You are on page 1of 17

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Laring
Laring adalah bagian dari saluran pernafasan bagian atas yang
merupakan suatu rangkaian tulang rawan yang berbentuk corong dan terletak
setinggi vertebra servikalis IV VI, dimana pada anak-anak dan wanita letaknya
relatif lebih tinggi. Laring pada umumnya selalu terbuka, hanya kadang-kadang
saja tertutup bila sedang menelan makanan. Batas-batas laring berupa sebelah
kranial terdapat aditus laringeus yang berhubungan dengan hipofaring, di sebelah
kaudal dibentuk oleh sisi inferior kartilago krikoid dan berhubungan dengan
trakea, di sebelah posterior dipisahkan dari vertebra servikalis oleh otot-otot
prevertebral, dinding dan cavum laringofaring, serta di sebelah anterior ditutupi
oleh fasia, jaringan lemak, dan kulit. Sedangkan di sebelah lateral ditutupi oleh
otot-otot sternokleidomastoideus, infrahioid, dan lobus kelenjar tiroid.3,4

Gambar 1. Gambaran anatomi laring9


Bangunan kerangka laring tersusun dari satu tulang, yaitu tulang hioid
dan beberapa buah tulang rawan. Tulang hioid berbentuk seperti huruf U, yang
permukaan atasnya dihubungkan dengan lidah, mandibula, dan tengkorak oleh
tendo dan otot-otot. Tulang rawan yang menyusun laring adalah kartilago
epiglotis, kartilago krikoid, kartilago aritenoid, kartilago kornikulata dan kartilago
tiroid.2,3 Pada laring terdapat dua buah sendi, yaitu artikulasi krikotiroid dan
artikulasi krikoaritenoid. Ligamentum yang membentuk susunan laring adalah
2

ligamentum seratokrikoid (anterior, lateral, dan posterior), ligamentum krikotiroid


medial,

ligamentum

ligamentum

hiotiroid

krikotiroid
lateral,

posterior,

ligamentum

ligamentum
hiotiroid

kornikulofaringal,

medial,

ligamentum

hioepiglotika, ligamentum ventrikularis, ligamentum vokal yang menghubungkan


kartilago aritenoid dengan kartilago tiroid dan ligamentum tiroepiglotika.Laring
berbentuk piramida triangular terbalik dengan dinding kartilago tiroidea di
sebelah atas dan kartilago krikoidea di sebelah bawahnya. Tulang hioid
dihubungkan dengan laring oleh membran tiroidea. Tulang ini merupakan tempat
melekatnya otot-otot dan ligamen serta akan mengalami osifikasi sempurna pada
usia 2 tahun.2,4
2.1.1 Anatomi Bagian Laring Dalam
Rongga laring dibagi menjadi tiga bagian. Bagian tersebut adalah
Vestibulum laring, Glotik dan Subglotik. Vestibulum laring disebut juga
supraglotik ialah rongga laring yang terdapat diatas plika ventrikularis (pita
suara palsu). Glotik yaitu ruangan yang terletak antara pita suara palsu dengan
pita suara asli serta membentuk rongga yang disebut ventrikel laring
Morgagni. Subglotik yaitu ruangan diantara pita suara sejati dengan tepi
bawah kartilago krikoidea. 2
2.1.2 Pendarahan laring
Arteri pada laring berasal dari cabang-cabang arteri tiroid superior dan
arteri tiroid inferior. Arteri laring superior mengiringi ramus internus nervi
laringealis superior melalui membrane tirois dan kemudian bercabang-cabang
untuk mengantar darah ke permukaan dalam laring. Arteri laring inferior
mengiringi nervus laringeus inferior dan memasok darah kepada membrane
mukosa dan otot-otot di aspek inferior laring.

Gambar 2. Sistem arteri pada laring5


Vena pada laring mengikuti arteri-arteri laring. Vena laring superior
biasanya bersatu dengan vena tiroid superior, lalu bermuara ke vena jugularis
interna. Vena laring inferior bersatu dengan vena tiroid inferior atau pleksus
vena-vena tiroid yang beranastomosis pada aspek anterior trachea. Darah vena
dialirkan melalui vena laringeus superior dan inferior ke vena tiroidea superior
daninferior yang kemudian akan bermuara ke vena jugularis interna.

Gambar 3. Sistem Vena pada Laring5


2.1.3 Persarafan Laring

Saraf-saraf laring berasal dari Nervus Vagus (Nervus kranialis X)


melalui ramus ekternus nervus laringeus superior dan nervus laringeus
rekurens. Nervus laringeus superior berakhir menjadi dua cabang di dalam
sarung karotis yaitu nervus laringeus internus (sensoris dan otonom) dan
nervus laringeus eksternus (motoris). Nervus laringeus rekurens mempersarafi
semua otot larin intrinsic, kecuali M. Krikotiroid yang dipersarafi oleh nervus
laringeus eksternus.

Gambar 4. Persarafan pada Laring5


2.1.4 Pembuluh limfa laring
Pembuluh limfa eferen dari golongan superior bergabung dengan
kelenjar bagian superior rantai servikal dalam. Pembuluh eferen dari golongan
inferior bergabung dengan kelenjar servikal dalam dan beberapa menjalar
sampai sejauh kelenjar supraklavikula
2.2 Fisiologi Laring
Laring mempunyai tiga fungsi utama yaitu fonasi, respirasi dan proteksi
jalan nafas disamping juga beberapa fungsi lainnya seperti fungsi fiksasi, fungsi
menelan, fungsi fiksasi, fungsi sirkulasi dan reflek batuk 4. Fungsi fonasi atau
pembentukan suara merupakan fungsi laring yang paling kompleks. Suara

dibentuk karena adanya aliran udara respirasi yang konstan dan adanya interaksi
antara udara dan pita suara. Nada suara dari laring diperkuat oleh adanya tekanan
udara pernafasan subglotik dan vibrasi laring serta adanya ruangan resonansi
seperti rongga mulut, udara dalam paru-paru, trakea, faring, dan hidung. Nada
dasar yang dihasilkan dapat dimodifikasi dengan berbagai cara. Otot intrinsik
laring berperan penting dalam penyesuaian tinggi nada dengan mengubah bentuk
dan massa ujung-ujung bebas dan tegangan pita suara sejati4.
Fungsi proteksi merupakan upaya agar benda asing tidak dapat masuk ke
dalam laring dengan adanya reflek otot-otot yang bersifat adduksi, sehingga rima
glotis tertutup. Pada waktu menelan, pernafasan berhenti sejenak akibat adanya
rangsangan terhadap reseptor yang ada pada epiglotis, plika ariepiglotika, plika
ventrikularis dan daerah interaritenoid melalui serabut aferen nervus laringeus
superior. Sebagai jawabannya, sfingter dan epiglotis menutup. Gerakan laring ke
atas dan ke depan menyebabkan celah proksimal laring tertutup oleh dasar lidah.
Struktur ini mengalihkan makanan ke lateral menjauhi aditus dan masuk ke sinus
piriformis lalu ke introitus esofagus4.
Fungsi respirasi pada laring terlihat ketika proses pernapasan terjadi. Pada
waktu inspirasi diafragma bergerak ke bawah untuk memperbesar rongga dada
dan

otot

krikoaritenoideus

posterior

terangsang

sehingga

kontraksinya

menyebabkan rima glotis terbuka. Proses ini dipengaruhi oleh tekanan parsial CO 2
dan O2 arteri serta pH darah. Bila pO2 tinggi akan menghambat pembukaan rima
glotis, sedangkan bila pCO2 tinggi akan merangsang pembukaan rima glotis.
Hiperkapnia dan obstruksi laring mengakibatkan pembukaan laring secara
reflektoris, sedangkan peningkatan pO2 arterial dan hiperventilasi akan
menghambat pembukaan laring. Tekanan parsial CO 2 darah dan pH darah
berperan dalam mengontrol posisi pita suara4.

2.3 Karsinoma Laring

2.3.1 Definisi
Neoplasma secara harfiah berarti pertumbuhan baru. Suatu neoplasma
adalah massa abnormal jaringan yang pertumbuhanya berlebihan dan tidak
terkoordinasikan dengan pertumbuhan jaringan normal serta terus demikian
walaupun rangsangan yang memicu perubahan tersebut telah berhenti.1
Karsinoma laring adalah keganasan pada pita suara, kotak suara atau daerah
lainya di tenggorokan. Karsinoma sel skuamosa adalah karsinoma awal
setempat yang berasal dari epitel skuamosa serta tampak sebagai sel-sel
kuboid dan keratinisasi.7
2.3.2 Epidemiologi
Diluar negeri karsinoma laring menempati tempat pertama dalam
urusan keganasan dibidang THT, sedangkan di RS Cipto Mngunkusumo,
Jakarta, karsinoma laring menduduki urutan ketiga setelah karsinoma
nasofaring dan tumor ganas hidung dan sinus paranasal. Menurut data staistik
dari WHO (1961) yang meliputi 35 negara, seperti dikutip oleh Batsakis
(1979), rata-rata 1,2 orang per 100.000 penduduk meningggal oleh karsinoma
laring
Di Departemen THT FKUI/RSCM periode 1982-1987 proporsi
karsinoma laring 13,8% dari 1030 kasus keganasan THT. Jumlah kasus ratarata 25 pertahun. Perbandingan laki-laki dan perempuan adalah 11:1, terbanyak
pada usia 56-69 tahun dengan kebiasaan merokok didapatkan pada 73,94%,
menduduki peringkat ketiga keganasan THT (712 kasus). Karsinoma
nasofaring sebesar 71,77%, diikuti oleh keganasan hidung dan paranasal
10,11%, telinga 2,11%, orofaring/tonsil 1,69%, esophagus/bronkus 1,54%,
rongga mulut 1,40% dan parotis 0,28%.

2.3.3 Etiologi
Etiologi karsinoma laring belum diketahui dengan pasti. Dikatakan
oleh para ahli bahwa perokok dan peminum alkohol merupakan kelompok
orang-orang dengan risiko tinggi terhadap karsinoma laring. Penelitian
epidemiologi menggambarkan beberapa hal yang diduga menyebabkan

terjadinya karsinoma laring yang kuat ialah rokok, alkohol, dan terpajan oleh
sinar radioaktif.
2.3.4 Gejala
Serak adalah gejala

utama karsinoma laring. Ini juga merupakan

gejala paling dini dari tumor pita suara. Hal ini disebabkan karena gangguan
fungsi fonasi laring. Kualitas nada sangat dipengaruhi oleh besar celah glotik,
besar pita suara, ketajaman tepi pita suara, kecepatan getaran dan ketegangan
pita suara. Pada tumor ganas laring, pita suara gagal berfungsi secara baik
disebabkan oleh ketidak teraturan pita suara, oklusi atau penyempitan celah
glotik, terserangnya otot-otot vokalis, sendi dan ligamen krikoaritenoid, dan
kadang-kadang menyerang saraf. Adanya tumor di pita suara akan menggau
gerak maupun getaran kedua pita suara tersebut. Serak menyebabkan kualitas
suara menjadi kasar, mengganggu, sumbang dan nadanya lebih rendah dari
biasa. Kadang-kadang bias afonia karena nyeri, sumbatan jalan napas, atau
paralisis komplit.2
Hubungan antara serak dengan tumor laring tergantung pada letak
tumor. Apabila tumor tumbuh pada pita suara asli, serak merupakan gejala dini
dan menetap. Apabila tumor tumbuh di daerah ventrikel laring, di bagian
bawah plika ventrikularis, atau di batas inferior pita suara, serak akan timbul
kemudian. Pada tumor supraglotis dan subglotis, serak dapat merupakan gejala
akhir atau tidak timbul sama sekali. Pada kelompok ini, gejala pertama tidak
khas dan subjektif, seperti perasaan tidak nyaman, rasa ada yang mengganjal di
tenggorokan. Tumor hipofaring jarang menimbulkan serak, kecuali tumornya
eksentif. Fiksasi dan nyeri menimbulkan suara bergumam (hot potato voice).2
Dispnea dan stridor. Dispnea dan stridor adalah gejala yang disebabkan
oleh sumbatan jalan nafas dan dapat timbul pada tiap tumor laring. Gejala ini
disebabkan oleh gangguan jalan napas oleh masa tumor, penumpukan kotoran
atau secret, maupun oleh fiksasi pita suara. Pada tumor supraglotik atau
transglotik terdapat kedua gejala tersebut. Sumbatan yang terjadi secara
perlahan-lahan dapat dikompensasi oleh pasien. Pada umumnya dispnea dan
stridor adalah tanda prognosis yang kurang baik.2

Nyeri tenggorok. Keluhan ini dapat bervariasi dari rasa goresan sampai
rasa nyeri yang tajam. Disfagia dalah cirri khas tumor pangkal lidah,
supraglotik, hipofaring dan sinus piriformis. Keluahan ini merupakan keluhan
yang paling sering pada tumor ganas postkrikoid. Rasa nyeri ketika menelan
(odinofagi) menandakan adanya tumor ganas lanjut yang mengenai struktur
ekstra laring.2
Batuk dan hemoptisis. Batuk jarang ditemukan pada tumor ganas
glotik, biasanya timbul dengan tertekannya hipofaring disertai secret yang
mengalir kedalam laring. Hemoptisis sering terjadi pada tumor glotik dan
tumor supraglotik. Gejala lain berupa nyeri alih ketelinga ipsilateral, halitosis,
batuk, hemoptisis dan penurunan berat badan menandakan perluasan tumor
keluar laring atau metastase jauh.Pembesaran kelenjar getah bening leher
dipertimbangkan sebagai metastasis tumor ganas yang menunjukkan tumor
pada stadium lanjut.Nyeri tekan laring adalah gejala lanjut yang disebabkan
oleh komplikasi supurasi tumor yang menyerang kartilago tiroid dan
periondrium.2
2.3.5 Gejala dan tanda sumbatan laring
Adanya massa pada laring dapat menggangu fungsi fisiologis laring
sebagai fungsi repirasi dan fungsi sirkulasi. Gejala dan tanda sumbatan laring
yang tampak adalah Sesak napas (dispnea), Stridor (napas berbunyi) yang
terdengar pada waktu inspirasi, Cekungan yang terdapat pada waktu inspirasi
di suprasternal, epigastrium, supraklavikula, interkostal, Gelisah, dan sianosis
karena hipoksia.
Jakson membagi sumbatan laring yang progresif dalam 4 stadium
dengan tanda dan gejala2 :

a.

Stadium 1 :

cekungan tampak pada waktu inspirasi di suprasternal,

b.

Stadium 2 :

stridor pada waktu inspirasi dan pasien masih tenang


cekungan tampak pada waktu inspirasi di suprasternal makin
dalam, ditambah lagi dengan timbulnya cekungan di daerah
epigastrium. Stridor terdengar pada waktu inspirasi. Pasien
sudah mulai gelisah.

10

c.

Stadium 3 :

ceungan selain di daerah suprasternal, epigastrium juga


terdapat di infra klavikula dan sela-sela iga, pasien sangat
gelisah dan dispnea. Stridor pada waktu inspirasi dan

d.

Stadium 4 :

ekspirasi
cekungan-cekungan di atas bertambah jelas, pasien sangat
gelisah, tampak sangat ketakutan dan sianosis. Jika keadaan
ini berlangsung terus maka pasien akan kehabisan tenaga,
pusat pernapasan paralitik karena hiperkapnia. Pasien lemah
dan tertidur, akhirnya meninggal karena asfiksia

2.3.6

Patofisiologi
Kanker dimulai dari sel yang bergabung dan membentuk jaringan.

Jaringan-jaringan ini nantinya membentuk laring dan organ tubuh lainya. Selsel normal tumbuh dan membelah untuk membentuk sel-sel baru ketika tubuh
membutuhkan mereka. Ketika sel-sel normal menjadi tua atau rusak, mereka
mati, dan sel-sel baru mengambil tempat mereka. Terkadang, proses ini
berjalan tidak semestinya, sel-sel baru terbentuk ketika tubuh tidak
membutuhkannya, dan sel yang tua atau rusak tidak mati seperti seharusnya.
Penumpukan sel ekstra sering membentuk suatu massa dari jaringan yang
disebut tumor. Tumor di laring bisa berupa jinak atau ganas.2
2.3.7

Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan laring dapat dilakukan dengan cara tidak


langsung

dengan

menggunakan

kaca

laring

atau

langsung

dengan

menggunakan laringoskop. Pemeriksaan ini untuk menilai lokasi tumor,


penyebaran tumor, kemudian dilakukan biopsy untuk pemeriksaan patologi
anatomik. Foto toraks diperlukan untuk menilai keadaan paru, ada atau
tidaknya proses spesifik dan metastasis diparu. CT Scan laring dapat
memperlihatkan keadaan tumor dan laring lebih seksama, misalnya penjalaran
tumor pada tulang rawan tiroid dan daerah pre epiglotis serta metastasis
kelenjar getah bening leher. Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan

11

patologi anatomic dari bahan biopsi laring dan biopsi jarum halus pada
pembesaran kelenjar getah bening dileher. Dari hasil patologi anatomik yang
terbanyak adalah karsinoma sel skuamosa.
2.3.8

Klasifikasi Tumor Ganas Laring


Klasifikasi Tumor Ganas Laring (AJCC dan UICC 1988)

a. Tumor Primer (T)


Supraglotis
Tis
T1

karsinoma insitu.
tumor terdapat pada satu sisi suara/pita suara palsu (gerakan masih

T2

banyak).
tumor sudah menjalar ke 1 dan 2 sisi daerah supraglotis dan glotis

T3

masih bisa bergerak (tidak terfiksir).


tumor terbatas pada laring dan sudah terfiksir atau meluas kedaerah
krikoid bagian belakang, dinding medial dari sinus piriformis dan

T4

kearah rongga preepiglotis.


tumor sudah meluas keluar laring, menginfiltrasi orofaring jaringan
lunak pada leher atau sudah merusak tulang rawan tiroid.

Glotis
Tis
T1

karsinoma insitu.
Tumor mengenai satu sisi atau dua sisi pita suara, tetapi gerakan pita
suara masih baik, atau tumor sudah terdapat pada komisura anterior

T2

atau posterior
tumor meluas ke daerah supraglotis atau subglotis, pita suara masih

T3
T4

dapat bergerak atau sudah terfiksasi (impaired mobility)


tumor meliputi laring dan pita suara sudah terfiksasi
tumor sangat luas dengan kerusakan tulang rawan tiroid atau sudah
keluar dari laring.

Subglotis
Tis
T1

karsinoma insitu.
tumor terbatas pada daerah subglotis.

12

T2

tumor sudah meluas kepita suara, pita suara masih dapat bergerak

T3
T4

atau sudah terfiksasi.


tumor sudah mengenai laring dan pita suara sudah terfiksasi.
tumor yang luas dengan dekstruksi tulang rawan atau perluasan ke
luar laring atau dua-duanya.

b. Penjalaran ke kelenjar limfa (N)


Nx
N0
N1

kelenjar limfa tidaks teraba


secara klinis kelenjar tidak teraba.
secara klinis teraba satu kelenjar limfa dengan ukuran diameter 3 cm

N2

homolateral.
teraba kelenjar limfa tunggal, ipsilateral dengan ukuran diameter 3-6

cm.
N2a satu kelenjar limfa ipsilateral, diameter lebih dari 3 cm tapi tidak
lebih dari 6 cm.
N2b multipel kelenjar limfa ipsilateral, diameter tidak lebih dari 6 cm.
N2c metastasis bilateral atau kontralateral, diameter tidak lebih dari 6 cm.
N3
metastasis kelenjar limfa lebih dari 6 cm
c. Metastasis Jauh (M)
Mx
M0
M1

tidak terdapat/terdeteksi
tidak ada metastasis jauh
terdapat metastasis jauh

d.

Stadium
ST1
STII
STIII
STIV

T1
T2
T3
T4

N0
M0
N0
M0
N0
M0
T1/T2/T3 N1 M0
N0/N1
M0
T1/T2/T3/T4 N2/N3
T1/T2/T3/T4 N1/N2/N3 M1

2.3.9

Tatalaksana
Setelah didiagnosis dan stadium tumor ditegakkan, maka ditentukan

tindakan yang akan diambil sebagai tatalaksananya. Ada 3 tatlaksana yang


lazim dilakukan, yakni pembedahan, radiasi, obat sitostatika ataupun
kombinasi, tergantung pada stadium penyakit dan keadaan umum pasien.

13

Menurut NCCN Guidelines versi 2. 201310 terdapat tatalaksana pada tumor


larynx sesuai dengan clinical staging yaitu sebagai berikut.

I.

Pada tumor laring bagian Hipofaring-Laring

14

II.

Pada Tumor laring bagian glotis

15

III.

Pada tumor laring bagian supraglotis

16

17

18

You might also like