaitu bilirubin yang siap dieksresikan melalui ginjal.
4) Bilirubin terkonjugasi yang terikat denga albumin serum.
3. Asupan Bilirubin
Pada saat kompleks bilirubin albumin mencapai membrane plasma hepatosit, albumin
terikat ke reseptor permukaan sel. Kemudian bilirubin, di transfer melalui sel membran yang
berikatan dengan ligandin ( protein y ), mungkin juga dengan protein ikatan sitosilik lainnya
4. Konjugasi Bilirubin
Bilirubin tak terkonjugasi dikonversikan kebentuk bilirubin konjugasi yang larut dalam
air di reticulum endoplasma dengan bantuan enzim uridine diphospate glukuronosyl
transferase (UDPG T). Katalisa oleh enzim ini akan merubah formasi menjadi bilirubin
monoglukoronida yang selanjutnya akan dikonjugasi menjadi bilirubin diglukoronida.
Bilirubin ini kemudian dieksresikan kedalam kalanikulus empedu. Sedangkan satu molekul
bilirubin tak terkonjugasi akan kembali ke reticulum endoplasmic untuk rekonjugasi
berikutnya.
5. Eksresi Bilirubin
Setelah mengalami proses konjugasi , bilirubin akan dieksresikan kedalam kandung
empedu, kemudian memasuki saluran cerna dan di eksresikan melalui feses. Setelah berada
39

dalam usus halus bilirubin yang terkonjugasi tidak langsung dapat diresorbsi, kecuali jika
dikonversikan kembali menjadi bentuk tidak terkonjugasi oleh enzim beta glukoronidase
yang terdapat dalam usus. Resorbsi kembali bilirubin dari saluran cerna dan kembali ke hati
untuk di konjugasi kembali disebut sirkulasi enterohepatik.
Terdapat perbedaan antara bayi baru lahir dan orang dewasa, yaitu pada mukosa usus
halus dan feses bayi baru lahir mengandung enzim -glukoronidase yang dapat
menghidrolisa monoglukoronida dan diglukoronida kembali menjadi bilirubin yang tak
terkonjugasi yang selanjutnya dapat diabsorbsi kembali. Selain itu pada bayi baru lahir,
lumen usus halusnya steril sehingga bilirubin konjugasi tidak dapat dirubah menjadi
sterkobilin (suatu produk yang tidak dapat diabsorbsi).(6)

B. Etiologi
Terdapat 4 mekanisme umum dimana hiperbilirubinemia dan ikterus dapat terjadi :
pembentukan bilirubin secara berlebihan, gangguan pengambilan bilirubin tak terkonjugasi
oleh hati, gangguan konjugasi bilirubin, penurunan ekskresi bilirubin terkonjugasi dalam
empedu

akibat

faktor

intra

hepatik

yang

bersifat

opbtruksi

fungsional

atau

mekanik.Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi terutama disebabkan oleh tiga mekanisme yang


pertama,sedangkan mekanisme yang keempat terutama mengakibatkan terkonjugasi.
1. Pembentukan bilirubin secara berlebihan
Penyakit hemolitik atau peningkatan kecepatan destruksi sel darah merah merupakan
penyebab utama dari pembentukan bilirubin yang berlebihan. Ikterus yang timbul sering
disebut ikterus hemolitik. Konjugasi dan transfer pigmen empedu berlangsungnormal, tetapi
suplai bilirubin tak terkonjugasi melampaui kemampuan. Beberapa penyebab ikterus
hemolitik yang sering adalah hemoglobin abnormal ( hemoglobin S pada animea sel sabit),
sel darah merah abnormal (sterositosis herediter), anti body dalam serum (Rh atau autoimun),
pemberian beberapa obat-obatan, dan beberapa limfoma atau pembesaran (limpa dan
peningkatan hemolisis). Sebagaian kasus Ikterus hemolitik dapat di akibatkan oleh
peningkatan destruksi sel darah merah atau prekursornya dalam sum-sum tulang (talasemia,
anemia persuisiosa, porviria). Proses ini dikenal sebagai eritropoiesis tak efektif Kadar

40

bilirubin tak terkonjugasi yang melebihi 20 mg / 100 ml pada bayi dapat mengakibatkan
Kern Ikterus.
2. Gangguan pengambilan bilirubin
Pengambilan bilirubin tak terkonjugasi yang terikat abulmin oleh sel-sel hati dilakukan
dengan memisahkannya dari albumin dan mengikatkan pada protein penerima. Hanya
beberapa obat yang telah terbukti menunjukkan pengaruh terhadap pengambilan bilirubin
oleh sel-sel hati, asam flafas pidat (dipakai untuk mengobati cacing pita), nofobiosin, dan
beberapa zat warna kolesistografik. Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi dan Ikterus biasanya
menghilang bila obat yang menjadi penyebab di hentikan. Dahulu Ikterus Neonatal dan
beberapa kasus sindrom Gilbert dianggap oleh defisiensi protein penerima dan gangguan
dalam pengambilan oleh hati. Namun pada kebanyakan kasus demikian, telah di temukan
defisiensi glukoronil tranferase sehingga keadaan ini terutama dianggap sebagai cacat
konjugasi bilirubin.
3. Gangguan konjugasi bilirubin
Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi yang ringan ( < 12,9 / 100 ml ) yang mulai terjadi
pada hari ke dua sampai ke lima lahir disebut Ikterus Fisiologis pada Neonatus. Ikterus
Neonatal yang normal ini disebabkan oleh kurang matangnya enzim glukoronik transferase.
Aktivitas glukoronil tranferase biasanya meningkat beberapa hari setelah lahir sampai sekitar
minggu ke dua, dan setelah itu Ikterus akan menghilang.
Kern Ikterus atau Bilirubin enselopati timbul akibat penimbunan Bilirubin tak
terkonjugasi pada daerah basal ganglia yang banyak lemak. Bila keadaan ini tidak di obati
maka akan terjadi kematian atau kerusakan Neorologik berat tindakan pengobatan saat ini
dilakukan pada Neonatus dengan Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi adalah dengan
fototerapi.
Fototerapi berupa pemberian sinar biru atau sinar fluoresen atau (gelombang yang
panjangnya 430 sampai dengan 470 nm) pada kulit bayi yang telanjang. Penyinaran ini
menyebabkan perubahan struktural Bilirubin (foto isumerisasi) menjadi isomer-isomer yang
larut dalam air, isomer ini akan di ekskresikan dengan cepat ke dalam empedu tanpa harus di
41

konjugasi terlebih dahulu. Fenobarbital (Luminal) yang meningkatkan aktivitas glukororil


transferase sering kali

dapat menghilang ikterus pada penderita ini.

4. Penurunan eksresi bilirubin terkonjugasi


Gangguan eskresi bilirubin, baik yang disebabkan oleh faktor-faktor Fungsional maupun
obstruksi, terutama mengakibatkan hiperbilirubinemia terkonjugasi .Karena bilirubin
terkonjugasi latut dalam air,maka bilirubin ini dapat di ekskresi ke dalam kemih, sehingga
menimbulkan bilirubin dan kemih berwarna gelap. Urobilinogen feses dan urobilinogen
kemih sering berkurang sehingga terlihat pucat. Peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi
dapat di sertai bukti-bukti kegagalan ekskresi hati lainnya, seperti peningkatan kadar fostafe
alkali dalam serum, AST, Kolesterol, dan garam-garam empedu. Peningkatan garam-garam
empedu dalam darah menimbulkan gatal-gatal pada ikterus. Ikterus yang diakibatkan oleh
hiperbilirubinemia

terkonjugasi

biasanya

lebih

kuning

di

bandingkan

dengan

hiperbilirubinemia tak terkonjugasi. Perubahan warna berkisar dari kuning jingga muda atau
tua sampai kuning hijau bila terjadi obstruksi total aliran empedu perubahan ini merupakan
bukti adanya ikterus kolestatik, yang merupakan nama lain dari ikterus obstruktif. Kolestasis
dapat bersifat intrahepatik ( mengenai sel hati, kanalikuli, atau kolangiola ) atau ekstra
hepatik ( mengenai saluran empedu di luar hati ). Pada ke dua keadaan ini terdapat gangguan
niokimia yang sama.
Sumber lain ada juga yang menyatakan penyebab dari hiperbilirubinemia adalah :
a. Produksi bilirubin yang meningkat : peningkatan jumlah sel darah merah, penurunan umur
sel darah merah, peningkatan pemecahan sel darah merah (inkompatibilitas golongan darah
dan Rh), defek sel darah merah pada

defisiensi G6PD atau sferositosis, polisetemia,

sekuester darah, infeksi)


b. Penurunan konjugasi bilirubin, prematuritas, ASI, defek congenital yang jarang)
c. Peningkatan reabsorpsi bilirubin dalam saluran cerna : ASI, asfiksia, pemberian ASI yang
terlambat, obstruksi saluran cerna.
d. Kegagalan eksresi cairan empede : infeksi intrauterine, sepsis, hepatitis, sindrom kolestatik,
atresia biliaris, fibrosis kistik).(5,6)

C. Klasifikasi ikterus pada neonatus

42

Ikterus fisiologis

: terjadi setelah 24 jam pertama. Pada bayi cukup bulan nilai

puncak 6-8 mg/dL biasanya tercapai pada hari ke 3-5. Pada bayi kurang bulan nilainya 10-12
mg/dL, bahkan sampai 15 mg/dL. Peningkatan/akumulasi bilirubin serum < 5 mg/dL/hr.
Ikterus patologis

: terjadi dalam 24 jam pertama. Peningkatan akumulasi bilirubin

serum > 5 mg/dL/hr. Bayi yang mendapat ASI, kadar bilirubin total serum > 17mg/dL.
Ikterus menetap setelah 8 hari pada bayi cukup bulan dan setelah 14 hari pada bayi kurang
bulan. Bilirubin direk >2 mg/dL.
Sebagai neonatus , terutama bayi prematur, menunjukkan gejala

ikterus pada hari

pertama. Ikterus ini biasanya timbul pada hari kedua, kemudian menghilang pada hari ke
sepuluh, atau pada akhir minggu ke dua. Bayi dengan gejala ikterus ini tidak sakit dan tidak
memerlukan pengobatan,kecuali dalam pengertian mencegah terjadinya penumpukan
bilirubin tidak langsung yang berlebihan.
Ikterus dengan kemungkinan besar menjadi patologik dan memerlukan pemeriksaan
yang mendalam antara lain :

Ikterus yang timbul dalam 24 jam pertama


Bilirubin serum meningkat lebih dari 5 mg % per hari
Bilirubin melebihi 10mg% pada bayi cukup bulan
Bilirubin melebihi 15mg% pada bayi prenatur
Ikterus yang menetap sesudah minggu pertama
Ikterus dengan bilirubin langsung melebihi 1mg%pada setiap
waktu.

Ikterus yang berkaitan dengan penyakit hemoglobin, infeksi,atau


suatu keadaan patologik lain yang telah diketahui.(1,5,6)

D. Pembagian derajat ikterus


Berdasarkan Kramer dapat dibagi :
Derajat ikterus
I
II

Daerah Ikterus
Perkiraan kadar Bilirubin
Kepala dan leher
5,0 mg%
Sampai badan atas (diatas 9,0 mg%
umbilicus)
43

III

Sampai

badan

bawah 11,4 mg%

(dibawah umbilicus sampai


IV

tungkai atas diatas lutut)


Seluruh
tubuh
kecuali 12,4 mg%

telapak tangan dan kaki


Seluruh tubuh

16,0 mg%

DAFTAR PUSTAKA
1. F. Gary Cunningham., Kenneth J. L., Stephen L. B., Dwight J. Rouse., John C. H.,
Catherine Y. Spong. 2010. Fetal Growth Diorder Dalam : EBook Williams Obstetric. 23st
edition. New York : Mc graw Hill
44

2. Current : Pediatric Diagnosis and Treatment: Neonatal Intensive Care, page 22-30.
Edition 15 Th 2001 Mc Graw Hill Companies.
3. IDAI. Buku Ajar Neonatologi Edisi Pertama. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2010
4. Rennie MJ, Roberton NRC. A manual of neonatal intensive care; edisi ke-4.
London:Arnold, 2002; 62-88.
5. Camilia R.M, Cloherty J.P. Neonatal hyperbilirubinemia. Dalam: Cloherty J.P et al
Manual of Neonatal Care 5th Ed., Lippincott Williams & Wilkins, 2004 : 185-221.
6. Depkes RI. 2001. Klasifikasi Ikterus Fisiologis dan Ikterus Patologis. Dalam : Buku
Bagan MTBM (Manajemen Terpadu Bayi Muda Sakit). Metode Tepat Guna untuk
Paramedis, Bidan dan Dokter. Depkes RI.

45

You might also like