Professional Documents
Culture Documents
Disusun Oleh :
Fitri Rahmawati
Jamilatul Amaliah
Mala Kurniahati
Nurillah Isnaeni Yusuf
D IV Gizi / Semester VI
POLTEKKES KEMENKES JAKARTA II
2014
b. rumah sakit khusus, yaitu rumah sakit yang memberikan pelayanan utama pada
satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan
umur, organ, jenis penyakit atau kekhususan lainnya.
Kategori rumah sakit berdasarkan pengelolaannya terdiri atas:
a. rumah sakit publik (umum) adalah rumah sakit yang dapat dikelola oleh pemerintah,
pemerintah daerah, dan badan hukum yang bersifat nirlaba.
b. rumah sakit privat (khusus) adalah rumah sakit yang dapat dikelola oleh badan
hukum dengan tujuan profit yang berbentuk perseroan terbatas atau persero.
Klasifikasi rumah sakit umum terdiri atas:
a.
b.
daerah Provinsi.
rumah sakit umum kelas BPerizinan rumah sakit umum kelas B diberikan oleh
pemerintah daerah Provinsi setelah mendapatkan rekomendasi dari pejabat yang
c.
rumah sakit umum kelas B, adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas
dan kemampuan pelayanan medik sekurang-kurangnya sebelas spesialistik dan
subspesialistik terbatas. Rumah sakit tipe B adalah RS yang mampu memberikan
pelayanan kedokteran spesialis dan subspesialis terbatas.Rumah sakit ini didirikan
rumah sakit umum kelas C, adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas
dan kemampuan pelayanan medik spesialistik dasar.Rumah sakit tipe C adalah RS
yang mapu memberikan pelayanan kedokeran spesialis terbatas.Rumah sakit ini
didirikan disetiap Ibukota Kabupaten (Regency hospital) yang menampung
pelayanan rujukan dari puskesmas
terkait dengan
3.
4.
tinggal
Berbagai kegiatan penelitian untuk mengembangkan teknologi penyembuhan penyakit
5.
melalui pengaturan makanan dan aspek-aspek lain dari pelayanan gizi; dan
Pendidikan bagi tenaga paramedis terutama yang bertugas di ruang perawatan
bertalian dengan kegiatan pelayanan gizi di ruang perawatan (Moehji, 2003).
Dalam aplikasinya, para ahli gizi bisa menerapkan beberapa model pelayanan gizi, yang bisa
diaplikasikan di rumah sakit maupun masyarakat, namun tidak semua model pelayanan
tersebut sudah standar. Minimal ada 3 model yang dipakai atau dikembangkan di institusi
pelayan kesehatan yaitu sebagai berikut :
1. Model yang sebenarnya tidak dianjurkan dimana setiap profesi (Dokter, perawat, Ahli
gizi/Dietisen) menangani pasiennya masing-masing tanpa ada hubungan dan koordinasi
antar profesi. Ahli gizi menyiapkan makanan pasien sesuai pemahamannya tanpa ada
informasi mengenai keadaan pasien yang akurat dari dokter, perawat, maupun profesi
lain yang terkait.
2. Model pelayanan gizi yang kurang lebih serupa dengan model pertama, tetapi bentuk
pelayanan dilakukan oleh tim yang dikenal dengan Nutrition Support Team (NST), yang
terdiri dari dokter, perawat, pharmacist (ahli obat-obatan) dan dietetion/ahli gizi. Pada
model kedua ini juga belum ada koordinasi antara masing-masing profesi dalam satu
pelayanan bagi pasien, namun mereka telah menerapkan pelayanan terstandar yang
dikerjakan dalam satu tim. Salah satu kelemahan
banyaknya profesi yang harus terlibat dalam satu pelayanan pasien. Pelayanan
semacam ini umumnya diterapkan di rumah sakit yang memiliki sumberdaya manusia
cukup banyak. Model ini juga sudah menerapkan proses asuhan gizi secara tim, yang
dikenal dengan istilah Nutritional Care Process (NCP).
3. Model yang banyak direkomendasikan, dimana aplikasi pelayanan gizi dilaksanakan
dalam satu tim, dengan melibatkan dokter, perawat dan dietisen/ahli gizi. Keterlibatan
masing-masing profesi dalam pelayanan ini benar-benar maksimal dan terjadi koordinasi
antar profesi, sehingga dalam memutuskan bentuk pelayanan yang akan diberikan
kepada pasien memiliki tujuan yang sama
Dari model ketiga tersebut muncul pola kerjasama atau kolaborasi antara tenaga gizi, dokter
dan perawat dalam suatu teamwork yang seharusnya diterapkan bagi pasien. Ciri kerjasama
antar kelompok kerja ini dalam menyelesaikan masalah klien adalah: koordinasi, saling
berbagi,
kompromi,
interrelasi,
saling
ketergantungan
atau
interdependensi
serta
kebersamaan. Dengan demikian, diantara semua profesi harus mempunyai satu kesatuan
komitmen
dan
kemampuan
serta
tanggung
jawab
dalam
merespon
masalah
memperbanyak kajian kasus yang melibatkan tim asuhan gizi secara rutin seperti morning
report, morning meeting, visite bersama/ visite besar maupun bentuk kegiatan yang lain.
5. Pelayanan gizi rawat inap dan rawat jalan
1. Pasien Rawat Inap
Pada tahap penapisan dan pengkajian berdasarkan hasil pemeriksaan fisik, antropometri,
laboratorium dan pemeriksaan lainnya, dokter akan menetapkan apakah pasien
memerlukan terapi diet atau tidak (Depkes, 2006a).
Hasil
penilaian
tersebut
membuka
kemungkinan
bahwa
ia
memerlukan
a.
Bila tidak memerlukan terapi diet, pasien hanya akan mendapat penyuluhan gizi
umum
dan
makanan
sehat
untuk
diri
dan
keluarganya,
dalam
upaya
Bila memerlukan terapi diet, pasien akan dikirim ke klinik gizi untuk memperoleh
6. konseling gizi
Konseling adalah suatu proses komunikasi 2 arah antara konselor dan klien (pasien) untuk
membantu pasien mengenali dan mengatasi masalah gizi (Latief, 2001). Konselor adalah
tenaga kesehatan yang mempunyai latar belakang pendidikan gizi atau pendidikan
kesehatan lainnya dan klien adalah sasaran dari proses konseling (Latief, 2001).
Adapun tujuan konseling yaitu agar pasien mampu mengatur makanan-makanan yang
akan dikonsumsinya sehari-hari di rumah ketika sudah pulang dari rumah sakit.
Langkah 1.
MEMBANGUN DASAR-DASAR KONSELING
Salam, perkenalkan diri, mengenal klien, membangun hubungan, jelaskan tujuan
Langkah 2.
MENGGALI PERMASALAHAN
Mengumpulkan data-data untuk dasar diagnose dari semua aspek dengan metode ASSESSMENT
Langkah 3.
MEMILIH SOLUSI
Memilih alternative solusi, menggali alternative penyebab masalah gizi dengan menegakkan DIAGNOSA
INTERVENSI
Langkah 5.
Langkah 4.
MEMPEROLEH KOMITMEN
MEMILIH RENCANA
Komitmen untuk melaksanakan perlakuan diet khusus, membuat rencana yang realistis dan dapat diterapkan
an klien untuk melihat alternative dalam memilih upaya diet dan perubahan perilaku yang dapat diimplementasikan
Menjelaskan tujuan, prinsip diet dan ukuran porsi makan
Langkah 6.
MONITORING
Ulangi, dan tanyakan kembali apakah kesimpulan dari konseling dapat dipahami oleh klien
Pada kunjungan berikutnya lihat proses dan dampak
dan riwayat penyakit keluarga yang berkaitan dengan penyakit klien serta
masalah psikologis yang berkaitan dengan masalah gizi klien.
3. MEMILIH SOLUSI DENGAN MENEGAKAN DIAGNOSIS
Merupakan proses identifikasi serta pemberian nama masalah, menentukan
penyebab dan factor resiko yang mendukung, catatan tentang gejala dan tanda
serta dokumentasi diagnosis gizi. Ada 3 bagian diagnosis gizi, yaitu:
1. Masalah/problem (Pemberian nama/label diagnosis gizi): Pemberian nama/label
diagnosis gizi menggambarkan adanya perubahan status gizi klien.
2. Etiologi (Penyebab/factor yang berkontribusi): Faktor-faktor yang berperan dalam
timbulnya masalah gizi.
3. Gejala dan tanda atau disebut dengan istilah Signs/symptom merupakan
penjelasan karakteristik yang akan dikenali sepanjang tahap penilaian.
4. INTERVENSI MEMILIH RENCANA
Seorang konselor harus melakukan bersama-sama klien dengan menggunakan
keterampilan komunikasi dan konseling. Keberhasilan tidak akan tercapai apabila
konselor membuat keputusan sendiri dalam menetapkan perubahan perilaku makan
yang selanjutnya memaksa klien melakukan perilaku tersebut. Beberapa hal yang
harus dipertimbangkan:
1. Identifikasi strategi pemecahan masalah dilakukan dengan mempertimbangkan
ide-ide dari klien. Dimulai dengan melakukan perhittungan kebutuhan energy dan
zat gizi serta menetapkan preskripsi diet.
2. Sampaikan alternative pemecahan, bantu klien untuk menentukan masalah yang
dipilih dengan melihat factor yang mendukung dan menghambat.
Langkah-langkah dalam melakukan intervensi gizi meliputi:
A. Perhitungan kebutuhan energy dan zat gizi
1. Perhitungan kebutuhan energy
2. Perhitungan kebutuhan protein
3. Perhitungan kebutuhan lemak
4. Perhitungan kebutuhan karbohidrat
5. Perhitungan kebutuhan vitamin dan mineral
6. Perhitungan kebutuhan cairan
B. Preskripsi diet
C. Melakukan konseling gizi
5. MEMPEROLEH KOMITMEN
Konseling tidak akan berhasil tanpa adanya kesediaan dan komitmen dari klien.
Berikan dukungan dan bangun rasa percaya diri klien dalam membuat keputusan,
untuk melakukan perubahan diet sesuai dengan anjuran yang disepakati bersama.
Yakinkan klien dapat melakukan diet tersebut dan buat kesepakatan untuk
melakukan kunjungan ulang.
6. MONITORING DAN EVALUASI
Langkah ini dilakukan untuk mengetahui respon klien terhadap intervensi dan
tingkat keberhasilannya. Sebagian besar pertanyaan pada saat tahap pengkajian
dapat digunakan lagi pada tahap ini. Komponen monitoring dan evaluasi gizi ada
empat langkah kegiatan yaitu:
1. Monitoring perkembangan
Mengecek pemahaman dan ketaatan diet pasien
Menentukan
apakah
intevensi
dilaksanakan
sesuai
dengan
rencana/preskripsi diet
Menentukan apakah status pasien tetap atau berubah
Mengidentifikasi hasil lain baik yang positif ataupun negative
Mengumpulkan informasi yang menunjukkan alas an tidak adanya
konseling tercapai
Evaluasi dampak: untuk melihat keberhasilan konselor dalam pelaksaan
konseling. Gali informasi dari klien masalah atau hambatan apa yang
Profesi gizi, sebagai profesi kesehatan terdiri dari para anggotanya yang memiliki ciri-ciri
sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
dengan pelayanan
10. Memiliki standar berkelanjutan sebagai wahana pengembangan kompetensi
Pada era globalisasi saat ini, pasar kerja membutuhkan tenaga yang mampu bekerja secara
profesional, yang menguasai kemampuan teknik (Technical competencies) dan kemampuan
dalam bertingkah laku yang baik (behavioral competencies). Pada rumah sakit dibutuhkan
tenaga kerja yang memiliki kriteria sebagai berikut :
a. Mempunyai wawasan multidimensi
b. Memiliki kemampuan untuk menggunakan sarana teknologi mutakhir (computer,
internet)
c. Mampu beradaptasi dengan lingkungan
d. Kemampuan membangun kerjasama dalam tim
e.
f.
g.
h.
Namun, pada kenyataannya, para lulusan tenaga profesi kesehatan yang ada saat ini belum
memuaskan masyarakat. Ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
9.
Pada umumnya para lulusan tersebut belum siap pakai secara teori dan praktek
Rasa percaya diri yang dimiliki masih rendah
Gagap teknologi
Semangat juang rendah
Kualitas lulusan tidak terstandar
Kemampuan komunikasi rendah
Sikap kerja lamban dan kurang antusias
Kurang mandiri
Kerjasama tim lemah
2.
3.
4.
Daftar Pustaka
http://jgizi.blogspot.com/2012/06/normal-0-false-false-false.html 1 Maret 2014 12.05 pm
http://massaidi.blogspot.com/2011/01/jenis-jenis-rumah-sakit.html 1 Maret 2014 12.02
pm
Cornelia dkk, 2011. Penuntun Konseling Gizi. Abadi. Jakarta
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20291/4/chapter%20II.pdf
http://perpus.fkik.uinjkt.ac.id/file_digital/
zumrotin%20khasanah.pdf